METODE PERHITUNGAN CADANGAN TE 3231 Edis
METODE PERHITUNGAN CADANGAN TE 3231 Edis
Sinclair (2005)
Disusun Oleh:
Departemen Teknik
Pertambangan Fakultas Ilmu Kebumian dan
Teknologi Mineral
Institut Teknologi Bandung
2005
KATA PENGANTAR
Diktat ini adalah sebuah pengantar dalam bahasa Indonesia untuk mempermudah
mahasiswa dalam memahami metode atau cara-cara melakukan perhitungan cadangan.
Dalam diktat ini metode yang dibahas lebih menekankan pada metode konvensional
yang merupakan dasar dari perhitungan cadangan. Diharapkan diktat ini dapat
digunakan sebagai penuntun mahasiswa dalam mengikuti perkuliahan Metode
Perhitungan Cadangan (TE-3231), khususnya di Departemen Teknik Pertambangan
ITB.
Sangat diharapkan bahwa mahasiswa tidak hanya mengacu pada diktat ini tetapi juga
harus membaca dan mempelajari buku pegangan (text book) lain yang banyak tersedia
untuk memperkaya pengetahuan dan pemahamannya.
Diktat ini merupakan edisi pertama yang disusun dengan mengacu pada buku Applied
Mineral Inventory Estimation (Sinclair and Blackwell, 2005). Disamping itu materi
juga diambil dari buku-buku pilihan lainnya seperti tercantum dalam bagian Daftar
Pustaka, maupun dari pengalaman dan pemahaman pribadi para penyusunnya.
Masih banyak kekurangan dalam penyusunan diktat ini sehingga penambahan dan
penyempurnaan materi diktat ini masih terus berlangsung. Masukan dari pembaca
sangat diharapkan sehingga materi maupun bahasan dari diktat ini menjadi semakin
lengkap.
Penyusun:
Prof. Sudarto Notosiswoyo, Dr.Ir.M.Eng.
Syafrizal Lilah, ST.MT.
Mohamad Nur Heriawan, ST.MT.
Agus Haris Widayat, ST.MT.
i
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………
i DAFTAR ISI
……………………………………………
ii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………… iv
DAFTAR TABEL …………………………………………… vii
BAB
I. PENDAHULUAN …………………………………………… I-1
1.1 PENDAHULUAN I-1
1.2 PENTUNGNYA PERHITUNGAN CADANGAN ......... I-3
iii
halaman
5.2.3 Kovariansi ....................................................... V-6
5.2.4 Skewness dan Kurtosis ……………………… V-6
5.3 HISTOGRAM ........................................................... V-7
5.4 DISTRIBUSI KONTINU .....…………………………… V-9
5.4.1 Distribusi Normal (Gaussian) ………………… V-10
5.4.2 Distribusi Normal Baku ………………………. V-10
5.4.3 Formula Taksiran untuk Distribusi Normal ….. V-11
5.4.4 Distribusi Lognormal ….………………………. V-13
5.4.5 Distribusi Binomial …………………………….. V-14
5.4.6 Distribusi Poisson ........................................... V-15
5.5 DISTRIBUSI KUMULATIF ……………………………. V-17
5.5.1 Grafik Peluang ….....…………………………… V-18
5.6 KORELASI SEDERHANA ……………………………. V-21
5.7 AUTOKORELASI ...................................................... V-23
5.8 REGRESI LINIER SEDERHANA .............................. V-25
5.9 REGRESI REDUCE MAJOR AXIS ………………….. V-27
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
2.1 Grafik antara kadar taksiran (absis) dengan kadar II-2
sebenarnya (ordinat) pada beberapa blok (selective
mining), cog (Xc) yang ditentukan untuk absis maupun
ordinat sebesar 0.2% ...............................…
2.2 Konsep Konektivitas sebagai fungsi perubahan harga cog. II-3
Blok-blok rencana penambangan emas yang dibuat
berdasar 1.033 sampel diwilayah northern British
Columbia ……...................................
2.3 Dilusi yang terjadi pada setiap tahapan proses II-
pertambangan …….....…………………………………
2.4 Ilustrasi numerik dari efek smoothing kombinasi kadar 5
dari support kecil sampai besar (atas), hubungan umum
dari dispersi kadar yang diilustrasikan dalam histogram II-
antara sampel volume kecil dan besar
………............................….. 7
2.5 Blok-blok yang dipergunakan untuk mengestimasi
geometri badan bijih, blok tersebut umumnya akan
dipergunakan sebagai selective mining unit ………..
2.6 Pola eksplorasi bujursangkar (a), persegi panjang
II-8
(b), segitiga (c), dan rhombohedron (d) ..................... II-10
3.1 Sistem klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan SNI III-
1998 …….....………………………….
3.2 Sistem kodifikasi sumberdaya mineral dan cadangan SNI 8
1998 ……….................................……….………
4.1 Sesar mendatar (garis putus) yang terjadi setelah proses III-9
mineralisasi akan menghasilkan zona yang mempunyai
kadar mineral sangat berbeda ............... IV-
4.2 Kerapatan dan arah rekahan dipetakan dengan baik.
Terdapat mineralisasi: hitam dan abu-abu, dari kiri ke 2
kanan menunjukkan kerapatan rekahan yang semakin
turun, dari atas ke bawah menunjukkan arah dominasi
yang berlawanan …………………… IV-3
4.3 Penampang model endapan molibdenit utara- selatan (A)
dan timur-barat (B) Central British Columbia
menunjukkan tiga fase mineralisasi pada breksi, stringer
zone, dan high-grade vein …....…….
4.4 Model geometri endapan tembaga-timah di tambang IV-4
Neves-Corvo Portugal yang berubah-ubah sesuai
v
IV-6
vi
Gamb halam
tambahan data geologi dan penambangan …......…
4.5 Penampang utara-selatan endapan sulfida masif IV-7
Woodlawn- Australia, menunjukkan pernedaan hasil
interpretasi data bor dengan hasil penambangan ..…
4.6 Beberapa variasi model batas antara bijih dan waste. IV-8
Dari kiri ke kanan batas bijih berubah menjadi semakin
gradasi, sedangkan dari atas ke bawah batas bijih berubah
dari bidang sederhana menjadi lebih kompleks (tidak
teratur) ...........................……
4.7 Pasangan data dengan jarak yang sama (dalam kasus ini 2
m) ditentukan baik untuk bijih maupun waste dari garis IV-
batas …………………………………
4.8 Hasil plot antara kadar bijih terhadap waste untuk 9 IV-
berbagai jarak yang sama dari batas bijih-waste ….
4.9 Variasi mineralogi pada tambang sulfida masif 10
Woodlawn (Australia)…….......................................…
5.1 Histogram data hipotetik, dengan memperlihatkan IV-12
modus, median dan rata-ratanya …………………….
5.2 Tiga contoh hasil analisis lubang bor yang digambarkan V-4
dengan histogram. Skewness negatif (a), simetris (b)
dan skewness positif (c). Pada gambar (b) disertai V-6
dengan kurva normalnya
5.3 Ilustrasi data yang dikelompokkan secara spasial (a).
Ukuran sel paling optimal diperoleh ketika kurva mean
terbobot mencapai titik terendah jika data terkonsentrasi V-8
pada daerah kadar tinggi (b), demikian pula sebaliknya
..........................................
5.5 Kurva fungsi kepadatan peluang distribusi normal.
Simetris pada nilai mean xm = 0,76 dan dispersi diukur
oleh standar deviasi s = 0,28 …………………. V-10
5.6 Kurva distribusi normal baku ….........……………….. V-11
5.7 Kurva distribusi lognormal dari analisis lubang bor pada V-13
endapan tembaga Bougenville (Sinclair, 2005). Parameter
data mentahnya m = 0,45% Cu dan s = 0,218
………………..................................................
5.8 Contoh bentuk distribusi binomial …....……………… V-15
5.9 Contoh bentuk distribusi poisoon …………………….. V-17
5.10 Histogram kumulatif ……....................................……. V-18
5.11 Grafik Peluang dari histogram pada gambar 5.2.c …. V-20
5.12 Grafik peluang dari histogram pada Gambar 5.2c V-20
dengan absis dalam skala logaritmik ……........……..
5.13 Bentuk grafik peluang dari dua populasi …………… V-21
v
Gamb halam
5.14 Diagram pencar dengan berbagai nilai koefisien korelasi V-22
......................................................................
5.15 Pengaruh pencilan dan trend nonlinier pada koefisien V-22
korelasi (r) ………………............................
VI-
v
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
II.1 Dua kategori kontinuitas dalam perhitungan cadangan II-5
III.1 Perkiraan tingkat kesalahan (error) pada masing- III-12
masing tingkat keyakinan ……...........................………
IV.1 Koefisien korelasi dan kontras geokimia untuk IV-11
pasangan data dengan berbagai jarak ……..............….
V.1 Rangkuman perhitungan contoh distribusi poisson ...… V-17
V.2 Rangkuman parameter model seperti ditunjukkan pada V-28
Gambar 5.18. ……….............................................…..
VI-1 Hasil perhitungan penaksiran IDW VI-4
...............………………
i
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
BAB I
PENDAHULUAN
The life of a mine does not start the day that production begins, but many years before, when the company sets out
to explore for a mineral deposit. A good deal of time and money is spent simply looking for, locating and quantifying a
promising mineral occurrence. Not many will be found and not many of the ones found will have the potential to
become mines. It is not unusual to spend five to ten years searching for a mineable deposit.(anonymous).
1.1 PENDAHULUAN
Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar yaitu
puluhan sampai ratusan miliar dolar. Agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut
menguntungkan maka komoditas endapan mineral yang keterdapatannya masih insitu
harus mempunyai kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk mempengaruhi
keputusan investasi. Sistem penambangan dan pengolahan yang digunakan untuk
mengekstrak komoditas insitu tersebut harus dapat beroperasi dengan baik untuk
menghasilkan pendapatan. Disamping itu semua teknologi dan pembiayaan yang
direncanakan dengan matang juga dipertimbangkan terhadap aset mineral yang dimiliki.
Dengan demikian perhitungan cadangan mineral harus dapat dilakukan dengan derajat
kepercayaan yang dapat diterima dan dipertanggungjawabkan.
Metode perhitungan dapat berbeda untuk endapan yang akan ditambang secara terbuka
dengan endapan yang akan ditambang secara underground mine. Metode perhitungan
cadangan juga berbeda sesuai dengan tujuan
I
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Perhitungan secara global diaplikasikan untuk memperoleh kadar rata-rata dan tonase
dari sebuah volume endapan yang sangat besar. Umumnya digunakan untuk
memperkirakan kontinuitas produksi tambang dalam kaitannya dengan perencanaan
jangka panjang. Perhitungan ini masih bersifat insitu karena hanya berdasar pada faktor
ekonomi yang masih bersifat umum. Hasil perhitungan dalam tahapan ini umumnya
dikategorikan sebagai sumberdaya dan masih membutuhkan tambahan data eksplorasi.
Perhitungan secara lokal dilakukan baik pada tahapan studi kelayakan maupun pada saat
kegiatan penambangan sedang dilakukan. Hasil perhitungan umumnya dipakai untuk
perencanaan jangka pendek atau menengah dan diklasifikasikan sebagai cadangan.
Pengertian tentang sumberdaya dan cadangan selanjutnya akan dijelaskan lebih rinci
pada Bab III.
Perhitungan cadangan merupakan proses yang kompleks, karena itu membutuhkan ahli-
ahli yang profesional. Sebuah tim yang besar dibutuhkan untuk proses ini, tidak hanya
ahli eksplorasi, teknisi pertambangan dan ahli metalurgi tetapi juga melibatkan ahli
ekonomi mineral, keuangan dan lain sebagainya.
I
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Dalam diktat kuliah ini akan disampaikan tahapan dan beberapa metode yang digunakan
dalam proses perhitungan cadangan bahan galian. Metode yang digunakan dalam
perhitungan cadangan mencakup metode konvensioanl atau klasik dan metode non-
konvensional. Metode konvensional menggunakan penaksiran1 variabel dan perhitungan
cadangan2 yang sederhana, sedangkan metode non-konvensional menggunakan
pendekatan geostatistik dalam proses penaksiran variabel maupun perhitungan
cadangan. Dalam mata kuliah ini hanya akan dibahas metode konvensional, sedangkan
metode non- konvensional akan dibahas pada mata kuliah lain yaitu Geostatistik serta
Pemodelan dan Evaluasi Cadangan.
1
Istilah penaksiran berhubungan dengan proses memperkirakan suatu nilai variabel yang belum
diketahui (misalnya kadar atau ketebalan) di suatu titik berdasarkan informasi dari titik- titik di
sekitarnya yang sudah diketahui nilai variabelnya.
2
Istilah perhitungan cadangan berhubungan dengan proses menghitung untuk memperoleh kuantitas
(misalnya tonase atau volume bijih) dengan menggunakan data dimensi (kuantitas) dan data kualitas
baik yang primer (diperoleh dari sampel) atau sekunder (diperoleh dari hasil penaksiran).
