BUMDes merupakan strategi kebijakan yang dibentuk pemerintah untuk membangun Indonesia dari desa melalui pengembangan usaha ekonomi desa. Hal ini merupakan implementasi dari program prioritas pembangunan yang digagas oleh presiden dan wakil presiden RI yang diberi nama dengan Nawa-Cita . Program tersebut terdapat pada pada poin ke tiga yaitu Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Nawa-Cita sendiri diambil dari bahasa sansekerta yang memiliki arti Nawa (sembilan) dan Cita (harapan, keinginan dan mimpi). Membangun daerah pinggiran yang dimaksud bukan saja terkait wilayah yang berdekatan dengan perbatasan negara tetangga, tetapi juga soal manusia yang terpinggirkan dan kurang mampu secara ekonomi, pinggiran juga menunjukkan kondisi masih minimnya pembangunan di wilayah tersebut. Oleh karena itu BUMDes hadir sebagai pilar kegiatan ekonomi di desa yang bergerak dalam bidang pengelolaan aset-aset dan sumberdaya ekonomi desa dalam kerangka pemberdayaan masyarakat desa. Keberadaan BUMDes sangat strategis yang berfungsi sebagai motor penggerak perekonomian desa dan kesejahteraan masyarakat desa. Harapan dengan adanya BUMDes adalah pembentukan usaha baru yang berakar dari sumber daya yang ada serta optimalisasi kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat desa yang telah ada. Di sisi lain dengan adanya BUMDes akan terjadi peningkatan kesempatan berusaha dalam rangka memperkuat otonomi desa dan mengurangi pengangguran (Ngesti D. Prasetyo dalam Dewi, 2014). Kehadiran BUMDes didirikan atas dasar prakarsa masyarakat, dan dibuat berdasarkan kebutuhan dan potensi desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa (dalam Natipulu, Pasaribu & Sihombing 2022). Pada dasarnya BUMDes merupakan amanat dari UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Landasan pendirian BUMDes terdapat pada pasal 87 ayat (1) dan (2) yang berbunyi; Desa dapat mendirikan Badan Usaha milik Desa yang disebut BUM Desa, BUM Desa di kelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan. Eksistensi BUMDes seyogyanya mirip dengan BUMD yang dimiliki daerah dan BUMN yang dimiliki pemerintah, dimana pembentukannya dimaksudkan untuk; Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, Memberdayakan desa sebagai wilayah otonom dalam peningkatan usaha-usaha produktif bagi pengentasan kemiskinan, pengangguran dan peningkatan PADes; serta Meningkatkan kemandirian dan kapasitas desa dan masyarakat dalam melakukan penguatan ekonomi di desa (dalam Ngadisah & Almaarif, 2020). BUMDes sebagai lembaga sosial berpihak kepada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam penyediaan pelayanan sosial. Sedangkan sebagai lembaga komersial BUMDes bertujuan untuk mencari keuntungan melalui penawaran sumberdaya lokal (barang dan jasa) ke pasar (dalam Ridlwan, 2014). Salah satu tujuan pendirian bumdes yaitu untuk pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa (Permendes PDTT Nomor 4 Tahun 2015). Untuk terwujudnya pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa, maka pengelolaan dalam BUMDes harus berdasarkan dengan prinsip-prinsip tata kelola BUMDes. Prinsip tata kelola BUMDes terdiri dari kooperatif, partisipatif, emansipatif, transparan, bertanggungjawab, dan berkelanjutan (Purnomo, dalam Yuliana & Alinsari, 2022). Keberhasilan perkembangan pembentukan BUMDes diharapkan berdampak positif pada peningkatan perekonomian di desa serta mampu memberikan konstribusi pada pembangunan desa. Mengingat BUMDes merupakan wahana pemanfaatan potensi suatu desa yang dikelola sehingga menghasilkan nilai ekonomis yang tentunya diharapkan dapat meningkatkan PADes. Namun pada dasarnya BUMDes yang terbentuk memiliki tingkat perkembangan yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya; potensi desa yang berbeda, kemampuan & keterbatasan SDM, ketersediaan modal, serta kepedulian pemerintah desa dan masyarakat dan lain sebagainya (Cen, 2019). Adapun faktor yang mendukung keberhasilan perkembangan bumdes salah satunya yaitu dinamika organisasi, Menurut Julia Sari (dalam Meilana, Yanfika & Hasanuddin, 2023) Dinamika organisasi adalah