Anda di halaman 1dari 10

PSIKOLOGI PESAN

Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu, setiap cara berkata

memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini disebut dengan pesan paralinguistic (verbal). Tetapi

manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lain selain dengan bahasa, misalnya dengan

isyarat yang disebut pesan ekstralinguistik (nonverbal).

Jadi pesan yang disampaikan oleh seorang kominikator jelas memiliki maksud dan tujuan

tertentu sesuai keinginan penyampai pesan. Dengan demikian, maka jelas setiap pesan yang

disampaikan baik pesan verbal ataupun nonverbal memiliki karakter dan psikologi sendiri sesuai

dengan tujuan pesan.

Disini kita akan membicarakan psikologi pesan dengan menguraikan ihwal bahasa,

hubungan bahasa dengan persepsi dan berfikir, makna sebagaimana teori general sematic dari

Alfred Korzybski yang menganalisa proses penyandian (encoding).

Menurut Alfred Korzybski, General Semantic adalah studi tentang kemampuan manusia

untuk menyimpan pengalaman dan pengetahuan lewat fungsi bahasa sebagai pengubung waktu,

bahasa mengingat waktu dan bahasa mengikat umur manusia bersama. Manusia dapat membuat

generalisasi dan simbolisasi pengalaman dan mewariskannya dari generasi ke generasi.

Pesan merupakan salah satu unsur yang penting dalam berkomunikasi, sehingga makna dari

pesan itu sendiri memperlancar interaksi social antar manusia. Sementara tujuan dari komunikasi

akan tercapai bila makna pesan yang disampaikan komunikator sama dengan makna yang diterima

komunikan. Maka untuk mencapai tujuan itu, pesan yang disampaikan biasanya diungkapkan

melalui perpaduan antara pesan verbal dan nonverbal.

PESAN VERBAL DAN NONVERBAL

Ø PESAN VERBAL

Definisi fungsional melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai alat

yang dimiliki bersama untuk mengungkakan gagasan, (socially shared means for exspressing

ideas). Kita tekankan “socially shared”, karena bahasa dapat dipahami bila ada kesepakatan di

antara anggota-anggota kelompok social untuk menggunakannya.

Sedangkan definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang

dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences tahat could be
generated according to the rules of its grammar). Setiap bahasa mempunyai bagaimana kata-

kata harus disusun dan dirangkai supaya memberikan arti.

Dengan demikian pesan verbal atau pesan linguistik adalah pesan yang digunakan dalam

komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai media. Pesan verbal ditransmisikan melalui

kombinasi bunyi-bunyi bahasa dan digunakan untuk menyatakan pikiran, perasaan dan maksud.

Dengan kata lain, pesan verbal adalah pesan yang diungkapkan melalui bahasa yang

menggunakan kata-kata sebagai representasi realitas atau makna.

Pesan dalam komunikasi verbal disampaikan melalui dua jenis sinyal, yaitu tanda-tanda dan

simbol-simbol. Tanda-tanda adalah sinyal yang memiliki hubungan sebab (causal) dengan pesan

yang diungkapkan. Contoh, kita mengatakan bahwa jika seseorang meringis hal itu berarti dia

sedang merasa kesakitan, karena rasa sakit merupakan sebuah penyebab mengapa orang

meringis.

Sedangkan simbol-simbol merupakan produk konvensi social, oleh karena itu maknanya

didasarkan pada kesepakatan yang dibuat oleh para pengguna atau penutur. Contoh, bagi orang

Indonesia, kumpulan bunyi yang menghasilkan kata “rumah” bermakna bangunan yang

digunakan manusia sebagai tempat tinggal karena memang disepakati demikian. Tidak ada

alasan intrinsik mengapa konsep “bangunan yang digunakan manusia sebagai tempat

tinggal” tidak diungkapkan dengan kata yang lain dan mengapa konsep tersebut diungkapkan

dengan sekumpulan bunyi bahasa yang berbeda.

