Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PSIKOLOGI PESAN DAN PSIKOLOGI KOMUNIKATOR

Disusun Dalam Rangka Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Komunikasi
Dosen Pengampu : Linda Rohayati, M.Pd.I

Disusun oleh :

Achmad Imron Rosyadi

Hilmanudin

Toni I

Andi

Ruliana

PRODI DESAIN KOMUNIKASI VISUAL

YAYASAN H. ANWAR SANUSI

2022
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

PSIKOLOGI PESAN DAN PSIKOLOGI KOMUNIKATOR

A. PSIKOLOGI PESAN

Psikologi pesan terdapat konsep yang berupa teknik pengendalian perilaku orang lain
yang disebut bahasa. Bahasa adalah pesan dalam bentuk kata-kata dan kalimat, yang
disebut linguistik. Bahasa merupakan seperangkat katayang disusun secara berstruktur
sehingga menjadi suatu kalimat yangmengandung makna (Riswandi, 2009). Setiap
manusia mengucapkan kata-kataatau kalimat dengan cara-cara tertentu untuk
mengendalikan perilaku orang lain.Setiap cara berkata memberikan maksud tersendiri.
Cara-cara tersebut adalah  pesan paralinguistik.

Misalnya seorang anak berteriak “Bapak!” kemudian menggerakkan seorang laki-laki


mendekat kepadanya. Manusia jugamenyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain
dengan bahasa, misalnyadengan isyarat, biasa disebut sebagai pesan
ekstralinguistik.Pesan  merupakan salah satu unsur yang penting dalam berkomunikasi,
sehinggamakna  dari pesan itu sendiri memperlancar interaksi sosial antar
manusia.Sementara tujuan dari komunikasi akan tercapai bila makna pesan
yangdisampaikan komunikator sama dengan makna yang diterima komunikan.
Pesandisampaikan melalui dua bentuk, yaitu pesan verbal dan nonverbal.

1. Pesan Verbal (Linguistik)

Pesan verbal atau pesan linguistik adalah pesan yang digunakan dalamkomunikasi
menggunakan bahasa sebagai media. Pesan verbal di transmisikanmelalui kombinasi
bunyi-bunyi bahasa dan digunakan untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan maksud.
Dengan kata lain, pesan verbal adalah pesan yangdiungkapkan melalui bahasa yang
menggunakan kata-kata sebagai media penyimpanan gagasan, ide, dan informasi.

Bahasa dapat memecahkan persoalan dan menarik kesimpulan.


Bahasamemungkinkan kita untuk menjadi (code) . peristiwa dan objek dalam bentuk
kata-kata. Dengan bahasa, kita dapat mengabstraksikan pengalaman kita,
danmengomunikasikan kebanyakan pemikiran kita kepada orang lain dan menerima
pemikiran lainnya.
Menurut George A. Miller, untuk mampu menggunakan bahasa kita harus menguasai 

1.fonologi: tentang bunyi-bunyi dalam bahasa,

2.sintaksis: cara pembentukan kalimat, dan

3.semantic:leksikal arti kata atau gabungan kata-kata.

4.tahap keempat: kita harus memiliki pengetahuan konseptual tentang dunia tempat
tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan,

5.tahap kelima: kita harus mempunyai semacam sistem kepercayaan untuk menilai apa
yang kita dengar.

2. Pesan Nonverbal

Pesan nonverbal yaitu pesan yang menggunakan isyarat sebagai mediakomunikasi.


Larry A. Samovar dan Richard E. Porter mengemukakan bahwakomunikasi nonverbal
mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu setting 
komunikasi yang dihasilkan oleh individu dan penggunaanlingkungan oleh individu yang
mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirimatau penerima (Riswanto, 2009).

Mark L. Knapp juga mengemukakan fungsi pesan nonverbal antara lain:

1. Repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah di sajikan secara verbal.Contoh:


seseorang menjawab “ tidak ” sambil menggelengkan kepalanya.

2. Substitusi, menggantikan lambang-lambang verbal. Contoh: seseorang


tidakmengatakan sepatah katapun tetapi ia menggeleng maka orang lain akan tahu
bahwa itu sebagai tanda tidak setuju.
3. Kontradiksi, memberikan makna lain terhadap pesan verbal. Contoh:seseorang
mengiyakan dan menganggukan kepala saat diminta mendekatnamun dia lari secepat-
cepatnya.
4. Komplemen, melengkapi dan memperkarya pesan non verbal. Contoh: wajahmemelas
menunjukkan tingkat penderitaanyang tidak terungkap dengan kata.

