PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik (CKD) adalah masalah kesehatan global dengan biaya ekonomi
yang membebani system kesehatan dengan biaya yang tinggi. CKD biasanya asimptomatik dan
baru diketahui saat sudah berada pada stage yang lebih lanjut sedangkan data prevalensi yang
akurat masih terbatas. CKD adalah kondisi progresif yang terjadi pada >10% populasi di
seluruh dunia, terhitung hingga >800 juta individu. CKD lebih sering terjadi pada orang yang
lebih tua, wanita, dan pada individu dengan diabetes militus dan hipertensi. CKD telah menjadi
salah satu penyebab utama kematian di dunia, dalam 2 dekade terakhir CKD telah menjadi satu
dari beberapa penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan terkait dengan kematian.
Tingginya prevalensi dan dampak yang signfikan dari CKD sebaiknya mendorong upaya
preventif dan pengobatan yang lebih baik. Diagnosis CKD dibuat berdasarkan hasil tes
laboratorium, dengan perhitungan glomerular filtration rate (GFR) dari serum creatinin,
menggunakan berbagai formula, atau dengan memeriksa protein urin atau albumin. (Hill et al.,
Sonografi adalah modalitas imaging yang dipilih dalam kasus yang dicurigai sebagai
kasus ginjal akut maupun kronik. Kemudahan nya dengan keuntungan dalam hal mudah
dapat melakukan pemeriksaan di samping tempat tidur pasien dan dapat diulang kembali
membuat sonografi sebagai alat pemeriksaan yang paling bermanfaat dalam menilai penyakit
ginjal.(Shivashankara, 2016)
Sonografi secara luas digunakan untuk memeriksa ginjal dan grading perubahan
parenkim ginjal berdasarkan hasil sonografi juga digunakan baik oleh radiologist maupun
nefrologist untuk menilai fungsi ginjal. Segala Kemudahan dalam penggunakan sonografi
menjadikan penggunaannya untuk setiap kasus gagal ginjla kronik seharusnya bukan mnejadi
suatu hambatan. Evaluasi terhadap perjalanan penyakit gagal ginjal kronik dapat menjadikan
akurat.(Shivashankara, 2016)
Diketahui bahwa kreatinin merupakan hasil akhir dari otot, sehingga masa otot
mempengaruhi hasil creatinine hal ini menyebabkan etnic African yang memiliki masa otot
lebih banyak dari non African memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi. Indonesia termasuk
dalam non African, masa otot dari non African pun berbeda beda tergantung demofrgrafisnya
sehingga tentunya terdapat perbedaan dalam kadar kreatinin orang Indonesia dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan pada orang-orang di negara yang berbeda. (Shivashankara, 2016)
Apakah terdapat korelasi antara kadar creatinine dengan grading parenchymal kidney
disease berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi pada pasien CKD di Rumah sakit Wahidin
Sudirohusodo ?
kidney disease berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi ginjal pada pasien CKD di Rumah sakit
Wahidin Sudirohusodo
1. Untuk mengetahui keadaan ginjal pasien CKD di Rumah sakit Wahidin Sudirohusodo
grading parenchymal kidney disease berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi pada pasien CKD
Bila terbukti kadar serum creatinin memiliki korelasi erat dengan grading parenchymal
kidney disease pada pasien CKD diharapkan nantinya semua pasien dengan CKD dapat
dilakukan evaluasi dengan pemeriksaan ultrasonografi untuk menilai kondisi ginjal pasien
secara berkala.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.1Kreatinin
Kreatinin adalah salah satu hasil dari kreatin fosfat pada otot, ia diproduksi dalam
jumlah yang tetap oleh tubuh. Pada umumnya, kreatinin dibersihkan dari darah seluruhnya oleh
darah. Jumlah produksi kreatinin per hari tergantung dari massa otot. Selain itu, terdapat
perbedaan pada rerata kreatinin antara laki-laki dan perempuan dengan nilai kreatinin yang
rendah pada anak-anak dan mereka dengan massa otot yang rendah. Makanan juga
mempengaruhi nilai kreatinin. Creatinine dapat berubah sebanyak 30% setelah konsumsi
daging merah. Sebagiamana GFR meningkat pada kehamilan, nilai kreatinin yang rendah
ditemukan pada kehamilan. Sebagai tambahan, serum kreatinin sebagai indicator kerusakan
fungsi ginjal selanjutnya, diobservasi menurun hingga 50 % sebelum akhirnya kadar kreatinin
