Anda di halaman 1dari 131

ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG

DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM


UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA

THERESIA RACHMALIA GINTING

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
]
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “Analisis
Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota
Batam untuk Pengembangan Ekowisata” adalah karya saya sendiri di bawah
bimbingan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan/atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2006

Theresia Rachmalia Ginting


P.052040351
ABSTRAK

THERESIA RACHMALIA GINTING. Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau


Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan
Ekowisata. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan SOEHARTINI
SEKARTJAKRARINI.
John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri
jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telecommunication,
transportation dan tourism. Tourism atau Kepariwisataan merupakan sektor
ekonomi yang banyak diperhatikan pada beberapa dasawarsa terakhir. Sebagai
mesin penggerak peningkatan ekonomi regional, pariwisata memiliki manfaat-
manfaat penting yaitu sebagai pencipta lapangan kerja, menumbuhkan banyak
peluang ekonomi skala kecil dan menengah serta dapat meningkatkan upaya
dalam menjaga dan memperbaiki lingkungan. Bagi Indonesia, pariwisata
diharapkan dapat berperan dalam menyumbang devisa negara, meningkatkan
hubungan internasional, pemberdayaan masyarakat serta pemerataan kesempatan
kerja dan pendapatan.
Salah satu wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan
menjadi salah satu obyek wisata khususnya pariwisata bahari adalah Pulau
Rempang dan Galang (Relang).
Penelitian ini bertujuan untuk : mengkaji potensi dan menentukan kelas
kesesuaian Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata;
menentukan daya dukung wilayah pesisir Pulau Rempang dan Galang dalam
menunjang kegiatan ekowisata; menentukan arahan perencanaan kawasan pesisir
Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan
ekowisata.
Berdasarkan hasil analisis kesesuaian dengan standar kriteria daerah
operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) yang dilakukan
dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan maka Pulau
Rempang dan Galang khususnya obyek wisata Pantai Melayu, Pantai Mawar,
Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai Melur
sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, dengan prioritas utama
Kamp Pengungsian Vietnam untuk dioptimalkan pengelolaannya.
Berdasarkan analisis daya dukung dengan faktor pembatas panjang pantai
berpasir, luas lahan untuk akomodasi dan kebutuhan air bersih, daya tampung
wisatawan sampai saat ini masih dalam tahap normal dan belum melebihi standar
daya dukung untuk masing-masing obyek wisata yang ada. Namun dalam
pengembangannya selanjutnya pihak pemerintah maupun pengelola tetap harus
memperhatikan dan memegang standar ini sesuai dengan konsep ekowisata.
Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh lima arahan strategi pengembangan
ekowisata Pulau Rempang dan Galang yaitu memanfaatkan daya tarik Pulau
Rempang dan Galang untuk meningkatkan pendapatan daerah, mengundang
investor swasta, melengkapi sarana dan prasarana, mengembangkan fasilitas
transportasi dan menyusun kode etik ekowisata kawasan Pulau Rempang dan
Galang untuk mencegah kerusakan sumberdaya alam yang ada saat ini.

Kata kunci : Kecamatan Galang, pesisir, ekowisata


ABSTRACT

THERESIA RACHMALIA GINTING. Analysis Potential Coastal Area of


Rempang Island and Galang Island Galang Sub District, Batam City in the
Development of Ecotourism. Under the direction of DEDI SOEDHARMA and
SOEHARTINI SEKARTJAKRARINI.
John Naisbitt one of the well-known futurist have predicted 3 (three)
industrial services which will take the control of this planet, which are
telecommunication, transportation dan tourism. One of the oceanic and coastal
region that possible potential to be developed as one of the oceanic ecotourism are
Rempang and Galang Island. The main objective of this research is: (1) to
evaluate and to determine the suitability of the potential of its natural resources in
Rempang and Galang Island; (2) to determine the support of the coastal region in
Rempang and Galang Island for ecotourism; (3) to determine the planning of the
coastal region of Rempang and Galang Island, Sub District of Galang, Batam City
in the development of ecotourism.
Based on the suitability analysis using standard criteria of the operation
area and the beauty of its natural resources (ADO-ODTWA) which will be
implement using the instrument criteria of judgement and development therefore
Rempang and Galang Island especially the tourism resort such as Melayu Beach,
Mawar Beach, Coastal region of Sembulang village, Vietnamese Camp Village,
and Melur Beach are suitable to be developed as an ecotourism area, and
Vietnamese Camp Village as the priority.
Based on the support analysis, the length of the sea shore as the limitation
factor, the broad area for accomodation and the need of clean water, the capacity
of the tourists it self until today is still in a normal condition and a standard which
has not overload the present capacity for each of the tourism resort.
Tourists who visited Rempang and Galang Island were dominated by local
tourists from Batam (80.6%) and they look very satisfied (83.9%) .
The population of Rempang and Galang Island dominated (50%) by age
between 21-30 years old and they are mostly a Moslem people (66.7%) with a
education background from elementary school. Mostly of them are a business
man with a beside job as a farmer and fisherman.
Based on the SWOT Analisyst, five (5) strategic plan of the ecotourism
development of Rempang and Galang Island such as (1) using the beauty of its
natural resources Rempang and Galang island to increase the local income; (2)
inviting non-government investors; (3) complete the ecotourism instrument (4)
impovement of transportation facilities and (5) to plan-out ethical codes of
ecotourism in Rempang and Galang Island to prevent destruction of the natural
resources.

Key words : Galang Sub District, coastal area, ecotourism,


©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun
2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis
dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan
sebagainya
ANALISIS POTENSI KAWASAN PESISIR PULAU REMPANG
DAN GALANG KECAMATAN GALANG KOTA BATAM
UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA

THERESIA RACHMALIA GINTING

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulisan tesis yang berjudul “Analisis Potensi
Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kota Batam untuk Pengembangan
Ekowisata” dapat penulis selesaikan.
Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini, penulis telah mencurahkan
segala kemampuan, waktu dan tenaga yang dimiliki untuk mendapatkan hasil
yang baik. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan (PSL), Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyelesaian penulisan tesis
ini, tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan arahan berbagai pihak. Maka
dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1) Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing
yang telah memberikan arahan penelitian dan pembahasan berbagai
aspek pada proses penulisan tesis.
2) Dr. Ir. Soehartini Sekartjakrarini, M.Sc selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah memberikan arahan, kritik dan saran yang
konstruktif dalam setiap konsultasi, sehingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan.
3) Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku Penguji luar Komisi.
4) Keluarga (Bapak Basita Ginting, Ibu Maridalena Tarigan, Lenyta
Ginting, Abraham Ginting dan Gito Ginting) yang telah memberikan
doa dan dukungan pada penulis selama penulis mengikuti studi lanjut
di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Sekolah Pascasarjana IPB.
5) Keluarga besar MSP IPB yang telah memberikan dukungan dan
semangat pada penulis selama penulis mengikuti studi lanjut di
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Sekolah Pascasarjana IPB.
6) Teman-teman PSL angkatan 2004 yang telah bekerjasama selama
mengikuti proses belajar di IPB.
Dengan segala kerendahan hati penulis menerima berbagai masukan dalam
upaya penyempurnaan tesis ini. Sekian dan terima kasih.

Bogor, Desember 2006


Theresia Rachmalia Ginting
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 23 Juli 1980 sebagai anak kedua
dari empat bersaudara dari pasangan Basita Ginting dan Maridalena Tarigan.
Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang
sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN dan memilih
jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Pendidikan Sarjana Perikanan diselesaikan pada tahun 2003.
Pada tahun 2004 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan
pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program
Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL xiii


DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.3. Kerangka Pemikiran........................................................................ 4
1.4. Perumusan Masalah ........................................................................ 6
1.5. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kebijakan Pengembangan Pariwisata ............................................. 8
2.2. Ekowisata ....................................................................................... 9
2.3. Rekreasi dan Pariwisata ................................................................ 12
2.4. Pengembangan Pariwisata Bahari .................................................. 13
2.5. Pengertian Wilayah Pesisir ........................................................... 15
2.6. Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan ....................... 16
2.7. Daya Dukung Perairan Pesisir dan Lautan ..................................... 17
2.8. Pencemaran Perairan Pesisir .......................................................... 18

III. METODE PENELITIAN


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 20
3.2. Pengumpulan Data .......................................................................... 20
3.2.1. Data Primer .......................................................................... 21
3.2.2. Data Sekunder ..................................................................... 21
3.3. Analisis Data ................................................................................... 22
3.3.1. Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata
Alam (AD)-ODTWA).......................................................... 22
3.3.2. Analisis Daya Dukung Kawasan ......................................... 22
3.3.3. Analisis Arahan Perencanaan Pengembangan Ekowisata ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian.............................................. 26
4.1.1. Sejarah Kota Batam .............................................................. 26
4.1.2. Kondisi Umum...................................................................... 27
4.1.3. Kondisi Fisik Wilayah .......................................................... 32
A. Geologi, Iklim dan Fisika................................................ 32
B. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya.............................. 32
4.2. Potensi Sumberdaya Alam Kecamatan Galang .............................. 41
Halaman

4.3. Potensi Wisata Pulau Rempang dan Galang ................................. 43


4.3.1. Pulau Rempang ................................................................... 46
A. Pantai Melayu dan Mawar ........................................... 46
B. Wilayah Pesisir Desa Sembulang ................................. 47
4.3.2. Pulau Galang ..................................................................... 49
A. Kamp Pengungsian Vietnam ........................................ 49
B. Pantai Melur ................................................................. 55
4.4. Kesesuaian Kawasan untuk Ekowisata ......................................... 56
4.4.1. Daya Tarik ......................................................................... 59
4.4.2. Potensi Pasar ...................................................................... 67
4.4.3. Kadar Hubungan/Aksesbilitas ........................................... 69
4.4.4. Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi ................................. 71
4.4.5. Pelayanan Masyarakat ....................................................... 73
4.4.6. Kondisi Iklim ..................................................................... 75
4.4.7. Akomodasi ......................................................................... 75
4.4.8. Prasarana dan Sarana Penunjang ........................................ 76
4.4.9. Tersedianya Air Bersih ....................................................... 77
4.4.10.Hubungan Obyek dengan Obyek Wisata lain .................... 79
4.4.11.Keamanan .......................................................................... 80
4.5. Analisis Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata ....... 81
4.5.1. Panjang Pantai Berpasir ...................................................... 83
4.5.2. Luas Lahan Untuk Akomodasi (Penginapan) ...................... 85
4.5.3. Kebutuhan Air Bersih/Tawar .............................................. 86
4.6. Arahan Perencanaan dan Strategi Ekowisata ................................ 93
4.6.1. Perencanaan Pulau Rempang ............................................ 93
4.6.2. Perencanaan Pulau Galang ................................................ 94
4.6.3. Analisis SWOT ................................................................. 95

V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ...................................................................................... 104
5.2. Saran ................................................................................................ 105

DAFTAR PUSTAKA 106

LAMPIRAN 110
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Standar kebutuhan ruang fasilitas pariwisata pantai ............................... 23

2. Skema analisis SWOT ............................................................................. 25

3. Jumlah penduduk dan penyebarannya pada masing-masing Kelurahan


Kecamatan Galang tahun 2004 ............................................................ 35

4. Luas wilayah (km2), penduduk dan kepadatan penduduk per Kelurahan


di Kecamatan Galang tahun 2004 ........................................................ 36

5. Jumlah penduduk menurut agama dan kepercayaan per Kelurahan di


Kecamatan Galang tahun 2004 ............................................................ 36

6. Jumlah penduduk menurut suku bangsa di kecamatan Galang


tahun 2004 ............................................................................................ 37

7. Jumlah TK, SD, SLTP dan SLTA di rinci menurut klasifikasinya per
Kelurahan tahun 2004 .......................................................................... 38

8. Jumlah rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan di Kecamatan


Galang tahun 2004 ............................................................................... 39

9. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan


Galang tahun 2004 ............................................................................... 40

10. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan


Galang tahun 2004 ................................................................................. 40

11. Jumlah hasil tangkapan ikan laut di rinci per Kelurahan di Kecamatan
Galang tahun 2004 ................................................................................ 41

12 . Luas hutan bakau di rinci menurut kelurahan di Kecamatan Galang


tahun 2004 ............................................................................................. 42

13 . Perbedaan antara ecotourism dengan mass tourism ................................ 57

14 . Hasil perhitungan kelas kesesuaian untuk pengembangan ekowisata .... 57

15 . Penilaian unsur daya tarik Desa Sembulang ........................................... 59

16 . Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu, Mawar, dan Melur ............... 62

17 . Penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian vietnam .......................... 65


Halaman

18 . Penilaian potensi pasar Pulau Rempang dan Galang .............................. 67

19 . Penilaian kadar hubungan /aksesbilitas Pulau rempang dan Galang ...... 69

20. Jumlah jembatan dan panjangnya menghubungkan antar pulau


di kecamatan Galang tahun 2004 ........................................................... 70

21. Penilaian kondisi lingkungan sosial ekonomi Pulau Rempang dan


Galang ................................................................................................... 71

22. Penilaian pelayanan masyarakat Pulau Rempang dan Galang ................ 73

23. Penilaian kondisi iklim Pulau Rempang dan Galang ............................. 75

24. Penilaian akomodasi Pulau Rempang dan Galang .................................. 76

25. Penilaian prasarana dan sarana penunjang Pulau Rempang dan


Galang ................................................................................................... 76

26. Penilaian air bersih Pulau Rempang dan Galang ................................... 77

27. Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain ............................ 79

28. Penilaian keamanan ................................................................................ 80

29. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas panjang pantai


berpasir .................................................................................................. 83

30. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan untuk


akomodasi (penginapan) ....................................................................... 86

31. Estimasi kebutuhan air bersih berdasarkan daya tampung wisatawan .. 87

32. Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang selama


penelitian ............................................................................................... 89

33. Motivasi Wisatawan Pulau Rempang dan Galang ................................. 91

34. Matriks faktor strategi internal perencanaan dan pengembangan ekowisata


di Pulau Rempang dan Galang ............................................................... 96

35. Matriks faktor strategi eksternal perencanaan dan pengembangan


ekowisata di Pulau Rempang dan Galang .............................................. 97

36. Model matriks analisis SWOT ............................................................... 98


Halaman

37. Alternatif pemilihan strategi untuk perencanaan pengembangan ekowisata


di Pulau Rempang dan Galang .............................................................. 99
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan alir penelitian ............................................................................... 5


2. Skema konsep ekoturisme dengan output yang dihasilkan ..................... 11
3. Peta administrasi Kota Batam ................................................................. 29
4. Peta lokasi penelitian-Pulau Rempang .................................................... 30
5. Peta lokasi penelitian-Pulau Galang ....................................................... 31
6. Jumlah penduduk (%) berdasarkan kelompok umur ............................... 35
7. Potensi sumberdaya alam Pulau Rempang ............................................. 43
8. Potensi sumberdaya alam Pulau Galang ................................................. 43
9. Peta sumberdaya alam Pulau Rempang dan Galang ................................ 44
10. Pantai Melayu ...................................................................................... 46
11. Pantai Mawar ....................................................................................... 46
12. Desa Sembulang ..................................................................................... 47
13. Pagoda yang terdapat di Kamp Sinam ................................................... 51
14. Gereja yang terdapat di Kamp Sinam .................................................... 51
15. Perahu yang membawa pengungsi menuju Pulau Galang ..................... 52
16. Kuburan massal pengungsi .................................................................... 52
17. Potret pengungsi Vietnam ...................................................................... 53
18. Denah lokasi Kamp Sinam ..................................................................... 54
19. Pantai Melur ........................................................................................... 56
20. Budaya Melayu ...................................................................................... 93
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Potensi Wisata Sumberdaya Alam di Pulau Rempang dan Galang ............... 106

2 Perhitungan kelas kesesuaian berdasarkan analisis daerah


operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) ....................... 107

3 Standar luas yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata hiking, walking,


Running dan jogging........................................................................................ 110

3 Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang ................................... 111


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga,
industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist
terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di
planet ini, yaitu telecommunication, transportation dan tourism.
Perkembangan dunia pariwisata tidaklah terlepas dari latar belakang
kebutuhan masyarakat akan jasa wisata (Sekartjakrarini, 2004). Apalagi dengan
timbulnya nilai preferensi berwisata yang mengutamakan an authentic destination
experience that gives opportunity to learn, yaitu pariwisata sebagai tempat yang
memberikan tambahan pengetahuan dan pengalaman mental dan fisik dari
sumberdaya alam (Sekartjakrarini dan Legoh, 2003)
Tourism atau Kepariwisataan merupakan sektor ekonomi yang banyak
diperhatikan pada beberapa dasawarsa terakhir. Sebagai mesin penggerak
peningkatan ekonomi regional, pariwisata memiliki manfaat-manfaat penting
yaitu sebagai pencipta lapangan kerja, menumbuhkan banyak peluang ekonomi
skala kecil dan menengah serta dapat meningkatkan upaya dalam menjaga dan
memperbaiki lingkungan. Bagi Indonesia, pariwisata diharapkan dapat berperan
dalam menyumbang devisa negara, meningkatkan hubungan internasional,
pemberdayaan masyarakat serta pemerataan kesempatan kerja dan pendapatan.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulau
17.508 buah dan memiliki panjang garis pantai 81.000 kilometer. Luas wilayah
Indonesia, termasuk Zona Ekonomi Eksklusif, adalah 5,8 juta kilometer persegi.
Species flora dan fauna di lautan Indonesia, sebagian besar menghuni wilayah
pesisir. Ekosistem pesisir merupakan sumber kehidupan bagi rakyat, bahkan
selama bertahun-tahun telah menjadi pendukung bagi pembangunan sosial dan
ekonomi di Indonesia. Oleh karena itu ekosistem pesisir di Indonesia saat ini
diarahkan untuk berbagai kegiatan pariwisata khususnya kegiatan pariwisata
bahari. Peranan pariwisata bahari cenderung akan semakin meningkat dalam
pembangunan nasional, mengingat jumlah kunjungan wisatawan ke berbagai
obyek pariwisata terus meningkat.
Salah satu wilayah pesisir dan laut yang berpotensi untuk dikembangkan
menjadi salah satu obyek wisata khususnya pariwisata bahari adalah Pulau
Rempang dan Galang (Relang). Pulau Rempang dan Galang terletak di perairan
Laut China Selatan dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah Propinsi
Kepuluan Riau (Kepri). Secara administratif pula, kedua pulau tersebut dibawah
pengelolaan pemerintah Kota Batam Kecamatan Galang. Sebagai sebuah
kepulauan, Relang dianugerahi dengan potensi sumberdaya alam pesisir dan laut
yang cukup besar. Dengan wilayah pesisir dan laut yang demikian luas,
pembangunan ekonomi di Relang dapat didukung oleh sumberdaya alam wilayah
pesisir dan laut, walaupun hingga saat ini pembangunan ekonomi di wilayah ini
masih berbasiskan kepada pembangunan berbasis daratan. Secara umum,
sumberdaya alam wilayah pesisir dan laut Relang dapat dikelompokkan ke dalam
3 kategori yaitu : sumberdaya terpulihkan, sumberdaya tidak terpulihkan dan
jasa-jasa kelautan. Sumberdaya terpulihkan antara lain adalah ikan, udang,
terumbu karang, rumput laut, padang lamun dan mangrove. Sementara itu,
sumberdaya tidak terpulihkan antara lain adalah pasir dan mineral. Contoh dari
jasa-jasa kelautan antara lain adalah wisata bahari, pantai dan perhubungan.
Selain itu di kawasan ini banyak terdapat pulau-pulau kecil yang memiliki pantai
yang berpasir putih dan pemandangan yang indah. Dilihat dari perputaran arus
yang ada maka perairan di kota Batam yang berada di selat Malaka ini merupakan
daerah subur bagi kehidupan perikanan dan biota lainnya. Panjang pantai Relang
adalah sekitar 1.261 km dengan luas wilayah lautnya sebesar 289.300 ha yang
mencakup sekitar 74% dari total wilayah administrasi Barelang. Ada sebanyak
sekitar 325 pulau-pulau di wilayah Barelang, yang membuat daerah ini sebagai
daerah gugusan pulau-pulau kecil yang sangat luas. Dengan pertumbuhan
ekonomi lokal yang cukup atraktif dibanding dengan pulau-pulau lainnya,
pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut menjadi salah satu kegiatan utama bagi
perekonomian wilayah ini.
Namun untuk menjaga keberlanjutan pembangunan pariwisata,
kelestarian baik sebagai sumberdaya maupun lingkungan hidup perlu diperhatikan
agar mampu memberikan sumbangan yang besar untuk keberlanjutan
pembangunan nasional.
Khusus menyangkut lingkungan, yang pada hakekatnya merupakan modal
dasar bagi pengembangan pariwisata, sumber-sumber pariwisata baik alam
maupun budaya relatif fragile terhadap perubahan atau pemanfaatan yang
berlebihan. Pemanfaatan yang dilakukan tanpa arah yang jelas akan berakibat
pada kerusakan sumber-sumber tersebut, yang pada gilirannya akan mematikan
pariwisata itu sendiri.
Dampak negatif yang ditimbulkan sebagai salah satu lokasi wisata
membuat para ahli konservasi prihatin terhadap dampak yang ditimbulkan.
Meskipun pariwisata merupakan usaha yang menguntungkan tetapi pariwisata
massal dapat menimbulkan konsekuensi negatif yang jauh lebih merugikan karena
lingkungan dapat menjadi rusak akibat kunjungan yang berlebihan. Sudiana
(1999), menyatakan bahwa kegiatan pariwisata yang dikembangkan saat ini hanya
didasarkan pada aspek ekonomi, sehingga terjadi eksploitasi sumberdaya alam
dan kurang memperhatikan unsur lingkungan hidup, sehingga banyak terjadi
kerusakan sumberdaya alam akibat dampak yang ditimbulkan kegiatan tersebut.
Untuk mengatasi permasalahan ini para ahli lingkungan telah membuat
suatu pendekatan pariwisata yang lebih memperhatikan keseimbangan antara
aspek konservasi dan ekonomi, konsep ini dinamakan ekowisata. Ekowisata
disambut sebagai suatu pendekatan baru yang potensial untuk melindungi
wilayah-wilayah yang labil dan terancam. Ekowisata tidak melakukan eksploitasi
alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan.
Menurut Eplerwood dalam Fandeli (2000), ekowisata merupakan bentuk
baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang
dapat menciptakan industri pariwisata.
Ekowisata yang benar harus didasarkan atas sistem pandang yang
mencakup didalamnya prinsip kesinambungan dan pengikutsertaan partisipasi
masyarakat setempat didalam areal-areal potensial untuk pengembangan
ekowisata.
Terdapat 5 (lima) syarat kecukupan dalam konsep ekowisata, yaitu : (1)
pemanfaatan untuk perlindungan; (2) pengikut sertakan masyarakat; (3) produk
interpretasi; (4) dampak negatif minimal; (5) kontribusi ekonomi (Sekartjakrarini,
2004)
Ekowisata harus dilihat sebagai usaha bersama antar masyarakat setempat
dan pengunjung dalam usaha melindungi lahan-lahan dan aset budaya dan biologi
melalui dukungan terhadap pembangunanan masyarakat setempat. Ekowisata
sebagai bagian dari wisata alam yang dapat dilakukan dikawasan yang dilindungi
pemerintah seperti Taman Nasional, Taman Wisata Alam atau lingkungan alam
yang tidak dilindungi seperti daerah pertanian dan desa wisata (Hadinoto, 1996).
Untuk dapat memanfaatkan wilayah pesisir, laut dan sumberdaya yang
berada di dalamnya secara optimal dan lestari, maka perlu diadakan dan
dikembangkan penelitian potensi dasar secara menyeluruh. Salah satu contoh
perwujudannya ialah dengan melakukan penelitian tentang Analisis Potensi
Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam
untuk Pengembangan Ekowisata.

1.2. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengkaji potensi dan menentukan kelas kesesuaian kawasan pesisir
Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan ekowisata;
2. Menentukan daya dukung kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang
dalam menunjang kegiatan ekowisata;
3. Menentukan arahan perencanaan kawasan pesisir Pulau Rempang dan
Galang untuk pengembangan ekowisata.

1.3. Kerangka Pemikiran


Penelitian ini diawali dari gagasan seorang futurist terkenal John Naisbitt
yang memprediksikan 3 (tiga) industri jasa yang akan memegang kendali di planet
ini, yaitu telekomunikasi, transportasi dan kepariwisataan.
Industri kepariwisataan merupakan suatu industri gaya baru, yang mampu
menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam berbagai hal seperti
kesempatan kerja, pendapatan dan taraf hidup.
Wilayah pesisir dan laut merupakan wilayah perairan yang memiliki
berbagai jenis sumberdaya yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai
salah satu tujuan pariwisata bahari. Namun untuk menjaga keberlanjutan
pembangunan pariwisata itu, kelestarian baik sebagai sumberdaya maupun
lingkungan hidup perlu diperhatikan agar mampu memberikan sumbangan yang
besar untuk keberlanjutan pembangunan nasional.
Untuk dapat memanfaatkan wilayah pesisir, laut dan sumberdaya yang
berada didalamnya secara optimal dan lestari, maka perlu dikaji sumber data yaitu
berupa kondisi alam atau lingkungan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
secara menyeluruh yang kemudian akan dievaluasi dengan standar kriteria
penilaian obyek dan daya tarik wisata alam, analisis daya dukung pariwisata dan
analisis SWOT.
Hasil dari evaluasi akan menghasilkan sebuah perencanaan sehingga
terdapat prioritas bagi daerah yang akan dikembangkan, dan hal ini akan
membantu perencanaan potensi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang
Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan ekowisata. Bagan alir
penelitian Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang
Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata terdapat pada
Gambar 1.

Pariwisata

Wilayah Pesisir dan


Laut Pulau Rempang
dan Galang

Kajian Sumber Data

Kondisi Alam/Lingkungan Kondisi Sosial,


Fisik Ekonomi, Budaya

Evaluasi

Standar Kriteria Penilaian Obyek


dan Daya Tarik Wisata Alam
Analisis Daya Analisis SWOT
Dukung Pariwisata
Perencanaan

Prioritas Daerah yang


Dikembangkan

Perencana Pengembangan
Ekowisata

Gambar 1. Bagan alir penelitian


1.4. Perumusan Masalah
John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan 3 (tiga) industri
jasa yang akan memegang kendali di planet ini, yaitu telecommunication,
transportation dan tourism. Tourism atau kepariwisataan merupakan salah satu
sektor yang berkembang di Kota Batam, yang selain didominasi oleh obyek
wisata hiburan, Kota Batam juga didominasi dengan kegiatan wisata alam, bahari,
laut, budaya serta wisata spiritual.
Modal dasar bagi pengembangan wisata alam, bahari, laut dan budaya
adalah lingkungan. Khusus menyangkut lingkungan, relatif fragile terhadap
perubahan atau pemanfaatan yang berlebihan. Pemanfaatan untuk kegiatan
pariwisata yang dilakukan tanpa arah yang jelas akan berakibat pada kerusakan
sumber-sumber daya alam sebagai obyek wisata, yang pada gilirannya akan
mematikan pariwisata itu sendiri.
Para ahli konservasi prihatin terhadap dampak yang ditimbulkan oleh
kegiatan pariwisata saat ini. Meskipun pariwisata merupakan usaha yang
menguntungkan tetapi pariwisata tanpa perencanaan yang baik dapat
menimbulkan konsekuensi negatif yang jauh lebih merugikan karena lingkungan
dapat menjadi rusak akibat kunjungan yang berlebihan. Oleh karena itu untuk
mengatasi permasalahan ini para ahli lingkungan telah membuat suatu pendekatan
pariwisata yang lebih memperhatikan keseimbangan antara aspek konservasi dan
ekonomi, konsep ini dinamakan ekowisata.
Menurut Sekartjakrarini (2004) terdapat 5 (lima) syarat kecukupan dalam
konsep ekowisata, yaitu : (1) pemanfaatan untuk perlindungan; (2) pengikut
sertaan masyarakat; (3) produk interpretasi; (4) dampak negatif minimal; dan (5)
kontribusi ekonomi. Atas dasar syarat tersebut maka ekowisata dapat dipandang
sebagai suatu konsep baru yang mengandung ciri-ciri potensial melindungi
wilayah yang labil dan terancam, tidak melakukan eksploitasi alam, menggunakan
jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan tentang fisik
dan psikologis wisatawan. Oleh karena itu ekowisata yang benar harus
didasarkan atas usaha bersama antar masyarakat setempat dan pengunjung dalam
usaha melindungi sumberdaya alam dan aset budaya.
Untuk dapat menerapkan konsep ekowisata dalam memanfaatkan wilayah
pesisir, laut dan sumberdaya yang berada di dalamnya secara optimal dan lestari,
maka perlu dilakukan identifikasi potensi sumber daya alam untuk kegiatan wisata
secara menyeluruh. Salah satu contoh perwujudannya ialah dengan melakukan
penelitian tentang Analisis Potensi Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang
Kecamatan Galang Kota Batam untuk Pengembangan Ekowisata.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan
adalah :
1. Bagaimana menggali dan mengembangkan potensi sumberdaya alam dan
sosial budaya wisata yang ada di kawasan pesisir Pulau Rempang dan
Galang Kecamatan Galang Kota Batam
2. Bagaimana kondisi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang
Kecamatan Galang Kota Batam dalam menunjang pengembangan
ekowisata ?
3. Bagaimana strategi pengelolaan yang harus ditempuh dalam mencapai
ekowisata ?