Kini umumnya orang menyebutkan teori yang menjelaskan hubungan bahasa dengan berfikir

teori Whorf (Whorfian Hyphotesis). Wdward Sapir, guru Benjamin L.Whorf, menulis, bahasa

adalah pandu realitas social. Walaupun bahasa tidak dianggap sebagai hal yang sangat diminati

oleh ilmuan social, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran tentang masalah dan proses

social.

Manusia tidak hidup hanya dalam dunia objektif, tidak hanya dalam dunia kegiatan social seperti

yang biasa dipahaminya, tetapi ia sangat ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium

pernyataan bagi masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk dianggap

mewakili kenyataan social yang sama.

Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia dibentuk oleh

bahasa, dan karena bahasa berbeda, pandangan juga berbeda, pandangan kita tentang dunia

pun berbeda pula. Secara selektif, kita menyaring data sensor yang masuk seperti yang telah

diperogam oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa

yang berbeda hidup dalam dunia sensor yang berbeda pula.


Kelebihan dan Keterbatasan Pesan Verbal

Kelebihan

Kelebihan dari pesan verbal adalah media paling efektif yang digunakan manusia sebagai sarana

berkomunikasi. Efektivitas tersebut dimungkinkan oleh tiga aspek bahasa: semanticity,

generativity dan displacement.

1. Aspek semanticity merujuk pada hakikat kata-kata (unsur utama bahasa) sebagai simbol

yang merepresentasikan objek atau realitas tertentu. Dengan kata-kata, kita dapat menamai

atau memberi label pada tindakan, pemikiran, perasaan, atau orang sehingga kita dapat

mengindentifikasi atau merujuknya tanpa harus menghadirkannya secara langsung.

2. Aspek generativity (kadang-kadang disebut productivity) merujuk pada kemampuan bahasa

untuk menghasilkan pesan-pesan bermakna dalam jumlah tak terbatas melalui kombinasi

sejumlah simbol linguistik yang sangat terbatas. Contoh, hanya dengan menggunakan tiga

fonem a, i dan r, kita bisa membentuk kata ‘air’, ‘Ira’, ‘ria’ dan ‘ari’ yang semua kata-kata ini

memiliki makna.

3. Aspek displacement merujuk pada kemampuan bahasa untuk digunakan sebagai sarana

untuk membicarakan sesuatu yang ‘jauh’ dalam konteks ruang dan waktu, atau sesuatu yang

ada hanya dalam imajinasi.

Kombinasi antara kemampuan bahasa untuk menghasilkan pesan-pesan baru yang bermakna

dalam jumlah tak terhingga tanpa dibatasi ruang dan waktu dengan kemampuan kognitif

manusia untuk memanfaatkan ketiga aspek tersebut memungkinkan berlangsungnya komunkasi

yang sangat efektif dan adaptif.

Keterbatasan

Disamping berbagai kelebihan yang dimilikinya sebagai sarana penyampaian makna bahasa,

pesan verbal juga memiliki berbagai kelemahan dalam penyampaian maksud, yaitu :

1. Jumlah kata yang tersedia dalam setiap bahasa sangat terbatas, sehingga tidak semua objek

dalam realita dapat diwakili oleh kata-kata.

2. Kata-kata memiliki makna yang ambigu (makna ganda) dan kontekstual, dimana kata-kata

bersifat ambigu karena hubungan antara kata dan objek yang diwakilinya bersifat arbitrer

(semena-mena). Kata yang diucapkan tidak merujuk pada objek, tetapi pada persepsi dan

interpretasi orang sebagai wakil dari objek tersebut.

3. Makna kata-kata bersifat bias karena dipengaruhi oleh latar belakang kebudayaan. Esensi

bahasa dalam aktivitas berpikir terungkap dengan jelas melalui kenyataan bahwa

ketidakmampuan suku-suku primitif memikirkan hal-hal yang ‘canggih’ bukan karena


mereka tidak dapat berpikir, tapi karena bahasa mereka tidak dapat memfasilitasi mereka

untuk melakukannya.

