Anda di halaman 1dari 21

PERENCANAAN PUSHBACK PENAMBANGAN NIKEL PADA

OPEN PIT PT. ANEKA TAMBANG, KABUPATEN KOLAKA,


PROPINSI SULAWASI TENGGARA

PROPOSAL TUGAS AKHIR

OLEH
RESA RIFAL PRADITIA
NIM D62111277

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR
2015
PERMOHONAN TUGAS AKHIR
PERENCANAAN PUSHBACK PENAMBANGAN BIJIH NIKEL
PADA OPEN PIT PT. ANEKA TAMBANG
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS HASANUDDIN

Nama : Resa Rifal Praditia


NIM : D62111277
Usulan Judul : Perencanaan Pushback Penambangan Nikel pada Open
Pit PT. Aneka Tambang
Usulan Waktu Juni 2015 – Agustus 2015

Makassar, 15 Maret 2016

Mahasiswa Bersangkutan

Resa Rifal Praditia


D621 11 277

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Koordinator LBE
Teknik Pertambangan Perencanaan dan Valuasi Tambang

Dr. Sufriadin, ST.MT Dr. Aryanti Virtanti Anas, ST.MT


NIP. 19660817 200012 1 001 NIP. 197010052008012026
I. JUDUL
“PERENCANAAN SEQUENCE PENAMBANGAN NIKEL PADA OPEN PIT
PT. ANEKA TAMBANG, KABUPATEN KOLAKA, PROPINSI SULAWASI
TENGGARA”

II. Latar Belakang

Sektor usaha pertambangan merupakan salah satu sektor usaha yang


membutuhkan modal yang besar dengan resiko yang sangat tinggi. Hal ini
menyebabkan perusahaan tambang berupaya agar kegiatan penambangan yang
akan dilakukan dapat menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
waktu pengembalian modal secepat mungkin. Oleh karena itu, untuk
mewujudkannya diperlukan perencanaan yang matang dan hati-hati dengan
mempertimbangkan banyak faktor penting sebelum penambangan itu dilaksanakan.
Ada tiga aspek penting dalam perencanaan tambang, yaitu perencanaan pit
limit atau penentuan batas akhir penambangan, tahapan penambangan, dan
penjadwalan produksi. Fokus penelitian ini adalah pada tahapan perencanaan
penambangan (sequence) di PT. Antam (Persero) Tbk UPBN Sultra pada front
penambangan Bukit Triton, Tambang Selatan.
Penambangan bijih nikel pada Bukit Triton dilakukan dengan menggunakan
metode penambangan terbuka (open cast). Bentuk lapisan, penyebaran endapan,
kadar bijih nikel, dan besarnya nilai stripping ratio adalah sebagian faktor yang akan
memengaruhi proses pengambilan keputusan dalam merencanakan suatu urutan
penambangan (sequence). Perencanaan sequence penambangan yang tepat dan
akurat akan membantu perusahaan untuk melakukan penambangan dengan aman
dan memeroleh keuntungan yang maksimal dengan pengembalian modal secepat
mungkin.

III. Rumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi:


1. Bagaimana rancangan pit limit dan sequence penambangan untuk
memaksimalkan perolehan bijih?
2. Berapa jumlah cadangan bijih nikel berdasarkan pit limit penambangan dan
berapa lama perkiraan umur tambang?
3. Bagaimana penjadwalan produksi berdasarkan target produksi bulanan?
4. Berapa estimasi jumlah ore dan waste berdasarkan sequence penambangan?
5. Berapa jumlah alat yang dibutuhkan untuk mencapai target produksi?

IV. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Membuat rancangan pit limit dan sequence penambangan pada Bukit
Triton, Tambang Selatan.
2. Menghitung besar cadangan bijih nikel berdasarkan pit limit penambangan
yang dirancang.
3. Membuat jadwal produksi berdasarkan target produksi harian.
4. Mengestimasi jumlah ore dan waste berdasarkan sequence penambangan.
5. Menentukan jumlah alat untuk tiap sequence penambangan untuk mencapai
target produksi.

V. Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini, yaitu:


1. Rancangan pit limit hanya berdasarkan nilai stripping ratio maksimal yang
bertujuan untuk memaksimalkan perolehan bijih, tidak meninjau sisi
ekonomis (blok model ekonomi, NPV).
2. Sequence yang dirancang adalah sequence jangka menengah dengan
periode tiga bulan tiap sequence.

