Anda di halaman 1dari 57

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH KOTA GORONTALO

Jln. Nani Wartabone No. 101, Heledulaa Selatan, Kec.Kota Timur


Kota Gorontalo Telp. (0435) 821253 – 824410 E-Mail : rsia_gtlo@yahoo.co.id

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH


NOMOR : /PDA.E/RSIA.ST.KH/SK/X/2022

TENTANG
PANDUAN KOMITE MEDIK
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH KOTA GORONTALO

DIREKTUR RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH


a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta mempercepat
Menimbang : kegiatan pelayanan dan memberikan petunjuk serta acuan Komite
Medik dalam menjalankan organisasi sebagai suatu sistem, sehingga
dapat berjalan efektif, efisien dan produktif, tel ah disusun
Panduan Komite Medik Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah
b. bahwa Panduan Komite Medik Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah
digunakan sebagai acuan dalam memberikan pelayanan medis;
c. bahwa berdasarkan huruf (a) dan (b) di atas perlu ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti
Khadijah
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 920/Menkes/Per/XII/1986
tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
129/MENKES/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit ;
7.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : PANDUAN KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH
Kedua : Panduan Komite Medik Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah
sebagaimana terlampir
Panduan Komite Medik Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah dijadikan
Ketiga : pedoman dalam mengelola dan berorganisasi pada Komite Medik dan
sebagai acuan dalam melaksanakan tugas Komite Medik dalam berintegrasi
dengan bagian / unit kerja dan profesi lain.
Keempat : Keputusan ini berlaku sejak ditetapkan, bila ada kekeliruan akan diperbaiki
sebagaimana mestinya
Ditetapkan di : Gorontalo
Pada tanggal : 20 Oktober 2022
Direktur RSIA Sitti Khadijah

dr. ELSON DJAKARIA, Sp.OG


RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIDJAH GORONTALO
Jln. Nani Wartabone No. 101, Heledulaa Selatan, Kec.Kota Timur
Kota Gorontalo Telp. (0435) 821253 – 824410 E-Mail : rsia_gtlo@yahoo.co.id

No. TU :

Nomor surat Diterima Jam


tanggal
Tanggal Nomor agenda
surat
Surat dari Komite Medik Perihal Permohonan SK pemberlakuan
Respon Time panduan

Sifat Segera Rahasia Tindak lanjuti


Diteruskan kepada :

Wadir Umum

Wadir Keuangan

Wadir Pelayanan

LEMBAR DISPOSISI WADIR


Diterima tanggal
Nomor agenda

LEMBAR DISPOSISI KABAG / KABID


Diterima tanggal
Nomor agenda

Diteruskan kepada

LEMBAR DISPOSISI KASUBAG / KASIR


Diterima tanggal
Nomor agenda

Diteruskan kepada
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIDJAH GORONTALO
Jln. Nani Wartabone No. 101, Heledulaa Selatan, Kec.Kota Timur
Kota Gorontalo Telp. (0435) 821253 – 824410 E-Mail : rsia_gtlo@yahoo.co.id

Gorontalo, 17 Oktober 2022


Nomor : /KOMDIK/X/2022
Lamp : Kepada Yth,
Perihal : Permohonan SK Pemberlakuan Panduan Direktur RSIA Sitti Khadijah
Di
Gorontalo

Dalam rangka percepatan kegiatan pelayanan, dan persiapam Akreditasi LARSI maka
bersama ini kami mohon kepada Bapak Direktur berkenan menerbitkan dan
memberlakukan SK Panduan Komite Medik tahun 2022, draft terlampir.

Demikian permohonan kami, atas kebijakan dan perhatiannya disampaikan terima kasih

Ketua Komite Medik

dr. Nur Amin Wahidji.,SpOG


RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH
KOTA GORONTALO
Jln. Nani Wartabone No. 101, Heledulaa Selatan, Kec.Kota Timur
Kota Gorontalo Telp. (0435) 821253 – 824410 E-Mail rsia_gtlo@yahoo.co.id

PANDUAN
KREDENSIAL DAN REKREDENSIAL
STAF MEDIS

TAHUN 2022
BAB I
DEFINISI

Rumah sakit merupakan institusi yang sangat kompleks dan


berisiko tinggi (high risk), terlebih dalam kondisi lingkungan yang
sangat dinamis perubahannya. Salah satu pilar pelayanan
medis adalah clinical govermance, dengan unsur staf medis yang
dominan.
Keberadaan staf medis dalam rumah sakit merupakan
suatu keniscayaan karena kualitas pelayanan rumah sakit sangat
ditentukan oleh kinerja para staf medis di rumah sakit tersebut.
Kinerja staf medis akan sangat mempengaruhi keselamatan pasien di
rumah sakit, untuk itu rumah sakit perlu menyelenggarakan tata
kelola klinis (clinical govermance) yang baik untuk melindungi pasien.
Hal ini sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan kesehatan dan perumahsakitan
Semua tenaga medis dan praktisi pelayanan lainnya harus
dilakukan kredensial, dalam rangka untuk mengatur tata kelola
klinis (clinical govermance) yang baik agar mutu pelayanan medis
dan keselamatan pasien di rumah sakit terjamin dan terlindungi
serta mengatur penyelenggaraan komite medik di setiap rumah
sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medis.

A. DASAR HUKUM
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
TentangKesehatan
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 269 / 2008
Tentang Rekam Medis
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290 / 2008 Tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438/ 2010
Tentang Standar Pelayanan Kedokteran
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 755/ 2011
Tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit
8. Keputusan PB IDI 211/ 2002 Tentang Penerapan Kodeki Peraturan Konsil
Nomor 17 / 2006 Tentang Pedoman Penegakkan Disiplin Profesi Kedokteran
Manual Konsil

B. PENGERTIAN
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggaran pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat
2. Komite Medik adalah perangkat Rumah Sakit untuk menerapkan
tata kelola klinis ( clinical govermance) agar Staf Medis Rumah Sakit
terjaga profesionalisme melalui kredensial, penjagaan mutu
profesi medis dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
Komite medik merupakan organisasi non struktural yang
dibentuk di rumah sakit oleh kepala/ direktur dan bukan
merupakan wadah perwakilan dari staf medis
3. Tenaga Medis adalah Dokter dan Dokter Gigi sebagaimana
dimaksud pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32
tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
4. Penerimaan Tenaga Medis adalah Penerimaan Tenaga Medis
baru, baik yang berasal dari Departemen Kesehatan,
Departemen Pendidikan Nasional/Fakultas Kedokteran, Honorer
maupun tenaga medis yang telah pensiun tetapi ingin
bekerja lagi sebagai dokter honorer.
5. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis
untuk menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis
(clinical previlege)
6. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang
telah memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan
pemberian kewenangan klinis tersebut
7. Kewenangan klinis ( clinical privilege) adalah hak khusus
seorang staf medis untuk melakukan sekelompok pelayanan
medis tertentu dalam lingkungan rumah sakit untuk suatu
periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan
klinis ( clinical appointment)
8. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan
kepala/ direktur rumah sakit kepada seorang staf medis untuk
melakukan sekelompok pelayanan medis di rumah sakit
tersebut berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah
ditetapkan baginya.
9. Mitra bestari/ peer group adalah sekelompok staf medis
dengan reputasi dan kompetensi yang baik untuk menelaah
segala hal yang terkait profesi medis
BAB II
RUANG
LINGKUP

Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan medis di Rumah


Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah dan semakin meningkatnya tuntutan
masyarakat akan pelayanan yang lebih bermutu, maka perlu
diselenggarakan kendali mutu melalui sub komite kredensial. Setiap
rumah sakit harus melaksanakan tata kelola klinis yang baik
dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan medis,
menjamin dan melindungi keselamatan pasien dan mengatur
penyelenggaraan Komite Medis di setiap rumah sakit dalam
rangka meningkatkan profesionalisme staf medis.

Komite medik memegang peran utama dalam menegakkan


profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit. Peran
tersebut meliputi rekomendasi pemberian izin melakukan pelayanan
medis di rumah sakit ( clinical appointment) termasuk rinciannya (
delineation of clinical privilege), memelihara kompetensi dan etika
profesi, serta menegakkan disiplin profesi. Untuk itu kepala/ direktur
rumah sakit berkewajiban agar komite medis senantiasa memiliki
akses informasi terinci tentang masalah keprofesian setiap staf medis
di rumah sakit.

Mitra bestari (peer group) memegang peranan penting dalam


pelaksanaan fungsi komite medik. Mitra bestari (peer group)
adalah sekelompok staf medis dengan reputasi dan kompetensi
profesi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan
profesi medis, termasuk evaluasi kewenangan klinis ( clinical privilege).
Staf medis dalam mitra bestari tersebut berasal tidak terbatas
dari staf medis yang telah ada di rumah sakit tersebut saja, tetapi
dapat juga berasal dari luar rumah sakit, misalnya perhimpunan
spesialis, kolegium, atau fakultas kedokteran.
Komite medik bersama kepala/direktur rumah sakit membentuk
panitia adhoc yang terdiri dari bestari tersebut untuk
menjalankan fungsi kredensial, penjagaan mutu profesi, maupun
penegakan disiplin dan etika profesi di rumah sakit.

BAB III

TUJUAN

Kredensial dan rekredensial bertujuan untuk menjaga keselamatan


pasien, sambil tetap membina kompetensi seluruh staf medis di
rumah sakit terse but.

Secara rinci tujuan adanya kredensial adalah :

a. Memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa


ditangani oleh staf medis yang bermutu, kompeten, etis dan
profesional;
b. Memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk
memperoleh kesempatan memelihara kompetensi (maintaining
competence) dan kewenangan klinis ( clinical privilege);
c. Mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan
(medical mishaps);
d. Memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf
medis melalui upaya pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi
yang berkesinambungan ( on going professional practice evaluation),
maupun evaluasi kinerja profesi yang terfokus (focused
professional practice evaluation)
BAB IV

TATA LAKSANA

A. KREDENSIAL

Proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan kelayakan diberikan


kewenangan klinis ( clinical privilege).

