KATA PENGANTAR...................................................................................................0
DAFTAR ISI.................................................................................................................0
DAFTAR TABEL.........................................................................................................0
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................0
BAB I.............................................................................................................................0
PENDAHULUAN.........................................................................................................0
1.1 Latar Belakang...............................................................................................0
1.2 Identifikasi Masalah......................................................................................0
1.3 Tujuan Penelitian...........................................................................................0
1.4 Manfaat..........................................................................................................0
1.5.1 Manfaat ilmiah..............................................................................................0
1.5.2. Manfaat Praktis..........................................................................................0
BAB II...........................................................................................................................1
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................1
2.1 Hipertensi.............................................................................................................1
2.1.1. Definisi........................................................................................................1
2.1.2. Klasifikasi....................................................................................................1
2.1.3. Epidemiologi...............................................................................................1
2.1.4. Etiologi & Faktor Resiko.............................................................................1
2.1.5. Patogenesis..................................................................................................1
2.1.6. Komplikasi...................................................................................................1
2.1.7 Diagnosis......................................................................................................1
2.1.8. Tatalaksana..................................................................................................1
2.2. Kepatuhan...........................................................................................................1
2.2.1 Definisi.........................................................................................................1
2.2.2. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan........................................1
2.2.3. Metode Penukuran Tingkat Kepatuhan.......................................................1
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular, selain dari
asma, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), kanker, diabetes melitus, hipertiroid,
penyakit jantung, stroke, penyakit ginjal, dan penyakit sendi. 8 Hipertensi yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada organ target seperti sistem
saraf pusat, ginjal, jantung, dan mata. Penyakit ini seringkali disebut silent killer
karena tidak adanya gejala dan tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada
organ-organ vital.10
Hipertensi menjadi faktor resiko utama penyakit jantung dan stroke yang
merupakan penyebab kematian dan disalibitas dini nomor satu di dunia. Selain itu,
hipertensi juga meningkatkan resiko gagal ginjal dan kebutaan.6 Hipertensi dapat
menyebabkan kerusakan pembuluh darah dalam ginjal sehingga mengurangi
kemampuan ginjal untuk memfiltrasi darah dengan baik. 11 Penanganan terhadap
komplikasi-komplikasi hipertensi, seperti operasi bypass jantung, operasi arteri
carotis, serta dialisis, akan menghabiskan dana dalam jumlah besar, baik bagi pasien
maupun pemerintah.4
Pada tahun 2012, World Health Organization mencanangkan Global Plan