I
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Beberapa manfaat dari penaksiran dan perhitungan cadangan adalah sebagai berikut:
1. Memberikan hasil perhitungan kuantitas maupun kualitas (kadar) endapan
2. Memberikan perkiraan geometri 3 dimensi dari endapan serta distribusi ruang
(spasial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan penambangan yang
pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan peralatan dan NPV (net present
value).
3. Jumlah cadangan menentukan umur tambang, hal ini penting dalam kaitannya
dengan perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur yang lain.
I
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
BAB II
KONSEP DASAR PERHITUNGAN CADANGAN
2.1 BIJIH
Definisi bijih telah dipublikasikan oleh banyak pengarang buku maupun lembaga.
Taylor (1986) mendefinisikan bijih sebagai mineral berharga yang dicari dan kemudian
diekstrak dalam kegiatan pertambangan dengan harapan (meskipun tidak selalu
tercapai) mendapatkan keuntungan untuk penambang maupun untuk komunitas
masyarakat. Sedangkan menurut Kamus Pertambangan Umum (PPPTM, 1997) bijih
diartikan sebagai mineral yang mengandung satu logam berharga atau lebih yang dapat
diolah dan diambil logamnya secara menguntungkan sesuai dengan kondisi teknologi
dan ekonomi pada waktu itu.
Istilah bijih diaplikasikan pada mineralisasi batuan dalam tiga pemahaman yaitu
pemahaman geologi dan keilmuan (sains), kontrol kualitas pada cadangan bijih, dan
bagian termineralisasi pada front tambang. Dalam perhitungan cadangan, pemahaman
kedua sangat penting dalam menunjukkan perbedaan yang jelas antara bijih dan waste
(overburden).
Pengertian dasar dari cutoff grade (cog) adalah kadar batas dimana kadar di bawahnya
mempunyai kandungan logam atau mineral dalam batuan yang tidak memenuhi syarat-
syarat keekonomian. Cog digunakan untuk membedakan blok-blok bijih dengan blok-
blok waste dalam perhitungan cadangan. Dalam membedakan antara bijih dan waste
tersebut didasarkan pada kadar taksiran yang masih mengandung beberapa kesalahan,
sedangkan kadar sebenarnya belum diketahui kecuali jika sudah dilakukan
penambangan.
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
Pada Gambar 2.1 ditunjukkan hasil plot antara kadar taksiran dan kadar sebenarnya
dari blok-blok operasi penambangan tembaga. Untuk kadar taksiran maupun kadar
sebenarnya ditentukan nilai cog sebesar 0,2% sehingga menghasilkan empat kuadran.
Kuadran I menunjukkan blok bijih yang diklasifikasikan sebagai bijih dengan benar,
Kuadran II blok bijih yang diklasifikasikan sebagai waste dengan tidak benar, Kuadran
III blok waste yang diklasifikasikan sebagai waste dengan benar, sedangkan Kuadran
IV menunjukkan blok waste yang diklasifikasikan sebagai bijih dengan tidak benar.
Garis regresi (R) mengindikasikan overestimasi pada kadar tinggi dan underestimasi
pada kadar rendah. Sehingga dalam hal ini perhitungan cadangan yang menggunakan
data kadar taksiran tidak pernah tepat terhadap hasil operasi penambangan (kadar
sebenarnya).
Gambar 2.1: Grafik antara kadar taksiran (absis) dengan kadar sebenarnya (ordinat) pada
beberapa blok (selective mining), cog (Xc) ditentukan untuk
absis maupun ordinat sebesar 0,2%.
Perubahan harga cog akan mempengaruhi hasil perhitungan cadangan pada blok-blok
yang telah dihitung. Apabila cog naik maka tonase bijih akan turun dan rata-rata
kadar pada tonase tersebut akan naik. Dengan demikian apabila
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
cog naik maka juga akan menaikkan harga stripping ratio (SR, volume waste yang
harus digali untuk mendapatkan 1 ton bijih). Oleh karena itu dalam perhitungan
cadangan sebaiknya dibuat dengan memperhatikan kisaran harga cog untuk
memudahkan optimasi dalam membuat skenario penambangan.
Gambar 2.2: Konsep konektivitas sebagai fungsi perubahan harga cog. Blok-blok rencana
penambangan emas yang dibuat berdasar 1.033 sampel di wilayah northern British Columbia
(Sinclair & Blackwell, 2005, h. 6).
Cog merepresentasikan batas ekonomis untuk membuat deliniasi zona kadar mineral
atau logam yang potensial untuk ditambang. Pembatasan zona bijih dan waste
tersebut dapat berupa kontur cog atau blok-blok taksiran.
Meskipun cog merupakan nilai yang diperoleh dari banyak faktor yang kompleks,
secara sederhana cog juga dapat diperoleh dengan formula yang
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
OC FC (SR 1) (1.1)
MC
dimana:
FC = fixed cost per ton yang diolah
SR = stripping ratio
MC = mining cost per ton yang ditambang
cog OC / p (1.2)
dimana:
2.3 KONTINUITAS
Istilah kontinuitas dalam endapan mineral diartikan menjadi dua yaitu untuk
mendeskripsikan bentuk fisik dari komponen geologi yang mengontrol proses
mineralisasi. Disamping itu istilah kontinuitas juga dapat diartikan sebagai kemenerusan
nilai kadar endapan. Tabel II.1 memberikan definisi dan contoh dari dua makna
kontinuitas dalam pengertian endapan mineral. Kontinuitas geologi selanjutnya akan
dibahas secara detil dalam Bab IV, sedangkan kontinuitas nilai akan diperdalam pada
mata kuliah Geostatistik.
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
2.4 DILUSI
Dilusi adalah hasil pencampuran dari material bukan bijih (waste) ke dalam material
bijih dalam rangkaian kegiatan pertambangan yang akan menaikkan tonase dan
menurunkan secara relatif rata-rata kadar. Dilusi tidak hanya terjadi pada tahap
eksplorasi saja melainkan terjadi hingga proses pengolahan mineral. Ilustrasi mengenai
dilusi pada tiap tahapan pertambangan dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3: Dilusi yang terjadi pada setiap tahapan proses pertambangan.
Dilusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu dilusi internal dan eksternal. Dilusi internal
adalah apabila material kadar rendah terletak di dalam material kadar tinggi, sedangkan
dilusi eksternal adalah apabila material kadar rendah terpisah dengan material kadar
tinggi. Lebih jauh lagi, dilusi internal dapat dibagi menjadi dua, pertama material kadar
rendah mempunyai batas yang jelas dengan material kadar tinggi (dilusi geometri) dan
kedua material kadar rendah
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
tidak mempunyai batas yang jelas dengan kadar tinggi (dilusi inheren). Dilusi internal
geometri hadir sebagai waste yang dibedakan dengan jelas di dalam endapan bijih,
misalnya barren dike yang menerobos zona bijih. Dilusi internal inheren dapat terjadi
karena bertambahnya ukuran blok yang digunakan untuk memisahkan bijih terhadap
waste.
Dilusi eksternal terjadi karena reruntuhan dinding, kesulitan teknis mengambil batas
bijih dalam open pit, atau kurang hati-hatinya pemisahan batas bijih dan waste. Dilusi
tersebut juga bisa terjadi dalam hal membuka stope dimana lebar bijih kurang dari
lebar minimum penambangan. Dilusi eksternal akan semakin kurang berarti pada
endapan yang besar dengan batas bijih dan waste yang bergradasi karena jumlah dilusi
akan menjadi bagian kecil dari tonase penambangan.
Variabel teregional adalah variabel yang terdistribusi dalam ruang yang mempunyai
struktur teratur sedemikian rupa sehingga terdapat autokorelasi 1 dalam variabel tersebut.
Sifat-sifat terstruktur disebut regionalisasi dan dicirikan bahwa sampel-sampel yang
dekat lebih mempunyai nilai yang mirip daripada sampel-sampel yang terletak lebih
berjauhan. Umumnya variabel-variabel yang berhubungan dengan endapan mineral
adalah variabel yang teregional misalnya tebal urat, kadar, kerapatan rekahan, dll.
Secara umum variabel teregional setidaknya terdiri dari dua komponen yaitu komponen
acak dan komponen terstruktur. Komponen acak umumnya menyertai komponen
terstruktur dengan semakin jauhnya jarak antar titik informasi. Fungsi matematis
autokorelasi dapat dipergunakan untuk mengkarakterisasi variabel teregional dan
kemudian diaplikasikan dalam perhitungan cadangan. Sebaliknya, statistik variabel acak
(independen) mengabaikan efek spasial korelasi sehingga tidak akan sepenuhnya
bermanfaat dalam perhitungan cadangan.
1
Autokorelasi adalah hubungan korelasi yang terjadi pada satu variabel dimana nilai-nilai dalam variabel
tersebut tidak saling bebas.
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
Variabel teregional seperti kadar juga mempunyai hubungan erat dengan support
sampel. Dalam hal ini support merupakan besaran massa, bentuk, dan arah dari volume
sampel yang dianalisis kadar mineral berharganya. Sampel inti bor vertikal sepanjang
1 m merepresentasikan variabel teregional dengan support yang uniform. Jika panjang
inti bor bertambah misalnya 2 m maka akan terdefinisi variabel teregional baru dari
support yang berbeda. Efek smoothing (menurunkan variabilitas) terhadap suatu nilai,
atau disebut juga regularisasi, umumnya disertai dengan meningkatkan support. Hal ini
diilustrasikan secara numerik dan grafik seperti dalam Gambar 2.4.
Gambar 2.4: Ilustrasi numerik dari efek smoothing kombinasi kadar dari support kecil
sampai besar (atas), hubungan umum dari dispersi kadar yang diilustrasikan dalam histogram
antara sampel volume kecil dan besar.
Selective mining unit (SMU) adalah blok terkecil dimana penentuan bijih dan waste
umumnya dibuat. Ukuran dari SMU ditentukan berdasarkan metode penambangan dan
juga skala operasi yang akan dilakukan. Untuk tujuan perencanaan, endapan mineral
dapat dibuat menjadi blok-blok 3 dimensi seperti pada Gambar 2.5. Masing-masing
blok ditentukan harga kadar logam atau parameter yang lain. Penentuan SMU
merupakan hal yang sangat kritis
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
dalam kaitannya dengan perhitungan cadangan karena SMU akan menjadi dasar untuk
menentukan klasifikasi sumberdaya (terukur, terindikasi, atau tereka) dan cadangan
(terbukti dan terkira).
Gambar 2.5: Blok-blok yang dipergunakan untuk mengestimasi geometri badan bijih, blok
tersebut umumnya akan dipergunakan sebagai selective mining unit (SMU).
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
Meskipun metode analisis atau penaksiran sudah dilakukan dengan akurat akan selalu
terdapat kesalahan acak pada data atau penaksiran.
Secara umum pola dasar eksplorasi adalah bekerja dari lokasi yang sudah diketahui
menuju lokasi yang belum diketahui. Akibat adanya faktor mineralisasi dan kondisi
topografi, maka bentuk pola-pola eksplorasi dapat berbeda sesuai dengan kondisinya,
antara lain:
1. Pola bujursangkar, digunakan untuk jenis endapan yang mempunyai penyebaran
isotrop (mineralisasi homogen) dan topografi landai.
II
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
2. Pola persegi panjang, digunakan untuk jenis endapan yang mempunyai penyebaran
mineralisasi dengan variasi bijih atau kadar ke arah tertentu lebih besar daripada
variasi kadar ke arah lain dimana kondisi topografi landai.
3. Pola segitiga (acak), digunakan untuk endapan-endapan yang mempunyai
penyebaran mineralisasi yang tidak homogen dimana topografi cenderung
bergelombang.
4. Pola rhombohedron, umumnya digunakan untuk kondisi mineralisasi sebagaimana
dijelaskan pada Poin 1 dan 2 dimana kondisi di lapangan tidak memungkinkan
membentuk pola bujursangkar atau persegi panjang.
Pola bujursangkar merupakan pola awal dalam eksplorasi dengan asumsi bahwa
penyebaran mineralisasi ke semua arah cederung sama. Apabila informasi tentang
penyebaran mineralisasi telah diperoleh dengan lebih detil maka pola bujursangkar
tersebut dapat berubah menjadi pola-pola lain sesuai dengan kebutuhan untuk
memperjelas geometri dan dimensi endapan bahan galian.
Derajat kerapatan antar titik observasi di dalam pola eksplorasi disebut dengan
grid density. Terdapat dua hal dalam pembahasan grid density yaitu:
II-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
1. Apabila mineralisasi mempunyai tingkat kemenerusan yang tinggi maka jarak atau
interval antar titik observasi besar. Dalam hal ini disebut dengan grid density
rendah.
2. Apabila mineralisasi mempunyai tingkat kemenerusan yang rendah maka jarak atau
interval antar titik observasi kecil. Dalam hal ini disebut dengan grid density tinggi.
Peningkatan grid density ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi adanya struktur dan
perbedaan kondisi mineralisasi antara titik pengamatan. Begitu juga dengan
meningkatnya tahapan eksplorasi maka grid density juga akan bertambah besar.
