INFORMASI UMUM
Nama Sekolah SMK Negeri 1 Talamau Tahun Ajaran 2022/2023
Kelas/ Semester XI/ 1 (Ganjil) Mapel Agribisnis Ternak
Ruminansia
Alokasi Waktu 2 x 45 menit (1 Guru Sutri Riyanti,S.Pt
pertemuan)
Jurusan ATR Fase/ Elemen F/ Seleksi bibit ternak
5
Deskripsi/ Capaian Pada akhir fase F, peserta didik dapat menerapkan dan
Pembelajaran melakukan seleksi bibit ternak, pengadaan bibit ternak
jantan dan betina, standar mutu ternak, penentuan
umur ternak, reproduksi ternak (pengamatan siklus
birahi, perkawinan ( buatan dan alami ), kebuntingan
( pemeriksaan kebuntingan ), kelahiran ( persiapan
kelahiran dan pertolongan kelahiran ), serta
penanganan gangguan reproduksi
Kompetensi Awal Dasar-dasar Agribisnis Ternak
Profil Pelajar Pancasila a. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
berakhlak Mulia
b. Mandiri
c. Bernalar Kritis
d. Kreatif
Sarana & Prasaran yang PC/Laptop, Jaringan internet, HP, Buku paket/handout, lcd proye
Digunakan kyor, video tentang bentuk usaha peternakan, LKPD
Target Peserta Didik Peserta didik reguler
Model Pembelajaran yang Tatap muka terbatas.
Digunakan Model problem based learning dengan metode ceramah, diskus
i, penugasan, dan presentasi.
KOMPONEN INTI
Tujuan Pembelajaran
5.1 Peserta didik dapat menerapkan dan melakukan seleksi bibit pada ternak ruminansia deng
an baik dan penuh tanggung jawab
Pemahaman Bermakna
Seleksi bibit sangat perlu dilakukan untuk mendapatkan ternak yang unggul.
Pertanyaan Pemantik
Pertemuan 1
1. Apakah kalian tahu tentang seleksi bibit ternak?
Persiapan Pembelajaran
1. Menyiapkan WA grup dan mengabsen siswa.
2. Guru membuat slide tentang video profil
3. Guru membuat LKPD berisi seleksi bibit pada ternak ruminansia
4. Guru menyusun asesmen yang akan digunakan selama proses dan akhir kegiatan
pembelajaran.
Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1
Pendahuluan ( 20 menit)
1. Peserta didik dan Guru memulai dengan berdoa bersama.
2. Peserta didik disapa dan melakukan pemeriksaan kehadiran bersama dengan guru.
3. Peserta didik bersama dengan guru membahas tentang kesepakatan yang akan diterapkan
dalam pembelajaran
4. Peserta didik dan guru berdiskusi melalui pertanyaan pemantik.
Proses seleksi dapat berlangsung secara alami maupun seleksi oleh tenaga
ahli (seleksi buatan). Seleksi alam berlangsung secara alami akibat kondisi alam
bukan karena perlakuan yang sengaja dilakukan oleh manusia. Contoh seleksi
alam adalah teori Darwin mengenai ―The origin of different species‖. Tujuan dari
proses seleksi alam tidak dapat dipastikan arahnya. Para pengamat dan peneliti
dapat berkontribusi dalam menduga arah, mencegah atau memperlambat proses,
serta melakukan tindakan semacam gerakan mendukung atau menghambat proses
seleksi alam dari berbagai bidang ilmu. Sebagai contoh keberadaan banteng (Bos
javanicus d‘Alton) yang terancam punah karena terjadi tren penurunan populasi,
baik di dunia maupun di Indonesia. Di Jawa Timur terdapat beberapa kawasan
konservasi yaitu Taman Nasional Baluran (TNB), Taman Nasional Alas Purwo
(TNAP) dan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Kawasan konservasi ini
merupakan habitat alami ternak tersebut. Peneliti dari berbagai instansi dan
kepakarannya dalam berbagai ilmu turut melakukan observasi dan tindakan untuk
mendukung upaya konservasi banteng di habitat aslinya. Parameter yang diamati
dapat berupa updating data populasi dan ancaman banteng, mengevaluasi daya
dukung habitat banteng, menghitung home range banteng pada habitat alaminya
dengan melihat komposisi dan strukur vegetasi, ketersediaan pakan, ketersediaan
air, ketersediaan covering, serta home range banteng.