Action 2013-2020 yang bertujuan untuk mengurangi 25% kematian dini akibat
penyakit-penyakit tidak menular di tahun 2025, termasuk hipertensi. Mencegah dan
mengontrol tekanan darah tinggi merupakan salah satu langkah yang penting untuk
mencapai hal tersebut.6 Hal ini semakin meningkatkan kesadaran untuk melakukan
penatalaksanaan yang baik pada penyakit hipertensi.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas penyakit kardiovaskular. Penurunan tekan sistolik harus menjadi perhatian
utama, karena umumnya tekanan diastolik akan terkontrol bersamaan dengan
terkontrolnya sistolik.12 Tatalaksana hipertensi dapat dilakukan melalui modifikasi
daya hidup dan terapi medikamentosa. Modifikasi daya hidup meliuputi penurunan
berat badan, modifikasi diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH),
penurunan asupan garam, aktivitas fisik, serta pembatasan konsumsi alkohol. Terapi
medikamentosa yaitu dengan menggunakan obat anti hipertensi. Sekali terapi
3
hipertensi dimulai, pasien harus kontrol secara rutin dan mendapat pengaturan dosis
setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai. Setelah target tekanan darah
tercapai, pengobatan harus dilanjutkan, sehingga terapi bersifat seumur hidup dan
terus dievaluasi secara berkala.2
Keberhasilan tatalaksana hipertensi di dunia menunjukan angka yang rendah,
yaitu hanya 5%-58% pasien yang dapat mencapai tekanan darah <140/90 mmHg.13
Salah stau penyebab utama hal tersebut adalah rendahnya kepatuhan meminum
obat.14 Penderita hipertensi hanya menggunaan 53%-70% dari keseluruhan obat yang
diberikan dalam resep.15-17 Oleh karena itu, kepatuhan pasien merupakan faktor utama
penentu keberhasilan terapi. Kepatuhan serta pemahaman yang baik dalam
menjalankan terapi dapat mempengaruhi tekanan darah dan secara bertahap
mencegah terjadi komplikasi.10
Kepatuhan terhadap penggobatan diartikan secara umum sebagai tingkatan
perilaku dimana pasien menggunakan obat, menaati semua aturan dan nasihat serta
dilanjutkan oleh tenaga kesehatan. Beberapa alasan pasien tidak menggunakan obat
antihipertensi dikarenakan sifat penyakit yang secara alami tidak menimbulkan
gejala, terapi jangka panjang, efek samping obat, regimen terapi yang kompleks,
pemahaman yang kurang tentangpengelolaan dan risiko hipertensi serta biaya
pengobatan yang relatif.18-20
Ketidakpatuhan pasien menjadi masalah serius yang dihadapi para
tenagakesehatan profesional.21 Hal ini disebabkan karena hipertensi merupakan
penyakit dengan prevalensi yang tinggi di Indoensia, terutama di fasilitas kesehatan
primer, yang dapat terjadi tanpa gejala, serta menimbulkan komplikasi berbahaya jika
tidak ditangani dengan tepat.
Berdasarkan beberapa hal tersebut, dipandang perlu untuk melakukan penelitian
mengenai tingkat kepatuhan penggunaan kepatuhan pasien hipertensi terkontrol
dalam pengobatan hipertensi di puskesmas kedaung kota depok
4
1.4 Manfaat
meminum obat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1. Definisi
2.1.2. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi untuk hipertensi seperti dari World Health
Organization (WHO), International Society of Hypertension (INH), European
Society of Hypertension (ESH), British Hypertension Society (BSH), Canadian
Hypertension Education Program (CHEP) tetapi umumnya digunakan JNC VII.22
Klasifikasi tekanan darah diatas adalah untuk dewasa dengan usia ≥ 18 tahun.
Klasifikasi ini berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih pengukuran, dalam keadaan
7
duduk, pada dua kunjungan atau lebih. Prehipertensi tidak termasuk dalam kategori
penyakit tetapi berfungsi untuk mengidentifikasi individual yang beresiko untuk
terjadi hipertensi agar dokter dan pasien dapat mengambil langkah prevensi terhadaap
peningkatan tekanan darah lebih lanjut. Individu pada kelompok ini tidak disarankan
untuk mendapatkan pengobatan tetapi cukup dengan hanya memodifikasi pola hidup
untuk menurunkan resiko mengalami penyakit hipertensi pada masa akan datang. 23
2.1.3. Epidemiologi
Hipertensi diperkirakan diderita oleh 20 % orang dewasa di seluruh dunia dan
meningkat pada usia lebih dari 60 tahun.3 Prevalensi hipertensi mencapai 1 miliyar di