VI. DASAR TEORI

6.1 Pengertian Perencanaan

Perencanaan (planning) adalah penentuan persyaratan teknik untuk


mencapai tujuan dan sasaran kegiatan yang sangat penting serta urutan teknis
pelaksanaannya. Oleh sebab itu perencanaan merupakan gagasan pada saat awal
kegiatan untuk menetapkan apa dan mengapa harus dikerjakan, oleh siapa, kapan,
di mana dan bagaimana melaksanakannya. Masalah perencanaan tambang
merupakan masalah yang kompleks karena merupakan problem geometrik tiga
dimensi yang selalu berubah dengan waktu dan akan menjadi fokus utama dalam
proses perencanaan tambang.
Dalam membuat rancangan tahapan penambangan, diperlukan beberapa hal
yang perlu diidentifikasi dan diamati, sehingga rencana tahapan penambangan
dapat dikerjakan secara realistis dan berkesinambungan dengan pekerjaan-
pekerjaan penambangan yang telah dilakukan sebelumnya. Diagram yang
menggambarkan urutan perencanaan tambang ditunjukkan pada Gambar 1
(Sasongko, 2009).

Taksiran
Sumber Daya Blok Model
Cadangan

Cara Pertimbangan Pertimbangan


Penambangan Ekonomis Teknis

Perencanaan
Optimasi Pit Analisis NPV
Produksi

Gambar 1. Diagram proses perencanaan tambang (Sasongko,2009)

Tahapan dalam perencanaan dapat terbagi tiga tahap (Lee,1984), yaitu:


1. Studi konseptual
Studi konseptual merupakan suatu ide proyek yang diwujudkan ke dalam
usulan investasi. Studi ini mencakup ruang dan estimasi biaya untuk
mengidentifikasikan suatu kesempatan investasi yang potensial. Biaya modal
dan biaya operasi biasanya didekati dengan perkiraan nisbah yang
menggunakan data historis. Persiapan studi ini pada umumnya adalah
pekerjaan dari satu atau dua insinyur. Hasil dari studi ini dilaporkan sebagai
evaluasi awal.
2. Pra studi kelayakan
Studi ini adalah suatu pekerjaan pada tingkat menengah dan secara normal
tidak untuk mengambil keputusan. Studi ini menentukan apakah konsep
proyek harus dilakukan studi kelayakan atau proyek tersebut memerlukan
suatu investigasi yang mendalam melalui suatu studi pendukung.
3. Studi kelayakan
Sering pula disebut sebagai bankable feasibility study. Hasilnya merupakan
suatu bankable document yang hampir selalu ditujukan untuk mencari modal
untuk membiayai proyek tersebut. Dokumen yang dihasilkan ini biasanya
disebarluaskan pula di luar perusahaan.
Agar perencanaan tambang dapat dilakukan dengan lebih mudah, masalah
ini biasanya dibagi menjadi tugas-tugas sebagai berikut:
1. Penentuan batas dari pit
Batas akhir penambangan (pit limit) merupakan batas wilayah layak
tambang dari cadangan bijih. Pit limit penambangan menentukan berapa
besar cadangan yang akan ditambang yang akan memaksimalkan nilai
bersih total dari bijih tersebut. Dalam penentuan batas akhir dari pit, nilai
waktu dari uang belum diperhitungkan.
2. Perancangan sequence
Perancangan sequence penambangan merupakan tahapan penting dalam
suatu perancangan geometri penambangan. Rancangan sequence
penambangan menentukan lokasi awal penambangan hingga batas akhir
dari kegiatan penambangan. Perancangan sequence atau tahap-tahap
penambangan ini membagi pit limit menjadi unit-unit perencanaan yang
lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Hal ini akan membuat masalah
perancangan tambang tiga dimensi yang kompleks menjadi lebih sederhana.
3. Penjadwalan produksi
Rancangan sequence penambangan yang telah rancang selanjutnya
diestimasi berdasarkan urutan waktu dan target produksi. Penjadwalan
produksi akan menyajikan jumlah overburden dan bijih yang akan
ditambang berdasarkan periode tertentu.
4. Pemilihan alat
Berdasarkan peta-peta rencana penambangan dan penimbunan lapisan
penutup dari tahap empat dapat dibuat profil jalan angkut untuk setiap
periode waktu. Pengukuran profil jalan angkut ini dilakukan agar kebutuhan
armada alat angkut dan alat muatnya dapat dihitung untuk setiap periode
(setiap tahun). Jumlah alat bor untuk peledakan serta alat-alat bantu lainnya
(dozer, grader, dan lain-lain) dihitung pula.
5. Perhitungan ongkos-ongkos operasi dan kapital
Jumlah gilir kerja (operating shift) yang diperlukan untuk mencapai sasaran
produksi dapat dihitung dengan menggunakan tingkat produksi untuk
peralatan yang dipilih. Jumlah dan jadwal kerja dari personil yang
dibutuhkan untuk operasi, perawatan, dan pengawasan dapat ditentukan.
Akhirnya, ongkos-ongkos operasi, kapital dan penggantian alat dapat
dihitung.

