Anda di halaman 1dari 27

PERADABAN ISLAM DI SPANYOL

DAN PENGARUHNYA BAGI RENAISAN DI EROPA


Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu:
Dr. Moh Sulhan, S. Ag, M.Ag
Dr. Komarudin Khalil, M. Ag

Disusun oleh Kelompok 4:

Helmy Shandria Muzanni NIM: 1212060052


Kharisma Putri NIM: 1212060065
Naswa Safinah NIM: 1212060088
Ninda Nur Aidah NIM: 1212060089

PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG

Jalan A.H. Nasution No. 105 Kecamatan Cipadung Kota Bandung 40614
Telp/fax. (022) 7800525
2021

i
KATA PENGANTAR

Assalaamu‟alaikum Warrahmatullaahi Wabarakaatuh.

Puji serta syukur mari kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.
Karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Tak lupa salawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjunan kita, Nabi
Muhammad SAW, beserta umat-Nya yang senantiasa taat dan patuh terhadap ajarannya.
Aamiin Yaa Mujibas Saailiin.

Makalah yang berjudul Peradaban Islam di Spanyol dan Pengaruhnya bagi Renaisan
di Eropa ini kami buat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Sejarah
Peradaban Islam.

Untuk itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:


1. Allah SWT.
2. Dr. Moh. Sulhan, S.Ag., M.Ag dan Dr. Komarudin Khalil, M.Ag., selaku dosen
pengampu yang telah memberikan tugas dan bersedia memberikan bimbingan, arahan,
dan motivasi sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
3. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual yang tiada
hentinya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
4. Rekan-rekan yang telah bekerja sama membantu memberikan saran dan dukungan
sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya mengenai kekurangan dalam pembuatan makalah ini.


Baik itu dalam bentuk penyajian, maupun dalam bentuk penulisan. Hal ini mengingat pada
keterbatasan yang ada pada diri kami. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, kami
menantikan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Demikian yang dapat kami sampaikan.

Wassalaamu‟alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Garut, Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN

A. Masuknya Islam ke Spanyol ............................................................................................ 3


B. Perkembangan Islam di Spanyol ...................................................................................... 5
C. Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol .......................................................................... 15
D. Penyebab Kemunduran dan Kehancuran Peradaban Islam di Spanyol ............................ 20
E. Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa .................................................................. 22
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................................... 23
B. Saran ................................................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Periode klasik Islam telah berakhir. Selanjutnya, ketika Islam memasuki masa
kemunduran, Eropa pun bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja
terlihat dalam bidang politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan
Islam dan bagian dunia lainnya, tetapi terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Bahkan, kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi itulah yang pada akhirnya
mendukung keberhasilan politiknya. Kemajuan-kemajuan Eropa ini tidak bisa dipisahkan
dari pemerintahan Islam di Spanyol.
Spanyol (Andalusia) adalah wilayah bagian benua Eropa yang dikuasai Islam pada
abad pertengahan ke-8 M pada masa Bani Umayyah. Kekuasaan Islam di tanah Andalusia
yang hampir mencapai 8 abad tersebut, tentu meninggalkan sejarah yang tak terlupakan.
Namun demikian, akan terasa menyakitkan untuk dikenang bagi segelintir orang. Periode
pertengahan Eropa yang dicatat sejarah dunia sebagai fase kehidupan yang gelap, keras,
kasar, dan biadab tidaklah sepenuhnya benar. Karena nun di semananjung Iberia benua
Eropa Barat Daya, ditemukan peradaban tinggi sepadan dengan negeri-negeri Islam
tetangganya yang berkilauan bagaikan bintang-bintang di antariksa, layakya negeri
“Seribu Satu Malam.”
Masyarakat Islam Spanyol berada di puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Abdurahman III yang bergelar Al-Nasir. Al-Nasir merupakana cucu dari Abdurahman II.
Abdurahman II adalah khalifah terkaya Andalusia, tidak ada khalifah Andalusia yang
lebih kaya setelahnya. Kemakmuran Andalusia pada masa pemerintahannya membuat
sejarah mencatat eranya sebagai awal kebangkitan peradaban Yunani-Romawi
(Renaisans) Eropa. Rakyat Andalusia merasakan kemakmuran yang melimpah dan
perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin melesat. Di sisi lain, bahasa Arab adalah
bahasa peradaban dan rakyat jelata sepenuhnya terlepas dari buta huruf.
Kedatangan Islam di tanah Andalusia sangat heroik. Disambut dengan gegap gempita,
ditunggu-tunggu kedatangannya oleh rakyat jelata untuk membebaskan mereka dari
cengkraman penguasa yang kejam dan rakus. Islam laksana pemberi cahaya pada
kehidupan manusia yang gelap, kumuh dan kotor, terbelakang, kasar, serta tidak bermoral
menjadi kelompok manusia unggul selama berabad-abad. Dari Islam, Spanyol di Eropa
banyak menimba ilmu. Pada periode klasik, ketika Islam mencapai masa keemasannya,
Spanyol merupakan peradaban Islam yang sangat penting, bahkan menyaingi Baghdad di
timur. Saat itu, orang orang Eropa Kristen banyak belajar di perguruan-perguruan tinggi
Islam di sana. Islam menjadi “guru” bagi orang Eropa. Karena itu, kehadiran Islam di
spanyol banyak yang menarik perhatian para sejarawan.
Namun akhirnya, Islam terusir dari tanah yang dulunya suram dan penuh ketidak
menentuan menuju kehidupan gemerlapan dengan hina. Tekanan dan pengusiran yang
meninggalkan trauma yang mendalam bukan hanya pada orang Muslim dan Yahudi,
namun juga orang-orang Kristen asli Andalusia yang berabad-abad hidup berdampingan
dan bersama di negeri yang sama-sama mereka cintai.
Meskipun Islam telah terusir, namun Islam telah berhasil mengubah wajah Andalusia,
serta mewariskan pemikiran dan peradaban yang mengubah wajah Eropa secara
keseluruhan, yang berabad-abad ditolak kenyataannya oleh masyarakat Eropa sendiri.
Makalah ini akan menceritakan peradaban Islam di Andalusia dan peranannya dalam
Renaisans (kebangkitan kembali) pada abad ke-14 M, serta peninggalannya yang masih
dirasakan hingga saat ini.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses masuknya Islam ke Spanyol?
2. Bagaimana perkembangan Islam di Spanyol?
3. Bagaimana kemajuan peradaban Islam di Spanyol?
4. Apa penyebab kemunduran dan kehancuran peradaban Islam di Spanyol?
5. Bagaimana pengaruh peradaban Islam Spanyol di Eropa?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui proses masuknya Islam ke Spanyol.
2. Untuk mengetahui perkembangan Islam di Spanyol.
3. Untuk mengetahui kemajuan peradaban Islam di Spanyol.
4. Untuk mengetahui penyebab kemunduran dan kehancuran peradaban Islam di
Spanyol.
5. Untuk mengetahui pengaruh peradaban Islam Spanyol di Eropa.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL


Arus ekspansi Islam telah dimulai setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW pada
tahun 632 M dan mencapai puncaknya pada masa khalifah Umayyah. Spanyol diduduki
umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah
menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu provinsi dari dinasti Bani
Umayyah. Penguasaan seluruh Afrika Utara itu terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik
(685-705 M) yang mengangkat Hasan ibn Nu‟man Al-Ghassani menjadi gubernur di
daerah itu. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu‟man sudah digantikan oleh Musa
ibn Nushair. Pada zaman Al-Walid, Musa ibn Nushair memperluas wilayah kekuasaannya
dengan menduduki Aljazair dan Maroko. Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan
ke daerah-daerah bekas kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan sehingga mereka
menyatakan kesetiaannya dan mengucap janji untuk tidak membuat berbagai kekacauan
seperti yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Penaklukan atas wilayah Afrika Utara
itu pertama kali dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani
Umayyah yang memakan waktu selama 53 tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa
pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan) sampai tahun 83 H (masa Al-Walid). Sebelum
dikalahkan dan kemudian dikuasai Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang
menjadi basis kekuasaan kerajaan Romawi, yaitu Kerajaan Gothic/Visigothic. Kerajaan
ini sering menghasut penduduk agar melakukan kerusuhan dan menentang kekuasaan
Islam. Setelah kawasan ini benar-benar dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan
perhatiannya untuk menaklukan Spanyol. Dengan demikian, Afrika Utara menjadi batu
loncatan bagi kaum muslimin dalam penaklukan wilayah Spanyol.
Ada tiga pahlawan Islam yang paling berjasa dalam mempimpin satuan-satuan
pasukan dalam misi proses penaklukan Spanyol, mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq
ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dikenal sebagai perintis dan penyelidik. Ia
menyeberangi selat yang berada di antara Marokko dan benua Eropa itu dengan pasukan
perang, lima ratus orang di antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah
kapal yang disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu, Tharif tidak mendapat
perlawanan yang signifikan. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara dengan membawa
harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan
kemelut yang terjadi dalam tubuh Kerajaan Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada
saat itu, serta dorongan besar untuk memperoleh harta rampasan perang, Musa ibn
Nushair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak tujuh ribu orang di
bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Thariq ibn Ziyad lebih terkenal sebagai penakluk Spanyol karena pasukannya yang
lebih banyak dan hasilnya yang lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagaian besar suku
Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim
Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi selat di bawah pimpinan Thariq
ibn Ziyad. Gibraltar (Jabal Thariq) merupakan sebuah gunung tempat pertama kali Thariq
dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya. Dengan dikuasainya daerah ini,
maka terbukalah pintu yang sangat lebar untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di