5. Aksentuasi, menegaskan pesan non verbal. Contoh: kekesalan diungkapkandengan


memukul lemari.

Karakteristik pesan meliputi :

1. Pesan berbentuk paket


Pada saat berkomnikasi, seluruh bagian sistem komunikasi biasanya bekerjasama untuk
menyampaikan suatu kesatuan makna (unified meaning). Ketika seseorang
mengungkapkan kemarahan dengan kata-kata, getaran dan volume suara, ekspresi
wajah, sorot mata dan sikap tubuhnya juga memancarkan pesan kemarahan itu.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pesan selalu diungkapkan dalam satu paket
gabungan antara unsur-unsur verbal dan nonverbal. Paket pesan ini biasanya dianggap
sebagai hal yang wajar sehingga tidak begitu diperhatikan oleh komunikan, kecuali dia
mendeteksi adanya double-bind messages, atau kontradiksi antara pesan verbal dan
pesan nonverbal yang digunakan.

2. Pesan dibentuk dengan menggunakan kaidah tertentu


Setiap pesan dibentuk dan diungkapkan dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu.
Pesan verbal dibentuk dan digunakan dengan mengikuti aturan-aturan gramatika dan
pragmatik yang berlaku dalam bahasa. Pesan nonverbal juga dibentuk dan diungkapkan
berdasarkan seperangkat norma atau peraturan yang menggariskan tingkah-laku
nonverbal apa yang sesuai, diizinkan, atau diharapkan dalam situasi sosial tertentu.

3. Pesan disampaikan dalam tingkat kelangsungan yang variatif


Sebagian pesan disampaikan secara langsung dan sebagian lagi secara tidak langsung.
Pesan langsung ditandai oleh adanya pernyataan langsung mengenai preferensi atau
keinginan komunikator, sedangkan dalam pesan tidak langsung si pembicara berupaya
menyuruh pendengarnya mengatakan atau melakukan sesuatu tanpa menyatakannya
secara eksplisit.

4. Pesan bervariasi dalam tingkat kepercayaan


Terdapat dua alasan mengapa komunikan cenderung lebih mempercayai makna yang
terungkap melalui pesan nonverbal ketika dia mendeteksi konflik antara pesan verbal dan
nonverbal yang dikirim komunikator. Pertama, pesan verbal lebih mudah dipalsukan.
Kedua, pesan nonverbal terbentuk diluar kendali kesadaran individu.
Sinyal nonverbal biasanya dapat digunakan untuk menebak apakah pembicara
berbohong atau tidak. Sinyal-sinyal itu juga sangat membantu untuk mengungkapkan
kebenaran yang coba ditutup-tutupi oleh kebohongan yang dideteksi.

5. Pesan dapat digunakan dalam metakomunikasi


Seperti telah dijelaskan pada bagian Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan
Nonverbal di atas, pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat
diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif
berfungsi memberikan informasi tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan
dengan memberdayakan fungsi aksentuasi, repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan
komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.

Pesan dan Makna


Pesan merupakan salah satu unsur yang penting dalam berkomunikasi, sehingga makna
dari pesan itu sendiri memperlancar interaksi sosial antar manusia. Sementara tujuan
dari komunikasi akan tercapai bila makna pesan yang disampaikan komunikator sama
dengan makna yang diterima komunikan. Maka untuk mencapai tujuan itu, pesan yang
disampaikan biasanya diungkapkan melalui perpaduan antara pesan verbal dan
nonverbal.

Kata-kata dan Makna


Konsep makna telah menarik menarik perhatian komunikasi, psikologi, sosiologis,
antropologis, dan linguistic. Banyak antara makna penjelasan tentang makna terlalu
kabur dan spekulatif kata Jerold katz (1973:42). Brodbeck (1963) memenjernihkan
pembicaraan dengan membagi makna pada tiga corak.
Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang) adalah
objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. Dalam uraian Ogden dan
Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita
menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau
referent). Satu lambang dapat menunjukkan banyak rujukan.
Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan
dengan konsep-konsep lain. Fisher memberi contoh dengan kata pholigoston. Kata ini
dahulu dipakai untuk menjelaskan proses pembakaran. Benda bernyala Karena ada
pholigoston. Kini, setelah ditemukan Oksigen, pholigoston tidak berarti lagi.
Makna ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang
pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secar empiris atau dicari rujukannya.
Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur
kognitif disebut isomorfisme, isoformisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari
budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideology yang sama
; pendeknya, mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada
kenyataannya tidak ada isoformisme total. Selalu tersisa ada makna perorangan.