Contoh berikutnya adalah mengenai kemurnian genetik sapi bali yang
mulai terancam. Erosi genetik atau seleksi negatif dan hibridisasi menurunkan
kualitas dari keturunan ternak ini. Seleksi negatif terjadi di Indonesia bagian
Timur karena banyaknya sapi berkualitas tinggi yang dikirim keluar sehingga di
daerah tersebut hanya menyisakan ternak berkualitas rendah untuk
dikembangbiakkan. Oleh sebab itu, produktivitas sapi pada pulau tersebut sangat
rendah. Seleksi negatif tersebut mengakibatkan sapi yang dihasilkan memiliki
bobot badan rendah sehingga daerah Indonesia bagian Timur tidak lagi menjadi
pemasok/penghasil sapi. Hibridisasi atau kawin persilangan telah dilakukan di
hampir seluruh wilayah termasuk di Bali. Sapi bali secara khusus dikembangkan
di Bali untuk mempertahankan genetik asli. Namun saat ini persilangan sapi bali
dan sapi lainnya sudah diijinkan. Proses seleksi secara alami menentukan
persebaran populasi ternak di dunia. Berikut disajikan contoh distribusi dan
domestikasi ternak sapi (Gambar 20).
2 cara, yakni seleksi tradisional dan seleksi kuantitatif. Seleksi tradisional yakni
melakukan kastrasi pada pejantan yang tidak unggul sehingga mencegah adanya
keturunan dari pejantan tersebut. Seleksi kuantitatif dilakukan berdasar hasil
perhitungan. Dasar pemilihan bibit pada ternak ruminansia diantaranya:
Dalam modul ini akan difokuskan dalam memilih bibit ruminansia tipe
pedaging, dimana ternak harus memiliki laju pertumbuhan yang cepat, cepat
mencapai dewasa tubuh, efisiensi pakan tinggi, kualitas daging yang dihasilkan,
tubuh berbentuk persegi empat (ciri tipe pedaging), proporsi tubuh ideal, serta
tidak cacat.
2. Pemilihan Ternak Berdasarkan Keturunan
Salah satu rumpun sapi potong lokal Indonesia yang wilayah sebarannya
di provinsi Nusa Tenggara Timur dan beberapa daerah lainnya, mempunyai
karakteristik bentuk fisik dan komposisi genetik serta kemampuan adaptasi pada
berbagai lingkungan di Indonesia. Proporsi tubuh sapi sumba ongole SNI
disajikan pada Tabel 4.
Umur Parameter
Satuan Kelas
(bulan) (minimum)
Jantan I II III
Umur Persyaratan
(bulan) Parameter Satuan (minimum)
Jantan
Tinggi pundak cm 92
18 - 24 Panjang badan cm 94
Lingkar dada cm 111
Lingkar skrotum cm 20
Tinggi pundak cm 100
24 - 36 Panjang badan cm 108
Lingkar dada cm 124
Lingkar skrotum cm 21
Betina
Tinggi pundak cm 91
18 - 24 Panjang badan cm 93
Lingkar dada cm 110
Tinggi pundak cm 99
24 - 36 Panjang badan cm 104
Lingkar dada cm 123
Sumber: SNI (2015)
c. Sapi Aceh
Sapi Aceh merupakan sapi lokal Indonesia dengan tujuan produksi sebagai
penghasil daging. Kelebihan dari jenis sapi ini adalah kemampuan adaptasinya
pada lingkungan yang kurang mendukung. Ciri khusus secara lengkap dapat
diunduh pada laman:
http://bibit.ditjenpkh.pertanian.go.id/sites/default/files/SNI%207651.3-
2013%20Bibit%20sapi%20potong%20-20Bagian%203%20%20Aceh.pdf.
Proporsi tubuh sapi aceh sesuai SNI disajikan pada Tabel 6.
Umur Kelas
Parameter Satuan
(bulan) I II III
Jantan
Tinggi pundak (min.) cm 112 109 105
Lingkar dada (min.) cm 143 140 135
24 - 36 Panjang badan (min.) cm 116 113 107
Lingkar skrotum (min.) cm 24
Betina
Tinggi pundak (min.) cm 90 88 86
Lingkar dada (min.) cm 99 97 94
15 - 18 Panjang badan (min.) cm 87 84 82
Lebar pinggul (min.) cm 32 30 29
Sumber: SNI (2013)
d. Sapi Madura
2013%20bibit%20sapi%20madura.pdf
Umur Kelas
(bulan) Parameter I II III
Jantan
Lingkar dada (min) 144 138 126
Tinggi gumba/pundak (min) 122 117 107
Panjang badan (min) 120 114 102
Lingkar skrotum (min) 19
Lingkar dada (min) 169 161 145
Tinggi gumba/pundak (min) 131 126 116
Panjang badan (min) 141 134 120
Lingkar skrotum (min) 22
Umur Kelas
(bulan) Parameter I II III
Lingkar dada (min) 191 184 170
Tinggi gumba/pundak (min) 136 132 124
Panjang badan (min) 147 142 132
Lingkar skrotum (min) 25
e. Sapi Brahman
8.