3
suatu tenpat yang bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari peristiwa
tersebut, Thariq dan pasukannya terus menaklukan kota-kota penting, seperti Cordova,
Granada, dan Toledo (Ibu kota Kerajaan Visigothik saat itu). Sebelum Thariq
menaklukan kota Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di
Afrika Utara. Masa pengiriman pasukan tambahan pasukan sebanak lima ribu orang
sehingga jumlah pasukan Thariq seluruhnya adalah 12.000 orang. Jumlah ini belum
sebanding dengan pasukan Ghotic yang jauh lebih banyak, yaitu 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad ini, membuka jalan untuk
penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nuhair perlu melibatkan
diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud membantu perjuangan Thariq.
Dengan satu pasukan yang besar, ia berangkat menyeberangi selat itu hingga satu per satu
kota yang dilewatinya dapat ia taklukan. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia,
Karmona, Seville, dan Merida serta mengalahkan penguasa Kerajaan Gothic, Theodormir
di Orihuela bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari
Saragosa hingga Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa pemerintahan Khalifah
Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M. Sasaran kali ini ditujukan untuk menguasai
daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan
kepada Al-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan akhirnya ia terbunuh pada tahun 102 H.
Selanjutnya, pimpinan diserahkan kepada Abd Al-Rahman ibn Abdullah Al-Ghafiqi.
Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordesu, Poiter dan dari sini mencoba
menyerang kota Tours. Akan tetapi, di antara kota Poiter dan Tours itu ia ditahan oleh
Charles Martel, sehingga penyerangan ke Prancis gagal dan tentara yang dipimpinnya
mundur kembali ke Spanyol.
Setelah itu, masih terdapat berbagai penyerangan, seperti ke Avirignon pada tahun
734 M, ke Lyon pada tahun 743 M, dan ke pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah.
Majorca, Corsia, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus, dan sebagian dari Sicilia juga jatuh ke
tangan Islam di zaman Bani Umayyah. Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum
muslimin yang pergerakannya dimulai pada permulaan abad ke-8 M ini, telah
menjangkau seluruh Spanyol dan melebar jauh menjangkau Prancis Tengah serta bagian-
bagian penting daerah Italia.
Pencapaian berbagai kemenangan oleh umat Islam tampaknya begitu mudah. Namun
tentu saja, hal tersebut tidak dapat dipisahkan dengan faktor eksternal dan internal yang
dianggap menguntungkan.
Faktor eksternal yang dimaksud merupakan suatu kondisi yang terdapat di dalam
negeri Spanyol sendiri. Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi
sosial, politik, dan ekonominya terbilang dalam keadaan menyedihkan. Dalam aspek
politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil.
Bersamaan dengan itu, penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama
yang dianut oleh penguasa, yaitu aliram Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain,
yaitu Yahudi. Penganut agama Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk
Spanyol dipaksa dibaptis menurut ajaran agama Kristen, yaitu yang tidak bersedia disiksa
dan dibunuh secara brutal. Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas sehingga keadaan
mereka dipenuhi kesengsaraan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam
situasi seperti itu, kaum tertindas sangat menanti kedatangan juru penebas dan juru

4
pembebasnya yang mereka temukan dari orang Islam. Sejalan dengan hal itu, seperti yang
dikatakan oleh Imamudin, ketika Afrika (Timur dan Barat) menikmati kenyamanan dalam
segi material, kebersamaan, keadilan, dan kesejahteraan, tetangganya di jazirah Spanyol
berada dalam keadaan yang menyedihkan di bawah kekuasaan tangan besi, yaitu
penguasa Visigothic. Di sisi lain, kerajaan berada dalam keadaan kritis yang
mengakibatkan penderitaan dalam setiap lapisan masyarakat. Akibat perlakuan keji,
koloni-koloni Yahudi yang dianggap penting menjadi tempat perlawanan dan
pemberontakan. Perpecahan dalam negeri Spanyol ini banyak membantu keberhasilan
Islam di tahun 711 M. Perpecahan itu sangat banyak coraknya dan sudah ada jauh
sebelum kerajaan Gothic berdiri.
Perpecahan politik pun turut memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Ketika
Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh. Padahal, saat
Spanyol berada di bawah pemerintahan Romawi, pertanian maju pesat berkat kesuburan
tanahnya. Hal demikian juga berlaku dalam bidang pertambangan, industri, dan
perdagangan karena didukung oleh sarana transportasi yang baik. Setelah kesejahteraan
masyarakat menurun bahkan lumpuh, hektaran tanah dibiarkan terlantar tanpa digarap,
beberapa pabrik tutup, dan antara suatu daerah dengan daerah lain sulit dilalui akibat
jalan-jalan yang tidak mendapat perawatan.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama disebabkan oleh
keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan raja
Roderick, raja Gothic terakhir yang dikalahkan Islam.
Awal kehancuran kerajaan Gothic adalah ketika Raja Roderick memindahkan ibu kota
negaranya dari Seville ke Toledo, sementara Witriza, yang saat itu menjadi penguasa atas
wilayah Toledo, serta Achila, keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk
menjatuhkan Roderick. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan kaum
muslimin. Sementara itu, terjadi pula konflik antara Roderick dengan ratu Julian, mantan
penguasa wilayah Septah. Julian juga bergabung dengan kaum muslimin di Afrika Utara
dan mendukung usaha umat Islam untuk menguasai Spanyol. Julian bahkan memberikan
pinjaman empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Thariq, dan Musa.
Hal lain yang menguntungkan bagi tentara Islam adalah tentara Roderick yang terdiri
dari para budak yang tertindas yang tidak lagi mempunyai semangat perang. Selain itu,
orang Yahudi yang selama ini tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan
bantuan bagi perjuangan kaum muslimin.
Di sisi lain, yang dimaksud dengan faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat
dalam tubuh penguasa, tokoh-tokoh pejuang, dan para prajurit Islam yang terlibat dalam
penaklukan wilayah Spanyol pada khususnya. Para pemimpin adalah tokoh-tokoh yang
kuat serta bala tentaranya yang kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka pun
cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan. Suatu sikap yang tak kalah
pentingnya adalah ajaran Islam yang ditujukan kepada para tentara Islam, yaitu sikap
toleransi, persaudaraan, dan tolong-menolong. Sikap toleransi dan persaudaraan agama
yang ada pada pribadi kaum muslimin itulah yang menyebabkan penduduk Spanyol
menyambut kehadiran Islam di daerahnya.
B. PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL
Sejak pertama kali menginjakan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir di sana, Islam memainkan peranan yang sangat besar. Dengan dasar
pemerintahan yang berlandaskan ajaran Islam, yakni kebersamaan hak dan kewajiban,

5
serta persaudaraan menjadikan keberadaan Islam di tanah Spanyol dapat bertahan dalam
waktu yang cukup lama. Masa kekuasaan Islam di tanah Spanyol berlangsung lebih dari
tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat
dikelompokkan menjadi enam periode, yaitu:
1. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang
diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Abdul Aziz,
sebagai pengganti Musa (yang sebelumnya merupakan Gubernur Tangier sekaligus
Gubernur Andalusia) menjadi wali setelah Musa dipanggil ke Damaskus. Abdul Aziz,
yang pemerintahannya masih berpusat di Sevile, merupakan seorang penguasa yang
adil dan dicintai oleh rakyat, memerintah pada tahun 714-716 M. Setelah Abdul Aziz
terbunuh, para tentara mengangkat Ayub Ibn Habib (716 M), tetapi tidak mendapat
restu dari Gubernur Jenderal dan Khalifah. Selanjutnya, Andalusia dipimpin oleh Al-
Hurr ibn Abdurrahman (716-718 M). Pada masa itu, Islam berhasil menaklukkan
Prancis Selatan dan Septimania. Di mana pada saat itu, ibu kota pemerintahan
dipindahkan dari Sevile ke Cordova. Namun akhirnya, Al-Hurr ibn Abdurrahman
terbunuh oleh persatuan Kristen yang sangat kuat. Selanjutnya, Al-Anbasah ibn
Sahim (721-725 M) diangkat menjadi wali di Andalusia. Ia adalah seorang pemimpin
yang adil dan seorang administrator yang ulung. Akan tetapi, karena kebencian orang
Kristen yang mendalam, akhirnya ia dibunuh dalam suatu perjalanan. Sselama enam
tahun setelahnya, ada enam penguasa, namun tak ada satu pun yang cakap dalam
memimpin.
Pada periode ini, stabilitas politik Spanyol belum tercapai secara sempurna.
Berbagai gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan
dari dalam berupa perselisihan di antara penguasa, terutama akibat perbedaan
pandangan antara khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di
Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa merekalah yang paling berhak menguasai
daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur)
Spanyol dalam jangka waktu yang sangat singkat. Perbedaan pandangan politik itu
menjadi sebab seringnya terjadi perang saudara. Hal tersebut berkaitan dengan konsep
etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri,
terdapat dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu suku Qasy dari Arab Utara
dan Arab Yamani dari Arab Selatan. Perbedaan etnis ini sering kali menimbulkan
konflik politik, terutama saat tak ada figur yang tangguh. Hal itu yang menjadi sebab
di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan
kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang
bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk
kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus membentengi dan memperkuat diri.
Setelah berjuang lebih dari lima ratus tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam
dari bumi Spanyol.
Akibat sering terjadi konflik internal dan peperangan dalam menghadapi
musuh dari luar, maka dalam periode ini, Islam Spanyol belum memasuki tahap
pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan
datangnya Abd Al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138 H/755 M.
Kondisi politik pada masa ini dikatakan tidak stabil, mengingat banyaknya
gangguan yang datang, baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam
berupa persaingan antara kalangan elit lokal dan perbedaan kasta. Di antara umat
Islam sendiri, ada perselisihan di antara para penguasa dan persaingan kesukuan.
Sedangkan, gangguan dari pihak luar, berupa gangguan dari musuh-musuh Islam yang

6
tidak pernah berhenti menyusun siasat untuk menghancurkan dan mengusir Islam dari
Andalusia. Meskipun demikian, bagi rakyat asli Andalusia, kehadiran Islam telah
memancarkan cahaya dalam kehidupan mereka yang selama ini berada dalam
kegelapan.