dunia dan menyebabkan kematian pada 9.4 juta penduduk dunia setiap tahunnya. 4
Angka kejadian hipertensi diperkirakan akan meningkat sebesar 60% pada tahun
2025.5 Secara umum angka kejadian hipertensi lebih tinggi di negara berkembang
dibanding dengan negara maju.6 Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2013, hipertensi merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu
sebesar 25,8%.8
Prevalensi hipertensi juga tergantung dari komposisi ras populasi yang
dipelajari dan kriteria yang digunakan.Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada
populasi kulit hitam. Pada wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia,
dengan terjadinya peningkatan setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin
berhubungan dengan perubahan hormone saat menopause, meskipun mekanismenya
masih belum jelas. Dengan demikian, rasio frekuensi hipertensi pada wanita
disbanding pria meningkat dari 0,6 sampai 0,7 pada usia 30 tahun menuju 1,1 sampai
1,2 pada usia 65 tahun.1
2.1.5. Patogenesis
Hipertensi terjadi apabila keseimbangan antara curahan jantung dan tahanan
perifer terganggu.25 Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah
yang mempengaruhi rumus dasar : Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan
Perifer, dapat dilihat pada gambar:23
Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek
membran sel yang menyeluruh. Disimpulkan bahwa abnormalitas ini menunjukkan
perubahan membrana seluler yang tidak dapat dijelaskan dan defek ini terjadi pada
11
beberapa, mungkin semua, sel tubuh, terutama otot polos vaskuler. Karena defek ini,
selanjutnya terdapat akumulasi kalsium yang abnormal dalam otot polos vaskuler,
mengakibatkan responsivitas vaskuler yang tinggi terhadap obat vasokonstriktor.1
d) Resistensi Insulin
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari
empat mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa,
tetapi tidak semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya
jaringan yang terlibat dalam homeostasis glukosa yang resisten (dengan demikian
menimbulkan hiperinsulinemia. Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi
natrium ginjal (paling sedikit secara akut) dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah
satu atau keduanya dapat mengakibatkan kenaikan tekanan arteri. Mekanisme lain
adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder terhadap kerja mitogenik insulin.
Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui membran sel, dengan demikian
secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari jaringan vaskuler atau
12
ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan arteri
ditingkatkan karena alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis
defek-membran. Akan tetapi, penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam
mengendalikan tekanan arteri adalah hanya dimengerti samar-samar, dan oleh karena
itu, potensinya sebagai faktor patogenik dalam hipertensi tetap tidak jelas.1
e) Non modulation
f) Genetik
Satu pendekatan untuk menilai hubungan tekanan darah dalam keluarga
(agregasi familial). Dari penelitian ini, ukuran minimum faktor genetik dapat
dinyatakan dengan koefisien korelasi kurang lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran
faktor genetik dalam penelitian yang berbeda menekankan kembali kemungkinan
sifat heterogen populasi hipertensi esensial. Selain itu, sebagian besar penelitian
mendukung konsep bahwa keturunan mungkin bersifat multifaktorial atau jumlah
defek genetiknya naik.1
2.1.6. Komplikasi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan organ – organ target yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah : jantung (hipertrofi ventrikel kiri, angina / infark
miokardium, gagal jantung), otak (strok, transient ischemic attack), penyakit ginjal
kronis, penyakit arteri perifer, retinopati.1
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ – organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau
karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi aterhadap reseptor AT I
angiotensinogen II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide
synthase, dan lain – lain.
14
Jantung
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah,
akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas
pasien hipertensi terutama disebabkan tibulnya penyakit kardiovaskular.
Faktor resiko :
1. Merokok
2. Obesitas
3. Kurangnya aktivitas fisik
4. Dislipidemia
5. Diabetes mellitus
6. Mikroalbuminuria atau LFG < 60 mL/menit
7. Usia (laki-laki > 55 tahun, perempuan > 65 tahun)
8. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung kardiovaskular prematur (laki-
laki < 55 tahun, perempuan < 65 tahun)23
Penyakit jantung adalah penyebab kematian yang paling umum pada pasien
hipertensi. Penyakit jantung hipertensif merupakan adaptasi fungsi dan struktur yang
mengarah pada hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi diastolik, gagal jantung kronik,
abnormalitas gangguan darah akibat penyakit jantung koroner aterosklerotik, penyakit
mikrovaskuler, dan aritmia jantung.1
Baik faktor genetik maupun hemodinamik berpengaruh terhadap hipertrofi
ventrikel kiri.Seseorang dengan hipertrofi ventrikel kiri beresiko tinggi untuk strok,
gagal jantung kronik, dan mati mendadak.Pengendalian hipertensi yang agresif dapat
menekan atau melawan perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan mengurangi resiko
penyakit kardiovaskular. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dievaluasi dengan
elektrokardiogram.1
Abnormalitas fungsi diastolik, meliputi penyakit jantung tanpa gejala sampai
gagal jantung yang jelas terlihat, umum ditemukan pada pasien hipertensi.Pasien
dengan gagal jantung diastolik memiliki fraksi ejeksi yang tetap, yang mana
merupakan ukuran untuk fungsi sistolik.Kurang lebih 1/3 dari pasien dengan gagal
15
jantung kronik tidak memiliki gangguan pada fungsi sistolik namun memiliki
abnormalitas fungsi diastolik. Abnormalitas fungsi diastolik merupakan konsekuensi
awal dari penyakit jantung yang berhubungan dengan hipertensi dan dipicu oleh
hipertrofi dan iskemia ventrikel kiri. Fungsi diastolik dapat dievaluasi dengan
ekokardiografi dan angiografi radionuklir.1
Otak
Hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk infark dan perdarahan
otak.Kurang lebih 85 % dari pasien stroke disebabkan infark dan sisanya disebabkan
perdarahan, baik intraserebral maupun sub araknoid.Insidensi strok meningkat secara
progresif dengan meningkatnya tekanan darah, khususnya pada tekanan sistolik
individu berusia > 65 tahun. Pengobatan hipertensi secara pasti menurunkan resiko
strok baik iskemik dan perdarahan.1
Hipertensi juga berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif pada populasi
usia lanjut, dan penelitian longitudinal memberi kesan bahwa adanya hubungan
antara hipertensi usia pertengahan dengan penurunan kognitif usia lanjut. Gangguan
kognitif yang berhubungan dengan hipertensi dan pikun bisa jadi merupakan sebuah
konsekuensi dari infark tunggal akibat penyumbatan pada pembuluh darah besar atau
infark lakunar yang banyak akibat penyumbatan pembuluh darah kecil yang
berdampak iskemia substansi alba sub kortikal. Beberapa uji klinis menyatakan
bahwa terapi anti-hipertensif memiliki efek menguntungkan pada fungsi kognitif,
walaupun hal ini masih dalam penyelidikan.1
Aliran darah serebral tetap tidak berubah di sekitar jarak luas tekanan arteri
( tekanan arteri rata-rata 50 – 150 mmHg) melalui sebuah proses yang disebut
autoregulasi aliran darah. Pada pasien dengan sindroma klinis hipertensi maligna,
ensefalopati berhubungan dengan kegagalan autoregulasi aliran darah serebral pada
ambang batas atas tekanan, yang mengakibatkan vasodilatasi dan hiperperfusi. Gejala
dan tanda ensefalopati hipertensif dapat meliputi sakit kepala berat, mual dan muntah
( biasanya proyektil), tanda neurologis fokal, dan perubahan status mentalis. Tidak
16
diobati, ensefalopati hipertensif dapat berkembang menjadi stupor, koma, kejang, dan
kematian dalam hitungan jam. Sangat penting untuk membedakan ensefalopati
hipertensif dari sindroma neurologis yang mungkin berhubungan dengan hipertensi,
seperti iskemia serebral, strok perdarahan atau trombotik, gangguan kejang, lesi
massa, pseudotumor cerebri, delirium tremens, meningitis, porfiria intermiten akut,
kerusakan otak akibat trauma atau zat kimia, dan ensefalopati uremikum.1
Ginjal
Penyakit ginjal primer adalah penyebab hipertensi sekunder paling umum.