6.2. Rancangan Tambang

Rancangan atau design adalah penentuan persyaratan, spesifikasi, dan


kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan
serta urutan teknis pelaksanaannya. Di industri pertambangan juga dikenal
rancangan tambang (mine design) yang tidak hanya mencakup kegiatan-kegiatan
seperti yang ada pada perencanaan tambang, tetapi juga semua data dan informasi
yang rinci. Rancangan tambang yang baik dan teratur akan memaksimalkan hasil
yang diperoleh dan sesuai dengan yang ditargetkan.
Pada umumnya ada dua tingkat rancangan, yaitu:
1. Rancangan konsep (conceptual design)
Rancangan konsep adalah suatu rancangan awal atau titik tolak rancangan
yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara garis besar dan baru
dipandang dari beberapa segi ruang terpenting, kemudian akan
dikembangkan agar sesuai dengan keadaan (condition) sebenarnya.
2. Rancangan rekayasa atau rekacipta (engineering design)
Rancangan rekayasa adalah suatu rancangan lanjutan dari rancangan
konsep yang disusun dengan rinci dan lengkap berdasarkan data dan
informasi hasil penelitian laboratorium serta literatur lengkap.
Rancangan konsep pada umumnya digunakan untuk perhitungan teknis dan
penentuan ukuran kegiatan sampai tahap studi kelayakan (feasibility study),
sedangkan rancangan rekayasa (rekacipta) dipakai sebagai dasar acuan atau
pegangan dari pelaksanaan kegiatan sebenarnya di lokasi yang meliputi rancangan
batas akhir tambang, tahapan penambangan (mining, phases sequence),
penjadwalan produksi dan material buangan (waste). Rancangan rekayasa tersebut
biasanya juga diperjelas menjadi rancangan bulanan, mingguan, dan harian.
Rancangan tambang yang baik sangat memengaruhi hasil tambang yang
diperoleh. Oleh karena itu, rancangan tambang harus memerhatikan parameter-
parameter dari berbagai aspek.
Parameter-parameter rancangan (design) tambang adalah:
1. Informasi topografi permukaan detil
Informasi topografi ini berbentuk kontur hasil digitasi yang tersimpan dalam
file komputer, atau berupa data survey titik-titik ketinggian termasuk
drillhole collars. Alternatif lain yaitu memodelkan permukaan dari data titik-
titik ketinggian menggunakan digital terrain modelling (DTM) yang dibangun
secara efektif dengan metode triangulasi.
2. Geometri jenjang
Sebuah desain pit pada awalnya dibuat dengan overall slope sebesar 45º
dan kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi geoteknik dari material
yang ada dalam pit tersebut. Jenjang dapat diatur pada kemiringan 30º-35º
untuk overburden, meningkat hingga 35º-40º untuk batuan yang lapuk, dan
hingga 55º untuk batuan segar. Ketinggian jenjang berbeda-beda untuk
setiap pit, bergantung pada peralatan yang digunakan, kedalaman pit, dan
geologi lokal atau derajat iklimnya.
Faktor-faktor yang memengaruhi geometri jenjang:
a. Produksi
Tujuan penentuan dimensi jenjang salah satunya adalah harus dapat
menghasilkan produksi yang diinginkan. Jumlah produksi pada umumnya
akan menentukan dimensi jenjang yang akan dibuat, artinya keakuratan
ukuran jenjang bergantung pada jumlah produksi.