2. Periode Kedua (755-912 M)


Pada periode ini, Spanyol diperintah oleh seorang amir (panglima atau
gubenur), tetapi tidak tunduk pada pemerintahan pusat yang dipegang oleh
kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang
berasal dari keturunan Bani Umayyah dan berhasil lolos dari kejaran Bani Abbas.
Selanjutnya, dia berhasil mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol dalam usia yang
cukup muda, yakni pada akhir usia belasan atau pada memasuki usia kepala dua. Ia
dijuluki Al-Dakhil karena ia merupakan pangeran Bani Umayyah pertama yang
memasuki wilayah Spanyol. Al-Dakhil berkuasa selama 32 tahun, ia tidak pernah
membeda-bedakan perihal suku dan agama. Di satu sisi, ia merupakan sahabat, namun
di sisi lain, ia merupakan seorang lawan yang gagah nan berani di hadapan para
musuh-musuhnya. Selain sebagai Amir, ia juga menjadi Imam Masjid yang
Tawaddu‟, ia membangun masjid yang besar dan menghabiskan 80.000 dinar emas. Ia
lebih senang mendapatkan gelar amir daripada khalifah. Al-Dakhil juga bertindak
sebagai hakim agung.
Meskipun Dinasti Umayyah Spanyol tidak mengakui kekhalifahan
Abbasiyyah di Bagdad, namun dinasti tersebut tetap menjalin hubungan kultural
dengan Timur. Dari Spanyol, tidak sulit untuk berkunjung ke pusat-pusat intelektual
seperti Madinah, Damaskus, dan Bagdad. Buku-buku penting sudah bisa dibaca di
Spanyol hanya setelah beberapa tahun diterbitkan di Timur. Sementara itu, para
sarjana dan penulis Spanyol memberikan kontribusi yang besar dalam hal pengajaran
dan literatur Arab. Saat ini, Spanyol sudah mengalami perkembangan yang pesat di
bidang ekonomi, politik, militer, dan ilmu pengetahuan. Pemikiran filsafat sudah
mulai masuk sehingga pemerintah mengundang ilmuwan-ilmuwan ke Spanyol dan
menyebabkan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai bercahaya. Ilmu filsafat
berkembang di Spanyol yang dirintis oleh Bin Masarroh (883-931 M). Di bidang seni
bangunan (arsitektur), selain membangun masjid Cordoba, Al-Dakhil juga
membangun istana-istana, taman-taman, dan masjid-masjid. Sistem pengairan diatur
sedemikian rupa sehingga kota mampu menyuplai air bersih untuk keperluan minum
sehari-hari. Selain itu, kota dilengkapi jalan-jalan berikut lampu penerangannya. Pada
saat yang sama, kota-kota di Eropa masih tenggelam dengan jalan-jalan yang becek
dan gelap.
Peninggalan Al-Dakhil yang hingga kini masih tegak berdiri adalah Masjid
Jami Cordoba. Menurut Al-Bithuni, panjang Masjid Cordoba dari utara ke selatan
adalah 175 meter, sedangkan lebar dari barat ke timur adalah 134 meter. Masjid ini
memiliki sebuah menara yang tingginya 20 meter dan terbuat dari marmer serta
sebuah kubah besar yang didukung oleh 300 buah pilar yang terbuat dari marmer
pula. Kubah besar itu dikelilingi oleh 19 buah kubah kecil. Empat buah tiang dari batu
pualam yang berdiri bertentangan di depan mehrab, dua berwarna hijau dan dua lagi
berwarna biru. Tidak seluruh bagian mesjid beratap, tetapi ada sebagian yang sengaja
terbuka agar cahaya dan udara bisa masuk sebanyak mungkin. Atap masjid didukung
oleh 1.293 tiang pualam bertakhtakan permata, sedangkan talangnya 280 buah terbuat
dari perak murni. Di tengah masjid terdapat tiang agung yang menyangga 1000 buah
lentera. Ada sembilan buah pintu yang melengkapi masjid ini, semuanya terbuat dari
tembaga, kecuali pintu maqshurah yang terbuat dari emas murni.

7
Cordoba sepeninggal Al-Dakhil, terus mengalami perkembangan dan menjadi
salah satu kota terkenal di dunia pada masanya. Hisyam I memagar kembali jembatan
tua yang terbentang di atas Wadi al-Kabir, yang menghubungkan dua bagian kota
yang terbelah selain menambah bangunan-bangunan megah dan taman-taman yang
indah. Panjang jembatan kira-kira 800 hasta, lebar 20 depan, tinggi 60 hasta,
berlengkung 18 buah, dilengkapi dengan 19 buah menara.
Pada sistem kosmopolitan, syair merupakan ekspresi utama dari peradaban
Spanyol. Pada dasarnya, syair Spanyol didasarkan pada model-model syair Arab yang
membangkitkan sentimental prajurit dan intelektual para penakluk Arab. Gaya
perkotaan Bagdad diperkenalkan dengan menghadirkan seorang pujangga, sekaligus
penyanyi Ziryab (789-857 M) ke Cordova. Ziryab menjadi salah seorang tokoh besar
istana pada masa pemerintahan Abdurrahman II. Ia merupakan seorang penyanyi dan
pencipta lagu pertama yang secara resmi membawa budaya timur ke barat, seperti
berpakaian rapi, makan di ruang makan dengan menggunakan meja makan (pertama
kali di Eropa), dan mengenalkan lagu-lagu musiman. Ia menulis sebanyak 10.000
judul lagu, ia juga menerapkan kesenian, geografi, astronomi, sastra, berbagai
hidangan makanan, dan gaya menyisir rambut. Ia juga orang yang petama mendirikan
sekolah musik. Bahkan, lebih jauh dari itu, ia juga telah memperkenalkan aturan cara
menghidangkan makanan yang bervariasi dalam sebuah pesta. Ia juga memperhatikan
penyediaan makanan yang bervariasi dan membawa resep-resep makanannya dari
timur. Saat Abdurrahman II menjadi penguasa, banyak ilmuwan-ilmuwan berkunjung
ke Cordoba untuk menimba ilmu. Sejarah mencatat, periode tersebut identik dengan
Eropa memasuki masa Renaissance. Abdurrahman II mendirikan Universitas,
memperluas dan memperindah masjid utama Cordoba. Dozy berkomentar, tiada satu
pun penguasa Andalusia yang istananya berkilau-kilau semegah istana pada Era
Abdurrahman II.
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian
dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan mulai abad ke-9 M, selama pemerintahan Bani
Umayyah ke-5, Muhammad Ibn Al-Rahman (833-886 M). Kemajuan peradaban Islam
di Spanyol tidak lepas dari ajaran Islam yang selalu mengagungkan ilmu pengetahuan.
Selain itu, rahasia pembuatan barang-barang hiasan ditemukan di Cordoba pada paruh
kedua abad ke-9. Umat Islam Spanyol menganut mazhab Maliki yang diperkenalkan
oleh Ziryab ibn Abd Al-Rahman, kemudian dikembangkan oleh Ibn Yahya yang
menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli fiqh lainnya adalah Abu
Bakr ibn Al-Qithiyah, Munzir ibn Sa‟id Al-Baluthi, dan ibn Hazm yang terkenal
hebat.
Bahasa Arab menjadi bahasa administrasi di Spanyol. Masyarakat Spanyol
sendiri lebih mengutamakan bahasa Arab daripada bahasa asli mereka sendiri. Selain
penguasaan tata bahasa, sastra pun berkembang pesat di Spanyol. Paul Alvarus,
seorang tokoh Kristen yang dihormati, hidup di Cordova pada pertengahan abad ke-9
mengungkapkan keresahan suara hatinya:
“Orang-orang Kristen sangat senang membaca berbagai syair dan roman Arab.
Mereka mempelajari para teolog dan filosof Arab, bukan untuk menolak
pemikiranya, melainkan untuk mengetahui tata bahasa Arab yang benar dan
indah. Adakah rakyat jelata yang masih mau membaca tafsir-tafsir kitab suci
berbahasa Latin atau mempelajari Injil, kisah-kisah Nabi dan Rasul? Celaka!
Semua pemuda Kristen yang berbakat membaca dan mempelajari buku-buku
Arab dengan antusias. Mereka menghimpun perpustakaan-perpustakaan besar

8
dengan biaya yang tak sedikit. Mereka sepelekan buku-buku Kristen dan
menganggapnya tak layak dipelajari. Pemuda-pemuda Kristen telah lupa
terhadap bahasa sendiri. Untuk setiap satu orang yang bisa berkorespondensi
dalam bahasa Latin kepada temannya, terdapat seribu orang yang bisa
menulis, menuangkan ide dan pemikiran mereka dengan bahasa Arab yang
indah, dan bahkan menulis syair-syair Arab lebih baik dibanding orang-orang
Arab sendiri.”

Suara hati itu merupakan gambaran keresahan yang dialami seorang Uskup
yang melihat fenomena umatnya. Sebenarnya, bukanlah hanya soal bahasa, namun
perpindahan agama dari Kristen ke Islam yang setiap harinya semakin bertambah.
Jumlah masjid pun jauh lebih banyak dari gereja sebagai rumah ibadah penduduk asli
Andalusia. Orang Islam semakin bertambah, sedangkan orang Kristen semakin
sedikit. Orang-orang Yahudi yang pada masa kekuasaan Kristen menduduki kasta
paling rendah sebagai budak dan pengemis, mengalami perkembangan sosial yang
pesat. Kemakmuran mereka semakin meningkat dan malah setara dengan kalangan
elit negara.
Gangguan politik yang serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri.
Golongan pemberontak di Toledo pada tahun 852 M membentuk negara kota yang
berlangsung selama 80 tahun. Di samping itu, sejumlah orang tidak puas dalam
membangkitakan revolusi. Yang terpenting di antaranya adalah pemberontakan yang
dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di pegunungan dekat Malaga.
Sementara itu, perselisihan antara orang-orang Barbar dan orang-orang Arab masih
sering terjadi.

3. Periode Ketiga (912-1013 M)


Periode ini ditandai dengan adanya gelar khalifah pada sistem pemerintahan
Andalusia, dimulai dari masa Abdurahman III, amir ke-8 bani Umayyah II, dengan
gelar Al-Nashir Li-Dinillah (912-961 M). Ide ini didasarkan atas reaksi terhadap
adanya Fatimiyyah dan Abbasiyah. Dari ketiga kekuatan tersebut, Andalusialah yang
paling kuat. Pada masa ini, umat Islam di Spanyol mengalami puncak kemajuan dan
kejayaan, bahkan menyaingi Bagdad. Abd Al-Rahman Al-Nasir mendirikan
Universitas Cordoba. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku, Hakam II
yang seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan. Oleh karena itu, masyarakat
menikmati kesejahteraan dan kemakmuran sehingga pembangunan kota berlangsung
cepat.
Dozy mencatat, abad ke-10 M terdapat dua penguasa yang kaya, yaitu Al-
Nasir di Cordoba dan Saif Al-Daulah di Allepo. Al-Nasir berhasil dalam membangun
bangunan yang megah, Al-Zahra, yang dipersembahkan untuk istrinya tercinta.
Bangunan itu terdiri dari 5.000 pavilion, yang tiap-tiap pavilion di dalamnya terdapat
perpustakaan, ruang-ruang penelitian, penerjemahan, kebun bunga, ruang pertemuan,
dan tempat tinggal tamu. Dalam proses pembangunan Al-Zahra, dibutuhkan 10.00
tenaga kerja setiap harinya. Al-Nasir juga memperbesar Masjid Cordoba, ia
memperkerjakan petugas sebanyak 300 orang untuk merawat masjid itu dan
memadamkan lampu sebanyak 10.000 buah setiap harinya. Sebagai penguasa yang
adil, saat putranya dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan, maka ibu negara dan
panglima bersedia untuk menggantikan, namun ia tetap teguh pendirian dan tetap
melaksanaka eksekusi mati putranya sendiri. Ia berkata, meskipun seumur hidup harus
terpaksa mengeluarkan air mata darah, tapi ia yakin, sejarah akan mencatatnya
sebagai penguasa yang adil.