Tugas Sub Komite Kredensial adalah:

1. Menyusun dan mengkompilasi daftar kewenangan klinis sesuai


dengan masukan dari Kelompok Staf Medis (KSM) berdasarkan
norma keprofesian yang berlaku
2. Menyelenggarakan pemeriksaan dan pengkajian kompetensi,
kesehatan fisik dan mental, perilaku serta etika profesi
3. Mengevaluasi data pendidikan profesional kedokteran/ kedokteran gigi
berkelanjutan
4. Wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis
5. Penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat
6. Melaporkan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan
rekomendasi kewenangan klinis kepada Komite Medik
7. Melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku
8. Surat Penugasan Klinis dan adanya permintaan dari Komite Medik
9. Rekomendasi kewenangan klinik dan penerbitan Surat Penugasan
Klinis

Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memberikan rekomendasi


Kewenangan Klinik:

1. Pendidikan
a. Lulus dari sekolah kedokteran yang terakreditasi atau dari sekolah
kedokteran luar negeri dan sudah diregistrasi
b. Menyelesaikan prodi konsultan
2. Perizinan (lisensi)
a. Memilki surat tanda registrasi yang sesuai dengan bidang
profesi
b. Memiliki izin praktik dari Dinas Kesehatan setempat yang
masih berlaku
3. Kegiatan penjagaan mutu profesi
a. Menjadi anggota organisasi yang melakukan
penilaian kompetensi bagi anggotanya
b. Berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi mutu klinis
4. Kualifikasi personal
a. Riwayat disiplin dan etik profesi
b. Keanggotaan dalam perhirnpunan profesi yang diakui
c. Keadaan sehat jasmani dan mental, termasuk tidak
terlibat penggunaan o bat terlarang dan alkohol
yang dapat mempengaruhi kualitas pelayanan terhadap
pasien
d. Riwayat keterlibatan dalam tindakan kekerasan
e. Memiliki asuransi proteksi profesi (Professional
Indemnity Insurance
5. Pengalaman di bidang keprofesian
a. Riwayat tempat pelaksanaan praktik profesi
b. Riwayat tuntutan medis atau klaim oleh pasien
selama menjalankan profesi

Pengkajian oleh Sub Komite Kredensial meliputi elemen:


1. Kompetensi
a. Berbagai area kompetensi sesuai standar kompetensi
yang disahkan oleh lembaga pemerintah yang berwenag
untuk itu
b. Kognitif
c. Afektif
d. Psikomotor
2. Kompetensi fisik
3. Kompetensi mental/ perilaku
4. Perilaku etis ( ethical standing)
B. PROSEDUR KREDENSIAL
1. Tenaga medis yang sudah diterima dan sudah ditempatkan di
KSM mengajukan surat permohonan kredensial melalui KSM
kepada direktur RSIA Sitti Khadijah serta dilengkapi pendukung
antara lain:
a. Daftar Riwayat Hidup
b. Foto Copy Ijasah dokter / drg / drg Spesialis/ dokter
Spesialis / Sub Spesialis/ Doktor
c. Status Kepegawaian
d. Surat Rekomendasi dari Kepala KSM
e. Surat Pernyataan Sanggup mengikuti peraturan di
KSM, mengenai tata kerja, pendidikan dan pelatihan
sesuai kebutuhan KSM

g. Foto copy STR (Surat Tanda Registrasi)

2. Direktur melakukan koordinasi dengan KSM terkait


dengan lamaran
3. Direktur membuat surat kepada Komite Medik melalui Bagian
Organisasi dan Kepegawaian atau Bidang Pelayanan Medik
dengan tembusan KSM yang berkaitan untuk dilakukan proses
kredensial.
4. Komite Medik melakukan proses kredensial yang dipimpin
dan diatur oleh sub kornite kredensial dengan proses :
a. Meneliti mengenai keabsahan data penunjang.
b. Meneliti kompetensi :
Berbagai area kompetensi sesuai standar kompetensi
yang disahkan oleh lembaga pemerintah yang
berwenang untuk itu;
o Kognitif
o Afektif
o Psikomotor
c. Kompetensi fisik dengan meneliti Kesehatan Fisik,
Mental/ perilaku dan Psikologi calon tenaga med.is
dengan menerbitkan surat permintaan ke Medical Check
Up (MCU)
d. Perilaku etis ( ethical standing)
e. Meminta calon tenaga medis untuk membuat Clinical
Privilege
5. Melakukan wawancara yang diikuti oleh:
a. 2( dua) orang sub komite kredensial
b. Minimal 3 (tiga) dari 7 ( tujuh) orang anggota komite medik
yang lain
c. Ketua KSM terkait
d. Mitra bestari bila diperlukan
6. Tidak dibenarkan kehadiran orang lain di luar yang tersebut
butir (a) diatas, dan pelamar.
7. Pengambilan keputusan dilakukan maksimal 1 minggu setelah
wawancara.
8. Kewenangan klinis yang diberikan mencakup derajat
kompetensi dan cakupan praktik
9. Daftar rincian kewenangan klinis ( delineation of clinical
privilege) diperoleh dengan cara :
a. Menyusun daftar kewenangan klinis dilakukan
dengan meminta masukan dari setiap KSM
b. Mengkaji kewenangan klinis bagi pemohon dengan
menggunakan daftar rincian kewenangan klinis ( delineation
of clinical privilege)
c. Mengkaji ulang daftar rincian kewenangan klinis bagi
staf medis dilakukan secara periodic
10. Pelaksanaan pengambilan keputusan diambil secara
musyawarah dan mufakat. Dalam hal yang tidak
memungkinkan, keputusan dapat diambil dengan
pemungutan suara menurut suara terbanyak.
11. Rekomendasi pemberian kewenangan klinis dilakukan oleh
komite medik berdasarkan masukan dari sub komite kredensial
12. Hasil keputusan kredensial berupa :
a. Berita acara kredensial
b. Rekomendasi rincian kewenangan klinis atau penolakan
kewenangan klinis sebagian tertentu atau seluruhnya
13. Rekomendasi hasil kredensial dikirimkan kepada direktur
14. Hasil Keputusan Direktur rnengenai larnaran calon Tenaga rnedis berupa
diterirna atau ditolak akan disarnpaikan kepada tenaga rnedis rnelalui
Bagian Organisasi & Kepegawaian RSUD Dr. Moewardi dengan
ternbusan dikirirn ke Kornite Medik
15. Direktur akan rnernbuat surat penugasan dengan rnencanturnkan Clinical
Appointment sesuai rekornendasi kornite rnedik

I. KEWENANGAN KLINIS ( Clinical Privilege)

Rumah sakit harus rnengatur pernberian kewenangan klinis ( clinical


privilege) setiap staf rnedis sesuai dengan kornpetensinya yang nyata. Dengan
dernikian pernberian kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut harus
rnelibatkan kornite rnedik yang dibantu oleh rnitra bestarinya (peer group)
sebagai pihak yang paling rnengetahui rnasalah keprofesian yang bersangkutan.
Kewenangan klinis ( clinical privilege) setiap staf rnedis dapat saling berbeda
walaupun rnereka rnerniliki spesialisasi yang sarna.kewenangan klinis ( clinical
privilege) untuk setiap spesialisasi ilrnu kedokteran harus dirinci lebih lanjut
(delineation of clinical privilege).
Rincian kewenangan klinis ( delineation of clinical privilege) setiap
spesialisasi di rurnah sakit ditetapkan oleh kornite rnedik dengan berpedornan
pada norma keprofesian yang ditetapkan oleh kolegiurn setiap spesialisasi
Kewenangan klinis seorang staf rnedis tidak hanya didasarkan pada kredensial
terhadap kornpetensi keilrnuan dan keterarnpilannya saja, akan tetapi juga
didasarkan pada
1. Kesehatan fisik
2. Kesehatan mental
3. Perilaku (behavior)
Semua faktor tersebut di atas akan mempengaruhi keselamatan pasien baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk rumah sakit pendidikan,
kewenangan klinis seorang staf medis lebih bersifat khusus, karena yang
bersangkutan mempunyai tugas untuk membimbing calon / staf medis yang
sedang dalam masa pendidikan. Untuk itu fakultas kedokteran berperan serta
dalam menentukan kewenangan klinis seorang staf medis dalam rumah sakit
pendidikan.

Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memberikan rekomendasi


kewenangan klinis:
1. Pendidikan:
a. lulus dari sekolah kedokteran yang terakreditasi, atau dari sekolah
kedokteran luar negeri dan sudah diregistrasi;
b. menyelesaikan program pendidikan konsultan.
2. Perizinan (lisens):
a. memiliki surat tanda registrasi yang sesuai dengan bidang profesi;
b. memiliki izin praktek dari dinas kesehatan setempat yang masih
berlaku.
3. Kegiatan penjagaan mutu profesi:
a. menjadi anggota organisasi yang melakukan penilaian
kompetensi bagi anggotanya;
b. berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi mutu klinis.
4. Kualifikasi personal:
a. riwayat disiplin dan etik profesi;
b. keanggotaan dalam perhimpunan profesi yang diakui;
c. keadaan sehat jasmani dan mental, termasuk tidak terlibat
penggunaan obat terlarang dan alkohol, yang dapat mempengaruhi
kualitas pelayanan terhadap pasien;
d. riwayat keterlibatan dalam tindakan kekerasan;
e. memiliki asuransi proteksi profesi (professional indemnity
Insurance).
5. Pengalaman dibidang keprofesian:
a. iwayat tempat pelaksanaan praktik profesi;
b. riwayat tuntutan medis atau klaim oleh pasien selama
menjalankan profesi.
BERAKHIRNYA KEWENANGAN KLINIS .
Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis ( clinical
appointment) habis masa berlakunya atau dicabut oleh kepala/ direktur rumah
sakit. Surat penugasan klinis untuk setiap staf medis memiliki masa berlaku untuk
periode tertentu, misalnya dua tahun. Pada akhir masa berlakunya surat penugasan
tersebut rumah sakit harus melakukan rekredensial terhadap staf medis yang
bersangkutan. Proses rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan
proses kredensial

II. PENUGASAN KLINIS ( Clinical Appointment)


Pada dasarnya rumah sakit harus mengatur kewenangan klinis setiap staf
medis karena harus bertanggung jawab atas keselamatan pasien ketika menerima
pelayanan medis. Untuk itu kepala/ direktur rumah sakit harus mengatur hanya
staf medis yang kompetenlah yang menangani pasien. Dalam hal komite medik
merekomendasikan seorang staf medis untuk menerima kewenangan klinis
tertentu setelah dikredensial dan kepala/ direktur rumah sakit dapat
menyetujuinya, maka kepala/ direktur rumah sakit menerbitkan suatu surat
keputusan untuk menugaskan staf medis yang bersangkutan untuk melakukan
pelayanan medis di rumah sakit.
Penugasan staf medis tersebut disebut sebagai penugasan klinis (clinical
appointment). Dengan memiliki surat penugasan klinis (clinical appointment), maka
seorang staf medis tergabung menjadi anggota kelompok (member) staf medis
yang memiliki kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medis di rumah sakit
tersebut.
Dalam keadaan tertentu kepala/direktur rumah sakit dapat pula
menerbitkan surat penugasan klinis sementara (Temporary Clinical
Appointment), misalnya untuk konsultan tamu yang diperlukan sementara
oleh rumah sakit. Kepala/ direktur rumah sakit dapat mengubah,membekukan
untuk waktu tertentu, atau mengakhiri penugasan klinis ( Clinical Appointment)
seorang staf medis berdasarkan pertimbangan komite medis atau alasan
tertentu. Dengan dibekukan atau diakhirinya penugasan klinis ( Clinical
Appointment) seorang staf medis tidak berwenang lagi melakukan pelayanan
medis di rumah sakit tersebut. Mekanisme penugasan klinis (Clinical Appointment)
ini merupakan salah satu instrumen utama tata kelola klinis ( clinical governance)
yang baik.