1.5. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Merupakan bahan acuan dan pertimbangan bagi berbagai pihak terkait
terutama bagi pemerintah kota Batam sebagai bahan masukan dalam
menentukan strategi yang optimal dalam penentuan kebijakan pengelolaan
pariwisata secara berkelanjutan;
2. Memberikan gambaran yang jelas bagi berbagai pihak terkait terutama
pemerintah kota Batam mengenai kegiatan yang dilaksanakan dalam
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan
Galang Kecamatan Galang Kota Batam sebagai kawasan ekowisata.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Pengembangan Pariwisata


Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima faktor utama dalam
pengembangan sustainable ecotourism, yaitu : (1) Lingkungan; ecotourism
bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relatif belum tercemar atau
terganggu; (2) Masyarakat; ecotourism harus memberikan manfaat ekologi, sosial
dan ekonomi secara langsung kepada masyarakat; (3) Pendidikan dan
pengalaman; ecotourism harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan
alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki; (4) Berkelanjutan;
ecotourism dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi
lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang; (5) Manajemen;
ecotourism harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan
alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
sekarang maupun generasi mendatang.
Dalam GBHN 1999-2004, arah kebijakan pembangunan pariwisata di
Indonesia adalah mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang
utuh dan terpadu bersifat interdispliner dan partisipatoris dengan menggunakan
kriteri ekonomis, teknis, ergonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan
alam, dan tidak merusak lingkungan. Dalam Propenas 2000-2004, pengembangan
pariwisata didasarkan pada potensi sumberdaya, keragaman budaya, seni dan
alam. Pengembangan sumberdaya ini dikelola dengan pendekatan peningkatan
nilai tambah sumberdaya secara terpadu antara pengembangan produk pariwisata
dan pengembangan pemasaran pariwisata melalui pemberdayaan masyarakat lokal
(community based tourism development).
Pariwisata juga harus dipersepsikan sebagai suatu instrumen untuk
meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, kualitas hidup penduduk
setempat, dan kualitas lingkungan hidup. Oleh karena itu pengembangan
pariwisata perlu dijadikan sebagai bagian dari pembangunan nasional yang
berkelanjutan, dilakukan dalam kesatuan terpadu dengan sektor-sektor
pembangunan lain. Untuk memberikan arahan pengembangan pariwisata perlu
ditetapkan beberapa kriteria yang dinyatakan oleh Revron O’Grady dalam Fandeli
(2000) yaitu (1) Keputusan akan bentuk wisata di setiap tempat harus dibuat
berdasarkan konsultasi dengan masyarakat lokal dan dapat diterima oleh mereka;
(2) Masyarakat harus mendapat pembagian keuntungan yang sesuai dari
pengembangan kawasan wisata di daerahnya; (3) Pengembangan kawasan wisata
harus didasarkan pada prinsip-prinsip lingkungan dan ekologis, peka terhadap
budaya lokal dan tradisi-tradisi religi, serta tidak mendudukkan setiap anggota
masyarakat pada posisi inferior; (4) Jumlah wisatawan yang mengunjungi suatu
area sedemikian rupa sehingga tidak melebihi jumlah dari penduduk lokal
sehingga dimiliki peluang bertemu dan mengamati kehidupan penduduk yang
sebenarnya.

2.2. Ekowisata
Menurut buku Ecotourism : A Guide For Planners and Managers,
ecotourism diartikan sebagai suatu responsible travel ke lingkungan alami yang
mendukung konservasi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat.
Akar ekowisata terletak pada wisata alam ruang terbuka. Saat itu
pengembangan sektor wisata masih difokuskan pada produk yang bersifat massal
(mass-tourism) yang hanya mementingkan kegiatan ekonomi. Sementara itu,
semakin banyaknya kunjungan wisata, timbul rasa keprihatinan dan kekhawatiran
terhadap degradasi lingkungan yang diakibatkannya. Untuk itu dicari model
gagasan pariwisata yang lebih sehat dan bermanfaat, berkelanjutan dan
meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satu model tersebut adalah
ekowisata
Istilah ekowisata berasal dari kata :
1. Eco-logical = ekologi, artinya sebagai sumberdaya dan daya tarik ekowisata
alam memberikan kontribusi positif terhadap pelestarian alam dan
lingkungan
2. Eco-nomical = ekonomi, artinya ekowisata merupakan kegiatan ekonomi yang
berkelanjutan
3. Evaluating Community Opinion = Evaluasi Kepentingan dan Opini
Masyarakat, artinya ekowisata mempunyai kepedulian terhadap peningkatan
peran serta masyarakat, dan upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat.
Dalam konteks perumusan Rencana Strategis Pengembangan Ekowisata
Nasional, dengan merujuk pada prinsip-prinsip yang berlaku universal,
rekomendasi-rekomendasi yang terangkat dalam berbagai forum diskusi dan hasil-
hasil kajian dan tuntutan obyektif di lapangan, batasan Ekowisata Nasional
dirumuskan sebagai berikut : Ekowisata adalah suatu konsep pengembangan dan
penyelenggaraan kegiatan pariwisata berbasis pemanfaatan lingkungan untuk
perlindungan, serta berintikan partisipasi aktif masyarakat, dan dengan penyajian
produk bermuatan pendidikan dan pembelajaran, berdampak negatif minimal,
memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi daerah, dan
diberlakukan bagi kawasan lindung, kawasan terbuka, kawasan alam binaan, serta
kawasan budaya.
Penerapan konsep ekowisata nasional yang diberlakukan bagi kawasan-
kawasan sebagaimana disebutkan dalam batasan tersebut, mengartikan bahwa
konsep ini berlaku bagi pengembangan dan penyelenggaraan pariwisata yang
mengambil tempat di antara lain kawasan konservasi hutan dan laut, kawasan
budaya, kawasan pulau-pulau kecil dan pesisir, kawasan rural binaan dan
pedesaan serta kawasan-kawasan lain yang memeiliki kerentanan ekologis yang
tinggi seperti misalnya kawasan karst dan kawasan esensial (Sekartjakrarini,
2003).
Wheat (1994) dalam Goodwin (1997), berpendapat bahwa ekoturisme
adalah “pasar khusus (niche market) untuk wisatawan yang sadar lingkungan dan
tertarik untuk mengamati alam”. Steele (1993) dalam Goodwin (1997),
menggambarkan kegiatan ekoturisme sebagai “proses ekonomi yang memasarkan
ekosistem yang indah dan langka secara internasional untuk menarik
pengunjung”. Wight (1994) dalam Goodwin (1997), memberi batasan yang lebih
tegas, yaitu perjalanan wisata yang dipromosikan sebagai wisata yang
berwawasan lingkungan, sama seperti produk yang dikemas dan berabel hijau di
pasar swalayan.
Pada Gambar 2 dibawah ini dijelaskan, bahwa manusia (wisatawan) dan
alam (termasuk di dalamnya kehidupan penduduk setempat) menjadi input dari
kegiatan ekoturisme. Output dari proses ini ada dua macam (Hani, 1994) : (1)
Output langsung yang langsung dirasakan oleh manusia adalah unsur hiburan dan
penambahan pengetahuan. Sedang output langsung bagi alam adalah perolehan
dana yang kelak sebagian darinya difungsikan untuk mengelola kegiatan
konservasi alam secara swadaya; (2) Output tak langsung yaitu berupa tumbuhnya
kesadaran dalam diri wisatawan untuk lebih memperhatikan sikap hidupnya di
hari-hari esok agar kegiatan yang dilakukan tidak berdampak buruk pada alam.
Kesadaran ini diharapkan tumbuh akibat adanya kesan mendalam yang diperoleh
wisatawan selama berinteraksi aktif secara langsung dengan lingkungan alam,
disertai pemahaman-pemahaman ekologis yang dituturkan oleh guide
pendampingnya.

ALAM

Output tak langsung Output langsung


input
input
EKOTURISME
MANUSIA

Output langsung (hiburan, pengetahuan)


Gambar 2. Skema konsep ekoturisme dengan output yang dihasilkan

Menurut Ecotourism Research Group (1996, a dan b) ekoturisme adalah


kegiatan yang bertumpu pada lingkungan alam dan budaya, dapat memberikan
beberapa manfaat penting sebagai berikut : ● Mendidik wisatawan tentang fungsi
dan manfaat lingkungan alam dan budaya; ● Meningkatkan kesadaran dan
penghargaan akan lingkungan dan budaya, serta meminimumkan dampak
kegiatan manusia terhadap lingkungan tersebut; ● Bermanfaat secara ekologi,
sosial, dan ekonomi bagi masyarakat setempat; ● Menyumbang langsung pada
pelestarian dan keberlanjutan manajemen lingkungan alam dan budaya yang
terkait, tempat berlangsungnya kegiatan ekoturisme.
Secara umum ekoturisme mempunyai 3 (tiga) ciri, yaitu : (1)
Menunjukkan pada wisatawan mengenai lingkungan alam yang unik tetapi dapat
dijangkau; (2) Wisata sebagai sarana pengenalan dan peningkatan upaya
konservasi alam melalui pendidikan, perubahan perilaku masyarakat, dan
pengembangan kegiatan masyarakat dengan berbagai alternatif dan prioritas; (3)
Membuka kesempatan kerja dan kegiatan usaha bagi masyarakat lokal.

2.3. Rekreasi dan Pariwisata


Secara harfiah rekreasi berarti kembali kreatif. Dalam pengertian umum
rekreasi didefinisikan sebagai penggunaan waktu senggang secara konstruktif dan
menyenangkan. Douglas (1982) menyatakan bahwa rekreasi adalah seluruh
aktifitas yang menyegarkan atau menyenangkan atau nyaman untuk bersenang-
senang atau bermain. Sedangkan rekreasi alam terbuka adalah setiap rekreasi
yang dilakukan ditempat-tempat yang tanpa dibatasi suatu bangunan atau rekreasi
yang dilakukan diluar bangunan.
Rekreasi merupakan kebutuhan manusia yang azasi dan universal, dan
mempunyai fungsi yang semakin penting dalam kehidupan perorangan, keluarga,
masyarakat, dan bangsa. Menurut Clawson (1968), pada umumya setiap orang
menyukai tiga hal dalam kegiatan rekreasi, yaitu keindahan, alamiah, dan
permainan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 (Departemen
Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, 1990) menyatakan pariwisata adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahan obyek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dibidang tersebut. Wisata adalah
kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut dilakukan secara sukarela
serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata.
Menurut Soemarwoto (1983), pariwisata adalah industri yang
kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan.
Pariwisata sangat peka terhadap kerusakan lingkungan, seperti pencemaran oleh
limbah domestik yang berbau dan nampak kotor, sampah yang bertumpuk, dan
kerusakan pemandangan alam oleh penebangan hutan, gulma air di danau, sampah
dilaut dan lain sebagainya.
2.4. Pengembangan Pariwisata Bahari
Pariwisata bahari adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan di sekitar pantai
seperti : berenang, berselancar, berjemur, menyelam, berdayung, snorkling,
berjalan-jalan atau berlari di sepanjang pantai, menikmati keindahan suasana
pesisir. Pariwisata ini sering diasosiasikan dengan tiga “S” (sun, sea and sand),
artinya jenis pariwisata yang menyediakan keindahan dan kenyamanan alami dari
kombinasi cahaya matahari, laut, dan pantai berpasir putih (Dahuri, 1993).
Beberapa atraksi wisata bahari yang sekaligus merupakan potensi laut
sebagai medium wisata adalah taman laut (terumbu karang yang subur dan biota
laut), formasi karang buatan (artificial reefs), kerangka kapal tenggelam, obyek
purbakala, ikan-ikan buruan dan pantai yang indah. Pendayagunaan laut sebagai
medium wisata memerlukan persyaratan tertentu, antara lain : (1) Keadaan
musim/cuaca yang cukup baik sepanjang tahun; (2) Lingkungan laut yang bersih,
bebas pencemaran; (3) Keadaan pantai yang bersih dan alami, yang disertai
pengaturan-pengaturan tertentu akan bangunan dan macam kegiatan; (4) Keadaan
dasar laut yang masih alami, misalnya taman laut (terumbu karang) yang
merupakan habitat dari berbagai fauna dan flora; (5) Gelombang dan arus yang
relatif tidak terlalu besar serta aksesibilitas yang tinggi
Kawasan pantai merupakan titik fokus pengembangan rekreasi dan
pariwisata dan menjadi sumber pendapatan utama bagi negara. Selanjutnya
dikemukakan bahwa, dalam fungsinya sebagai medium wisata, ekosistem pantai
mempunyai suatu kapasitas tertentu dalam melangsungkan fungsi secara
berkelanjutan yang disebut sebagai carrying capacity, baik berdasarkan aspek
sosial maupun lingkungannya. Besarnya nilai tersebut tergantung pada adanya
pengembangan wisata yang terkontrol, perencanaan yang telah diformulasikan,
taman-taman laut dan daerah preservasi yang dibuat, dan peraturan perundang-
undangan yang ditulis, diimplementasikan dan ditegakkan oleh pemerintah.
Penilaian daya tarik obyek wisata dilakukan agar ada prioritas penanganan
pengembangan kawasan pariwisata, baik dari faktor kemampuan lahannya dalam
menyediakan fasilitas wisata maupun kenampakan panorama sekitarnya juga
diperhatikan (Aprijanto dan Sugiharto, 2000).
Soeriatmadja (1997) menyatakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan
diberi batasan sebagai pembangunan yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan
generasi sekarang tanpa mempertaruhkan kemampuan generasi mendatang dalam
memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tujuan pembangunan yang berkelanjutan
ialah memadukan pembangunan dengan lingkungan sejak awal proses
penyusunan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan yang strategis sampai
kepada penerapannya dilapangan. Berdasarkan konsep pembangunan yang
berkelanjutan pengembangan pariwisata bahari yang berkelanjutan (sustainable
marine tourism) dapat diartikan sebagai pengembangan wisata yang berwawasan
lingkungan dengan tidak merusak kondisi sumberdaya alam pesisir yang telah
ada, sehingga dapat dimanfaatkan terus-menerus sampai generasi yang akan
datang.
Kegiatan wisata alam selain memberikan dampak positif juga dapat
membawa dampak negatif terhadap lingkungan sekitarnya, baik dampak negatif
terhadap lingkungan obyek wisata alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan
sosial budaya setempat. Dampak negatif terhadap alam umumnya terjadi sebagai
akibat dari perencanaan dan pengelolaan yang kurang baik, misalnya perencanaan
pengembangan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung
lingkungan dan kurangnya pengetahuan kesadaran serta pendidikan masyarakat
dan wisatawan terhadap kelestarian lingkungan (Soeriatmadja, 1997).
Pengembangan pariwisata tanpa perencanaan dan pengelolaan yang baik
akan mengakibatkan kehilangan dan penurunan mutu kawasan yang tidak
diharapkan, sebagai akibatnya adalah hilangnya kawasan yang menarik bagi
wisatawan. Fasilitas dan lokasi adalah faktor utama yang menyebabkan hilangnya
dan penurunan mutu sumberdaya pesisir. Pemilihan lokasi yang tidak sesuai
dapat menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan pemilihan pengembangan, baik
sekarang maupun akan datang. Banyaknya dampak negatif yang terjadi akibat
kesalahan dalam melakukan pendugaan terhadap karakteristik proses alami
kawasan pesisir (kerusakan akibat badai dan ombak, erosi pantai dan intrusi air
laut) adalah sebagai penyebab kegagalan umum perencanaan tata guna lahan,
yang mengakibatkan rapuhnya ekosistem dan bahkan infrastruktur (Baehaqie dan
Helvoort, 1993).
2.5. Pengertian Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan
dengan laut ; batas didaratan meliputi daerah-daerah yang tergenang air maupun
yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti
pasang-surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas dilaut ialah daerah-
daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami didaratan seperti sedimentasi
dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia di daratan (Bengen, 2001).
Wilayah pesisir adalah suatu jalur saling mempengaruhi antara darat dan
laut, yang memiliki ciri geosfer yang khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh
sifat fisik laut dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh
proses alami serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan di darat
(Bakosurtanal, 1990). Batas wilayah pesisir arah ke daratan tersebut ditentukan
oleh : (a) Pengaruh sifat fisik air laut, yang ditentukan berdasarkan seberapa jauh
pengaruh pasang air laut, seberapa jauh flora yang suka akan air akibat pasang
tumbuh (water loving vetation) dan seberapa jauh pengaruh air laut ke dalam air
tanah tawar; (b) Pengaruh kegiatan bahari (sosial), seberapa jauh konsentrasi
ekonomi bahari (desa nelayan) sampai arah ke daratan.
Soegiarto (1976) dalam (Dahuri, 1999), memberikan definisi yaitu :
wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat
wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang
masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan
air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti
penggundulan hutan dan pencemaran.
Menurut Sugiarto (1986), dalam Sutikno (1999), yang dimaksud dengan
wilayah pesisir adalah wilayah peralihan antara daratan dan laut. Selanjutnya
Bird (1969), menyatakan bahwa : wilayah pesisir adalah mintakat yang lebarnya
bervariasi, yang mencakup tepi laut (shore) yang meluas ke arah daratan hingga
batas pengaruh laut masih dirasakan.
2.6. Potensi Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan secara
garis besar terdiri dari tiga kelompok : (1) sumber daya dapat pulih (renewable
resources), (2) sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources), dan (3)
jasa-jasa lingkungan (environmental services).
Sumber daya dapat pulih : (a) Hutan Mangrove, merupakan ekosistem
utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir dan lautan. Selain
mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat
pemijahan dan asuhan bagi berbagai macam biota, penahan abrasi, amukan angin
taufan, dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain
sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis penting seperti,
penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat-obatan, dan lain-lain.
Segenap kegunaan ini telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar
masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum
dikembangkan secara optimal, adalah sebagai kawasan wisata alam (ecotourism).
Padahal di negara lain, seperti Malaysia dan Australia, kegiatan wisata alam di
kawasan hutan mangrove sudah berkembang lama dan menguntungkan (Dahuri,
1996). (b) Terumbu Karang, ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas
organik yang sangat tinggi dibandingkan ekosistem lainnya, demikian pula
keanekaragaman hayatinya. Disamping mempunyai fungsi ekologis sebagai
penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat
bermain dan asuhan bagi berbagai biota; terumbu karang juga menghasilkan
berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting seperti berbagai jenis
ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Di beberapa
tempat di Indonesia, karang batu (hard coral) dipergunakan untuk berbagai
kepentingan seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri, dan
perhiasan. Dalam industri pembuatan kapur, karang batu kadang-kadang
ditambang sangat intensif seperti terjadi di pantai-pantai Bali hingga mengancam
keamanan pantai. Dari segi estetika, terumbu karang yang masih utuh
menampilkan pemandangan yang sangat indah, jarang dapat ditandingi oleh
ekosistem lainnya. Keindahan yang dimiliki oleh terumbu karang merupakan
salah satu potensi wisata bahari yang belum optimal dimanfaatkan (Dahuri, 1996).
Sumber daya tidak dapat pulih (non-renewable resources) meliputi seluruh
mineral dan geologi. Mineral terdiri dari tiga kelas yaitu kelas A (mineral
strategis : minyak, gas, dan batu bara), kelas B (mineral vital : emas, timah, nikel,
bauksit, bijih besi, dan cromite); dan kelas C (mineral industri : termasuk bahan
bangunan dan galian seperti granit, kapur, tanah liat, kaolin dan pasir). Berbagai
potensi sumber daya mineral wilayah pesisir dan lautan di Indonesia merupakan
penghasil devisa utama dalam beberapa dasawarsa terakhir (Dahuri, 1996).
Wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai macam jasa-jasa
lingkungan (environmental services) yang sangat potensial bagi kepentingan
pembangunan dan bahkan kelangsungan hidup manusia. Dalam hal ini, yang
dimaksud dengan jasa-jasa lingkungan meliputi fungsi kawasn pesisir dan lautan
sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan komunikasi,
sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan keamanan,
penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan perlindungan (konservasi dan
preservasi), dan sistem penunjang kehidupan serta fungsi ekologis lainnya
(Dahuri, 1996)

2.7. Daya Dukung Perairan Pesisir dan Lautan


Pendayagunaan potensi wilayah pesisir dan laut sesuai daya dukung
lingkungan adalah bahwa setiap kegiatan pembangunan yang dilakukan harus
mampu ditolerir oleh kemampuan dan daya dukung wilayah pesisir dan lautan.
Oleh karena itu, kebijakan yang harus ditetapkan adalah seluruh akumulasi limbah
yang dibuang ke perairan harus sesuai dengan kapasitas asimilasi perairan
(Dahuri, 1999).
Lebih lanjut, Dahuri (1999) menyatakan bahwa wilayah pesisir dan laut
sebagai daerah pertemuan antara daratan dan laut seringkali menjadi tempat
terakumulasinya dampak dari lahan atas, laut lepas dan dari wilayah pesisir dan
laut itu sendiri. Akibatnya, konsentrasi bahan pencemar dari waktu ke waktu
terus bertambah. Kondisi demikian apabila melebihi kapasitas asimilasi dari
perairan pesisir, akan menimbulkan dampak terhadap berbagai ekosistem dan
biota di dalamnya. Untuk mencegah meningkatnya bahan-bahan pencemar
tersebut, maka setiap kegiatan yang menghasilkan bahan pencemar harus mampu
meminimalkan dampak negatif terhadap perairan pesisir. Oleh karena itu, perlu
mengetahui berapa besar kemampuan asimilasi dari perairan pesisir dan lautan
dalam mentolerir bahan pencemar.
Dahuri (1999) menyatakan bahwa jika pengelolaan kegiatan pembangunan
(industri, pertanian, pemukiman, pariwisata, dan lain-lain) di atas lahan atas atau
DAS (Daerah Aliran Sungai) tidak dilakukan secara arif (berwawasan
lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan dan fungsi ekologis
kawasan pesisir dan laut.

2.8. Pencemaran Perairan Pesisir


Pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologis yang tidak
diinginkan terhadap tanah, air dan udara, yang nantinya dapat mengganggu
kehidupan makhluk hidup pada habitat tertentu (Odum, 1971). Lebih lanjut
Gesamp (1986), mendefinisikan bahwa pencemaran perairan pesisir dan laut
adalah sebagai dampak negatif terhadap kehidupan biota, sumberdaya, dan
kenyamanan (amenities) ekosistem perairan pesisir, serta kesehatan manusia dan
nilai guna lainnya dari ekosistem perairan pesisir yang secara langsung maupun
tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan limbah (termasuk energi) kedalam
laut yang berasal dari kegiatan manusia.
Menurut Connel dan Muller (1974) dalam Mason (1981), pencemaran
lingkungan adalah masuknya bahan-bahan yang diakibatkan oleh berbagai
kegiatan manusia, sehingga menimbulkan perubahan yang merusak karakteristik
fisik, kimia, biologi atau estetika lingkungan tersebut. Pada dasarnya terjadinya
pencemaran merupakan proses biodegradasi limbah dalam sistem daur ulang
alami. Pola tersebut menggambarkan bahwa dampak pembuangan limbah ke
dalam ekosistem perairan pesisir dan laut akan mempunyai akibat berantai, sesuai
dengan dinamika laut dan proses biomagnifikasi yang ada. Diantaranya adalah
pola penyebaran limbah sepanjang pesisir karena pengaruh pasang surut, sehingga
menimbulkan gangguan kehidupan yang ada pada habitat tersebut. Oleh karena
itu penentuan suatu perairan tercemar diperlukan suatu indikator lingkungan
(Sutamiharja, 1992).
Penilaian kualitas perairan pesisir dan peruntukannya didasarkan pada
baku mutu yang diukur dari aspek fisik, kimia dan biologis berdasarkan peraturan
pemerintah No. 18 tahun 1999, tentang pengelolaan limbah berbahaya dan
beracun. Beberapa parameter kimia yang mempengaruhi kualitas perairan pesisir
diantaranya adalah : COD (chemical oxygen demand) yaitu jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi semua zat organik secara kimiawi dengan air ;
BOD (biological oxygen demand) yaitu ukuran banyaknya oksigen yang
tersuspensi dalam air untuk waktu lima hari. TSS (total suspended solid) yaitu
padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat
mengendap langsung.
Mc. Corduchy (1970), menyatakan bahwa pencemaran lingkungan pesisir
dapat berasal dari dua sumber, yaitu sumber pencemaran yang berasal dari daratan
dan dari lautan. Sumber pencemaran yang berasal dari daratan sebagian besar
berasal dari kegiatan pertanian, industri rumah tangga, perkotaan dan pariwisata.
Pencemaran yang berasal dari laut seperti pembuangan sampah atau limbah dari
kapal laut, tumpahan minyak dan pembuangan lumpur dari limbah kegiatan
tambang minyak di laut.
III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pulau Rempang dan Galang (Relang)


Kecamatan Galang Kota Batam. Pulau Rempang dan Galang terletak di perairan
Laut China Selatan. Secara administratif, kedua pulau tersebut dibawah
pengelolaan pemerintah Kota Batam Kecamatan Galang.
Sebelum masuk menjadi salah satu kecamatan di Kota Batam, Kecamatan
Galang adalah merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Kepulauan Riau.
Dengan berdasarkan Undang-undang No. 53 tahun 1999 yang ditetapkan pada
tanggal 4 Oktober 1999, secara resmi masuk menjadi wilayah baru Kecamatan
yang berada dalam administrasi Kota Batam.
Secara geografis Kecamatan Galang terletak antara 0,25o-1,08o Lintang
Utara dan 104,00o-104,24o Bujur Timur. Kecamatan Galang berbatasan dengan :
• Sebelah Utara : Kecamatan Bintan Utara
• Sebelah Selatan : Kecamatan Senayang
• Sebelah Timur : Kotif Tanjung Pinang
• Sebelah Barat : Laut Malaka (Malaysia)
Pengumpulan data sekunder dilakukan pada bulan Januari 2006 sampai
dengan April 2006 dan survei lapangan untuk memperoleh data primer dilakukan
pada bulan Maret untuk survei awal dan dilanjutkan bulan Mei sampai Juni 2006.