Semakin tinggi grid density pada suatu endapan yang sama maka semakin meningkat
pula tingkat kepercayaan dan ketelitian eksplorasi.
Metode perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang
atau diverifikasi. Tahap pertama setelah perhitungan sumberdaya selesai, adalah
memeriksa atau mengecek taksiran kualitas blok (unit penambangan terkecil). Hal ini
dilakukan dengan menggunakan data pemboran yang ada di sekitarnya. Setelah
penambangan dimulai, taksiran kadar dari
II-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB II, Konsep Dasar
model sumberdaya harus dicek ulang dengan kualitas dan tonase hasil penambangan
yang sesungguhnya.
II-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
BAB III
KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN
Di Indonesia telah dibuat sebuah klasifikasi sumberdaya dan cadangan oleh Badan
Standarisasi Nasional (BSN) pada tahun 1998 dengan kode SNI 13- 4726-1998. Sistem
klasifikasi oleh BSN tersebut mengacu kepada standar industri pertambangan yang telah
ada di beberapa negara.
III
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
Sebelum membahas tentang klasifikasi sumberdaya dan cadangan terlebih dahulu akan
dijelaskan beberapa definisi istilah yang dibuat oleh BSN yang berhubungan dengan
sistem klasifikasi tersebut. Dalam sub-bab ini akan dijelaskan sistem klasifikasi SNI 13-
4726-1998 (Amandemen 1, 1999).
III
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
III
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
III
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
sehingga ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, dan kualitas serta ciri-ciri yang lain
dari endapan mineral tersebut dapat ditentukan dengan tingkat ketelitian yang
tinggi. Uji pengolahan dari pemercontoan ruah (bulk sampling) mungkin
diperlukan.
Belum Layak Tambang adalah keadaan yang menunjukkan bahwa salah satu
atau beberapa faktor dalam studi kelayakan tambang belum mendukung
dilakukannya penambangan. Bila faktor tersebut telah mendukungnya, maka
sumberdaya mineral dapat berubah menjadi cadangan.
III
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
III
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
rendah. Kedua berdasarkan pengkajian layak tambang dengan penjelasan lebih lanjut
sebagai berikut:
1. Pengkajian layak tambang meliputi faktor-faktor ekonomi, penambangan,
pemasaran, lingkungan, sosial, dan hukum (perundang-undangan). Untuk endapan
mineral bijih, metalurgi juga merupakan faktor pengkajian layak tambang.
2. Pengkajian layak tambang akan menentukan apakah sumberdaya mineral akan
berubah menjadi cadangan atau tidak.
3. Berdasarkan pengkajian ini bagian sumberdaya mineral yang layak tambang
berubah statusnya menjadi cadangan, sedangkan yang belum layak tambang tetap
menjadi sumberdaya mineral.
Sistem kodifikasi klasifikasi sumberdaya dan cadangan dibuat dengan tiga angka
berdasarkan fungsi tiga sumbu yaitu: E, F, dan G, dimana:
E = Sumbu Ekonomis (Economic Axis) F =
Sumbu Kelayakan (Feasibility Axis) G =
Sumbu Geologi (Geological Axis)
Angka pertama adalah menunjukkan Sumbu Ekonomis terdiri dari tiga angka: Angka
1 menyatakan Ekonomis
Angka 2 menyatakan Berpotensi Ekonomis Angka 3
menyatakan Berintrinsik Ekonomis
Angka kedua adalah menunjukkan Sumbu Kelayakan terdiri dari tiga angka: Angka
1 menyatakan Studi Kelayakan atau Laporan Penambangan Angka 2
menyatakan Studi Pra Kelayakan
Angka 3 menyatakan Studi Geologi
Angka ketiga adalah menunjukkan Sumbu Geologi terdiri dari empat angka: Angka
1 menyatakan Eksplorasi Rinci
Angka 2 menyatakan Eksplorasi Umum
Angka 3 menyatakan Prospeksi
Angka 4 menyatakan Survei Tinjau
III
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
dan Cadangan
Tahap Eksplorasi
Eksplorasi Rinci Eksplorasi Umum Prospeksi Survei Tinjau
(Detailed Exploration) (General Exploration) (Prospecting) (Reconnaissance)
1. Cadangan Mineral
Terbukti (Proved Mineral
Reserve)
Studi Kelayakan dan {111}
atau Laporan
Penambangan 2. Sumberdaya Mineral
Kelayakan (Feasibility
Mineral Resource)
{211}
1-2. Sumberdaya Mineral 1-2. Sumberdaya Mineral 1-2. Sumberdaya Mineral ?. Sumberdaya Mineral
Terukur (Measured Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Tereka (Inferred Mineral Hipotetik (Reconnaissance
Studi Geologi Resource) Resource) Resource) Mineral Resource)
{331} {332} {333} {334}
Kategori Ekonomis :
1 = Ekonomis 1-2 = Ekonomis ke berpotensi ekonomis (berintrinsik ekonomis) 2 =
Berpotensi ekonomis ? = Tidak ditentukan
Kelayakan didasarkan pada kajian faktor-faktor: ekonomi, pemasaran, penambangan, pengolahan, lingkungan sosial,
hukum/perundang-undangan, dan kebijakan pemerintah
Gambar 3.1: Sistem klasifikasi sumberdaya mineral dan cadangan SNI 1998.
III-8
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
Gambar 3.2: Sistem kodifikasi sumberdaya mineral dan cadangan SNI 1998.
III
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
Total resources
Identified Undiscovered
Demonstrated Speculative
Hypothetical
(undiscovered
(known distict)
Measured indicated Inferred distict)
Reserves
Paramarginal
resources
Submarginal
III-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
III-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB III, Sistem Klasifikasi Sumberdaya
Perkiraan
Kategori Kondisi Data Error
Saat Development:
Mineralisasi/bijih tersingkap dan telah dilakukan
0 - 10 %
sampling dengan volume & intensitas yang cukup
melalui pemboran detil
Measured Proven
Pada Program Pemboran Detil:
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi pada
5-20 %
semua tempat telah diidentifikasikan dengan pemboran
Class – I :
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi regular –
menerus telah diidentifikasikan dengan 20-40 %
pemboran, namun dengan jarak yang relatif masih jauh
Indicated Probable Class – II :
Kondisi dan kemenerusan Bijih & Mineralisasi
irregular – fluktuatif telah diidentifikasikan dengan 40-70 %
pemboran, namun dengan jarak yang relatif masih
jauh
Mineralisasi diinterpretasikan berdasarkan sifat
Inferred Possible kemenerusan dari titik-titk yang telah diketahui, 70-100 %
pemboran masih acak
III-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
BAB IV
KONTROL GEOLOGI
. . . computation formed only part, and perhaps not the most important part, of ore reserve estimation; . . . the
estimate in situ should be seen primarily as a facet of ore geology.
(King et al., 1985)
Informasi fakta geologi merupakan dasar untuk membuat model 3 dimensi dari endapan
mineral. Informasi geologi diperoleh dari batuan yang tersingkap di permukaan, paritan,
sumur, dan pengeboran serta kegiatan bawah tanah. Sumber-sumber informasi tersebut
memberikan pengamatan langsung terhadap batuan dan mineral tetapi hanya
merepresentasikan sebagian sedikit dari semua tubuh batuan atau endapan mineral.
Walaupun diperoleh informasi geologi dari proses pemercontoan yang benar tetapi
conto yang diperoleh hanya merupakan sepersejuta dari seluruh volume endapan.
Dengan demikian dibutuhkan komponen interpretasi untuk membangun model 3
dimensi endapan mineral dan batuan sampingnya.
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
unsur geologi seperti patahan atau jenis batuan, meningkatkan kepercayaan pada
kemenerusan bijih, dan memberikan perbandingan informasi kadar terhadap hasil
taksiran.
Unsur-unsur geologi yang diperoleh dari pengamatan dan hasil interpretasi diplot dalam
sebuah peta dan penampang dengan skala yang representatif. Jenis-jenis informasi yang
harus dimasukkan dalam peta dan penampang diantaranya adalah:
1. Jenis batuan, komposisi batuan mempengaruhi reaktivitas terhadap larutan pembawa
mineral dan mengontrol proses mineralisasi. Jenis batuan merupakan informasi
geologi yang paling penting dimana sifat-sifat fisik maupun kimia serta umur batuan
akan memberikan pemahaman mengenai sejarah geologi di daerah penyelidikan.
2. Patahan (sesar), salah satu unsur struktur geologi yang mengganggu susunan
litologi. Umur patahan sangat penting dalam melakukan interpretasi kemenerusan
endapan mineral.
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Gambar 4.1 menunjukkan pengaruh struktur geologi (sesar) dalam proses penaksiran
kadar. Apabila belum diketahui keberadaan sesar di daerah tersebut maka hasil
penaksiran kadar pada titik x akan cenderung overestimate karena pengaruh titik
sampel yang mempunyai kadar tinggi pada daerah di sebelah kanan. Dengan
diketahuinya keberadaan sesar maka daerah ini terbagi menjadi dua blok yang
dipisahkan oleh sesar yaitu blok yang mengandung mineralisasi tinggi di sebelah kanan
dan blok yang mengandung mineralisasi rendah di sebelah kiri sesar. Dalam kasus ini
harus dilakukan penaksiran yang terpisah antara dua daerah tersebut karena dibatasi
oleh bidang ketidakmenerusan yaitu bidang sesar.
Gambar 4.3 menunjukkan tiga jenis mineralisasi endapan molibdenit pada breksi,
stringer zone, dan high grade vein. Masing-masing jenis mieralisasi mempunyai
karakteristik kemenerusan bijih yang berbeda sehingga dalam penaksiran cadangan
harus dilakukan secara terpisah pula.
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Gambar 4.3: Penampang model endapan molibdenit utara-selatan (A) dan timur-barat
(B) central British Columbia menunjukkan tiga fase mineralisasi pada breksi, stringer zone,
dan high-grade vein (Sinclair & Blackwell, 2005).
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
1
Pengertian dinamis pada perhitungan cadangan tidak hanya menyangkut aspek geologi, tetapi juga
dalam aspek ekonomi yang dinyakan dengan nilai cog yang berubah sesuai dengan kondisi
perekonomian, teknologi, lingkungan, dan politik.
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Pemodelan geometri endapan juga dapat dilakukan secara tiga dimensi dengan bantuan
komputer. Pemodelan dengan cara ini akan memudahkan dalam berbagai hal
diantaranya manajemen data, visualisasi, perhitungan cadangan, perencanaan tambang,
dll. Disamping kemudahan-kemudahan tersebut pemodelan ini juga dapat dilakukan
dalam waktu yang lebih singkat dan lebih fleksibel apabila ada perubahan atau
penambahan data.
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Dalam perhitungan cadangan sangat dituntut keakuratan yang tinggi khususnya dalam
penentuan batas luar zona bijih yang akan sangat berpengaruh terhadap tahapan
perancangan tambang. Kelemahan dalam penentuan lokasi dan batas endapan akan
menyebabkan ketidakpastian dalam mengevaluasi endapan dan kemungkinan
permasalahan pada tahapan produksi. Ketidakpastian disebabkan oleh beberapa
kesalahan yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Ketidakakuratan terhadap data sebenarnya, misalnya kesalahan penentuan lokasi
bor, kesalahan asumsi kemenerusan, dll.
2. Kesalahan sampling dan analitik, misalnya ketidakpastian batas bijih karena tidak
presisinya penaksiran kadar.
3. Kesalahan karena variasi alamiah, misalnya batas bijih yang tidak rata dan berkelok-
kelok.
4. Kesalahan dalam entri data, misalnya kesalahan memasukkan informasi dalam
database.
5. Kesalahan komputer, misalnya ketidakpastian yang berhubungan dengan paket
software yang masih mengandung bug yang belum teridentifikasi atau tidak
fleksibelnya software karena kasus yang khusus.
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
semakin rincinya kegiatan eksplorasi atau perolehan data selama proses penambangan.
Dalam melakukan interpolasi, model geologi diasumsikan mempunyai kemenerusan
yang smooth di antara dua titik informasi. Semakin banyak informasi geologi yang
diperoleh maka semakin kecil kesalahan yang ditimbulkan oleh interpretasi
kemenerusan smooth (Gambar 4.4 dan Gambar 4.5).
Gambar 4.6: Beberapa variasi model batas antara bijih dan waste. Dari kiri ke kanan batas
bijih berubah menjadi semakin gradasi, sedangkan dari atas ke bawah batas bijih berubah dari
bidang sederhana menjadi lebih kompleks (tidak teratur). Kedua fenomena tersebut
(tajam/gradasi dan sederhana/tidak teratur) merupakan fungsi skala. Batas bijih semakin
kompleks apabila besaran d semakin tebal relatif terhadap tebal bijih (Sinclair & Blackwell,
2005).