4. Orang cenderung mencampuradukkan fakta, penafsiran, dan penilaian karena kekeliruan

persepsi sewaktu menggunakan bahasa.

Ø PESAN NONVERBAL

Secara sederhana, pesan nonverbal didefinisikan sebagai semua tanda atau isyarat yang tidak

berbentuk kata-kata. Samovar dan Proter secara lebih spesifik mendefinisikan sebagai “semua

ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh

individu dan penggunaan lingkungan oleh indivdu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi

pengirim atau penerima”.

Jadi, pesan nonverbal mencakup seluruh perilaku yang tidak berbentuk verbal yang disengaja

atau tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan. Berdiam diri

juga merupakan pesan nonverbal jika hal itu memberi makna bagi pengirim atau penerima.

Dalam komunikasi interpersonal, secara umum penyampaian maksud (makna) akan berlangsung

efektif bila komunikator memadukan kedua bentuk pesan tersebut. Bahkan dalam rangka

mengkomunikasikan perasaan, pesan nonverbal berperan lebih dominan.

Untuk menjelaskan esensi interaksi pesan verbal dan nonverbal dalam penyampaian makna,

Devito (1995 : 175-176) menguraikan enam fungsi pesan nonverbal dalam komunikasi

interpersonal, yaitu:

1. Fungsi aksentuasi, yang digunakan untuk membuat penekanan pada bagian tertentu pesan

nonverbal, komunikator sering menggunakan pesan nonverbal, seperti meninggikan nada

suara atau menggebrak meja.

2. Fungsi komplemen, yang digunakan untuk menyampaikan nuansa tertentu yang tidak dapat

diutarakan melaui pesan verbal, pembicara akan menggunakan pesan nonverbal.

3. Fungsi kontradiksi, yang digunakan untuk mempertentangkan pesan verbal dengan pesan

nonverbal dalam rangkan mencapai maksud tertentu. Misalnya, untuk menunjukkan bahwa

dia hanya ‘berpura-pura’, pembicara dapat mengedipkan mata sewaktu mengucapkan

pernyataan tertentu.

4. Fungsi regulasi, yang digunakan untuk menunjukkan bahwa komunikator ingin mengatakan

sesuatu, dengan cara membuat isyarat tangan atau mencondongkan tubuh ke depan.

5. Fungsi repetisi, yang digunakan untuk mengulangi maksud yang disampaikan melalui pesan

verbal, seperti “Kamu menerima lamarannya?” dengan menaikkan alis mata dan
menunjukkan ekspresi wajah tidak percaya. Keenam, fungsi substitusi, yang digunakan

untuk mengganti pesan verbal tertentu seperti “Saya tidak setuju” dengan pesan nonverbal

berupa gelengan kepala.

Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan Nonverbal

Mengingat perannya yang begitu penting dalam penyampaian makna, diperlukan

pemahaman yang baik tentang dimensi psikologis, khususnya permasalahan tentang bagaimana

pesan nonverbal dapat mendukung atau menghambat efektivitas komunikasi.

Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi

interpersonal. Dalam setiap komunikasi tatap muka, secara sadar atau tidak, komunikator banyak

menyampaikan pesan-pesan nonverbal. Sebaliknya, komunikan lebih banyak “membaca” pikiran

komunikator melalui petunjuk-petunjuk nonverbal. Sebagai contoh, ketika seorang pria mengetahui

lamarannya untuk memperistri gadis pujaannya ditolak, dia mungkin mengatakan, “Ya, sudah. Tidak

jadi masalah”, namun ekspresi wajah dan tatapan matanya mungkin menunjukkan kekecewaan

yang sangat mendalam.

Kedua, perasaan dan emosi terungkap lebih cermat melalui pesan nonverbal daripada pesan

verbal. Bila pesan verbal lebih sesuai digunakan untuk menyampaikan fakta, ilmu, atau keadaan,

pesan nonverbal lebih potensial untuk menyatakan perasaan.

Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna (maksud) yang relatif bebas dari penipuan,

distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dimodifikasi secara sadar, kecuali oleh actor-aktor

yang terlatih. Oleh karena itu, komunikator biasanya lebih jujur ketika berkomunikasi melalui pesan

nonverbal dan sebaliknya, komunikan lebih percaya pada pesan nonverbal daripada pesan

nonverbal. Sebagai contoh, ketika seorang dosen mengatakan dia memiliki waktu untuk berdiskusi

dengan mahasiswa, tapi kemudian berkali-kali melihat arlojinya, sang mahasiswa biasanya akan

segera mendeteksi bahwa sang dosen tidak memiliki waktu.

Keempat, pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk

mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif berfungsi memberikan

informasi tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan fungsi

aksentuasi, repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.

Kelima, pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan

dengan pesan verbal. Pesan verbal sering mengandung redundansi (penggunaan lebih banyak

lambang daripada yang dibutuhkan), repetisi, ambiguitas dan abstraksi.


Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Dalam situasi

tertentu, kita perlu mensugesti (mengungkapkan saran, gagasan atau emosi secara tersirat). Hal

ini biasanya paling efektif disampaikan melalui pesan nonverbal. Sebagai contoh, mensugesti anak

kecil untuk membuang sampah pada tempatnya paling efektif dilakukan melalui keteladanan.

Karakteristik Makna Pesan

1. Makna ditentukan oleh komunikator

Makna tidak hanya ditentukan oleh pesan (baik verbal, nonverbal, atau keduanya) tetapi juga

ditentukan oleh interaksi pesan-pesan itu dan pikiran serta perasaan komunikan. Ketika

berkomunikasi, komunikan tidak hanya ‘menerima’ makna tapi juga ‘menciptakan’ makna. Oleh

karena itu, pemahaman atas suatu makna tidak dapat dilakukan hanya dengan menganalisis pesan,

tetapi juga dengan memahami pengirimnya. Sebagai contoh, makna berupa pujian yang

menyatakan seseorang berotak cerdas cenderung dimaknai sebagai penghinaan bila hal itu

disampaikan ketika orang tersebut baru mengetahui dia gagal dalam sebuah ujian.

2. Makna yang disampaikan lewat pesan verbal dan nonverbal tidak lengkap

Penyampaian pikiran atau perasaan dilakukan komunikator dengan menggunakan seperangkat

simbol. Pada dasarnya simbol-simbol itu mewakili hanya sebagian dari totalitas pikiran atau

perasaan yang ingin disampaikan. Karena makna yang diterima dari orang lain bukan makna yang

utuh, setiap komunikan hanya dapat mengestimasi makna tersebut berdasarkan pesan yang

diterima dengan menggunakan pikiran dan perasaannya sendiri.

3. Makna bersifat unik

Karena makna ditentukan oleh pesan yang diterima dan pikiran serta perasaan komunikan, maka

orang yang berbeda tidak pernah menginterpretasi sebuah pesan dengan makna yang sama.

Bahkan, karena setiap individu berubah, pesan yang diterima oleh seseorang pada saat yang

berbeda akan diinterpretasikan dengan makna yang berbeda pula. Misalnya, pesan “I love you” yang

diterima pemuda berusia 20 tahun dari pacarnya, akan diberi makna yang berbeda oleh orang ketika

dia berusia 50 tahun.


4. Makna mencakup makna denotatif dan konotatif

Makna denotatif adalah definisi objektif dari kata atau pesan nonverbal dan bersifat universal. Makna

konotatif merupakan makna subjektif dan bersifat emosional. Anggukan kepala yang normal, yang

digunakan untuk merespon pertanyaan “Kamu setuju?” mengungkapkan makna denotatif. Namun

bila anggukan kepala itu disertai dengan kedipan mata atau senyuman sehingga terkesan tidak

biasa, makna yang terungkap lebih cenderung bersifat konotatif.