Sebaliknya, hipertensi adalah sebuah faktor resiko untuk kerusakan ginjal dan
Penyakit Ginjal Stadium Akhir.Penigkatan resiko berhubungan dengan tekanan darah
yang tinggi bertahap, terus – menerus, dan ada pada seluruh distribusi tekanan darah
di atas nilai optimal. Resiko ginjal tampak lebih erat hubungannya dengan tekanan
sistolik daripada diastolik, dan orang kulit hitam lebih beresiko menjadi Penyakit
Ginjal Stadium Akhir dibanding orang kulit putih pada seluruh tingkat tekanan
darah.1
Lesi vaskuler aterosklerotik yang berhubungan dengan hipertensi pada ginjal
pada awalnya mempengaruhi arteriol preglomerular, mengakibatkan perubahan
iskemik pada glomerulus dan struktur postglomerular. Kerusakan glomerulus dapat
juga merupakan konsekuensi dari kerusakan langsung pada kapiler glomerulus akibat
hipoperfusi pada glomerulus.Patologi glomerulus berkembang menjadi
glomerulosklerosis, dan tubulus renalis dapat juga menjadi iskemik dan secara
perlahan menjadi atrofi. Lesi ginjal yang berhubungan dengan hipertensi maligna
terdiri dari nekrosis fibrinoid dari arteriol aferen, terkadang memanjang hingga ke
glomerulus, dan dapat mengakibatkan nekrosis fokal pada glomerulus.1
Secara klinis, makroalbuminuria (rasio albumin/kreatinin sewaktu >300 mg /
g) atau mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin urin sewaktu 30 – 300 mg / g)
adalah petanda awala dari kerusakan ginjal. Ini juga merupakan faktor resiko untuk
berkembanganya penyakit ginjal dan penyakit kardiovaskuler.1
17
Arteri perifer
Sebagai tambahan untuk yang berperan dalam patogenesi hipertensi,
pembuluh darah mungkin merupakan organ target penyakit aterosklerotik yang
muncul akibat meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang lama.Pasien hipertensi
dengan penyakit arteri pada tungkai bawah memilki resiko yang meningkat untuk
penyakit kardiovakular di masa mendatang.Walaupun pasien dengan lesi stenosis
pada tungkai bawah bisa jadi tanpa gejala, klaudikasi intermiten adalah gejala klasik
penyakit arteri perifer.Hal ini dikarakteristikan dengan sakit nyeri pada betis atau
bokong saat berjalan yang hilang dengan beristirahat.Ankle-brachial Index adalah
metode yang efektif untuk mengevaluasi penyakit arteri perifer dan diartikan sebagai
rasio tekanan sistolik arteri pada pergelangan kaki terhadap lengan.Ankle-brachial
index< 0,9 dianggap sebagai diagnosis penyakit arteri perifer dan berhubungan
dengan > 50 % stenosis pada paling tidak satu pembuluh darah utama tungkai bawah.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa ankle-bracial index < 0,8 berhubungan
dengan peningkatan tekanan darah, khususnya tekanan darah sistolik.1
2.1.7 Diagnosis
2.1.7.1 Anamnesis
Penilaian awal pasien hipertensi harus mencakup riwayat lengkap dan
pemeriksaan fisik untuk memastikan diagnosis hipertensi, menyaring faktor resiko
penyakit kardiovaskuler yang lain, menyaring penyebab sekunder hipertensi,
identifikasi konsekuensi kardiovaskuler dari hipertensi dan komorbid yang lain,
menilai tekanan darah-berhubungan dengan gaya hidup, dan menentukan kekuatan
untuk intervensi.25
Kebanyakan pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala khusus yang
dapat merujuk pada peningkatan tekanan darahnya.Walaupun sangat lazim dianggap
sebuah gejala peningkatan tekanan arteri, sakit kepala secara umum terjadi hanya
pada pasien dengan hipertensi berat.Secara karakteristik,sakit kepala terjadi pada pagi
hari dan terlokalisasi pada daerah oksipital. Gejala tidak spesifik lainnya yang dapat
18
8. Komorbid lainnya
Pemeriksaan Fisik
Bentuk tubuh, termasuk tinggi dan berat badan, harus dicatat.Pada
pemeriksaan awal, tekanan darah harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik
pada posisi berbaring, duduk, dan berdir untuk mengevasluasi hipotensi postural.
