Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MIKROBIOLOGI

ARCHAEA

Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Semester


4 Dosen Pengampu : Erna Wulandari, S.Si., M.Sc.

Disusun Oleh
: Kelompok 2

1. Ryan Ikhwan Ahsani 21104070021


2. Sulistyowati Wulandari 21104070024
3. Dwi Fatmawati 21104070033
4. Dewi Sekar Harum R. 21104070035
5. Zalva Nabilla Gunawan 21104070037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah dengan judul “ARCHAEA” dapat selesai tepat
pada waktunya.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bu Erna Wulandari, S.Si., M.Sc.
Selaku dosen pengampu mata kuliah Mikrobiologi yang telah membimbing penulis dalam
pengerjaan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah membantu dan mendukung terselesaikannya makalah berjudul “ARCHAEA” ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis nantikan untuk menyempurnakan
makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat serta menambah
pengetahuan dan wawasan baru bagi para pembaca.

Yogyakarta, 30 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................................5

B. Rumusan Masalah...............................................................................................................5

C. Tujuan.................................................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................7

1. Definisi Archae....................................................................................................................7

2. Sejarah Archaea...................................................................................................................7

3. Habitat Archea.....................................................................................................................8

a. Lingkungan Hidrotermal atau Termofilik........................................................................8

b. Metanogenik atau Anaerob ekstrim.................................................................................9

c. Halofilik.........................................................................................................................10

4. Ciri-ciri Archaea................................................................................................................10

5. Struktur dan fungsi Organel Sel Archaea..........................................................................11


6. Klasifikasi Archaea...........................................................................................................12

a.Metanogenik...................................................................................................................12

b.Halofilik.........................................................................................................................13

c.Termofilik......................................................................................................................14

7. Taksis Archaea..................................................................................................................14

a.Flagella Archaea............................................................................................................14

b.Kemotaksis Archaea......................................................................................................16

8. Reproduksi Archaea..........................................................................................................16

3
9. Peranan Archaea...............................................................................................................17

BAB III PENUTUP..................................................................................................................18

1. Kesimpulan........................................................................................................................18

2. Penutup..............................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Mikrobiologi merupakan salah satu cabang Ilmu Biologi. Mikrobiolgi
mempelajari mikroba dan jasad renik yang berukuran mikro dan sedikiat yang bertumbuh
mikro. Keberadaan mikrobia di bumi sangatlah banyak jenis dan jumlahnya, ilmu yang
dipelajari yakni seluruh aspek biologi mikrobia dengan pendekatan teknik kultur murni
(Pure sulture) yang dicapai dengan teknik kerja aseptis. Bahasan mikrobiologi meliputi
Bakteri, Archaea, Fungi, Protista, dan Algae. Bahasan mikrobiologi yang begitu beragam ini
memiliki ciri yang berbeda-beda setiap kelompoknya. Namun memiliki kesamaan yakni
tidak bisa dilihat secara kasat mata objek mikrobia tersebut, kecuali fungi makro yang sering
kita jumpai di sekitaran rumah. Alat bantu untuk bisa melihat secara langsung biasanya
menggunakan mikroskop stereo atau mikroskop dengan resolusi tinggi terbaik.
Archaea merupakan salah satu mikrobia yang akan dibahas pada makalah ini.
Archaea hampir memiliki kemiripan dengan bakteri, sebelumnya kedua mikrobia masih satu
domain, dan bakteri beriringan. Namun, setelah dilakukan penelitian oleh beberapa ahli.
Pengelompokkan bakteri dan archaea dipisahkan. Alasannya karena bakteri dianggap lebih
modern dibandingkan dengan archaea. Bakteri hampir memiliki organel yang lengkap
seperti organisme multiseluler sendangkan archaea tidak memiliki inti sel sebagaimana
bakteri. Namun, archaea dianggap lebih adaptif juga karena mampu hidup dalam keadaan
yang ekstrim baik itu sangat panas, sangat dingin, serta kondisi sangat asin.
Pada pembahasan kali ini penulis tertarik membahas mengenai pengertian
archaea, sejarah archaea, ciri-ciri archaea, habitat dari archaea, struktur organel sel archaea,
klasifikasi secara umum dari archaea, reproduksi archaea, serta perananan archaea terhadap
kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan archaebacteria?
2. Bagaimana sejarah archaebacteria?
3. Bagaimana ciri-ciri archaebacteria?
4. Dimana sajakah Habitat dari archaebacteria dapat hidup?
5
5. Jelaskan struktur organel sel arcahebacteria beserta fungsinya?
6. Bagaimana klasifikasi secara umum dari archaebacteria?
7. Bagaimana pertumbuhan archaebacteria?
8. Bagaimana Reproduksi archaebacteria?
9. Apa saja peranan archaebacteria bagi kehidupan bumi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu archaebacteria.
2. Untuk mengetahui sejarah dari archaebacteria.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri dari archaebacteria.
4. Untuk mengetahui keberadaan archaebacteria di suatu habitat.
5. Untuk mengetahui macam organel sel archaebacteria dan fungsinya.
6. Untuk mengetahui klasifikasi archaebacteria dan klasifikasi secara umum berdasarkan
kemampuan hidupnya.
7. Untuk mengetahui pertumbuhan archaebacteria.
8. Untuk mengetahui proses reproduksi archaebacteria.
9. Untuk mengetahui peranan yang dihasilkan oleh archaebacteria bagi kehidupan.