C. REKREDENSIAL

• Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis yang telah


memiliki kewenangan klinis untuk menentukan kelayakan pemberian
kewenangan klinis yang telah ada.
• Rekredensial dilakukan tiap tiga tahun sekali, atau tiap waktu tertentu bila
diperlukan. Untuk melakukan rekredensial, komite medik mengumpulkan
data-data yang ada dari OPPE atau FPPE.
• Rekredensial yang dilakukan tiap tiga tahun sekali merupakan rekredensial
rutin, dengan memfokuskan pada proses administratif. Data yang
didapatkan untuk proses rekredensial adalah data dari OPPE.
• Rekredensial sewaktu-sewaktu dapat dilakukan bila:
a. Terdapat kompetensi baru
b. Terdapat kompetensi yang jarang dilakukan
c. Terdapat rekomendasi dari kelompok staf medis, bila ada
perubahan kondisi fisik/ kesehatan, ada pengurangan kompetensi dari
hasi audit medis atau bahkan pencabutan perubahan/ modifikasi
dan pemberian kewenangan klinis kembali.
• Pencabutan kewenangan klinis dapat dilakukan pada staf medis yang
terganggu kesehatannya, baik fisik maupun mental. Selain itu juga
dapat dilakukan bila terjadi kecelakaan medis yang diduga karena
inkompetensi atau karena tindakan disiplin dari komite medik.
Kewenangan klinis yang dicabut dapat diberikan kembali bila staf medis
tersebut dianggap telah pulih kompetensinya. Komite medik akan
meminta subkomite mutu profesi untuk melakukan upaya pembinaan
agar kompetensi yang bersangkutan pulih kembali. Komite medik dapat
memberikan rekomendasi kepada kepala/ direktur rumah sakit untuk
pemberian kembali kewenangan klinis tertentu setelah melalui proses
pembinaan.
• Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis ( clinical
appointment) habis masa berlakunya atau dicabut oleh kepala/ direktur
rumah sakit. Surat penugasan klinis untuk setiap staf medis yang masih
aktif sebagai PNS memiliki masa berlaku 3 (tiga) tahun. Pada 3 (tiga) bulan
akhir masa berlakunya surat penugasan tersebut, staf medis harus
mengajukan rekredensial kepada direktur rumah sakit.

D. PROSEDUR REKREDENSIAL
Proses rekredensial lebih sederhana dibandingkan dengan proses kredensial
awal sebagaimana diuraikan diatas karena rumah sakit telah memiliki informasi
setiap staf medis yang melakukan pelayanan medis di rumah sakit tersebut.
1. Staf medis mengajukan permohonan rekredensial pada 3 (tiga) bulan
menjelang habis masa berlakunya penugasan klinis
2. Komite medik mempelajari kewenangan klinis yang diminta
3. Rekredensial dilakukan dengan cara melihat dan mengkaji kembali dokumen
kewenangan klinisnya dengan menggunakan daftar rincian kewenangan
klinis ( delineation of clinical privilege)
4. Komite medik melakukan pertemuan dengan dihadiri oleh dokter yang
bersangkutan, kepala KSM, dan sekurang-kurangnya 3 pengurus komite
medik

Informasi atau data staf medis harus meliputi area kompetensi praktisi klinis
berikut ini:
1. Asuhan pasien - praktisi memberikan asuhan pasien dengan kasih, tepat
dan efektid untuk promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan
penyakit dan pelayanan sampai akhir hayat
2. Pengetahuan medis/ klinis - dalam ilmu-ilmu biomedis, klinis dan sosial
serta penerapan pengetahuan ke dalam asuhan pasien dan pendidikan
orang-orang lainnya
3. Pembelajaran dan peningkatan berbasis praktik menggunakan
bukti dan metode ilmiah untuk investigasi, evaluasi dan meningkatkan
praktek asuhan pasien
4. Ketrampilan hubungan antar manusia/ interpersonal dan komunikasi
-yang akan memampukan dan menjaga hubungan profesional dengan
pasien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain
5. Profesionalisme - terpancar dalam komitmen untuk secara terus-menerus
mengembangkan profesioanlisme, praktek etika, pemahaman dan
kepekaan terhadap keragaman dan sikap tanggung jawab terhadap
pasien, profesinya dan masyarakat
6. Praktek berbasis sistem melalui pemahaman terhadap konteks dan sistem
dimana pelayanan kesehatan diberikan

5. Hasil kredensial dalam bentuk rekomendasi berupa:


a. Kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan
b. Kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah;
c. Kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi;
d. Kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk waktu tertentu;
e. Kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/ dimodifikasi;
f. Kewenan gan klinis yan g bersangkutan diakhiri

BAB V
DOKUMENTASI
Semua hasil kredensial didokumentasikan oleh Komite Medik dan Bagian
Organisasi serta Kepegawaian.
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH
KOTA GORONTALO
Jln. Nani Wartabone No. 101, Heledulaa Selatan, Kec.Kota Timur
Kota Gorontalo Telp. (0435) 821253 – 824410 E-Mail rsia_gtlo@yahoo.co.id

PANDUAN
AUDIT MEDIS

TAHUN 2022
I. DEFINISI
Dalarn Panduan Audit Medis di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah yang
dimaksud :

1. Pelayanan medik adalah upaya kesehatan perorangan meliputi pelayanan


promotof, prefentif, kuratif dan rehabilitasi yang diberikan kepada pasien oleh
tenaga medis sesuai dengan standar pelayanan medis dengan memanfaatkan
sumber daya manusia dan fasilitas secara optimal
2. Staf Medis Fungsional adalah kelompok dokter yang berkerja di instalasi dalarn
jabatan fungsional
3. Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu
pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekarn
medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.
4. Standar Prosedur Operasional selanjutnya disingkat SPO adalah suatu
perangkat instruksi / langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
proses kerja rutin tertentu, atau langkah yang benar dan terbaik berdasarkan
konsensus bersarna dalarn melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan
standar profesi.
5. PNPK adalah Standar Pelayanan yang bersifat nasional dan dibuat oleh
organisasi profesi serta disahkan oleh Menteri

II. TUJUAN PEDOMAN AUDIT MEDIS.

Tujuan Pedoman Audit medis terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Umum:
1. Memberikan acuan dalarn melaksanakan audit medis dalam rangka
monitoring dan peningkatan mutu pelayanan medis di Rumah Sakit
Ibu Dan Anak Sitti Khadijah
b. Khusus:
1. Agar semua pihak terkait dapat melaksanakan audit medis sesuai
amanat Undang-undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
2. Sebagai acuan bagi Sub Komite Audit Medis dalarn
melakukan evaluasi pelayanan medis di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti
Khadijah
III. RUANG LINGKUP
3.1 Tujuan Audit Medis.
Audit medis sangat terkait dengan upaya peningkatan mutu dan
standarisasi, maka tujuan dilakukan audit adalah:
A. Tujuan umum :
1. Tercapaianya pelayanan medis prima di Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Sitti Khadijah
B. Tujuan khusus:
1. Melakukan evaluasi mutu pelayanan medis
2. Mengetahui penerapan standar pelayanan kedokteran / kedokteran
gigi
3. Melakukan perbaikan-perbaikan pelayanan medis sesuai
kebutuhan pasien dan standar pelayanan medis.

3.2 Mutu Pelayanan Medis.

Salah satu peran utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan


medis. Sedangkan salah satu pasal dalam Kode Etik Kedokteran (KODEKI)
menyebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Yang dimaksud dengan
ukuran tertinggi adalah yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran,
etika umum, etika kedokteran, hukum dan agarna, sesuai tingkat/jenjang
pelayanan kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.

Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Pratik


Kedokteran, seorang dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis wajib memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan
standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. Karena itu setiap
dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis dalam
melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan
kendali mutu dan kendali biaya, dimana dalam rangka pelaksanaan kegiatan
tersebut dapat diselenggarakan audit medis.
Pengertian audit medis adalah upaya evaluasi secara professional
terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan oleh profesi medis.

Berdasarkan hal tersebut maka audit medis sangatlah penting untuk


meningkatkan mutu pelayanan medis. Audit medis terdiri dari audit internal dan
eksternal. Audit dalam pedoman ini adalah audit internal yang merupakan
kegiatan yang sistematik dan dilakukan oleh peer yang terdiri dari kegiatan review,
surveillance dan assessment terhadap pelayanan medis.

Selain pengertian audit medis tersebut diatas, Komite Medik dan atau Kelompok
Staf Medis dapat menyelenggarakan kegiatan audit dalam bentuk pembahasan
kasus.

Pembahasan kasus tersebut antara lain meliputi kasus kematian atau


yang lebih dikenal dengan istilah death case, kasus sulit, kasus langka, kasus
kesakitan, kasus yang sedang dalam tuntutan pasien atau sedang dalam proses
pengadilan dan lain sebagainya. Kasus yang dibahas pada pembahasan kasus
tersebut adalah kasus perorangan / per-pasien dan pembahasan kasus kualitatif.
Pembahasan kasus pada umumnya hanya meliputi review dn assessment,
jarang dengan melaksanakan surveillance.

Pengertian audit secara umum meliputi review, assessment dan surveillance,


namun mengingat pembahasan kasus adalah melaksanakan evaluasi terhadap
upaya medis yang diberikan kepada pasien, maka pembahasan kasus sudah
merupakan bentuk audit medis yang sederhana atau tingkat awal.

Dalam menjalankan profesinya di rumah sakit, tenaga medis yaitu dokter,


dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis dikelompokkan sesuai
dengan keahliannya atau cara lain dengan pertimbangan kasus kedalam Kelompok
Staf Medis. Kelompok staf medis ini mempunyai fungsi sebagai pelaksana
pelayanan medis, pendidikan pelatihan serta penelitian dan pengembangan
pelayanan medis. Sedangkan sebagai pengarah (steering) dalam pemberian
pelayanan medis adalah Komite Medik.

Komite Medik merupakan wadah professional medis yang keanggotaannya


terdiri dari Ketua Kelompok Staf Medis. Fungsi dan wewenang Komite Medik
adalah menegakkan etika dan atau disiplin profesi medis, dan mutu pelayanan
medis berbasis bukti. Karena itu konsep dan filosofi Komite Medik adalah
perpaduan antara ketiga komponen yang terdiri dari Etika, Disipilin Profesi,
Mutu Profesi dan Evidence-based Medicine.

Staf medis sebagai pelaksana pelayanan medis merupakan profesi


mandiri, karena setiap tenaga medis memiliki kebebasan profesi dalam
mengambil keputusan klinis pada pasien sesuai dengan asas otonomi dalam
konsep profesionalisme. Dalam memutuskan tindakan medis maupun pemberian
terapi kepada pasien harus dilakukan atas kebebasan dan kemandirian
profesi dan tidak boleh atas pengruh atau tekanan pihak lain. Namun perlu
disadari, kebebasan profesi bukan diartikan kebebasan yang penuh karena tetap
terkait dengan etika/ disiplin profesi, mutu profesi dan pelayanan medis berbasis bukti.