Bahkan jika pulsasi femoralis normal pada palpasi, tekanan arteri harus diukur paling
tidak sekali di tungkai bawah pada pasien yang hipertensi ditemukan sebelum usia 30
tahun. Denyut jantung harus dicatat.Seseorang hipertensi mengalami peningkatan
prevalensi fibrilasi atrium.Leher harus dipalpasi untuk pembesaran kelenjar tiroid,
dan pasien harus dinilai untuk tanda- tanda hipo- dan hipertiroi. Pemerikasaan
pembuluh darah dapat memeberikan petunjuk tentang penyakit vaskular yang
mendasari dan harus mencakup pemeriksaan funduskopi, aukultasi untuk bising pada
arteri karotis dan femoralis., dan palpasi pada pulsasi femoralis dan pedalis. Retina
adalah satu-satunya jaringan yang mana arteri dan arteriol dapat diperiksa secara
langsung.Dengan meningkatnya keparahan hipertensi dan penyakit aterosklerotik,
perubahan funduskopi yang progresif termasuk meningkatnya refleks cahaya
arteriolar, defek penyilangan arteriovenosus, perdarahan dan eksudat, dan pada pasien
dengna hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan jantung dapat menunjukkan S2
mengeras karena penutupan katup aorta dan sebuah S4 gallop, kontraksi atrial
melawan ventrikel kiri yang tidak kompliens. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dideteksi
dengan membesarnya, memanjanganya dan berpindah ke lateralnya iktus
kordis.Bising abdomen, khususnya yang menyamping dan memanjang sepanjang
sistol hingga diastol, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskuler.Ginjal pada
pasien dengan penyakit ginjal polikista dapat teraba di abdomen. Pemeriksaan fisik
20
Metabolik Gula darah puasa, total cholesterol, HDL dan LDL, cholesterol,
triglycerides
Pengukuran ulang fungsi renal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lipid harus
dilakukan setelah pemakaian agen antihipertensif yang baru dan per tahun, atau lebih
sering jika indikasi klinis.25
2.1.8. Tatalaksana
Tujuan dan Target Terapi
Fokus utama dari terapi hipertensi adalah mencapai target tekanan darah
sistolik. Target tekanan darah adalah <140/90 mmHg sedangkan untuk individu
dengan diabetes dan penyakit ginjal, maka targetnya adalah < 130/80 mmHg. 23
Berdasarkan JNC VIII, saat ini, seluruh target terapi hipertensi, baik untuk pasien
diabetes dan penyakit ginjal adalah <140/90 mmHg.26
Indikasi Terapi
Pasien dengan tekanan darah diastolik >90 mmHg atau tekanan sistolik >140 mmHg
dan telah diukur berulang kali, harus memulai pengobatan kecuali bila terdapat
kontraindikasi yang spesifik.25Tatalaksana hipertensi dapat dimulai dengan modifikasi
gaya hidup, namun terapi antihpertensi dapat langsung dimulai untuk hipertensi
derajat 1 dengan penyerta dan hipertensi derajat 2. 2Terapi non farmakologis berupa
modifikasi gaya hidup direkomendasikan pada semua individu dengan pre-hipertensi
dan sebagai keharusan tambahan selain terapi farmakologis pada penderita
hipertensi.25
Terapi non farmakologi bagi penderita hipertensi adalah dengan memodifikasi gaya
hidup.Berikut adalah langkah-langkah intervensi gaya hidup dalam pencegahan dan
terapi hipertensi sesuai yang direkomendasikan JNC 7:
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis yang dianjurkan oleh JNC 7:
Sekali terapi antihipertensi dimulai, pasien harus rutin kontrol dan mendapat
pengaturan dosis setiap bulan sampai target tekanan darah tercapai. Frekuensi kontrol
untuk hipertensi derajat 2 disarankan lebih sering. Setelah tekanan darah mencapai
target dan stabil, frekuensi kunjungan dapat diturunkan hingga menjadi 3-6 bulan
sekali. Namun, jika belum tercapai, diperlukan evaluasi terhadap pengobatan dan
gaya hidup, serta pertimbangan terapi kombinasi.Setelah tekanan darah tercapai,