Teori General Semantics

Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik, kata pengikut general
semantics. General semantics tidak menjelaskan proses penyandian, tetapi ia
menujukkan karakteristik bahasa yang mempersulit proses ini. Peletak dasar teori ini
adalah Alferd Korzybski, pemain pedang, insinyur, spion, pelarian, ahli matematika,
psikiater, dan akhirnya ahli bahasa.

Korzybski melambangkan asumsi dasar teori general semantics : bahasa seringkali tidak
lengkap mewakili kenyataan; kata-kata hanya menangkap sebagian saja aspek
kenyataan. Berikut ini nasihat Korzybski, dua bersifat perintah dan dua larangan.

1) Berhati-hati dengan Abstraksi

Bahasa menggunakan Abstraksi. Abstraksi adalah proses memilih unsur-unsur realitas


untuk membedakannya dari unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang digunakan berada
pada tingkat abstraksi yang bermacam-macam. Abstraksi menyebabkan cara-cara
penggunaan bahasa yang tidak cermat. Tiga buah diantaranya adalah: dead level
abstracting, undue identification, Two-valued evaluation. Abstraksi kaku, terjadi bila kita
berhenti pada tingkat abstraksi tertentuTwo-valued evaluation, penilaian dua nilai,
pemikiran kalu begini begitu ialah kecenderungan menggunakan hanya dua kata untuk
melukiskan keadaan.

2) Berhati-hati dengan Dimensi Waktu

Bahasa itu statis, sedangkan realitas itu dinamis. Umtuk mengatasi ini general semantics
merekomendasikan dating (penanggalan).

3) Jangan Mengacaukan Kata dengan Rujukannya

Hubungan antara kata dengan rujukannya tidak semena-mena. Kata itu bukan rujukan,
kata hanya mewakili rujukan. Karena kita sering mengacaukan kata dengan rujukan, kita
juga cenderung menganggap orang lain mempunyai rujukan yang sama untuk kata-kata
yang kita ucapkan.

4) Jangan Mengacaukan Pengalaman dengan Kesimpulan

Ketika melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu. Pernyataan itu
kita sebut sebagai pengalaman. Kita menarikkesimpulan itu. Pernyataan itu kita sebut
pengamata. Kita menarik kesimpulan bila menghubungkan hal-hal yang diamati dengan
sesuatu yang tidak teramati. Dalam pengamatan kita menghubungkan lambang dengan
rujukan. Dalam kesimpulan kita menggunakan pemikiran. Pengamatan dapat diuji,
diverifikasi karena itu menggunakan kata-kata abstraksi rendah. Penyimpulan tidak dapat
diuji secara empiris karena itu menggunakan kata-kata berabstraksi tinggi.

Karakteristik Pesan dan Makna

Karakteristik makna meliputi :


1. Makna ditentukan oleh komunikator.
Makna tidak hanya ditentukan oleh pesan (baik verbal, nonverbal, atau keduanya) tetapi
juga ditentukan oleh interaksi pesan-pesan itu dan pikiran serta perasaan komunikan.
Ketika berkomunikasi, komunikan tidak hanya ‘menerima’ makna tapi juga ‘menciptakan’
makna. Oleh karena itu, pemahaman atas suatu makna tidak dapat dilakukan hanya
dengan menganalisis pesan, tetapi juga dengan memahami pengirimnya. Sebagai
contoh, makna berupa pujian yang menyatakan seseorang berotak cerdas cenderung
dimaknai sebagai penghinaan bila hal itu disampaikan ketika orang tersebut baru
mengetahui dia gagal dalam sebuah ujian.

2. Makna yang disampaikan lewat pesan verbal dan nonverbal tidak lengkap

Penyampaian pikiran atau perasaan dilakukan komunikator dengan menggunakan


seperangkat simbol. Pada dasarnya simbol-simbol itu mewakili hanya sebagian dari
totalitas pikiran atau perasaan yang ingin disampaikan. Karena makna yang diterima dari
orang lain bukan makna yang utuh, setiap komunikan hanya dapat mengestimasi makna
tersebut berdasarkan pesan yang diterima dengan menggunakan pikiran dan
perasaannya sendiri.

