Anda di halaman 1dari 2

Nama: Fadhila syarifa maulidya

Kelas: XI Mipa 3

No.Absen: 06

ABAIKAN MEREKA

Kakinya tegas melangkah, hari ini Andita untuk kelima kalinya akan berpartisipasi mengikuti perlombaan
menyanyi, ditemani Mamanya, Maya. Sejak kecil, ia sudah terlihat mengikuti jejak Maya yang pintar
bernyanyi. Ia juga dilatih oleh Mamanya langsung. Maya adalah penyanyi yang cukup dikenal. Namun,
berbeda dengan mamanya yang sangat percaya diri, Dita cukup pemalu awalnya.

"Dita, Mama percaya sama kamu nak. Tak jadi juara pun, kamu tetap akan jadi juaranya di hati mama hihi"
Mama Dita bergurau agar Dita tidak merasa tegang.

"Hahaha Mama bisa aja, aku juga hari ini dan seterusnya akan selalu percaya sama diri aku Ma, seperti
Mama yang percaya Dita"

"Wah ada apa nih? Tumben banget acara kali ini tidak disertai dengan Dita yang uring-uringan merengek
takut maju"
"Yah ada deh Ma, heheh" Dita memeluk Mamanya, terkekeh.
Dua bulan yang lalu
"Hahaha mana ada modelan suara yang begini yang juara satu? Masih bagusan juga suaraku," kata Maria.
Maria menonton ulang video Dita bernyanyi melalui telepon genggamnya di sekolahnya setelah mendapat
pengumuman bahwa Dita pemenangnya. Maria terlihat tak percaya bahwa dirinya dikalahkan oleh Dita.
Pasalnya, selama lima tahun ia mengikuti perlombaan menyanyi, selalu juara satu, bisa dibilang tak
terkalahkan. Sehari berlalu setelah kemarin perlombaannya diadakan langsung di salah satu SMA besar di
kotanya.
"Loh, itukan anaknya Maya, penyanyi terkenal itu loh Mar," Temannya menyahuti Maria yang sedang
menonton video itu.
"Hah?! Maya yang punya teknik tingginya yang keren itu?" Maria tak percaya, kaget.
"Iya, itu anaknya Mar, mirip banget dari mukanya yang cantik, suaranya juga, sama-sama bakatnya di high
note."
"Masih bagusan juga suara mamanya," Maria tak mau kalah.
Maya, mamanya Dita adalah salah satu penyanyi yang Maria gemari dan kagumi. Namun, hatinya yang iri
dengki membuat ia tak sadar bahwa tangannya mengetik sesuatu yang dapat menyakiti hati Dita. Memang
benar, menjadi pemenang belum tentu akan disukai semua orang. Sementara itu siang hari, di belakang
panggung. Dita sedang duduk, pikirannya tak bisa berhenti memikirkan komentar yang ia baca semalam.
"Bagaimana setelah tampil siang ini Dita?" bu Indira bertanya, Dita telah bernyanyi memeriahkan acara
peringatan hari kemerdekaan di sekolahnya.
"aduh bu rasanya sekarang aku tak percaya diri." ia mengusap wajahnya, menunduk, lalu jarinya meremas
baju yang ia kenakan
"kenapa kamu berpikiran begitu Dit?" Bu Indira mendekat, memeluknya. Tangis Dita hampir pecah disitu,
ia menggigit bibirnya.
"Kemarin memang pengalaman pertama yang mengesankan bagi saya, untuk untuk pertama kalinya saya
dapat berpartisipasi dalam perlombaan menyanyi yang cukup besar. Tapi masalahnya ada di saya yang
pendatang baru, tiba-tiba juara satu, ada beberapa komentar yang membuat saya tidak percaya diri untuk
bernyanyi di depan banyak orang," air matanya mulai bercucuran.
"hiks bu Indira..." bu Indira mengelus punggung Dita.
"Nak Dita... kamu tahu tidak kalau di dunia ini seberusaha apapun kita untuk jadi baik, hebat, tak semua
orang bisa melihat usaha kita, bahkan ada yang sampai membenci kita. kamu sudah berusaha dan masih
berusaha, tak apa jika ada yang tak suka. Toh, hidupmu bukan untuk menyenangkan semua orang " bu
Indira tersenyum melepas pelukannya.
Kedua tangannya erat memegang bahu Dita. "Dengar baik-baik Dita, tugas kita di dunia ini bukan untuk
membuat orang menyukai kita. Lihat baik-baik juga dirimu, kamu ini pintar dari akademik, suaramu merdu
nak.”

Anda mungkin juga menyukai