6
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Archaea

Istilah Archaea berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata archaio yang berarti
kuno. Archaea merupakan kelompok bakteri yang dinding selnya tidak mengandung
peptidoglikan. Namun, membran plasmanya mengandung lipid. Archaea adalah
mikroorganisme domain bersel satu. Archaea tergolong prokariota, kelompok mikrobia yang
tidak memiliki inti sel. Awalnya, Archaea diklasifikasikan sebagai bakteri dan diberi nama
archaebacteria tetapi klasifikasi ini tak lagi digunakan karena antara bakteri dengan archaea
memiliki elemen dan struktur yang berbeda. Archaea dan bakteri menunjukkan perbedaan
dalam susunan genetiknya, gen yang dimiliki oleh archaea sangat mirip dengan eukariota,
tetapi bukan tergolong bakteri. Archaea adalah sel tunggal, mikroorganisme sederhana, dan
mampu bertahan dalam kondisi ekstrem dikarenakan archaea memiliki kemampuan untuk
beradaptasi dengan lingkungangya serta lingkungan yang ekstrim tersebut dapat membantu
archaea untuk melakukan metabolisme tubuhnya (Suparno,2005 dalam Khotimah, 2014).
Mereka dianggap sebagai sel paling primitif, yang berasal dari bumi 4 miliar tahun yang lalu.
Sedangkan, bakteri adalah sel tunggal tetapi memiliki struktur yang kompleks. Semua jenis
bakteri kecuali archaea termasuk dalam kategori ini. Archaea memuliki ukurannya sekitar 0,1
mikrometer hingga 15 mikrometer. Archaea memiliki bentuk yang bervariasi, ada yang
seperti bola, batang, spiral, piring, bahkan berbentuk tak beraturan (Irianto, 2008).

2. Sejarah Archaea

Awalnya organisme dikelompokkan menurut rintisan Carl Linnaeus pada tahun


1759. Untuk menggambarkan hubungan evolusinya, Ernst Heinrich Haeckel (1866)
mengusulkan pengelompokan mikroba dalam 3 kelompok besar, yaitu hewan, tumbuhan, dan
protista. Pada klasifikasi ini semua mikroba dikelompokkan sebagai protista. Sistem
klasifikasi terbaru diperkenalkan oleh Carl Woese (1970) yang membagi organisme dalam 3
kingdom utama, yaitu Archaea (Archaebacteria), Eubacteria atau Bacteria, dan Eucarya
(Eukarya).