3.2. Pengumpulan Data


Pada prinsipnya pengumpulan data dilakukan dengan metode Triangulasi
(triangular method), yaitu suatu pengumpulan data dengan menggunakan lebih
dari satu metode secara independen. Tujuannya adalah untuk mendapatkan data
lebih lengkap dan akurat tentang obyek yang diteliti. Jenis data yang
dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder, baik data kuantitatif maupun
data kualitatif.
3.2.1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan metode
pengamatan lapangan atau observasi. Metode observasi merupakan metode yang
sangat mendasar dalam melakukan inventarisasi potensi wisata di suatu lokasi
penelitian, karena kondisi lingkungan akan teramati dengan jelas dan gamblang,
sehingga peneliti mendapatkan gambaran secara kasar potensi kawasan pesisir
Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam untuk pengembangan
ekowisata. Unsur-unsur yang diamati yaitu aspek daya tarik terhadap kondisi
fisik yang berbentuk darat, pantai dan laut, potensi pasar, aksesibilitas menuju
lokasi, kondisi lingkungan sosial ekonomi, pelayanan masyarakat, prasarana dan
sarana penunjang, ketersediaan air bersih, hubungan obyek dengan obyek wisata
lain, keamanan, karakteristik wisatawan dan masyarakat. Data primer berupa
informasi dari wisatawan dan masyarakat dilakukan pengukuran yang lebih
mendalam yaitu dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuisioner untuk
mendapatkan karakteristik wisatawan dan masyarakat serta motivasi wisatawan
mengunjungi Pulau Rempang dan Galang. Jumlah sampel yang dikumpulkan
menggunakan teknik judgment sampling, dimana sampel yang diambil
berdasarkan pada kriteria tertentu yang terdapat pada daftar pertanyaan dan
jumlahnya tidak dibatasi. Jumlah sampel yang dikumpulkan bisa sedikit atau
banyak tergantung dari dapat terpenuhinya kriteria-kriteria tersebut.

3.2.2. Data Sekunder


Pengumpulan data sekunder diambil dari beberapa sumber antara lain
laporan studi dan penelitian, publikasi ilmiah, peraturan perundangan dan
publikasi daerah serta peta-peta yang telah dipublikasikan. Data sekunder yang
telah dikumpulkan antara lain inventarisasi potensi biofisik termasuk didalamnya :
potensi flora, potensi fauna, potensi fisik meliputi : geologi, iklim dan fisika;
kondisi sosial ekonomi dan budaya meliputi : kependudukan, sarana dan
prasarana pendidikan dan kesehatan, sarana prasarana perhubungan dan sarana
prasarana ekonomi.
3.3. Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam Perencanaan Pengembangan Ekowisata
Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang Kota Batam
yaitu :
1. Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam
(ADO-ODTWA)
2. Analisis Daya Dukung Kawasan
3. Analisis Arahan Pengembangan Ekowisata (SWOT)

3.3.1. Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-
ODTWA)

Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-
ODTWA) adalah suatu kegiatan yang dilakukan terhadap suatu obyek (lokasi)
wisata alam melalui analisis daerah operasi, dengan menggunakan instrumen
kriteria penilaian dan pengembangan, guna mendapatkan kepastian kelayakan
obyek dapat atau tidaknya suatu obyek dikembangkan menjadi obyek wisata
alam.

3.3.2. Analisis Daya Dukung Kawasan


Daya dukung (carrying capacity) disini dimaksudkan sebagai kemampuan
kawasan untuk menerima sejumlah wisatawan. Daya dukung dapat diartikan
sebagai intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang
berlangsung secara terus menerus tanpa merusak alam. Daya dukung alam perlu
diketahui secara fisik, lingkungan dan sosial (Pearce and Kirk dalam Dahyar,
1999). Penentuan daya dukung perlu juga dikaitkan dengan akomodasi,
pelayanan, sarana rekreasi yang dibangun di setiap tempat tujuan wisata.
Kebutuhan setiap wisatawan akan ruang sangat bervariasi, tergantung pada
latar belakang budayanya. Kebutuhan akan ruang menentukan berapa ukuran
fasilitas yang perlu dibangun untuk melayani kebutuhan wisatawan. Pada Tabel
3.1 berikut dikemukakan kriteria kebutuhan ruang yang disusun berdasarkan
pengalaman budaya Amerika dan Eropa ( world tourism organization, WTO,
1981 dalam Wong, 1991). Kebutuhan ini perlu dipertimbangkan mengingat pasar
wisatawan nusantara dan asia sejauh ini belum ada standar yang bisa digunakan
sebagai dasar dalam pembangunan fasilitas. Adapun standar kebutuhan ruang dan
fasilitas di bawah ini sekaligus merupakan parameter yang diukur dalam
penelitian ini. Parameter ini merupakan faktor pembatas utama untuk
pengembangan pariwisata di TWAP.

Tabel 1. Standar kebutuhan ruang fasilitas pariwisata pantai


Kapasitas Pantai m2 / Orang Orang / 20-50 m pantai
Kelas rendah 10 2,0-5,0
1. Kelas menengah 15 1,5-3,5
Kelas mewah 20 1,0-3,0
Kelas istimewa 30 0,7-1,5
Penginapan daerah pesisir 200-300 liter/hari/orang
2. Air bersih Penginapan daerah pantai tropik 500-1000
liter/hari/orang
Akomodasi (hotel) Ekonomi : ruang yang disyaratkan 10 m2/bed
Menengah : ruang yang disyaratkan 19 m2/bed
3.
Istimewa : ruang yang disyaratkan 30 m2/bed
Atau 60-100 tempat tidur/ha
Sumber : WTO, 1981 dalam Wong,1991

Analisis data : setelah data terkumpul (panjang pantai pasir putih, luas
lahan untuk akomodasi, dan kebutuhan air bersih) kemudian dianalisis dengan
membandingkan potensi kawasan dengan standarisasi seperti tersebut di atas.
Dari hasil analisa akan dapat ditentukan daya tampung kawasan pesisir
Kecamatan Galang Kota Batam untuk menerima jumlah maksimum wisatawan
yang berkunjung ke daerah tersebut.

3.3.3. Analisis Arahan Perencanaan Pengembangan Ekowisata


Arahan perencanaan pengembangan ekowisata dilakukan dengan
menggunakan analisis SWOT. Analisis ini dapat membantu menentukan
kebijakan yang diperlukan dalam rencana pengembangan potensi wisata di daerah
pesisir. Analisa SWOT adalah analisa kualitatif yang digunakan untuk
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan
strategi suatu kegiatan. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT
adalah sebagai berikut :
1. Identifikasi Kekuatan/Kelemahan dan Peluang/Ancaman
Pada tahap ini dilakukan penelahaan kondisi faktual di lapangan dan
kecenderungan yang mungkin terjadi untuk mengidentifikasi kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman pengelolaan wilayah pesisir Kecamatan Galang
Kota Batam sebagai kawasan pariwisata
2. Analisis SWOT dan alternatif kebijakan hasil analisis SWOT
Pada tahap ini dilakukan analisis hubungan keterkaitan untuk memperoleh
beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO, dan WT). Untuk mendapatkan
prioritas kebijakan maka dilakukan pemberian bobot (nilai) berdasarkan tingkat
kepentingan. Bobot/nilai yang diberikan berkisar antara 1-3, angka-angka
tersebut mewakili tingkat kepentingan, yaitu :
Nilai 1 berarti tidak penting,
Nilai 2 berarti penting
Nilai 3 berarti sangat penting
Selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan keterkaitannya untuk
memperoleh beberapa alternatif kebijakan (SO, ST, WO dan WT). Kemudian
bobot setiap alternatif kebijakan tersebut dijumlahkan dengan ranking tertinggi
merupakan alternatif kebijakan yang diprioritaskan untuk dilakukan.
1. Analisis Kebijakan
Alternatif kebijakan pada matriks hasil analisis SWOT dihasilkan dari
kekuatan kawasan untuk mendapatkan Peluang (SO), kebijakan berdasarkan
penggunaan kekuatan yang ada untuk menghadapi Ancaman yang akan datang
(ST) ; pengurangan kelemahan kawasan yang ada dengan memanfaatkan Peluang
(WO) dan pengurangan kelemahan yang ada untuk menghadapi Ancaman yang
akan datang (WT).
Tabel 2. Skema analisis SWOT
Internal-External Strength (S) Weakness (W)
Opportunities (O) SO WO
Threat (T) ST WT
Alternatif strategi yang diperoleh dari matrik di atas adalah :
Strategi SO : menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mendapatkan
peluang yang sudah ada
Strategi ST : menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi
ancaman
Strategi WO : berusaha mendapatkan keuntungan dan kesempatan yang
ada dengan mengatasi kelemahan yang ada
Startegi WT : berusaha meminimalkan kelemahan dan menghindari
ancaman
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian


4.1.1. Sejarah Kota Batam
Batam merupakan salah satu pulau yang berada di antara perairan Selat
Malaka dan Selat Singapura. Tidak ada literatur yang dapat menjadi rujukan dari
mana nama Batam itu diambil, yang jelas Pulau Batam merupakan sebuah pulau
besar dengan 329 pulau yang ada di wilayah Kota Batam. Satu-satunya sumber
yang dengan jelas menyebutkan nama Batam dan masih dapat dijumpai sampai
saat ini adalah Traktat London (1824). Penduduk asli Kota Batam diperkirakan
adalah orang-orang Melayu yang dikenal dengan sebutan Orang Selat atau Orang
Laut. Penduduk ini paling tidak telah menempati wilayah itu sejak zaman
Kerajaan Tumasik (sekarang Singapura) dipenghujung tahun 1300 atau awal abad
ke'14. Menurut catatan lainnya, kemungkinan Pulau Batam telah didiami oleh
orang laut sejak tahun 231 M yang di zaman Singapura disebut Pulau Ujung.
Pada masa jayanya Kerajaan Malaka, Pulau Batam berada di bawah kekuasaan
Laksamana Hang Tuah. Setelah Malaka jatuh, kekuasaan atas kawasan Pulau
Batam dipegang oleh Laksamana Hang Nadim yang berkedudukan di Bentan
(sekarang Pulau Bintan). Ketika Hang Nadim menemui ajalnya, pulau ini berada
di bawah kekuasaan Sultan Johor sampai pada pertengahan abad ke.18. Dengan
hadirnya kerajaan di Riau Lingga dan terbentuknya jabatan Yang Dipertuan Muda
Riau, maka Pulau Batam beserta pulau-pulau lainnya berada di bawah kekuasaan
Yang Dipertuan Muda Riau, sampai berakhirnya Kerajaan Melayu Riau pada
tahun 1911.
Pada awalnya Pulau Batam yang kita lihat dan amati sekarang merupakan
sebuah pulau yang menjadi pusat pemerintahan dengan status Kotamadya yang
bersifat administratif, dimana kedudukannya setingkat dengan
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II lainnya. Sebelumnya, daerah ini
hanyalah sebuah wilayah Kecamatan, yakni Kecamatan Batam yang termasuk ke
dalam wilayah administratif Kabupaten Tingkat II Kepulauan Riau.
Pembentukan Pulau Batam dan wilayah Kecamatan menjadi Kotamadya
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 1983, dengan cakupan
wilayah pemerintahan sama dengan wilayah Kecamatan Batam dan membawahi 3
(tiga) kecamatan, yakni Belakang Padang, Batam Barat, dan Batam Timur.
Perubahan status tersebut merupakan implementasi atas dasar Dekonsentrasi
sebagaimana yang dimaksudkan undang-undang Nomor 5 tahun 1974, tentang
pokok-pokok pemerintahan di daerah sedangkan motivasi dibentuknya
Kotamadya Batam, tak lain adalah dalam rangka peningkatan pelayanan dan
pembangunan sebagai akibat makin berkembangnya wilayah Pulau Batam sebagai
akibat daerah industri dan perdagangan, alih kapal, penumpukan dan basis logistik
serta pariwisata.
Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Pelelawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan
Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Siak,
Kabupaten Kuantan Singingi dan Kota Batam, sebagai pengejawantahan undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Kota Batam yang
semula sebagai Kotamadya Administratif Batam statusnya berubah menjadi
daerah Otonom Kota Batam yang dipimpin oleh Walikota. Untuk itu dalam
struktur pemerintahan dan penataaan wilayahnya juga mengalami perubahan
dimana dan semula terdiri dan 3 (tiga) Kecamatan setelah adanya pemekaran
bertambah menjadi 8 (delapan) Kecamatan, yaitu : Kecamatan Batu Ampar,
Nongsa, Sungai Beduk, Bulang, Belakang Padang, Sekupang, Lubuk Baja, dan
Galang, yang didalamnya terdiri dari gugusan pulau besar (Batam, Rempang,
Galang dan Bulang) dan pulau-pulau kecil lainnya. Pada periode tahun 1990-
1998, melalui kepres No. 28/1992 wilayah Batam diperluas menjadi wilayah
BALERANG (Batam, Rempang dan Galang) disamping terjadinya penambahan
dinas teknis dan perubahan status beberapa lembaga Instansi Vertikal menjadi
Instansi Otonom.

4.1.2. Kondisi Umum


Pulau Rempang dan Galang merupakan pulau-pulau di Kecamatan Galang
Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Riau dengan luas wilayah Pulau
Rempang sekitar 168 km2 dan luas Pulau Galang 80 km2 dan Pulau Galang Baru
32 km2. Dengan masuknya Pulau Rempang dan Galang dan pulau-pulau di
sekitarnya ke dalam wilayah Kota Batam, maka luas wilayah Kota Batam berubah
dari 417,5 km2 (51.500 ha) menjadi 715 km2 (71.500 ha). Dengan demikian, luas
wilayah Barelang 115% x luas Singapura. Untuk penggabungan Pulau Rempang
dan Galang ini pemerintah telah membangun enam buah jembatan yang
menghubungkan Pulau Batam-Pulau Tonton, Pulau Tonton-Pulau Nipah, Pulau
Nipah-Pulau Setokok, Pulau Setokok-Pulau Rempang, Pulau Rempang-Pulau
Galang, dan Pulau Galang Pulau-Galang Baru dengan panjang total keenam
jembatan mencapai 2.194 m.
Kecamatan Galang terletak antara 0,25°-1,08° Lintang Utara dan 104,00°-
104,24° Bujur Timur. Secara geografis Kecamatan Galang berbatasan dengan :
● Sebelah Utara : Kecamatan Bintan Utara
● Sebelah Selatan : Kecamatan Senayang
● Sebelah Timur : Kotif Tanjung Pinang
● Sebelah barat : Selat Malaka (Kerajaan Malaysia)
PETA ADMINISTRASI
350000 375000 400000 425000

Selat Singapura
PULAU BATAM
125000

125000
Legenda :
Jalan
Pulau Bintan Batas Kelurahan
Batas Kabupaten
Pasir
Lokasi Industri
Daratan
Mang rove
Laut
100000

100000
100°00' 106°00' 112°00'

Lokasi Penelitian

4°00'

4°00'
2°00'

2°00'
Kab. Karimun
75000

75000
100°00' 106°00' 112°00'

Theresia R achm alia G


P052040351
Pengelolaan S um berdaya A lam dan Lingkunagan
2006

8 0 8 16 Km

Sumber Data :
50000

50000
1. BAPPED A of Batam C ity
2. LANDSAT UTM+ 2005
350000 375000 400000 425000 3. Survey 2006

Gambar 3. Peta administrasi Kota Batam


PETA PULAU REMPANG

112000
112000

392000 400000 408000 416000

Kab. KEPRI
PROPINSI KEPRI

Legenda :
# Lokasi Penelitian
Jalan Utama
Bintan Island Batas Kelurahan
Batas Kabupaten
Terumbu Karang

104000
104000

Pantai Berpasir
Pasir
Daratan
Mangrove
Laut

100°00' 106°00' 112°00'

Lokasi Penelitian

4°00'

4°00'
96000

96000
Pantai Melayu
#

Desa Sembulang
#

Pantai Mawar

2°00'

2°00'
#

100°00' 106°00' 112°00'

Theresia Rachm alia G


P052040351
88000

88000
Pengelolaan Sum berdaya Alam dan Lingkunagan
2006

8 0 8 16 Km
Camp Pengungsian
#

Pantai Melur
#
Sumber Data :
1. BAPPEDA of Batam City
2.. LANDSAT UTM+ 2005
392000 400000 408000 416000 3. Survey 2006

Gambar 4. Peta lokasi penelitian-Pulau Rempang


408000 416000 424000
PETA PULAU GALANG
PROPINSI KEPRI
96000

96000
Pantai
#
Melayu Kab. KE PRI
#
Desa Sem bulang Legenda :
Pantai Mawar # # Lokasi Penelitian
Ja lan Utam a
Batas Kelurahan
Batas Kabupaten
Terum bu Karang
Pantai Be rpasir
Pasir
Daratan
88000

88000
Mangrove
Laut

Cam p Pengungsian
#

#
Pantai Melur 100°00' 106°00' 112°00'

Lokasi Penelitian

4°00'

4°00'
80000

80000

2°00'

2°00'
100°00' 106°00' 112°00'

Theresia Rachm alia G


P052040351
Pengelolaan Sum berdaya Alam dan Lingkunagan
2006
72000

72000
8 0 8 16 Km

Sumber Data :
1. BAPPED A of Batam C ity
2..LANDSAT U TM+ 2005
408000 416000 424000
3. Survey 2006

Gambar 5. Peta lokasi penelitian-Pulau Galang


4.1.3. Kondisi Fisik Wilayah
A. Geologi, Iklim dan Fisika
Wilayah Kecamatan Galang menurut sejarah geologi seperti halnya
Kecamatan-kecamatan lain di daerah Kepulauan Riau umumnya, juga merupakan
bagian dari paparan kontinental Benua Asia hingga berujung pada Benua
Australia. Pulau-pulau yang tersebar di daerah ini adalah sisa-sisa erosi atau
penyusutan daratan pra tersier yang membentang dari Semenanjung
Malaysia/Pulau Singapura dibagian utara sampai dengan Pulau-pulau Moro dan
Kundur serta Karimun dibagian Selatan.
Permukaan tanah di Kecamatan Galang pada umumnya dapat digolongkan
datar dengan variasi perbukitan disana sini dengan ketinggian maksimum 60 m
diatas permukaan laut. Sungai-sungai kecil mengalir dengan aliran pelan dan
dikelilingi hutan-hutan muda serta semak belukar yang lebat.
Kecamatan Galang mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum pada
tahun 2004 berkisar antara 21,2° C-23,6° C dan suhu rata-rata sepanjang tahun
2004 adalah 26,8° C-28,1° C. Keadaan tekanan udara rata-rata untuk tahun 2004
minimum 1003,8 MBS dan maksimum 1016,1 MBS.
Kecamatan Galang yang berada dibagian Timur laut dari Pulau batam
mempunyai kelembaban yang cukup tinggi yaitu rata-rata berkisar antara 48-
100%, dan kecepatan angin maksimum 14-24 knot atau rata-rata kecepatan angin
sebesar 4,5 knot. Jumlah hari hujan di Kecamatan Galang cukup tinggi yaitu rata-
rata pada tahun 2004 perbulannya mencapai sebesar 16 hari dengan rata-rata
curah hujan perbulannya mencapai 173 mm.
Parameter fisika lingkungan, khususnya di permukaan laut adalah suhu
permukaan laut, salinitas, kecerahan dan kecepatan arus. Suhu permukaan laut
berkisar antara 30°C-31°C dengan salinitas berkisar antara 29‰-31‰ pada Mei
2006 dilokasi pengamatan. Kecerahan perairan berkisar 70%-90%, sedangkan
kecepatan arus permukaan laut berkisar antara 8-23 cm/det.

B. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya


Terbentuknya Pemerintahan Galang adalah sebagai institusi eksekutif
yang akan menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan kemasyarakatan
merupakan perpanjangan tangan pemerintah Otonom Kota Batam, adalah suatu
harapan seluruh masyarakat untuk dapat menjawab setiap permasalahan maupun
tantangan yang muncul sesuai dengan perkembangan sosial ekonomi, sosial
budaya, politik dan lainnya dalam masyarakat.
Pemerintahan Galang yang sebelumnya merupakan bagian dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Riau tergabung dengan pemerintah
daerah Kota Batam berdasarkan undang-undang No. 53 Tahun 1999 yang
ditetapkan tanggal 04 Oktober 1999 dengan demikian yang kedudukannya
setingkat dengan Kecamatan lainnya di Kota Batam yang langsung bertanggung
jawab kepada Walikota. Hal ini memungkinkan Kecamatan Galang dapat
mengakses seluruh potensi yang ada di Kecamatan ini secara langsung sehingga
sedikit terkatrol dengan jangkauan pembangunan yang lebih baik dengan jumlah
nominal anggaran yang lebih besar dibanding pada waktu masih bergabung
dengan pemerintahan yang lama. Hal ini terlihat dengan adanya perhubungan
darat yang telah dan akan terus dikembangkan oleh Pemerintah Kota Batam.
Oleh karena banyaknya fasilitas kemasyarakatan yang akan dikembangkan dan
dibangun didaerah ini maka masyarakat daerah ini sedikit boleh berharap akan
perkembangan ekonomi yang lebih baik dan akan berakhir pada kesetaraan
kesejahteraan antara masyarakat daerah hinterland dengan masyarakat daerah
mainland yang berada pada pusat pemerintahan di Pulau Batam
Kecamatan Galang yang posisi pusat pemerintahannya di Kelurahan
Sembulang adalah merupakan daerah pertengahan wilayah Kecamatan sehingga
mempunyai jarak yang kurang lebih sama jarak tempuhnya pada masing-masing
Kelurahan guna efektifitas dan efisiensi transportasi serta menjaga jangan sampai
ada sebagian masyarakat Kelurahan yang merasa terlalu jauh guna berurusan
administrasi. Pusat Pemerintahan Kecamatan Galang terletak ± 18 km dari jalan
arteri ke arah Timur, serta merupakan posisi yang strategis dalam rangka
pengembangan daerah.
Kecamatan Galang yang sebelumnya bergabung dengan pemerintah Kota
Batam terdiri dari sepuluh Desa antara lain Desa Pulau Abang, Desa karas, Desa
Sijantung, Desa Sembulang, Desa Rempang, Desa Pangkil, Desa Pengujan, Desa
Penaga, Desa Tembeling, Desa Bintan Buyu yang secara total luas wilayahnya
mencapai ± 1078,25 Km. Setelah bergabung dengan pemerintah Kota Batam
maka sebagian dari wilayah desa lama ada yang tetap bertahan pada induk
pemerintahan yang lama sehingga sampai dengan disetujuinya undang-undang
baru yang disahkan pada tanggal 04 Oktober 1999 maka daerah Kecamatan
Galang terdiri dari 7 Desa yang meliputi : Desa Pulau Abang, Desa Karas, Desa
Sijantung, Desa Sembulang, Desa Rempang Cate, Desa Subang Mas dan Desa
Galang Baru.
Dari 7 (tujuh) desa diatas bila kita lihat luas wilayahnya maka luas wilayah
desa yang baru bergabung dengan Pemerintah Kota Batam menjadi ± 312,5 Km2,
sedangkan pusat pemerintahan pada desa-desa yang baru bergabung masih tetap
pada posisi yang lama dan tidak mengalami perubahan letak pusat
pemerintahannya, dan bila dilihat lebih rinci pada pemerintahan yang lebih rendah
lagi maka dapat diketahui jumlah masing-masing RW dan RT, hingga sampai saat
ini jumlah RW berjumlah 29 dan RT berjumlah 75
Dari pengolahan Registrasi Penduduk Tahun 2004 yang dilaksanakan pada
bulan Januari sampai dengan Desember 2004 diperoleh informasi bahwa jumlah
penduduk Kecamatan Galang sebanyak 13.367 jiwa yang terdiri dari laki-laki
sebesar 6.287 jiwa dan perempuan 7.080 jiwa atau bila dihitung berdasarkan sex
ratio sebesar 88.80% sedangkan jumlah rumah tangga penduduk sebanyak 3.149
dan jika dihitung rata-rata penduduk per rumah tangga berjumlah 4.24 jiwa.
Dari jumlah penduduk sebanyak 13.367 jiwa tersebut dapat dilihat
penyebaran serta persentase pada masing-masing desa pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah penduduk dan penyebarannya pada masing-masing
Kelurahan Kecamatan Galang tahun 2004
No. Kelurahan Jumlah Jiwa %
1 Pulau Abang 2.957 22.12
2 Karas 4.075 30.48
3 Sijantung 1.512 11.31
4 Sembulang 1.587 12.07
5 Rempang Cate 1.777 13.29
6 Subang mas 653 4.89
7 Galang Baru 806 6.03
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

Penduduk Kecamatan Galang dengan jumlah sebesar 13.367 jiwa bila


dilihat persentase prediksi kelompok umur, maka bagian terbesar terdapat pada
kelompok umur 1-19 tahun (5.706 jiwa atau 42.69%) selanjutnya pada urutan
kedua ditempati pada kelompok umur 20-39 tahun (4.264 jiwa atau 31.90%)
berikutnya kelompok umur 40-59 tahun (2.358 jiwa atau 17.64%) sedangkan
terakhir adalah kelompok umur 60->75 tahun (1039 jiwa atau 7.77%).
Jika kita lihat persentase pada masing-masing kelompok umur maka dapat
dikategorikan bahwa secara grafis berbentuk kerucut yang berarti Kecamatan
Galang merupakan ciri-ciri suatu daerah berkembang seperti halnya negara kita
Indonesia (Gambar 6).

45

40

35
Jumlah 30
penduduk 25
(%)
20

15

10

0
1-19 20-39 40-59 60->75

Kelompok umur

Gambar 6. Jumlah penduduk (%) berdasarkan kelompok umur


Pada Tabel 4 dapat dilihat luas wilayah, penduduk dan kepadatan
penduduk per Kelurahan di Kecamatan Galang.

Tabel 4. Luas wilayah (km2), penduduk dan kepadatan penduduk per


Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004
No Kelurahan Luas Penduduk Kepadatan Penduduk
(km2) Per km2
1 Pulau Abang 52,7 2.957 56,11
2 Karas 70,7 4.075 57,64
3 Sijantung 38,8 1.512 38,97
4 Sembulang 59,9 1.587 26,49
5 Rempang Cate 68,8 1.777 25,83
6 Subang mas 17,4 653 37,53
7 Galang Baru 4,2 806 191,90
Kec. Galang 312,5 13.367 42,77
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

Sebagian besar penduduk di Kecamatan Galang menganut agama Islam


diikuti agama Budha, Khatolik, Protestan, Hindu, Konghucu serta aliran
kepercayaan. Komposisi penduduk menurut agama pada masing-masing
Kelurahan di Kecamatan Galang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah penduduk menurut agama dan kepercayaan per


Kelurahan di Kecamatan Galang tahun 2004
Agama
No. Kelurahan
Islam Khatolik Protestan Hindu Budha lainnya
1 Pulau Abang 2.733 35 6 0 183 0
2 Karas 3.795 115 11 7 112 35
3 Sijantung 1.211 99 54 3 142 3
4 Sembulang 1.160 227 14 0 186 0
5 Rempang Cate 1.625 29 16 0 107 0
6 Subang mas 578 3 0 0 72 0
7 Galang Baru 789 0 0 0 17 0
Kec. Galang 11.891 508 101 10 819 38
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005
Industri Kota yang merupakan primadona Kota Batam bagaikan magnet
yang menarik imigran dari berbagai wilayah Indonesia untuk mencoba mengadu
nasib dalam rangka meningkatkan kehidupan yang didaerahnya terasa sudah
sangat sulit untuk berkompetisi. Derasnya arus migrasi di Pulau Batam ternyata
membuat wilayah Kecamatan Galang juga diminati sebagai tempat mengadu
peruntungan (perubahan nasib) terlebih lagi akhir-akhir ini muncul isu bahwa
akan masuk investasi yang cukup besar di Kecamatan Galang. Terdapat ± 10
suku bangsa yang terdapat di Kecamatan Galang (Tabel 6) yang didominasi oleh
suku bangsa Melayu.