5. Makna harus didasarkan pada konteks

Kata atau tingkah nonverbal yang sama, bisa mengungkapkan makna yang sangat berbeda bila

digunakan dalam konteks yang berbeda. Ugkapan “Apa kabar?” yang disampaikan ketika

berpapasan dengan seorang teman bermakna “Halo”. Tapi bila ungkapan itu disampaikan ketika

mengunjungi teman yang sakit, makna yang terungkap adalah “kondisi kesehatan”.

Karakteristik Pesan

Disamping karakteristik makna pesan, pemahaman tentang karakteristik pesan juga sangat

dibutuhkan sebagai landasan untuk mengetahui bagaimana makna disalurkan melalui pesan oleh

komunikator kepada komunikan.

1. Pesan berbentuk paket

Pada saat berkomnikasi, seluruh bagian sistem komunikasi biasanya bekerjasama untuk

menyampaikan suatu kesatuan makna (unified meaning). Ketika seseorang mengungkapkan

kemarahan dengan kata-kata, getaran dan volume suara, ekspresi wajah, sorot mata dan sikap

tubuhnya juga memancarkan pesan kemarahan itu.

Kenyataan ini menunjukkan bahwa pesan selalu diungkapkan dalam satu paket gabungan antara

unsur-unsur verbal dan nonverbal. Paket pesan ini biasanya dianggap sebagai hal yang wajar

sehingga tidak begitu diperhatikan oleh komunikan, kecuali dia mendeteksi adanya double-bind

messages, atau kontradiksi antara pesan verbal dan pesan nonverbal yang digunakan.

2. Pesan dibentuk dengan menggunakan kaidah tertentu

Setiap pesan dibentuk dan diungkapkan dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu. Pesan verbal

dibentuk dan digunakan dengan mengikuti aturan-aturan gramatika dan pragmatik yang berlaku

dalam bahasa. Pesan nonverbal juga dibentuk dan diungkapkan berdasarkan seperangkat norma
atau peraturan yang menggariskan tingkah-laku nonverbal apa yang sesuai, diizinkan, atau

diharapkan dalam situasi sosial tertentu.

3. Pesan disampaikan dalam tingkat kelangsungan yang variatif

Sebagian pesan disampaikan secara langsung dan sebagian lagi secara tidak langsung. Pesan

langsung ditandai oleh adanya pernyataan langsung mengenai preferensi atau keinginan

komunikator, sedangkan dalam pesan tidak langsung si pembicara berupaya menyuruh

pendengarnya mengatakan atau melakukan sesuatu tanpa menyatakannya secara eksplisit.

4. Pesan bervariasi dalam tingkat kepercayaan

Terdapat dua alasan mengapa komunikan cenderung lebih mempercayai makna yang terungkap

melalui pesan nonverbal ketika dia mendeteksi konflik antara pesan verbal dan nonverbal yang

dikirim komunikator. Pertama, pesan verbal lebih mudah dipalsukan. Kedua, pesan nonverbal

terbentuk diluar kendali kesadaran individu.

Sinyal nonverbal biasanya dapat digunakan untuk menebak apakah pembicara berbohong atau

tidak. Sinyal-sinyal itu juga sangat membantu untuk mengungkapkan kebenaran yang coba ditutup-

tutupi oleh kebohongan yang dideteksi.

5. Pesan dapat digunakan dalam metakomunikasi

Seperti telah dijelaskan pada bagian Tinjauan Psikologis Terhadap Peran Pesan Nonverbal di atas,

pesan nonverbal memiliki fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai

komunikasi yang berkualitas tinggi. Pesan metakomunikatif berfungsi memberikan informasi

tambahan untuk memperjelas maksud. Hal itu dilakukan dengan memberdayakan fungsi aksentuasi,

repetisi, subsitusi, kontradiksi, dan komplemen pesan nonverbal bagi pesan verbal.

Imbauan pesan

Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus menyentuh

motif yang menggerakkan atau mendorong perilaku komunikate. Dengan kata lain, kita secara

psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan kita.

1. Imbauan rasional. Didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk
rasional yang baru bereaksi pada imbauan emosional, bila imbauan rasional tidak ada.
Menggunakan imbauan rasional artinya meyakinkan orang lain dengan pendekatan logis

atau penyajian bukti-bukti.