Gambar 2. Geometri jenjang tambang (Thompson, 2005)

b. Kondisi material
Kondisi material/batuan dapat menentukan peralatan yang harus
digunakan sehingga kegiatan yang sesuai untuk produksi dapat
ditentukan. Kondisi batuan yang lebih dominan antara lain kekuatan
batuan, faktor pengembangan, densitas batuan, dan struktur geologi
yang ada. Kondisi material tersebut dapat membantu memperkirakan
peralatan produksi yang digunakan.
c. Peralatan produksi
Peralatan produksi yang akan digunakan akan disesuaikan dengan
kapasitas produksi yang diinginkan dan material yang akan dikerjakan.
Hal tersebut dipertimbangkan agar dimensi jenjang mempunyai kondisi
kerja yang baik, dimana hal ini akan memengaruhi efisiensi kerja.
Beberapa faktor pertimbangan dalam pembuatan geometri jenjang adalah:
a. Tinggi jenjang disesuaikan dengan rencana geometri peledakan yang
diterapkan dan jangkauan alat muatnya. Tinggi jenjang adalah jarak yang
diukur tegak lurus dari lantai jenjang (toe) hingga ujung jenjang bagian
atas (crest). Tinggi jenjang yang dibuat sangat dipengaruhi oleh sifat
fisik, mekanik batuan, rencana dimensi bongkaran, dan peralatan mekanis
yang akan digunakan.
b. Lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan
topografi lokasi penambangan. Lebar jenjang adalah jarak horisontal yang
diukur dari ujung lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang.
Lebar minimum yang akan dibuat harus dapat menampung material hasil
bongkaran/ peledakan dan peralatan yang digunakan.
3. Sudut lereng inter-ramp dan overall
Sudut lereng antar jalan (inter-ramp slope angle) adalah sudut lereng
gabungan beberapa jenjang di antara dua jalan angkut. Sudut lereng
keseluruhan (overall slope angle) adalah sudut yang sebenarnya dari dinding
pit keseluruhan dengan memperhitungkan jalan angkut, jenjang penangkap
dan semua profil lain di dinding jenjang.
4. Jalan angkut
Geometri jenjang ditentukan berdasarkan peralatan yang dipakai. Oleh
karena itu diperlukan rancangan jalan yang benar. Pada suatu tambang yang
baru, letak jalan (ramp) keluar tambang sangat penting untuk
diperhitungkan. Lebar jalan yang aman pada umumnya adalah empat kali
lebar dump truck. Dimensi tersebut memungkinkan untuk lalu lintas dua
arah, ruangan untuk truck yang akan menyusul, selokan penyaliran, dan
tanggul pengaman. Kemiringan jalan angkut di dalam tambang biasanya
dirancang pada kemiringan 8% atau 10%. Rancangan kemiringan jalan
untuk tambang-tambang besar umumnya sekitar 8%. Rancangan ini dapat
memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam perancangan dan
memudahkan dalam akses ke jenjang-jenjang penambangan. Kemiringan
maksimum yang masih praktis pada jalan tambang yang panjang adalah
10%. Tambang-tambang skala kecil pada umumnya merancang kemiringan
jalan sebesar 10%. Rancangan spiral dan switchback biasanya dihindari
karena cenderung melambatkan arus kendaraan. Pertimbangan lain adalah
ban akan cepat aus, perawatan ban menjadi lebih besar dan faktor
keamanan. Pembuatan jalan tambang dapat memiliki dampak pada volume
penggalian material yang sangat besar sehingga aspek ekonomis dari
pembuatan jalan tambang cukup signifikan.