9
Kemegahan Al-Zahra yang dibangun Al-Nasir menurut Al-Idris, terdiri atas
tiga bagian yang masing-masing dipisahkan oleh pagar tembok. Bagian atas terdiri
atas istana-istana dan gedung-gedung negara lainnya, bagian tengah adalam taman
dan tempat rekreasi, sedangkan di bagian bawah terdapat rumah-rumah, toko-toko,
masjid-masjid, dan bangunan-bangunan umum lainnya. Pembangunan kota ini
memakan waktu 40 tahun. Setiap harinya menyerap tenaga sebanyak 10.000 orang
dan 1.500 hewan pengangkut. Di dalam kompleks ini, terdapat pabrik senjata dan
pabrik perhiasan serta sebuah masjid yang dengan panjang 57 meter dan lebar 30
meter. Masjid Agung Al-Zahra ini tidak beratap. Pembangunan masjid ini melibatkan
300 orang tukang batu, 200 orang tukang kayu, dan 500 orang pekerja kasar lainnya.
Al-Nasir juga membangun saluran air yang menembus gunung sepanjang 80 km,
karena Wadi Al-Kabir yang mengaliri Al-Zahra dan Cordoba pada musim kemarau
airnya tidak bisa diminum. Kedudukan Al-Nasir dilanjutkan oleh putranya, Hakam II
(961- 976 M), ia seperti ayahnya, pandai memainkan pedang dan pena. Namun, ia
unggul sebagai penguasa dan ilmuwan. Dalam perpustakaan pribadinya, dapat
ditemukan 600.000 jumlah naskah dan ia sangat paham terhadap isi buku yang
dikoleksinya. Di kota Cordoba, berdiri 70 buah perpustakaan negara. Pada periode ini,
Andalusia mencapai puncak kejayaannya, terutama dalam aspek intelektual. Ilmuwan
dari seluruh dunia berkumpul di Cordoba. Selanjutnya, rakyat bebas dari buta huruf.
Selain itu, di Universitas Cordoba telah ada dewan Guru besar.
Al-Hakam II (961-976 M), mengimpor karya-karya ilmiah dari timur dalam
jumlah yang besar sehingga Cordoba menjadi saingan Bagdad sebagai pusat ilmu
pengetahuan Islam. Ibnu Khaldun berkata:
“…ia mengirim orang ke berbagai daerah dengan dibekali uang yang cukup
untuk membeli buku-buku. Di antara orang-orang ini bahkan ada yang
sampai ke Andalusia dan bertemu langsung dengan pengarang kitab al
Aghani, Abdu Al Fajr al Ashfani, yang nasabnya masih terkait dengan Bani
Umayyah. Setelah dihadiahi uang sebesar 1000 dinar keping emas, al
Ashfhani segera mengirimkan naskahnya sebelum ia sendiri pergi ke Iraq. Hal
yang sama juga dilakukan terhadap Qadli al Abhari al Maliki dalam Syarh al
Mukhtashar yang merupakan penjelasan dari kitab Ibnu Abd al Hakam dan
tokoh-tokoh lainnya. Selain itu, ia juga mengumpulkan para ahli pembuat
naskah yang cakap melakukan koreksi dan verifikasi serta mengerjakan
penjilidan. Oleh karena itu, di Andalusia terkumpul berbagai kitab dalam
jumlah yang sangat besar dan belum pernah dilihat orang sebelumnya,
kecuali mungkin oleh An-Nashir al Abbasi Ibnu al Mustadhi. Buku-buku ini
masih tersimpan di Istana Cordoba sampai terjadinya pengepungan tentara
Barbar yang membumihanguskan kota tersebut.“

Bidang ilmu keislaman yang berkembang pada masa ini antara lain fiqh,
hadits, tafsir, ilmu kalam, ilmu sejarah, tata bahas Arab, dan filsafat. Hal terpenting
dalam pengembangan ilmu pengetahuan masa ini adalah perhatian yang tinggi dari
penguasa terhadap pendidikan. Tingkatan tahapan pendidikan telah diterapkan pada
masa ini. Pendidikan rendah dilaksanakan di masjid-masjid. Materi yang diajarkan
berupa cara menulis, membaca Al-Quran, serta tata bahasa Arab. Pada tingkat
menengah, dilakukan secara perorangan sesuai dengan kemampuan pelajar.
Umumnya, mata pelajaran yang diajarkan pada tingkat ini adalah tata bahasa arab,
sastra, sejarah, hadits, fiqh, dan matematika. Pendidikan tingkat tinggi diberlakukan
pada zaman Al-Hakam II yang berpusat di Cordoba dan Toledo. Institusinya
dijalankan secara informal dan dikendalikan oleh sekelompok profesor. Seorang

10
penulis Saxon yang bernama Hroswitha, pada abad ke-10 menggambarkan Cordoba
sebagai The Ornament of the World (Perhiasan Dunia). Dari gedung biarawati yang
sangat jauh di Gandersheim, ia dapat menangkap kualitas-kualitas luar biasa serta
kehebatan dari kekhalifahan Cordoba. Orang yang menginformasikan kepada
biarawati Hroswitha tentang berbagai kehebatan Cordoba sebenarnya bukanlah
seorang muslim, melainkan seorang Kristen yang tidak lain adalah Racemundo,
Uskup dari Elvira. Elvira merupakan wilayah keuskupan metroplitan yang mencakup
seluruh Andalusia.
Khalifah Hakam II adalah seorang pelopor yang senang membaca buku-buku
langka, baik yang berasal dari belahan barat maupun timur. Kemudian, Hakam II
digantikan oleh putra bungsunya, Hisyam II (976- 1007 M) yang baru berusia 10
tahun. Keadaan genting mulai terjadi di Andalusia. Khalifah dianggap hanya sebagai
boneka dan pemerintahan berpusat kepada pembantu khalifah yang bergelar Al-Hajib
dan menjadikan Al-Mansur sebagai gelar dirinya. Namun, peradaban tetap mengalami
kemajuan. Menurut Grunebaum, meskipun catatan sejarah mengenai populasi
penduduk pada abad ke-10 dunia masih samar-samar, tetapi terdapat perbedaan yang
sangat besar di antara penduduk di kota-kota besar dunia. Sebagaimana dia
mencatatkan;
“History is extremely vague on the sizes of population. Probably Baghdad had
about three hundred thousand inhabitants when at its zenith in the ninth
century, thus far surpassing Constantinople and of course the western town,
even of the late Middle age; Paris in 1380 had about 58,000, Cologne in the
thirtheenth century 45,000, Bologna in 1206 about 64,000, Rome at the same
time some 35,000 inhabitants. The Spanish Arab capital of Cordoba together
with its suburbs never reached more than 100,000 inhabitants, even at the
height of its prosperity round the year 1000.”
“Sejarah sangat samar-samar atas ukuran populasi masyarakat. Mungkin
penduduk Bagdad berjumlah sekitar tiga ratus ribu penduduk ketika di puncak
abad ke sembilan, sampai sekarang melintasi Konstantinopel dan tentu kota
Barat, bahkan melewati abad pertengahan; Paris di tahun 1380 dengan
jumlah penduduk 58.000, Cologne di abad 13 dengan 45.000 penduduk,
Bologna di tahun 1206 berjumlah 64.000 penduduk, Roma di tahun yang
sama terdiri dari 35.000 penduduk. Ibu kota Arab Spanyol, Cordoba bersama
dengan bagian pinggir kotanya tidak pernah yang dicapai lebih dari 100.000
penduduk, bahkan kemakmurannya semakin meningkat pada tahun 1000.”

Menurut Jurji Zaidan, penduduk Cordoba (termasuk daerah pinggiran) pada


masa al-Manshur ibn Abi Amir diperkirakan sekitar dua juta orang. Bangunannya
berjumlah 124.503 buah yang terdiri dari 113.000 rumah penduduk, 430 buah istana,
6.300 rumah pegawai negeri, 3.873 buah masjid, dan 900 buah pemandian umum.
Seluruh jalan Cordoba pada waktu itu sudah diperkeras dengan batu dan diterangi
lampu pada waktu malam. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan London yang 700
tahun kemudian hampir belum ada sebuah lentera pun yang menerangi jalan di sana,
juga di Paris yang selama berabad-abad kemudian, tebalnya lumpur di musim hujan
bisa setinggi mata kaki bahkan sampai ke ambang pintu rumah.

4. Periode keempat (1013-1086 M)


Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil
di bawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif yang berpusat di
suatu kota seperti Seville, Cordova, dan Toledo. Di antaranya, yang terbesar adalah

11
Abbadiyah di Seville. Pada periode ini, umat Islam Spanyol kembali memasuki masa
pertikaian intern. Ironisnya, jika terjadi perang saudara, di antara pihak-pihak yang
bertikai itu meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Melihat kelemahan dan
kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya, orang-
orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif kehidupan intelektual yang
terus berkembang pada periode ini.
Masa ini disebut dengan Mulk al-Thawaif (raja golongan). Mereka mendirikan
kerajaan berdasarkan etnis Barbar, Slovia, atau Andalus yang saling berselisih.
Meskipun terjadi ketidakstabilan dalam bidang politik, namun, dalam bidang
peradaban mengalami kemajuan karena masing-masing ibu kota lokal ingin
menyaingi kemajuan Cordoba. Sehingga, muncullah kota-kota besar, seperti Toledo,
Sevilla, Malaga dan Granada. Meskipun perpecahan terus terjadi dan silih berganti,
umat Islam dapat membangun dan menstabilkan peradabannya.
Meskipun terjadi berbagai pergolakan, ilmu pengetahuan tetap mampu
berkembang sehingga muncul tokoh-tokoh ahlinya. Di bidang ilmu agama misalnya
Ibn Abd Al-Barr (970-1070 M) yang merupakan seorang ahli hadits dengan karyanya,
yaitu al-Isti‟ab li Sahabat. Penguasa yang terkenal pada masa ini adalah penguasa
Seville, Muhammad II, seorang ilmuwan dalam bidang kesusastraan dan puisi. Ia
sangat mencintai istrinya, Itimah Rumaqiah, yang juga seorang budayawan. Istana
Seville ia jadikan kebun ilmuwan dan budayawan. Meskipun masa ini maju, namun
tentaranya kalah dalam menghadapi tentara Kristen sehingga seluruh Andalusia
dikuasai orang asing. Pertentangan antara kaum muslim juga turut menjadi sebagian
penyebab melemahnya kekuatan Islam dan tentunya hal itu sangat menguntungkan
orang-orang Kristen. Dengan demikian, pada tahun 1085 M, Benteng Toledo yang
penting itu jatuh ke tangan mereka.