salah satu faktor yang menentukan peningkatan suatu organisasi dalam proses pencapaian tujuan. Hal ini karena dinamika organisasi merupakan kekuatan-kekuatan di dalam suatu organisasi yang dapat menentukan perilaku organisasi dan perilaku anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. indikator dinamika organisasi dalam bumdes terdiri atas kejelasan tujuan, kejelasan fungsi tugas, pengembangan dan pembinaan, fasilitas, peraturan dan sanksi serta tekanan. Faktor lain yang berpengaruh terhadap kesuksesan bumdes diantaranya adalah; ketersediaan sumber daya alam, ketersediaan modal, keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh SDM BUMDes dan sumber daya sosial / jaringan hubungan sosial (dalam Andini, 2020). Sedangkan yang menjadi faktor penghambat perkembangan bumdes yaitu kurangnya sumberdaya manusia dan finansial serta lemahnya sosialisasi Program BUMDES kepada masyarakat (berdasarkan hasil penelitian Meigawati,2018). Pernyataan tersebut diperkuat pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dan Sutarna (2019), yang menjelaskan bahwa faktor anggaran, faktor intensif pengurus dan faktor sumberdaya manusia pengelola turut menjadi faktor penghambat perkembangan BUMDes. dimana dengan adanya keterbatasan dalam anggaran yang dimiliki berpengaruh terhadap minimnya unit usaha yang dapat dikelola maupun dalam pengembangan usaha. Disisi lain faktor intensif yang masih jauh dari harapan dan keinginan yang diperoleh oleh pengurus turut menjadi penghambat, mengingat intensif merupakan motivasi bagi pengurus dalam mengembangkan usaha yang dijalankan dan minimnya sumberdaya pengelola yang didasari pada kurangnya keterlibatan masyarakat dalam program bumdes serta kualitas SDM pengelola yang belum mumpuni dikarenakan latar belakang pendidikan pengurus dan pengelola BUMDes yang berbeda-beda juga menjadi faktor penghambat perkembangan dan pengelolaan BUMDes. Sehubungan dengan hal tersebut terdapat salah satu BUMDes yang memiliki tingkat hambatan dan permasalahan yang sama dalam pengelolaan dan perkembangannya BUMDes tersebut berada di Provinsi Sumatera Barat Kecamatan Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar tepatnya di nagari Kumango . BUMDes di Sumatera Barat dikenal dengan sebutan BUMNag (Badan Usaha Milik Nagari). BUMNag ini didirikan pada akhir tahun 2017 dengan nama BUMNag Batang Simonce. BUMNag Batang Simonce merupakan bumnag yang didirikan atas dasar instruksi dari pemerintah pusat, yang menyatakan bahwa diharapkan desa/nagari mendirikan badan usaha milik desa/nagari untuk mengelola potensi yang ada di desa/nagari. DAFTAR PUSTAKA
Dewi.,A.,S.,K (2014). PERANAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)
SEBAGAI UPAYA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DESA (PADes) SERTA MENUMBUHKAN PEREKONOMIAN DESA. Journal of Rural and Development. V(1).
Sustainable Development Goals (SDGs) Desa Bakal Gajah Melalui Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Jurnal Citra Sosial Humaniora (CISHUM). 1(1).
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 87 ayat (1) dan (2).
Ngadisah & Almaarif (2020). PERAN DAN FUNGSI BUMDES DALAM
PEMBANGUNAN PERDESAAN (STUDI PADA DESA BLEBERAN KECAMATAN PLAYEN DIY). Jurnal Manajemen Pembangunan (1). ISSN 2407-6228.
Ridlwan.,Z (2014).Urgensi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) dalam
Pembangunan Ekonomi Desa. Jurnal Ilmu Hukum. 8(3).
Permendes PDTT Nomor 4 Tahun 2015. Pasal 3 hurug (g).
Yuliana.,E & Alinsari.,N (2022). Penerapan Tata Kelola Badan Usaha Milik Desa dalam Mewujudkan Sustainable Development GoalsDesa. Owner Riset & Jurnal Akuntansi. 6(2).
Cen (2019). PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN PERKEMBANGAN BADAN
USAHA MILIK DESA (BUM DESA).
Meilana.,R , Yanfika., H & Hasanuddin.,T (2023). FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN DINAMIKA DAN KEBERHASILAN BUMDES DALAM MENGEMBANGKAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT DESA DI KABUPATEN PESAWARAN. JIA (Jurnal Ilmiah Agribisnis) : Jurnal Agribisnis dan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. 8(1):1-8.