6.2 Desain Sequence

Desain perencanaan jangka panjang merupakan langkah utama pada proses


perencanaan tambang, karena menentukan hasil ekonomis pada suatu proyek.
Selain itu, perencanaan jangka panjang juga bertindak sebagai dasar penjadwalan
produksi jangka menengah dan jangka pendek. Pit dapat dibagi menjadi beberapa
bagian sub-pit yang biasa disebut dengan sequence, cut back, phases, atau
pushback apabila terdapat banyak blok penambangan yang terdapat dalam area
ultimate pit limit.
Sequence merupakan bentuk-bentuk penambangan yang menunjukkan
bagaimana suatu pit akan ditambang dari titik awal masuk hingga bentuk akhir pit.
Tujuan umum dari sequence adalah untuk membagi seluruh volume yang ada
dalam pit ke dalam unit-unit perencanaan yang lebih kecil sehingga mudah
ditangani. Adanya sequence yang direncanakan dengan baik akan memudahkan
perancangan tambang yang amat kompleks menjadi lebih sederhana (Hustrulid and
Kuchta, 1996).
Sequence tersebut didesain dengan akses jalan tambang dan dijadikan
dasar untuk proses penjadwalan produksi tahunan. Oleh karena itu, desain
sequence merupakan kunci utama untuk membuat cashflow untuk operasi
penambangan. Terdapat banyak kemungkinan untuk desain sequence untuk sebuah
open pit dimana masing-masing desain menghasilkan nilai NPV yang berbeda-beda.
Dalam perancangan sequence, parameter waktu perlu untuk
diperhitungkan, karena waktu merupakan parameter yang sangat berpengaruh.
Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan memberikan
akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang cukup untuk
operasi peralatan kerja tambang. Dalam merencanakan suatu sequence, ada
beberapa faktor yang perlu diperhatikan seperti faktor geologi, geoteknik, desain
haul road, ekonomi, pemilihan alat berat, hidrologi, target produksi dan masalah
lingkungan. Pengamatan langsung di lapangan perlu dilakukan terlebih dahulu
untuk memeroleh data-data yang mendukung dan beberapa kajian sehingga
perencanaan sequence yang nantinya dibuat lebih akurat den sesuai dengan kondisi
penambangan yang dilakukan.
Terdapat dua strategi untuk desain pusback, yaitu:
1. Menentukan sequence dengan asumsi bahwa ore terbaik adalah ore yang
memiliki kadar paling tinggi dan harus memiliki nilai stripping ratio yang
sangat rendah untuk ditambang. Metode penentuan parameter ekonomi
perlu dilakukan untuk menentukan kelompok ore tersebut. Pada metode
tersebut, serangkaian pit dibuat dengan menerapkan algoritma ultimate pit
limit (Learch and Grossman’s algorithm) pada blok model ekonomis
cadangan. Model ekonomi tersebut dapat dihasilkan dengan merubah
beberapa parameter ekonomi, seperti harga komoditas, cut-off grade, atau
biaya pengolahan dan penambangan.
2. Menentukan sequence dengan asumsi bahwa ore terbaik adalah ore yang
memiliki kadar tinggi dan proses penambangannya harus memiliki total
pengupasan waste yang paling sedikit. Ramazan dan Dagdelen mengajukan
algoritma stripping ratio minimal pada desain sequence berdasarkan
strategi ini. Algoritma ini menentukan desain sequence yang memiliki nilai
stripping ratio terkecil dari semua kemungkinan desain sequence pada
ukuran yang sama. Mereka mengklaim bahwa penjadwalan yang diperoleh
dari algoritma ini memungkinkan untuk mencapai blok ore lebih cepat dari
algoritma sebelumnya sehingga dapat meningkatkan nilai NPV pada proyek
penambangan (Dagdelen, 2001).
Skenario optimal untuk desain sequence sangat dekat dengan
ketidakpastian, yang berkaitan dengan input dari model optimasi itu sendiri.
Dimitrakopoulos mengklasifikasikan ketidakpastian tersebut sebagai berikut:
1. Ketidakpastian model badan bijih, variabilitas kadar, dan distribusi jenis
material.
2. Ketidakpastian spesifikasi teknis penambangan, seperti kapasitas produksi,
masalah lereng, dan lain-lain.
3. Ketidakpastian masalah ekonomi, seperti biaya kapital, biaya operasi, harga
komoditi, dan lain-lain (Newman et al, 2010).
Rancangan sequence sebaiknya memenuhi kriteria-kriteria tertentu,
diantaranya seperti berikut:
1. Harus cukup lebar agar peralatan tambang dapat bekerja dengan baik.
Lebar sequence minimum 10-100 m.
2. Memperhatikan sekurang-kurangnya memiliki satu jalan angkut untuk setiap
sequence dengan memperhitungkan jumlah material yang terlibat dan
memungkinkannya akses keluar. Jalan angkut ini harus menunjukkan pula
akses ke seluruh permukaan kerja.
3. Penambahan jalan pada suatu sequence akan mengurangi lebar daerah
kerja.
4. Tambang tidak akan pernah sama bentuknya dengan rancangan tahap-
tahap penambangan karena dalam kenyataannya beberapa sequence
dapat saja dikerjakan secara bersamaan.
Faktor yang mempengaruhi penentuan tahapan penambangan antara lain:
1. Bentuk dan kemiringan perlapisan batubara
Rencana penambangan batubara yang berbentuk perlapisan akan berbeda
dengan perancangan penambangan untuk mineral bijih termasuk dalam
penentuan geometri lerengnya.
2. Stripping ratio
Striping ratio merupakan perbandingan antara jumlah overburden dalam
bcm terhadap jumlah bijih dalam ton yang akan ditambang. Hasil suatu
perancangan pit akan menentukan jumlah overburden dan bijih yang
mengisi pit. Perbandingan antara overburden dan bijih tersebut akan
memberikan nilai stripping ratio rata-rata suatu pit.
3. Ultimate pit slope
Ultimate pit slope merupakan salah satu faktor teknis yang berarti
kemiringan atau batas luar tambang yang masih tetap stabil dan
menguntungkan. Ultimate pit slope akan berhubungan dengan geometri
lereng yang direncanakan (Arif, 2002).