5. Periode Kelima (1086-1248 M)


Pada periode ini, meskipun Spanyol Islam terpecah ke dalam beberapa negara,
terdapat suatu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan Dinasti Murabithun (1086-
1143 M) dan Dinasti Muwahhiddun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pada
awalnya merupakan sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyfin di
Afrika Utara. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-penguasa Islam
di sana yang tengah memikul beban berat perjuangan untuk mempertahankan negeri-
negerinya dari serangan-serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki
Spanyol pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena
terjadi perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh dan
berhasil menguasai Spanyol. Akan tetapi, penguasa-penguasa setelah ibn Tasyfin
adalah raja-raja yang lemah sehingg pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini
berakhir, baik di Afrika Utara maupun di Spanyol, kemudian digantikan oleh Dinasti
Muwahhidun. Pada masa Dinasti Murabithun, Saragossa jatuh ke tangan Kristen,
tepatnya pada tahun 1118 M. Sepeninggal dinasti ini, Spanyol pada mulanya ditandai
dengan munculnya kembali dinasti-dinasti kecil, tetapi hanya berlangsung selama tiga
tahun. Pada tahun 1146 M penguasa Dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika
Utara merebut daerah ini. Muwahhidun didirikan oleh Muhammad ibn Tumart.
Dinasti ini datang ke Spanyol di bawah kekuasaannya. Untuk jangka beberapa
dekade, dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat
dipukul mundur. Akan tetapi, tidak lama setelah itu, Muwahhidun mengalami
keambrukan. Pada tahun 1212 M, tentara Kristen memperoleh kemenangan besar di
Las Navas de Tolesa. Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan

12
penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara pada
tahun 1235 M. Keadaan Spanyol kembali genting di bawah penguasa-penguasa kecil.
Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan
Kristen yang semakin besar. Pada tahun 1238 M, seluruh wilayah Spanyol kecuali
bagian Granada lepas dari kekuasaan Islam.
Pada era ini, banyak lahir tokoh besar dunia. Tokoh filsafat misalnya, terutama
di Arab-Spanyol pada masa ini adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Al-Sayigh yang
lebih dikenal dengan Al-Bajjaj yang mirip Al-Farabi dan Ibnu Sina dalam berpikir.
Dalam bidang sejarah dan geografi juga lahir di daerah ini. Ibnu Jubai dari Valencia
(1145-1228 M) menulis tentang negeri-negeri Mediterania dan Sisilia. Filsuf yang
terkenal adalah Ibnu Bajjaj (533 H/1139 M) dengan karyanya ialah The Ruler of
Solitary. Ia seorang ahli filsafat dan music dan disebut dengan Avenpace atau
Abenpace. Selain itu, Ibnu Thufail (1105-1185 M) yang dikenal sebagai Abebacer,
merupakan seorang dokter istana Muwahhiddun pada masa Abu Ya‟kub Yusuf. Ia
juga dikenal dengan nama Al-Andalusi, Al-Khurtubi, dan Al-Isybilidengan karyanya
Hayy bin Yaqzhan, serta Ibn Rusyd (Averrous) dengan karyanya, Tahafud al-
Tahafud. Ia adalah seorang filsuf, dokter, ahli matematika, ahli hukum, dan juga
seorang ahli polemik. Pada tahun 578 H, ia menggantikan Ibn Tufayl sebagai kepala
tabib (dokter istana) pada masa Abu Ya‟qub Yusuf. Ibn Rusyd dari Cordoba (1126-
1198 M) adalah seorang pengikut Aristoteles yang terbesar di gelanggang. Ciri
khasnya adalah kecermatannya dalam menerjemahkan karya-karya Aristoteles dan
kehati-hatiannya dalam menggeluti masalah menahun tentang keserasian antara
filsafat dan agama. Ibn Rusyd juga adalah seorang ahli fikih, di mana, karya-karyanya
diterjemahkan oleh ilmuwan-ilmuwan Eropa dan menjadi literatur tetap di Univesitas
mereka yang karyanya masih bisa ditemukan hingga sekarang. Di bidang agama,
hadir Qadi Iyad (1083-1149 M) yang seorang ahli fiqh, hadis, dan sejarah. Pada masa
Al-Muwahhiddun, bidang tasawuf mengalami perkembangan dengan tokohnya ialah
Ibn Al-„Arabi (diberi gelar Ibn Suraka) yang mengajarkan wihdat al-wujud, dan Abu
Madyan pendiri tarekat Syadzaliyah di Spanyol.
Selain itu, bidang arsitektur juga maju dengan didirikannya menara Giralda di
Sevile, Ribatul Fath yang meniru gaya Alexandria, dan rumah sakit di Marakesy yang
tak tertandingi. Daulah Muwahhidun juga mengadakan hubungan dagang yang luas,
terutama dengan pulau-pulau di seputar Italia, seperti Genoa, Pisa, Merseille, Venice,
dan Sisilia. Keadaan genting dalam bidang politik menyebabkan para ahli intelektual
berpindah menjauhkan diri ke dunia penelitian dan ilmu pengetahuan. Hal ini yang
menjadikan peradaban intelektual Islam tak pernah sunyi dari ahli-ahli yang
mengagumkan dunia. Namun, pada akhirnya, kekuatan al-Muwahhidun hancur karena
tidak mampu melindungi dirinya dari serangan luar.

6. Periode Keenam (1248-1492 M)


Periode keenam (1248-1492 M) ditandai dengan lemahnya kekuatan
Muwahhidun yang menjadikan pengaruh Islam semakin kecil. Namun, masih ada
kekuatan kecil Islam Spanyol di Granada. Peradaban Islam Spanyol kembali maju
pada periode ini sebagaimana zaman Abdurahman, An-Nasir di Granada meskipun
hanyalah sebuah kekuasaan yang kecil. Kemajuan yang paling pesat adalah
pembuatan kapal dan pelayaran yang dilakukan antara tahun 1440 M dan 1490 M
oleh para nahkoda kapal Portugis dan Spanyol. Jumlah tiang kapal bertambah,
kemudian juga jumlah layarnya. Sebuah rancangan terpadu dibuat dengan layar
persegi pada pelayaran utama dan bercorak “lateen”. Dengan ini, jangkauan pelayaran
yang memadai telah berhasil diperoleh untuk menggerakkan kapal yang relatif besar.

13
Granada telah mencapai tingkat tinggi dalam kesusastraan Arab. Meski kerajaan ini
tidak menghasilkan karya terkenal dalam bidang sastra, namun telah meninggalkan
salah satu monumen arsitektur besar Spnyol Islam, Alhambra di Granada yang
dimulai pada tahun 1246 M atas perintah Sultan Nasriyyah. Granada sebagai
pengganti Cordoba mempunyai asitektur bangunan yang mengagumkan dan terkenal
di seluruh Eropa. Selain itu, terdapat juga sejumlah dokter terkenal di Spanyol, di
antaranya Ibn Zuhr (1162 M) dan Ibn Rusy (1126-1198 M). Di samping itu, Ibn Al-
Khatib (1313-1374 M) dan Ibn Khotima (1369 M) menulis buku tentang penyakit
menular. Dalam ilmu botani dan farmasi, yang terkenal ialah Ibn Al-Baytar (1248 M).
Ia mengarang buku yang memuat 1400 macam tanaman. Selain itu, ada sejarawan
terkenal Ibnu Khaldun (1332-1406 M), dengan karyanya Muqadimah. Meskipun ia
lahir di Tunisia, tetapi nenek moyangnya lama menetap di Sevila. Ia sendiri pernah
tinggal di Granada.
N. J. Dawood, dalam kata pengantarnya pada buku terjemahan buku Ibn
Khaldun dari bahasa Arab “An Introduction to History The Muqaddimah”,
mengungkapkan kekagumannya pada karya Ibnu Khaldun “Muqaddimah”:
“Ibn Khaldun, statesman, jurist, historian, and scholar, … in a fotress village
in the province of Oran. There Ibnu Khaldun spent over three years in comfort
and quiet and settled down to write Kitab Al-„ibar, his History of the world. In
November 1377, he tell us, he finished the introduction (Muqaddimah), „with
word and idea pouring into my head like cream into a churn‟. It was to take
him four more years to complete his monumental work.”
”Ibnu khaldun, negarawan, hakim, sejarahwan, dan sarjana, … di sebuah
perkampungan benteng di propinsi Oran. Di sana Ibnu Khaldun
membelanjakan lebih dari 3 tahun di dalam kenyamanan dan ketenangan dan
telah menyelesaikan menulis buku Kitab Al-„Ibar, Sejarahnya dunia. Pada
November 1377, dia memberi tahu kita, dia telah menyelesaikan pengenalan
(Muqaddimah) dengan „penuangan kata dan ide ke dalam kepala saya seperti
cream ke dalam sebuah curn (tempat cream yang enak di makan)‟ ianya
mengambil waktu lebih dari empat tahun untuk dia melengkapi pekerjaan
monumentalnya.”