7
Sistem tiga domain menekankan pemecahan prokariota menjadi dua kelompok, yaitu
Eubacteria (kini Bacteria) dan Archaebacteria (kini Archaea) (Irianto, 2008).

Archaea dan Bacteria merupakan jasad prokariotik yang memiliki organisasi sel
yang sederhana dan secara struktural jelas berbeda dari sel eukariota. Pembagian kingdom ini
didasarkan pada penemuan bahwa Archaea secara mendasar berbeda dengan organisme
lainnya. Pembagian kingdom ini dikembangkan berdasarkan biologi molekular dengan
melihat makromolekul organisme terutama ribosomal RNA. Pada tingkatan genetis
molekuler, Woese mampu menunjukkan bahwa antara Archaea, Bacteria, dan Eukarya
memiliki perbedaan yang besar. Archaea ditemukan pada tahun 1977 oleh Carl Woese dan
George Fox sesuai pemisahan dari prokariot lainnya dalam pohon filogentik rRNA 16S. Carl
Woese, mempelajari urutan genetik organisme dan mengembangkan metode sekuensing baru
yang melibatkan pemotongan RNA menjadi fragmen-fragmen yang bisa diurutkan dan
dibandingkan dengan fragmen lain dari organisme lain. Semakin mirip pola fragmen antar
spesies, maka semakin dekat relasi antar organisme. Woese menggunakan metode
perbandingan rRNA baru untuk mengkategorikan dan membedakan organisme-organisme.
Dia mengurutkan berbagai spesies yang berbeda dan menemukan sekelompok metanogen
memiliki pola yang sangat berbeda dari Prokariota atau Eukariota yang telah dikenal.
Metanogen ini jauh lebih mirip satu sama lain daripada dengan organisme lain yang
diurutkan, yang membuat Woese mengusulkan domain baru , yaitu Archaea (Irianto, 2008).

3. Habitat Archaebacteria

a. Lingkungan Hidrotermal atau Termofilik

Filum yang mewakili yakni Crenarchaea yang umumnya dijumpai disekitaran


lingkungan hidrotermal, terutama mata air panas asam, solfatara, dan lubang hidrotermal
laut
. Suhu optimal diatas 800 celcius. Filum Crenarchaea juga dapat ditemukan di beberapa
lingkungan non- termofilik, termasuk air laut, tanah, dan permukaan batu gua. Salah satu
spesies hydrotermal atau termofilik yaitu Cenacrchaeum symbiosum, adalah simbion spons
laut, tetapi tidak ada simbion crenarchacal lain atau parasit tumbuhan atau hewan yang
diketahui (Brow, 2015).
8
Gambar 1. Mata air panas asam di daerah Gunung Berapi Taman Nasional Yellowstone.

b. Metanogenik atau Anaerob ekstrim

Dalam lingkungn imi metanogenik sangat sensitif terhadap oksigen, dan jadi
semua metanogen adalah anaerob ekstrim. Namun, mereka adalah organisme yang
ditemukan di semua jenis lingkungan anaerobik, dan tentu saja yang paling banyak
archaea yang dapat berkembang biak dengan baik di dunia "moderat". Misalnya:

i. Sedimen dan gas rawa tanah adalah metana yang, karena suhu pengapiannya yang
rendah dan konsentrasi ambangnya, mudah tersulut dan bersinar sangat redup seperti
gumpalan yang terlihat pada malam hari di rawa- rawa. Metanogen juga merupakan
komponen penting dari populasi mikroba rizosfer (lingkungan akar tanaman).

ii. Saluran pencernaan hewan terutama serangga pemakan kayu dan ruminansia, tetapi
sebagian besar hewan lainnya juga. Tidak hanya untuk oksigenasi tetapi juga untuk
menjaga konsentrasi metana di bawah tingkat yang dapat terbakar. Sapi dapat
menghasilkan cukup metana untuk menjadi sumber signifikan dari gas rumah kaca
yang kuat ini.

iii. Air limbah dan tempat pembuangan akhir- proses air limbah mengubah bahan
organik dalam air limbah menjadi metana dan CO2. TPA harus dibuang dengan

9
hati- hati.