Kesalahan sampling dan analitik dapat diminimalkan dengan memetakan fakta lapangan
dengan lebih lengkap, pemilihan prosedur sampling yang tepat, serta program kontrol
kualitas yang baik. Informasi geologi yang kurang tepat pada batas antara bijih dan
waste dapat menyebabkan kesalahan inheren dalam konstruksi model geometri
endapan dan perhitungan cadangan. Oleh karena itu pada tahap eksplorasi harus
dilakukan pengamatan yang detil pada daerah
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
batas antara bijih dan waste baik dari pengamatan permukaan maupun
underground.
Pemodelan geometri endapan akan lebih akurat apabila mempunyai model batas yang
sederhana. Batas antara bijih dan waste dapat ditentukan dengan tingkat keyakinan
yang tinggi. Namun apabila diperoleh model batas yang bergradasi maka akurasi model
geometri endapan akan berkurang dengan tingkat kesalahan tertentu. Tingkat kesalahan
tersebut dapat diperhitungkan terhadap zona gradasi model batas tersebut.
Sinclair & Blackwell (2005) memperkenalkan sebuah metode untuk menentukan zona
gradasi berdasarkan karakteristik autokorelasi antara sampel
yang dipisahkan oleh batas bijih/waste yang telah ditentukan. Hal ini dapat
dilakukan dengan membuat pasangan data dengan jarak yang konstan untuk bagian bijih
maupun waste. Selanjutnya pasangan data tersebut di-plot ke dalam diagram pencar x-
y.
Gambar 4.6: Pasangan data dengan jarak yang sama (dalam kasus ini 2 m) ditentukan baik
untuk bijih maupun waste dari garis batas.
Sebagai studi kasus dipergunakan data untuk endapan emas epitermal yang mempunyai
dimensi cukup besar dan batas bijih yang bergradasi. Hasil plot pasangan data dapat
dilihat pada diagram pencar Gambar 4.7. Dari diagram ini akan diperoleh parameter
kuantitatif misalnya koefisien korelasi (r ) seperti terlihat dalam Tabel IV.1. Metode
yang hampir sama juga diperkenalkan oleh
IV
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
dimana:
Cg = kontras geokimia
mo(h) = rata-rata kadar dari n jumlah data yang berjarak h dari batas bijih
mw(h) = rata-rata kadar dari n jumlah data yang berjarak h dari batas
waste
Gambar 4.7: Hasil plot antara kadar bijih terhadap waste untuk berbagai jarak yang sama
dari batas bijih-waste (Sinclair & Blackwell, 2005).
Harga kontras geokimia dapat diperlihatkan dalam Tabel IV.1. Dalam kasus ini tebal
zona gradasi dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi dan kontras geokimia.
Diinterpretasikan zona gradasi pada daerah batas adalah 4 m yaitu 2 m ke arah bijih
dan 2 m ke arah waste. Dengan demikian data yang terdapat
IV-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
4.4 MINERALOGI
IV-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Gambar 4.8: Variasi mineralogi pada tambang sulfida masif Woodlawn (Australia)
(Sinclair & Blackwell, 2005).
Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari studi mineralogi pada endapan emas
diantaranya:
1. Mengenali kehadiran mineral sianida seperti pirotit yang bereaksi dengan larutan
sianida sehingga menambah kebutuhan zat kimia dalam proses konsentrasi.
2. Mengenali mineral Au yang sulit larut dalam larutan sianida (misalnya Au teluride,
elektrum kaya Ag) sehingga tidak dapat diperoleh dengan perlakuan sianidasi.
3. Mengenali kehadiran mineral karbon yang mengabsorbsi larutan sianida dalam
jumlah yang signifikan.
IV-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
BAB V
KONSEP STATISTIK
Statistics … should not be involved in ore reserve estimation until all other factor such as geological continuity and
contact, loss core, representativeness, sampling and assay error have been identified, examined and assessed.
(King et al., 1982)
5.1 PENDAHULUAN
Terminologi dan metode statistik telah digunakan dalam penentuan karakteristik bijih
sejak tahun 1945 (Sinclair and Blackwell, 2005). Perhitungan kadar logam atau
perhitungan karakteristik cadangan lainnya berhubungan dengan bagian- bagian ilmu
statistik seperti ukuran tendensi sentral, ukuran dispersi, bentuk- bentuk fungsi
kepadatan peluang, histogram, korelasi sederhana, autokorelasi, hubungan antar dua
kelompok data, dll. Metode statistik yang tradisional ini digunakan juga dalam prosedur
perhitungan cadangan mineral.
Para ahli statistik berbicara mengenai populasi (yaitu seluruh objek yang dipelajari,
contohnya endapan). Populasi atau deposit ini dikarakterisasi menjadi variabel,
contohnya kadar, dengan parameter-parameter yang unik (seperti mean, standar
deviasi), dan pola penyebaran nilai-nilai terhadap mean- nya (probability density
function) yang unik pula.
Dalam evaluasi penambangan, sampel tidak ditentukan secara acak tetapi mempunyai
pola tertentu. Pola pengambilan sampel bervariasi dari yang sangat beraturan sampai
dengan yang sangat tidak beraturan.
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Tendensi sentral merupakan teknik pengelompokan nilai yang paling banyak digunakan.
Ukuran yang sering digunakan adalah rata-rata (m) yang diperoleh dari persamaan:
m
(5.1)
xi
n
Jika n nilai diambil secara acak dari populasi maka rata-rata sampel adalah taksiran
takbias dari mean populasi. Nilai mean ini juga diartikan sebagai ekspektasi
pengambilan secara acak dari populasi.
m w wi dengan w i 1 (5.2)
xi
Dimana xi adalah nilai-nilai yang akan dirata-ratakan dan wi adalah bobot-
bobotnya. Persamaan
disebut kondisi takbias yang membuat
w i
1
kombinasi mean kedua sampel takbias. Contoh perhitungan mean kombinasi adalah
sebagai berikut: misalkan hasil analisis tembaga dari inti bor dengan panjang 3 m dan 1
m adalah 1,5% dan 0,5%. Jika diasumsikan densitas dua sampel tersebut identik maka
rata-ratanya adalah (1,5 x ¾ + 0,5 x ¼) = 1,25%. Sedangkan jika densitasnya tidak
identik, misalkan 3,3 dan 2,5 g/ml, maka rata- rata-nya adalah sebesar:
i d i xi
m w wi xi
1,5 3 3,3 0,5 1 2,7 (5.3)
(14,85 1,35)/(9,9 2,7) 1,29
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
dimana
wi i d i / i dan i dan di menyatakan panjang dan densitas
di
sampel ke-i.
Pada perhitungan cadangan, pembobotan densitas sangat penting tetapi tidak umum
digunakan pada berbagai keperluan. Hal ini disebabkan penambahan waktu dan biaya
untuk mendapatkan nilai densitas setiap sampel.
Dalam analisis statistik data kadar biasanya dibuat beberapa subgrup kadar, misalnya
grup kadar yang di atas cog dan di bawahnya. Selain itu setiap sampel umumnya juga
dianalisis oleh dua laboratorium yang berbeda. Apabila akan memperbandingkan grup
kadar di atas cog untuk dua hasil analisis dari laboratorium yang berbeda maka kedua
hasil analisis tersebut harus dipisahkan terhadap kadar di bawah cog. Jika kadar di
bawah cog tersebut tidak dipisahkan maka akan menyebabkan analisis statistik akan
bias. Misalnya akan memperbandingkan nilai rata-rata dari dua populasi tersebut maka
terdapat dua cara yaitu:
1. Dengan mencari kadar rata-rata (di atas cog) untuk Populasi 1 dan Populasi 2.
2. Dengan mencari kadar rata-rata populasi dengan formula sebagai berikut:
mw p m1 (1 p) m2
(5.4)
dimana mw adalah rata-rata hasil pembobotan, m1 dan m2 adalah rata-rata masing-
masing populasi, p adalah proporsi untuk Populasi 1.
Median, salah satu ukuran tendensi sentral (biasanya digunakan untuk data yang
terdistribusi tidak normal). Median yaitu nilai pertengahan data yang telah disusun dari
yang besar ke yang kecil atau sebaliknya. Dengan kata lain 50% data bernilai di bawah
median dan 50% lagi bernilai di atas median. Untuk jumlah data yang kecil, median
menjadi taksiran yang baik untuk tendensi sentral dibandingkan dengan mean.
Modus adalah (interval) data yang lebih sering terjadi dibandingkan dengan (interval)
data lainnya (dengan kata lain modus adalah puncak dari sebuah histogram). Walaupun
nilai modus juga bisa menjadi mean atau median, tetapi
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
ketiga ukuran tendensi sentral ini berbeda (Gambar 5.1). Untuk kasus distribusi normal,
modus, mean, dan median akan bernilai sama.
Modus sangat berperan untuk mengetahui distribusi kompleks dari dua atau lebih sub-
populasi (Sinclair, 1976) dan juga dalam pemahaman tentang pencilan (outliers),
khususnya nilai yang ekstrim tinggi.
Dispersi adalah ukuran penyebaran nilai data. Ukuran yang sering digunakan adalah
jangkauan (range) yaitu perbedaan antara nilai maksimum dan minimum. Jangkauan
tidak cocok untuk menjelaskan penyebaran data karena sangat sensitif terhadap adanya
nilai yang ekstrim.
Ukuran yang sering digunakan untuk mengukur penyebaran data adalah variansi , s2,
yang didefinisikan sebagai:
s2
x m
2
i (5.5)
n1
dimana xi adalah nilai data, m adalah mean data dan n adalah jumlah data. Nilai n-1
sering disebut dengan derajat kebebasan. Variansi sampel (s2) digunakan untuk
menaksir variansi populasi (σ2). Pembagi (n-1) digunakan agar s2 takbias jika digunakan
untuk menaksir σ2 pada jumlah data yang kecil (n<30).
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Akar dari variansi sering disebut standar deviasi, merupakan ukuran dispersi yang
lebih sering digunakan karena satuannya sama dengan variabel, dibandingkan dengan
variansi yang satuannya kuadrat.
Jika nilai mean, m, dan nilai dispersi, s, telah diperoleh dari n buah data, maka variansi
error (disebut juga standar error of mean, se) dihitung dengan persamaan:
s s2 n
e
12
n1 2 (5.6)
s
artinya jika mean populasi dihitung dari beberapa sampel berukuran n, maka mean
tersebut akan mempunyai dispersi (s) yang ditaksir oleh se.
Pada perhitungan cadangan, sulit membedakan antara variansi dengan variansi error.
Variansi (atau standar deviasi) adalah ukuran penyebaran nilai sedangkan variansi
error (standard error of mean) adalah taksiran rata-rata error yang dibuat ketika
menaksir mean populasi dengan menggunakan rata- rata sampel.
2 w i mw
2
(5.7)
sxi w
wi
Persentil (atau kuantil) adalah nilai di bawah batas proporsi tertentu dari sebuah data
set. Median adalah persenti ke-50. Pada beberapa kasus, persentil juga digunakan untuk
mengukur penyebaran data. Persentil yang sering digunakan adalah:
P10, P90 nilai data yang ke 10% dan 90% dari keseluruhan data P25,
P75 nilai data yang ke 25% dan 75% dari keseluruhan data
P50 nilai data yang ke 50% dari keseluruhan data, yaitu median.
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
5.2.3 Kovariansi
Kovariansi (sxy) adalah ukuran variasi yang terjadi antara dua variabel (x dan y). Kovariansi
dihitung dengan persamaan:
s xy xi m x yi m y (5.9)
n
dimana mx dan my menyatakan mean dari variabel x dan y yang akan dibandingkan.
Kovariansi akan bernilai positif jika nilai x berbanding lurus dengan nilai y dan
demikian pula sebaliknya. Jika variabel x dan y saling bebas, maka kovariansinya akan
bernilai 0, tetapi tidak berlaku sebaliknya, kovariansi dua variabel bisa bernilai 0 tetapi
variabel tersebut tidak saling bebas.
(a) (b)
(c)
Gambar 5.2: Tiga contoh hasil analisis lubang bor yang digambarkan dengan
histogram. Skewness negatif (a), simetris (b) dan skewness positif (c). Pada gambar
(b) disertai dengan kurva normalnya.
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
5.3 HISTOGRAM
Histogram adalah grafik yang menampilkan frekuensi variabel dalam interval nilai
tertentu (biasanya interval seragam). Histogram merupakan metode yang sederhana dan
efektif untuk menampilkan beberapa atribut dari nilai-nilai kadar. Bentuk-bentuk
distribusi (skewness negatif, simetris atau skewness positif) dapat terbaca langsung
dari histogram. Demikian juga dengan ukuran-ukuran kualitatif seperti pemusatan data,
adanya satu atau lebih modus, dll.
Bentuk-bentuk distribusi data sangat penting dalam mendeteksi kesalahan sampling dan
analisis, menentukan kadar dan tonase di atas cog serta untuk uji-uji statistik lainnya.
Histogram adalah alat yang sering digunakan dalam perhitungan cadangan untuk
menampilkan informasi-informasi tersebut.