pengobatan harus dilanjutkan dengan teteap memperhatikan efek samping dan
komplikasi hipertensi. Pasien perlu diedukasi bahwa terapi antihipertensi ini bersifat
jangka panjang (seumur hidup) dan terus dievaluasisecara berkala. 2
Menurut JNC VIII, pilihan antihipertensi didasarkan pada usia, ras, serta ada atau
tidaknya DM dan penyakit ginjal. Pada rasa kulit hitam, penghambat ACE dan ARB
tidak menjadi pilihan kecuali terhadap PGK, dengan atau tanpa DM.Algoritma terapi
farmakologis berdasarkan JNC VIII adalah sebagai berikut.26
Pasien hipertensi ≥ 18 tahun
Tetapkan target tekanan darah dan mulai antihipertensi berdasarkan usia, ada tidaknya DM
serta Penyakit Ginjal Kronis
Usia ≥ 60 tahun Usia ≤ 60 tahun Semua usia dengan Semua usia PGK,
Target tekanan darah Target tekanan darah DM, tanpa PGK dengan atau tanpa DM
sistolik <150 mmHg sistolik <140 mmHg Target tekanan darah Target tekanan darah
diastolik <90 mmHg diastolik <90 mmHg sistolik <140 mmHg sistolik <140 mmHg
diastolik <90 mmHg diastolik <90 mmHg
Bukan ras kulit Ras kulit hitam
hitam
Diuretik golongan tiazid atau Diuretik golongan tiazid penghambat ACE atau
penghambat ACE atau ARB CCB tunggal atau ARB, tunggal atau
atau CCB tunggal atau kombinasi kombinasi dengan obat
Pilih strategi titrasi obat kelas lain
kombinasi
24
Ya
Lanjutkan pengobatan dan kontrol
Diuretika
25
Diantara obat oral antihipertensi yang tersedia, diuretika telah digunakan lebih
sering dari lainnya karena keefektivitasannya dan dengan dosis yang lebih rendah,
efek sampingnya dapat dikurangi.Diuretika terdiri dari berbagai tipedilihat dari
struktur dan tempat kerja pada nefron.Agen diuretika yang bekerja pada tubulus
proksimal (inhibitor karbonik anhidrase) jarang digunakan untuk terapi hipertensi.25,28
Jika fungsi renal terganggu (contoh: serum kreatinin > 1.5 mg/dL) maka
diuretika loop atau metolazone dapat digunakan. Target utama dari agen ini adalah
kotransporter Na+-K+-2Cl– pada bagian tebal dari lengkung Henle. Selain itu
diuretika loop juga digunakan pada pasien dengan retensi natrium dan edema. Agen
yang menjaga kadar kalium (Potassium-sparing agent) bekerja dengan menghambat
kanal sodium di epitel pada nefron distal. Agen tipe ini merupakan agen
antihipertensif yang lemah tetapi dapat dikombinasikan dengan thiazide untuk
memproteksi terjadinya hipokalemia.dapat diberikan untuk mengurangi resiko
terjadinya hipokalemia.25,28
26
Gambar 2.3. Nefron dan Tempat Kerja Berbagai Tipe Agen Diuretika28
Efek samping dari ACE inhibitor dan Angiotensin receptor blocker termasuk
insufisiensi fungsi renal karena terjadi dilatasi arteriol eferen pada ginjal dengan lesi
stenotic di arteri renal. Pada pasien yang meminum ACE inhibitor, batuk kering
muncul pada sekitar 15% pasien dan angioedema muncul pada <1%. Hiperkalemia
seringkali muncul sebagai efek samping pada ACE inhibitor dan angiotensin receptor
blocker.25,28
Beta Blockers
27
2.2. Kepatuhan
2.2.1 Definisi
Kepatuhan terhadap pengobatan didefinisikan sebagai sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh tenaga medis mengenai penyakit
dan pengobatannya. Tingkat kepatuhan untuk setiap pasien biasanya digambarkan
sebagai presentase jumlah obat yang diminum setiap harinya dan waktu minum obat
dalam jangka waktu tertentu.18
2.2.2. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kepatuhan
Kepatuhan pasien terhadap pengobatannya dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, meliputi :
a) Faktor Demografi
Faktor demografi seperti suku, status ekonomi, dan tingkat pendidikan yang
rendah dikaitkan dengan kepatuhan yang rendah terhadap regimen pengobatan.18
b) Faktor Psikologi
Faktor psikologi juga dikaitkan dengan kepatuhan terhadap regimen pengobatan.