10
Rumah- rumah yang berada di dekat tempat pembuangan sampah yang berpotensi
meledak karena penumpukan metana yang merembes melalui tanah ke ruang bawah
tanah mereka. Atau, metana dapat dikumpulkan dari air limbah atau fasilitas TPA
dan digunakan untuk produksi energi.

iv. Endapan minyak- gas alam adalah metana, dan setidaknya beberapa gas alam
diproduksi bukan secara geokimia tetapi oleh metanogen yang hidup di endapan
minyak bawah tanah.

c. Halofilik

Archaea yang sangat halofilik biasa ditemukan di laut dan danau hipersalin,
kolam penguapan garam, daging asin, rawa garam, dan endapan garam bawah
tanah. Mereka juga dapat ditemukan di lingkungan dengan kandungan air rendah
yang tidak terduga seperti tanah dan lumpur.

Gambar 2 habitat halofilik di sebuah Saltem di Namibia.


4. Ciri-ciri Archaea

Archaea sebagai organisme uniseluler memiliki ciri – ciri sebagai berikut :

1. Ukurannya sekitar 1/10 mikrometer hingga 15 mikrometer.


2. Bertahan di asam, lingkungan air garam atau alkali, beberapa bisa menahan tekanan lebih
dari 200 atmosfer.
3. Membran selnya tersusun atas lemak, berupa ikatan eter dan unit isoprene.
4. Selnya bersifat prokariotik (tidak mempunyai membran inti).

11
5. Lipida bercabang pada membran sel.
6. Dinding sel terdiri atas polisakarida dan protein bukan peptidoglikan.
7. Tidak mempunyai RE (Retikulum Endoplasma), mitokondria, lisosom dan badan golgi.
8. Ribosomnya mengandung beberapa jenis RNA polymerase.
9. Archaea mengandung asam nukleat berupa RNA.
10. Reproduksi dengan cara pembentukan tunas, pembelahan biner dan fragmentasi.
11. Sensitif terhadap toksin difteri.
12. Hidup secara koloni (berkelompok) dan soliter (sendiri)
13. Beberapa spesies Archaea mempunyai flagela untuk bergerak.
14. Sebagian besar bersifat anaerob, tetapi ada juga beberapa spesies bersifat aerob, anaerob
fakultatif dan anaerob obligat. (Brow, 2015)

5. Struktur dan Fungsi Organel Archaea

1. Glikokalik. Lapisan terluar sel yang tersusun atas polisakarida dan protein. Glikokalik
disebut juga kapsul.
2. Dinding sel. Dinding sel mengandung pseudopeptidoglikan atau protein atau polisakarida
yang berfungsi untuk stabilitas struktur sel.
3. Membran sel. Bagian lipid hidrofibik memiliki ikatan eter. Membran berbentuk
monolayer.
4. Sitoplasma. Berisi asam-asam amino, vitamin, protein, gula, garam-garam, ion dan air.
Tempat ribosom, asam nukleat, plasmid, mikrokompartemen, badan inklusi dan
sitoskeleton. Tempat metabolisme sel.

12
5. Nukleoid. Tempat berkumpulnya asam nukleat di sitOplasma. Berisi krOmOsOm

tunggal → tidak bermitOsis.


6. Plasmid. Plasmid merupakan DNA ekstrakromosomal yang berbentuk sirkuler. Plasmid
berisi gen-gen yang berperan dalam produksi toksin penyebab penyakit dan resistensi
terhadap antibiotik serta sering digunakan dalam teknik rekayasa genetik.
7. Badan Inklusi. Badan inklusi merupakan struktur yang terdapat di sitoplasma dan
berperan dalam menyimpan nutrisi. Ada yang tersusun dari granula polisakarida atau
lemak.
8. Flagella. Flagella memiliki fungsi sebagai alat penggerak.
9. Pili. Pili berperan dalam mentransfer molekul Genetime (DNA) dari satu bakteri ke
bakteri lain selama peristiwa konjugasi.
10. Ribosom. Ribosom merupakan organel kecil yang berfungsi untuk sintesis protein.

