ُوا ِإلَى َأ ْهلِ ِه ُم ْ ﴾ َوِإ َذا انقَلَب٣٠﴿ َوا بِ ِه ْم يَتَغَا َم ُزون
ْ ُّ﴾ َوِإ َذا َمر٢٩﴿ َوا ِمنَ الَّ ِذينَ آ َمنُوا يَضْ َح ُكون ْ ُِإ َّن الَّ ِذينَ َأجْ َر ُموا َكان
َم الَّ ِذين4َ ْ﴾ فَ ْاليَو٣٣﴿ َ﴾ َو َما ُأرْ ِسلُوا َعلَ ْي ِه ْم َحافِ ِظين٣٢﴿ َضالُّون َ َ ِإ َّن هَُؤاَل ء ل4﴾ َوِإ َذا َرَأوْ هُ ْم قَالُوا٣١﴿ َُوا فَ ِك ِهين ْ انقَلَب
٣٦﴿ َب ْال ُكفَّا ُر َما َكانُوا يَ ْف َعلُون َ ﴾ هَلْ ثُ ِّو٣٥﴿ َك يَنظُرُون ِ ﴾ َعلَى اَأْل َراِئ٣٤﴿ َار يَضْ َح ُكون ِ َّوا ِمنَ ْال ُكف
ْ ُ﴾آ َمن
(QS. Al-Muthaffifin [83]: 29-36)
Hermeneutika adalah istilah yang belakangan ini menjadi populer di bidang hukum,
sastra, teologi, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial humaniora. Sebagai sebuah metode
penafsiran teks, hermeneutika modern lahir dari kegagalan modernisme yang
mengusung dualisme sekuler dan pemutlakan tunggal pada rasio. Penerapan
hermeneutika yang mencakup beragam bidang yang bersaling-silang dan
bertumpang-tindih dapat membingungkan pembelajar pemula.
عن، عن الزهري، حدثني الزبيدي: حدثني محمد بن حرب: حدثنا أبو مسهر قال: قال4حدثني محمد بن يوسف
من، وأنا ابن خمس سنين، عقلت من النبي صلى هللا عليه وسلم مجة مجها في وجهي:محمود بن الربيع قال
.دلو
Imam Bukhori memasukan hadits di atas ke dalam bab batas minimal usia
pengetahuan seseorang. Makna hadits yang diambil Imam Bukhori bukanlah makna
objektif dari sang penutur. Imam Bukhori menggunakan sepenggal hadits tersebut
untuk kepentingannya menyusun Kitab Pengetahuan (Kitab al-‘ilm). Jadilah hadits itu
dimaknai sebagai batas minimal usia ingatan pengetahuan seseorang. Hadits tersebut
berfusi dalam horizon pengetahuan Imam Bukhori. Cara kerja Imam Bukhori sejalan
dengan cara kerja hermeneutika Gadamerian.
Tamu yang pertama datang mengeluhkan tentang masa paceklik yang terjadi di
daerahnya dan sudah meresahkan masyarakat. Lalu, sang Imam berpesan kepada
tamunya itu untuk beristighfar kepada Allah SWT.
Beberapa waktu kemudian, datang lagi tamu berikutnya yang menyampaikan keluh
kesah bahwa di sekitar tempat tinggalnya sedang terjadi kekeringan disebabkan tidak
turunnya hujan. Kembali, Imam Al Bashri menyampaikan petuah padat kepada
tamunya untuk memperbanyak istighfar kepada Allah SWT.
Tidak lama setelah tamunya yang ketiga meninggalkan kediaman Imam Al-Bashri,
beliau kembali kedatangan tamu. Tamunya yang keempat ini menyampaikan harapan
yang sudah lama mereka dambakan, yaitu ingin memiliki keturunan dari pernikahan
yang telah mereka jalani. Dan, ungkapan singkat yang disampaikan beliau adalah
perbanyak istighfar kepada Allah SWT.