Pengembangan upaya peningkatan mutu pelayanan pada saat ini mengarah


kepada patient safety yaitu keselamatan dan keamanan pasien, karena itu,
penerapan patient safety sangat penting untuk meningkatkan mutu rumah sakit dalam
rangka globalisasi. Dalam World Health Assembly pada tanggal 18 Januari
2002, WHO Excecutive Board yang terdiri dari 32 wakil dari 191 negara anggota
telah mengelurkan suatu resolusi yang disponsori oleh pemerintah Inggris, Belgia,
Italia dan Jepang untuk membentuk patient safety yang terdiri dari 4 aspek
utama yakni :

1. Penerapan norma, standar dan pedoman global mengenai pengertian,


pengaturan dan pelaporan dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan
penerapan atuaran untuk menurunkan risiko.
2. Merencanakan kebijakan upaya peningkatan pelayanan pasien berbasis
bukti dengan standar global, yang menitikberatkan terutama dalam aspek produk
yang aman dan praktek klinis yang aman dan praktek klinis yang aman
sesuai dengan pedoman, medical product dan medical devices yang aman
sesuai dengan pedoman, medical product dan medical devices yang aman
digunakan serta mengkreasi budaya keselamatan dan keamanan dalam
pelayanan kesehatan dan organisasi pendidikan.
3. Mengembangkan mekanisme melalui akreditasi untuk mengakui karakteristik
provider pelayanan kesehatan bahwa telah melewati benchmark untuk unggulan
dalam keselamatan dan keamanan pasien secara intemasional (patien safety
internationally).
4. Mendorong penelitian terkait dengan patien safety.
Keempat aspek diatas sangat erat kaitannya dengan globalisasi bidang kesehatan
yang menitikberatkan akan "mutu". Dengan adanya program keselamatan dan
keamanan pasien (patien safety) tersebut, diharapkan para dokter bertanggung
jawab untuk meningkatkan mutu pelayanan dengan standar yang tinggi sesuai
dengan kondisi rumah sakit sehingga terwujudnya pelayanan medik prima di Rumah
Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah

Aspek mutu pelayanan medis dirumah sakit berkaitan erat dengan masalah
medikolegal. Di masa lalu rumah sakit sering dianggap sebagai lembaga
sosial yang kebal hukum berdasarakan "doctrin of charitable immunity,
sebab menghukum rumah sakit untuk membayar ganti rugi sama artinya dengan
mengurangi asetnya, yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuannya untuk
menolong masyarkat. Namun dengan terjadinya perubahan paradigma perumah
sakitan di dunia, dimana rumah sakit merupakan institusi yang padat modal,
padat teknologi dan padat tenaga sehingga pengelolaan rumah sakit tidak bisa
semata-mata sebagai unit sosial. Maka sejak saat itu rumah sakit mulai dijadikan
sebagai subyek hukum dan sebagai target gugatan atas perilakunya yang dinilai
merugikan. Gugatan tersebut juga terjadi pada pelayanan medis. Beberapa dokter
telah digugat karena pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pasien.

Oleh karena itu dalam memberikan pelayanan medis, tenaga medis


diharapkan dapat :

1. Memberikan pelayanan medik dengan standar yang tinggi


2. Mempunyai sistem dan proses untuk melakukan monitoring dan meningkatkan
pelayanan meliputi
• Konsultasi yang melibatkan pasien;
• Manajemen risiko klinis;
• Audit medis;
• Riset dan efektivitas;
• Pengorganisasian dan manajemen staf medis;
• Pendidikan, pelatihan dan pengembangan profesi berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD);
• Memanfaatkan informasi tetang pengalaman, proses dan outcome;
3. Secara efektif melaksanakan clinical governance yaitu:
a. Adanya komitmen terhadap mutu
b. Meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan pasien secara bekesinambungan;
c. Memberikan pelayanan dengan pendekatan yang berfokus pada
pasien;
d. Mencegah clinical medical error;
4. Upaya peningkatan mutu dapat dilaksanakan melalui clinical governance.
Karena upaya peningkatan mutu sangat terkait dengan standar baik input,
proses maupun outcome maka penyusunan indikator mutu klinis yang
merupakan standar outcome sangatlah penting. Sesuai dengan Pedoman
Pengorganisasian Staf Medis dan Komite Medik, masing-masing Kelompok Staf
Medis wajib menyusun minimal 3 jenis indikator mutu pelayanan medis.
5. Dengan adanya penetapan jenis indikator mutu pelayanan medis diharapkan
masing-masing Kelompok Staf Medis melakukan monitoring melalui
pengumpulan data, pengolahan data dan melakukan analisa pencapaiannya dan
kemudian melakukan tindakan koreksi.
6. Upaya peningakatan mutu pelayanan medis tidak dipisahkan dengan upaya
standarisasi pelayanan medis, karena itu pelayanan medis di rurnah
sakit wajib mempunyai standar pelayanaan medis yang kemudian perlu
ditindaklanjuti dengan penyusunan standar prosedur operasional. Tanpa ada
standar sulit untuk melakukan pengukuran mutu pelayanan. Berdasarkan hal
tersebut audit medis adalah merupakan salah satu system dan proses untuk
melakukan monitoring dan peningkatan mutu pelayanan medis.
7. Selain audit medis di rumah sakit juga ada kegiatan audit rekam medis.
Walaupun ada persamaan berkas yang diaudit yaitu berkas rekam medis,
namun ada perbedaan prinsip antara audit medis dengan audit rekam medis.
Audit rekam medis dilakukan oleh Sub Komite Rekam Medis dan atau
penanggung jawab unit kerja rekam medis. Audit rekam medis tersebut, terkait
dengan kelengkapan pengisian rekam medis diagnosis dan pengobatan yang
terdokumentasi dalam rekam medis tersebut telah sesuai dengan standar atau
belum. Karena itu audit rekam medis bukan merupakan audit medis.
IV. TATA LAKSANA AUDIT MEDIS
4.1 Pelaksanaan Audit Medis

Dalam pelaksanaan audit ada yang disebut auditor, klien dan auditee.

Auditor adalah orang yang melakukan audit. Suatu audit dapat


dilaksanakan oleh satu auditor atau lebih. Hal tersebut tergantung dengan
ruang lingkup masalah yang akan dilakukan audit.
o Seorang auditor harus mempunyai ketrampilan yang cukup untuk
dapat melaksanakan suatu audit.
Klien adalah orang, departemen atau kelompok yang meminta audit atau
dengan kata lain klien adalah pelanggan auditor.
o Audit dimulai berdasarkan suatu permintaan dari klien atau pelanggan
Peminta harus yang mempunyai kewenangan untuk hal tersebut dan
harus mengetahui untuk apa audit diminta.
Auditee dapat berupa orang, unit kerja atau kelompok profesi yang akan di
audit, yaitu yang harus bekerja sama dan membantu dalam proses audit,
dengan memberikan akses dan fasilitas yang diperlukan untuk menyelesaikan
audit, mengkaji rekomendasi dan kesimpulan audit, dan menerapkan setiap
tindakan korektif yang diperlukan

Walaupun secara teoritis ada pemisahan dan penetapan auditor, klien


dan auditee, namun karena sulit untuk diterapkan secara tepat dalam
pelayanan medis di rumah sakit maka istilah auditor, klien dan auditee tidak
dipergunakan dalam pelaksanaan audit medis. Audit medis di Rumah
Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah lebih merupakan peer review, peer
surveillance dan peer assessment.

4.2 Pelaksanaan Audit Medis di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah

Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah pelaksanan audit medis adalah
Sub Komite Mutu Profesi yang berada di bawah Komite Medik. Mengingat audit
medis sangat terkait dengan berkas rekam medis, maka pelaksana audit
medis wajib melibatkan bagian rekam medis khususnya dalam hal
pengumpulan berkas rekam medis.

Selain itu, karena audit medis merupakan peer review maka dalam
pelaksanaan audit medis wajib melibatkan Kelompok Staf Medis terkait,
dan dapat pula mengundang konsultan tamu atau organisasi profesi terkait
untuk melakukan analisa terhadap hasil audit medis dan memberikan
rekomendasi khusus.

4.3 Langkah-Langkah Persiapan Pelaksanaan Audit Medis.


Audit identik dengan mencari-cari kesalahan. Budaya menyalahkan
dan budaya mengkritik adalah merupakan •gaya audit dimasa lalu. Namun
dalam perspektif baru audit merupakan review, surveillance dan
assessment secara sistematis dan independen untuk menentukan apakah
kegiatan penerapan standar sudah dilaksanakan atau belum. Dan bila belum
agar dicari akar permasalahan sehingga bisa dilakukan upaya perbaikan.
Sebelum melakukan audit medis, perlu melakukan langkah-langkah
persiapan audit medis sebagai berikut:
a. Sub Komite Mutu Profesi yang telah dibentuk berdasarkan Surat
Keputusan Direktur Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah
melaksanakan koordinasi dengan KSM untuk menetapkan indikasi dan
kriteria dilaksanakannya audit medis.
b. Apabila dalam evaluasi pelayanan medis didapatkan adanya masalah,
maka perlu dilakukan analisa penyebab terjadinya masalah dengan
menggunakan fish bone diagram. Setelah masalah dapat diidentifikasi,
selanjutnya dilakukan upaya perbaikan dengan menggunakan siklus
PDCA (Plan, Do, Check, Action).
c. Berkaitan dengan upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit
melalui audit medis sesuai amanat Undang• undang Nomor 29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran, maka setiap dokter/ dokter gigi yang
memberikan pelayanan medis wajib membuat rekam medis dan harus
segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan medis.
d. Sub Komite Mutu Profesi agar senantiasa melakukan sosialisasi
terkait dengan pelaksanaan audit medis kepada seluruh tenaga dokter/
dokter gigi yang memberikan pelayanan medis di Rumah Sakit Ibu
Dan Anak Sitti Khadijah
4.4 Persyaratan Audit Medis Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Khadijah
1. Audit medis harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, dengan
tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan bukan untuk menyalahkan
atau menghakimi seseorang.
2. Pelaksanaan audit medis harus obyektif, independen dan
memperhatikan aspek kerahasiaan pasien dan wajib simpan rahasia
kedokteran
3. Pelaksanaan analisa hasil audit medis harus dilakukan oleh Kelompok
Staf Medis terkait yang mempunyai kompetensi, pengetahuan dan
keterampilan sesuai bidang pelayanan dan atau kasus yang di audit.
4. Publikasi hasil audit harus tetap memperhatikan aspek kerahasiaan pasien
dan citra rumah sakit di masyarakat.

Selain persyaratan - persyaratan audit medis diatas, sebelum melakukan audit,


perlu membuat perencanaan audit yang meliputi:

a. Design Audit

Design audit sangat penting dan harus sudah disusun sebelum audit
dilaksanakan.

Design audit meliputi :

A. Tujuan audit harus jelas


• Apa yang ingin diketahui dari audit harus jelas dan ditetapkan dalam
menyusun design audit tersebut.
B. Bagaimana menetapkan standar/kriteria.
• Penetapan standar/ kriteria sangatlah penting karena itu harus tercantum
dalam design audit.
• Standar/kriteria dapat dibagi dua yaitu kriteria wajib dan kriteria tambahan.
C. Bagaimana melakukan pencarian literatur.
• Pencarian literatur penting dilakukan untuk menetapkan standar/kriteria dan
sebagai acuan dalam melakukan analisa data.
D. Bagaimana menjamin bahwa audit dapat mengukur pelayanan medis.
• Karena itu pemilihan topik yang akan di audit harus jelas sehingga keluaran
dari audit juga jelas.
E. Bagaimana menetapkan strategi untuk pengumpulan data dan dari mana
saja data tersebut dikumpulkan
F. Bagaimana menetapkan sampel dari pasien yang layak
G. Bagaimana data yang dikumpulkan dianlisa dan dipresentasikan
H. Susun perkiraan waktu audit, waktu mulai dilakukan audit sampai audit
tersebut selesai.
b. Pengumpulan Data
• Untuk melakukan pengumpulan data, pada tahap pertama perlu
melakukan uji coba atau pilot study. Tujuannya adalah untuk mengetahui
apakah data yang dikumpulkan mudah untuk dinilai dan mudah dikumpulkan.
• Dalam melakukan pengumpulan data dapat dengan menggunakan
komputer.
• Kumpulkan data yang dibutuhkan atau diperlukan saja.
• Menjamin untuk kerahasiaan

c. Hasil Audit (result)


• Apakah mutu pelayanan yang diukur, hasilnya telah memenuhi standar.
• Perlu ada kesepakatan bagaimana mngubah praktik tenaga medis agar
dapat mencapai mutu pelayanan terbaik.

d. Reaudit (second audit cycle)


• Peningkatan mutu pelayanan yang bagaimana yang ingin dicapai pada
audit ke dua.