6. Klasifikasi Archaea

Kelompok Archaea merupakan organisme yang menempati daerah yang ekstrim seperti
sumber air panas dan air dengan kadar garam (salinitas) tinggi. Para ilmuwan
mengelompokkan Archaea ke dalam tiga kelompok, yaitu Metanogenik, Halofilik dan
Termofilik.

a. Metanogenik

Kelompok Archaea ini bersifat anaerobik dan kemosintetik. Bakteri ini


memperoleh makanan dengan mereduksi CO2 menggunakan H2 menjadi metana (CH4).
Hidup di rawa-rawa dan danau yang kekurangan oksigen karena konsumsi
mikroorganisme lain. Metanogenik juga berperan dalam pembusukan sampah dan
kotoran ternak. Metanogenik merupakan bakteri utama dalam pembentukan biogas atau
gas metana. Beberapa bakteri metanogenik bersimbiosis dalam rumen herbivora dan
hewan pengonsumsi selulosa lainnya. Contohnya :

13
Gambar 4 Methanothermobacter
Gambar 3 Methanococcus jannaschii thermautotrophicus

Gambar 5 Methanosarcina barkeri

b. Halofilik

Bakteri Halofilik (halo: garam, philis: suka) ini hidup pada lingkungan dengan kadar
garam tinggi dan sebagian memerlukan kadar garam 10 kali lebih tinggi daripada air laut
untuk dapat hidup. Beberapa bakteri halofilik dapat berfotosintesis dan memiliki zat warna
yang disebut bacteriorodhopsin. Contohnya :

Gambar 6 Halobacterium salinarum

14
c. Termofilik

Sesuai dengan namanya (thermo: panas, philis: suka), Archaebacteria ini hidup di tempat
dengan suhu 60°C hingga 80°C. Beberapa bakteri termofilik mampu mengoksidasi sulfur,
seperti Sulfolobus yang hidup di mata air sulfur. Bahkan, beberapa spesies mampu hidup
dekat rekahan dasar laut dengan suhu 105°C.

Contohnya :

Gambar 7 Archaeogabus Gambar 8 Thermoplasma Gambar 9 Pyrodictim


fulgidus acidophilum occultum

Gambar 10 Thermoproteus Gambar 11 Sulfolobus


tenax solfataricus

7. Taksis Archaea
a. Flagella Archae.
Berdasarkan jenis flagella terbagi menjadi lima kelompok, yaitu pertama atrik

15
adalah tidak memiliki flagela. Kedua, monotrik adalah hanya memiliki satu flagela.
Ketiga, lofotrik adalah flagela berkumpul pada salah satu ujung. Keempat, amfitrik
adalah flagela ada dua berada tepat di ujung sel. Kelima, peritrik adalah flagela berada di
seluruh
permukaan sel tersebut.

Flagella Archaea berukuran sangat kecil hingga mencapai setengah dari ukuran
flagella bakteri, yaitu 10-13 nm (Madigan et al., 2012). Flagella Archaea memberikan
kemampuan terhadap sel Archaea untuk dapat bergerak memutar seperti halnya bakteri.
Flagella Archaea tidak hanya sebagai alat untuk bergerak, tetapi juga berperan dalam
interaksi di dalam sel dan sebagai pengenal pada permukaan sel sebagai syarat
terbentuknya biofilm pada beberapa Archaea. Flagella ditemukan pada semua sub
kelompok utama Archaea Crenarchaeota dan Euryarchaeota yaitu halofil, haloalkalofil,
metanogen, hipermetrofil, dan termoasidofil. Sampai saat ini telah dilaporkan berbagai
macam Archaea yang memiliki flagella, termasuk Methanococcus, Halobacterium,
Sulfolobus, Natrialba, Thermococcus dan Pyrococcus (Ng et al., 2006).