Filtration Rate (GFR) seperti Modified Diet in Renal Disease (MDRD) dan CKD-EPI (Chronic
Kidney Disease Epidemiology Collaboration). Persamaan eGFR ini lebih unggul dari kreatinin
serum saja karena mencakup variabel ras, usia, dan jenis kelamin. GFR diklasifikasikan ke
Penyakit ginjal adalah suatu proses meliputi berbagai macam penyakit yang
mengganggu anatomi dan fisiologi ginjal. Istilah akut mengacu pada waktu 3 bulan atau kurang
dari 3 bulan, sedangkan kronik mengacu pada lebih dari 3 bulan. Berbagai macam penyakit
memiliki efek merugikan pada parenkim ginjal dan berujung pada gagal ginjal. (Khadka H et
Penyakit ginjal kronik (CKD) diartikan sebagai adanya kerusakan ginjal atau eGFR
kurang dari 60ml/min per 1.73 meter persegi, yang menetap selama 3 bulan atau lebih. Ia adalah
kondisi hilangnya fungsi ginjal secara progresif yang pada akhirnya membutuhkan terapi
penggantian ginjal (dialysis atau transplantasi). Kerusakan ginjal mengarah pada kelainan
patologis yang ditunjukkan oleh pencitraan atau biopsy ginjal, abnormalitas pada sedimen urin,
atau peningkatan ekskresi albumin. Pada 2012 klasifikasi CKD KDIGO merekomendasikan
berdasarkan laju filtrasi glomerulus (G1 hingga G5 dengan G3 terbagi menjadi 3a dan 3b). Hal
ini termasuk staging berdasarkan 3 level albuminuria. (Singh et al., 2016; Vaidya and Aeddula,
2022)
terkait penurunan fungsi ginjal dan peningatan albuminuria. (Vaidya and Aeddula, 2022)
Penyebab CKD bermacam-macam di seluruh dunia, dan penyakit penyebab utama CKD dan
CKD bisa diakibatkan oleh proses penyakit dalam 3 kategori: pre renal (menurunnya tekanan
perfusi ginjal), renal (kelainan pembuluh darah, glomerulus, atau tubulus), atau post renal
(obstruksi).
II.2.1 Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk seperti biji kopi, dengan bagian medial berbentuk
konkaf dan bagian lateral berbentuk konveks, beratnya sekitar 150 – 200 gram pada laki-laki
dan 120-135gram pada wanita. Ukuran pada umumnya adalah Panjang 10-12cm, lebar 5-7 cm
dan ketebalan 3-5cm. Setiap ginjal berukuran sekitar satu kepalan tangan. Ginjal terletak secara
retroperitoneal pada posterior dinding abdomen dan dan terletak antara prosesus tranversus dari
Toracal 12 dan lumbal 3. Bagian atas kedua ginjal biasanya terletak sedikit lebih ke
posteromedial terhadap bagian bawahnya. Jika bagian atas ginjal terletak secara lateral, hal ini
bisa mengindikasikan ginjal berbentuk tapak kuda atau ada massa pada bagian atas ginjal.
Selanjutnya, ginjal kanan biasanya sedikit lebih dibawah dibandingkan ginjal kiri, karena
adanya liver pada bagian kanan. (Soriano et al., 2022; Yousaf et al., 2022)
Ginjal terdiri dari 2 bagian: korteks dan medulla. Korteks terdiri dari kapsul renal,
convoluted tubulus, straight tubulus, collecting tubulus, dan pembuluh darah. Daerah medulla
terdiri dari straight tubulus dan collecting tubulus, terus ke dalam korteks dari medulla. Medulla
juga terdiri dari vasa recta, jaringan kapiler yang terhubung dengan system pertukaran. Pyramid
terbentuk dari sekumpulan tubulus di medulla, teletak dengan basis menuju korteks dan apeks
menuju hilus. Papila pada bagian apeks piramid meluas ke kaliks minor dan mengalir melalui
ductus kolektivus di ujungnya, area cribrosa. Ductus kolektivus dan sekumpulan nefron yang
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal. Terdapat sekitar 2 juta nefron tiap
ginjal orang dewasa. Arteriol aferen memperdarahi loop loop kapiler yang disebut
glomerulus, yang dikelilingi oleh epitel berlapis ganda, kapsul Bowman, yang Bersama-sama
membentuk korpuskal ginjal. Arteriol eferen mengosongkan glomerulus dan menjadi vasa
Dari distal ke kapsul Bowman secara berurutan: proximal convoluted tubulus, proximal
straight tubulus atau cabang turun tebal lengkung Henle, cabang turun tipis lengkung Henle,
cabang naik tipis dari lengkung Henle, straight tubulus distal atau cabang naik tebal lengkung
Henle, tubulus kontortus distal, tubulus colektivus, duktus colektivus kortikal, duktus
colektivus meduler, duktus papilaris, kaliks minor, kaliks mayor, pelvis renalis, dan ureter.