3. Makna bersifat unik

Karena makna ditentukan oleh pesan yang diterima dan pikiran serta perasaan
komunikan, maka orang yang berbeda tidak pernah menginterpretasi sebuah pesan
dengan makna yang sama. Bahkan, karena setiap individu berubah, pesan yang diterima
oleh seseorang pada saat yang berbeda akan diinterpretasikan dengan makna yang
berbeda pula. Misalnya, pesan “I love you” yang diterima pemuda berusia 20 tahun dari
pacarnya, akan diberi makna yang berbeda oleh orang ketika dia berusia 50 tahun.

4. Makna mencakup makna denotatif dan konotatif

Makna denotatif adalah definisi objektif dari kata atau pesan nonverbal dan bersifat
universal. Makna konotatif merupakan makna subjektif dan bersifat emosional. Anggukan
kepala yang normal, yang digunakan untuk merespon pertanyaan “Kamu setuju?”
mengungkapkan makna denotatif. Namun bila anggukan kepala itu disertai dengan
kedipan mata atau senyuman sehingga terkesan tidak biasa, makna yang terungkap lebih
cenderung bersifat konotatif.
5. Makna harus didasarkan pada konteks
6.
Kata atau tingkah nonverbal yang sama, bisa mengungkapkan makna yang sangat
berbeda bila digunakan dalam konteks yang berbeda. Ugkapan “Apa kabar?” yang
disampaikan ketika berpapasan dengan seorang teman bermakna “Halo”. Tapi bila
ungkapan itu disampaikan ketika mengunjungi teman yang sakit, makna yang terungkap
adalah “kondisi kesehatan”.

B. PSIKOLOGI KOMUNIKATOR

Konsep Psikologi Komunikator


Dalam konsep psikologi komunikator, proses komunikasi akan sukses apabila berhasil
menunjukkan source credibility atau menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan.
Holand dan Weiss menyebut ethos sebagai credibility yang terdiri atas 2(dua) unsur,
yaitu keahlian(expertise) dan dapat dipercaya(Trustworthinnes). Kedua unsur tersebut
mutlak harus dimiliki oleh seorang komunikator agar bersifat kredibel.

Aritoteles menyebutkan karakter komunikator sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran
baik (good sense), akhlak yang baik (good moral character), dan maksud yang baik (good
will), serta perilaku yang baik (good manner).

Para cendekiawan modern menyebut ethos Aristoteles sebagai (1) Itikad Baik (good
intentions), (2)Dapat Dipercaya (trustwordthinnes), (3) Kecakapan & Kemampuan
(competence & expertness).
Pengertian Psikologi Komunikator
Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menulis :

“Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicaranya, yang ketika ia


menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh
dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik dari pada orang lain : Ini berlaku
umummnya pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada
kepastian dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulisa retorika
bahwa kebaikan personal yang di ungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada
kekuatan persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat
persuasi yang paling efektif yang dimilikinya”. (Aristoteles, 195:45).

Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri dari pikiran
baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral, character, good
will).Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland
dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi
komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan
membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan
energi atom masih merupakan impian).

Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur : Expertise
(keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya).Kedua komponen ini telah disebut
dengan istilah-istilah lain oleh ahli komunikasi yang berbeda. Untuk expertness,
McCroskey (1968) menyebutnya authoritativeness : Markham (1968) menamainya factor
reliablelogical: berlo, Lemert dan Mertz (1966) menggunakan qualification. Untuk
trusworthiness, peneliti lain menggunakan istilah safety, character, atau evaluative faktor.
Seseorang tidak akan mempersoalkan mana istilah yang benar. Dapat disebut
kredibilitas, tetapi seseorang tidak hanya melihat pada kredibilitas sebagai faktor yang
mempengaruhi efektifitas sumber. Tetapi juga akan melihat dua unsur lainnya : atraksi
komunikator (source attractiviness) dan kekuasaan (source power). Seluruhnya-
kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-seseorang sebut sebagai ethos (sebagai
penghormatan pada aristoteles, psikologi komunikasi yang pertama). Dimensi – dimensi
ethos akan kita bicarakan pada bagaian berikutnya. (Jalaluddin Rakhamat, 2008 : 256).
1. Dimensi – dimensi Ethos
Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan (source credibility) yang ditunjukkan oleh
seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh
karena seorang ahli, maka ia dapat dipercaya. Diatas telah kita uraikan bahwa ethos atau
faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi,
dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang
ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman (1957) pengaruh komunikasi kita pada orang
lain berupa tiga hal : internalisasi (internalization), identifikasi (identification), dan
ketundukan (compliance).
a. Internalisasi ( Internalization )