Ilmu pengetahuan seperti Matematika, Kedokteran, Astronomi, dan lain-lain


berkembang dengan baik. Abbas Ibn Fanas terkenal dalam Ilmu Kimia dan
Astronomi. Ia merupakan orang pertama yang menemukan kaca dari batu. Ibrahim
Ibn Yahya Al-Naqqash yang terkenal dalam Astronomi mampu menemukan waktu
tejadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya. Ia juga dapat membuat
teropong modern yang bisa menetukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang.
Ahmad Ibn Abbas adalah ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan binti Abi
Ja‟far dan saudara perempuannya, Al-Hafidz merupakan dua orang ahli kedokteran
dari kalangan wanita. Ibnu Batutah dari Tangier (1304-1377 M) mencapai Samudera
Pasai dan Cina. Ibn Khaldun dari Tunis adalah perumus filsafat sejarah. Karena
perebutan kekuasaan pada periode selanjutnya, umat Islam mengalami kemunduran
sehingga membuat orang-orang Kristen mengambil kesempatan ini. Maka, pada tahun
1492 M, berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol yang menyebabkan umat Islam
dihadapkan dengan pemaksaan untuk masuk agama Kristen dan jika enggan, maka
akan dibunuh. Oleh karena itu, pada tahun 1609 M, bisa dikatakan tidak ada lagi
Islam di daerah ini.

14
C. KEMAJUAN PERADABAN ISLAM DI SPANYOL
Selama lebih dari tujuh abad Islam berkuasa di Spanyol, umat Islam telah
mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang diperoleh, bahkan berpengaruh
dalam membawa Eropa bahkan hingga dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks. Di
antara kemajuan peradabannya adalah sebagai berikut.
1. Kemajuan Intelektual
Spanyol adalah negeri yang subur. Kesuburan itu mendatangkan penghasilan
ekonomi yang tinggi dan pada banyak menghasilkan pemikir. Masyarakat Spanyol
Islam merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab
(Utara dan Selatan), al-Muwalladun (orang-orang yang masuk Islam), Barbar (umat
Islam yang berasal dari Afrika Utara), al-Shaqalibah (penduduk daerah antara
Konstatinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jerman dan dijual kepada
penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen Muzareb yang
berbudaya Arab, dan Kristen yang masih menentang kehadiran Islam. Semua
komunitas itu kecuali yang terakhir, memberikan saham intelektual terhadap
terbentuknya lingkungan budaya Andalusia yang melahirkan kebangkitan ilmiah,
sastra, dan pembangunan fisik di Spanyol. Kemajuan intelektual meliputi beberapa
ilmu, di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat istimewa
dalam bentangan sejarah Islam. Memiliki peran sebagai jembatan penyeberangan
yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M
selama pemerintahan penguasa Bani Ummayah yang ke-5, Muhammad ibn Abd
Al-Rahman (832-886 M).
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis
diimpor dari timur dalam jumlah yang besar, sehingga Cordoba dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Bagdad sebagai
pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Sehingga yang dilakukan oleh
pemimpin dinasti Bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk
melahirkan filsuf-filsuf besar pada masa setelahnya.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr
Muhammad Ibn Al-Sayigh yang lebih dikenal dengan dengan Ibn Bajjah.
Dilahirkan di Saragosa, kemudian pindah ke Sevilla dan Granada. Ia wafat
keracunan di Fez tahun 1138 M dalam usia yang masih muda. Seperti Al-Farabi
dan Ibn Sinna di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan
eskatologis. Magnum opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid.
Tokoh utama kedua adalah Abu Bakar ibn Thufail, penduduk asli Wadi Asy,
sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut tahun
1185 M. Ia banyak menulis mengenai masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat.
Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut
Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari
Cordoba. Ia lahir tahun pada tahun 1126 M dan meninggal pada tahun 1198 M.
Ciri khasnya adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan
kehati-hatiannya dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian
filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya Bidayah al-Mujtahid.

15
b. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain juga
berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas adalah tokoh paling terkenal dalam
sejarah ilmu kimia dan astronomi. Ia merupakan orang pertama yang menemukan
pembuatan kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal dalam ilmu
astronomi. Ia dapat menentukan waktu terjadinya gerhana matahari dan
menentukan berapa lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang
dapat menentukan jarak antara tata surya dan bintang-bintang. Ahmad ibn Ibas
dari Cordoba, seorang ahli dalam bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan binti Abi
Ja‟far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang ahli kedokteran dari
kalangan wanita.
c. Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mazhab Maliki.
Yang memperkenalkan mazhab ini di sana adalah Ziyad ibn Abd Al-Rahman.
Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada
masa Hisyam ibn Abd Al-Rahman. Ahli-ahli fiqih lainnya di antaranya adalah
Abu Bakr ibn Al-Qathiyah, Munzir ibn Sa‟id Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang
terkenal.
Di samping itu, para siswa di kuttab (sekolah dasar di dunia Muslim) yang
menjalani pendidikan, mendapatkan materi fikih cukup lengkap dari ulama-ulama
yang berkompeten pada disiplin ilmunya. Perkembangan ilmu agama di
lingkungan masyarakat intelek Islam Spanyol, oleh sebagian penulis sejarah,
didentikkan dengan perkembangan hukum Islam (ilmu fikih) atau ilmu syariat
yang telah mengalami penyempitan makna. Namun demikian, dari penyempitan
makna tadi, dampak positif yang tampak pada masyarakat adalah adanya suatu
tatanan hukum yang pasti dipegang sebagai pedoman hidup sehingga aspek-aspek
lahiriah sebagai objek kajian ilmu fikih dari masyarakat tersebut, juga tercermin
pada sebagian pandangan para filosof, bisa terkendali, dan berada dalam landasan-
landasan normatif agama.
d. Musik dan Kesenian
Syair merupakan ekspresi utama dari peradaban Spanyol. Pada dasarnya, syair
Spanyol didasarkan pada model-model syair Arab yang membangkitkan sentimen
prajurit dan intelektual para penakluk Arab. Dalam bidang musik dan seni suara,
Spanyol Islam mencapai kecemerlangan dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang
dijuluki Zaryab. Setiap kali diselenggarakan pertemuan dan jamuan, Zaryab selalu
tampil mempertunjukkan kebolehannya. Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu.
Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, baik pria maupun
wanita, dan juga kepada budak-budak sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
e. Bahasa dan Sastra
Menurut Hitti (1970:557), di Spanyol sebenarnya sedikit tertinggal jika
dibandingkan dengan orang-orang Irak, namun prestasi-prestasi yang cukup
spektakuler mulai bermunculan. Al- Qâli (901-67 M.), seorang profesor
Universitas Cordoba kelahiran Armenia awalnya belajar di Baghdad, baru
kemudian disusul oleh Muhammad bin Hasan al-Zubaydî (928-989), seorang
muridnya yang berdarah asli Spanyol kelahiran Seville yang mewarnai hampir
seluruh ilmu gurunya itu. Sebagai bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam
pemerintahan Islam di Spanyol, bahasa Arab diajarkan kepada murid-murid dan
para pelajar, baik yang muslim maupun yang non muslim. Hal ini dapat diterima
oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka.

16
Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab sehingga mereka
terampil dalam berbicara maupun dalam tata bahasa. Di antara ahli bahasa yang
terkenal ialah Ibn Mâlik, pengarang kitab Alfiyyah, Ibn Sayyidîn, Ibn Khurûf, Ibn
al-Hâjj, Abû „Alî al-Shiblî, Abû al-Hasan ibn Usfûr, dan Abû Hayyân al-Gharnatî.
Bahkan, Orang Islam Spanyol juga berjasa atas penyusunan tata bahasa
Hebrew (bahasa orang Yahudi) yang secara esensial didasarkan pada tata bahasa
Arab. Selanjutnya, di bidang sastra, terdapat juga kemajuan yang sangat signifikan
dan melahirkan banyak tokoh. Ibn „Abd al-Rabbih, seorang pujangga yang
sezaman dengan „Abd al-Rahmân III mengarang Al-'Iqd al-Farîd dan Al-Aghânî.
'Alî bin Hazm (terkenal dengan nama Ibn Hazm) juga menulis sebuah antologi
syair cinta berjudul Tawq al-Hamâmah. Dalam bidang syair, yang digabungkan
dengan dengan nyanyian, terdapat tokoh „Abd al- Wahîd bin Zaydân (1003-1071
M) dan Walladah yang melakukan improvisasi spektakuler dalam bidang ini.
Muwassah dan Jazal merupakan karya monumental yang pernah mereka ciptakan
pada masa itu sehingga orang-orang Kristen mengadopsinya untuk himne-himne
Kristiani mereka.
f. Kependidikan
Titik berat ilmu kependidikan yang berkembang pada masyarakat intelek
Islam Spanyol adalah perhatian mereka pada keharusan seseorang bisa membaca
dan menulis yang secara mendasar ditujukan pada (kecakapan membaca dan
menulis) Al-quran, tata bahasa Arab, dan syair. Di samping itu, kegiatan
kependidikan juga dalam hal tertentu berpusat pada persoalan-persoalan hukum
atau fikih yang merupakan istilah derivasi tidak langsung dari kata syariat atau
wahyu dan mengalami penyempitan makna (Watt, 1992:6). Dalam masyarakat
Islam Spanyol, wanita juga memperoleh kedudukan yang tinggi dalam hal
penerimaan pendidikan. Suatu keadaan yang, sedikit berbeda dengan kondisi
geografis dunia Islam pada umumnya, sangat kontras dengan keadaan umum
masyarakat Eropa pada waktu itu.
Dengan kondisi seperti itu, pada abad-abad berikutnya jumlah orang yang
belajar ke Spanyol terus bertambah. Universitas Cordoba, Toledo, Granada, Clan
Sevilla dibanjiri para mahasiswa dari bebagai penjuru Eropa, Afrika Utara, Timur,
dan Tengah. Kondisi seperti itulah yang belakangan dipercayai berjasa
mengantarkan Renaissance dan reformasi ilmu pengetahuan di Eropa khususnya.
g. Kepustakaan
Dengan menitikberatkan pada ilmu pendidikan, masyarakat intelek Islam
Spanyol sudah pasti menyediakan sarana-sarana penunjang agar apa yang mereka
lakukan bisa berhasil seoptimal mungkin. Keberadaan perpustakaan dengan
sejumlah besar bukunya merupakan salah satu di antara sekian sarana penunjang
kependidikan yang menjadi pusat perhatian mereka. Sebagai contoh,
perpustakaan Al-Hakam yang jumlah bukunya mencapai 400.000 buah (Shalabî,
1992:183). Di samping itu, bursa buku menjadi kegiatan yang sering dijumpai di
Cordoba. Suatu kondisi logis dari sebuah masyarakat intelek yang memusatkan
perhatian pada kajian-kajian ilmiah.
Sumber-sumber dana yang berasal dari badan-badan wakaf yang didirikan
secara khusus untuk itu, telah sangat membantu dalam usaha peningkatan kualitas
perpustakaan. Managemen Lay Out turut berkembang seiring dengan
perkembangan perpustakaan tersebut, termasuk katalogisasi di dalamnya.
Administrasi dan birokrasi peminjaman buku-buku dilaksanakan dengan baik,

