TATALAKSANA Dan FOLLOW UP
TATALAKSANA Dan FOLLOW UP
Medikamentosa, Pembedahan, dan Radioterapi. Pemilihan modalitas terapi ditentukan oleh jenis
histopatologis tumor. Jenis histopatologis tumor dapat diperkirakan dari gambaran imaging dan
dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi.
Penatalaksanaan :
1. Medikamentosa
Steroid memberikan efek anti edema, lebih bermakna pada tumor otak metastase
dibandingkan dengan tumor otak primer spt meningioma.
Dosis dexamethason :
- Dewasa : 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg peroral atau intravena tiap 6 jam.
Pada kasus dengan edema vasogenik yang berat maka dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4
jam.
- Anak : 0,5 - 1 mg/kg loading intravena, dilanjutkan dosis rumatan 0,25 – 0,5 mg/kg/hari
(peroral/intravena) dalam dosis terbagi tiap 6 jam. Hindari pemberian jangka panjang karena efek
menghambat pertumbuhan.
Pada kondisi penurunan kesadaran akut, maka perlu dicoba diberikan dosis dua kali lipat dari
dosis yang biasa diberikan.
Jenis kortikosteroid yang dapat digunakan dengan equivalen dosis sebagai berikut :
- Pasien dengan riwayat kejang yang berhubungan dengan tumor otak, direkomendasikan
pemberian obat anti kejang
- Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan tidak ada riwayat pembedahan, tidak
direkomendasikan pemberian profilaksis anti kejang
- Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang dan dilakukan pembedahan, direkomendasikan
pemberian profilaksis anti kejang
1.3 Pemberian anti ulcer berupa H2 Blocker maupun PPI dan simtomatik anti nyeri kepala bila
diperlukan
2. Pembedahan:
a. Massa tumor yang menimbulkan gejala dan atau tanda penekanan maupun destruksi parenkim
otak dan asesibel untuk dilakukan pembedahan.
b. Pada pemeriksaan imeging serial didapatkan tanda pertumbuhan tumor dan atau didapatkan
gejala akibat lesi tumor yang tidak dapat terkontrol dengan medika mentosa. (Modul Onkologi,
2018)
3. Radioterapi
Radioterapidigunakan pada:
4. Kemoterapi
Kemoterapi sejauh ini memberikan hasil yang kurang memuaskan, dipertimbangkan hanya
bila Tindakan operasi dan radioterapi gagal dalam mengontrol kelainan. Agen kemoterapi termasuk
hidroksiurea, telah digunakan tapi dengan angka keberhasilan yang kecil. Obat lain yang sedang
dalam penelitian termasuk temozolamid, RU-468 dan alfa interferon, juga memberikan hasil yang
kurang memuaskan. (PPK tumor otak, Kemenkes RI)
Follow Up
a. Meningioma dengan operasi
Pasien dengan tumor residual perlu dilakukan MRI scan pasca operasi awal ahrus
dilakukan. Pasien dengan meningioma WHO Grade 1 cembung soliter dan pengangkatan
Simpson Grade 1 harus menjali MRI scan 2,5 tahun pasca operasi. Jika hasil memuaskan
maka tidak perlu dilanjutkan follow up.
Pasien dengan dasar tengkorak soliter atau falcine meningioma WHO Grade 1 (semua
grade Simpson) harus menjalan MRI pada 1 tahun, 2 tahun, 3½ tahun dan 5 tahun pasca
operasi. Jika hasil pemeriksaan MRI scan 5 tahun memuaskan maka tidak perlu dilakukan
follow up. Namun apabila ada kekambuhan, MRI masih perlu dilanjutkan.
Pasien dengan meningioma WHI Grade 2 harus menjalani MRI Scan pada 6 bulan
pasca operasi kemudian setiap tahun hingga 5 tahun. Jika imaging 5 tahun memuaskan maka
tidak perlu dilakukan follow up. Jika kekambuhan terdeteksi, imaging tahunan harus
dilanjutkan sampai pengobatan aktif lebih lanjut diberikan.
Pasien dengan meningioma WHO Grade 3 harus menjalani MRI harus dilakukan 6
bulan selama 3 tahun, kemudian imaging tahunan hingga 5 tahun. Jika imaging 5 tahun
memuaskan maka tidak eprlu follow-up. Jika kekambuhan terdeteksi, pemindaian tahunan
harus dilanjutkan sampai pengobatan aktif lebih lanjut diberikan.
http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKOtak.pdf
https://spesialis1.ibs.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/Modul-Onkologi-Edit.pdf
https://www.england.nhs.uk/mids-east/wp-content/uploads/sites/7/2018/05/protocol-for-follow-
up-scanning-for-patient-with-meningioma.pdf