4.5 Tata Laksana Audit Medis


1) Pelaksanaan audit harus secara terbuka, transparan, tidak konfrontasional,
tidak menghakimi, friendly dan konfidensial. Setelah audit dilakukan perlu
didukung dengan umpan balik antara lain berbentuk presentasi. Perlu
selalu ditekankan bahwa audit bukan untuk seseorang atau nama, bukan
untuk menyalahkan atau membuat malu tetapi untuk meningkatkan pelayanan
terhadap pasien.
2) Mengingat, tidak seorangpun senang untuk dikritik, maka Sub Komite Mutu
Profesi harus bijaksana dalam mensukseskan kegiatan audit medis. Perlu
ditentukan pula bahwa tujuan audit medis bukan merupakan suatu upaya
memberikan sanksi atau hukuman. Upaya ini sungguh-sungguh merupakan
suatu cara dan alat evaluasi pelayanan medis, untuk menjamin pasien dan
masyarakat pengguna, bahwa mutu pelayanan yang tinggi perlu ditegakkan
sebagi sasaran yang harus dibina secara terus menerus.
3) Dalam hal melaksanakan audit medis, dapat dengan mengundang
konsultan tamu untuk melaksanakan dan membantu kegiatan-kegiatan
analisa dasar dan membuat rekomendasi khusus. Apabila Sub Komite Audit
Medis bermaksud mengundang konsultan tamu, harus mengajukan dan
mendapat persetujuan dari Ketua Komite Medik dan Direktur RSIA Sitti
Khadijah
4) Hal pokok yang menjadi pedoman pelaksanaan audit medis adalah bahwa
pelaksanan audit medis harus selalu menyertakan Kelompok Staf Medis
terkait.
5) Upaya ini akan menjamin mutu pelayanan agar tetap tinggi dan efisien,
khususnya di bidang klinis, yang pada akhirnya akan berperan sebagai suatu
nilai tambah bagi pelaksanaan upaya pelayanan medis.
6) Untuk melaksanakan evaluasi pada proses audit diperlukan standar,
namun banyak faktor yang mempengaruhi penetapan standar, diantaranya
adalah beberapa faktor yang behubungan dan dapat diukur secara tepat.
Maka basil evaluasi dan interpretasi dari semua aspek basil audit
memerlukan pertimbangan yang sangat bijaksana dengan kesadaran akan
adanya kaitan dari satu aspek ke aspek lainnya. Selain itu, walaupun
perhitungan statistik merupakan bagian dari audit medis, namun harus
ditekankan bahwa berperan sebagai titik tolak dari semua upaya audit
medis untuk keperluan dokumentasi.
7) Yang paling penting dari audit medis ini adalah interpretasi secara
professional tentang fakta-fakta yang ditemukan yang mempengaruhi standar
pelayanan medis. Haruslah merupakan bahan utama dalam upaya evaluasi
terus menerus ini, agar dapat dibandingkan dengan pencapaian rumah
sakit lain ataupun dengan pencapaian upaya sendiri dimasa yang lalu
8) Audit medis merupakan silklus yang terus menerus karena merupakan upaya
perbaikan yang terus menerus, sebagaimana dibawah ini.
VI
Tindakan
Korektif

V Melakukan
analisa kasus
yang tidak
sesuai standar II
dan kriteria
Penetapan
Standar
dan
Kriteria

IV
Membandingkan
pelayanan
standar/ kriteria
dengan
pelaksanaan
III
Penetapan
Jumlah
Kasus

Berdasarkan hal tersebut diatas maka langkah - langkah pelaksanaan audit


medis sebagai berikut :

1) Pemilihan Topik yang akan dilakukan audit


o Tahap pertama dari audit medis adalah pemilihan topik yang akan dilakukan
audit. Pemilihan topik tersebut bisa berupa penanggulangan penyakit tertentu
di rumah sakit (misalnya: thypus abdominalis), penggunaan tertentu
(misalnya penggunaan antibiotik), tentang prosedur atau tindakan tertentu, tentang
infeksi nosokomial di rumah sakit, tentang kematian karena penyakit tertentu,
dan lain-lain.
o Pemilihan topik ini sangat penting, dalam memilih topik agar memperhatikan jumlah
kasus atau epidemiologi penyakit yang ada di rumah sakit dan adanya keinginan
untuk melakukan perbaikan. Sebagai contoh bahwa lama perawatan kasus Typhus
Abdominalis cukup banyak yang melebihi dari angka nasional. Untuk mengetahui
penyebabnya sehingga dapat dilakukan perbaikan maka perlu dilakukan audit
terhadap kasus-kasus tersebut.
o Pemilihan dan penetapan topik atau masalah yang ingin dilakukan audit
dipilih berdasarkan kesepakatan Komite Medik dan Kelompok Staf Medis.
2) Penetapan Standar dan Kriteria.
a. Setelah topik dipilih maka perlu ditentukan kriteria atau standar profesi yang jelas,
obyektif dan rinci terkait dengan topik tersebut. Misalnya topik yang dipilih
Typhus Abdominalis maka perlu ditetapkan prosedur pemeriksaan, diagnosis
dan pengobatan Typhus Abdominalis.
b. Penetapan standar dan prosedur ini oleh peer-group (Kelompok Staf Medis terkait )
dan atau dengan ikatan profesi setempat. Ada dua level standar dan kriteria yaitu
must do yang merupakan absolut minimum kriteria dan should do yang
merupakan tambahan kriteria yang merupakan hasil penelitian yang berbasis
bukti.
3) Penetapan Jumlah Kasus/ Sampai Yang Akan Diaudit
a. Dalam mengambil sampel bisa dengan menggunakan metode pengambilan sampel
tetapi bisa juga dengan cara sederhana yaitu menetapkan kasus Typhus
Abdominalis yang akan di audit dalam kurun waktu tertentu, misalnya dari bulan
Januari sampai Maret.
• Misalnya selama 3 bulan tersebut ada 200 kasus maka 200 kasus tersebut yang
akan dilakukan audit.
4) Membandingkan Pelayanan Standar/ Kriteria Dengan Pelaksanaan
a. Subkomite Audit Medis mempelajari rekam medis untuk mengetahui apakah
apakah kasus-kasus yang dipelajari sudah sesuai dengan kriteria dan standar
prosedur yang berlaku.
• Data tentang kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
dipisahkan dan dikumpulkan untuk di analisa. Misalnya dari 200 kasus ada
20 kasus yang tidak memenuhi kriteria atau standar maka 20 kasus tersebut
agar dipisahkan dan dikumpulkan.
5) Melakukan Analisa Kasus Yang Tidak Sesuai Standar Dan Kriteria
a. Subkomite Audit Medis menyerahkan ke 20 kasus tersebut pada "peer-group" atau
Kelompok Staf Medis untuk dinilai lebih lanjut.
• Kasus-kasus tersebut di analisa dan didiskusikan apa kemungkinan
penyebabnya dan mengapa terjadi ketidak sesuaian dengan standar.
• Hasilnya : bisa jadi terdapat (misalnya) 15 kasus yang menyimpang terhadap
standar adalah "acceptable" karena penyulit atau komplikasi yang tak diduga
sebelurnnya (unforeseen}. Kelompok ini disebut deviasi (yang acceptable).
• Sisanya yang 5 kasus adalah deviasi yang unacceptable, dan hal ini dikatakan
sebagai "defisiensi".
• Untuk melakukan analisa kasus tersebut apabila diperlukan dapat mengundang
konsultan tamu atau pakar dari luar, yang biasanya dari rumah sakit
pendidikan.
6) Tindakan Korektif
a. Peer group melakukan tindakan korektif terhadap kelima kasus yang defisiensi
tersebut. Secara kolegial, dan menghindari "blaming culture", membuat
rekomendasi upaya perbaikannya, cara-cara pencegahan dan penanggulangan,
mengadakan program pelatihan, penyusunan dan perbaikan prosedur yang ada
dan lain sebagainya.
7) Rencana Re-Audit
a. Mempelajari lagi topik yang sama di waktu kemudian, misalnya setelah 6 (enam)
bulan kemudian. Tujuan re-audit dilaksanakan adalah untuk mengetahui apakah
sudah ada upaya perbaikan. Hal ini bukan berarti topik audit adalah sama terus
menerus, audit yang dilakukan 6 (enam) bulan kemudian ini lebih untuk melihat
upaya perbaikan. Namun sambil melihat upaya perbaikan ini, Sub Komite
Audit Medis dan peer group dapat memilih topik yang lain.
b. Terlaksananya langkah - langkah audit medis sebagaimana tersebut diatas sangat
tergantung dengan motivasi staf medis untuk meningkatan mutu pelayanan,
karena itu dalam melakukan audit perlu memperhatikan apa yang harus dilakukan
(do'sJ dan apa yang jangan dilakukan (don'ts)
c. Do's
• Menjamin bahwa audit memberikan rekomendasi perubahan
• Beri penghargaan bila standar telah dicapai
• Waktu melakukan rapat audit medis harus tepat waktu
d. Don'ts
• Jangan tidak ada makanan kecil ( snack)
• Jangan melebihi waktu yang ditetapkan

4.6 Mekanisme Rapat Audit Medis


• Audit medis yang dilaksanakan harus marnpu mendorong, memberi penghargaan
kepada dokter dan bermanfaat bagi pasien.
• Andrew Gibbons dan Daljit Dhariwal menjelaskan bagaimana membuat audit
menjadi nyarnan. Kesuksesan program audit dibutuhkan keterlibatan seluruh
Kelompok Staf Medis. Karena itu rapat Komite Medik yang membahas hasil
audit medis harus dihadiri oleh seluruh Kelompok Staf Medis, minimal Kelompok
Staf Medis yang terkait dengan topik audit medis tersebut. Apabila diperlukan,
jadwal rapat dapat di review ulang sehingga dapat dipastikan bahwa seluruh
Kelompok Staf Medis yang terkait hadir.
• Program audit medis dapat dipublikasi paling lama setiap 6 bulan sekali dalarn
rapat Komite Medik yang khusus membahas hasil audit medis. Penyajian hasil audit
medis dapat dilakukan dengan presentasi.
• Rapat dimulai dengan presentasi dari dari Ketua Komite Medik tentang angka
kesakitan, kematian di rumah sakit latar belakang atau dasar pemilihan topik.
• Presentasi perlu dibatasi, hanya beberapa menit dan diikuti dengan diskusi.
• Acara kemudian dilanjutkan dengan presentasi hasil audit dan didiskusikan secara
bebas di antara para Kelompok Staf Medis dan dibuatkan kesimpulan dalarn notulen
rapat.
• Untuk menerapkan perubahan yang efektif maka kesimpulan dalam notulen
rapat harus jelas, sederhana dan lengkap.
• Setiap pertemuan yang membahas audit medis ditutup dengan melakukan
review dan rencana presentasi yang akan datang.
• Sekretaris Komite Medik menyimpan notulen rapat, daftar hadir, materi setiap
presentasi.
• Apabila perubahan kebijakan telah disepkati maka sekretaris Komite Medik
memasukan dalarn buku pedoman pelayanan medis.

