Anda di halaman 1dari 2

1.

Penyebab terjadinya sengketa internasional bisa jadi karena beberapa hal sebagai
berikut:
a. Geopolitik
b. Wanprestasi dari negara
c. Ekonomi-politik
d. Perbedaan prinsip hukum
e. Energi
f. Budaya dan ideologi

2. Ada beberapa prinsip umum ketika ingin berhadapan dengan mahkamah internasional
maupun penyelesaian sengketa di lingkungan yang lain, diantaranya:
a. Prinsip non-intervensi
b. Prinsip equitas
c. Bono fides
d. Keadilan
e. Prinsip kebebasan menentukan nasib sendiri

Ketika negara-negara ingin menyelesaikan sengketa di lingkungan peradilan manapun,


harus ada konsensus dari semua pihak untuk menjalankannya – ini adalah syarat yang
terpenting sebelum yang lain. Baru setelah basis ini dipastikan, maka baru sistem peradilan bisa
dijalankan dengan prinsip-prinsip selanjutnya.

3. Jenis-jenis penyelesaian sengketa dengan cara litigasi:


a. Arbitrase
b. Mahkamah Internasional, permanen maupun ad hoc

Adapun dengan cara-cara diplomatis, seperti:

a. Negosiasi
b. Penyelidikan
c. Bono fides
d. Mediasi
e. (re)konsiliasi
4. Kelebihan dan kekurangan dari cara-cara tersebut bisa diuraikan sebagai berikut:
a. Arbitrase. Cukup straightforward dan dilihat netral karena menggunakan sistem
third-party sebagai pemutus, walaupun putusan bisa saja tendensius pada akhirnya
ketika melihat kepentingan para pihak yang pasif dan rentan wanprestasi.
b. Mahkamah Internasional dan lembaga ad hoc lainnya. Rule of Law lebih
terkedepankan berdasarkan kompetensi hukum, walaupun tidak bisa selalu
mengakomodir latar belakang jenis dan filosofi hukum tiap negara.
c. diplomatis. Lebih tepat ketika mengincar penyelesaian yang lebih utilitarian,
walaupun proses yang bisa jadi lebih lama dan kompleks.

5. Cemex Asia Holdings vs. Indonesia adalah sebuah kasus berkenaan dengan saham yang
terjadi pada tahun 1998 hingga 2007. Dimulai dari peraturan pemerintah yang pada saat
itu mengakibatkan pemisahan saham PT. Semen Padang dari PT. Semen Gresik, yang
mana Cemex adalah salah satu pemegang saham di sana. Inisiasi Cemex adalah
permintaan ganti rugi sebesar $ 500.000.000, dengan membawa kasus tersebut ke
lingkungan Arbitrase Internasional. Indonesia lanjutnya mencoba untuk bernegosiasi,
dengan menawarkan saham Semen Gresik kepada Cemex. Lambat laun, 2003, dan
penawaran tersebut tidak terlaksana, yang mana kemudian Cemex mengajukan kembali
kasus tersebut ke ICSID, namun Indonesia tidak menunjukan konsensus yang jelas atas
proses litigasi tersebut. Dengan demikian, Indonesia kemudian kembali menawarkan
80% saham Semen Gresik sebagai upaya ganti ruginya. Kasus tidak menemukan titik
terang, 2007, dan kemudian masing-masing pihak Indonesia dan Cemex menarik berkas
dari ICSID.
Dari kasus tersebut bisa dilihat bagaimana sebuah negosiasi bisa berlangsung
begitu alot, sedangkan jika semua pihak konsisten dengan pilihan arbitrase, maka
keputusan akan lebih cepat terjadi dan mungkin Indonesia hanya akan dibebankan
dengan membayarkan tunai ganti rugi seperti permintaan inisial dari Cemex, dan rule of
law, prevail.

Anda mungkin juga menyukai