Gambar 12 (a) Sel Methanococcus maripaludis dengan diameter 1μm menunjukkan banyaknya
flagella yang terdapat di permukaan selnya dan (b) flagella yang telah dimurnikan

Secara umum penampakan flagella Archaea mirip dengan flagella bakteri tetapi
flagella Archaea memiliki pergerakan yang unik seperti pada pili bakteri tipe IV (Jarrell
et al., 2007). Kemiripan ini meliputi struktur flagella termasuk keberadaan jumlah gen
pada masing-masing struktur. Pada awal penelitian mengenai flagella Archaea, diketahui
kemiripan antara flagella Archaea dengan pili bakteri tipe IV adalah pada N-termini
(Faguyet al., 1994) dan adanya pilin tipe IV yang mirip sinyal peptide (Kalmokoff and
16
Jarrell, 1991). Penelitian terbaru menyebutkan bahwa protein yang ada pada flagella
Archaea maupun pili bakteri tipe IV adalah ATPase (Bayley and Jarrel, 1998), membran
protein (Peabody et al., 2003) dan sinyal peptidase (FlaK/PibD) (Bardy and Jarrel, 2002).

Salah satu perbedaan antara flagella Archaea dengan flagella bakteri diketahui
pada penelitian yang dilakukan tahun 2008 oleh Streif et al. mengenai pergerakan
memutar pada flagella Archaea, hasilnya menunjukkan bahwa pergerakan flagella
tersebut didukung oleh proses hidrolisis ATP dan bukan dari proton atau natrium seperti
yang digunakan oleh flagella bakteri.

b. Kemotaksis Archaea

Kemotaksis merupakan respon gerakan Archaea terhadap rangsangan dari


senyawa kimia. Walaupun Archaea termasuk ke dalam kelompok yang berbeda dari
bakteri, tetapi banyak spesies Archaea yang memiliki sifat kemotaksis. Berbagai macam
protein yang mengatur proses kemotaksis pada bakteri juga ditemukan pada Archaea
yang mampu bergerak (motil).

8. Reproduksi Archaea

Archaea adalah salah satu dari tiga domain makhluk hidup yang ditemukan
di bumi. Archaea memiliki peran penting dalam lingkungan ekstrem seperti air
panas, air asin, dan tanah yang tercemar. Archaea mereproduksi dengan cara
pembelahan biner dan beberapa jenis archaebacteria dapat bereproduksi secara
seksual dengan menggabungkan materi genetik dari individu yang berbeda.

Beberapa materi terkait reproduksi archaea yang dapat dipelajari meliputi:

1. Mekanisme reproduksi pada archaea

2. Peran pili dalam reproduksi archaea

3. Proses konjugasi pada archaea

4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi reproduksi archaea.

17
9. Peranan Archaebacteria

Archaea adalah salah satu dari tiga domain makhluk hidup, selain Bacteria dan
Eukarya. Archaea ditemukan pada habitat yang ekstrim, seperti lingkungan asam, panas,
dan salin, sehingga disebut juga sebagai ekstremofil. Archaea memiliki peranan penting
dalam ekosistem karena mampu melakukan proses-produk metabolisme yang berguna
bagi lingkungan, seperti menghasilkan metana, memperbaiki nitrogen, dan menghasilkan
enzim yang dapat digunakan dalam industri.

Beberapa peran Archaea adalah:

1. Menghasilkan metana. Beberapa jenis Archae dapat menghasilkan metana sebagai


produk sampingan dari metabolisme mereka. Metana dapat digunakan sebagai sumber
energi alternatif dan sebagai bahan bakar.

2. Memperbaiki nitrogen. Beberapa jenis Archaea dapat memperbaiki nitrogen, yaitu


mengubah nitrogen dari bentuk tidak reaktif menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh
makhluk hidup lainnya.