Tabel 6. Jumlah penduduk menurut suku bangsa di Kecamatan Galang


tahun 2004
Suku Bangsa
No. Kelurahan Mela- Ja- Mi- Ba- Flo- Ban- Bu- Sun- La-
yu wa nang tak res jar gis da in
1 Pulau Abang 2.476 62 8 29 109 12 18 22 221
2 Karas 3.246 111 100 24 102 10 9 17 455
3 Sijantung 800 169 22 22 180 4 17 9 222
4 Sembulang 926 134 27 51 180 26 17 30 196
5 Rempang 1.184 115 28 41 22 0 39 7 341
Cate
6 Subang mas 512 21 9 4 10 0 0 0 97
7 Galang Baru 500 170 4 9 30 7 13 1 72
Kec. Galang 9.644 772 198 180 603 59 190 86 1.604
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

Kota Batam merupakan salah satu daerah industri di wilayah Indonesia


dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Hal ini memberikan
indikasi bahwa Batam merupakan daerah potensial bagi investor untuk
menanamkan investasinya. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan yang cukup signifikan dalam segala segi menuntut daerah
penyangga (daerah hinterland) untuk ikut berperan dalam menyiapkan segala
fasilitas penunjang mulai dari kemampuan intelektual baik sosial budaya maupun
sosial kemasyarakatan. Sejalan dengan itu peran pendidikan di Kecamatan
Galang diharapkan dapat menjawab segala kesempatan yang terbuka luas untuk
masyarakat. Letak geografis Kecamatan Galang yang terletak cukup jauh dengan
pusat pemerintahan kota serta penduduknya yang tersebar pada pulau-pulau
tertentu merupakan tantangan tersendiri untuk memajukan sektor pendidikan di
Kecamatan Galang. Pada Tabel 7 dapat dilihat secara jelas data mengenai SD,
SLTP, SLTA yang terdapat di Kecamatan Galang.

Tabel 7. Jumlah TK, SD, SLTP dan SLTA di rinci menurut klasifikasinya
per Kelurahan tahun 2004
TK SD SLTP SLTA
No. Kelurahan
Ne- Swas- Ne- Swas- Ne- Swas- Ne- Swas-
gri ta gri ta gri ta gri ta
1 Pulau Abang - - 2 - 1 - - -
2 Karas - - 6 - 1 - 1 -
3 Sijantung - - 3 - - - - -
4 Sembulang - - 6 - 1 - - -
5 Rempang Cate - - 4 1 1 - - -
6 Subang mas - - 2 - - - - -
7 Galang Baru - - 4 - 1 - 1 -
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

Seiring dengan usaha meningkatkan mutu pendidikan di masyarakat perlu


juga diperhatikan tentang kesehatan masyarakat serta fasilitas penunjangnya.
Wilayah Kecamatan Galang yang masih banyak terdiri dari hutan merupakan
daerah yang sangat riskan terhadap perkembangan berbagai spesies nyamuk yang
dapat menggigit dan menularkan virus penyakit tertentu sehingga dapat
mengganggu kesehatan masyarakat sekitarnya, besarnya jumlah penderita
penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk sesuai dengan data yang didapat
merupakan angka yang paling besar diantara Kecamatan-kecamatan lain di Kota
Batam. Selain itu penyakit kulit juga merupakan jenis penyakit yang banyak
menjangkiti masyarakat di daerah ini, hal ini disebabkan karena kesadaran
masyarakat yang kurang mengenai arti kebersihan dan letak pusat-pusat
pengobatan yang cukup jauh sedangkan sarana transportasi kurang memadai.
Banyaknya jumlah fasilitas kesehatan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan di
Kecamatan Galang tahun 2004
RS Puskesmas Balai
No. Kelurahan RS Puskesmas
Bersalin Pembantu Keliling Pengobatan
1 Pulau Abang - - - 1 1 -
2 Karas - - - 1 1 -
3 Sijantung - - - 1 - -
4 Sembulang - - 1 - 3 -
5 Rempang Cate - - - 1 - -
6 Subang mas - - - - - -
7 Galang Baru - - - 1 - -
Kec. Galang - - 1 6 5 -
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

Kecamatan Galang yang terletak di daerah hinterland dan jauh dari pusat
pemerintahan Kota Batam mempunyai daerah yang cukup luas dan masih banyak
lahan kosong yang belum dimanfaatkan dengan optimal, dengan demikian potensi
pertanian dan pariwisata sangat memungkinkan untuk dikembangkan. Kecamatan
Galang selain memiliki lahan yang subur untuk pertanian juga memiliki daerah
pantai berpasir putih yang dapat dikembangkan untuk pariwisata.
Potensi alam yang cukup banyak dan luas wilayah yang belum
dimanfaatkan membuat Kecamatan Galang cocok dikembangkan menjadi
kawasan industri yang berbasis pertanian (Tabel 9.). Melihat potensi yang
dimiliki maka pemerintah mempunyai rencana kedepan untuk membangun
industri pertanian, hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Batam No. 2
Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam pada pasal 41 dan
42.
Tabel 9. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di Kecamatan
Galang tahun 2004
No. Kelurahan Pemukiman Sawah Tegalan Perkebunan Hutan
1 Pulau Abang 13.37 - 22.30 20.50 8.02
2 Karas 14.50 - 25.70 28.50 14.50
3 Sijantung 6.50 - 25.00 48.00 517.00
4 Sembulang 5.13 - 8.85 7.96 3.18
5 Rempang Cate 5.91 - 9.80 8.90 17.80
6 Subang mas 2.80 - 4.80 4.30 8.70
7 Galang Baru 0.25 - 0.41 0.37 0.97
Kec. Galang - 96.86 118.53 210.17
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

Pada Tabel 10 dapat dilihat luas lahan/tanah yang memiliki kriteria subur,
yang memungkinkan masyarakat untuk bercocok tanam dan bermata pencaharian
sebagai petani.

Tabel 10. Penggunaan luas lahan di rinci menurut penggunaan di


Kecamatan Galang tahun 2004
Tanah/Lahan
No. Kelurahan Sangat Subur Subur Sedang Kritis
1 Pulau Abang - 30.60 18.71 12.15
2 Karas - 70.77 130.70 -
3 Sijantung - - 58.00 -
4 Sembulang - 10.12 13.42 -
5 Rempang Cate - 12.23 12.71 -
6 Subang mas - 4.92 9.56 -
7 Galang Baru - 4.92 1.46 -
Kec. Galang - 108.27 212.62 8.02
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

Selain bermata pencaharian sebagai petani masyarakat Kecamatan Galang


juga berprofesi sebagai nelayan. Dengan daratan yang yang cukup luas dan subur
memungkinkan masyarakat untuk bercocok tanam. Sedangkan dengan potensi
wilayah yang dikelilingi oleh lautan yang luas, Kecamatan Galang memiliki
potensi perikanan yang besar (Tabel 11).
Tabel 11. Jumlah hasil tangkapan ikan laut di rinci per kelurahan di
Kecamatan Galang tahun 2004
No. Kelurahan Hasil Tangkapan
1 Pulau Abang 862.25
2 Karas 1.725.49
3 Sijantung 729.55
4 Sembulang 431.15
5 Rempang Cate 652.20
6 Subang mas 20.25
7 Galang Baru 29.07
Kec. Galang 4.449.96
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

4.2. Potensi Sumberdaya Alam Kecamatan Galang


Kecamatan Galang memiliki potensi sumberdaya alam yang besar baik
dalam jumlah sebenarnya maupun keragaman jenisnya. Potensi sumberdaya yang
dimaksud adalah hutan mangrove (Tabel 12), terumbu karang, pasir putih, pantai
yang luas dan beserta biota lainnya yang terkandung didalamnya.
Potensi sumberdaya alam ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk
kegiatan pariwisata sehingga selain dapat membuka kesempatan kerja bagi
masyarakat setempat juga dapat dapat membuka keterisolasian daerah Kecamatan
Galang pada dunia luar, yang pada akhirnya akan dapat menghidupkan roda
perekonomian daerah Kecamatan Galang.
Tabel 12. Luas hutan bakau di rinci menurut Kelurahan di Kecamatan
Galang tahun 2004
No. Kelurahan Hutan Bakau
1 Pulau Abang 6.11
2 Karas -
3 Sijantung 21.00
4 Sembulang 6.32
5 Rempang Cate -
6 Subang mas -
7 Galang Baru 0.99
Kec. Galang 34.42
Sumber : Kecamatan Galang dalam Angka 2005

Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa Kecamatan Galang memiliki hutan


mangrove dengan luas 34.42 ha. Hutan mangrove di Kelurahan Sembulang
didominasi oleh Rhizopora apiculata, yang juga hampir mendominasi di semua
Kelurahan selain di Kelurahan Sembulang.
Potensi Terumbu Karang di Kecamatan Galang sebagian besar terdapat di
Kelurahan Pulau Abang. Terumbu Karang di Pulau Rempang dan Galang tidak
terlalu diperhatikan karena dari segi kuantitas dan kualitas jauh lebih bagus yang
terdapat di Kelurahan Pulau Abang.
Kondisi secara umum komunitas terumbu karang yang terdapat di
Kelurahan Abang berdasarkan substrat terdiri dari kategori pasir (sand), patahan
karang (rubble), karang mati yang ditumbuhi alga (DCA), karang mati (DC) dan
karang hidup (LC).
Pada kategori substrat yang paling dominan muncul adalah substrat
kategori karang mati yang ditumbuhi alga (DCA) dan karang hidup (LC). Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa sebelumnya Kecamatan Galang merupakan
perairan yang berterumbu karang tetapi sekarang telah banyak rusak dan mati
sehingga ditumbuhi dengan alga (ganggang laut) (Coremap, 2001).
Biota lain yang cukup banyak ditemukan di Kecamatan Galang adalah
Anemon, Hydroid, Crinoid, Tridacna gigas, Tridacna crocea, Trochus, Oyster,
Urchin, dan Strobus (Coremap, 2001).
Selain hutan mangrove dan terumbu karang, pantai-pantai yang luas
dengan pasir putih yang terdapat di Kecamatan Galang merupakan salah satu
potensi yang juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, seperti misalnya
Pantai Melayu, Pantai Mawar, Pantai Melur, wilayah pantai di Desa Sembulang.
Selain itu di Pulau Galang Kecamatan Galang terdapat lokasi yang dikembangkan
sebagai wisata sejarah dan budaya seperti peninggalan pengungsi Vietnam (camp
Vietnam) atau disebut Sinam. Dengan demikian wisatawan yang berkunjung ke
Kecamatan Galang khususnya di Pulau Rempang dan Galang tidak hanya
menikmati kehidupan pesisir dengan laut yang indah tetapi juga dapat melakukan
wisata sejarah, budaya dan spiritual.

4.3. Potensi Wisata Pulau Rempang dan Galang


Sesuai dengan tujuan penelitian yang dituliskan sebelumnya, yaitu
mengkaji potensi wisata Pulau Rempang dan Galang serta menentukan kesesuaian
kawasan bagi pengembangan ekowisata, maka pada bagian ini akan dituliskan
potensi wisata sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan Galang berdasarkan hasil
penelitian didukung dengan data primer yang diambil dilapangan, data sekunder
dari berbagai pustaka serta dari hasil analisis Citra Landsat TM-7 yang diambil
pada tahun 2005.
Potensi wisata sumberdaya pesisir yang terdapat di Kecamatan Galang
khususnya di Pulau Rempang dan Galang yang termasuk dalam penelitian ini
meliputi : Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang yang
terdapat di Pulau Rempang, Pantai Melur dan potensi sejarah/budaya/spiritual
yaitu Kamp Pengungsian Vietnam yang berhadapan langsung dengan Pantai
Melur yang berada di Pulau Galang (lampiran 1).
00°51’22.4” & 104°08’56.5”

00°50’50.7” & 104°08’57.1”

00°50’22.3” & 104°15’26.7”

Gambar 7. Potensi sumberdaya alam Pulau Rempang

00°46’06.9” & 104°11’24.6”

00°45’21.5” & 104°11’09.8”

Gambar 8. Potensi sumberdaya alam Pulau Galang


390000 400000 410000 420000 430000
PETA SUMBER DAYA ALAM
PULAU REMPANG DAN GALANG

110000
110000

PROPINSI KEPRI

Kab. KEPRI Legenda :


# Lokasi Penelitian
Jalan Utama
Batas Kelurahan
Batas Kabupaten
Terumbu Karang

100000
100000

Pantai Berpasir
Pasir
Daratan
Mangrove
Laut

# Pantai Melayu
# Desa Sembulang
Pantai Mawar #
100°00' 106°00' 112°00'
90000

90000
Lokasi Penelitian

4°00'

4°00'
2°00'

2°00'
#
Camp Pengungsian
un

Pantai Melur
rim

#
Ka

100°00' 106°00' 112°00'


b.
Ka
80000

80000
Theresia Rachmalia G
P052040351
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkunagan
2006

8 0 8 16 Km

Sumber Data :
1. BAPPEDA of Batam City
2. LANDSAT UTM+ 2005
390000 400000 410000 420000 430000 3. Survey 2006

Gambar 9. Potensi sumberdaya pesisir Pulau Rempang dan Galang


3.1. Pulau Rempang
Pulau Rempang merupakan salah satu dari sekian banyak pulau yang
terdapat di Kota Batam, Kepulauan Riau dan terletak sekitar 2.5 km disebelah
Tenggara Kota Batam dengan luas wilayah 16.583 ha. Dahulu Pulau Rempang
ditetapkan sebagai hutan wisata buru dengan luas 6.000 ha dan tempat usaha
tambak udang seluas 5.000 ha, namun hingga saat ini pelaksanaan dan kegiatan
yang terdapat di Pulau Rempang tidak mencerminkan hal tersebut.
Saat ini Pulau Rempang merupakan bagian dari wilayah BARELANG
yang saat ini dalam proses pengembangan sebagai daerah industri yang kompetitif
di Asia Pasifik, dengan dukungan sektor perdagangan, alih kapal, dan pariwisata.
Pengembangan Pulau Rempang sebagai salah satu daerah wisata sangat
potensial, hal ini disebabkan karena Pulau Rempang memiliki potensi yang cukup
besar seperti pemandangan yang masih alami meliputi hutan, perbukitan, karang,
mangrove dan pantai pasir putih yang landai. Berdasarkan Citra Landsat TM-7
tahun 2005 Pulau Rempang memiliki luasan karang sebesar 1179 ha dan
mangrove sebesar 13212 ha. Beberapa potensi wisata yang terdapat di Pulau
Rempang yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah : Pantai Melayu, Pantai
Mawar dan Desa Sembulang .

A. Pantai Melayu dan Mawar


Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa Pantai Melayu dan Mawar terdapat di
Kecamatan Galang, tepatnya di Pulau Rempang sekitar 30 km sebelah Tenggara
Kota Batam. Pantai Melayu dan Mawar terletak saling bersebelahan satu sama
lain, hanya pengelolaannya saja yang berbeda. Pantai Melayu dan Mawar dapat
ditempuh kurang lebih 45 menit dengan trasportasi darat melewati jembatan 1
sampai jembatan 5 yang sangat terkenal di Kota Batam. Berdasarkan hasil
analisis Citra Landsat TM-7 Tahun 2005 Pantai Melayu memiliki panjang pantai
± 3,6 km2 dengan luas ± 56,5 ha sedangkan Pantai Mawar memiliki panjang
Pantai ± 2,1 km2 dengan luas ± 16,7 ha.
Kondisi pantai baik Pantai Melayu maupun Mawar sangat potensial untuk
dikembangkan menjadi salah satu obyek wisata Kota batam, hal ini disebabkan
karena baik Pantai Melayu maupun Mawar memiliki keindahan yang dapat
mengundang wisatawan lokal maupun mancanegara untuk tertarik berkunjung
seperti : pasir putih yang halus, ombak yang tenang untuk berenang, dan view
yang indah menuju lautan yang luas.

Gambar 10. Pantai Melayu

Gambar 11. Pantai Mawar


B. Wilayah Pesisir Desa Sembulang
Desa Sembulang merupakan salah satu desa yang indah yang terdapat di
Kota Batam, tepatnya di Kecamatan Galang Kelurahan Sembulang Pulau
Rempang. Dengan luas wilayah sekitar 875 ha dan dengan kepadatan sekitar 26.5
km2 Desa Sembulang Kelurahan Sembulang ditetapkan sebagai ibukota
Kecamatan Galang. Selain sebagai pusat pemerintahan Kecamatan Galang, Desa
Sembulang juga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai obyek wisata. Hal
ini disebabkan karena Desa Sembulang merupakan wilayah pesisir yang memiliki
pantai yang indah dengan pasir putihnya, pantai yang luas untuk berenang dan
berjemur, selain itu Desa Sembulang juga memiliki vegetasi hutan mangrove yang
cukup luas sekitar 6.32 ha yang didominasi oleh jenis Rhizopora apiculata.
Namun sayang hingga saat ini hanya segelintir orang saja yang baru mengetahui
keberadaan Desa Sembulang sebagai obyek wisata diluar masyarakat sekitar
Pulau Rempang. Hal ini disebabkan karena fasilitas, sarana dan prasarana
penunjang serta informasi keluar kurang dipublikasikan oleh masyarakat sekitar di
Kelurahan Sembulang.

Gambar 12. Desa Sembulang


4.3.2. Pulau Galang
Pulau Galang juga merupakan salah satu bagian dari sekian banyak
pulau di Kota Batam, Kepulauan Riau yang terletak sekitar 350 m disebelah
Tenggara Pulau Rempang dengan luas 8.000 ha. Sebagai bagian dari wilayah
BALERANG yang menitikberatkan pembangunan pada sektor pariwisata maka
dalam rangka mengoptimalkan potensi Pulau Galang, Otorita Batam pada tahun
2002 telah membuat perencanaan kawasan Pulau Galang sebagai kawasan
pariwisata terpadu (Galang island park) yang menyediakan obyek dan atraksi
seperti : Vietnam Refugee Memorial Park and Refugee Village, Galang Safari
Park, Galang Bio Centre, Galang Family Park, Galang Aquatic Culture Centre
dan Galang Beach Resort. Namun hingga saat ini rencana tersebut belum
terlaksana, hal ini disebabkan karena hambatan dan kendala berupa dana yang
dibutuhkan sangat besar. Selain itu pengembangan Pulau Galang sebagai salah
satu daerah wisata sangat potensial, hal ini disebabkan karena Pulau Galang
memiliki potensi yang cukup besar seperti pemandangan yang masih alami
meliputi hutan, perbukitan, karang, mangrove dan pantai pasir putih yang landai.
Berdasarkan Citra Landsat TM-7 tahun 2005 Pulau Galang memiliki luasan
karang sebesar 1313 ha dan mangrove sebesar 5146 ha. Beberapa potensi wisata
yang terdapat di Pulau Galang meliputi : Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai
Melur

A. Kamp Pengungsian Vietnam (Sinam)


Salah satu obyek wisata di Kota Batam yang hingga saat ini belum
tersentuh menjadi pilihan bagi wisatawan adalah kawasan eks Kamp Pengungsian
Vietnam (Sinam). Sinam terletak di Desa Sijantung Kecamatan Galang Pulau
Galang, sekitar 50 km Selatan Kota Batam. Obyek wisata ini belum dieksplorasi
dan dieksploitasi secara profesional, meskipun rencana dan arah pengembangan
sudah ada sejak dahulu sesuai dengan Perda Kota Batam No. 2 Tahun 2004
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014 pasal 21 dan
39.
Dilihat dari potensinya eks Kamp Sinam ini memiliki daya tarik dan nilai
jual secara internasional. Hal ini disebabkan Pulau Galang dikenal secara luas
bukan hanya di dalam negeri saja, tetapi oleh dunia internasional. Melalui badan
internasional, United Nation High Commission for Refugees (UNHCR), Pulau
Galang pernah dijadikan sebagai tempat penampungan pengungsi Vietnam sejak
tahun 1979 sampai 1996.
Eks Kamp Pengungsian Sinam menyisakan benda-benda peninggalan
yang masih bisa dilihat dan ditelusuri meskipun sebagian bentuk asli
peninggalannya sudah mulai ada yang punah karena lapuk dan ditumbuhi semak
belukar, seperti misalnya barak-barak tempat tinggal pengungsi, gereja, pagoda
atau vihara, rumah sakit, kuburan massal, bekas perahu-perahu kayu yang
digunakan pengungsi menuju Pulau Galang, lokasi tempat bermain (youth centre),
kantor UNHCR, penjara dan lahan eks pertanian yang dijadikan tempat bercocok
tanam sayuran seperti jahe, sawi, kangkung, dan wortel.
Ada dua daya tarik yang dapat dijual kepada wisatawan, yaitu wisata
sejarah tragedi kemanusiaan dan wisata spiritual dengan mengunjungi rumah-
rumah ibadat, seperti vihara atau pagoda dan gereja. Selain itu untuk melihat dari
satu obyek menuju obyek lain, pengunjung tidak akan mengalami rasa cepat lelah
atau bosan. Hal ini disebabkaan karena kawasan Sinam memiliki udara yang
sejuk dan segar karena dikelilingi pepohonan yang hijau dan lebat serta kondisi
jalan yang berkelok naik dan turun. Wisatawan akan merasa seperti berada di
dalam sebuah perkampungan tradisional yang terhindar dari hiruk pikuknya
kebisingan kehidupan modern.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa kamp Sinam selain dikunjungi oleh
wisatawan lokal seperti dari Kota Batam, Tanjung Pinang, Tanjung Balai
Karimun dan Pekan Baru juga dikunjungi oleh wisatawan mancanegara seperti
dari Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Gambar 13. Pagoda yang terdapat di Kamp Sinam

Gambar 14. Gereja yang terdapat di Kamp Sinam


Gambar 15. Perahu yang membawa pengungsi menuju Pulau Galang

Gambar 16. Kuburan massal pengungsi Vietnam


Gambar 17. Potret pengungsi Vietnam
Gambar 18. Denah Kamp Sinam
Keterangan :
1 Pelabuhan Karyapura 19 Kantor Polisi
2 Rumah makan seafood 20 Barak pengungsi
3 Tempat berkumpul 21 Youth center
4 Gereja Khatolik Hati Kudus 22 Pagoda Chua Ky Vien
5 Gerbang masuk 23 Gereja Khatolik Nha To Duc Me Vo
6 Rumah pekerja 24 Pohon Body
7 Pagoda Quan Am Tu 25 Gudang
8 Gerbang lama 26 Museum pengungsi
9 Tempat istirahat 27 Poliklinik
10 Tempat berkemah 28 Lapangan dan lahan pertanian
11 Portal 2 29 Sekolah
12 Gereja Khatolik Ta On Duc Me 30 Workshop
13 Patung kemanusiaan 31 Rumah pengungsi
14 Prasasti pengungsi 32 Ruang rapat
15 Portal 3 33 Pagoda Cao dai
16 Gereja Tinh Lanch 34 Pagoda Chua Kim Quant
17 Kapal pengungsi 35 Tempat pengolah air bersih
18 Tempat informasi 36 Ruang berdoa Kuan Im

B. Pantai Melur
Salah satu obyek wisata yang dapat dijual kepada wisatawan baik lokal
maupun mancanegara sebagai tempat kunjungan wisata di Kota Batam adalah
Pantai Melur. Pantai Melur terletak di Kota Batam Kecamatan Galang Pulau
Galang, sekitar 45 Km Selatan Batam. Dengan panjang pantai 5,5 Km2 Pantai
Melur memiliki berbagai macam potensi wisata yang dapat dijual kepada
wisatawan, seperti keindahan alam pantai dengan pasir putihnya yang bersih,
kejernihan airnya dengan deburan ombak yang dapat dinikmati untuk mandi dan
berenang, berjemur di tengah terik matahari, menikmati hembusan angin semilir
yang bertiup sepoi-sepoi ketika berteduh dibawah pohon-pohon yang rindang.
Kekuatan daya tarik lain yang dimiliki oleh Pantai Melur adalah lokasi Pantai
Melur yang berdekatan dengan obyek wisata eks Kamp Pengungsian Sinam, yang
hanya berjarak sekitar tiga kilometer.

Gambar 19. Pantai Melur

4.4. Kesesuaian Kawasan untuk Ekowisata


Pulau Rempang dan Galang diarahkan pengelolaannya dengan konsep
ekowisata bukan dengan mass tourism agar dapat menjamin keberlangsungan
sektor pariwisata itu sendiri dimasa yang akan datang. Pada Tabel 13 dapat
dilihat perbedaan antara mass tourism dengan ecotourism.
Tabel 13. Perbedaan ecotourism dan mass tourism
No Ecotourism Mass tourism
1 Mempertahankan keaslian, Merubah keaslian, keutuhan serta
keutuhan, serta kelestarian alam kelestarian alam dan lingkungan.
dan lingkungan
2 Pembatasan jumlah wisatawan Tidak ada pembatasan jumlah
wisatawan
3 Orientasi pada bidang konservasi Orientasi pada bidang ekonomi
4 Edukasi untuk berperan serta Kegiatan satu arah, tanpa mengajak
wisatawan berperan serta
5 Melibatkan masyarakat setempat Masyarakat setempat tidak
dilibatkan

Penentuan kelas kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang


untuk pengembangan ekowisata dilakukan berdasarkan analisis daerah operasi
obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA). Analisis daerah operasi
obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) dilakukan dengan
menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan.
Berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam
(ADO-ODTWA) tersebut diatas maka dari Tabel 14 dapat dilihat kesesuaian
kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang.