Interval nilai pada histogram harus dibuat seragam (1/4 atau 1/2 standar deviasi) dan
frekuensi data tidak ditampilkan dalam bentuk angka tetapi dalam bentuk persentase
(dengan tujuan untuk pembandingan histogram jika jumlah data berbeda). Setiap
histogram harus dilengkapi dengan informasi mengenai jumlah data, interval kelas,
mean dan standar deviasi.
Histogram juga dapat menunjukkan pembiasan spasial (lokasi) pada sekelompok data
yang dikarenakan oleh metode sampling yang subyektif. Pembiasan ini umumnya
disebabkan sampel lebih sering diambil pada zona- zona mineralisasi (misalnya urat)
sedangkan pada zona kadar rendah cenderung lebih jarang. Dengan demikian
histogram akan cenderung
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Gambar 5.3: Ilustrasi data yang dikelompokkan secara spasial (a). Ukuran sel paling
optimal diperoleh ketika kurva mean terbobot mencapai titik terendah jika data
terkonsentrasi pada daerah kadar tinggi (b), demikian pula sebaliknya.
(Sinclair & Blackwell, 2005).
Salah satu cara lain untuk menghindari bias spasial ini adalah dengan memberikan
proporsi bobot nilai-nilai kadar sampel terhadap daerah poligon. Metode yang sering
digunakan adalah membuat sel yang seragam (2 dimensi atau 3 dimensi sesuai
kebutuhan) pada seluruh daerah sedemikian rupa sehingga tiap-tiap sel memuat satu
atau lebih data (Gambar 5.3). Sampel diberi proporsi bobot relatif terhadap jumlah
total sampel yang terdapat di dalam sel (dengan kata lain tiap-tiap sel mempunyai bobot
yang sama berapa pun jumlah data yang terdapat di dalamnya, tetapi bobot masing-
masing sampel bervariasi tergantung berapa banyak data sampel dalam selnya).
Prosedur ini tidak dianjurkan karena akan menghasilkan histogram dari data sekunder
yang mewakili tiap-tiap sel atau akan mereduksi bobot apabila dalam satu sel terdapat
beberapa sampel.
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Besarnya ukuran sel sangat berpengaruh dalam menaksir mean, standar deviasi dan
bentuk distribusi. Jika ukuran sel terlalu kecil, sehingga tiap sel hanya memuat satu
data, maka rata-rata terbobot (weighted average) akan sama dengan meannya,
sedangkan jika ukuran sel terlalu besar sehingga semua data berada pada satu sel, maka
rata-rata terbobot juga akan sama dengan meannya. Ukuran sel yang cocok akan
menghasilkan rata-rata terbobot lebih kecil dari mean data mentah jika sampel
terkonsentrasi pada daerah berkadar tinggi, sedangkan jika sampel terkonsentrasi pada
daerah berkadar rendah maka rata-rata terbobot yang dihasilkan akan lebih besar
dari mean data mentah. Ukuran sel optimum akan menghasilkan rata-rata terbobot yang
minimum ketika data mengelompok pada zona berkadar tinggi dan rata-rata terbobot
yang maksimum ketika data mengelompok pada zona berkadar rendah. Ketika data
terkonsentrasi tidak beraturan pada kedua zona, maka pola sederhana sebelumnya tidak
bisa diharapkan. Oleh sebab itu sangat penting untuk membuat sel overlay dengan
ukuran berbeda sehingga menghasilkan histogram yang takbias.
V
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Fungsi kepadatan peluang distribusi normal berbentuk lonceng yang simetris pada
nilai meannya. Distribusi normal didefinisikan dengan persamaan:
x m 2
1 i
y e
2 s2
(5.11)
s2
dimana m adalah taksiran mean, xi adalah hasil pengukuran, dan s2 adalah taksiran
variansi populasi. Bentuk distribusi normal terlihat pada Gambar 5.5. Kurva normal
dapat digabungkan dengan histogram takbias untuk memperlihatkan bahwa variabel
tersebut terdistribusi normal.
Gambar 5.5: Kurva fungsi kepadatan peluang distribusi normal. Simetris pada nilai mean
xm = 0,76 dan dispersi diukur oleh standar deviasi s = 0,28.
Distribusi normal sering digunakan untuk mengatasi beberapa tipe error, seperti error
analisis dan error sampling.
Semua variabel yang terdistribusi normal dapat diubah menjadi normal baku dengan
transformasi sebagai berikut:
(xi m)
zi (5.12)
s
Transformasi ini menghasilkan nilai z yang terdistribusi normal baku dengan mean
sama dengan 0 dan variansi 1. Fungsi kepadatan peluangnya menjadi:
2
1 z
y 2
2 e (5.13)
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Bentuk distribusi normal baku seperti tampak pada Gambar 5.6. Tabel-tabel statistik
yang sering digunakan menggunakan distribusi normal baku. Distribusi normal baku
merupakan basis pada konsep peluang dan batas kepercayaan.
Terdapat beberapa kasus yang berhubungan dengan distribusi normal yaitu ingin
mengetahui proporsi yang berada di bawah atau di atas suatu nilai. Contohnya, pada
kasus perhitungan kadar tembaga yang terdistribusi normal, sangat penting untuk
mengetahui besarnya proporsi kadar yang di atas cog. Untuk menyelesaikan masalah ini
harus dilakukan transformasi nilai cog menjadi nilai z. Dari tabel normal (yang terdapat
pada beberapa buku statistik dasar) dapat diketahui nilai P<z yang menyatakan proporsi
daerah di bawah kurva normal dari - sampai z. Proporsi kadar tembaga yang ingin
diketahui adalah 1- P<z. Pada beberapa kasus, penggunaan tabel sangat merepotkan.
Formula yang dikenalkan oleh David (1997) dapat digunakan untuk menaksir
proporsi tanpa menggunakan tabel (jika z positif):
P 0,5 1 1 exp 2z (5.14)
atau
z
2
P z 1 P z
dimana P<z adalah proporsi populasi di bawah nilai z positif dan P>z adalah proporsi
populasi di atas nilai z positif. Untuk z negatif, nilai P<z menjadi proporsi populasi di
atas nilai z. Formula ini dapat digunakan untuk distribusi lognormal jika datanya
ditransformasikan menjadi logaritma yang terdistribusi normal.
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Contoh perhitungan formula ini adalah sebagai berikut: misalkan terdapat sampel dari
50.000 ton bijih potensial yang mempunyai rata-rata kandungan Cu sebesar m = 0,76%
Cu dan kadarnya terdistribusi normal dengan variansi s2 = 0,08, s = 0,28. Untuk cog
sebesar 0,4%, nilai z yang diperoleh adalah (0,4 – 0,76) / 0,28 = -1,286. Dengan nilai z
= -1,286 menghasilkan nilai P<z = 0,903 atau 90,3%. Artinya 90,3% dari tonase (kira-
kira 45.200 ton) mempunyai kadar Cu di atas 0,4%.
Selain mengetahui proporsi di atas cog, sangat berguna juga jika mengetahui kadar rata-
rata material di atas (atau di bawah) cog. Kadar rata-rata material antara A dan B
dihitung dengan persamaan:
Z A m s Z B m s
E[xA B ] m (5.15)
B m s A m s
s
dimana:
A adalah nilai pemotongan bawah
B adalah nilai pemotongan atas
m adalah mean dari distribusi normal
s adalah standar deviasi dari distribusi normal
Z[z] = (2)-1/2 exp(-z2 / 2)
Φ[z] adalah proporsi daerah di bawah kurva normal baku dari - sampai
z.
Untuk pemotongan bawah A dan tidak ada pemotongan atas, maka persamaan di atas
menjadi:
Z A m s
E x A m s
1 A m s (5.16)
Contoh perhitungan kasus ini adalah dengan menggunakan data pada perhitungan
sebelumnya, atau dengan kata lain A= 0,4% Cu dan parameter distribusi normal adalah
m = 0,76 dan s =0,28. Maka, Z[(0,4 – 0,76) / 0,28] = Z[-1,286] = 0,1745. Nilai Φ[-
1,286] dilihat pada tabel = 0,903. Substitusikan hasil ini pada persamaan di atas, maka
diperoleh mean kadar Cu di atas cog adalah E[X> 0,4] = 0,84% Cu.
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Contoh selanjutnya adalah jika cog = 0,90% (lebih besar dari mean), diperoleh Z[(0,9 –
0,76) / 0,28] = Z[0,5] = 0,35 dan Φ[0,5] = 0,69. Substitusikan nilai-nilai ini pada
persamaan di atas maka E[x>0,9]= 0,76 + 0,28(0,35/0,31) = 1,075%. Perhitungan-
perhitungan ini sangat diperlukan dalam konsep perhitungan cadangan.
Gambar 5.7: Kurva distribusi lognormal dari analisis lubang bor pada endapan tembaga
Bougenville (Sinclair, 2005). Parameter data mentahnya
m = 0,45% Cu dan s = 0,218 (Sinclair & Blackwell, 2005).
Pada beberapa kasus, data yang skewness positif yang tidak terdistribusi lognormal
dapat diubah menjadi terdistribusi lognormal, yaitu ditransformasikan dengan
menambahkan konstanta, persamaan transformasinya:
ti ln(xi k ) (5.17)
Taksiran nilai k akan dibahas pada sub bab berikutnya. Ketika transformasi di atas
digunakan pada perhitungan cadangan, taksiran awal harus
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
ditransformasikan kembali (dengan kata lain nilai k harus dikurangkan dari taksiran
awal agar menghasilkan taksiran yang benar). Variasi nilai k umumnya tidak akan
mempengaruhi nilai taksiran titik, tetapi perubahan pada nilai k akan mengakibatkan
perubahan pada besarnya variansi sebesar 50% (Clark, 1987).
Pada variabel kadar yang terdistribusi lognormal, persamaan untuk mengetahui proporsi
tonase (P >c) di atas cog tertentu adalah:
Pc 1
m d d 2 (5.18)
lnxc
dimana d adalah standar deviasi dari data yang telah ditranformasi menjadi log, xc
adalah cog (data awal) dan m adalah mean distribusi (data awal) dan Φ[z] adalah fungsi
distribusi kumulatif normal baku dari - sampai z. Logam terperoleh, R>c (proporsi
metal yang terkandung dalam tonase di atas cog)
dihitung dengan persamaan:
Rc 1
m d d 2 (5.19)
lnxc
Kadar rata-rata proporsi material di atas cog dihitung dengan persamaan:
x m Rc Pc
(5.20)
Persamaan di atas banyak digunakan pada perhitungan cadangan karena distribusi
lognormal atau hampiran distribusi lognormal relatif lebih sering digunakan untuk kadar
logam.
Distribusi binomial adalah distribusi untuk variabel diskrit. Untuk jumlah data n yang
besar, distribusi ini dapat dihampiri oleh ditribusi normal dengan meannya sama dengan
np dan variansi npq dimana n menyatakan jumlah data, p adalah proporsi data
mempunyai karakteristik tertentu dan q adalah proporsi data tidak mempunyai
karakteristik tersebut (p = 1 – q). Sebagai contoh, dari 100 kali pelemparan koin
takbias, diharapkan muncul kepala sebanyak 50 kali dan ekor sebanyak 50 kali (p = q =
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
0,5).
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Uji ketakbiasan suatu koin dapat dilakukan sebagai berikut: dengan pelemparan
sebanyak 100 kali dan untuk α = 0,05 (selang kepercayaan 95%), jumlah kepala yang
muncul harus berada pada selang np+2(npq)1/2 yaitu 50±10. Jika kemunculan kepala di
luar selang tersebut maka koin tersebut bias.
Contoh bentuk distribusi binomial seperti pada Gambar 5.8 yang menunjukkan
frekuensi (dalam %) terhadap jumlah butir mineral berat dimana setiap sampel terdiri
dari 1.000 butir. Dalam gambar tersebut terlihat mean adalah 15% dan menunjukkan,
sebagai contoh, terdapat peluang lebih dari 7% sampel mempunyai butir mineral berat
kurang dari 10 sedangkan yang diharapkan adalah 15.
Percobaan poisson adalah percobaan yang menghasilkan peubah acak x dengan jumlah
kejadian ‘sukses’ tertentu pada suatu interval waktu atau pada suatu daerah tertentu.
Beberapa contohnya adalah jumlah telepon yang diterima oleh kantor setiap jam,
jumlah nugget pada sebuah sampel bijih emas, dll.
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
1. Jumlah ‘sukses’ yang terjadi dalam suatu selang waktu atau daerah tertentu tidak
terpengaruh oleh (bebas dari) apa yang terjadi pada selang waktu atau daerah lain.
2. Peluang terjadinya suatu ‘sukses’ (tunggal) dalam selang waktu yang amat pendek
atau dalam daerah yang kecil sebanding (proporsional terhadap) dengan panjang
waktu atau besarnya daerah, dan tidak bergantung pada banyaknya sukses yang
terjadi di luar selang atau daerah tersebut.
3. Peluang terjadinya lebih dari satu ‘sukses’ dalam selang waktu yang pendek atau
daerah yang sempit tersebut dapat diabaikan.