Internalisasi terjadi bila orang menerima pengaruh karena perilaku yang dianjurkan itu
sesuai dengan system nilai yang dimilikinya, kita menerima gagasan, pikiran, atau
anjuran orang lain, karena gagasan, pikiran, atau anjuran tersebut berguna untuk
memecahkan masalah, penting dalam menunjukkan arah, atau dituntut oleh system nilai
kita. Internalisasi terjadi ketika kita menerima anjuran orang lain atas dasar rasional. Kita
menghentikan rokok atas saran dokter, karena kita ingin memelihara kesehatan kita atau
karena merokok tidak sesuai dengan nilai – nilai yang kita anut. Dimensi ethos yang
paling relevan di sini ialah kredibilitas, keahlian komunikator atau kepercayaan kita pada
komunikator.
Contoh : seorang individu menghentikan rokok karena perintah dokter, karena ingin
menelihara kesehatan atau karena merokok tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.
Dimensi ethos yang paling relevan disini ialah Kredibilitas – keahlian komunikator atau
kepercayaan seseorang pada komunikator.

b. Identifikasi ( Identification )

Identifikasi terjadi bila individu mengambil perilaku yang berasal dari orang atau
kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan hubungan yang mendefinisikan diri
secara memuaskan (satisfying self-defining relationship) dengan orang atau kelompok
itu, hubungan yang mendefinisikan diri artinya konsep diri. Dalam identifikasi, individu
mendefinisikan peranannya sesuai dengan peran orang lain. “He attempts to be like or
actually to be the other person,” ujar Kelman. Ia berusaha seperti atau benar-benar
menjadi orang lain. Dengan mengatakan pa yang iakatakan, melakukan apa yang ia
lakukan, mempercayai apa yang ia percayai.individu mendefinisikan sesuai dengan yang
mempengaruhinya. Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi adalah atraksi
(attractiviness)–daya tarik komunikator.

Contoh : Anak berperilaku mencontoh ayahnya, murid meniru tingakah laku gurunya,
atau penggemar bertingkah atau berperilaku seperti idolanya.Dimensi ethos yang paling
relevan adalah Atraksi – daya tarik komunikasi.
c. Ketundukan (compliance)
Ketundukan (compliance) terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau
kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang
atau kelompok tersebut. Ia ingin mendapatkan ganjaran atau menghindari hukuman dari
pihak yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang di
anjurkan bukan karena mempercayainya, tetapi Karena perilaku tersebut membantunya
untuk menghasilkan efek social yang memuaskan. Kredibilitas, Atraksi, dan kekuasaan
kan kita perinci pada bagian berikutnya.

Contoh : Bawahan yang mengikuti perintah atasannya karena takut dipecat, petani yang
menanam sawahnya karena ancaman pamong desa.Dimensi Ethos yang berkaitan
dengan ketundukan ialah kekuasaan

2. Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator.
Dalam definisi ini terkandung dua hal: (1) Kredibilitas adalah persepsi komunikate, tidak
inheren dalam diri komunikator; (2) Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator,
yang selanjutnya akan seseorang sebut sebagai komponen-konponen kredibilitas.Karena
kredibilitas itu masalah persepsi. Kredibilitas berubah bergantung pada pelaku persepsi
(komunikate), topik yang dibahas, dan situasi.

Hal-hal yang mempengaruhi perspsi komunikate tentang komunikator sebelum ia


berlakukan komunikasinya disebut prior ethos (Andersen,1972:82). Sumber komunikasi
memperoleh prior ethos karena berbagai hal, seseorang membentuk gambaran tentang
diri komunikator dari pengalamn langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman
wakilan (vicarious experiences), misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan
sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena seseorang sudah sering melihat
atau mendengarnya dalam media masa.

Pada satu kelompok dikatakan bahwa pembicara adalah hakim yang banyak menulis
masalah kenakalan remaja (kredibilitas tinggi), dan pada kelompok lain dilukiskan
pembicara sebagai pengedar narkotik (kredibilitas rendah).
komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian
adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam
hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dianggap tinggi pada
keahlian dianggap sebagai cerdas, mampu, ahli, tahu banyak, berpengalaman, atau
terlatih. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan
dengan wataknya.