6.3. Penjadwalan Produksi

Dalam merencanakan suatu kegiatan penambangan maka harus terlebih


dahulu membuat suatu penjadwalan produksi dan mengetahui tingkat produksi
yang direncanakan. Untuk itu harus ditentukan tipe dan jumlah alat yang digunakan
untuk memenuhi target produksi. Beberapa parameter yang berpengaruh dalam
membuat perencanaan penjadwalan produksi adalah:
1. Produktivitas Alat
Produktivitas alat menunjukkan kemampuan dari suatu alat yang digunakan
untuk berproduksi dalam waktu tertentu. Rumus untuk mencari produktivitas
masing-masing alat adalah:

a. Alat Muat (Loader)


C ×3600 × E
Q= ……………………………………………………………
CTL

(1)
KB × BF
C= …………………………………….…………………………..
SF
(2)
CTL= waktu gali + 2 (waktu swing) + waktu buang........................... (3)
Dimana:
Q = Produktivitas (bcm/jam)
C = Produksi per siklus alat (bcm)
E = Efisiensi kerja alat
CTL= Waktu siklus loader (detik)
KB = Kapasitas bucket loader (m3)
BF = Bucket factor
SF = Swell factor material
b. Alat Angkut (Hauler)
C ×60 × E
Q=
CTH
……………………………………………………………….
(4)
KH
C= KB × BF
( )
SF

…………………………………………………………………(5)
D D
CTH= n ×CTL + + T 1+ +T 2……………………………..(6)
V1 V2
KH
n= × BF ……………………………………………………………… (7)
KB
Dimana:
Q = Produktivitas (bcm/jam)
C = Produksi per siklus alat (bcm)
E = Efisiensi kerja alat
CTH= Waktu siklus hauler (menit)
n = Jumlah siklus loader untuk mengisi hauler
D = Jarak angkut
V1 = Kecepatan rata-rata hauler kosong (m/s)
V2 = Kecepatan rata-rata hauler bermuatan (m/s)
T1 = Waktu mengisi dan standby (menit)
T2 = Waktu buang dan standby (menit)
KB = Kapasitas bucket loader (m3)
KH = Kapasitas hauler (m3)
BF = Bucket factor
SF = Swell factor material
2. Phisycal Availability (PA)
Angka PA yang biasanya dinyatakan dalam persen ini untuk menunjukkan
seberapa besar ketersediaan alat untuk bekerja.
PA = W/(W+R+S) x 100%........................................................(8)
Dimana :
W = Jumlah jam kerja alat
R = Jumlah jam rusak alat
S = Jumlah jam standby alat
T = Total jam yang tersedia (W+R+S)
3. Utilization Availability (UoA)
Angka ini menunjukan seberapa besar alat itu digunakan untuk bekerja.
UoA = (W-S)/T x 100%..............................................................(9)
4. Job Efficiency
Untuk menentukan berapa lama waktu alat itu bekerja dengan effektif dalam
waktu yang disediakan untuk bekerja. Ditetapkan dengan memerhatikan kondisi
manajemen tambang yang ada.
VIII. METODE PENELITIAN