Jantan
24 - 36 Lingkar dada cm 168 165 162
minimum
Tinggi pundak cm 142 139 136
minimum
Panjang badan cm 139 135 131
minimum
Tinggi pinggul cm 139 137 135
minimum
Bobot badan kg 361 350 339
minimum
Lingkar scrotum cm 32 - 36
Umur Parameter Satuan Kelas I Kelas II Kelas III
minimum
Betina
8 - 24 Lingkar dada cm 159 157 154
minimum
Tinggi pundak cm 120 117 114
minimum
Panjang badan cm 132 127 121
minimum
Tinggi pinggul cm 134 132 129
minimum
Bobot badan kg 328 320 310
minimum
24 - 30 Lingkar dada cm 162 161 160
minimum
Tinggi pundak cm 128 124 120
f. Sapi Bali
2017%20Bibit%20sapi%20potong%2C%20Bagian%204%20Bali.pdf. Proporsi
tubuh sapi bali sesuai SNI disajikan pada Tabel 9.
Umur Kelas
(Bulan)
I II III
Jantan
Tinggi pundak cm 115 110 105
18 - 24 Panjang badan cm 125 120 115
Lingkar dada cm 155 147 142
24 - 36 Panjang badan cm 133 124 119
Lingkar dada cm 179 158 148
Lingkar skrotum cm 26
Betina
Umur Kelas
I II III
Jantan
Tinggi pundak cm 128 125 122
Panjang badan cm 134 127 124
18 - 24 Lingkar dada cm 152 148 144
Lingkar skrotum cm 26
Tinggi pundak cm 133 130 127
Panjang badan cm 139 133 129
24 - 36 Lingkar dada cm 175 160 149
Lingkar skrotum cm 26
Betina
Tinggi pundak cm 119 116 113
18 - 24 Panjang badan cm 120 118 117
Lingkar dada cm 138 134 130
Tinggi pundak cm 129 125 121
24 - 36 Panjang badan cm 132 129 127
Lingkar dada cm 161 156 139
Sumber: SNI (2015)
h. Kambing Peranakan Etawah (PE)
j. Kerbau Pampangan
Tabel 13.
k. Kerbau Kalimantan
14.
Penilaian tubuh ternak atau judging dilakukan untuk melihat kualitas fisik
tubuh ternak. Langkah awal dalam mempelajari cara judging adalah dengan
mengetahui bagian tubuh ternak. Bagian tubuh antara ternak dengan jenis kelamin
jantan maupun betina pada dasarnya sama. Perbedaan mendasar terlihat pada
bagian tertentu seperti bagian reproduksi.
Bagian tubuh sapi betina yang menonjol adalah ambing. Ambing pada sapi
betina mereprentasikan produksi susu yang dapat dihasilkan. Organ reproduksi
pada ternak jantan yaitu testis. Ukuran testis sebanding dengan volume semen
yang dapat dihasilkan oleh pejantan. Testis yang cacat atau kelainan skrotum
mempengaruhi produksi dan kualitas sperma termasuk hormon testosteron yang
mempengaruhi kesuburan dan kinerja. Berikut disajikan bagian tubuh sapi jantan
dewasa (Gambar 22).
a b c
d e
f g h
i j k
Gambar 23. Judging ternak
Sumber: Khan (2016)
Selain proporsi dan ukuran tubuh, terdapat kriteria seleksi lain seperti
berat badan pada umur tertentu maupun kecepatan pertumbuhan. Sebagian besar
pusat pembibitan di dunia menggunakan berat badan (kelahiran, sapih, bobot 1
tahun) dan pengukuran tubuh (tinggi, panjang tubuh, panjang jantung) sebagai
kriteria pemilihan ternak. Beberapa studi menunjukkan bahwa bobot badan ternak
pada usia 365 hari digunakan sebagai kriteria seleksi sapi bali, sapi ongole, sapi
Peranakan Ongole (PO), sapi bhagnari x driedmaster, sapi hanwoo dan sapi
nelore. Sapi jantan dan sapi muda yang dipilih harus diseleksi lanjut dengan tes
kinerja sebagai proses seleksi akhir pada sapi potong. Tes kinerja dilakukan
selama 9 bulan pada sapi bali (usia 1 hingga 2 tahun) dengan bobot badan 261,56
kg, tinggi 17,61 cm, panjang tubuh 123,08 cm, dan panjang jantung 156,89 cm.
Seleksi dengan kriteria umur pada sapi pedaging dilakukan pada sapi
muda usia 18 bulan. Sapi muda memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat
dibanding sapi berumur tua. Selain itu, ternak sapi yang lebih muda (umur 1 - 2,5
tahun) mempunyai tekstur daging yang lebih halus, kandungan lemak yang lebih
rendah, dan warna lemak daging yang lebih muda sehingga menghasilkan daging
dengan keempukan yang lebih baik dibandingkan sapi tua (umur diatas 2,5 tahun).