2. Imbauan emosional. Menggunakan pernyataan-pernyataan atau bahasa yang menyentuh


emosi komunikate.

Bettinghaus (1973) menyarankan kepada kita hal-hal berikut ini untuk membangkitkan

emosi manusia:

a. Gunakan bahasa yang penuh muatan emosional untuk melukiskan situasi tertentu.

b. Hubungkan gagasan yang diajukan dengan gagasan yang tengah populer atau tidak

populer.

c. Hubungkan gagasan dengan unsur-unsur visual dan nonverbal yang membangkitkan

emosi, misalnya meminta sumbangan untuk korban banjir dengan menampilkan foto-

foto yang melukiskan mereka.

d. Tampakkan pada diri komunikator petunjuk nonverbal yang emosional, misalnya suara

yang bergetar, air muka yang melankolis dan mata yang berlinang-linang.

3. Imbauan takut. Menggunakan pesan yang mencemaskan, mengancam, atau meresahkan.


4. Imbauan ganjaran. Menggunakan rujukan yang menjanjikan komunikate sesuatu yang
mereka perlukan atau yang mereka inginkan. Contoh: bila saya menjanjikan kenaikan

pangkat untuk Anda kalau bekerja keras dan baik, berarti saya menggunakan imbauan

ganjaran.

5. Imbauan motivasional. Menggunakan imbauan motif yang menyentuh kondisi intern dalam
diri manusia. Motif dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu motif biologis dan motif

psikologis. Manusia bergerak bukan saja didorong oleh kebutuhan biologis seperti lapar dan

dahaga, tetapi juga karena dorongan psikologis seperti rasa ingin tahu, kebutuhan akan

kasih sayang, dan keinginan untuk memuja.


Kesimpulan

Untuk memahami, mengetahui makna dan maksud dari pesan yang disampaikan oleh seorang

komunikator, maka komunikan harus paham dengan psikologi pesan. Sehingga, bagaimanapun dan

apapun pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam kondisi tertentu, komunikan dapat

menangkap isi pesan tersebut sesuai dengan makna dan maksud yang diinginkan oleh komunikator.

Tentunya untuk pemahaman itu komunikan dan komunikator juga harus memahami bagaimana

pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal.

Dalam komunikasi interpersonal yang dilakukan secara tatap muka, makna dikirim oleh komunikator

melalui pesan verbal dan noverbal. Seacara terpisah, pesan verbal lebih sesuai digunakan untuk

menyampaikan fakta, ilmu, atau keadaan, sedangkan pesan nonverbal lebih potensial untuk

menyatakan perasaan.

Dalam tataran praktik, komunikator cenderung menggunakan kedua jenis pesan itu secara

berdampingan. Akibatnya, Untuk menangkap makna yang disampaikan, komunikate harus

mengolah kedua jenis pesan dengan melibatkan pikiran dan perasaanya. Oleh karena itu, makna

yang diterima komunikan pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara pesan verbal dengan

pesan noverbal dan antara kedua pesan itu dengan pikiran dan emosi komunikan.

Pesan nonverbal juga dianggap lebih terpercaya daripada pesan verbal, jika terdapat ketidakcocokan

makna diantara keduanya, makna yang dikirim melalui pesan nonverbal dianggap lebih akurat.

Selain itu, pesan nonverbal dapat digunakan untuk memeriksa validitas dan kebenaran pesan verbal.

Sehubungan dengan itu, untuk meningkatkan kemampuan berkomunkasi, setiap individu perlu

meningkatkan keterampilannya dalam menginterpretasi dan mengontrol penggunaan pesan verbal

maupun nonverbal.

Hal ini memang tidak mudah dilakukan mengingat bahwa mayoritas pesan nonverbal sangat

ditentukan oleh kebudayaan. Setiap pesan yang diterima harus diinterpretasi dalam konteks situasi

dan budaya yang sesuai.

Daftar Pustaka

Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

Rahmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005

Anda mungkin juga menyukai