Tabel 14. Hasil perhitungan kelas kesesuaian untuk pengembangan


ekowisata
No. Lokasi Total Skor Kategori
1 Pantai Melayu 5875 Baik
2 Pantai Mawar 5875 Baik
3 Wilayah Pesisir Desa Sembulang 6415 Baik
4 Kamp Sinam 5695 Baik
5 Pantai Melur 5875 Baik

Besarnya hasil penilaian kesesuaian kawasan pesisir Pulau Rempang dan


Galang merupakan jumlah nilai dari unsur-unsur ekowisata, meliputi : daya tarik,
potensi pasar, kadar hubungan/aksesibilitas, kondisi lingkungan sosial ekonomi
dengan jarak radius 1 km dari batas kawasan intensive use atau jarak terdekat,
pelayanan masyarakat, kondisi iklim, akomodasi, prasarana dan sarana penunjang
dengan radius 20 km dari obyek, tersedianya air bersih, hubungan obyek dengan
obyek wisata lain, dan keamanan (lampiran 2).
Unsur daya tarik meliputi obyek wisata alam yang berbentuk darat dan
obyek wisata alam yang berbentuk kawasan perairan (laut, pantai, danau, gua).
Dari Tabel 14 dapat disimpulkan bahwa kawasan pesisir Pulau Rempang
dan Galang memiliki potensi obyek wisata yang baik untuk dikembangkan
menjadi daerah ekowisata.
Dari rata-rata skor yang ada terlihat bahwa wilayah pesisir Desa
Sembulang memiliki skor yang paling tinggi, yaitu sekitar 6415. Hal ini
disebabkan karena penilaian daya tarik wilayah pesisir Desa Sembulang
disesuaikan dengan potensi wilayah pesisir Desa Sembulang yang meliputi unsur
pantai, laut dan daratan. Wilayah pesisir Desa Sembulang memiliki potensi yang
lengkap bila rencana pengembangannya diarahkan menjadi ekowisata, hal ini
disebabkan karena selain memiliki ekosistem yamg masih asli yang dapat
dimanfaatkan, Desa Sembulang juga merupakan Ibukota Kecamatan Galang dan
merupakan pusat dari keberadaan masyarakat Pulau Galang dan Rempang. Oleh
karena itu masyarakat dilihat dari budayanya, cara hidupnya dan struktur
sosialnya dapat dijadikan sebagai daya tarik tersendiri dengan tujuan untuk
melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Pantai Melayu, Mawar dan Melur mendapat skor sebesar 5875. Pantai
Melayu, Mawar dan Melur merupakan obyek wisata yang berbentuk perairan
dengan perpaduan atau kombinasi dari laut dan pantai, sehingga penilaian untuk
daya tarik pada analisis ADO-ODTWA menggunakan kombinasi pantai dan laut.
Di wilayah pantai dapat dilakukan berbagai kegiatan wisata bahari, baik pada
bentang laut maupun pada bentang darat pantai. Pada bentang laut dapat
dilakukan kegiatan wisata seperti berenang, memancing, bersampan, menyelam,
snorkling. Pada bentang darat pantai dapat dilakukan kegiatan rekreasi berupa
olah raga susur pantai, walking, running, bola voli pantai, bersepeda pantai,
berkemah, berjemur dan bermain layang-layang. Namun dalam perencanaan dan
pengembangan ekowisata ada faktor-faktor alam yang perlu dipertimbangkan,
seperti angin, gelombang laut, arus laut, pasang surut, bentuk pantai, butir pasir,
biota pantai dan bahaya tsunami. Pembahasan mengenai faktor-faktor tersebut
diatas akan dibahas berdasarkan analisis daerah operasi obyek dan daya tarik
wisata alam (ADO-ODTWA).
Nilai terendah terdapat pada obyek wisata Kamp Pengungsian Sinam
sebesar 5695. Kamp pengungsian Sinam merupakan obyek wisata berbentuk
darat sehingga penilaian untuk daya tarik dilakukan dengan penilaian berbentuk
daratan. Mendapat nilai terendah bukan berarti obyek wisata Kamp Sinam
merupakan obyek wisata terburuk diantara kelima obyek wisata yang terdapat di
Pulau Rempang dan Galang. Pada dasarnya kelima obyek wisata ini baik untuk
dikembangkan menjadi obyek wisata yang berwawasan lingkungan di Pulau
Rempang dan Galang, justru prioritas utama pengembangan kegiatan ekowisata di
kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang adalah Kamp Pengungsian Sinam
yang sampai saat ini belum dioptimalkan pengelolaannya namun memiliki daya
tarik yang sangat besar, nilai sejarah dan budaya yang sangat berharga untuk
Indonesia dan Kota Batam khususnya.

4.4.1. Daya Tarik


Daya tarik wisata alam menurut kriteria standar ADO-ODTWA adalah
segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Dalam hal ini adalah segala sesuatu
yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi obyek wisata dalam pengembangan
ekowisata Pulau Rempang dan Galang. Potensi daya tarik yang ada di Pulau
Rempang dan Galang meliputi : Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir
Desa Sembulang, Pantai Melur dan Kamp Pengungsian Sinam.

Tabel 15. Penilaian unsur daya tarik Desa Sembulang (Bobot : 6)


Keindahan Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Pandangan Lepas dalam obyek
b. Variasi Pandangan Dalam
30 25 20 15 10
1 Obyek
c. Keserasian Panorama Laut
d. Pandangan Ke Arah Laut Indah
e. Ada Keunikan
Tidak/
Pasir
Pasir Pasir Pasir Sedikit
Berlump
2 Pasir Putih Coklat Merah Berpasi
ur
r
30 25 20 15 10
Lanjutan Tabel 15
Keunikan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Flora
b. Fauna 30 25 20 15 10
3
c. Sumber Air Tawar
d. Pasir Putih
e. Lautan Luas
Banyaknya Potensi Sumberdaya
Alam yang Menonjol Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Flora
4 b. Fauna 30 25 20 15 10
c. Gejala Alam
d. Batuan
e. Lautan yang Luas
Keutuhan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Flora
b. Fauna 30 25 20 15 10
5
c. Batuan
d. Ekosistem
e. Lautan yang Luas
126-
> 150 76-125 50-75 < 50
6 Lebar Pantai 150
30 25 20 15 10
Kepekaan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Batuan
b. Flora 30 25 20 15 10
7
c. Fauna
d. Erosi
e. Ekosistem
Ada 6- Ada 4-
Jenis Kegiatan Wisata Alam
Lebih 7 7 5 Ada 2-3 Ada 1
a. Berenang
b. Berjemur 30 25 20 15 10
c. Menikmati Pemandangan
8 d. Memancing
e. Camping
f. Penelitian
g. Pendidikan
h. Religius
i. Bersampan
Kebersihan Udara dan Lokasi Tidak Ada 1- Ada 3-
Bersih Tidak Ada Pengaruh Dari : Ada 2 4 Ada 5-6 Ada 7
a. Alam
b. Industri 30 25 20 15 10
9 c. Jalan Ramai Motor/Mobil
d. Sampah
e. Binatang
f. Vandalisme
g. Pemukiman Penduduk
Lanjutan Tabel 15
Kerawanan Kawasan : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Perambahan
b. Kebakaran 30 25 20 15 10
10 c. Gangguan terhadapa Flora dan
Fauna
d. Masuknya Flora dan Fauna
e. Perampokan
Keutuhan Potensi (%) : 80-100 60-79 40-59 30-35 < 30
a. Karang
b. Mangrove 30 25 20 15 10
11
c. Peninggalan Sejarah
d. Ketersediaan Air Tawar
e. Pasir Putih
Situasi Pandangan dan
Kenyamanan Pantai : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
12 a. Pandangan Indah
b. Pasir Putih 30 25 20 15 10
c. Bersih
d. Rindang
e. Tidak ada gangguan

Berdasarkan Tabel 15 diatas Desa Sembulang memiliki keindahan alam


berupa pandangan yang lepas dalam obyek dan sangat variatif namun tetap serasi
dengan panorama laut sehingga membuat pandangan ke arah laut indah. Selain
itu Desa Sembulang juga memiliki keunikan tersendiri yaitu lautannya yang luas
sehingga apabila kita berada di Desa Sembulang pada pukul 09.00 WIB atau
15.00 WIB kita dapat melihat lalu lalang kapal laut Kelud atau sejenisnya yang
membawa penumpang antara Jakarta menuju Batam dan Medan dan sebaliknya.
Hal ini menimbulkan daya tarik tersendiri karena jarang sekali kita mendapat
suasana seperti itu kecuali kita harus pergi terlebih dahulu ke sebuah pelabuhan.
Untuk potensi dan keutuhan sumberdaya alam yang terdapat di Desa
Sembulang sudah sangat jelas sekali yaitu berupa flora (mangrove), fauna (ikan
karang, monyet, biawak), gejala alam (ketersediaan air tawar), batuan, pasir putih
dan lautan yang luas. Hal ini membuat Desa Sembulang sangat berpotensi untuk
dikembangkan dan diarahkan menjadi obyek wisata andalan Kota Batam
khususnya di Kecamatan Galang Kelurahan Sembulang. Faktor lain yang juga
mendukung adalah kebersihan udara dan lokasi yang bersih yang tidak ada
pengaruh dari alam, industri, jalan ramai karena mobil/motor, sampah, binatang,
vandalisme kecuali pemukiman penduduk yang memiliki lokasi sendiri di Desa
Sembulang. Kerawanan kawasan dari perambahan, kebakaran, perampokan,
gangguan terhadap flora dan fauna serta masuknya flora dan fauna tidak perlu
ditakuti, karena sejauh ini kawasan Desa Sembulang merupakan kawasan yang
aman. Hal ini juga didukung oleh keberadaan beberapa petugas koramil yang
tinggal di Desa sembulang. Untuk Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu,
Mawar dan Melur dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Penilaian unsur daya tarik Pantai Melayu, Mawar dan Melur
(Bobot : 6)
Keindahan Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Keindahan Pantai
b. Keserasian Pandangan Pantai
30 25 20 15 10
dan sekitarnya
1
c. Air Laut Jernih dan Bersih
d. Pandangan Ke Arah Laut
Indah
e. Keserasian Panorama Laut
Pasir Tidak/
Pasir Pasir Pasir
Ber- Sedikit
2 Pasir Putih Coklat Merah
lumpur Berpasir
30 25 20 15 10
Variasi Kegiatan Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Berenang
b. Berjemur 30 25 20 15 10
3 c. Menikmati Pemandangan
d. Bersampan
e. Olahraga
f. Memancing
Kebersihan Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Tidak ada pengaruh
pelabuhan
b. Tidak ada pengaruh
pemukiman 30 25 20 15 10
4 c. Tidak ada tempat pelelangan
ikan
d. Tidak ada pengaruh musim
e. Tidak ada pengaruh sungai
f. Tidak ada sumber pencemaran
lain
Keselamatan/Keamanan Pantai : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Tidak ada arus balik
berbahaya
b. Tidak ada kecuraman dasar 30 25 20 15 10
5 c. Bebas gangguan binatang
berbahaya
d. Tidak ada kepercayaan yang
mengganggu
e. Tidak ada Bahaya Tsunami
Lanjutan Tabel 16
> 150 126-150 76-125 50-75 < 50
6 Lebar Pantai
30 25 20 15 10

Situasi Pandangan dan


7 Kenyamanan Pantai : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Pandangan Indah
b. Pasir Putih 30 25 20 15 10
c. Bersih
d. Rindang
e. Tidak ada gangguan
Keutuhan Potensi (%) : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Karang
b. Mangrove 30 25 20 15 10
8
c. Peninggalan Sejarah
d. Pasir Putih
e. Ketersediaan Air Tawar
Kejernihan Air Tampak Sampai 15,0- 12,4-
9,9-7,5 7,4-5,0 4,9-2,5
Kedalaman (m) : 12,5 10,0
a. 15,0-12,5
9 b. 12,4-10,0 30 25 20 15 10
c. 9,9-7,5
d. 7,4-5,0
e. 4,9-2,5

Pantai Melayu, Mawar dan Melur merupakan obyek wisata pantai yang
banyak dikunjungi oleh wisatawan dikarenakan memiliki keindahan pantai yang
serasi dengan lingkungan sekitarnya, selain itu baik Pantai Melayu, Mawar dan
Melur juga memiliki air laut yang bersih dan jernih, pasir putih sehingga para
wisatawan merasa nyaman berenang, berjemur, olahraga dan bahkan bersampan
ke tengah lautan.
Kebersihan yang terdapat di ketiga pantai tersebut disebabkan karena tidak
adanya pengaruh pelabuhan, pemukiman, tempat pelelangan ikan, musim, sungai
dan tidak ada sumber pencemaran lain. Sejauh ini kondisi di ketiga pantai ini
masih aman dan baik, karena tempat pelelangan ikan yang secara resmi belum
ada, yang ada hanya tempat penjualan ikan yang terletak di Kelurahan sembulang
dalam bentuk kios. Pemukiman penduduk memiliki lokasi sendiri yang terdapat
di Desa Sijantung dan Desa Sembulang.
Keamanan dan keselamatan pantai dapat dikatakan aman karena tidak ada
arus balik berbahaya, tidak ada kecuraman dasar, bebas gangguan binatang
berbahaya dan tidak ada bahaya tsunami. Pantai-pantai yang potensial terlanda
tsunami antara lain di pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Biak dan Maluku. Bahaya tsunami menurut Davis (1996) merupakan
gelombang laut dengan periode yang sangat panjang dan dengan kecepatan tinggi,
yang ditimbulkan oleh adanya gangguan dasar secara mendadak, seperti
pergeseran lempeng, peletusan gunung api bawah laut, atau pelongsoran tebing
dasar laut. Namun bagaimanapun wilayah Indonesia memiliki potensi bahaya
tsunami karena wilayah Indonesia merupakan pertemuan tubrukan lempeng
tektonik, sehingga di dasar laut Indonesia banyak dijumpai pusat gempa. Oleh
karena itu kita tetap harus waspada.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu penghuni di Pantai Mawar
yang bernama Pak Hitam bahwa selama ini kawasan pantai aman dan jauh dari
gangguan-gangguan baik itu manusia ataupun makhluk lain. Namun ada
beberapa yang harus di hindari yaitu bila berada di Pantai Mawar pengunjung
tidak boleh bersiul, hal ini akan menimbulkan angin kencang. Untuk di Pantai
Melur juga ada beberapa yang harus dihindari, yaitu bila berada di pantai tidak
boleh minum minuman keras hingga mabuk, tidak boleh berduaan melakukan
tindakan susila karena hal ini juga akan menimbulkan angin ribut dan ombak
tinggi. Hal ini boleh dipercaya atau tidak, tetapi sejauh ini larangan tersebut
membuat kawasan pantai aman dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
Untuk keutuhan potensi yang terdapat di ketiga pantai tersebut dapat
dikatakan semua potensi yang ada seperti hutan bakau, karang, pasir putih,
ketersediaan air tawar dalam keadaan baik. Khususnya di Pantai Mawar terdapat
sumber mata air yang berasal dari bukit yang airnya mengalir terus sepanjang
tahun dengan sangat deras. Ketersediaan air bersih ini sangat menunjang sekali
untuk kegiatan ekowisata yang berlangsung di Pantai Mawar dan sekitarnya.
Untuk penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian Vietnam dapat
dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Penilaian unsur daya tarik Kamp Pengungsian Vietnam
(Bobot : 6)
Keindahan Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Pandangan Lepas dalam obyek
b. Variasi Pandangan Dalam
30 25 20 15 10
Obyek
1 c. Pandangan Lepas Menuju
Obyek
d. Keserasian Warna dan
Bangunan Dalam Obyek
e. Pandangan Lingkungan Obyek
Keunikan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Flora
b. Fauna 30 25 20 15 10
2
c. Wisata Sejarah Kemanusiaan
d. Dikelilingi Bukit
e. Wisata Spiritual
Banyaknya Potensi Sumberdaya Alam
yang Menonjol Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Wisata Sejarah
3 b. Wisata Spiritual 30 25 20 15 10
c. Hijaunya Hutan
d. Udara Sejuk dan Segar
e. Flora dan Fauna
Keutuhan Sumberdaya Alam : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Flora
b. Fauna 30 25 20 15 10
4
c. Batuan
d. Air Tawar
e. Gejala Alam
Kepekaan Sumberdaya Alam Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Batuan
b. Flora 30 25 20 15 10
5
c. Fauna
d. Erosi
e. Ekosistem
Lebih Ada Ada 4- Ada 2-
Jenis Kegiatan Wisata Alam : 7 6-7 5 3
Ada 1

a. Religius
b. Pendidikan/Sejarah 30 25 20 15 10
c. Menikmati Pemandangan
6 d. Penelitian
e. Tracking
f. Fotografi
g. Budaya
h. Olahraga
Lanjutan Tabel 17
Kebersihan Udara dan Lokasi Bersih Tidak Ada Ada 3- Ada 5-
Ada 7
Tidak Ada Pengaruh Dari : Ada 1-2 4 6
a. Alam
b. Industri 30 25 20 15 10
7 c. Jalan Ramai Motor/Mobil
d. Pemukiman Penduduk
e. Sampah
f. Binatang
g. Corat-coret
Kerawanan Kawasan : Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Perambahan
b. Pencurian 30 25 20 15 10
8 c. Kebakaran
d. Gangguan Terhadap Flora dan
Fauna
e. Masuknya Flora dan Fauna

Kamp Pengungsian Vietnam merupakan obyek wisata yang memiliki


keindahan alam berupa pandangan yang lepas dalam obyek dan keserasian warna
baik itu bangunan yang ada dengan lingkungan alam terbuka disekitarnya yang
berwarna kehijauan. Keunikan yang dimiliki oleh Kamp Pengungsian Vietnam
ini adalah selain mengandung nilai sejarah kemanusiaan dan spritual juga
memiliki sumberdaya alam yang berlimpah seperti dikelilingi oleh bukit dengan
flora dan fauna yang beraneka ragam.
Keunikan yang dimiliki Kamp Pengungsian Vietnam membuat wisata
sejarah dan wisata spiritual menonjol selain wisata untuk menikmati
pemandangan hijaunya hutan dan menikmati udara yang sejuk dan segar.
Tidak ada penghuni di Kawasan Kamp Pengungsian Vietnam kecuali para
pekerja yang bertugas untuk merawat bangunan yang masih ada dan mengelola
rumah ibadah yang masih digunakan seperti biksu yang terdapat di Pagoda atau
vihara dan penjaga gereja. Selain itu ada juga penduduk yang berada di sebelah
kiri Kamp Pengungsian Vietnam yaitu para pekerja Otorita Batam yang bertugas
untuk mengawasi dan mengelola kegiatan yang berlangsung di Kamp
Pengungsian Vietnam.
Dengan adanya penduduk kebutuhan akan air tawar sangat penting sekali,
namun hal ini bukan merupakan kendala karena di Kamp Pengungsian Vietnam
terdapat Waduk Gong yang dulunya merupakan sumber air tawar para pengungsi
masih dapat digunakan dengan bagus.
Kebersihan di kawasan Kamp Pengungsian Vietnam sudah tidak perlu
diragukan lagi, berdasarkan hasil pengamatan dan penelitian kebersihan udara dan
lingkungan sekitar lokasi sudah terjaga dan terawat dengan baik. Hal ini juga
disebabkan karena tidak ada pengaruh dari alam, industri, lalu lalang motor/mobil,
sampah, binatang, vandalisme.
Kerawanan Kawasan seperti perambahan, pencurian, kebakaran dan
gangguan terhadap flora dan fauna tidak perlu ditakutkan. Hal ini disebabkan
lokasi Kamp Pengungsian Vietnam memiliki penjagaan yang ketat selam 24 jam
yang dilakukan oleh para pekerja dibawah Otorita Batam.

4.4.2. Potensi Pasar


Penilaian unsur potensi pasar untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau
Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Penilaian potensi pasar Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 5)
No UNSUR/SUB UNSUR NILAI
1 2 3
Jumlah Penduduk/Propinsi
> 15.000- 10.000- 10.000- <
(x 1000)
20.000 20.000 15.000 5.000 5.000
Kepadatan Penduduk/Km2
100 90 72 60 48 36
101-200 100 84 70 56 42
1 201-300 110 96 80 64 48
301-400 120 102 86 68 51
401-500 130 114 95 76 57
501-600 140 120 100 80 60
700 160 132 110 88 66
Jumlah
Ada Ada Ada Ada Ada
Tingkat Kebutuhan Wisata
5 4 3 2 1
a. Kesempatan Ada
b. Perilaku Berwisata
2
c. Tingkat Kejenuhan penduduk
30 25 20 15 10
tinggi
d. Tingkat Pendapatan Tinggi
e. Tingkat Kesejahteraan Tinggi
Jumlah

Di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dinyatakan bahwa jumlah


penduduk yang besar baru menjadi modal dasar yang efektif bagi Pembangunan
Nasional hanya bila penduduk yang besar tersebut berkualitas baik. Namun
dengan pertumbuhan penduduk yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu
kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata.
Program kependudukan di Kota Batam seperti halnya di daerah Indonesia
lainnya meliputi pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan
anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang
serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus
ditingkatkan.
Sejak Pulau Batam dan beberap pulau disekitarnya dikembangkan oleh
pemerintah Republik Indonesia menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal
dan pariwisata serta dengan terbentuknya Kotamadya Batam tanggal 24 Desember
1983, laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan dari hasil sensus
penduduk rata-rata per tahunnya selama periode 1990-2000 sebesar 12.87% dan
laju pertumbuhan penduduk Kota Batam tahun 2004 sebesar 5.08% dibanding
tahun 2003. Hal ini membuktikan Batam mempunyai daya tarik tersendiri,
khususnya bagi pendatang yang ingin mendapatkan lapangan kerja.
Penduduk Kota Batam berdasarkan hasil sensus penduduk 2000 berjumlah
434.286 jiwa, sedangkan dari hasil registrasi penduduk tahun 2002 penduduk
Kota Batam telah mencapai 533.521 jiwa, tahun 2003 sebesar 562.661 jiwa, tahun
2004 telah mencapai 591.253 jiwa dan sampai dengan Juni 2005 adalah sebanyak
636.729 jiwa. Dari jumlah penduduk sebesar 685.787 jiwa tersebut tersebar di
delapan Kecamatan, 51 Kelurahan dan penyebarannya tidak merata sehingga
mengakibatkan kepadatan penduduk per km2 di daerah ini sangat bervariasi.
Dengan berkembangnya Kota Batam sebagai daerah industri dan
perdagangan karena memiliki letak yang strategis yaitu pada jalur pelayaran
internasional yang paling ramai di dunia dengan jarak hanya 12.5 mil laut (20 km)
dari Singapura serta pintu gerbang lalu lintas wisatawan yang keluar masuk
dari/keluar negeri melalui pelabuhan laut Sekupang maka tanpa disadari tingkat
kejenuhan penduduk tinggi sehingga kebutuhan akan berwisata oleh penduduk
setempat dan pendatang sangat tinggi. Selain itu tingkat pendapatan perkapita
yang tinggi serta tingkat kesejahteraan yang baik membuat penduduk Kota Batam
memiliki perilaku berwisata ke daerah-daerah yang memiliki obyek wisata yang
dapat dinikmati. Beberapa diantaranya adalah obyek wisata yang terdapat di
Pulau Rempang dan Galang Kecamatan Galang. Wisatawan dapat menikmati
pantai dengan pasir putih yang indah serta dapat melakukan wisata sejarah dan
budaya ke Kamp Pengungsian Vietnam yang sejuk dan Segar.

4.4.3. Kadar Hubungan/Aksesbilitas


Penilaian unsur kadar hubungan/aksesbilitas untuk kelima obyek yang
terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Penilaian kadar hubungan/aksesbilitas Pulau Rempang dan


Galang (Bobot : 5)
Kondisi dan Jarak Jalan
Baik Cukup Sedang Buruk
Darat
< 75 km 80 60 40 20
1
76-150 km 60 40 25 15
151-225 km 40 20 15 5
> 225 km 20 10 5 1
Pintu Gerbang Udara
Jarak dalam km
Internasional/Regional
s/d 150 151-300 301-450 451-600 > 600
Jaya Pura/Pekan
2
Baru/Ambon/Kupang 15 20 5 1 -
Medan/Menado 25 20 15 10 5
Denpasar 30 25 20 15 10
Jakarta 40 35 30 25 20
1-2 2-3 3-4 4-5 >5
Waktu tempuh ke
3
obyek
30 25 20 15 10
5001- 2501- 2500-
Kendaraan
> 7500 7500 5000 1000 < 1000
4 bermotor/perahu di
kabupaten/kota (buah)
30 25 20 15 10
Frekuensi kendaraan > 50 40-50 30-40 20-30 < 20
umum dari pusat
5
penyebaran wisata ke
obyek (buah/hari) 30 25 20 15 10
2000- 1500- 1000-
Kapasitas tempat duduk > 2500 2500 2000 1500 < 1000
6 kendaraan menuju
obyek wisata
30 25 20 15 10

Prasarana jalan merupakan urat nadi kelancaran lalu lintas di darat.


Lancarnya arus lalu lintas juga akan sangat menunjang kegiatan pariwisata di
suatu daerah. Guna menunjang pariwisata di Kota Batam sampai dengan keadaan
akhir tahun 2004 tercatat panjang jalan yang ada 966.27 km yang berarti selama
lima tahun terakhir telah bertambah panjang jalan sebesar 187.67 km.
Kondisi dan jarak jalan darat menuju Pulau Rempang dan Galang dalam
keadaan baik, hal ini dapat dilihat dari pengamatan yang dilakukan bahwa selama
penelitian aksesbilitas menuju obyek wisata sudah diaspal dan dalam kondisi baik.
Hal ini juga di dukung dengan pembangunan jembatan yang dinamakan Jembatan
Barelang. Jembatan yang menghubungkan antara Pulau Batam menuju Pulau
Rempang dan Galang hingga Galang Baru terdapat 6 (enam) buah. Jembatan-
jembatan ini keberadaannya juga dijadikan salah satu obyek wisata Kota Batam.
Hal ini disebabkan karena keindahan Kota batam dapat tergambarkan melalui
Jembatan-jembatan ini khususnya jembatan satu (Tabel 20).