Umur sapi yang baik/ideal untuk digemukkan berkisar antara 1 - 2,5 tahun. Hal ini
juga tergantung dari kondisi ternak sapi. Sapi jenis simmental dan limousin dan
silangannya baik digunakan untuk penggemukan adalah dengan kisaran bobot
badan 380 - 500 kg, sedangkan sapi PO sekitar 250 - 350 kg. Sapi jenis ini ideal
apabila digemukkan dalam waktu singkat antara 100 - 150 hari.
47
Gambar 26. Pengukuran lingkar skrotum
4
menghasilkan produksi susu yang sedikit. Pada usia 2,5 tahun seekor sapi
simmental dapat memiliki berat hingga 1.000 kg. Hal ini yang menyebabkan
4
inseminasi buatan dilakukan secara kontinu di Indonesia. Di sisi lain, inseminasi buatan
tersebut dilakukan langsung di lapangan sehingga anakan belum bisa beradaptasi
dengan iklim lokal, pakan, serta penyakit. Perubahan genetik sapi lokal terutama
faktor genetik yang mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan ternak dalam
jangka panjang harus diidentifikasi. Hal ini disebabkan karena variasi genetik
berkorelasi dengan faktor kesehatan, penurunan variabilitas genetik yang mungkin
dapat membatasi kemampuan populasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan
seperti perubahan iklim, penyakit, atau parasit.
Daftar Pustaka
Maulani, Sirojul, 2021, Dasar – Dasar Peternakan Semester 1, Kemdikbud RI
Nugroho, Caturto Priyo , 2013, Agribisnis Ternak Ruminansia 1, Kemendikbud RI.
Asesmen
ASESMEN DIAGNOSTIK
Asesmen Diagnostik Non Kognitif
1. Bagaimana kondisi hari ini?
2. Apakah anda senang mengikuti pelajaran hari ini?
ASESMEN FORMATIF 1
1. Apakah yang disebut dengan Rantai Pasok?
2. Sebutkan aspek rantai pasok!
3. Apa saja yang termasuk dalam awal rantai pasok?
4. Sebutkan sarana produksi yang diperlukan dalam peternakan!
5. Sebutkan jenis – jenis persediaan dalam rantai pasok pada peternakan!
Kunci Jawaban dan pedoman penskoran
NO KUNCI JAWABAN SKOR
1 Integrase aktivitas yang berawal dari pengadaan jasa dan barang, 2
barang jadi, mengubah bahan baku menjadi bahan proses dan
mengantarkan barang kepada pelanggan dengan efisien.
2 Pendekatan yang digunakan, dampak pada pengendalian 2
biaya, meningkatkan kualitas pelayanan perusahaan
3 Bibit ternak 2
4 Pakan, obat – obatan dan perlatan 2
5 Bahan baku, bahan setengah jadi, barang komoditas dan 2
barang proyek
50
TOTAL SKOR 10
51
RUBRIK ASESMEN PRESENTASI HASIL AKTIVITAS PRAKTIK 1
INSTRUMEN PENILAIAN: PROSES DAN HASIL BELAJAR
ASPEK Belum Kompeten (0-6) Cukup Kompeten (6-7) Kompeten (8-9) Sangat Kompeten (10)
Menjelaskan Peserta didik tidak terlibat dalam Peserta didik terlibat dalam Peserta didik terlibat dalam Peserta didik terlibat dalam
Klasifikasi diskusi untuk mengklasifikasi diskusi Klasifikasi Industri diskusi Klasifikasi Industri diskusi Klasifikasi Industri
Industri Industri Peternakan Peternakan namun kurang aktif Peternakan secara aktif tetapi Peternakan secara aktif dan
Peternakan menutup diri untuk diskusi terbuka untuk diskusi
Hasil penyusuna Peserta didik tidak Peserta didik kurang mampu Peserta didik kurang mampu Peserta didik kurang mampu
cara makalah menyusun makalah mengidentifikasi permasalahan dan mengidentifikasi permasalahan dan mengidentifikasi permasalahan
presentasi kurang mampu dalam menyusun mampu dalam menyusun makalah dan kurang mampu dalam
makalah tetapi tidak lengkap menyusun makalah dan lengkap
52
Keterangan :
Siswa yang cukup kompeten diperbolehkan untuk memperbaiki pekerjaannya sehingga mencapai level kompeten
53
PEMBELAJARAN
REMEDIASI
Siswa melakukan
a. Pencarian contoh laporan Profil Perusahaan Peternakan
b. Melakuakn wawancara dengan peternak sapi atau domba tentang proses
pemeliharaan ternak domba dan bagaimana pemasaran produknya.
54