Kepercayaan terhadap pengobatan dapat meningkatkan kepatuhan. Sedangkan
factor psikologi, seperti depresi, cemas, dan ganguan makan yang dialami pasien
dikaitkan dengan ketidakpatuhan.18
c) Faktor Sosial
Hubungan antara anggota keluarga dan masyarakat juga berperan penting dalam
pengelolaan penyakit. Penelitian menunjukan bahwa pasien dengan tingkat
masalah atau konflik yang rendah dan pasien yang mendapat dukungan dan
30
BAB III
METODE PENELITIAN
b. Kriteria eksklusi
Pasien mengisi kuisioner tidak lengkap.
pemeriksaan tekanan darahpenyakit yang dialami oleh pasien sebagai komplikasi dari hipertensi .
Data yang diperoleh dari formulir identitas, riwayat hipertensi, serta hasil pemeriksaan
tekanan darah diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dalam bentuk grafik dan tabel.
Data yang diperoleh dari Morisky Medicationn Adherence Scale-8 (MMS-8) diolah
berdasarkan jumlah nilai dalam setiap parameter, denganketentuan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Skoring Morisky Morisky Medicationn Adherence Scale-8 (MMS-8)
No Pertanyaan Jawaban Skor
1 Apakan Bapak/Ibu/Saudara/ terkadang lupa minum obat? Ya 1
Tidak 0
2 Selama dua minggu terakhir, adakah Bapak/Ibu pada suatu Ya 1
hari tidak meminum obat ? Tidak 0
3 Apakah Bapak/Ibu pernah mengurangi atau menghentikan Ya 1
penggunaan obat tanpa memberi tahu ke dokter karena Tidak 0
merasakan kondisi lebih buruk/tidak nyaman saat
menggunakan obat?
4 Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan rumah, Ya 1
apakah Bapak/Ibu terkadang lupa untuk membawa serta Tidak 0
obat?
5 Apakah Bapak /Ibu kemarin meminum semua obat? Ya 0
Tidak 1
6 Saat merasa keadaan membaik , apakah Bapak/Ibu Ya 1
terkadang memilih untuk berhenti meminum obat? Tidak 0
7 Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus meminum Ya 1
obat setiap hari, apakah Bapak/Ibu pernah merasa terganggu Tidak 0
karena keadaan seperti itu?
8 Seberapa sering Bapak/Ibu lupa minum obat? a. Tidak pernah 0
b. Sekali-sekali 1
c. Terkadang 1
d. Biasanya 1
e. Setiap saat 1
9.
36
Kuisioner Hipertensi
Identitas
1. Nama :
2. Jenis kelamin : L / P
3. Usia :
4. Pendidikan terakhir :
5. Pekerjaan :
Riwayat Pengobatan
2 Selama dua minggu terakhir, adakah Bapak/Ibu pada suatu hari tidak meminum obat ?
a. Ya
b. Tidak
3 Apakah Bapak/Ibu pernah mengurangi atau menghentikan penggunaan obat tanpa memberi
tahu ke dokter karena merasakan kondisi lebih buruk/tidak nyaman saat menggunakan obat?
a. Ya
b. Tidak
4 Saat melakukan perjalanan atau meninggalkan rumah, apakah Bapak/Ibu terkadang lupa
untuk membawa serta obat?
a.Ya
b. Tidak
6 Saat merasa keadaan membaik, apakah Bapak/Ibu terkadang memilih untuk berhenti
meminum obat?
a. Ya
b. Tidak
7 Sebagian orang merasa tidak nyaman jika harus meminum obat setiap hari, apakah
Bapak/Ibu pernah merasa terganggu karena keadaan seperti itu.?
a. Ya
b. Tidak
4.