Peluang terjadinya x kali ‘sukses’ pada percobaan poisson, dihitung dengan persamaan:
x
P(x; ) e untuk x = 0,1,2,3,.... (5.21)
x!
dimana µ adalah rata-rata banyaknya ‘sukses’ terjadi dalam selang waktu tertentu atau
daerah tertentu, e = 2,71818.
Mean dan variansi distribusi poisson sama yaitu µ. Distibusi poisson adalah bentuk
khusus dari distribusi binomial ketika n menuju tak hingga dan np konstan. Oleh sebab
itu, distribusi poisson dapat digunakan untuk menaksir distribusi binomial ketika p
sangat kecil dan n sangat besar.
Pada perhitungan cadangan distribusi poisson digunakan untuk tipe endapan yang
dicirikan dengan butir mineral yang jarang tetapi cukup bernilai misalnya endapan emas
atau intan. Contoh aplikasinya adalah misalkan 500 g sampel pasir aluvial yang
mengandung rata-rata dua butir emas. Asumsikan ukuran butir sama (misalnya
berdiameter 2 mm). Hal ini ekivalen dengan emas (Au)
320 gpt (gram per ton). Dengan Persamaan 5.21, dapat diketahui bahwa peluang
tidak ditemukannya grain emas dari 500 g sampel yang diambil secara acak (zero grain
of gold) adalah 0,27 (kira-kira seperempat dari jumlah sampel, walaupun kadar rata-
ratanya tinggi).
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
CV % 100 (5.22)
Jika presisi (P) didefinisikan sebagai dua kali koefisien variasi, maka:
P 2CV % 200
200 1 2 (5.23)
dimana µ adalah rata-rata jumlah butir dalam sampel. Presisi ini digunakan untuk
mengetahui jumlah butir yang berukuran seragam yang terdapat dalam sampel.
Dalam Gambar 5.9 ditunjukkan contoh bentuk distribusi poisson dimana setiap sampel
mempunyai jumlah butir emas rata-rata dua. Diagram tersebut dibuat dengan
menggunakan Persamaan 5.21, rangkuman perhitungan seperti terlihat pada Tabel
V.1. Sebagai contoh terdapat peluang 13% dimana sampel dengan jumlah butir 1.000
tidak mempunyai butir emas.
Pengelompokan data menjadi kelas interval pada saat membuat histogram dapat juga
digunakan untuk melihat persentase kumulatif untuk kelas interval.
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Histogram dapat dibuat kumulatif dari rendah ke tinggi (Gambar 5.10) maupun
sebaliknya. Walaupun histogram kumulatif mudah dipahami dan sering dipergunakan,
jenis distribusi ini masih mengandung ambigu jika dievaluasi hanya dengan melihat
tampilan. Grafik lain yang banyak digunakan untuk melihat persentase kumulatif data
adalah grafik peluang (probability graphs).
Grafik peluang adalah grafik yang digunakan untuk mengevaluasi bentuk distribusi
kumulatif dari data. Kertas peluang dibuat dimana ordinatnya adalah interval yang
seragam atau logaritmik tergantung kebutuhan (apakah berhubungan dengan distribusi
normal atau lognormal). Sedangkan absisnya adalah variabel dengan skala yang diatur
sehingga plot distribusi kumulatif akan berupa garis lurus. Dalam Gambar 5.11 terlihat
grafik peluang dari histogram Gambar 5.2bc. Distribusi yang mendekati normal dari
MoS2 dapat dihampiri dengan garis lurus. Histogram Cu yang terdistribusi dengan
skewness positif yang tinggi akan membentuk kurva konkaf menghadap ke atas.
Demikian pula jika mempunyai skewness negatif yang tinggi akan membentuk kurva
konkaf menghadap ke bawah. Rata-rata dan standar deviasi taksiran dari distribusi
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Pada Gambar 5.12 ordinatnya berupa skala logaritma, titik-titik kumulatif yang
membentuk garis lurus juga terdistribusi lognormal. Histogram Cu yang mempunyai
skewness positif tinggi ditampilkan sebagai plot kumulatif dengan ordinat berupa
skala logaritmik. Dengan demikian kurva konkaf pada Gambar
5.10 akan menjadi garis lurus seperti pada Gambar 5.11. Nilai mean yang dapat
ditaksir dengan persentil ke-50 pada garis lurus merupakan mean geometri dan
merupakan taksiran yang underestimasi terhadap data mentahnya.
Jika data terdiri dari gabungan dua variabel terdistribusi normal (atau lognormal)
dengan mean berbeda dan jangkauan yang beririsan, maka plot kumulatif data akan
berbentuk sigmoidal (Gambar 5.13). Kurva pada gambar tersebut menunjukkan
campuran 20% populasi lognormal A dengan 80% populasi lognormal B. Setiap titik
pada garis lengkung kurva ditentukan oleh persamaan:
Pm f A PA f B (5.24)
PB
dimana:
Pm = persentase kumulatif dari populasi campuran
PA = persentase kumulatif populasi A
PB = persentase kumulatif populasi B
fA = fraksi populasi A dalam campuran
fB = fraksi populasi B dalam campuran = 1 - fA
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
dimana
r = adalah koefisien korelasi linier sederhana ( -1 < r < 1)
sxy = adalah kovariansi x dan y sx
= adalah standar deviasi x sy
= adalah standar deviasi y
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Adanya pencilan atau trend nonlinier akan menyebabkan nilai korelasi menjadi salah
(Gambar 5.15).
Gambar 5.15: Pengaruh pencilan dan trend nonlinier pada koefisien korelasi (r).
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
5.7 AUTOKORELASI
Autokorelasi adalah korelasi variabel dengan dirinya sendiri, pasangan nilai dalam
variabel tersebut tidak saling bebas dan diperoleh dari tempat dan waktu yang berbeda.
Misalkan terdapat urutan pasangan data yang diperoleh dari titik-titik dalam sebuah
garis yang dipisahkan oleh jarak lag (h) yang sama (misalnya titik xi dengan xi+h). Maka
autokorelasi variabel dapat dihitung dengan persamaan:
r Cov(xi , ih ) x (5.26)
x
s2
Proses ini dapat dilanjutkan untuk pasangan-pasangan yang dipisahkan oleh jarak 2h,
3h, dan seterusnya. Semua nilai koefisien korelasi yang diperoleh dapat diplot terhadap
jarak lag masing-masing sehingga menghasilkan korelogram (Gambar 5.16).
Dalam Gambar 5.16 ditunjukkan beberapa contoh korelogram yaitu plot antara
koefisien korelasi (r) dengan jarak lag (h) masing-masing. Gambar (A) merupakan
contoh korelogram teoritis, gambar (B) adalah korelogram untuk 118 titik kadar Zn
yang dibawa oleh mineralisasi sfalerit (Pulacayo, Bolivia), dan gambar (C)
menunjukkan korelogram untuk 129 titik kadar Ti dari mineralisasi
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
anortosit komplek (Black Cargo, California). Pola umum dari ketiga korelogram
tersebut mengindikasikan sampel yang lebih dekat akan lebih mirip (berkorelasi)
daripada sampel yang terpisah lebih jauh.
Pada berbagai endapan mineral, pasangan sampel yang diperoleh dari jarak yang dekat
hampir mirip, sedangkan semakin jauh jaraknya semakin jelas perbedaannya. Akibatnya
bentuk umum dari korelogram akan mempunyai nilai r yang tinggi pada bagian sampel
yang berjarak dekat dan nilai r akan kecil untuk sampel dari jarak yang berjauhan.
Semua nilai r yang dihitung dapat diuji secara statistik apakah tidak sama dengan nol.
Jika suatu sampel yang terpisah mempunyai autokorelasi tidak sama dengan nol (setelah
diuji), maka sampel tersebut masih terletak dalam range (atau jarak pengaruh dari
sampel). Oleh sebab itu autokorelasi adalah atribut kadar yang penting dalam
mengetahui rata-rata jarak pengaruh sampel.
Range dan bentuk korelogram dapat bervariasi tergantung pada karakteristik geologi
mineral yang akan dianalisis (misalnya pada formasi yang mengandung besi,
autokorelasi kadar Fe yang sejajar dengan perlapisan tidak harus sama dengan
autolorelasi kadar Fe yang tegak lurus dengan perlapisan). Autokorelasi adalah vektor
yang mungkin saja bersifat anisotropik yang dikontrol oleh geologi. Secara umum
tingkat autokorelasi akan menurun seiring dengan kenaikan jarak sampel pada semua
arah.
Untuk variabel yang terdistribusi lognormal, koefisien (auto)korelasi data yang sudah
ditransformasikan dihitung dengan persamaan:
rlog normal {[1 E 2 ]r 1} E (5.27)
2
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Pada beberapa kasus diperlukan sekali suatu garis lurus pada kelompok pasangan data.
Pada penjelasan korelasi sebelumnya disebutkan bahwa tampilan geometri dari
koefisien korelasi adalah ukuran relatif sebaik mana variabel mendekati garis lurus pada
grafik x-y. Model liniernya dapat dilihat dari persamaan:
y b0 b1 x e (5.28)
dimana x variabel bebas dan y adalah variabel tak bebas, b1 adalah kemiringan garis
(gradien), b0 adalah perpotongannya pada sumbu y, dan e adalah dispersi acak titik-titik
di sekitar garis lurus.
Prosedur yang umumnya digunakan untuk menghasilkan model linier yang optimum
adalah dengan meminimasi kuadrat error e. Prosedur ini sama dengan menyelesaikan
dua persamaan :
y nb b x 0
i 0 1 i
(5.29)
y x b b x
i i 0 i 1
2
i
x 0
Dimana semua penjumlahan dapat diketahui dari kelompok pasangan data. Persamaan
di atas harus diselesaikan untuk menentukan nilai b0 dan b1 yang akan meminimasi error
paralel dengan arah y:
b1 x y y x n
i i i i
(5.30)
x x n 2 2
i i
b0 y b1 x
Sebaran garis paralel terhadap sumbu y dapat dihitung dengan persamaan:
s2 y2 b y b x y n
d i i 1 i i
(5.31)
0
s 2 2 1 r 2
d y
Hubungan linier sederhana ini sangat dibutuhkan dalam praktek geostatistik. Pada
penyelidikan yang mendalam tentang hubungan antara analisis sampel dan kadar blok
pada endapan emas di Witwatersrand, Krige(1951) memberikan
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
hubungan linier antara kadar panel taksiran dengan rata-rata kadar dalam
sampel adalah sebagai berikut:
y b m b1 x b (5.32)
m
dimana yb adalah kadar blok khusus, m adalah mean blok dan sampel, dan xb adalah
kadar rata-rata sampel di dalam blok. Hasil dari penelitian Krige menyimpulkan bahwa
penentuan hubungan secara empiris akan menghasilkan hasil yang berbeda dari garis y
= x (hasil yang diharapkan). Perbedaan inilah yang disebut conditional bias. Krige
membuktikan bahwa taksiran kadar tinggi rata-rata akan menghasilkan nilai yang lebih
tinggi dari kadar sebenarnya, sedangkan taksiran kadar rendah akan menghasilkan
taksiran yang lebih rendah dari kadar sebenarnya.
b 2 2 1
1 y x
Kemiringan (gradien) kurang dari 1 akan menjamin jika terjadi overestimasi nilainya
tidak akan lebih besar dari mean, sedangkan jika terjadi underestimasi, nilainya akan
lebih kecil dari mean. Pada beberapa kasus, terdapat hubungan yang non linier antara
dua variabel. Untuk kasus tersebut, dapat dibuat taksiran hubungan linier dengan cara
mentransformasikan salah satu variabel.
Gambar 5.14 menunjukkan karakter linier yang inheren dari pasangan variabel yang
dicirikan oleh nilai koefisien korelasi absolut yang tinggi. Gambar 5.17 menunjukkan
contoh penggunaan hubungan least square, baik yang linier dan kuadratik, yang
menghubungkan densitas bijih (D) dengan kadar nikel (Ni). Persamaan least square
yang diperoleh adalah D = 2,839 + 0,297Ni dan D = 2,88 + 0,238Ni + 0,013Ni2. Model
least square tradisional ini menempatkan semua error pada variabel D karena
diasumsikan Ni diketahui secara pasti untuk mencari taksiran densitas. Pada kasus ini
penggunaan persamaan kuadrat pada data tidak akan mempengaruhi hubungan linier
secara signifikan.
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Model least square ini digunakan pada kasus-kasus dimana satu variabel digunakan
untuk menaksir variabel lainnya.
Regresi RMA digunakan apabila ingin melihat hubungan antara dua variabel dengan
mempertimbangkan error yang terjadi pada dua variabel tersebut.
dengan x dan y adalah pasangan nilai, b0 adalah perpotongan sumbu y dengan model
linier RMA, b1 adalah kemiringan (gradien) model, dan e adalah pemencaran di sekitar
garis. Taksiran nilai b adalah:
b1 s y sx
dimana sy dan sx adalah standar deviasi x dan y, dan b0 ditaksir dengan persamaan:
b0 y b1 x
dimana y dan x adalah nilai mean y dan x. Jika garis tidak melewati titik pusat (0,0)
maka pasti terjadi bias.