Koehler, Annatol, dan Applbaum (1978: 144-147) menambahkan empat komponen lagi :

1) Dinamisme

Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat,


aktif, tegas dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-
ragu, lesu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi.
Dalam komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan.
2) Sosiabilitas

Sosiabilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang periang
dan senang bergaul.

3) Kooreientasi

Koorientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang


mewakili kelompok yang seseorang senangi, yang mewakili nilai-nilai seseorang.

4) Karisma

Karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator
yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet menarik benda-benda di
seseorangrnya.

3. Atraksi ( Attactiveness )
Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik. Seorang
komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap melalui
mekanisme daya tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang
memungkinkan komunikate menerima kepuasan.
Shelli Chaiken (1979), menelaah pengaruh kecantikan komunikator terhadap persuasi
dengan studi lapangan. Ia mengkritik penelitian laboratorium yang meragukan pengaruh
atraksi fisik, karena menghasilkan kesimpulan yang beraneka ragam. Penelitian
Laboratoris terlalu melebih-lebihkan daya tarik fisik, dan menjadikan mahasiswa yang
menjadi objek penelitian terpengaruh oleh penelitian untuk menjawab sesuai dengan
kehendak peneliti.

Seseorang cenderung menyenangi orang yang tampan atau cantik, yang banyak
kesamaan dengan individu lain. Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik, dan
karena menarik ia memiliki daya persuasive. Tetapi kita juga tertarik pada seseorang
karena adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita.

Everett M.Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi, ia membedakan


antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi pertama, komunikator dan
komunikate merasakan ada kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap
dan kepercayaan. Pada kondisi kedua, terdapat perbedaan status sosial ekonomi,
pendidikan dan kepercayaan antara komunikate dan komunikator. Komunikasi akan lebih
efektif pada kondisi homophily daripada kondisi heterophily. Karena itulah komunikator
yang ingin mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan
antara dirinya dengan komunikate. Seseorang dapat mempersamakan dirinya dengan
komunikate dengan menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan
nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan.

Kesamaan dengan komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif: pertama,


kesamaan mempermudah penyandibalikkan (decoding), yakni proses penerjemahan
lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan. Kedua, kesamaan
membantu membangun premis yang sama. Ketiga, komunikate tertarik pada
komunikator. Seperti telah berulang kali seseorang sebutkan, seseorang cenderung
menyukai orang-orang yang memiliki kesamaan disposisional dengan seseorang.
Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator.

4. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti kredibilitas dan
atraksi, ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan
menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang
lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources).
Berdasarkan sumber daya yang dimilkinya, French dan Raven menyebutkan jenis-jenis
kekuasaan. Klasifikasi ini kemudian dimodifikasikan Raven (1974) dan menghasilkan lima
jenis kekuasaan :

Kekuasaan koersif (coersive power). Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan


komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman pada komunikate.
Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal (misalnya benci dan kasih sayang)
atau impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan).
Kekuasaan keahlian (expert power). Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan,
pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang dimiliki komunikator.
Kekuasaan informasional (informational power). Kekuasaan ini berasal dari isi
komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh komunikator.
Kekuasaan rujukan (referent power). Disini komunikate menjadikan komunikator sebagai
kerangka rujukan untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan
rujukan bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh
perilakunya diteladani.
BAB III

KESIMPULAN
Daftar Pustaka

https://www.mastoming.com/2021/09/psikologi-pesan-pesan-verbal-linguistik.html?m=1

https://www.academia.edu/38649972/
PSIKOLOGI_KOMUNIKATOR_DAN_PSIKOLOGI_PESAN

https://yesismynotes.blogspot.com/2012/09/psikologi-pesan.html?m=1

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://repository.bsi.ac.id/index.php/
unduh/item/240405/Psikologi-Komunikasi-
14.pdf&ved=2ahUKEwjR4tTbhIr7AhVxSmwGHReLC0YQFnoECA4QAQ&usg=AOvVaw1mwIOs
xfSPt63umoqBFjXw

https://ressalinq.wordpress.com/2014/06/16/psikologi-komunikator-dan-psikologi-pesan/

Anda mungkin juga menyukai