Tabel 20. Jumlah jembatan dan panjangnya menghubungkan antar Pulau di


Kecamatan Galang Tahun 2004
No Nama Menghubungkan Tinggi Bentang Panjang Tipe
Jembatan (m) (m) (m)
1 J. Tengku P. Batam – P. Tonton 38 350 642 Cable
Fisabilillah Bridge
2 J. Nara Singa II P. Tonton – P. Nipah 15 160 420 Balance
Cable
3 J. Raja Ali Haji P. Nipah – P. Setokok 15 45 270 Segmental
4 J. Sultan Zainal P. Setokok – P. Rempang 16.5 145 365 Balance
Abidin Cable
5 J. Tuanku P. Rempang – P. Galang 31 245 385 Arch
Tambusai Bridge
6 J. Raja Kecil P. Galang – P. Galang 9.5 45 180 Segmental
Baru
Sumber : Batam dalam angka, 2005

Kota Batam memiliki satu pintu gerbang udara internasional/regional,


yaitu Bandara Internasional Hang Nadim Otorita Batam. Selain melalui pintu
gerbang udara akses menuju Kota Batam juga dapat dilalui melalui beberapa
pelabuhan yang dimanfaatkan untuk transportasi laut, yaitu Pelabuhan domestik
Sekupang, Pelabuhan Kabil, Pelabuhan Batam Center, Pelabuhan Marina City,
Pelabuhan Nongsa Pura.
Waktu tempuh menuju Pulau Rempang dan Galang dari Kota Batam
melalui darat rata-rata sekitar 1-2 jam. Hal ini disebabkan karena lalu lintas
menuju Pulau Rempang dan Galang sangat lancar, kemacetan sangat jarang sekali
ditemui bahkan tidak pernah sama sekali. Ini disebabkan karena jumlah
kendaraan bermotor/mobil menuju Pulau Rempang dan Galang masih dapat
dihitung, belum melebihi dari 1000 kecuali pada hari minggu sebagai hari libur
agak sedikit padat tetapi masih tetap dalam kondisi yang stabil. Selain itu
frekuensi kendaraan umum dari Kota Batam menuju Pulau Rempang dan Galang
masih sangat jarang sekali. Hanya ada bus Damri yang melayani rute Kota Batam
menuju Pulau Rempang dan Galang, dalam sehari bus Damri ini hanya melayani
6 kali perjalanan pulang pergi. Selebihnya wisatawan yang ingin berkunjung ke
Pulau Rempang dan Galang harus menyewa mobil atau menyewa taksi, yang
tentunya dengan biaya transportasi yang jatuhnya lebih mahal.
4.4.4. Kondisi Lingkungan Sosial Ekonomi
Penilaian unsur kondisi lingkungan sosial ekonomi untuk kelima obyek
yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Penilaian kondisi lingkungan sosial ekonomi Pulau Rempang dan
Galang (Bobot : 5)
UNSUR/SUB
No NILAI
UNSUR
Ada tapi tidak Dalam proses
Tata Ruang Ada dan sesuai Tidak ada
1 sesuai penyusunan
Wilayah Obyek
30 20 15 5
Hutan negara Hutan adat Hutan hak Tanah milik
2 Status Lahan
30 25 20 15
Tingkat > 40% 25-40% 10-24% < 10%
3
Pengangguran 30 25 20 15
Sebagian besar
Sebagian besar Pemilik
pedagang kecil,
Mata Pencaharian buruh tani dan Petani/nelayan lahan/kapal
4 industri kecil dan
Penduduk nelayan pegawai
pengrajin
30 25 20 15
Ruang gerak > 50 41-50 31-40 < 40
5
pengunjung (ha) 30 25 20 10
Sebagian besar Sebagian besar
Sebagian Sebagian besar
lulus SLTA ke lulus SLTP ke
6 Pendidikan besar lulus SD tidal lulus SD
atas atas
30 25 20 15
Tidak
Tingkat kesuburan
7 subur/kritis Sedang Subur Sangat subur
tanah
30 25 20 10
Tidak Sangat
Sumber daya alam
8 potensial Kurang potensial Potensial potensial
mineral
30 25 20 10
Lanjutan Tabel 21
UNSUR/SUB
No NILAI
UNSUR
Persepsi
masyarakat
terhadap Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 1-2
pengembangan
obyek wisata alam
a. Kurang
9 mendukung
b. Mendukung 30 25 20 10
c. Sangat
mendukung
d. Baik
e. Menguntungkan

Kota Batam telah memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2004-
2014 yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Batam No. 2 Tahun 2004. Namun
pelaksanaanya hingga saat ini belum sesuai dengan yang tertuang dalam Perda
tersebut. Salah satunya adalah yang terjadi di Pulau Rempang dan Galang, saat
ini rencana tata ruang pulau Rempang dan Galang masih belum terkoordinasi dan
terlihat bebas tidak mengikuti aturan yang ada. Pemerintah ataupun Otorita Kota
Batam belum terlibat secara langsung dalam pengelolaan Pulau Rempang dan
Galang sebagai kawasan wisata yang berwawasan lingkungan. Pengelolaan di
Pantai mawar misalnya hanya dilakukan secara mandiri oleh penduduk yang
sudah lama menetap di kawasan tersebut sebagai tambahan pendapatan.
Belum terlaksananya rencana tata ruang dengan baik juga disebabkan
karena status lahan yang tidak jelas yang berada di sekitar Pulau Rempang dan
Galang. Pemerintah Kota Batam mengklaim bahwa lahan yang ada saat ini
adalah milik mereka, begitu juga dengan Otorita Kota Batam mereka merasa yang
paling berhak atas status lahan yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang.
Ketidakjelasan status inilah yang juga membuat para investor swasta
mengundurkan niatnya untuk menanamkan modalnya dalam pengembangan
Pulau Rempang dan Galang sebagai daerah wisata yang berwawasan lingkungan.
Tingkat Pengangguran di Pulau Rempang dan Galang saat ini cukup besar,
hal ini disebabkan karena tidak ada lapangan kerja di sekitar kawasan tersebut.
Setelah lulus SLTP jarang sekali yang meneruskan ke SLTA karena untuk dapat
mengenyam pendidikan di bangku SLTA harus pergi ke luar Pulau Rempang dan
Galang, sehingga sebagian besar masyarakat setelah lulus SLTP berstatus sebagai
pengangguran.
Sebagian besar masyarakat di daerah ini berprofesi sebagai buruh tani
dan nelayan, itupun hanya sekedar untuk konsumsi dan kebutuhan sehari-hari.
Padahal sumberdaya alam mineral dan tingkat kesuburan tanah di kawasan ini
cukup subur dan potensial bila diarahkan sebagai kawasan penghasil pertanian
yang dapat dijual ke luar Pulau Rempang dan Galang, bahkan sampi ke Kota
Batam.
Oleh karena itu dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki Pulau
Rempang dan Galang sektor pariwisata merupakan salah satu alternatif dalam
membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Saat ini pelaksanaan kegiatan
pariwisata di Pulau Rempang dan Galang masih belum terpusat, masih dikelola
secara individu untuk kepentingan sendiri. Oleh karena itu pelaksanaanya juga
tidak maksimal, ini juga dapat dilihat dari ruang gerak pengunjung yang tidak
terlalu padat. Bila dilibatkan secara langsung masyarakat sekitar Pulau Rempang
dan Galang sebagian besar pasti akan mendukung pengembangan ekowisata yang
direncanakan, namun dibutuhkan pendekatan yang tepat.

4.4.5. Pelayanan Masyarakat


Penilaian unsur pelayanan masyarakat untuk kelima obyek yang terdapat
di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Penilaian pelayanan masyarakat Pulau Rempang dan Galang


(Bobot : 5)
No UNSUR/SUB UNSUR NILAI
1 2 3
Pelayanan Masyarakat dan
Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
Fasilitas
a. Keramahan
1 b. Kesiapan 30 25 20 15 5
c. Kesanggupan
d. Fasilitas
e. Kemampuan komunikasi
Kemampuan berbahasa Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
a. Daerah setempat
2 b. Indonesia 30 25 15 5
c. Inggris
d. Lainnya
Masyarakat Pulau Rempang dan Galang sebagian besar bermukim di Desa
Sembulang sebagai pusat pemerintahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat yang terdapat di Desa Sembulang menjelaskan bahwa pada umumnya
mereka adalah bukan penduduk asli Pulau Rempang dan Galang, sebagian besar
dari mereka justru berasal dari Buton Sulawesi. Tujuan mereka adalah memulai
hidup baru dan kehidupan yang lebih baik.
Begitu pula dengan beberapa masyarakat yang terdapat di Pantai Mawar
dan Melur. Sebagian besar dari mereka berasal dari Flores yang berwiraswasta
dengan menjual makanan dan minuman di sekitar pantai. Namun tampaknya
Pulau Rempang dan Galang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka, karena
sebagian besar juga sudah memiliki anak dan cucu yang lahir di Pulau Rempang
dan Galang.
Sebagai masyarakat yang terlibat secara langsung dengan kegiatan
pariwisata yang ada saat ini, umumnya mereka sudah siap dan sanggup untuk
terlibat lebih jauh dalam pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang.
Mereka memiliki keramahan dan kemampuan berkomunikasi yang baik.
Kekurangan yang ada adalah masalah fasilitas itu sendiri yang belum cukup
memadai di Pulau Rempang dan Galang.
Dalam pengembangan ekowisata peran serta masyarakat merupakan salah
satu unsur yang terpenting. Partisipasi lokal telah digambarkan sebagai memberi
lebih banyak peluang kepada orang untuk berpartisipasi secara lebih efektif. Hal
ini berarti memberi wewenang pada orang untuk memobilisasi kemampuan
mereka sendiri, menjadi pemeran sosial, mengelola sumberdaya, membuat
keputusan dan melakukan kontrol terhadap kegiatan yang mempengaruhi
kehidupannya (Cernea, 1991).
Ekowisata dipandang sebagai peluang kerja dan pendapatan yang cukup
mewakili, yang akhirnya berfungsi sebagai insentif untuk mencegah praktek yang
merusak. Satu unsur yang menentukan apakah ekowisata akan meningkatkan
konservasi tergantung pada seberapa jelas keuntungan yang diterima masyarakat
dikaitkan dengan melindungi sumber lokasi sumberdaya.
4.4.6. Kondisi Iklim
Penilaian unsur kondisi iklim untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau
Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Penilaian kondisi iklim Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 4)
No UNSUR/SUB UNSUR NILAI
1 2 3
10-12
Pengaruh iklim terhadap 7-9 bln 4-6 bln 4 bln < 4 bln
1 bln
waktu kunjungan
30 25 20 15 10
28-
Suhu udara pada musim 20-21 22-24/17-19 25-27/14-16 30/11- > 30/10
2 13
kemarau (◦C)
30 25 20 15 10
Jumlah bulan kering rata- 8 bln 7 bln 6 bln 5 bln 4 bln
3
rata per tahun 30 20 15 10 5
Kelembaban rata-rata per > 65% 60-65% 59-55% 54-45% < 45%
4
tahun 30 20 15 10 5
Percepatan angin pada 6-7/<
5 musim kemarau 1-2 3-4/'0.7-0.9 5-6/'0.4-0.6 0.3-0.4 > 7/< 0.3
(knot/jam) 30 20 10 1
Sumber : Kecamatan Galang dalam angka, 2005

Kecamatan Galang termasuk didalamnya Pulau Rempang dan Galang


mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar antara 21.2°C-23.6°C
dan suhu rata-rata adalah 26.8°C – 28.1°C. Kelembaban Pulau Rempang dan
Galang cukup tinggi yaitu rata-rata berkisar antara 48%-100% dan kecepatan
angin maksimum 14-24 knot atau rata-rata kecepatan angin sebesar 4.5 knot.
Dalam melakukan kegiatan ekowisata suasana alami merupakan potensi
yang sangat menjual sekali, oleh karena itu dengan kondisi iklim yang benar-
benar mewakili kawasan pesisir maka Pulau Rempang dan Galang tetap harus
dijaga keasliannya agar tidak ada perubahan iklim yang dapat merusak suasana
pesisir.

4.4.7. Akomodasi
Penilaian unsur akomodasi untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau
Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Penilaian akomodasi Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 3)
UNSUR/SUB UNSUR NILAI
Sampai dengan 30 10
30-50 15
Jumlah Kamar 50-75 20
(buah) 75-100 25
> 100 30
Jumlah
Sumber : Batam dalam angka, 2005

Akomodasi berupa hotel, tempat penginapan, pondokkan ataupun cottage


di Pulau Rempang dan Galang pada dasarnya belum ada, sehingga wisatawan
yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang hanya melakukan wisata sehari
dan menginap di Kota Batam. Di Kota Batam sendiri terdapat 32 hotel, mulai dari
hotel bintang empat hingga kelas melati.
Oleh karena itu untuk pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan
Galang pemerintah maupun stakeholders yang terkait didalamnya dapat
memprioritaskan pembangunan hotel maupun tempat penginapan sebagai salah
satu daya tarik berwisata tetapi dengan tetap mengikuti pola keaslian ekosistem
lingkungan sekitar.

4.4.8. Prasarana dan Sarana Penunjang


Penilaian prasarana dan sarana penunjang untuk kelima obyek yang
terdapat di Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Penilaian prasarana dan sarana penunjang Pulau Rempang dan
Galang (Bobot : 2)
MACAM
No UNSUR/SUB UNSUR 4 3 2 1 Tidak
macam macam macam macam ada
Prasarana
a. Kantor Pos 30 25 20 15 10
b. Telepon Umum
c. Puskesmas/Klinik
1 d. Wartel dan Fax
e. Warnet
f. Jaringan TV
g. Jaringan Radio
h. Surat Kabar
Lanjutan Tabel 25
MACAM
No UNSUR/SUB UNSUR 4 3 2 1 Tidak
macam macam macam macam ada
Sarana Penunjang
a. Rumah makan/minum 30 25 20 15 10
b. Pusat Perbelanjaan
2 c. Bank/Money Changer
d. Toko Cindera Mata
e. Tempat Peribadatan
f. Toilet Umum

Prasarana yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang sebenarnya masih


terlalu minim sekali bila dibandingkan dengan prasarana yang terdapat di Kota
Batam. Namun ada beberapa seperti puskesmas, surat kabar, jaringan TV dan
radio sudah masuk dalam wilayah pesisir ini.
Sarana penunjang yang ada di Pulau Rempang dan Galang adalah rumah
makan, tempat peribadatan, toilet umum dan pasar. Money changer atau bank dan
toko cindera mata belum terlihat ada di sekitar Pulau Rempang dan Galang.
Rencana pengembangan ekowisata di kawasan pesisir Pulau Rempang dan
Galang penyediaan sarana fisik lingkungan yang belum dibangun harus
memenuhi kriteria kesesuaian lahan berdasarkan sifat tanah, tata air tanah, erosi,
kemiringan lereng, daya dukung tanah, kemungkinan terjadinya korosi, kesesuain
lahan untuk bangunan gedung, jalan, tempat rekreasi, bermain, berkemah, dan
sebagainya (Hardjowigeno, 1988).

4.4.9. Tersedianya Air Bersih


Penilaian tersedianya air bersih untuk kelima obyek yang terdapat di Pulau
Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Penilaian air bersih Pulau Rempang dan Galang (Bobot : 4)
No UNSUR NILAI
2 1-2 0.5-0.9 0,5
1 Debit air sumber (l/det)
30 25 20 15
Jarak sumber air terhadap 0-3 km 3.1-5 km 5.1-7 km > 7 km
2
lokasi obyek 30 25 20 15
Lanjutan Tabel 26
No UNSUR NILAI

Agak
Dapat tidaknya air dialirkan Sangat mudah Mudah Sukar
sukar
3 ke obyek atau mudah dikirim
dari tempat lain 30 25 20 15

Dapat langsung Perlu Kurang Tidak


4 Kelayakan dikonsumsi dikonsumsi perlakuan layak layak
30 25 20 10
Tersedia Tersedia Tersedia Tersedia
5 Kontinuitas sepanjang tahun 6-9 bulan 3-6 bulan < 3 bulan

30 25 20 10

Ketersediaan air tawar dalam pengelolaan ekowisata merupakan salah satu


komponen yang paling penting. Untuk Pantai Mawar dan Melayu di Pulau
Rempang hal ini bukan merupakan hambatan dalam pengembangannya sebagai
obyek wisata. Hal ini dikarenakan di Pantai Mawar dan Melayu terdapat sumber
mata air yang berasal dari perbukitan. Debit air yang berasal dari mata air ini
sangat deras dan bersifat kontinu. Sampai saat ini mata air yang ada belum
pernah
mengalami kekeringan. Selain itu air yang berasal dari perbukitan ini juga layak
dikonsumsi karena secara kasat mata airnya tidak berwarna dan berbau. Bila ada
fasilitas yang memadai maka sumber air ini dapat dialirkan atau dikirim ke lokasi
lain.
Masalah ketersediaan air tawar di Kamp Sinam juga bukan merupakan
hambatan. Hal ini dikarenakan Kamp Sinam memiliki sebuah waduk yang
bernama Waduk Gong yang merupakan peninggalan pengungsi dulu.
Air bersih di Desa Sembulang dapat diperoleh melalui sumur yang
dibangun masyarakat. Selain itu PAM juga sudah masuk, hanya saja
pemakaiannya dijatah dalam sehari mulai berlaku dari jam 18.00 WIB hingga
00.00 WIB. Oleh karena itu banyak warga yang melakukan aktivitas seperti
mencuci pada malam hari.
Untuk Pantai Melur selain dari sumur, air bersih juga dapat diperoleh
dengan cara membeli. Penjual akan datang ke lokasi setiap seminggu sekali. Satu
drum air dijual seharga Rp. 8000,-.
4.4.10. Hubungan Obyek dengan Obyek Wisata lain
Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain yang terdapat di
Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Penilaian hubungan obyek dengan obyek wisata lain (Bobot 1)
Nilai Obyek
Jumlah Obyek Lain Jml
No Potensi Wisata
nilai
Pasar Lain
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
s/d 50 Sejenis 100 80 60 40 20 1 - - - - - - -
1 Tak
Sejenis 90 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 1 -
Sejenis 80 100 80 60 40 20 1 - - - - - -
51-
2 Tak
100
Sejenis 70 80 90 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10
Sejenis 60 80 100 80 60 40 20 1 - - - - -
101-
3 Tak
150
Sejenis 50 60 70 80 90 100 90 80 70 60 50 40 30
Sejenis 40 60 80 100 80 60 40 20 10 - - - -
151-
4 Tak
200
Sejenis 30 40 50 60 70 80 90 100 90 80 70 60 50

Dalam ekowisata hubungan obyek dengan obyek wisata lain merupakan


salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan dalam membuat paket ekowisata
secara terpadu. Paket ekowisata terpadu ini dapat dibuat didukung oleh potensi
sumberdaya alam yang ada serta sarana dan prasarana yang memadai.
Pulau Rempang dan Galang memiliki potensi sumberdaya alam yang
sangat berlimpah, selain karena dikelilingi oleh lautan yang luas dan pantai yang
biru jernih Pulau Rempang dan Galang juga terkenal dengan sebutan
BALERANG (Batam-Rempang-Galang) yang dihubungkan oleh jembatan-
jembatan yang indah, oleh karena itu tidak heran bila Pulau Rempang dan Galang
memiliki banyak obyek wisata yang untuk dikunjungi. Seperti misalnya untuk
obyek wisata yang sejenis berupa pantai-pantai yang indah yaitu Pantai Melayu,
Mawar dan Melur. Pantai-pantai ini banyak dikunjungi oleh wisatawan bila ke
Pulau Rempang dan Galang, dan ketiga pantai ini saling mendukung. Hanya saja
pengelolaan yang ada saat ini masih bersifat sendiri-sendiri. Oleh karena itu
dalam pengembangannya nanti diharapkan ada kerjasama dan pengeloaan yang
saling melengkapi agar lebih banyak lagi wisatawan yang tertarik berkunjung ke
Pulau Rempang dan Galang.
4.4.11. Keamanan
Penilaian keamanan Pulau Rempang dan Galang dapat dilihat pada
Tabel 28.

Tabel 28. Penilaian keamanan (Bobot : 4)


NILAI
No UNSUR/SUB UNSUR
Ada 5 Ada 4 Ada 3 Ada 2 Ada 1
Keamanan
a. Tidak ada binatang
pengganggu 30 25 20 15 10
b. Tidak ada ras berbahaya
1 c. Jarang gangguan
Kamtibmas
d. Tidak ada tanah labil
e. Bebas kepercayaan
mengganggu

Dalam pengembangan ekowisata, faktor keamanan adalah salah satu yang


terpenting dalam menarik wisatawan agar tertarik untuk berkunjung. Pulau
Rempang dan Galang dapat dikatakan aman, hal ini terlihat dari keadaan alam
sekitar Pulau Rempang dan Galang yang meskipun terbuka luas berupa hutan
tetapi tidak ada binatang pengganggu yang mengganggu wisatawan. Justru yang
terjadi adalah binatang-binatang yang berkeliaran bebas seperti monyet, biawak
dan berbagai macam burung menjadi daya tarik tersendiri. Hal ini disebabkan
karena jarang sekali ditemukan situasi seperti ini kecuali di ekosistem yang masih
alami.
Keadaan tanah di Pulau Rempang dan Galang juga dapat dikatakan stabil,
hal ini dikarenakan tanah yang ada merupakan tanah merah yang keras. Oleh
karena itu masyarakat dan stakeholders yang lain tetap harus berusaha menjaga
keadaan seperti ini. Walaupun dalam tahap pembangunan dan pengembangan
Pulau Rempang dan Galang tetap harus diperhatikan keseimbangan alamnya.
Tetap harus disisakan hutan hijau sebagai penyeimbang ekosistem.
Pembuatan rumah-rumah liar atau pun bangunan liar tanpa izin di Pulau
Rempang dan Galang tidak terlihat, oleh karena itu jarang sekali ada gangguan
dari petugas Kamtibmas. Walaupun ada masyarakat yang membangun rumah dari
kayu di sekitar pulau Rempang dan Galang tetapi jumlahnya masih sangat kecil
sekali, namun hal ini tetap harus menjadi pengawasan dari Otorita Batam agar
tidak terjadi pembangunan liar yang meluas.
Dalam kehidupan bermasyarakat di Pulau Rempang dan Galang,
masyarakatnya hidup rukun dan saling bekerja sama. Hal ini disebabkan karena
masyarakat yang ada merupakan masyarakat perantau sehingga rasa kekeluargaan
sebagai masyarakat Pulau Rempang dan Galang lebih erat. Tidak ada ras yang
berbahaya yang mengganggu yang perlu ditakuti. Dalam hal kepercayaan juga
tidak ada masalah, tidak ada kepercayaan yang mengganggu, apalagi yang berbau-
bau mistik. Rata-rata masyarakat memegang agama yang diakui oleh pemerintah
Indonesia.

4.5. Analisis Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata


Pembahasan daya dukung (carrying capacity ) disini untuk menjawab
tujuan penelitian kedua yaitu menentukan daya dukung wilayah pesisir Pulau
Rempang dan Galang dalam menunjang kegiatan ekowisata. Analisis daya
dukung ini juga merupakan pembahasan lanjutan setelah pembahasan penentuan
kelas kesesuaian ekowisata berdasarkan ADO-ODTWA. Pembahasan ini
merupakan rangkaian satu sistem antara bagian yang satu dengan yang lainnya,
yaitu kesesuaian kawasan, daya dukung dan pada akhirnya pembahasan yang
ketiga adalah menentukan arahan perencanaan Pulau Rempang dan Galang.
Walaupun Pulau Rempang dan Galang baik untuk kegiatan ekowisata namun
perlu didukung oleh faktor fisik lainnya untuk dapat menampung sejumlah
wisatawan.
Daya dukung (carrying capacity) yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kemampuan kawasan Pulau Rempang dan Galang untuk menerima
sejumlah wisatawan dengan intensitas penggunaan maksimum terhadap
sumberdaya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak
lingkungan. Banyak faktor-faktor pembatas daya dukung dalam pengembangan
ekowisata di Pulau Rempang dan Galang, sehingga pada penelitian analisis
potensi kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk pengembangan
ekowisata kami batasi hanya pada tiga parameter, yaitu panjang pantai pasir,
kesediaan lahan untuk akomodasi dan kebutuhan air tawar.
Daya dukung dalam pengembangan Pulau Rempang dan Galang sangat
perlu diperhatikan karena lingkungan pesisir sangat rentan terhadap kegiatan dan
aktivitas manusia. Daya dukung pengembangan Pulau Rempang dan Galang
sebagai daerah pariwisata pesisir tergolong intensif karena selain sebagai daerah
wisata pesisir Pulau Rempang dan Galang direncanakan akan digunakan sebagai
lahan untuk perhotelan dan sejumlah perumahan/pemukiman. Daya dukung
kawasan pariwisata sangat menentukan keberlanjutan suatu kegiatan pariwisata.
Apabila suatu kawasan tidak memungkinkan untuk suatu kegiatan pariwisata
maka kegiatan wisata tidak perlu dilakukan atau dapat dilakukan dalam skala
kecil. Dalam kaitannya dengan penanaman modal maka tidak mungkin investor
mau untuk menanamkam modalnya apabila suatu kawasan tidak mendukung
seperti apa yang dikehendaki sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan
untuk membangun sarana dan prasarana yang mendukung untuk kegiatan wisata
tersebut. Daya dukung setiap kawasan berbeda antara wilayah yang satu dengan
wilayah lainnya, dan ini terkait dengan kegiatan apa yang dikembangkan.
Kegiatan ekowisata yang dapat dilakukan di wilayah pesisir Pulau
Rempang dan Galang sangat kompleks dan saling berhubungan satu sama lain.
Kegiatan-kegiatan tersebut ada yang bergantung pada alam seperti berenang,
berjemur dan lain-lain; ada juga yang sifatnya konsumtif seperti konsumi seafood,
ada juga yang non konsumtif seperti memotret dan lain-lain. Kegiatan ekowisata
membutuhkan berbagai komponen fasilitas seperti : fasilitas pelayanan seperti
akomodasi, rumah makan, dan lain-lain; fasilitas pendukung seperti pusat
perbelanjaan, hiburan, dan lain-lain; fasilitas umum dan infrastruktur seperti air
bersih, jalan, dan lain-lain; fasilitas rekreasi seperti rekreasi obyek wisata dalam
dan luar kawasan.
Kebutuhan ruang setiap wisatawan sangat bervariasi, tergantung oleh latar
belakang budayanya. Kebutuhan akan ruang menentukan berapa ukuran fasilitas
yang perlu dibangun untuk melayani kebutuhan wisatawan. Berdasarkan
pengalaman budaya Amerika dan Eropa (WTO, 1981) kebutuhan ruang bagi
mereka telah dikemukakan dalam suatu kriteria (terdapat dalam bab 3) sedangkan
kebutuhan ruang bagi wisatawan Asia sampai saat ini belum ada kriterianya.
Hasil pengamatan dilapang dan dari analisis Citra Landsat TM-7 tahun
2005 untuk Kota Batam kondisi fisik yang menjadi faktor diatas dapat dijelaskan
sebagai berikut :

4.5.1. Panjang Pantai Berpasir


Pantai berpasir merupakan salah satu syarat utama dalam pariwisata pantai
untuk menjadi daya tarik wisatawan. Hal yang perlu diperhatikan adalah berapa
panjang pantai yang akan dijadikan sebagai tempat wisata pantai. Oleh karena itu
panjang pantai merupakan faktor utama untuk dapat mengestimasi daya tampung
wisatawan per satuan luas dan waktu berdasarkan kriteria kebutuhan ruang setiap
wisatawan. Berikut ini adalah daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas
pantai berpasir (Tabel 29).

Tabel 29. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan kapasitas


panjang pantai berpasir
Panjang Daya Tampung
No Nama Pantai Kapasitas Pantai
(m) (orang/20-50m)

Kelas Rendah 365


Kelas Menengah 274
1 Pantai Melayu 3653
Kelas Mewah 183
Kelas Istimewa 128
Kelas Rendah 218
Kelas Menengah 164
2 Pantai Mawar 2184
Kelas Mewah 109
Kelas Istimewa 76
Kelas Rendah 550
Kelas Menengah 413
3 Pantai Desa Sembulang 5500
Kelas Mewah 275
Kelas Istimewa 193
Kelas Rendah 550
Kelas Menengah 413
4 Pantai Melur 5500
Kelas Mewah 275
Kelas Istimewa 193
Berdasarkan Tabel 29 diatas, maka kawasan Pulau Rempang dan Galang
yang tercakup didalamnya Obyek Wisata Pantai Melayu, Mawar, Desa
Sembulang dan Pantai Melur memiliki potensi pariwisata pantai yang baik dengan
daya tampung wisatawan yang juga besar.
Dari Tabel 29 diatas terlihat bahwa daya tampung umtuk masing-masing
lokasi pantai yang ada di Pulau Rempang dan Galang berdasarkan HOW (Hari
Orang Wisata) dapat diestimasi :
1. Pantai Melayu, dengan panjang pantai 3653 meter maka daya tampung
wisatawan sebanyak 365 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 274
untuk kelas menengah, 183 untuk kelas mewah dan 128 orang untuk
kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir
digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas
rendah dalam setahun adalah 109.500 HOW, kelas menengah 82.200
HOW, kelas mewah 54.900 dan kelas istimewa adalah 38.400 HOW
dalam setahun.
2. Pantai Mawar, dengan panjang pantai 2184 meter maka daya tampung
wisatawan sebanyak 218 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 164
untuk kelas menengah, 109 untuk kelas mewah dan 76 orang untuk kelas
istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan
300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam
setahun adalah 65.400 HOW, kelas menengah 49.200 HOW, kelas
mewah 32.700 HOW dan kelas istimewa adalah 22.800 HOW dalam
setahun.
3. Pantai Desa Sembulang, dengan panjang pantai 5500 meter maka daya
tampung wisatawan sebanyak 550 orang untuk kelas rendah (kelas
ekonomi), 413 untuk kelas menengah, 275 untuk kelas mewah dan 193
orang untuk kelas istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai
berpasir digunakan 300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk
kelas rendah dalam setahun adalah 165.000 HOW, kelas menengah
123.900 HOW, kelas mewah 82.500 HOW dan kelas istimewa adalah
57.900 HOW dalam setahun.
4. Pantai Melur, dengan panjang pantai 5500 meter maka daya tampung
wisatawan sebanyak 550 orang untuk kelas rendah (kelas ekonomi), 413
untuk kelas menengah, 275 kelas mewah dan 193 orang untuk kelas
istimewa. Apabila diasumsikan daya dukung pantai berpasir digunakan
300 hari dalam setahun, maka kapasitas pantai untuk kelas rendah dalam
setahun adalah 165.000 HOW, kelas menengah 123.900 HOW, kelas
mewah 82.500 HOW, dan kelas istimewa adalah 57.900 HOW dalam
setahun.
Berdasarkan Tabel 29 diatas, maka dapat juga diperhitungkan sarana dan
prasarana yang dapat dibangun berupa fasilitas jalan khusus pejalan kaki yang
melakukan kegiatan wisata seperti walking, hiking, running dan jogging pada
Pulau Rempang dan Galang. Perhitungan ini berdasarkan estimasi daya tampung
wisatawan dengan menggunakan standar Trail activities menurut Lawson Fred
and Bovy-Baud Manuel, 1977 (lampiran 3).
Pulau Rempang meliputi Pantai Melayu, Mawar dan Desa Sembulang
menurut estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan panjang pantai berpasir
untuk kelas rendah dapat menampung 1133 wisatawan setiap hari, maka
berdasarkan standar trail, fasilitas jalanan untuk kegiatan hiking, walking, running
dan jogging dapat dibangun dengan luas 28 km.
Pulau Galang dengan estimasi daya tampung wisatawan untuk kelas
rendah sebanyak 550 orang sehari, maka fasilitas jalanan untuk kegiatan hiking,
walking, running dan jogging dapat dibangun dengan luas 14 km.