Tubulus dimulai pada korteks, turun ke medula, membuat putaran seperti jepit rambut di
cabang tipis lengkung Henle, dan naik menuju korteks dekat kospuskel ginjal.(Soriano et al.,
2022)
Ginjal melakukan beberapa fungsi penting termasuk ekskresi produk sisa seperti
amonia dan urea, regulasi elektrolit, dan keseimbangan asam basa. Ginjal memainkan
peranan penting dalam kontrol tekanan darah dan mempertahankan volume intravascular
elektrolit, kalsium, fosfat, air, dan glukosa, sebagai mana sekresi hormon kalsitriol dan
erythropoietin.
Level serum kreatinin adalah indicator keparahan penyakit ginjal parenkim. Ultrasonografi
adalah Teknik pemeriksaan non invasive dengan biaya rendah yang dapat memberikan
informasi tentang anatomi ginjal untuk mendiagnosis kelainan ginjal tanpa pasien harus
Pencitraan dengan ultrasonografi (US) adalah alat yang penting untuk meriksa ginjal manusia.
Suatu transducer US bekerja dengan mentransmisi suara suara radiofrekuensi ke dalam tubuh.
kompleks algoritma untuk menghasilkan gambaran cros sectional dari lapisan tubuh bagian
bawah. US tidak menggunakan radiasi ionisasi dan tidak invasive, artinya ia tidak
membutuhkan penetrasi pada kulit. Pada kondisi rawat jalan maupun rawat inap, pencitraan
US dapat memberikan informasi meliputi morfologi, gambaran fisik, fungsi dan kemungkinan
Pemeriksaan ultrasound pada ginjal adalah sesuatu yang sederhana, murah dan dapat dilakukan
di samping tempat tidur pasien namun dapat memperlihatkan detail anatomi ginjal. Bahkan
dapat membantu menentukan beratnya kerusakan parenkim ginjal. (Khadka H et al., 2019;
Yousaf et al., 2022). Pada praktek klinis, ultrasonografi digunakan untuk mengevaluasi pasien
2. Untuk membuat keputusan tentang kemungkinan biopsi ginjal pada kasus dimana
penting karena pada kebanyakan kasus CKD berakhir pada stage akhir yang ditandai
dengan ginjal yang mengecil, penipisan kortikal dan parenkimal (mengindikasi terjadi
Parameter sonografi terbaik yang berhubungan dengan serum kreatinin adalah ekogenesitas
korteks ginjal dan gradingnya dalam perbandingan panjang longitudinal, ketebalan parenkim,
dan ketebalan korteks pada pasien CKD (Ahmed et al., 2019). Ekogenesitas korteks digunakan
mengindikasikan stage akhir penyakit ginjal. Grade 0: parenkim ginjal kurang echoic
dibandingkan liver. Grade 1: parenkim ginjal memiliki echogenesitas yang sama dengan liver.
Grade 2: parenkim ginjal memiliki echogenesitas lebih dari liver. Grade 3: parenkim ginjal
memiliki echogenesitas lebih dari liver dan perbedaan kortikomedulari yang buruk. Grade 4:
parenkim ginjal memiliki echogenesitas lebih dari liver dan perbedaan kortikomedulari hilang.
Untuk mengevaluasi apakah penyakit ginjal semakin memburuk atau normal, serial US
Gambar 1. Ukuran ginjal normal, echogenesitas korteks kurang dibanding limpa, dengan perbedaan korteks- medulla yang
sangat jelas. Gambar 2. Grade 1- ukuran ginjal normal, ekogenesitas korteks sama seperti limpa, dengan perbedaan korteks-
medula yang jelas. Gambar 3. Grade 2- ukuran ginjal normal, ekogenesitas korteks lebih dari speen, perbedaan korteks-medula
mulai menurun. Grade 3- penjang ginjan berkurang, ekogenesitas korteks lebih dari limpa, dengan korteks-medula yang sulit
dibedakan. (Shivashankara, 2016)
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
Parenchymal Pemeriksaan
Ultrasonografi Kidney Disease Kimia darah
Parenchymal
Kidney Disease
Operator
dependance
Variable
dependance
Variable
independance
Variabel
Perancu
BAB IV
HIPOTESIS PENELITIAN