17
dalam artian adanya ketentuan-ketentuan tertentu bagi peminjam yang terdiri dari
dua golongan, yaitu golongan ulama dan non ulama.
h. Kesejarahan
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan
banyak pemikir terkenal, seperti. Ibn Jubayr dari Valencia (1145- 1228 M) yang
menulis tentang negeri-negeri muslim di Mediterania dan Sicilia. Ibn Batûtah dari
Tangier (1304-1377 M.) mencapai Samudera Pasai dan Cina. Ibn al-Khâtib (1317-
1374 M.) menyusun riwayat Granada, sedangkan Ibn Khaldun dari Tunis adalah
perumus filsafat sejarah.
Selalu dikatakan bahwa perkembangan ilmu kesejarahan di Spanyol tidak
terlepas dari peran Ibn Khaldun (1332-1406 M) sebagai sosok reformer, baik
secara analisis sejarah murni maupun historiografi. Kelahirannya memang agak
belakangan jika dibandingkan dengan tokoh- tokoh sejarah Spanyol seperti Ibn
Qutaybah dan Ibn Hayyân serta sejarawan lainnya. Namun demikian, sebuah
karya monumentalnya, Muqaddimah, telah mencuatkan namanya menjadi sosok
luar biasa, terutama dalam ilmu sejarah. Teori life cycle untuk dinasti-dinasti, baik
secara langsung maupun tak langsung telah diadopsi oleh para ilmuwan dunia
menjadi teori Civilization Life Cycle. Bahkan, Arnold J. Toynbee
mengembangkan teorinya dalam buku A Study of History yang sangat mirip
dengan teori Ibn Khaldun.

2. Kemegahan Pembangunan Fisik


Aspek-aspek pembangunan fisik mendapat perhatian kalangan umat Islam.
Dalam perdagangan, jalan dan pasar-pasar dibangun. Begitu juga dalam bidang
pertanian. Sistem irigasi baru diperkenalkan kepada masyarakat Spanyol yang tidak
dikenal sebelumnya. Kanal-kanal, saluran sekunder, tersier, dan jembatan-jembatan
air didirikan. Tempat-tempat yang tinggi juga mendapat pasokan air.
Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan hidrolik untuk tujuan irigasi.
Waduk (kolam) dibuat untuk konservasi (pemnyimpanan air). Pengaturan hidrolik itu
dibangun dengan memperkenalkan roda air (water wheel) asal Persia yang dinamakan
na‟urah (Spanyol: Noria). Di samping itu, orang-orang Islam juga memperkenalkan
pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun, dan taman-taman.
Di samping pertanian dan perdagangan, industri juga turut menjadi tulang
punggung ekonomi Spanyol Islam. Di antaranya adalah tekstil, kayu, kulit, logam,
dan industri barang-barang tembikar.
Di sisi lain, pembangunan-pembangunan fisik yang paling menonjol adalah
pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota, istana, masjid,
permukiman, dan taman-taman. Di antara pembangunan yang megah adalah Masjid
Cordova, Kota Al-Zahra, Istana Al-Ja‟fariyah di Saragosa, Tembok Toledo, Istana Al-
Makmun, Masjid Seville, dan Istana Al-Hamra di Granada.
a. Cordoba
Cordoba adalah ibu kota Spanyol sebelum Islam yang kemudian diambil alih
oleh Bani Umayyah. Oleh penguasa Muslim, kota ini dibangun dan diperindah.
Jembatan besar dibangun di atas sungai yang mengalir di ibu kota. Taman-taman
dibangun untuk menghiasi ibu kota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan bunga-
bunga diimpor dari timur. Di sekitar ibu kota, berdiri istana-istana yang megah
yang semakin memperindah pemandangan, di mana, setiap istana dan taman diberi
nama tersendiri dan di puncaknya, terpancang Istana Damsik.
Di antara kebanggaan Kota Cordoba lainnya adalah Masjid Cordoba. Menurut
Ibn Al-Dala‟i, terdapat 491 masjid di sana. Di samping itu, ciri khusus kota-kota

18
Islam adalah adanya tempat-tempat pemandian. Di sekitarnya, berdiri
perkampungan-perkampungan yang indah. Karena air sungai tidak dapat
diminum, penguasa Muslim mendirikan saluran air dari pegunungan yang
panjangnya 80 km.
b. Granada
Granada adalah tempat terakhir pertahanan umat Islam di Spanyol. Di sana,
terkumpul sisa-sisa kekuatan Arab dan pemikir Islam. Posisi Cordoba diambil
oleh Granada di masa-masa akhir kekuatan Islam di Spanyol. Arsitektur-arsitektur
bangunannya terkenal di seluruh Eropa. Istana Al-Hamra yang indah nan megah
merupakan pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu
dikelilingi taman-taman yang tak kalah indahnya.
Kemajuan pembangunan fisik lainnya ialah Kota dan Istana Al-Zahra, Istana
Al-Gazar, Menara Girilda, dan lain-lain yang menjadi sisi kemegahan
pembangunan fisik dalam kemajuan peradaban Islam di Spanyol.

3. Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan


Islam Spanyol, kemajuannya sangat ditentukan oleh adanya penguasa-
penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan kekuatan-kekuatan
umat Islam, seperti Abd Al-Rahman Al-Dakhil, Abd Al-Rahman Al-Wasith, dan Abd
Al-Rahman Al-Nashir.
Keberhasilan politik pemimpin-pemimpin tersebut ditunjang oleh
kebijaksanaan penguasa-penguasa lainnya yang memelopori kegiatan-kegiatan ilmiah,
yang terpenting di antara penguasa dinasti Umayyah di Spanyol dalam hal ini adalah
Muhammad Ibn Abd Ar-Rahman (852-886 M) dan Al-Hakam II Al-Muntashir (960-
976 M).
Toleransi beragam ditegakkan oleh para penguasa terhadap penganut agama
Kristen dan Yahudi sehingga mereka ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Arab
Islam di Spanyol. Bagi orang Kristen, sama seperti orang-orang Yahudi, disediakan
hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran agama mereka masing-
masing.
Masyarakat Islam Spanyol sangat majemuk yang terdiri dari berbagai
komunitas, baik agama maupun bangsa. Dengan ditegakkannya toleransi beragama,
komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya
masing-masing.
Meskipun terjadi persaingan yang sengit antara Abbasiyah di Bagdad dan
Umayyah di Spanyol, hubungan budaya dari timur dan barat tidak serta merta dalam
bentuk peperangan. Sejak abad ke-11 M dan seterusnya, banyak sarjana mengadakan
perjalanan dari ujung barat wilayah Islah ke ujung timur sambil membawa buku-buku
dan gagasan-gagasan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah
dalam beberapa kesatuan politik, tetap masih ada kesatuan budaya dunia Islam.
Perpecahan politik pada masa Muluk Al-Thawaif dan sesudahnya tidak
menyebabkan mundurnya peradaban. Bahkan, masa itu merupakan puncak kemajuan
ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Islam Spanyol. Setiap dinasti (raja) di
Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain berusaha menyaingi Cordoba. Jika
sebelumnya Cordoba merupakan satu-satunya pusat ilmu dan peradaban Islam di
Spanyol, maka Muluk Al-Thawaif mendirikan pusat-pusat peradaban baru yang
beberapa di antaranya justru lebih maju.

19
D. PENYEBAB KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN PERADABAN ISLAM DI
SPANYOL
Suatu kebudayaan tentu akan mengalami pasang surut sebagaimana perputaran
sebuah roda, kadang berada di atas, kadang pula sebaliknya. Hal ini tentu saja sudah
menjadi hukum alam. Demikian juga dengan kekuasaan imperium, satu saat akan muncul
dan berkembang pesat, lalu pada akhirnya, akan jatuh dan menghilang.
Kekuasaan Islam di Spanyol telah memberikan sumbangan yang tak ternilai harganya
bagi peradaban dunia saat ini. Tetapi, imperium yang begitu besar akhirnya mengalami
nasib yang sangat memilukan.
Ada beberapa faktor penyebab kemunduran yang akhirnya membawa kemunduran
dan kehancuran, di antaranya:
1. Munculnya Khalifah-Khalifah yang Lemah
Negara mencapai keadaan stabil pada masa Hakam II. Akan tetapi, ketika ia
wafat, ia kemudian digantikan oleh Hisyam II yang masih berusia 11 tahun. Dalam
usia yang masih muda ini, Hisyam diharuskan untuk memikul tanggung jawab yang
sangat besar. Karena dirasa tidak mampu menjalani tanggung jawab besar tersebut,
akhirnya Hisyam digantikan oleh Ibunya dan dibantu oleh Muhammad Ibn Abi Umar
yang ambisius dan haus akan kekuasaan. Sejak saat itu, negara menjadi tidak stabil
sehingga lambat laun mengalami kemunduran.
2. Terjadinya Konflik antara Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan Islamisasi secara sempurna. Mereka
sudah puas dengan hanya menagih harta sebagai lambang kesetiaan (upeti) dari
kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan
hukum dan adat mereka, termasuk posisi hierarki tradisional, asalkan tidak ada
perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran Islam Arab telah memperkuat
rasa kebangsaan orang-orang Kristen Spanyol. Hal itu menyebabkan kehidupan
negara Islam di Spanyol tidak pernah berhenti dari percekcokan Islam dengan Kristen.
Pada abad ke-11 M, umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam
sedang mengalami kemunduran.
3. Munculnya Muluk Ath-Thawaif
Munculnya Muluk Ath-Thawaif adalah munculnya dinasti-dinasti kecil yang
secara politisi telah menjadi indikasi kemunduran Islam di Spanyol. Dengan
terpecahnya kekuasaan khalifah menjadi dinasti-dinasti kecil, kekuatan pun terpecah-
pecah dan lemah. Melemahnya kekuasaan Islam secara politisi tersebut telah terbaca
oleh orang-orang Kristen dan tak disia-siakan oleh pihak musuh untuk menyerang
imperium.
Pada pertengahan abad ke-13, satu-satunya kota paling penting yang masih
dikuasai islam adalah Granada, di bawah pemerintahan Gani Ahmar. Akan tetapi, di
pihak Ahmar, terjadi konflik internal, yaitu perebutan kekuasaan yang berakhir pada
perang saudara kemudian dinasti menjadi pecah. Karena semakin melemahnya Islam
di Spanyol, akhirnya wilayah satu-satunya umat Islam jatuh ke tangan orang Kristen.
Setelah dikuasai orang Kristen, penguasa Kristen melarang pakaian Arab dan Islam di
seluruh Spanyol dan melarang penggunaan bahasa Arab.
4. Tidak Adanya Ideologi Pemersatu
Jika di tempat-tempat lain, para mukalaf diperlakukan sebagai orang Islam
yang sederajat, namun berbeda dengan di Spanyol, sebagaimana politik yang
dijalankan Bani Umayyah di Damaskus, orang-orang Arab tidak pernah menerima
orang-orang pribumi. Setidaknya sampai abad ke-10 M mereka masih memberi istilah
„Ibad dan Muwalladun kepada para mukalaf itu yang merupakan suatu uangkapan

