Anda di halaman 1dari 3

MAKNA UNSUR SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF DALAM SEBUAH PERJANJIAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PASAL 1320 KUHPERDATA

Unsur subjektif dan objektif merupakan unsur terpenting dalam sebuah perjanjian. Kedua unsur
ini tidak dapat dipisahkan atau dihapus ketika akan dimulainya sebuah perjanjian antara para
pihak.
Unsur subjektif berkaitan erat dengan para yang akan membuat perjanjian atau perikatan,
sementara unsur objektif berkaitan erat dengan hal yang akan diperjanjikan. Kedua unsur
tersebut merupakan faktor utama atau faktor penting yang menjadikan perjanjian tersebut
menjadi sah dihadapan hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur, maka secara kausalitas akan
menimbulkan dampak negatif dikemudian hari.
Pada Bab II bagian 2(dua) KUHperdata menerangkan syarat – syarat terjadinya suatu persetujuan
yang sah menurut pasal 1320 menyebutkan; supaya terjadinya persetujuan yang sah, perlu
dipenuhi empat syarat;
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu;
4. suatu sebab yang tidak terlarang.
Pasal 1320 ayat (1) dan (2) merupakan unsur yang berkaitan dengan subjektif yakni orang
pribadi atau lembaga atau instansi hal mana masing – masing pihak berkehendak dan bersetuju
untuk membuat perikatan/perjanjian, dan ayat (3) dan (4) merupakan unsur yang berkaitan
dengan objektif yakni hal-hal terhadap apa yang diperjanjikan (objek perjanjian).
Apabila salah satu unsur tidak termuat secara tepat dan benar ketika membuat sebuah perikatan
maka akan terjadi penyimpangan makna terhadap perjanjian yang dilahirkan. Perjanjian yang
dilahirkan dapat dikatakan menjadi perjanjian yang tidak sah. Perjanjian yang tidak sah akibat
dari dasar pembuatan yang tidak benar akan menimbulkan implikasi hukum yakni perjanjian
tersebut menjadi “Batal Demi Hukum”apabila implikasi ini berasal dari objeknya, atau “Dapat
Dibatalkan” apabila implikasi ini berasal dari subjeknya.
Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian
tersebut “DAPAT DIBATALKAN”. Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan
pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan
(oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak
cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas). Sedangkan, jika suatu
perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut adalah “BATAL DEMI
HUKUM”. Batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan
suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.1
Makna “Batal Demi Hukum” dapat merujuk kepada pasal 1335 KUHPerdata yang
menyebutkan: Suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang
palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.2 Adapun dikatakan tidak
mempunyai kekuatan yang diatur dalam Pasal 1335 KUHPerdata inilah yang sering disebut
dengan batal demi hukum. Artinya, perjanjian tersebut dari semula dianggap tidak pernah ada
atau tidak pernah dilahirkan sehingga tidak pernah ada suatu perikatan/perjanjian.
Unsur pembeda antara “batal demi hukum” dengan dapat dibatalkan adalah terletak
pada; bahwa batal demi hukum tegasnya dalah tidak perlu memintakan pengesahan atau
penetapan melalui putusan pengadilan karena perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada
sebelumnya, sementara dapat dibatalkan hal mana perjanjian tersebut benar-benar akan dan
telah dianggap batal hanya melalui penetapan pembatalan dari pengadilan, yang dimintakan atau
dimohonkan oleh salah satu pihak dari unsur subjektif yang merasa tidak sah ada dalam dan
membuat perjanjian tersebut.
Maka untuk terhindar dari akibat hukum yang tidak sah tersebut, maka setiap perjanjian
yang akan dilahirkan masing-masing pihak wajib memperhatikan dua unsur yang menjadi hal
pokok sahnya perjanjian yang akan dilahirkan dan wajib tunduk dalam ketentuan pasal 1320
tersebut. Perihal kebatalan perjanjian dapat dilihat dalam direktori putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia “ Penjelasan Hukum Tentang Kebatalan Perjanjina”, Elly Erawati dan
Herlien Budiono
1
“Perjanjian Batal Demi Hukum Dan Dapat Dibatalkan,”Mahmakah Agung RI Pengadilan Negeri Tahunan, no.
April(2018):1,https://pn-tahuna.go.id/tentang-pengadilan/sistem-pengelolaan-pn/kegiatan-pengadilan/item/perjanji
an.
2
Menikmati Dan and Kehilangan Hak, “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek” (2014): 1–549.

Anda mungkin juga menyukai