3. Produksi enzim. Beberapa jenis Archaea menghasilkan enzim yang dapat digunakan
dalam industri, seperti industri pangan dan farmasi.

4. Lingkungan asam. Beberapa jenis Archaea dapat hidup di lingkungan asam dan
membantu menjaga keseimbangan ekosistem.

Beberapa contoh dari Archaea adalah Methanobrevibacter smithii, yang


ditemukan dalam saluran pencernaan manusia dan ternak, serta Sulfolobus, yang dapat
hidup di lingkungan yang sangat asam dan panas seperti mata air panas dan kawah
vulkanik.

18
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah mengenai Archaea ini, yaitu Archaea
merupakan kelompok bakteri yang dinding selnya tidak mengandung peptidoglikan. Namun,
membran plasmanya mengandung lipid. Archaea adalah mikroorganisme domain bersel satu.
Archaea tergolong prokariota, kelompok mikrobia yang tidak memiliki inti sel. Awalnya,
Archaea diklasifikasikan sebagai bakteri dan diberi nama archaebacteria tetapi klasifikasi ini
tak lagi digunakan karena antara bakteri dengan archaea memiliki elemen dan struktur yang
berbeda.

Dalam sejarahnya, Sistem klasifikasi terbaru diperkenalkan oleh Carl Woese (1970) yang
membagi organisme dalam 3 kingdom utama, yaitu Archaea (Archaebacteria), Eubacteria atau
Bacteria, dan Eucarya (Eukarya). Sistem tiga domain menekankan pemecahan prokariota
menjadi dua kelompok, yaitu Eubacteria (kini Bacteria) dan Archaebacteria (kini Archaea).
Habitat dari Archaea, antara lain lingkungan hidrotermal atau termofilik, metanogenik atau
anaerob ekstrim, dan halofilik.

Archaea memiliki banyak sekali ciri, salah satunya ukurannya sekitar 1/10 mikrometer
hingga 15 mikrometer. Pertumbuhan Archaea dapat diperngaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya, yaitu suhu dan ketersediaan makanan serta sisa metabolisme. Terdapat 5 tipe flagella
pada Archaea, yaitu antrik, monotrik, lofotrik, amfitrik, dan peritrik. Archaea mereproduksi
dengan cara pembelahan biner dan beberapa jenis archaebacteria dapat bereproduksi secara
seksual dengan menggabungkan materi genetik dari individu yang berbeda.

2. Saran
Kami berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian dan referensi untuk
penelitian lebih lanjut mengenai Archaea dan informasi dalam makalah ini dapat memberikan
gambaran yang valid untuk kedepannya. Oleh karena itu, masih sangat diperlukan adanya
pendalaman materi lebih lanjut agar didapatkan informasi secara lebih rinci lagi mengenai
Archaea.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arianto, Agus. 2008. “Tinjauan Umum Mikrobiologi Lingkungan” Mikrobiologi


Lingkungan. 1–41. http://repository.ut.ac.id/id/eprint/4410.
Barns, S. M., Delwiche, C. F., Palmer, J. D., & Pace, N. R. (1996). Perspectives on
archaeal diversity, thermophily and monophyly from environmental rRNA sequences.
Proceedings of the National Academy of Sciences. 93(17), 9188-9193.
Brown, James W. 1958. Principles of Microbial Diversity. Washington, Dc : ASM
Press Chaban, B., Ng, Sandy Y.M., & Jarrell, F. (2006). Archael Habitats From The Extreme To
The Ordinary. Jurnal Microbiol. 52. 3-116.
Jarrell KF, S. Y. Ng, and Chaban B. (2007). Flagellation and chemotaxis, in Archaea:
Molecular and Cellular Biology, R. Cavicchioli, Ed., pp. 385–410, ASM Press, Washington, DC,
USA.
Thomas, M. 2017. The Biology of Archaebacteria. Springer.

20

Anda mungkin juga menyukai