20
yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non Arab yang ada
sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar
terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa tidak
adanya ideologi yang dapat memberi makna persatuan di samping kurangnya figur
yang dapat menjadi personifikasi ideologi tersebut.
5. Sulitnya dan Merosotnya Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius dan signifikan sehingga lalai
membina perekonomian. Akibatnya, timbul kesulitan ekonomi yang sangat
memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
6. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan menyebabkan perebutan kekuasaan
di antara ahli waris. Bahkan, karena hal inilah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan
Bani Al-Thawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam di
Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand dan Isabellia yang di antaranya juga disebabkan
oleh problematika ini.
7. Terjadinya keterpencilan
Islam Spanyol dianggap terpencil dari dunia Islam yang lain. Yang selalu
berjuang sendirian tanpa mendapat bantuan, kecuali dari Afrika Utara. Dengan
demikian, tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan
Kristen di sana.

Lenyapnya Peradaban Islam di Spanyol


Setelah kejatuhan Granada di tahun 1492 M, Spanyol terus melangsungkan proses
pembersihan umat Islam. Pada tahun 1499 M, suatu gerakan di bawah pimpinan Kardinal
Ximenes de Cisneros memerintahkan pembakaran buku-buku agama Islam berbahasa
Arab yang kemudian diteruskan dengan inkuisisi, yakni pemaksaan orang-orang Islam
untuk bertobat (kembali kepada agama Katolik sebagaimana nenek moyangnya). Sejak
saat itu, mendung gelap menyelimuti kehidupan umat Islam Spanyol. Fenomena yang
sering ditemukan adalah banyaknya orang-orang Islam dengan sebutan muslim
berselimut, yakni mereka yang secara lahiriyah mengikuti tata cara Katolik, namun dalam
jiwanya masih terikat dengan Islam. Sebagai contoh, banyak mereka yang ketika di luar
menggunakan nama-nama baptis, namun ketika di rumah menggunakan nama-nama
Islam (Arab) nya. Di samping itu, setelah mereka menikah di gereja, ketika pulang,
mereka mengulanginya dengan pernikahan secara Islam.
Pada tahun 1501 M, keluarlah maklumat Raja yang mengharuskan semua kaum
muslimin di seluruh Castille dan Leon untuk kembali memeluk Katolik atau mereka
meninggalkan negara itu. Hal itu berlaku juga di Aragon pada tahun 1526 M. Akan tetapi,
perintah ini tidak begitu keras sehingga masih banyak kaum muslimin yang tidak
menghiraukannya. Tindakan keras lainnya adalah ketika tahun 1556 M, Raja Philip II
mengumumkan Undang-Undang supaya orang Islam yang masih tinggal di Spanyol agar
meninggalkan bahasa, kepercayaan, dan adat-istiadatnya, serta memerintahkan kepada
bawahannya untuk merusak semua tempat-tempat pemandian umum yang digunakan
orang Islam. Saat itu, sempat terjadi beberapa pemberontakan, tetapi dapat dipadamkan
oleh pemerintah. Pada tahun 1609 M, Raja Philip III mengeluarkan perintah resmi
mengenai pengusiran semua muslimin dari wilayah Spanyol secara paksa. Salah satu
kejadian yang mengharukan adalah saat satu juta orang Islam dipaksa naik kapal
kemudian dibawa dan ditelantarkan ke pesisir Afrika atau negara-negara Islam yang jauh.

21
E. PENGARUH PERADABAN ISLAM SPANYOL DI EROPA
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini banyak kaitannya dengan
khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode klasik. Memang, banyak
saluran tentang peradaban Islam yang mempengaruhi Eropa, seperti Sacilia dan Perang
Salib, tetapi saluran yang terpenting adalah Spanyol Islam.
Spanyol merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa dalam menyerap peradaban
Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, sosial, maupun perekonomian, dan peradaban
antarnegara. Orang-orang Eropa menyaksikan kenyataan bahwa Spanyol berada di bawah
kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara tetangganya Eropa, terutama dalam
bidan pemikiran dan sains di samping bangunan fisik. Yang terpenting di antaranya
adalah pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M). Ia melepaskan belenggu taklid dan
menganjurkan kebebasan berpikir. Ia mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara
memikat minat semua orang yang berpikiran bebas. Ia mengedepankan sunnatullah
menurut pengertian Islam terhadap panteisme dan antropomorfisme Kristen. Demikian
pengaruh besarnya di Eropa, hingga di Eropa timbul gerakan Avorreisme (Ibn Rusyd-
isme) yang menuntut kebebasan berpikir. Pihak gereja menolak pemikiran rasional yang
dibawa Gerakan Avorreisme ini.
Berawal dari Gerakan Avorreisme inilah, kemudian di Eropa lahir reformasi pada
abad ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17 M. Buku-buku Ibn Rusyd dicetak di
Vinesia pada tahun 1481 M, 1482 M, 1483 M, 1489 M, dan 1500 M. Bahkan, edisi
lengkapnya terbit pada tahun 1553 M dan 1557 M. Karya-karyanya juga diterbitkan pada
abad ke-16 di Napoli, Bologna, Lyonms, dan Strasbourg, dan di awal abad ke-17 di
Jenewa.
Pengaruh peradaban Islam, termasuk di dalamnya pemikiran Ibn Rusyd ke Eropa
berawal dari banyaknya pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di universitas-
universitas Islam di Spanyol, seperti Universitas Cordoba, Seville, Malaga, Granada, dan
Salamanca. Selama belajar di Spanyol, mereka aktif menerjemahkan buku=buku karya
ilmuwan-ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan itu adalah Toledo. Setelah pulang ke
negerinya, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas pertama di
Eropa adalah Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M, tiga puluh tahun
setelah wafatnya Ibn Rusyd. Di akhir zaman pertengahan Eropa, barulah berdiri 18 buah
universitas. Di dalam universitas-universitas itu, ilmu yang mereka peroleh dari
universitas-universitas Islam diajarkan, seperti ilmu kedokteran dan ilmu filsafat.
Pemikiran filsafat yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran Al-Farabi, Ibn Sina,
dan Ibn Rusyd.
Pengaruh Ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah berlangsung sejak abad ke-
12 M itu menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) pusaka Yunani di
Eropa pada abad ke-14 M. Berkembangnya pemikiran Yunani di Eropa kali ini adalah
melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudia diterjemahkan Kembali
ke dalam bahasa Latin.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang sangat kejam,
tetapi ia telah membidani gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah
kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (renaissance) pada abad ke-14 M yang
bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M,
dan pencerahan (aufklarung) pada abad ke-18 M.

22
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sebelum Islam hadir, kekacauan terjadi yang dipelopori oleh Kerajaan Gothic yang
memaksa umat Yahudi untuk dibaptis. Hal ini membawa dampak perpecahan yang sangat
signifikan di antara bangsa Spanyol itu sendiri. Keadaan ini dimanfaatkan dengan sangat
baik oleh umat Islam dalam penaklukannya ke Spanyol. Datangnya Islam ke Spanyol
dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Spanyol karena Islam membebaskan mereka
untuk memeluk agama yang mereka yakini. Masuknya Islam ke Spanyol diawali oleh tiga
pahlawan, mereka adalah Tharif, Thariq dan Musa yang melakukan ekspansi dengan
melakukan penyeberangan melalui selat di antara Maroko dan Eropa. Sehingga mereka
berhasil menguasai Spanyol. Kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam tampak
sangat begitu mudah. Hal itu tentu saja tidak dapat dipisahkan dari faktor eksternal dan
internal yang dianggap sangat menguntungkan.
Masuknya Islam ke Eropa membawa dampak kemajuan yang sangat pesat dalam
peradaban, antara lain kemajuan intelektual dan kemegahan bangunan. Banyak sekali
manfaat yang didapatkan oleh peradaban Islam di Spanyol pada masa itu. Orang-orang
Arab banyak memperkenalkan hal-hal tentang pembangunan baru yang belum mereka
temui sebelumnya.

B. SARAN
Tentunya kami menyadari bahwa makalah ini tidak sempurna dan masih terdapat
kesalahan. Namun, kami berharap makalah ini dapat memberikan banyak manfaat,
wawasan, dan pengetahuan yang menjadikan ruang diskusi bagi para pembaca. Untuk itu,
kami sebagai penulis menantikan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah di kemudian hari.

23
DAFTAR PUSTAKA

Eliyah. 2021. Islam di Spanyol dan Pengaruhnya terhadap Renaissans di Eropa. Jurnal Ilmu
Syariah. 2(2). 108-127
Jannati, R. 2021. Islam di Spanyol: Jembatan Peradaban Islam ke Benua Eropa dan
Pengaruhnya terhadap Renaissance. Jurnal Keislaman. 7(2). 192-216
Supriyadi, D. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia
Ubdaah. 2008. Peradaban Islam di Spanyol dan Pengaruhnya terhadap Peradaban Barat.
Jurnal Hunafa. 5(2). 154-160
Yatim, B. 2018. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Depok: PT Raja
Grafindo Persada

24

Anda mungkin juga menyukai