Perancangan sequence penambangan untuk memenuhi target produksi


membutuhkan data-data yang rinci mengenai kondisi lokasi yang akan dimodelkan.
Setiap kegiatan yang dilaksanakan haruslah efektif dan efisien sehingga hasil yang
diperoleh maksimal. Penelitian ini membahas mengenai perancangan sequence
penambangan batubara untuk produksi bulanan pada PT. Antam (Persoro) Tbk
UBPN Sultra, Pomalaa, Bukit Triton.
Rincian mengenai metodologi penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan Data
Data-data yang diperlukan untuk penelitian ini adalah:
a. Data primer meliputi:
1. Data cycle time alat muat.
2. Data cycle time alat angkut.
Data primer pada penelitian ini diperoleh dengan teknik observasi
mekanik (teknik observasi dengan bantuan mesin). Cycle time alat muat
dan alat angkut dihitung pada saat kegiatan produksi berlangsung dengan
menggunakan stopwatch. Durasi untuk setiap kegiatan yang dilakukan
alat dihitung minimal 30 kali.
b. Data sekunder meliputi:
1.Peta topografi.
2.Data hasil pengeboran.
3.Rekomendasi geometri lereng.
4.Data curah hujan.
5. Break even stripping ratio (BESR).
6.Target produksi.
Data sekunder di atas diperoleh langsung dari database PT. Antam
(Persero) Tbk UBPN Sultra. Pengambilan data sekunder ini telah
mendapatkan persetujuan dari pihak perusahaan.
2. Analisis dan Pengolahan Data
Setelah semua data yang diperlukan terkumpul, maka dilakukan perhitungan
dan analisis data. Penelitian ini menggunakan software Surpac 6.5.1 untuk
mengolah data topografi, blok model, dan desain tambang. Untuk
penjadwalan produksi, penelitian ini menggunakan aplikasi Minesched 7.0
yang terintegrasi ke dalam Surpac.
Tahapan analisis data pada penelitian ini adalah:
a. Menginput Database ke dalam Surpac 6.5.1
Surpac 6.5.1 merupakan perangkat lunak pemodelan tambang yang
digunakan oleh PT. Antam (Persero) Tbk UBPN Sultra. Surpac dapat
mengakomodasi semua aspek dari manajemen informasi teknis mulai
dari perekaman data lubang bor sampai dengan desain tambang. Hasil
data pengeboran yang meliputi data collar, survey, assay, dan geology
dimasukkan kedalam database Microsoft Acces yang selanjutnya akan
dihubungkan dengan Surpac menggunakan database mapper.
b. Estimasi Sumberdaya
Estimasi sumberdaya dilakukan dengan membuat blok model pada
Surpac. Blok model dirancang sesuai dengan data hasil pengeboran yang
selanjutnya digunakan untuk mengestimasi volume bijih nikel di lokasi
penelitian. Tonase bijih diperoleh dengan memasukkan nilai densitas
batuannya, yaitu 1,5 ton/m3. Proses estimasi sumberdaya pada
penelitian ini menggunakan metode Inverse Distance Weighted (IDW)
yang merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan untuk
mengestimasi sumberdaya. Metode ini dipilih karena hasil estimasi
metode ini cukup akurat dan relatif mudah untuk digunakan.
c. Perancangan Pit Limit Penambangan
Batas akhir penambangan (pit limit) merupakan batas wilayah layak
tambang dari cadangan biijih. Pit limit penambangan menentukan
berapa besar cadangan bijih yang akan ditambang yang akan
memaksimalkan nilai bersih total dari bijih tersebut. Perancangan pit
limit penambangan mengacu pada sumberdaya terukur (measured
resource), cutoff grade (COG), dan stripping ratio (SR) yang ditetapkan
oleh perusahaan. Metode penambangan yang digunakan pada PT.
Antam (Persero) Tbk UBPN Sultra pada Bukit Triton adalah open cast
mining dan nilai break even stripping ratio (BESR) yaitu 1:2. Batas nilai
kadar yang ekonomis untuk ditambang (COG) adalah 1,8% Ni.
Perancangan pit limit penambangan menggunakan Surpac 6.5.1.
Perancangan pit limit penambangan menggunakan parameter geoteknik:
1. Tinggi jenjang: 10 m
2. Lebar jenjang minimum: 4 m
3. Lebar jalan tambang (ramp): 15 m
4. Sudut kemiringan (single slope): 60o
d. Estimasi Cadangan Bijih Nikel
Estimasi cadangan bijih nikel merupakan tahap lanjutan dari hasil
estimasi sumberdaya nikel. Pada tahapan ini mulai diterapkan batasan-
batasan teknis maupun ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari
model sumberdaya bijih nikel yang telah dimodelkan sebelumnya.
Jumlah bijih yang dapat diperoleh juga diharapkan telah dapat diketahui
pada tahapan estimasi cadangan ini. Perhitungan cadangan bijih
mengacu pada rancangan pit limit penambangan dan peta topografi
daerah penelitian.