Mekanisme rapat audit medis sebagaimana diuraikan diatas adalah mekanisme rapat
ditingkat Komite Medik atau second party audit. Namun sebenarnya rapat audit medis
juga bisa dilakukan di tingkat Kelompok Staf Medis atau disebut dengan first party.

1) Tingkat Kelompok Staf Medis - First Party Audit


Pimpinan : Ketua Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi/Tim Pelaksana Audit Medis
Sekretaris : Anggota Kelompok Staf Medis
Penyaji : Anggota Kelompok Staf Medis
Peserta : • Seluruh anggota Kelompok Staf Medi
• Wakil dari penanggung jawab pelayanan medis di rumah sakit
• Semua anggota Sub Komite Peningkatan Mutu
• Profesi/Tim Pelaksana Audit
Hasil : • Alternatif pemecahan masalah
• Salinan dikirim ke Komite Medik.
• Rencana audit dan presentasi yang akan datang
Pelaksanan. : Dilakukan rutin, paling lama 1 bulan sekali
2) Tingkat Komite Medik - second Party Audit.
Pimpinan : Ketua Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi/Tim Pelaksana Audit Medis
Sekretaris : Sekretaris Komite Medik
Moderator : Ketua Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi
Penyaji : Dokter pemegang kasus dan Ketua Kelompok Staf Medis yang
bersangkutan
Peserta : • Seluruh staf medis, minimal staf medis terkait dengan kasus tersebut
• Wakil dari penanggung jawab pelayanan medis di rumah sakit
• Semua anggota Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi/Tim
Pelaksana Audit Medis
Hasil : Penyelesaian kasus
Pelaksanan. : Dilakukan rutin, paling lama 3 bulan sekali
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam rapat audit medis:
1) Menjamin bahwa rekomendasi dari hasil audit medis untuk perbaikan mutu
pelayanan;
2) Memberikan penghargaan staf yang telah mencapai standar;
3) Rapat harus tepat waktu dan jangan terlambat atau melewati batas waktu;
4) Perlu disediakan snack;
5) Pembukaan oleh Ketua Komite Medik (5 menit);
6) Diskusi : sebagai moderator Ketua Komite Medik atau Ketua Kelompok Staf Medis
sesuai tingkat mekanisme rapat audit medis.
7) Jadwal acara:
a. Penyajian hasil audit : 15 menit
b. Diskusi : 20 menit
a. Kesimpulan : 5 menit
c. Penutup Ketua Komite Medik (5 menit) dan Direksi ( 5 menit).
d. Resume dan laporan tertulis : Sekretaris Komite Medik.

4.7 Pembahasan Khusus


• Harus diakui dengan jumlah dokter terbatas tentunya sulit untuk melakukan audit
medis secara sistematik sebagaimana tersebut diatas, maka pembahasan kasus
adalah merupakan alternatif pemecahan masalahnya. Melalui pembahasan kasus
diharapkan ada upaya evaluasi secara profesional pelayanan medis yang
berkesinambungan.
• Dalam pengertian audit medis diatas, sudah dijelaskan bahwa pembahasan kasus
merupakan salah satu bentuk audit medis yang sederhana atau awal. Pembahasan
kasus dapat dilakukan melalui mekanisme rapat audit medis dan dapat dilakukan
di rapat Komite Medik. Yang perlu diperhatikan adalah tidak semua kasus harus
dibahas di tingkat pertama dan kemudian dilanjutkan tingkat kedua.
• Pembahasan kasus sangat tergantung dari ruang lingkup dan besar permasalahan
dari kasus tersebut. Apabila ruang lingkup kasus tersebut kecil dan tidak terkait
dengan Kelompok Staf Medis lain maka kasus tersebut tidak perlu dibahas di
tingkat kedua, karena sudah dapat diselesaikan di tingkat pertama. Yang
perlu diperhatikan adalah : bahwa tingkat kedua tersebut bukanlah merupakan
jenjang yang harus dilalui tahap demi tahap, tetapi lebih untuk efisiensi dan
efektifitas dalam pembahasan kasus. Idealnya semua kasus dapat diselesaikan
di tingkat pertama, namun kita sadari pelayanan medik adalah sangat kompleks
dan antar spesialisasi bisa saling terkait karena itu pembahasan tingkat kedua sering
masih diperlukan.
• Jadi suatu kasus bisa dibahas hanya ditingkat pertama saja dan tidak perlu sampai
ke tingkat kedua,
• namun ada pula kasus yang perlu dibahas di tingkat pertama dan kemudian perlu
dilanjutkan dengan pembahasan di tingkat kedua.
• Tetapi ada pula kasus yang langsung dibahas di tingkat kedua tidak melalui
tingkat pertama, karena kasus tersebut jelas melibatkan banyak jenis spesialisasi.
A. Pembahasan Kasus Tingkat Kelompok Staf Medis -- First Party Audit

Pimpinan : Ketua Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi/Tim Pelaksana Audit Medis

Sekretaris : Anggota Kelompok Staf Medis

Penyaji : Anggota Kelompok Staf Medis

Peserta : • Seluruh anggota Kelompok Staf Medi

• Wakil dari penanggung jawab pelayanan medis di rumah sakit

• Semua anggota Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi/Tim Pelaksana

Audit

Hasil : • Alternatif pemecahan masalah

• Salinan dikirim ke Komite Medik.

• Rencana audit dan presentasi yang akan datang

Pelaksanan. : Dilakukan rutin, paling lama 1 bulan sekali

Untuk memudahkan pelaksanaan audit, maka dapat menggunakan formulir sebagai berikut:
Contoh Formulir
FORM. AUDIT MEDIS TINGKAT SATU
(PARTY AUDIT)
SMF :..........................................................................................................................
Tanggal :..........................................................................................................................
Waktu : Jam .............................. sampai Jam ......................................................
Yang Hadir : ............ Orang (daftar hadir terlampir)
Kasus :...........................................................................................................................
Identitas pasien :.........................................................................................................................
No. RM :..........................................................................................................................
Kronologis :..........................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
Masalah :
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
Evaluasi :
No Uraian Sesuai Tidak Sesuai Keterangan
1 Pelaksanaan SOP kasus SOP ada / Tidak
tersebut ada
2 Diagnosis kerja
3 Rencana tindakan
(penunjang)
4 Diagnosis pasti
5 Terapi

Kesimpulan :
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
Saran :
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
Gorontalo,
Mengetahui
Ketua Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi Notulis

( ) (..................................)
FORM. AUDIT MEDIS TINGKAT DUA
(PARTY AUDIT)
SMF :.........................................................................................................................
Tanggal :..........................................................................................................................
Waktu : Jam .............................. sampai Jam ......................................................
Yang Hadir : ............ Orang (daftar hadir terlampir)
Kasus :..........................................................................................................................
Identitas pasien :.........................................................................................................................
No. RM :..........................................................................................................................
Kronologis
:...................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
Masalah :
...................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
....................................................................................................................................................
Evaluasi :
No Uraian Sesuai Tidak Sesuai Keterangan
1 Pelaksanaan SOP kasus SOP ada / Tidak
tersebut ada
2 Diagnosis kerja
3 Rencana tindakan
(penunjang)
4 Diagnosis pasti
5 Terapi

Kesimpulan : .........................................................................................................................
....................................................................................................................................................
Saran : ..........................................................................................................................
....................................................................................................................................................

Gorontalo,
Mengetahui
Ketua Sub Komite Peningkatan Mutu Profesi Sekretaris Komite Medik

( ) (..................................)
LAPORAN RAPAT AUDIT
Tanggal : ....................................................................................................
1. Identitas kasus :
o Diagnosis kasus : .......................................................................................
o Nama : .......................................................................................
o Umur : .......................................................................................
o Jenis Kelamin :L/P*
o No RM : .......................................................................................
2. Pembahasan :
a) Diagnosis :
URAIAN MASALAH SOP / SPM

b) Penatalaksanaan :
URAIAN MASALAH SOP / SPM

c) Kesimpulan :
............................................................................................................................
............................................................................................................................

d) Saran saran :
............................................................................................................................
............................................................................................................................

Gorontalo,
Mengetahui
Ketua Komite Medik Sekretaris Komite Medik

( ) ( )

Cat:
Lingkari yang dianggap perlu *
LITERATUR PENYAKIT :
Kasus : .............................................................................................................
Kriteria Penyakit : .............................................................................................................

“ MUST DO “ Kriteria :
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
“SHOUD DO” Kriteria :

o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................
o ........................................................................................................................................

Di atas sudah disebutkan bahwa pembahasan kasus dapat dilakukan untuk kasus
kematian, kasus kesakitan, kasus langka, kasus sulit, kasus pengadilan dan lain
sebagainya. Kasus-kasus tersebut dapat berasal dari jajaran Direksi, Komite Medik atau
Sub Komite Audit Medis, Ketua Kelompok Staf Medis, tuntutan/komplain dari pasien,
pihak ketiga/asuransi dan lain sebagainya.
Mekanisme Pembahasan Kasus Diuraikan Sebagai Berikut :

1. Ketua Komite Medik dan Ketua Sub Komite Audit Medis memilih dan menetapkan
kasus berdasarkan data/kasus.
• Dalam melakukan pemilihan kasus yang akan di audit diharapkan tidak lebih dari
2 (dua) hari.
2. Ketua Komite Medik menetapkan tanggal pelaksanaan diskusi tingkat Komite dan
surat undangan yang dilaksanakan kurang dari 2 (dua) hari.
3. Ketua Komite Medik menginformasikan secara tertulis kepada Ketua Kelompok
Staf Medis kasus terkait.
• Jadual waktu kurang2 (dua) hari untuk membahas kasus tersebut pada
tingkat Kelompok Staf Medis (proses sesuai dengan sistem Kelompok Staf
Medis dan mempersiapkannya untuk pembahasan tingkat Komite Medik
4. Ketua Kelompok Staf Medis menyerahkan berkas / formulir kepada Ketua
Komite Medik 4 (empat) hari sebelum diskusi tingkat Komite Medik.

Standar dan Kriteria

Diatas sudah diuraikan bahwa agar audit medis dapat dilaksanakan dengan baik
maka perlu standar dan kriteria dari kasus/topik yang akan di audit tersebut. Kriteria
yang ditetapkan tersebut terdiri dari kriteria wajib (must do criteria) dan kriteria tambahan
(should do criteria). Kriteria wajib adalah merupakan kriteria minimum yang absolute
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan sesuai kebutuhan dan harus dipenuhi oleh
setiap dokter. Sedangkan kriteria tambahan adalah merupakan kriteria-kriteria dari
hasil riset yang dapat dibuktikan dan penting.