4.5.2. Luas Lahan Untuk Akomodasi (Penginapan)


Kegiatan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang perlu di dukung oleh
adanya fasilitas/akomodasi yang baik dan memadai. Fasilitas tersebut dapat
dibangun pada lokasi yang strategis sehingga dapat berpengaruh pada peningkatan
kunjungan wisatawan dan berkesinambungan. Fasilitas/akomodasi yang ada
harus dapat memberikan rasa aman, dekat dengan obyek wisata, mempunyai
udara bebas, indah, nyaman dan sejuk, serta juga mudah terjangkau dengan
fasilitas umum lainnya. Luas lahan untuk akomodasi sangat terkait dengan luas
kawasan tersebut. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan
untuk akomodasi dapat dilihat pada Tabel 30.

Tabel 30. Estimasi daya tampung wisatawan berdasarkan luas lahan untuk
akomodasi (penginapan)
Luas Lahan Fasilitas Daya Tampung
No Nama Pulau
(ha) Akomodasi (orang)

Kelas Ekonomi 16583


1 Pulau Rempang 16.583 Kelas Menengah 8728
Kelas Mewah 5528
Kelas Ekonomi
8000
2 Pulau Galang 8.000 Kelas Menengah
4211
Kelas Mewah
2667

Berdasarkan Tabel 30, daya tampung wisatawan berdasarkan perencanaan


pembangunan akomodasi (penginapan) yang sesuai dengan aspek ekologis di
Pulau Rempang dan Galang adalah sebagai berikut :
1. Pulau Rempang, dapat menampung 16583 orang untuk kelas rendah
(kelas ekonomi), 8728 untuk kelas menengah dan 5528 orang untuk kelas
mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW, maka kapasitas
tampung penginapan kelas rendah (kelas ekonomi) adalah 4974900 HOW,
kelas menengah 2618369 HOW dan kelas mewah adalah 1658300 HOW.
2. Pulau Galang, dapat menampung 8000 orang untuk kelas rendah (kelas
ekonomi), 4211 orang untuk kelas menengah dan 2667 orang untuk kelas
mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW,maka kapasitas
tampung penginapan kelas rendah (kelas ekonomi) adalah 2400000 HOW,
kelas menengah 1263158 HOW dan kelas mewah adalah 800000 HOW.

4.5.3. Kebutuhan Air Bersih/Tawar


Kebutuhan air bersih/tawar dalam ekowisata merupakan salah faktor
kebutuhan yang paling penting dan vital, terlebih untuk di kawasan pesisir dengan
rata-rata suhu yang tinggi membuat kebutuhan air bersih semakin tinggi. Air
bersih banyak dimanfaatkan untuk konsumsi, membilas maupun keperluan
lainnya. Oleh karena itu sumber-sumber air bersih yang ada di Pulau Rempang
dan Galang harus diperhatikan dan dimanfaatkan sebaik mungkin dalam
pengembangan pariwisata Pulau Rempang dan Galang.
Untuk Pulau Rempang kebutuhan air tawar bagi wisatawan bukan
merupakan kendala karena di Pantai Mawar dan Melayu terdapat mata air yang
berasal dari perbukitan yang hingga saat ini airnya masih terus mengalir dengan
deras. Mata air ini baru dikelola dengan sangat sederhana sekali yaitu hanya
dengan menggunakan pipa dan dibuat ruang dari kain terpal. Oleh karena itu
untuk perencanaan pengembangan pariwisata kedepannya potensi seperti ini harus
segera dimanfaatkan dan dibangun fasilitas dengan baik. Selain itu Di Pulau
Rempang Desa Sembulang PAM sudah ada, hanya saja terdapat keterbatasan
dalam pemakaian, batas waktu hanya sekitar 6 jam pemakaian dimulai pukul
18.00 WIB hingga 00.00 WIB.
Untuk Pulau Galang masalah air tawar untuk wisatawan merupakan
sedikit kendala karena mata air yang ada seringkali kering sehingga untuk obyek
wisata di Pantai Melur air tawar pengelola harus membeli dengan harga Rp. 8000
per drum. Untuk di Kamp Sinam Pulau Galang ada Waduk Gong yang
menyediakan air tawar, sehingga masalah air tawar bukan merupakan kendala
dalam pengembangan pariwisata. Berikut estimasi kebutuhan air bersih
berdasarkan daya tampung wisatawan (Tabel 31).

Tabel 31. Estimasi kebutuhan air bersih berdasarkan daya tampung


wisatawan
Fasilitas Daya Tampung Kebutuhan Air
No. Pulau
Akomodasi (orang) Bersih (lt/hr)
Kelas Ekonomi 16583 8291500
1 Pulau Rempang Kelas Menengah 8728 4363947
Kelas Mewah 5528 2763833
Kelas Ekonomi 4000000
8000
2 Pulau Galang Kelas Menengah 2105263
4211
Kelas Mewah 1333333
2667
Berdasarkan Tabel 31, kebutuhan air bersih wisatawan berdasarkan daya
tampung wisatawan yang sesuai dengan aspek ekologis di Pulau Rempang dan
Galang adalah sebagai berikut :
1. Pulau Rempang, membutuhkan air bersih sebesar 8291500 lt/hr untuk
kelas rendah (kelas ekonomi), 4363947 lt/hr untuk kelas menengah dan
2763833 lt/hr untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada
300 HOW, maka kebutuhan air bersih kelas rendah (kelas ekonomi)
adalah 2487450 m3/tahun, kelas menengah 1309184 m3 /tahun dan kelas
mewah adalah 829150 m3/tahun.
2. Pulau Galang, membutuhkan air bersih sebesar 4000000 lt/hr untuk kelas
rendah (kelas ekonomi), 2105263 lt/hr untuk kelas menengah dan 1333333
lt/hr untuk kelas mewah. Bila diasumsikan dalam setahun ada 300 HOW,
maka kebutuhan air bersih kelas rendah (kelas ekonomi) adalah 1200000
m3/tahun, kelas menengah 631579 m3/tahun dan kelas mewah adalah
400000 m3/tahun.
Berdasarkan Tabel 29, 30 dan 31 daya tampung wisatawan di Pulau
Rempang dan Galang masih dalam keadaan normal, belum melebihi daya dukung
yang ada bahkan masih jauh dibawah jumlah standar yang ada. Hal ini terlihat
dari jumlah kuisioner yang disebar pada obyek wisata yang ada di Pulau Rempang
dan Galang dalam penelitian ini didapat sebanyak 31 wisatawan yang terbagi
sebanyak 25 orang wisatawan dalam negeri dan 6 orang wisatawan luar negeri.
Oleh karena itu untuk kedepannya pengelolaan obyek wisata yang ada di Pulau
Rempang maupun Galang agar lebih ditingkatkan lagi dengan tetap memegang
standar yang ada dalam menjaga kestabilan dan ekosistem yang baik.
Berdasarkan hasil pengambilan data primer dengan kuisioner terhadap
wisatawan (lampiran 4) yang datang ke Pulau Rempang dan Galang, didapat
karakteristik wisatawan (Tabel 32).
Tabel 32. Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang selama
penelitian
No. Parameter Jumlah %
Kelompok umur
< 20 tahun 3 9,7
1 21-30 tahun 17 54,8
31-40 tahun 7 22,6
> 50 tahun 4 12,9
Pendidikan
SD 1 3,2
SLTP 3 9,7
2 SLTA 15 48,4
Diploma 2 6,5
S1 8 25,8
> S1 2 6,5
Pekerjaan
Pelajar/Mahasiswa 4 12,9
3 Wiraswasta 11 35,5
Pegawai Swasta 15 48,4
Pegawai Negeri 1 3,2
Asal
4 Dalam negeri 25 80,6
Luar negeri 6 19,4
Lama di Batam
< 2 hari 8
25,8
5 2-4 hari 7
22,6
4-6 hari 1
3,2
> 6 hari 15
48,4
Lama di Pulau Rempang dan Galang
< 2 hari 31 100
6 2-4 hari 0 0
4-6 hari 0 0
> 6 hari 0 0
Jumlah Rombongan
1 orang 0 0
7 2-3 orang 12 40
3-4 orang 19 60
> 4 orang 0 0
Berdasarkan Tabel 32 dapat dilihat bahwa jumlah wisatawan yang
berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang didominasi oleh kelompok umur 21-30
tahun sebesar 54,8%. Ini menunjukkan bahwa Pulau Rempang dan Galang lebih
diminati oleh wisatawan golongan muda yang produktif.
Sebagian besar wisatawan yang datang (80,6%) merupakan wisatawan
dalam negeri yang berasal dari Kota Batam itu sendiri. Ini terlihat dari lama
mereka di Batam yang melebihi dari lama kunjungan wisatawan yang biasa
datang ke Kota Batam hanya dalam waktu singkat sekitar 1-2 hari. Wisatawan
yang ada merupakan tenaga kerja yang bekerja di Kota Batam pada sektor industri
yang merupakan ciri khas Kota Batam yang dikenal sebagai daerah industri.
Meskipun hanya berlatar belakang pendidikan SLTA (48,4%) sebagian besar dari
wisatawan yang ada rata-rata sudah bekerja di sektor swasta sebagai pegawai
swasta (48,4%).
Wisatawan luar negeri yang ditemui (19,4%) sebagian besar berasal dari
Singapura dan Malaysia. Rata-rata dari mereka hanya berkunjung sekitar 1-2 hari
di Kota Batam dan melakukan wisata ke Pulau Rempang dan Galang dalam waktu
setengah hari. Ini terjadi karena menurut mereka fasilitas yang ada di Pulau
Rempang dan Galang belum terlalu memadai, namun karena keindahan alamnya
dan wisata sejarah serta spiritual mereka sangat tertarik dan menikmati
kunjungannya.
Wisatawan yang melakukan kunjungan ke Pulau Rempang dan Galang
(60%) melakukan kunjungan dengan 3-4 anggota keluarga dan teman. Hal ini
dilakukan karena mereka merasa ingin berbagi keindahan yang di tawarkan Pulau
Rempang dan Galang bersama-sama. Selain itu rombongan dengan 3-4 orang
teman dan keluarga merupakan pola yang bagus dalam mengarahkan ekowisata
karena lingkungan masih dapat mentolerir dampak yang timbul akibat kegiatan
yang dilakukan wisatawan.
Selain karakteristik wisatawan dari hasil kuisioner juga dapat dilihat
motivasi wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang (Tabel 33).
Tabel 33. Motivasi Wisatawan Pulau Rempang dan Galang
No. Parameter Jumlah %
Sumber Informasi
Teman 31 100
1 Televisi 0 0
Brosur 0 0
Buku panduan 0 0
Tujuan
Menikmati pemandangan 8 25,8
2 Mencari ketenangan 5 16,1
Menghilangkan jenuh 5 16,1
Libur kerja 13 41,9
Frekuensi ke Pulau Rempang dan Galang
3 Pertama kali 19 61,3
> 1 sekali 12 38,7
Alat transportasi
Bis wisata 0 0,0
4 Menyewa mobil 21 67,7
Bis umum 0 0,0
Taxi 10 32,3
Daya tarik
Suasana alam yang menarik 10 32,3
5
Pantai yang yang indah dan bersih 15 48,4
Wisata spiritual 6 19,4
Tingkat kepuasan
6 Puas 26 83,9
Tidak puas 5 16,1

Dari hasil kuisioner dan wawancara yang dilakukan (100%) wisatawan


yang datang ke Pulau Rempang dan Galang mengetahui keindahan dan daya tarik
Pulau Rempang dan Galang dari teman. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini
memang belum ada promosi wisata yang dilakukan pemerintah Kota Batam
maupun pengelola terhadap Pulau Rempang dan Galang. Ini juga dapat dilihat
(61,3%) wisatawan yang berkunjung baru pertama kali datang ke Pulau Rempang
dan Galang setelah mendapat informasi dari teman. Dimana dari mereka rata-
rata 41,9% datang dengan tujuan utama untuk menikmati waktu libur, baru sekitar
25,8% wisatawan yang datang memang bertujuan untuk menikmati pemandangan
Pulau Rempang dan Galang, khususnya menikmati pantai yang bersih dan indah
di Pulau Rempang dan Galang (48,4%).
Sebagian wisatawan yang ada mengatakan bahwa mereka mengalami
kesulitan dalam mencari transportasi umum Pulau Rempang dan Galang. Mereka
harus mengeluarkan biaya yang besar dengan menyewa mobil (67,7%), selain
mobil sewaan alternatif lain adalah dengan menyewa taksi (32,3%). Menurut
mereka dengan menyewa mobil maupun taksi sama-sama mengeluarkan biaya
yang tinggi, oleh karena itu mereka berharap agar pemerintah maupun pengelola
dapat memberikan alternatif lain seperti kendaraan umum agar lebih terjangkau
oleh semua orang. Namun 83,9% wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang
dan Galang mengatakan puas terhadap kunjungan mereka dan berharap dapat
kembali lagi, terlebih bagi yang bekerja dan menetap di Kota Batam mereka
memiliki alternatif lain dan tambahan obyek wisata. Namun mereka tetap
menyarankan agar pengembangnnya ke depan lebih ditingkatkan baik dengan
penambahan fasilitas maupun atraksi tambahan.
Berdasarkan data primer berupa 30 jumlah kuisioner masyarakat,
masyarakat Pulau Rempang dan Galang sebagian besar (50%) berusia 21-30 tahun
dan menganut agama Islam (66.7%) dengan latar belakang pendidikan lulusan SD
(56.7%). Sebagian besar (40%) berprofesi sebagai wiraswasta dengan menjual
makanan dan minuman disekitar obyek wisata dengan profesi sampingan sebagai
nelayan dan bertani.
Masyarakat Pulau Rempang dan Galang merupakan masyarakat multi
etnis yang terdiri dari etnis Melayu, Jawa, Minang, Batak, Flores, Bugis, Sunda
dan etnis lainnya. Sosial budaya masyarakat di kawasan studi beretnik Melayu
Riau dengan pola hidup kemasyarakatan bergotong royong, adat dan tradisi yang
dipayungi lembaga adat (perkawinan, kelahiran, kematian, dan turun ke laut),
namun hingga saat ini sendi-sendi etnik melayu (Gambar 20) mulai mengalami
degradasi akibat akulturasi budaya para penduduknya yang merupakan migran
sehingga tidak ada budaya yang khas di Pulau Rempang dan Galang.
Kebudayaan dan perayaan yang dikembangkan saat ini berdasarkan hari besar
agama masing-masing.
Gambar 20. Budaya Melayu

4.6. Arahan Perencanaan dan Strategi Ekowisata


Dalam perencananaan pengembangan kegiatan ekowisata akan terdapat
dampak terhadap lingkungan sesuai dengan besarnya usaha yang dilakukan. Oleh
karena itu diperlukan arahan perencanaan dan strategi kebijakan yang dibangun.
Untuk memperoleh arahan perencanaan dan strategi tersebut, dilakukan dengan
menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT ini merupakan analisis untuk
menjawab tujuan penelitian yang ketiga yaitu, menentukan arahan perencanaan
kawasan pesisir Pulau Rempang dan Galang bagi pengembangan ekowisata atau
wisata yang berwawasan lingkungan. Namun secara deskriptif dapat dilihat
perencanaan Pulau Rempang dan Galang secara fisik secara singkat.

4.6.1. Perencanaan Pulau Rempang


Pulau Rempang dengan potensi dan daya tarik yang ada sebaiknya
difokuskan pada kegiatan wisata rekreasi dan pendidikan. Kegiatan rekreasi dapat
dilakukan di sekitar Pantai Melayu dan Mawar yang letaknya saling berdekatan
seperti berenang, berjemur, bersampan, memancing, olahraga, bermain pasir,
bermain air dan menikmati pemandangan. Selain itu dengan status Pulau
Rempang sebagai Taman Buru maka kegiatan wisata yang dapat dilakukan adalah
hunting dan wisata minat khusus selain hiking, walking, running dan jogging.
Kegiatan pendidikan yang dapat dilakukan di Pulau Rempang adalah
dengan membangun arboratum atau Rempang Bio Center, sebagai kawasan
tempat melakukan riset terapan meliputi pertanian, perkebunan dan bio-tek
Khusus di Desa Sembulang, dimana masih terdapat hutan mangrove dapat
dilakukan kegiatan wisata ilmiah seperti pengenalan vegetasi mangrove,
pengenalan satwa liar yang terdapat pada ekosistem mangrove dan penelitian.
Sedangkan untuk kegiatan wisata rekreasi dapat dilakukan seperti sight seeing,
photo hunting, board walking, bird watching, dan memancing.
Kegiatan pengenalan vegetasi hutan mangrove dibutuhkan sarana jalan
masuk dalam hutan mangrove yang lazim disebut board walk dan field guide
vegetasi mangrove. Pembangunan sarana ini dibangun dan didesain sedemikian
rupa tanpa merusak dan merubah view/vista alami ekosistem hutan mangrove.
Kegiatan pengenalan satwa diantaranya identifikasi jenis satwa,
pengenalan perilaku satwa (mulai dari mencari makan, beristirahat, bersarang dan
berkembang biak). Sarana yang diperlukan untuk pengenalan satwa burung
adalah teropong. Pengamatan dapat dilakukan secara langsung maupun dengan
menara pengintai. Pengenalan satwa burung dapat juga dilakukan dengan
berperahu mengitari daerah mangrove dilengkapi dengan teropong.
Pengamatan satwa lainnya dapat dilakukan dengan melakukan board walk
di dalam hutan mangrove. Waktu pengamatan disesuaikan dengan tingkah laku
satwa sedangkan pengamatan terhadap satwa liar dibutuhkan pemandu khusus
(interpreter) yang sangat paham terhadap ekosistem mangrove dan biota yang
berasosiasi didalamnya.

4.6.2. Perencanaan Pulau Galang


Pulau Galang identik dengan Kamp Pengungsian Vietnam (Sinam),
bahkan dunia luar lebih mengenal Pulau Galang dibandingkan dengan nama
Indonesia, seperti halnya dunia internasional lebih akrab dengan nama Bali
dibandingkan dengan Indonesia. Sebagian besar wilayah Pulau Galang adalah
bagian dari wilayah Kamp Pengungsian Vietnam dimana Kamp Sinam ini
berhadapan dengan sebuah pantai publik yang dinamakan Pantai Melur. Oleh
karena itu pengembangan Pulau Galang sebagai kawasan pariwisata difokuskan
pada kegiatan wisata budaya, spiritual, sejarah dan konservasi.
Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di Kamp Sinam seperti : religius,
pendidikan, sejarah, menikmati pemandangan, penelitian, tracking, hiking,
walking, running, jogging, fotografi, budaya dan olahraga.
Dalam melakukan kegiatan wisata di dalam Kamp Sinam sebaiknya tidak
dilakukan dengan menggunakan mobil atau motor. Sebagai sebuah kawasan yang
masih alami dan agar tetap terbebas dari polusi maka sebaiknya dibuat sebuah
areal parkir yang luas yang dapat menampung sekitar 200 mobil, kemudian untuk
masuk ke dalam wilayah Kamp Sinam diharuskan semua pengunjung berjalan
kaki atau menggunakan sepeda yang disewakan dengan harga yang relatif murah
sekitar Rp.1000 per jam sehingga selain terbebas dari polusi maka para wisatawan
juga dapat sekaligus berolahraga. Selain itu juga disediakan pemandu bagi
wisatawan yang ingin lebih mengetahui tentang asal usul dan sejarah Kamp
Sinam, khususnya bagi wisatawan luar negeri.
Fasilitas dan sarana prasarana yang di Kamp Sinam saat ini sudah ada
namun untuk menarik minat wisatawan sebaiknya fasilitas dan sarana prasarana
yang ada sebaiknya diperbaiki kembali dan perawatannya lebih ditingkatkan.

4.6.3. Analisis SWOT


Dalam analisis SWOT ada dua faktor penentu yaitu, faktor internal
meliputi kekuatan dan kelemahan; dan faktor eksternal meliputi peluang dan
ancaman. Faktor internal disingkat IFAS (Internal Strategic Factors Summary)
dan faktor eksternal disingkat EFAS (External Strategic Factors Summary).
Penentuan faktor internal dan eksternal di Pulau Rempang dan Galang ini
berkaitan erat dengan pembahasan sebelumnya yaitu kesesuaian kawasan dengan
ADO-ODTWA dan daya dukung. Berikut hasil identifikasi faktor internal dan
eksternal dengan analisis SWOT (Tabel 34 dan 35).
Tabel 34. Matriks faktor strategi internal perencanaan dan pengembangan
ekowisata di Pulau Rempang dan Galang
Faktor Strategi Internal
Kode Bobot Rating Skor Komentar
Kekuatan
S1 ● Daya Tarik Pulau 0.14 4 0.56 Pantai, Laut,
Rempang dan Galang Darat Indah
S2 ● Tersediannya Air Bersih 0.09 3 0.27 Kualitas dan
Kualitas Air
S3 ● Hubungan Obyek dengan 0.03 3 0.09 Saling
Obyek Wisata Lain Mendukung
S4 ● Keamanan Pulau 0.09 3 0.27 Kondisi
Rempang dan Galang Baik
Kode Kelemahan Bobot Rating Skor Komentar
W1 ● Potensi Pasar 0.11 2 0.22 Pendapatan
Konsumen
Rendah
W2 ● Lingkungan Sosial 0.11 2 0.22 Belum
Tertata
dengan Baik
W3 ● Pelayanan Masyarakat 0.11 2 0.22 Keramahan
dan Bahasa
Rendah
W4 ● Kondisi Iklim 0.09 2 0.18 Panas,
Temperatur
Tinggi dan
Tidak Stabil
W5 ● Akomodasi 0.07 1 0.07 Belum
Tersedia Di
Sekitar
Lokasi
W6 ● Prasarana dan Sarana 0.05 1 0.05 Masih
Penunjang Terbatas
W7 ● Aksesbilitas 0.11 1 0.11 Sarana
Transportasi
Nilai 1.00 2.26
Tabel 35. Matriks faktor strategi eksternal perencanaan dan pengembangan
ekowisata di Pulau Rempang dan Galang
Faktor Strategi Eksternal
Kode Bobot Rating Skor Komentar
Peluang
O1 ● Meningkatkan 0.15 4 0.60 Manfaat untuk
Pendapatan Daerah Kota Pemerintah
Setempat
Batam
O2 ● Menciptakan Lapangan 0.1 3 0.30 Mengurangi
Kerja Pengangguran
O3 ● Masuknya Modal Swasta 0.13 4 0.52 Mengundang
Investor
O4 ● Mengembangkan Citra 0.13 3 0.39 Meningkatkan
Kota Batam Sebagai Promosi
Daerah Tujuan Wisata
Kode Ancaman Bobot Rating Skor Komentar
T1 ● Kerusakan Sumberdaya 0.15 1 0.15 Pencegahan
Alam Kerusakan
Mangrove,
Terumbu Karang,
dan lain-lain oleh
Wisatawan
T2 ● Limbah (Sampah) 0.07 1 0.07 Perlu Menjaga
Kebersihan
Lingkungan
T3 ● Perubahan Budaya 0.13 2 0.26 Pelestarian Budaya
Lokal/Nasional
T4 ● Tumbuhnya Kembali 0.1 1 0.10 Pencegahan
Kegiatan Perjudian, Kerusakan Moral
Bangsa
Prostitusi, dan Peredaran
Narkoba
T5 ● Wisata Singapore- 0.04 2 0.08 Perlu Menjadi
Malaysia Perhatian
Nilai 1.00 2.47

Berdasarkan Tabel 34 dan 35, dapat disimpulkan bahwa nilai faktor


eksternal lebih besar daripada faktor internal yaitu 2.47 dan 2.26. Ini berarti
peluang perencanaan pengembangan ekowisata lebih besar walaupun ancaman
tetap ada. Ancaman dapat dicegah dengan peluang dan kekuatan dari wilayah
yang akan dikembangkan.
Analisis SWOT dilanjutkan dengan menyusun strategi melalui strategi
silang dari ke empat faktor tersebut. Strategi silang ini dinamakan model matriks
analisis SWOT, model matriks ini dapat ditunjukkan pada Tabel 36 dibawah ini :
Tabel 36. Model matriks analisis SWOT
Faktor Internal Kekuatan (Strenghts/S) Kelemahan (Weaknesses/W)
S1 Daya Tarik Pulau W1 Potensi Pasar
Rempang dan Galang W2 Lingkungan Sosial
S2 Tersedianya Air W3 Pelayanan Masyarakat
Bersih W4 Kondisi Iklim
S3 Hubungan Obyek W5 Akomodasi
dengan Obyek Wisata W6 Prasarana dan Sarana
Lain Penunjang
Faktor Eksternal
S4 Keamanan Pulau W7 Aksesbilitas
Rempang dan Galang