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
x
dengan r adalah koefisien korelasi antara x dan y.
ssl
y
s 1 r n
x 2
12
s
dimana sx dan sy adalah standar deviasi x dan y, x adalah variabel bebas, sedangkan y
adalah variabel tak bebas.
Tabel V.2: Rangkuman parameter model seperti ditunjukkan pada Gambar 5.18.
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan
Gambar 5.18: Tiga model linier untuk merepresentasikan pasangan data Au – AuD.
Dalam Gambar 5.18 menunjukkan plot hasil analisis untuk sampel emas (Au) terhadap
analisis untuk sampel emas duplikatnya (AuD). Tiga model linier diaplikasikan untuk
merepresentasikan hasil plot tersebut: (1) semua error diasumsikan pada Au, (2) RMA,
dan (3) semua error diasumsikan pada AuD. Parameter ketiga model ditunjukkan pada
Tabel V.2.
V-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
BAB VI
METODE PENAKSIRAN PARAMETER
DAN PERHITUNGAN CADANGAN
Dalam merencanakan kegiatan eksplorasi tak lepas dari pola dan kerapatan titik
informasi yang akan dilakukan atau lebih dikenal dengan desain eksplorasi. Pola
pengambilan sampel telah dijelaskan pada Bab 2 yang meliputi pola bujursangkar,
persegi panjang, segitiga, dan rombohedron. Pelaksanaan di lapangan pada
kenyataannya sulit melaksanakan eksplorasi sesuai dengan desain yang telah
direncanakan. Hal ini bisa terjadi karena batasan kondisi alam di lapangan seperti
bentuk lahan (gunung, lembah, lereng, dll), jenis tanah (gambut, tanah lapuk, batuan
keras, dll). Disamping itu juga terdapat batasan lain seperti administrasi (batas konsesi,
batas wilayah, dll), lingkungan, sosial budaya (keberadaan situs purbakala, daerah
larangan, dll), politik, dll.
Dengan kondisi seperti tersebut di atas maka sangat mungkin beberapa titik informasi
yang telah direncanakan tidak bisa diambil sampelnya sehingga mendapatkan daerah
yang tidak diketahui kisaran besaran paramaternya. Parameter yang dimaksud dalam
hal ini seperti kadar, ketebalan, densitas, dll.
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
Dengan demikian perlu adanya penaksiran terhadap parameter di suatu titik yang tidak
diketahui. Penaksiran tersebut didasarkan pada titik-titik di sekitarnya dengan
memperhatikan kondisi geologi sebagai batasan yang dapat dipertimbangkan.
Disamping itu penaksiran parameter juga diperlukan jika akan melakukan perhitungan
sumberdaya/cadangan dengan sistem blok. Daerah yang akan dihitung terlebih dahulu
dibagi menjadi blok-blok teratur dimana parameter seluruh luasan/volume dalam blok
tersebut diwakili oleh parameter di titik tertentu dalam blok tersebut (misalnya titik
tengah). Untuk tujuan ini maka harus dilakukan penaksiran titik-titik tengah setiap blok
dengan menggunakan titik-titik informasi di sekitarnya. Dengan demikian akan
diperoleh sebaran titik informasi yang teratur sesuai dimensi blok.
Metode NNP menggunakan nilai titik terdekat sebagai nilai pada titik yang ditaksir,
dengan kata lain lebih mempercayai titik yang terdekat daripada titik yang lebih jauh.
Umumnya metode panaksiran ini dipergunakan untuk tipe parameter yang mempunyai
kemenerusan tinggi seperti ketebalan dan kandungan abu batubara, endapan plaser
pantai, dll.
Metoda inverse distance weighting (IDW, jarak terbalik) merupakan suatu cara
penaksiran dengan telah memperhitungkan adanya hubungan letak ruang (jarak),
merupakan kombinasi linier atau harga rata-rata terbobot (weighted average) dari
titik-titik data yang ada di sekitarnya.
Suatu cara penaksiran di mana harga rata-rata suatu titik yang ditaksir merupakan
kombinasi linier atau harga rata-rata terbobot (weighted average) dari data-data
lubang bor di sekitar titik tersebut. Data di dekat titik
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
yang ditaksir memperoleh bobot lebih besar, sedangkan data yang jauh dari titik
yang ditaksir bobotnya lebih kecil. Bobot ini berbanding terbalik dengan jarak data
dari titik yang ditaksir.
Untuk mendapatkan efek penghalusan (pemerataan) data dilakukan faktor pangkat.
Pilihan dari pangkat yang digunakan (ID 1, ID2, ID3, …) berpengaruh terhadap hasil
taksiran. Semakin tinggi pangkat yang digunakan, hasilnya akan semakin mendekati
metode NNP.
Merupakan metode yang masih umum dipakai.
Jika d adalah jarak antara titik yang ditaksir, z, dengan titik data, maka faktor pembobotan
w adalah:
Metoda seperjarak ini mempunyai batasan yaitu hanya memperhatikan jarak saja dan
belum memperhatikan efek pengelompokan data, sehingga data dengan jarak yang sama
namun mempunyai pola sebaran yang berbeda masih akan memberikan hasil yang sama
(tidak bisa menggambarkan anisotropisme). Atau dengan kata lain metode ini belum
memberikan korelasi ruang antara titik data dengan titik data yang lain.
Pada Gambar 6.1 ditunjukkan contoh penaksiran dengan menggunakan metode IDW.
Dalam contoh kasus tersebut ditentukan radius pencarian data maksimum 200 m untuk
menentukan kadar pada blok B atau blok B’. Dengan demikian titik-titik data yang
berada dalam lingkaran dengan radius tersebut yang akan dipergunakan untuk menaksir
blok tersebut. Hasil perhitungan penaksiran IDW seperti terlihat pada Tabel VI.1.
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
Penaksiran dengan menggunakan metode NNP untuk Gambar 6.1 menghasilkan nilai
kadar 0,90% (titik G4), sedangkan jika menggunakan rata- rata kadar 5 titik terdekat
menghasilkan nilai kadar 0,72%. Dalam Tabel VII.1 terlihat dengan semakin
bertambahnya bilangan pangkat dalam penaksiran IDW akan semakin mendekati hasil
penaksiran NNP. Apabila pangkat IDW sangat besar atau tak hingga maka hasil
penaksiran tersebut akan sama dengan hasil penaksiran NNP.
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
Metode segitiga digunakan untuk menaksir sebuah titik di tengah (atau daerah segitiga)
dengan menggunakan tiga titik data yang melingkupinya. Metode ini lebih baik dari
pada metode NNP dalam hal jumlah titik penaksirnya. Metode segitiga memperhatikan
tiga titik untuk dirata-ratakan sedangkan NNP hanya memperhatikan satu titik
terdekatnya. Beberapa kelemahan metode ini seperti tidak diperhatikannya sifat
anisotropisme, unit yang diestimasi tidak berbentuk blok yang teratur, dan metode
pembobotan kurang optimal.
Metode penampang lebih cocok digunakan untuk tipe endapan yang mempunyai kontak
tajam seperti bentuk tabular (perlapisan atau vein). Pola eksplorasi (bor) umumnya
teratur yang terletak sepanjang garis penampang, namun untuk kasus endapan yang
akan ditambang secara underground umumnya mempunyai pola bor yang kurang
teratur (misalnya sistem pengeboran kipas). Kadar rata-rata terbobot pada penampang
akan diekstensikan menjadi volume sampai setengah jarak antar penampang. Metode
ini dapat diaplikasikan baik secara horisontal (isoline) untuk endapan yang
penyebarannya secara vertikal seperti tubuh intrusi, batugamping terumbu, dll.
Disamping itu juga bisa diaplikasikan secara vertikal (penampang) untuk endapan yang
penyebarannya cenderung horisontal seperti tubuh sill, endapan berlapis, dll.
Keuntungan dari metode ini adalah proses perhitungannya tidak rumit dan sekaligus
dapat dipergunakan untuk menyajikan hasil interpretasi model dalam sebuah
penampang atau irisan horisontal. Sedangkan kekurangan metode penampang adalah
tidak bisa dipergunakan untuk tipe endapan dengan mineralisasi yang kompleks.
Disamping itu hasil perhitungan secara konvensional ini dapat dipakai sebagai alat
pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih canggih misalnya dengan
sistem blok.
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
V L
S1 + S2
2
S2
S1,S2 = luas penampang endapan
L = jarak antar penampang
V = volume cadangan
S1 L
Gambar 6.2: Sketsa perhitungan volume
bijih dengan rumus mean area (metode
penampang).
T = V x BJ
Rumus prismoida
L
V = ( S1 + 4M + S2 )
6
S2
S1,S2 = luas penampang ujung M
= luas penampang tengah L =
jarak antara S1 dan S2 V =
volume cadangan
S1 1/2 L
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
S
S1
L
V +S +
S S
3 1 2 1 2
Rumus obelisk
Rumus obelisk dipakai untuk bentuk endapan yang membaji, merupakan suatu modifikasi
dari rumus prismoida dengan mensubstitusi:
a 1 + a 2 b1 + b 2
M=
2 2
a2
Gambar 6.5: Sketsa
b2 perhitungan volume bijih
S dengan rumus obelisk.
S b1
1
a1
V =
L
S + 4M + S
6 1 2
L a + b +b
a
= S 1 2 1 2 +S
+4
6 1 4 2
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
=
S
L S +
+
a1 + b2 a 2 + b 1
3 1 2 24
Metoda ini umum diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan
mempunyai geometri yang sederhana. Kadar pada suatu luasan di dalam poligon
ditaksir dengan nilai data yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metoda ini
sering disebut dengan metoda poligon daerah pengaruh (area of influence). Daerah
pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan satu garis
sumbu (lihat Gambar 6.6).
3 4
5
1 6 = TITIK BOR/SUMUR UJI
10
= DAERAH PENGARUH
9 8 7
Andaikan ketebalan bijih pada titik 1 adalah t1 dan luas daerah pengaruhnya adalah S1
maka volume (V) = S1 x t1 (volume pengaruh). Bila specific gravity dari bijih = ,
maka tonase bijih = S1 x t1 x ton.
Untuk data yang sedikit metoda poligon ini mempunyai kelemahan, antara lain :
Belum memperhitungkan tata letak (ruang) nilai data di sekitar poligon,
Tidak ada batasan yang pasti sejauh mana nilai conto mempengaruhi distribusi
ruang.
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
Daerah dalam radius lingkaran 0-400 m adalah untuk perhitungan sumberdaya terukur
dan daerah radius 400-1200 m adalah untuk perhitungan sumberdaya terunjuk
(USGS/Wood dkk., 1983) (lihat Gambar 6.7).
Teknik perhitungan seperti di atas hanya berlaku untuk kemiringan lapisan lebih kecil
atau sama dengan 300 (300). Sedangkan untuk batubara dengan kemiringan lapisan
lebih besar dari 300 (300) caranya adalah mencari harga proyeksi radius lingkaran-
lingkaran tersebut ke permukaan terlebih dahulu (lihat Gambar 6.8).
Selain itu aspek-aspek geologi daerah penelitian seperti perlipatan, sesar, intrusi dan
singkapan batubara di permukaan, ikut mengontrol perhitungan sumberdaya batubara
(Gambar 6.9).
VI
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
segitiga, sedangan metode poligon menggunakan titik data yang berada di tengah
luasan poligon.
Gambar 6.7: Teknik perhitungan sumberdaya batubara berdasarkan sistem United States
Geological Survey Circular 891 (1983).
VI-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
Gambar 6.8: Cara perhitungan sumberdaya batubara dengan kemiringan 300 (atas) dan
kemiringan 300 (bawah), (USGS, 1983).
VI-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
Gambar 6.9: Kontrol struktur pada batas sumberdaya batubara (USGS, 1983).
Dalam kerangka model blok, dikenal jenis penaksiran poligon dengan jarak titik
terdekat (rule of nearest point), yaitu nilai hasil penaksiran hanya dipengaruhi
VI-
Diktat TE-3231, Metode Perhitungan
Cadangan BAB VI, Metode Penaksiran
oleh nilai conto yang terdekat atau dengan kata lain titik (blok) terdekat memberikan
nilai pembobotan satu untuk titik yang ditaksir, sedangkan titik (blok) yang lebih jauh
memberikan nilai pembobotan nol (tidak mempunyai pengaruh).
VI-
DAFTAR PUSTAKA
Annels EA. Mineral Deposit Evaluation, a Practical Approach. Chapman & Hall.
1991.
1. Suatu eksplorasi endapan nikel laterit dengan test pit menghasilkan data
sebagai berikut :
a. Tentukan kadar rata-rata Ni pada masing-masing test pit tersebut kemudian plot
posisinya.
b. Buatlah penampang (barat-timur) untuk menunjukkan penyebaran badan bijih bila
c.o.g yang digunakan adalah 1,85% Ni.
c. Hitunglah sumberdaya (tonase) badan bijih tersebut bila B.J. yang digunakan 1,95
ton/bcm.
2. Diketahui suatu area endapan pasir besi dengan 6 titik bor Banka (lihat
gambar).