Contoh kriteria sebagai berikut:

ANGINA Summary of Criteria,

"MUST DO" CRITERIA

1. The records show that the diagnosis of angina is based on : (a) characteristic
symptoms of angina or (b) suggestive symptoms of angina with positive• investigative
findings.
2. The records show that at diagnosis the blood pressure has been recorded and the
patient examined for signs of anaemia and has a cardiac examination
3. The records show that the patient is on daily aspirin unless contraindicated
4. The records show that at least annually there has been an assessment of smoking
habit, and advice given to smokers
5. The records show that at dignosis the patien'ts blood lipids have been checked
6. The records show that at least annulaly the blood pressure has been checked
and is within normal limits
7. The records show that there is an annual assessment of symptoms

"SHOUD DO"CRITERIA"

1. The records show that at least annually regular physical activity has been discussed
with the patient
2. The records show that the body mass index is checked at diagnosis
3. The records show thatthe patien has had a resting 12 lead ECG

Pengembangan Indikator Mutu Pelayanan Yang Harus Dicapai

Indikator mutu yang dikembangkan dapat berupa indikator yang sederhana yaitu hanya
mengukur input, proses dan ouput. Indikator mutu yang terkait dengan pelaksanaan audit
medis, yang dapt dikembangkan oleh Komite Medik antara lain sebagai berikut:
1. Jumlah pembahasan kasus per tahun.
2. Jumlah pelaksanaan audit medis per tahun.
3. Prosentase rekomendasi dari pembahasan kasus yang sudah dilaksanakan.
4. Prosentase rekomendasi dari hasil audit medis yang sudah dilaksanakan.
5. Prosentase penurunan medical error
Evaluasi pelaksanaan audit medis dilakukan paling lama setiap tahun. Tujuan evaluasi
dari pelaksanaan adalah agar proses audit dapat berjalan lebih baik.
Monitoring dan evaluasi pelaksanaan audit medis dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang ada dalam akreditasi rumah sakit. Pada akreditasi rumah sakit ada kewajiban
rumah sakit untuk melakukan audit medis. Di RSIA Sitti Khadijah audit medis
dilaksanakan oleh Sub Komite Audit Medis yang berada di bawah Komite Medik.
Dalam melaksanakan tugasnya Sub Komite Audit Medis dapat mengundang dokter ahli
lain yang berasal dari dalam dan luar rumah sakit (dokter ahli lain tersebut bukan
anggota tim audit) yang relevan dengan kasus-kasus yang diteliti dan dibahas. Untuk
melaksanakan audit, harus sudah mempunyai pedoman audit dan harus meneliti dan
membahas paling sedikit 3 (tiga) kasus penting.
Berdasarkan hal tersebut, monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan melalui
program akreditasi rumah sakit meliputi:
Keberadaan Sub Komite Audit Medis, yang dibuktikan dengan
Surat Keputusan Direktur RSIA Sitti Khadijah
Pedoman audit medis
Jumlah kasus yang dilakukan audit minimal 3 (tiga) buah.
Laporan kegiatan audit medis.
Rekomendari dari hasil audit
Tindak lanjut pelaksanaan rekomendasi.
Dengan dilakukannya monitoring dan evaluasi kegiatan audit medis tersebut maka
pencatatan dan pelaporan kegiatan perlu dilakukan dengan baik. Notulen rapat, hasil
pembahasan/penelitian kasus yang di audit perlu dilakukan secara tertulis dan
dilaporkan ke Direktur RSIA Sitti Khadijah
Dalam memberikan laporan juga perlu diperhatikan konfidensial hasil audit. Pelaporan
pada Direktur tetap perlu dilakukan walaupun audit medis merupakan peer review,
karena mungkin ada hasil analisa dan rekomendasi, ada yang perlu ditindaklanjuti oleh
Direktur, berupa penambahan sarana, prasarana dan peralatan.
Audit medis merupakan hal penting yang wajib dilakukan untuk melaksanakan evaluasi
pelayanan medis. Audit medis dilaksanakan dengan mengacu pada Pedoman Audit Medis
RSIA Sitti Khadijah
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH
KOTA GORONTALO
Jln. Nani Wartabone No. 101, Heledulaa Selatan, Kec.Kota Timur
Kota Gorontalo Telp. (0435) 821253 – 824410 E-Mail rsia_gtlo@yahoo.co.id

PANDUAN
ETIKA DAN DISIPLIN PROFESI

TAHUN 2022
I. PENDAHULUAN

Setiap staf medis dalam melaksanakan asuhan medis di rumah sakit harus
menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme kedokteran kinerja profesional yang baik
sehingga dapat memperlihatkan kinerja profesi yang baik. Dengan kinerja profesional
yang baik tersebut pasien akan memperoleh asuhan medis yang aman dan efektif.
Upaya peningkatan profesionalisme staf medis dilakukan dengan melaksanakan
program pembinaan profesionalisme kedokteran dan upaya pendisiplinan berperilaku
profesional staf medis di lingkungan rumah sakit. Dalam penanganan asuhan medis
tidak jarang dijumpai kesulitan dalam pengambilan keputusan etis sehingga diperlukan
adanya suatu unit kerja yang dapat membantu memberikan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan etis tersebut. Pelaksanaan keputusan subkomite etika dan
disiplin profesi di rumah sakit merupakan upaya pendisiplinan oleh komite medik
terhadap staf medis di rumah sakit yang bersangkutan sehingga pelaksanaan dan
keputusan ini tidak terkait atau tidak ada hubungannya dengan proses penegakan
disiplin profesi kedokteran di lembaga pemerintah, penegakan etika medis di
organisasi profesi, maupun penegakan hukum

Pengaturan dan penerapan penegakan disiplin profesi bukanlah sebuah penegakan


disiplin kepegawaian yang diatur dalam tata tertib kepegawaian pada umumnya. Sub
komite ini memiliki semangat yang berlandaskan, antara lain :

1. Peraturan internal rumah sakit


2. Peraturan internal staf medis
3. Etik rumah sakit
4. Norma etika medis dan norma-norma bioetika

Tolak ukur dalam upaya pendisiplinan perilaku professional staf medis antara lain :

1. Pedoman pelayanan kedokteran di rumah sakit


2. Prosedur kerja pelayanan di rumah sakit
3. Daftar kewenangan klinis di rumah sakit
4. Pedoman syarat-syarat kualifikasi untuk melakukan pelayanan medis (white
paper) di rumah sakit
5. Kode etik kedokteran Indonesia
6. Pedoman perilaku professional kedokteran (buku penyelenggaraan praktik
kedokteran yang baik)
7. Pedoman pelanggaran disiplin kedokteran yang berlaku di Indonesia
8. Pedoman pelayanan medic/klinik
9. Standar prosedur operasional asuhan medis

II. TUJUAN

Subkomite etika dan disiplin profesi pada komite medik di rumah sakit dibentuk
dengan tujuan :

1. Melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak memenuhu syarat
(unqualified) dan tidak layak (unfit/unproper) untuk melakukan asuhan klinis
(clinical care)
2. Memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medisdi rumah sakit

III. KEANGGOTAAN\

Subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit terdiri dari sekurang – kurangnya 3
(tiga) orang staf medis yang memiliki surat penugasan klinis (clinical appointment) di
rumah sakit tersebut dan berasal disiplin ilmu yang berbeda. Pengorganisasian sub
komite etika dan disiplin profesi sekurang – kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan
anggota yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite medic

IV. MEKANISME KERJA

Kepala / direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh mekanisme
kerja subkomite etika dan disiplin profesi berdasarkan masukan komite medis, selain
itu Kepala/direktur rumah sakit bertanggung jawab atas tersedianya berbagai sumber
daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.

Penegakan Disiplin Profesi

Penegakan disiplin profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk oleh ketua
subkomite etika dan disiplin profesi, panel terdiri dari 3 (tiga) orang staf medis atau
lebih dalam jumlah ganjil dengan susunan sebagai berikut :

1. 1 (satu) orang dari subkomite etik dan disiplin profesi yang memiliki disiplin ilmu
yang berbeda dari yang diperiksa
2. 2 (dua) orang atau lebih staf medis dari disiplin ilmu yang sama dengan yang
diperiksa dapat berasal dari dalam rumah sakit atau luar rumah sakit, baik atas
permintaan komite medic dengan persetujuan Kepala/direktur rumah sakit atau
Kepala/direktur rumah sakit yang terlapor

Panel tersebut dapat juga melibatkan mitra bestari yang berasal dari luar rumah sakit.
Pengikutsertaan mitra bestari yang berasal dari luar rumah sakit mengikuti ketentuan
yang ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan rekomendasi komite medic.

Upaya Pendisiplinan Perilaku Profesional

Mekanisme pemeriksaan pada upaya pendisiplinan perilaku professional adalah


sebagai berikut :

1. Sumber Laporan
Notifikasi (laporan) yang berasal dari perorangan, antara lain :
1) Manajemen rumah sakit
2) Staf medis lain
3) Tenaga kesehatan lain atau tenaga non kesehatan
4) Pasien atau keluarga pasien
Notifikasi (laporan) yang berasal dari non perorangan, berasal dari :
1) Hasil konferensi kematian
2) Hasil konferensi klinis
2. Dasar Dugaan Pelanggaran Disiplin Profesi
Keadaan dan situasi yang dapat digunakan sebagai dasar dugaan pelanggaran
disiplin profesi oleh seseorang staf medis adalah hal-hal yang menyangkut,
antara lain :
1) Kompetensi Klinis :
1. Penatalaksanaan kasus medis
2. Pelanggaran disiplin profesi
3. Penggunaan obat dan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan
standar pelayanan kedokteran di rumah sakit
4. Ketidakmampuan bekerja sama dengan staf rumah sakit yang dapat
membahayakan pasien
2) Pemeriksaan
Dilakukan oleh panel pendisiplinan profesi
Melalui proses pembuktian
Dicatat oleh petugas secretariat komite medic
Terlapor dapat didampingi oleh personil dari rumah sakit tersebut
Panel dapat menggunakan keterangan ahli sesuai kebutuhan
Seluruh pemeriksaan yang dilakukan oleh panel disiplin profesi
bersifat tertutup dan pengambilan keputusan bersifat rahasia
3. Keputusan
a. Keputusan panel yang dibentuk oleh subkomite etika dan disiplin
profesi diambil berdasarkan sura terbanyak. Untuk menentukan ada
atau tidak pelanggaran disiplin profesi kedokteran di rumah sakit
b. Bilamana terlapor merasa keberatan dengan keputusan panel, maka
yang bersangkutan dapat mengajukan keberatannya dengan
memberikan bukti baru kepada subkomite etika dan disiplin profesi
yang kemudian akan membentuk panel baru. Keputusan ini bersifat
final dan dilaporkan kepada Direksi ruma sakit melalui komite medik.

Tindakan Pendisiplinan Perilaku Professional

Rekomendasi pemberian tindakan pendisiplinan profesi pada staf medis oleh


subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit berupa :

1) Peringatan tertulis
1. Limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege)
2. Bekerja di bawah supervise dalam waktu tertentu oleh orang yang
mempunyai kewenangan untuk pelayanan medis tersebut
3. Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege)sementara atau selamanya
2) Pelaksanaan keputusan
Keputusan subkomite etika dan disiplin profesi tentang pemberian tindakan
disiplin profesi diserahkan kepada Kepala/direktur rumah sakit oleh ketua
komite medic sebagai rekomendasi , selanjutnya Kepala/direktur rumah
sakit melakukan eksekusi.

Pembinaan Profesionalisme Kedokteran

1. Subkomite etika dan disiplin profesi menyusun materi kegiatan pembinaan


profesionalisme kedokteran.
2. Pelaksanaan pembinaan profesionalisme kedokteran dapat diselenggarakan
dalam bentuk ceramah, diskusi, symposium, lokakarya, dsb yang dilakukan
oleh unit kerja rumah sakit terkait, seperti unit pendidikan dan latihan, komite
medic dan sebagainya.
Pertimbangan Keputusan Etis

Staf medis dapat meminta pertimbangan pengambilan keputusan etis pada


suatu kasus pengobatan di rumah sakit melalui kelompok profesinya kepada
komite medic
Subkomite etika dan disiplin profesi mengadakan pertemuan pembahasan
kasus dengan mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang kompeten untuk
memberikan pertimbangan pengambilan keputusan etis tersebut.