Peluang (Opportunities/O) Strategi SO Strategi WO


SO1 Memanfaatkan Daya WO1 Meningkatkan Promosi
O1 Meningkatkan Pendapatan
Tarik Pulau Rempang Wisata untuk
Daerah Kota Batam
dan Galang untuk Meningkatkan Pasar
O2 Menciptakan Lapangan
Meningkatkan WO2 Menciptakan lingkungan
Kerja
Pendapatan Daerah investasi yang kondusif
O3 Masuknya Modal Swasta
SO2 Peningkatan Kesempatan untuk Kegiatan
O4 Mengembangkan Citra
Kerja melalui ekowisata
Kota Batam Sebagai
Pengembangan Obyek WO3 Meningkatkan Fasilitas
Daerah Tujuan Wisata
Wisata Pelayanan Masyarakat
SO3 Mengundang Investor WO4 Menciptakan Kawasan
Swasta untuk Berwawasan
Pengembangan Lingkungan
Ekowisata Pulau WO5 Mengembangkan
Rempang dan Galang Fasilitas Transportasi
SO4 Promosi Kota Batam Menuju Obyek Wisata
sebagai Obyek Wisata
Ancaman (Threathts/T) Strategi ST Strategi WT
ST1 Regulasi yang Sesuai WT1 Meningkatkan Promosi
T1 Kerusakan Sumberdaya dengan Peruntukkan Tata dan Menumbuhakan
Alam Ruang Rasa Memiliki Terhadap
T2 Limbah (Sampah) ST2 Pembuatan kode etik Obyek Wisata Pada
T3 Perubahan Budaya ekowisata untuk Masyarakat
T4 Tumbuhnya Kembali Mencegah Kerusakan WT2 Meningkatkan Kualitas
Perjudian, Prostitusi dan Sumberdaya Alam Pengelolaan Obyek
Peredaran Narkoba ST3 Sosialisasi Kegiatan Wisata melalui
T5 Wisata Singapore- Kebudayaan yang Sesuai Peningkatan Mutu SDM
Malaysia dengan Budaya Lokal dan Pengelola
Budaya Nasional WT3 Meningkatkan Kualitas
ST4 Mempromosikan Pelayanan Terhadap
Kegiatan Kebudayaan Pengunjung
yang Sesuai dengan WT4 Melengkapi Sarana dan
Budaya Lokal dan Budaya Prasarana di Lokasi
Nasional Wisata
ST5 Menyusun Perda
Menyangkut Bahaya
Narkoba, Perjudian dan
Prostitusi
Tabel 37. Alternatif pemilihan strategi untuk perencanaan pengembangan
ekowisata di Pulau Rempang dan Galang
Unsur-Unsur Strategi Keterkaitan Unsur SWOT Total Ranking
Skor
a. Strategi SO
SO1 Memanfaatkan Daya Tarik Pulau S1,S2, S3, S4,O1,O2,O3, O4 0.87 1
Rempang dan Galang untuk
Meningkatkan Pendapatan Daerah S1, O2
SO2 Peningkatan Kesempatan 0.24 5
Kerja melalui Pengembangan Obyek
Wisata S1, S2, S3, S4, O3
SO3 Mengundang Investor Swasta 0.48 2
untuk Pengembangan Ekowisata O4
Pulau Rempang dan Galang 0.13 8
SO4 Promosi Kota Batam
sebagai Obyek Wisata
b. Strategi ST
ST1 Regulasi yang Sesuai dengan S1, S3 0.17 6
Peruntukkan Tata Ruang
ST2 Pembuatan kode etik ekowisata T1, T2, T3, T4 0.45 3
Untuk Mencegah Kerusakan
Sumberdaya Alam T2 0.07 11
ST3 Sosialisasi Kegiatan Kebudayaan
yang Sesuai dengan Budaya Lokal
dan Budaya Nasional T3 0.13 8
ST4 Mempromosikan Kegiatan
Kebudayaan yang Sesuai dengan T4 0.1 10
Budaya Lokal dan Budaya Nasional
ST5 Menyusun Perda Menyangkut Bahaya
Narkoba, Perjudian dan Prostitusi
c. Strategi WO
WO1 Meningkatkan Promosi Wisata O4 0.13 8
untuk Meningkatkan Pasar
WO2 Menciptakan lingkungan investasi O3 0.13 8
yang kondusif untuk Kegiatan
Ekowisata W3 0.11 9
WO3 Meningkatkan Fasilitas
Pelayanan Masyarakat W4 0.09 12
WO4 Menciptakan Kawasan Berwawasan
Lingkungan W1,W3,W5,W6, W7 0.45 3
WO5 Mengembangkan Fasilitas
Transportasi Menuju Obyek
Wisata
d. Strategi WT
WT1 Meningkatkan Promosi dan W1 0.11 9
Menumbuhakan Rasa Memiliki
Terhadap Obyek Wisata Pada
Masyarakat 0.34 4
WT2 Meningkatkan Kualitas Pengelolaan W3,W5,W6,W7
Obyek Wisata melalui Peningkatan
Mutu SDM Pengelola 0.16 7
WT3 Meningkatkan Kualitas W6,W7
Pelayanan Terhadap Pengunjung 0.45 3
WT4 Melengkapi Sarana dan Prasarana W1,W2 ,W5,W6,W7
di Lokasi Wisata
Berdasarkan hasil analisis SWOT berupa matriks faktor strategi internal,
eksternal, matriks SWOT dan pada akhirnya matriks keterkaitan unsur SWOT,
maka dapat ditentukan arahan strategi dan pengembangan ekowisata atau
pariwisata berwawasan lingkungan di kawasan pesisir Pulau Rempang dan
Galang sesuai dengan Tabel 37. Berikut adalah lima strategi utama dalam
pengembangan Pulau Rempang dan Galang sebagai obyek wisata berwawasan
lingkungan :

Strategi 1 . Memanfaatkan Daya Tarik Pulau Rempang dan Galang untuk


Meningkatkan Pendapatan Daerah

Pulau Rempang dan Galang merupakan kawasan pesisir yang banyak


sekali memiliki potensi sumberdaya alam sebagai daya tarik dalam
pengembangan ekowisata. Daya tarik yang terdapat di Pulau Rempang dan
Galang masih bersifat alami meliputi : pantai yang bersih dan jernih, pasir putih,
hutan yang luas dan hijau, hutan bakau yang masih alami, unsur sejarah, budaya,
spiritual dan lain sebagainya.
Pemanfaatan daya tarik ini merupakan salah satu rencana strategis yang
harus dioptimalkan oleh Otorita Batam atau Pemerintah Kota Batam dalam
meningkatkan pendapatan daerah Kota Batam. Pemanfaatan daya tarik diatas
dapat dikembangkan secara sinergis melalui kegiatan ekowisata antara lain :
berenang, berjemur, memancing, bersampan, wisata sejarah, wisata budaya, ritual
dan beberapa kegiatan konservasi lainnya.
Dengan adanya kegiatan-kegiatan diatas akan menarik minat wisatawan
untuk berkunjung sebagai salah satu alternatif tujuan wisata. Meskipun tujuan
utamanya untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan menjual daya tarik
yang ada, namun pengelolaan pengembangan pariwisata alam tetap dilakukan
dalam kerangka mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati dan
keseimbangan ekosistemnya, sehingga tetap akan mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Strategi 2. Mengundang Investor Swasta untuk Pengembangan Ekowisata
Pulau Rempang dan Galang

Saat ini kegiatan wisata yang tengah berlangsung di Pulau Rempang dan
Galang arah dan tujuannya belum jelas, meskipun sudah tertuang dalam Perda
Kota Batam No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam
Tahun 2004-2014. Hal ini disebabkan karena hingga saat ini belum ada investor
swasta yang benar-benar komitmen menginvestasikan modalnya di kawasan Pulau
Rempang dan Galang. Dari hasil penelitian dan wawancara yang dilakukan, hal
ini diakibatkan karena pengelolaan yang statusnya masih belum jelas antara
Otorita Batam dan Pemerintah Kota Batam.
Oleh karena itu sebagai salah satu strategi utama dalam pengembangan
Pulau Rempang dan Galang dalam pengembangan ekowisata adalah menarik dan
mengundang minat investor swasta. Hal ini dapat dilakukan dengan penegasan
dan dikeluarkannya peraturan mengenai status lahan yang ada di Pulau Rempang
dan Galang berada dalam pengelolaan siapa. Setelah ada peraturan yang jelas
maka pemerintah dapat langsung mengemplementasikan kegiatan wisata sesuai
dengan Perda No.2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Batam yang didalamnya mencakup Pulau Rempang dan Galang dengan modal
dari pihak swasta.

Strategi 3. Melengkapi Sarana dan Prasarana di Lokasi Wisata

Tuntutan dan meningkatnya kebutuhan wisatawan yang harus dipenuhi


dalam pengembangan obyek wisata alam adalah pembangunan sarana dan
prasarana fisik untuk pelayanan umum dan lingkungan berdasarkan rencana induk
pengembangan kawasan. Sarana dan prasarana yang harus disiapkan dalam
pengembangan lokasi obyek wisata alam antara lain : persyaratan lokasi dan
kemudahan pencapaian, peruntukkan lahan dan tata guna tanah, jalan umum,
terminal dan parkir kendaraan, fasilitas umum, kesehatan, komunikasi,
akomodasi, tempat rekreasi, dan sebagainya.
Sarana dan prasarana yang sudah ada saat ini di Pulau Rempang dan
Galang adalah puskesmas, surat kabar, jaringan TV, radio, rumah makan, tempat
peribadatan, toilet umum dan pasar.
Dilihat dari sarana dan prasarana yang sudah ada, Pulau Rempang dan
Galang masih sangat minim sekali. Oleh karena itu salah satu arahan strategi
dalam pengembangan ekowisata di Pulau Rempang dan Galang adalah
melengkapi sarana dan prasarana yang ada berdasarkan kriteria kesesuaian lahan.

Strategi 4. Mengembangkan Fasilitas Transportasi Menuju Obyek Wisata

Kota Batam memiliki satu pintu gerbang udara internasional/regional,


yaitu Bandara Internasional Hang Nadim Otorita Batam. Selain melalui pintu
gerbang udara akses menuju Kota Batam juga dapat dilalui melalui beberapa
pelabuhan yang dimanfaatkan untuk transportasi laut, yaitu Pelabuhan domestik
Sekupang, Pelabuhan Kabil, Pelabuhan Batam Center, Pelabuhan Marina City,
Pelabuhan Nongsa Pura.
Waktu tempuh menuju Pulau Rempang dan Galang dari Kota Batam
melalui darat rata-rata sekitar 1-2 jam. Hal ini disebabkan karena lalu lintas
menuju Pulau Rempang dan Galang sangat lancar, kemacetan sangat jarang sekali
ditemui bahkan tidak pernah sama sekali. Ini disebabkan karena jumlah
kendaraan bermotor/mobil menuju Pulau Rempang dan Galang masih dapat
dihitung, belum melebihi dari 1000 kecuali pada hari minggu sebagai hari libur
agak sedikit padat tetapi masih tetap dalam kondisi yang stabil. Selain itu
frekuensi kendaraan umum dari Kota Batam menuju Pulau Rempang dan Galang
masih sangat jarang sekali. Hanya ada bus Damri yang melayani rute Kota Batam
menuju Pulau Rempang dan Galang, dalam sehari bus Damri ini hanya melayani
6 kali perjalanan pulang pergi. Selebihnya wisatawan yang ingin berkunjung ke
Pulau Rempang dan Galang harus menyewa mobil atau menyewa taksi, yang
tentunya dengan biaya transportasi yang jatuhnya lebih mahal.
Oleh karena itu dalam pengembangan ekowisata Pulau Rempang dan
Galang, salah satu alternatif rencana strategisnya adalah mengembangkan fasilitas
transportasi agar akses menuju Pulau Rempang dan Galang lebih mudah. Dengan
segala kemudahan yang ada diharapkan agar Pulau Rempang dan Galang dapat
menjadi salah satu kawasan di Kota Batam yang banyak didatangi oleh
wisatawan.
Strategi 5. Pembuatan Kode Etik Ekowisata untuk Mencegah Kerusakan
Sumberdaya Alam

Apabila suatu kawasan atau obyek dikembangkan menjadi daerah tujuan


wisata, maka kedatangan wisatawan akan meningkat. Peningkatan dari waktu ke
waktu terjadi sangat nyata. Pada umumnya perkembangan ini mengalami 4
(empat) tahap. Tahap pertama merupakan awal dari perkembangan, ditandai
dengan peningkatan jumlah wisatawan, tetapi kurang signifikan. Pada tahap
kedua, jumlah wisatawan meningkat tajam. Perkembangan jumlah wisatawan ini
kemudian melambat atau boleh dikatakan berhenti pada tahap ketiga.
Pertumbuhan yang melambat ini seiring dengan terjadinya kerusakan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup. Terjadinya pertumbuhan jumlah wisatawan yang
menurun karena mulai terjadi kejenuhan pasar wisata sebagai akibat
ketidakpuasan wisatawan terhadap pelayanan dan kualitas obyek wisata alam.
Hal ini bersamaan dengan mulai terjadinya kerusakan sumber daya alam. Kondisi
ini dinamakan daya dukung lingkungan pariwisata telah terlampaui. Pada saat
demikian, upaya pembinaan pariwisata sangat diperlukan. Salah satu upaya
pembinaan pariwisata ini adalah dengan adanya kode etik kunjungan untuk
wisatawan ekowisata. Dengan adanya kode etik ini diharapakan efektif untuk
mencegah kerusakan sumberdaya alam. Beberapa kode etik yang disarankan
dalam ekowisata yaitu : kode etik dalam perjalanan, kode etik yang secara khusus
mengatur aktivitas wisatawan, kode etik dalam berenang, berjemur, melakukan
aktivitas olahraga, dan lain sebagainya.
Pembuatan kode etik ini hendaknya melibatkan pihak luar seperti
kelompok masyarakat, travel agency atau pun lembaga-lembaga kemasyarakatan,
sehingga lebih banyak lagi partisipasi yang mendukung kelestarian Pulau
Rempang dan Galang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang perlu diperhatikan dalam Analisis Potensi


Kawasan Pesisir Pulau Rempang dan Galang untuk Pengembangan Ekowisata
adalah sebagai berikut :
1. Potensi dan daya tarik yang terdapat di Pulau Rempang dan Galang meliputi :
Pantai Melayu, Pantai Mawar, Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Kamp
Pengungsian Vietnam dan Pantai Melur.
2. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian dengan standar kriteria daerah operasi
obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA) yang dilakukan dengan
menggunakan instrumen kriteria penilaian dan pengembangan maka Pulau
Rempang dan Galang khususnya obyek wisata Pantai Melayu, Pantai Mawar,
Wilayah Pesisir Desa Sembulang, Kamp Pengungsian Vietnam dan Pantai
Melur sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, dengan
prioritas utama Kamp Pengungsian Vietnam untuk dioptimalkan
pengelolaannya.
3. Berdasarkan analisis daya dukung dengan faktor pembatas panjang pantai
berpasir, luas lahan untuk akomodasi dan kebutuhan air bersih, daya tampung
wisatawan sampai saat ini masih dalam tahap normal dan standar, belum
melebihi kapasitas yang ada untuk masing-masing obyek wisata yang ada.
Namun dalam pengembangan selanjutnya pihak pemerintah maupun
pengelola tetap harus memperhatikan dan memegang standar sesuai dengan
konsep ekowisata.
4. Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Rempang dan Galang didominasi oleh
wisatawan domestik (80.6%) yang merupakan wisatawan lokal dari Kota
Batam dan mereka (83.9%) merasa puas terhadap kunjungannya ke Pulau
Rempang dan Galang.
5. Budaya Melayu mengalami degradasi akibat akulturasi budaya para
penduduknya yang merupakan migran (multi etnis).
6. Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh lima arahan strategi pengembangan
ekowisata Pulau Rempang dan Galang yaitu memanfaatkan daya tarik Pulau
Rempang dan Galang untuk meningkatkan pendapatan daerah, mengundang
investor swasta, melengkapi sarana dan prasarana, mengembangkan fasilitas
transportasi dan menyusun kode etik ekowisata kawasan Pulau Rempang dan
Galang untuk mencegah kerusakan sumberdaya alam yang ada saat ini.

5.2. Saran
1. Adanya koordinasi dan kerjasama antara Otorita Batam dan Pemerintah Kota
Batam dalam pengelolaan Pulau Rempang dan Galang sehingga rencana
pengembangan ekowisata sesuai dengan Perda No. 2 Tahun 2004 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2004-2014 dapat berjalan.
2. Potensi Pulau Rempang dan Galang untuk dikembangkan sebagai daerah
wisata sebaiknya dimanfaatkan secara optimal dengan kaidah konservasi agar
tidak terjadi fenomena ”tourism kill tourism”.
3. Masyarakat multi etnis dengan budayanya selalu dilibatkan dalam segala
kegiatan rencana pengembangan ekowisata maupun dalam pelaksanannya di
kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA

Aprijanto dan Sugiharto. 2000. Evaluasi lahan untuk pengembangan kawasan


pariwisata alam pantai kabupaten Jembrana Bali dengan memanfaatkan
citra landsat-TM dan foto udara pankromatik hitam putih. jurnal
geografi, universitas Muhammadiyah Surakarta

Baehaqie. A dan B.S. Helvoort. 1993. Potensi dan konservasi kawasan pesisir
untuk ekoturisme di Indonesia. makalah disajikan pada seminar
nasional manajemen kawasan pesisir untuk ekoturisme dalam rangka
dies natalis ke 30 IPB. program studi magister manajemen. Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Bakosurtanal. 1996. Pengembangan prototipe wilayah pesisir dan marine


Kupang Nusa Tenggara Timur. pusbina-inderasig. Bakosurtanal,
Cibinong

Bengen. 2001. Ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan laut. Pusat kajian
sumberdaya pesisir dan lautan. Intitut Pertanian Bogor

Bird. E.S.F. 1969. Coast an introduction to systematic geomorphology.


Cambridge. The M.I.T. Press

Clawson. 1968. Organization and use park system’s planning. Proceding of the
conference on conservationof nature and natural resources in tropical
south east asia. IUCN. Marges. Switzerland

Dahuri. R. 1993. Daya dukung lingkungan dan pengembangan pariwisata bahari


berkelanjutan. Makalah disajikan pada seminar nasional manajemen
pesisir untuk ekoturisme. Magister Manajemen-Institut Pertanian
Bogor, Bogor

Dahuri. R. S.P. Ginting, dan J. Rais. 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah


pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri.R. 1999. Kebijakan dan strategi pengelolaan wilayah pesisir dan lautan
secara berkelanjutan. Makalah disajikan pada pelatihan untuk pelatih
bidang pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu. Bogor

Dahyar. 1999. Penerapan pendekatan pengelolaan wilayah pesisir terpadu dalam


pembangunan pariwisata di Kepulauan Derawan. Tesis. Program
Pascasarjana IPB.

Direktorat wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. 2002. Penilaian obyek
dan daya tarik wisata alam (analisis daerah operasi. Departemen
Kehutanan. Bogor
Douglas. R.W. 1982. Forest recreation. Pergamon Press. Oxford

Ecotourism research group. 1996a. Local government ecotourism trails panning,


design and development guide,research report to south ROC

Ecotourism research group. 1996b. Towards a cooperative management model


for ecotourism initiatives in the tomborine mountain area, research report
commonwealth departement of tourism

Fandeli. 2000. Pengusahaan ekowisata. Fakultas Kehutanan UGM. Pustaka


pelajar dan unit konservasi sumberdaya alam. DIY

Gesamp. 1991. Global strategi for marine environment protection. Gesamp


report and studies No. 45 IMO. London.

Goodwin. 1997. Ekowisata teresterial. Dalam prosiding pelatihan dan lokakarya


perencanaan pariwisata berkelanjutan. Editor Myra P. Gunawan.
Penerbit ITB, Bandung

Hadinoto. K. 1996. Perencanaan pengembangan destinasi pariwisata.


University of Indonesia Press. Jakarta.

Hani. 1994. Ekoturism di Indonesia harus punya nilai tambah. Harian Kompas,
2 Agustus 1994. Jakarta

Hutabarat. S. dan S.M. Evans. 1985. Pengantar oseanografi. Universitas


Indonesia, Jakarta

Low. C. and Heilbronn. 1996. Ecotourism : An annorated bibliography research


report. South Roc and Commonwealth Departement of Tourism

Mahi. 1994. Pendekatan hirarki spasial sistem lahan dalam evaluasi lahan
pertanian terkomputer. Disertasi doktor Institut Pertanian Bogor. Bogor

Malingreau. J.P. 1978. Penggunaan lahan pedesaan. PUSPICS UGM-


Bakosurtanal Yogyakarta.

Mason, C. F. 1981. Biological of estuaries pollution. Longman Group Ltd.,


New Jersey.

Mc. Corduchy, H.B. 1970. Introduction to marine biology. Mosby Co. St.
Louis.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of ecology. W.B. Saunders Co Ltd.


Philadelphia.

Prahasta. 2002. Konsep-konsep dasar sistem informasi geografis. Informatika.


Bandung.
Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT. Teknik membedah kasus bisnis, reorientasi
konsep perencanaan strategis untuk menghadapi abad 21 (edisi ke enam).
Gramedia pustaka utama. Jakarta

Sekartjakrarini, S. 2004. Ekowisata : Konsep pengembangan dan


penyelenggaraan pariwisata ramah lingkungan. Bahan kuliah
penyelenggaraan dan pengembangan ekowisata. Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.

Sekartjakrarini dan Legoh. 2003. Pembangunan pariwisata berkelanjutan. Bahan


kuliah penyelenggaraan dan pengembangan ekowisata. Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana.
Institut Pertanian Bogor.

Sekartjakrarini S. dan N. K. Legoh. 2004. Ekowisata : batasan dan pengertian.


rencana strategis ekowisata nasional kementrian kebudayaan dan
pariwisata republik Indonesia. Jakarta.

Soemarwoto. 1983. Ekologi lingkungan hidup dan pembangunan. Penerbit


Jambatan. Jakarta

Soeriatmadja. 1997. Prospek dan pengembangan pariwisata pantai dan laut di


Indonesia : Prosiding pelatihan dan lokakarya perencanaan pariwisata
berkelanjutan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Sudiana. 1999. Studi potensi sumberdaya ekosistem hutan mangrove untuk


pengembangan ekoturisme. Prosiding konperensi energi, sumberdaya alam
dan lingkungan, BPPT. Jakarta.

Sugandhy. 1999. Penataan ruang dalam pengelolaan lingkungan hidup.


Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sutamiharja. 1992. Pengelolaan kualitas dan pencemaran air. Makalah disajikan


pada seminar on industrial water pollution control and water quality
management, Jakarta.

Sutikno. 1999. Karakteristik bentuk pantai. PUSPICS-UGM. Yogyakarta

Wiratno., Fandeli C., Muklison (editors). 2000. Pengusahaan ekowisata bagian


IV. Pengusahaan ekowisata : model analisis dan pengembangan wisata
alam. Fakultas Kehutanan UGM, UKSDA Yogya dan Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.

Wong P. 1991. Coastal tourism in southeast asia. ICLARM education series 13,
40p. International center for living aquatic resources management,
Manila, Philippines.
Woro. 1999. Evaluasi lahan untuk pariwisata. Makalh disajikan pada pelatihan
aplikasi GIS untuk pesisir dan kelautan tingkat pengelola basis data.
PUSPICS-fakultas geografi UGM. Yogyakarta

Yoeti. 1997. Pengantar ilmu pariwisata. Penerbit angkasa Bandung,


Bandung.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Potensi wisata sumberdaya alam di Pulau Rempang dan
Galang

Pantai Melayu Pantai Mawar

Desa Sembulang Pantai Melur

Kamp Pengungsian Vietnam Kapal Pengungsian Vietnam


Lampiran 2. Perhitungan kelas kesesuaian berdasarkan analisis daerah
operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-ODTWA).

Analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO-
ODTWA) dilakukan dengan menggunakan instrumen kriteria penilaian dan
pengembangan yang terdiri dari beberapa unsur yaitu : daya tarik, potensi pasar,
kadar hubungan/aksesbilitas, Kondisi lingkungan sosial ekonomi, pelayanan
masyarakat, kondisi iklim, akomodasi, prasarana dan sarana penunjang,
tersedianya air bersih, hubungan obyek dengan obyek wisata lain dan keamanan.
a. Kriteria penilaian Pantai Melayu, Mawar, Melur
- Daya tarik 1620
- Potensi pasar 950
- Kadar hubungan/aksesbilitas 775
- Kondisi lingkungan sosek 1150
- Pelayanan masyarakat 50
- Kondisi iklim 340
- Akomodasi 90
- Prasarana dan sarana penunjang 120
- Tersedianya air bersih 560
- Hubungan obyek dengan obyek lain 100
- Keamanan 120
Total 5875

Kriteria Kesesuaian :
Layak :
- Baik sekali : 6342 - 7050
- Baik : 5633 - 6341
- Cukup : 4924 – 5632
- Sedang : 4215 – 4923
Tidak layak :
- Kurang : 3506 – 4214
- Kurang sekali : 2797 – 3505
- Buruk : < 2796
b. Kriteria penilaian Wilayah Pesisir Desa Sembulang
- Daya tarik 2160
- Potensi pasar 950
- Kadar hubungan/aksesbilitas 775
- Kondisi lingkungan sosek 1150
- Pelayanan masyarakat 50
- Kondisi iklim 340
- Akomodasi 90
- Prasarana dan sarana penunjang 120
- Tersedianya air bersih 560
- Hubungan obyek dengan obyek lain 100
- Keamanan 120
Total 6415

Kriteria Kesesuaian :
Layak :
- Baik sekali : 6830 - 7590
- Baik : 6069 - 6829
- Cukup : 5308 - 6068
- Sedang : 4547 - 5307
Tidak layak :
- Kurang : 3786 - 4546
- Kurang sekali : 3025 - 3785
- Buruk : < 3024

c. Kriteria penilaian Kamp Pengungsian Vietnam


- Daya tarik 1440
- Potensi pasar 950
- Kadar hubungan/aksesbilitas 775
- Kondisi lingkungan sosek 1150
- Pelayanan masyarakat 50
- Kondisi iklim 340
- Akomodasi 90
- Prasarana dan sarana penunjang 120
- Tersedianya air bersih 560
- Hubungan obyek dengan obyek lain 100
- Keamanan 120
Total 5695

Kriteria Kesesuaian :
Layak :
- Baik sekali : 6179 - 6870
- Baik : 5487 - 6178
- Cukup : 4795 - 5486
- Sedang : 4103 - 4794
Tidak layak :
- Kurang : 3411 - 4102
- Kurang sekali : 2719 - 3410
- Buruk : < 2718
Lampiran 3. Standar Luas yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata hiking,
walking, running dan jogging
Orang Pergantian orang Orang per
Kegiatan per km dalam sehari hari
Hiking, walking, running dan 500 4 2000
jogging di Kota
Hiking, walking, running dan 50 4 20
jogging di dalam kota
Hiking, walking, running dan 10 4 40
jogging dalam kawasan alami
Lampiran 4. Karakteristik wisatawan Pulau Rempang dan Galang

No. Lokasi Nama Umur Asal Pendidikan Pekerjaan

1 Melayu Priyono 21-30 Jatim STM Mekanik


2 Melayu Susanto 21-30 Jawa SD Supir
3 Melayu Ari 21-30 Yogyakarta SLTP Wiraswasta
4 Mawar Abidin 31-40 Flores SLTA Wiraswasta
5 Mawar Prasetyo 21-30 Madiun SMK Wiraswasta
6 Mawar Ronal 21-30 Sumut SLTA Karyawan
7 Mawar Adiwanta 21-30 Sumut SLTA Karyawan
8 Mawar Lisna 21-30 Medan SLTA Karyawan
9 Mawar Rizal 21-30 Medan Diploma POLRI
10 Mawar Fahrudin 21-30 Medan STM Supir
11 Mawar Yusup < 20 Medan SLTA Karyawan
12 Mawar Benny 21-30 Pekanbaru SLTA Karyawan
13 Sinam Khairunas 21-30 Medan SLTP Wiraswasta
14 Sinam Afrizal 21-30 Batam SLTP Wiraswasta
15 Sinam Ahmada < 20 Pekanbaru SLTA Karyawan
16 Sinam Rudi 21-30 Medan Diploma Karyawan
17 Sinam Idris > 50 Singapura Master Karyawan
18 Sinam Sap 21-30 Jakarta PT Karyawan
19 Sinam Gussun 31-40 Jakarta PT Karyawan
20 Sinam Tuti 31-40 Jakarta PT Karyawan
21 Sinam Rosmawati > 50 Singapura PT Karyawan
22 Sinam Sherry < 20 Singapura PT Karyawan
23 Sinam Lia 21-30 Singapura PT Karyawan
24 Sinam Andrew Han > 50 Singapura Master Sales
25 Melur Gunawan > 50 Singapura PT Karyawan
26 Melur Alex 21-30 Batam SLTA Wiraswasta
27 Melur Salman 31-40 Jambi SLTA Wiraswasta
28 Melur Sunarde 31-40 Sumbar SLTA Wiraswasta
29 Melur Rachmat 31-40 Jambi SLTA Wiraswasta
30 Melur Gobel 31-40 Jambi SLTA Wiraswasta
31 Melur Dora 21-30 Medan SLTA Wiraswasta

Anda mungkin juga menyukai