Tanpa disengaja, keempat rombongan tamu itu bertemu di suatu tempat dan saling
menceritakan keluh kesah mereka. Karena merasa mendapatkan nasihat yang sama,
lantas muncul persepsi bahwa sang imam menggeneralisasi seluruh permasalahan
dengan memberikan satu jawaban. Dengan sedikit emosi, mereka bersepakat kembali
ke kediaman sang imam guna meminta penjelasan.
ٍ م بَِأ ْم َو4ْ ﴾ َويُ ْم ِد ْد ُك١١﴿ ً﴾ يُرْ ِس ِل ال َّس َماء َعلَ ْي ُكم ِّم ْد َرارا١٠﴿ ًت ا ْستَ ْغفِرُوا َربَّ ُك ْم ِإنَّهُ َكانَ َغفَّارا
ال َوبَنِينَ َويَجْ َعل لَّ ُك ْم ُ فَقُ ْل
﴾١٢﴿ ًت َويَجْ َعل لَّ ُك ْم َأ ْنهَارا ٍ َجنَّا
Ayat di atas menceritakan curhat Nabi Nuh kepada Tuhannya tentang usaha
dakwahnya yang keras namun tak membuahkan hasil. Namun Imam Hasan al-Bashri
tidak mengambil makna objektif teks ayat sebagai dasar nasehat yang ia berikan
kepada para tamunya. Makna teks ayat di atas berfusi dalam horizon pemikiran sang
Imam dan masalah yang dialami umat.
Baik Imam Bukhori maupun Imam Hasan al-Bashri mempraktikkan apa yang kini
disebut hermeneutika. Namun praktik yang mereka lakukan sangat berbeda dengan
destruksi para intelektual tanggung Posmo separo. Imam Bukhori dan Imam Hasan
al-Bashri berangkat dari tradisi ontologis yang mengafirmasi kedudukan Alquran dan
sunnah sebagai sakral, bukan dari tradisi dualisme sekular. Keduanya berangkat dari
tradisi Alquran sebagai pusat kehidupan, bukan sebaliknya, realitas budaya yang
membentuk pemaknaan Alquran.
Perbedaan landasan ontologis ini penting disadari dan dipahami karena menentukan
pijakan landasan epistemologis berikutnya, dan landasan metodologis berikutnya lagi.
Penggunaan hermeneutika sebagai alat bukan hanya tergantung kepada penguasaan
skill keterampilan penggunanya, tetapi juga pemahaman tentang karakter alat
tersebut.
Landasan Ontologis
Landasan Epistemologis
Metodologi Penelitian
Metode Hermeneutika
Para posmo separo masuk ke hermeneutika dari pintu tradisi dualisme epistemologi
Barat Modern yang menafikan realitas metafisika. Mereka mengandaikan realitas
secara mutlak sebagaimana tradisi modern dengan segala masalahnya.
Pintu masuk ke dalam hermeneutika, dengan demikian menjadi penting karena akan
mempengaruhi cara kerja hermeneutika ketika digunakan untuk menganalisis teks
Alquran maupun praktik resepsi Alquran di masyarakat. Dan selain pintu-pintu
masuk, yang tak kalah pentingnya lagi adalah pintu-pintu keluar, orientasi dan
tujuan menggunakan hermeneutika.
Saya ingin menutup pengantar ini dengan QS. Al-Isra [17]: 80-82;
﴾ َوقُلْ َجاء٨٠﴿ 4ًصيرا ِ َّ ن4ًق َواجْ َعل لِّي ِمن لَّ ُدنكَ س ُْلطَانا ٍ ص ْد ِ ُم ْخ َر َج4ق َوَأ ْخ ِرجْ نِي ِ َوقُل رَّبِّ َأ ْد ِخ ْلنِي ُم ْد َخ َل
ٍ ص ْد
آن َما ه َُو ِشفَاء َو َرحْ َمةٌ لِّ ْل ُمْؤ ِمنِينَ َوالَ يَ ِزي ُد ِ ْ﴾ َونُن َِّز ُل ِمنَ ْالقُر٨١﴿ ً اط ُل ِإ َّن ْالبَا ِط َل َكانَ زَ هُوقا
ِ َق ْالبَ َق َو َزه ُّ ْال َح
﴾٨٢﴿ ًالظَّالِ ِمينَ َإالَّ خَ َسارا