V. DOKUMENTASI
Proses Penanganan Dugaan Pelanggaran Etik dan Disiplin Profesi Medis ini
disimpan dalam file etik dan disiplin profesi staf medis. File etik dan disiplin profesi
staf medis yang dimaksud, antara lain :
1. Surat/Nota Dinas dan Laporan Kronologis Dugaan Pelanggaran Etik dan
Disiplin Profesi Medis
2. Berkas Pendukung (Panduan Praktik Klinik, Rekam Medik bila
diperlukan)
3. Notulen rapat
4. Hasil rekomendasi kepada Direktur
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITTI KHADIJAH
KOTA GORONTALO
Jln. Nani Wartabone No. 101, Heledulaa Selatan, Kec.Kota Timur
Kota Gorontalo Telp. (0435) 821253 – 824410 E-Mail rsia_gtlo@yahoo.co.id

PANDUAN
PENETAPAN PENILAIAN PEGAWAI
EVALUASI KINERJA PROFESI DOKTER
BERKESINAMBUNGAN
(ON-GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION)

TAHUN 2022
I. PENDAHULUAN

Pada dasarnya semua pelayanan medis di rumah sakit beserta akibatnya menjadi
tanggung jawab institusi rumah sakit itu sendiri, oleh karenanya rumah sakit harus
mengatur seluruh pelayanan medis yang dilakukan oleh staf medis sedemikian
dengan memberikan kewenangan klinis agar aman bagi pasien.

Kewenangan Klinis seorang staf medis tidak hanya didasarkan pada kredensial
terhadap kompetensi keilmuan dan ketrampilannya saja, akan tetapi juga didasarkan
pada kesehatan fisik, kesehatan mental, dan perilaku.

Untuk menguji kualitas pelayanan medis yang diberikan oleh staf medis perlu
dilakukan evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan atau ON-GOING
PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION (OPPE)

II. TUJUAN
1. Tujuan Umum :
• Meningkatkan kualitas pelayanan medis yang diberikan oleh staf medis
2. Tujuan Khusus :
• Evaluasi Praktik Profesional Staf Medis Berkesinambungan (OPPE) bertujuan
untuk mendapatkan informasi kinerja terkini dari seorang dokter secara
menyeluruh dan informatif atau dengan kata lain Evaluasi kinerja dokter
secara berkesinambungan sangat bermanfaat dalam :
a. Proses monitoring kompetensi
b. Mengidentifikasi area kemajuan kinerja individu
c. Sebagai data obyektif untuk melanjutkan kewenangan klinis
• Terciptanya peningkatan mutu pelayanan staf medis melalui:
a. Menggunakan proses sistematik untuk mengevaluasi dan
mengkonfirmasi kompetensi klinis terkini dokter di RSIA Sitti Khadijah
III. PENGERTIAN
1. Evaluasi Kinerja Profesi Dokter Berkesinambungan (OPPE)
• Evaluasi Kinerja Profesi Dokter Berkesinambungan (OPPE) adalah
ringkasan data yang dikumpulkan secara berkelanjutan dengan tujuan
mengkaji kompetensi klinis dokter dan perilaku profesionalnya
2. Kompetensi Umum
• Kompetensi adalah seperangkat sikap, pengetahuan dan keterampilan
yang dimilki, dihayati dan dikuasai oleh staf medis setelah mempelajari suatu
pembelajaran, menamatkan suatu program pelatihan.
3. Staf Medis
• Staf Medis adalah dokter dan dokter gigi yang bekerja sebagai staf
fungsional dan memberikan pelayanan langsung terhadap pasien di RSIA Sitti
Khadijah
IV. KEGIATAN
1. Evaluasi Kinerja Profesi Dokter Berkesinambungan (OPPE)
a. Screening
1) Sub komite mutu profesi akan melakukan review retrospektif
menggunakan kriteria skrining staf medis yang telah disetujui
2) Tiap orang (pasien/ keluarganya, staf medis, profesi kesehatan lain,
atau staf RS) dapat melaporkan tiap permasalahan yang ada yang
berkaitan dengan kinerja profesi dokter
3) Bila data tersebut benar, formulir feedback diberikan kepada
pimpinan RS
b. lndikator yang dinilai
1) Kuantitas berbobot nilai 40 %
A. Aktivitas klinik yang dilakukan oleh DPJP dengan sistem skoring
Kasus pasien rawat inap, Pasien rawat jalan, IGD dapat pula
meliputi Jumlah pasien (rawat jalan dan rawat inap) regular
maupun pavilium per DPJP
2) Kualitas berbobot nilai 30 %
A. Patient care (Perawatan pasien)
a. Dokter diharapkan dalam merawat pasien dengan
penuh ketulusan, kejelasan dan efektif dengan tujuan
peningkatan kesehatan, pencegahan sakit, mengobati
penyakit dan perawatan masa-masa akhir (end of the life)
b. Termasuk didalamnya keterampilan klinis dokter
c. Staf Medis berusaha mewujudkan kemampuan klinis
tersebut, dan hal ini menyangkut outcome pasien dan
proses klinis spesifik
d. Proses klinis yang dilakukan diketahui oleh klinisi yang lain
e. Sumber data dapat berupa : Data SIMRS
B. Kompetensi SDM
a. Dokter diharapkan menjalankan tugas sesuai area
kompetensi mandiri penugasan klinik
b. Sumber data dapat berupa :
• Data area kewenangan klinis
• Data SIMRS
C. Practice-based learning and improvement
a. Dokter diharapkan menggunakan bukti dan metodologi
berbasis ilmiah dalam melakukan evaluasi praktek klinis
b. Sumber data dapat berupa :
• Medical staf peer review dan rekomendasi
• Sertifikat
• Evidence based continued medical education (CME)
D. Kemampuan interpersonal dan komunikasi
a. Dokter diharapkan dapat menunjukan kemampuan
komunikasi dan interpersonal yang membantu mereka
dalam menjaga hubungan profesional dengan pasien,
keluarga dan staf medis lain.
b. Sumber data dapat berupa :
• Komplain pasien
• Survey kepuasan pasien
• Telepon pada staff manajemen
• Rekomendasi atasan
E. Praktek berbasis system
a. Dokter diharapkan dapat menunjukkan pemahaman
mengenai pelayanan kesehatan yang dilakukan dan dimilki
rumah sakit, dan kemampuan untuk melakukan
pemahaman tersebut untuk meningkatkan dan
mengoptimalkan pelayanan ksehatan.
b. Sumber data dapat berupa :
• Outcomes, lama perawatan
• lndeks dan rerata mortalitas
• Faktor-faktor komplikasi
F. Profesionalisme
a. Dokter diharapkan dapat menunjukkan tingkah laku mereka
yang berkomitmen untuk melakukan peningkatan
profesionalisme, praktikal etik dan toleransi terhadap
keberagaman (ras, budaya, gender, agama, etnis, preferens
seksual, bahaya, mentalitas dan disabilitas fisik) juga dapat
mempertanggungjawabkan perilaku mereka pada pasien,
profesi mereka dan lingkungan.
b. Sumber data dapat berupa :
• Survey kepuasan pasien
• Komplain
• Surat/ telefon kepada staff admin
• Rekomendasi atasan
• Aktivitas CME
3) Perilaku berbobot nilai 30 %
A. Kehadiran yang dimaksud adalah berada di lingkungan / di
tempat kerja 37,5 jam dalam seminggu (150 jam/sebulan)
B. Orientasi Pelayanan yang dimaksud adalah dapat
menyelesaikan tugas pelayanan sebaik-baiknya dengan sikap
sopan dan sangat memuaskan baik untuk pelayanan internal
maupun eksternal organisasi
C. lntegritas yang dimaksud adalah dapat melaksanakan tugas
bersifat jujur, ikhlas dan tidak pernah menyalahgunakan
wewenangnya serta berani menanggung resiko dari tindakan
yang dilakukan
D. Komitmen yang dimaksud adalah berusaha dengan sungguh-
sungguh menegakkan ideologi negara pancasila, UUD Negara
RI Thun 1945, NKRI,Bhineka Tunggal lka dan rencana-rencana
pemerintah dengan tujuan untuk dapat melaksanakan tugasnya
secara berdaya guna dan berhasil guna serta mengutamakan
kepentingan kedinasan dari pada kepentingan pribadi dan/ atau
golongan sesuai dengan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur negara, terhadap organisasi tempat
dimana ia bekerja
E. Disiplin mentaati peraturan perundang-undangan dan/atau
peraturan kedinasan yang berlaku dengan rasa tanggung
jawab dan selalu mentaati ketentuan jam kerja serta mampu
menyimpan dan/ atau memelihara barang-barang milik negara
yang dipercayakan kepadanya dengan sebaik-baiknya
F. Kerjasama mampu bekerja sama dengan rekan kerja, atasan,
bawahan baik di dalam maupun di luar organisasi serta
menghargai dan menerima pendapat orang lain, bersedia
menerima keputusan yang diambil secara sah yang telah menjadi
keputusan bersama

V. METODE
1. Penanggung Jawab kegiatan OPPE
Kepala KSM bertanggung jawab pada proses evaluasi tiap pemohon yang
berada pada unit kerja mereka.
Sub komite mutu bertanggung jawab pada kepatuhan proses
monitoring tersebut. Yang didapatkan dari laporan dokter secara teratur,
dan juga semua hal atau permasalahan yang dialami akibat implementasi
kebijakan ini.
Sub komite mutu profesi bertanggung jawab pada analisa dan feed back
kegiatan OPPE
2. Metode dan Cara
Evaluasi Kinerja Staf Medis Berkesinambungan dilakukan secara
berkelanjutan tiap 1 Tahun sekali
Pengukuran OPPE meliputi 6 area kompetensi umum
Periode evaluasi meliputi periode Januari - Desember.
Data yang dikumpulkan bulan Januari - Desember dievaluasi secara
bertahap
Metode pengumpulan data didapatkan dari kuesioner, SIM RS, PPI dan
Tim Keselamatan Pasien RS
VI. PENCATATAN, PELAPORAN DAN EVALUASI

OPPE

1. Seluruh proses dilakukan dan dilaporkan 1 tahun sekali kepada komite medic
untuk dilakukan evaluasi, dilakukan secara bertahap, dilaporkan ke direktur
dan KSM, sebagai bahan laporan.
2. Kelompok staf medis melakukan monitoring dan evaluasi pelayanan secara terus
menerus berupa 6 area evaluasi, yang dipilih oleh masing-masing staf medis,
dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalisme staf medis.
3. Data tersebut dimasukan di file staf medis untuk re-evaluasi saat reappointment
(re-kredensial).
4. Komite Medis akan memberikan feedback tiap 6 bulan sekali kepada KSM
terhadap kinerja profesi dokter yang telah dilakukan dengan tembusan pada
Direktur.
5. KSM selanjutnya memberikan rekomendasi terhadap temuan yang didapatkan
komite medis.

Anda mungkin juga menyukai