e. Perhitungan Produktivitas Alat Berat


Produktivitas alat berat dihitung dengan menggunakan data cycle time
dan spesifikasi alat berat pada program Microsoft Excel. Hasil
perhitungan produktivitas selanjutnya akan digunakan sebagai dasar
untuk penjadwalan produksi.
f. Penjadwalan Produksi
Proses penjadwalan produksi pada penelitian ini menggunakan aplikasi
Minesched 7.0 yang terintegrasi ke dalam Surpac. Proses penjadwalan
produksi mengacu pada blok model dan pit limit yang dirancang di
Surpac yang selanjutnya dijadwalkan sesuai dengan target dan
parameter-parameter yang ada.
g. Perancangan sequence
Perancangan sequence penambangan merupakan tahapan penting
dalam suatu perancangan geometri penambangan. Rancangan sequence
penambangan menentukan lokasi awal penambangan hingga batas akhir
dari kegiatan penambangan. Perancangan sequence atau tahap-tahap
penambangan ini membagi pit limit menjadi unit-unit perencanaan yang
lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Hal ini akan membuat masalah
perancangan tambang tiga dimensi yang kompleks menjadi lebih
sederhana. Perancangan sequence penambangan mengacu pada nilai
striping ratio dan target produksi yang direncanakan pada Bukit Triton
oleh perusahaan yaitu 1.100 ton tiap bulan.
Gambar 3. Flow Chart Penelitian

IX. JADWAL KEGIATAN

Rencana penjadwalan pelaksanaan tugas akhir adalah sebagai berikut:

Bulan Februari 2015 Maret 2015

Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4
Studi literatur              
Pengolahan Data              
Penyusunan Draft              
X. PENUTUP

Demikian proposal permohonan Tugas Akhir ini, saya ajukan sebagai syarat
untuk melaksanakan Tugas Akhir. Besar harapan saya agar proposal ini dapat
diterima dan saya sampaikan terima kasih atas perhatian dan bantuan semua
pihak demi suksesnya pelaksanaan Tugas akhir ini.

XI. DAFTAR PUSTAKA

Dagdelen, K. 2001. Open Pit Optimization – Strategies for Imrpoving Economics


of Mining Projects Through Mine Planning. International Mining Congress
and Exhibition of Turkey (IMCET 2001). ISBN 975-395-417-4.

Hartman.,H.,L. 1987. Introductory Mining Engineering. John Willey & Sons, Inc:
Canada.

Hustrulid, W., Kuchta, M., 1996. Open Pit Mine Planning and Design, Volume 1-
Fundamentals. A. A. Balkema Publishers: Leiden/ London/ New York/
Philadelphia/ Singapore.

Lee, T,D., 1984, Planning and Mine Feasibility Study-an Owners Perpective,
Proceedings of The 1984 NWMA, Short Course ‘Mine Feasibility-Concept to
Completion’, Spokane, WA.

Sasongko.,W., 2009. Pemodelan Optimasi Pit Tambang Terbuka Batu bara:


Pendekatan Instrumental Pit Expansion dan Model Cash Flow”. UGM:
Yogyakarta.

Prijono, A. 1977. The Indonesian Mining Industry ; Its Present and Future.,
Indonesian Mining Association.,Jakarta.

Thompson, R.J., 2005, Surface Trip Coal Mining Handbook, South African Colliery
Managers Association.

Anda mungkin juga menyukai