U
DH-06
150 m
DH-05
DH-03
DH-04
DH-02
DH-01
700 m
garis pantai
LAUT
Dengan ketentuan-ketentuan bahwa B.J. bijih = 1,80 ton/bcm; mining losses = 10%;
dressing losses = 10%; maka hitunglah :
a. Tonase crude ore (pasir besi) yang dihasilkan di daerah tersebut.
b. Tonase kandungan bijih besi di daerah tersebut.
c. Tonase pasir besi hasil penambangan.
d. Tonase konsentrat yang dihasilkan dari proses pengolahan bijih (mineral
dressing).
3. Gambar berikut menunjukkan konfigurasi 10 titik bor Banka pada endapan emas
aluvial.
U
BB-02 BB-07
BB-04 BB-09
BB-03 BB-10
BB-06
BB-08
BB-01 BB-05
0 100 200 m
a. Lakukan penaksiran kadar dan ketebalan untuk lokasi lain yang masih kosong
menggunakan metode NNP (titik terdekat) dan ID (jarak kebalikan) secara extended
sampai batas daerah KP.
b. Bagaimana analisis Anda mengenai distribusi data (kadar dan ketebalan) di daerah
tersebut.
c. Hitunglah tonase endapan emas aluvial tersebut bila B.J. yang digunakan 2,15
ton/m3.
4. Gambar berikut adalah peta cropline batubara dengan 5 lubang bor (BH-01 s/d
BH-05).
BH-01
BH-02 BH-03
BH-04
BH-05
0 50 100 m
Jika diasumsikan jurus dan kemiringan lapisan batubara tersebut seragam maka :
a. Tentukan arah jurus dan besarnya kemiringan lapisan batubara tersebut.
b. Hitunglah sumberdaya (tonase) batubara yang ada di lokasi tersebut dengan daerah
pengaruh 100 m dihitung dari cropline, jika B.J. yang digunakan 1,35 ton/m3.
Jelaskan langkah-langkah yang Anda lakukan dan Anda bebas memilih metode yang
menurut Anda mudah dan cepat.
5. Pada suatu analisis ulang perhitungan cadangan pada daerah tailing, diketahui wet
density (insitu density) material adalah 15 gr/cm3 dengan kandungan air 20%.
Volume material yang dihitung adalah 1000 m3.
Berapa tonase material tersebut dalam kondisi kering?
6. Dari hasil korelasi 2 (dua) titik bor dangkal dengan jarak 50 m, dihasilkan 3 (tiga)
zone endapan, yaitu (dari atas ke bawah) :
- low grade zone (upper)
- high grade zone
- low grade zone (lower)
8. Dari hasil eksplorasi suatu tambang bawah tanah dihasilkan blok daerah pengaruh
(blok cadangan) seperti terlihat pada Gambar di bawah ini.
Level 1
Blok - 1
Winze
Winze
Blok -
Blok -
Blok - 3
Level 2
Areal (luasan) Blok-1 s/d Blok-4 merupakan areal cadangan terukur yang dibatasi oleh
level – 1, level – 2, winze – 1, dan winze – 2.
Dari hasil eksplorasi tersebut diperoleh data sebagai berikut :
Hitunglah :
a. Tebal rata-rata blok cadangan
b. Kadar rata-rata blok cadangan
c. Volume total blok cadangan
d. Tonnage Factor
e. Total tonase blok cadangan
f. Jumlah logam Zn yang akan diperoleh.
TUGAS 2
Kasus: Bijih Besi Placer
Laporan Kemajuan dikumpulkan paling lambat minggu ke-8.
Laporan Akhir dikumpulkan paling lambat minggu ke-13.
Gambar berikut menunjukkan konfigurasi 12 titik bor Banka pada eksplorasi pasir
besi placer.
Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih besi seperti dalam tabel
berikut:
Lubang Koordinat Elevasi Kedalaman Kadar
Easting Northing Dari Ke Keterangan
Bor Collar Fe (%)
DH-1 21 11 105 7 7.5 43
7.5 9 45
9 10 46
10 10.75 47
DH-2 15 81 103 4 5 65
5 6.5 68
6.5 7 69
7 8 69
DH-3 59 76 100 2 3.5 60
3.5 4.5 58
4.5 5 61
5 5.75 62
DH-4 19 170 102 4.5 5 45
5 6 46
6 6.75 45
6.75 8.5 46
DH-5 78 129 104 6.25 7 46
7 8.5 52
8.5 9.5 47
9.5 10.5 49
DH-6 86 36 101 3 3.9 50
3.9 4.5 51
4.5 6 55
6 7 54
DH-7 152 96 102 4 6 65
6 7 69
7 8 70
DH-8 137 171 99 1.5 2 52
2 3 47
3 4 49
4 5.5 50
DH-9 197 146 103 5.5 6.25 64
6.25 7 70
7 8 73
8 9 69
DH-10 231 90 104 7 8 70
8 8.5 74
8.5 9.5 71
9.5 11 70
DH-11 211 38 103 5 5.75 63
5.75 7 67
7 8 70
8 9 70
DH-12 137 62 100 4.5 5.5 73 Sample loss
Bidang sesar geser ditemui pada lokasi A(166, 22) dan di lokasi B(-3, 136).
a. Buat analisis statistik dari data kadar bijih besi tersebut kemudian lakukan
verifikasi data berdasarkan parameter statistik!
b. Buat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih besi kemudian berikan analisanya!
c. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
d. Hitung sumberdaya bijih besi di daerah ini dengan asumsi jarak maksimum titik
informasi untuk sumberdaya terukur 50 m, sumberdaya terindikasi 50-75 m, dan
sumberdaya tereka 75-100 m. Gunakan metode poligon!
e. Jika cog bijih besi adalah 60% Fe, tentukan batas pit potensial!
f. Jika diambil asumsi kestabilan lereng paling optimum dicapai untuk open pit dengan
single slope 45o, hitung cadangan insitu bijih besi jika SG bijih besi 3,5 ton/bcm!
Gunakan metode penampang dengan jarak antar penampang 50 m.
Catatan: toe dari slope merupakan batas pit potensial dimana crest tidak melebihi
batas KP. Apabila crest melebihi batas KP maka gunakan batas KP sebagai crest.
Geological losses sebesar 10%.
g. Hitung cadangan tertambang dan stripping ratio dimana mining losses 5%!
h. Buatlah peta pit limit!
Gambar berikut menunjukkan konfigurasi 14 titik bor pada eksplorasi nikel laterit.
Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih nikel (komposit limonit
dan saprolit) seperti dalam tabel berikut:
Lubang Koordinat Elevasi Kedalaman Kadar Ni
Easting Northing Dari Ke Keterangan
Bor Collar (%)
DH-1 5 -4 254 4 9 2.4
DH-2 3 24 250 1 5 2.2
DH-3 29 25 251 1 6 2.3
DH-4 4 60 252 3 7 1.6
DH-5 28 44 254 5 10 2.1
DH-6 31 5 253 2 7 2.3
DH-7 57 30 250 0.5 5 2.0
DH-8 12 44 251 2 6 2.3
DH-9 63 48 252 1 5.5 2.2
DH-10 89 28 250 1 6 2.4
DH-11 81 7 251 1 5.5 1.5
DH-12 52 17 251 0.25 5 2.1
DH-13 96 46 249 0.25 4.5 2.2
DH-14 102 8 250 0.25 4.75 1.3
Koordinat batas KP dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Easting Northing
-5 67
37 67
37 53
105 53
105 1
53 1
53 -13
-5 -13
-5 67
Bidang sesar geser ditemui pada lokasi A(67, 1) dan di lokasi B(83, 53).
d. Buat analisis statistik dari data kadar bijih nikel, ketebalan bijih, dan ketebalan
overburden, kemudian lakukan verifikasi data berdasarkan parameter statistik!
e. Buat peta kontur topografi dan kontur kadar bijih nikel kemudian berikan analisanya!
f. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
g. Hitung sumberdaya bijih nikel di wilayah KP (extended) dengan menggunakan
semi-pemodelan blok. Buat blok horisontal dengan dimensi 20x20, dimana dimensi
vertikal mengikuti ketebalan bijih. Lakukan penaksiran kadar nikel tiap blok dengan
menggunakan metode NNP!
h. Buat kontur kadar bijih nikel berdasar data blok-blok yang ditaksir, berikan analisa
dan bandingkan hasilnya dengan poin (b)!
i. Jika cog bijih nikel adalah 2.0% Ni, tentukan batas pit potensial!
j. Jika diambil asumsi kestabilan lereng paling optimum dicapai untuk open pit dengan
single slope 45o, hitung cadangan insitu bijih nikel jika SG bijih nikel 2,1 ton/bcm!
Gunakan metode penampang dengan jarak antar penampang 20 m.
Catatan: toe dari slope merupakan batas pit potensial dimana crest tidak melebihi
batas KP. Apabila crest melebihi batas KP maka gunakan batas KP sebagai crest.
Geological losses sebesar 15%.
k. Hitung cadangan tertambang dan stripping ratio dimana mining losses 5%!
l. Buatlah peta pit limit!
Sebelum tanggal pengumpulan Laporan Kemajuan/Akhir dapat diadakan asistensi
apabila ada hal-hal yang ingin dikonsultasikan. Laporan dipresentasikan pada 2 minggu
akhir masa perkuliahan.
TUGAS 2
Kasus: Bijih Emas Porfiri
Laporan Kemajuan dikumpulkan paling lambat minggu ke-8.
Laporan Akhir dikumpulkan paling lambat minggu ke-13.
Gambar berikut menunjukkan konfigurasi 21 titik bor coring pada eksplorasi emas
porfiri.
Data eksplorasi lubang bor yang menunjukkan tubuh bijih emas porfiri pada elevasi
tertentu seperti dalam tabel berikut:
Lubang Koordinat Elevasi Kedalaman Kadar Au
Easting Northing Dari Ke Ket.
Bor Collar (ppm)
DH-1 39 17 1710 475 490 15
490 505 5
DH-2 36 43 1700 460 475 13
475 490 4
DH-3 36 69 1694 461 476 10
476 491 5
DH-4 38 95 1691 464 479 11
479 494 2
DH-5 79 106 1685 459 474 8
474 489 4
DH-6 66 88 1689 444 459 11
459 474 10
DH-7 61 59 1698 466 481 12
481 496 9
DH-8 56 31 1706 472 487 12
487 502 8
DH-9 80 14 1699 463 478 10
478 493 6
DH-10 79 37 1695 458 473 11
473 488 11
DH-11 92 55 1690 465 480 10
480 495 12
DH-12 83 73 1689 451 466 11
466 481 13
DH-13 102 82 1679 435 450 8
450 465 11
DH-14 117 102 1675 442 457 7
457 472 6
DH-15 149 100 1665 427 442 3
442 457 4
DH-16 129 76 1670 435 450 6
450 465 9
DH-17 124 48 1668 441 456 7
456 471 10
DH-18 105 32 1697 463 478 10
478 493 10
DH-19 131 15 1664 427 442 9
442 457 3
DH-20 151 23 1655 419 434 5
434 449 2
DH-21 158 67 1650 408 423 4
423 438 2
a. Buat analisis statistik dari data kadar bijih emas tersebut kemudian lakukan
verifikasi data berdasarkan parameter statistik!
b. Buat peta kontur topografi kemudian berikan analisanya!
c. Buat peta kontur ketebalan overburden kemudian berikan analisanya!
d. Bijih emas akan ditambang dengan metode underground mine (room and pillar),
hitung jumlah sumberdaya bijih emas dengan metode model blok pada level
1200 dan 1230 dimana:
- tinggi front 10 m
- dimensi horisontal blok adalah 20x20 m
- kadar emas pada tiap blok ditaksir dengan menggunakan metode inverse
distance weighting (derajat 1) dengan radius pencarian 30 m
e. Buat peta kontur kadar emas pada masing-masing level dan berikan analisanya!
f. Jika cog bijih emas adalah 10 ppm Au, tentukan batas pit potensial pada
masing-masing level!
g. Jika asumsi dari kajian geoteknik direkomendasikan untuk bukaan room 0,25 Ha
harus membuat 2 pillar dengan dimensi 10x10 m maka:
- buat room and pillar limit pada masing-masing level!
- Hitung cadangan insitu bijih emas bila geological losses sebesar 15%!
- Hitung cadangan tertambang apabila mining losses sebesar 5%!
BAB I Pendahuluan
BAB II Model Genetik Endapan (berisi deskripsi geologi dan genesa
endapan secara umum)
Bab III Verifikasi Data (berisi data dasar, deskripsi statistik, dan verifikasi
data)
Bab IV Data Olahan (berisi peta topografi, kontur kadar, kontur ketebalan, dll.
beserta analisanya)
Bab V Sumberdaya (berisi konsep perhitungan, asumsi, hasil hitungan, peta
sumberdaya, dll.)
Bab VI Cadangan (berisi pit potensial, konsep perhitungan, asumsi, hasil
hitungan, penampang, pit limit, dll.)
BAB VII Pembahasan
BAB VIII Kesimpulan
Daftar Pustaka