Anda di halaman 1dari 8

Masa Muda, Waktu Utama Beramal Sholeh

Masa muda adalah waktu utama kita untuk beramal sholeh.

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi


ajma’in. Waktu muda, kata sebagian orang adalah waktu untuk hidup foya-foya,
masa untuk bersenang-senang. Sebagian mereka mengatakan, “Kecil dimanja,
muda foya-foya, tua kaya raya, dan mati masuk surga.” Inilah guyonan sebagian
pemuda. Bagaimana mungkin waktu muda foya-foya, tanpa amalan sholeh, lalu
mati bisa masuk surga[?] Sungguh hal ini dapat kita katakan sangatlah mustahil.
Untuk masuk surga pastilah ada sebab dan tidak mungkin hanya dengan foya-foya
seperti itu. Semoga melalui risalah ini dapat membuat para pemuda sadar,
sehingga mereka dapat memanfaatkan waktu mudanya dengan sebaik-baiknya.
Hanya pada Allah-lah tempat kami bersandar dan berserah diri.

Daftar Isi  tutup 

1. Wahai Pemuda, Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara

2. Manfaatkanlah Waktu Muda, Sebelum Datang Waktu Tuamu

3. Orang yang Beramal Di Waktu Muda Akan Bermanfaat Untuk Waktu Tuanya

Wahai Pemuda, Hidup Di Dunia Hanyalah Sementara

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menasehati seorang sahabat yang


tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun) yaitu Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma. (Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, 294). Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang pundaknya lalu bersabda,
‫ َأ ْو َعابِ ُر َسبِي ٍْل‬, ٌ‫ك َغ ِريْب‬
َ َّ‫ُك ْن فِي ال ُّد ْنيَا َكَأن‬
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau
pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)

Lihatlah nasehat yang sangat bagus sekali dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada sahabat yang masih berusia belia. Ath Thibiy mengatakan, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan orang yang hidup di dunia ini dengan
orang asing (al ghorib) yang tidak memiliki tempat berbaring dan tempat tinggal.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lebih lagi yaitu
memisalkan dengan pengembara. Orang asing dapat tinggal di negeri asing. Hal
ini berbeda dengan seorang pengembara yang bermaksud menuju negeri yang
jauh, di kanan kirinya terdapat lembah-lembah, akan ditemui tempat yang
membinasakan, dia akan melewati padang pasir yang menyengsarakan dan juga
terdapat perampok. Orang seperti ini tidaklah tinggal kecuali hanya sebentar
sekali, sekejap mata.” (Dinukil dari Fathul Bariy, 18/224)

Negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan dalam hadits ini
adalah dunia dan negeri tujuannya adalah akhirat. Jadi, hadits ini mengingatkan
kita dengan kematian sehingga kita jangan berpanjang angan-angan. Hadits ini
juga mengingatkan kita supaya mempersiapkan diri untuk negeri akhirat dengan
amal sholeh. (Lihat Fathul Qowil Matin)

Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ت َش َج َر ٍة ثُ َّم َرا َح َوتَ َر َكهَا‬ ٍ ‫َما لِى َو َما لِل ُّد ْنيَا َما َأنَا فِى ال ُّد ْنيَا ِإالَّ َك َرا ِك‬
َ ْ‫ب ا ْستَظَ َّل تَح‬

“Apa peduliku dengan dunia?! Tidaklah aku tinggal di dunia melainkan seperti
musafir yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu musafir tersebut
meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani
dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)

‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu juga memberi petuah kepada kita,

، ‫ون‬ ِ ‫ َولِ ُكلِّ َو‬، ً‫اآلخ َرةُ ُم ْقبِلَة‬


َ ُ‫ة ِم ْنهُ َما بَن‬9ٍ ‫اح َد‬ ِ ‫ت‬ ِ َ‫ َوارْ تَ َحل‬، ً‫ت ال ُّد ْنيَا ُم ْدبِ َرة‬
ِ َ‫ارْ تَ َحل‬
َ‫ فَِإ َّن ْاليَ ْو َم َع َم ٌل َوال‬، ‫ َوالَ تَ ُكونُوا ِم ْن َأ ْبنَا ِء ال ُّد ْنيَا‬، ‫اآلخ َر ِة‬
ِ ‫فَ ُكونُوا ِم ْن َأ ْبنَا ِء‬
‫ َو َغ ًدا ِح َسابٌ َوالَ َع َم َل‬، ‫اب‬
َ ‫ِح َس‬
“Dunia itu akan pergi menjauh. Sedangkan akhirat akan mendekat. Dunia dan
akhirat tesebut memiliki anak. Jadilah anak-anak akhirat dan janganlah kalian
menjadi anak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari
perhitungan (hisab), sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan (hisab)
dan bukanlah hari beramal.” (HR. Bukhari secara mu’allaq –tanpa sanad-)

Manfaatkanlah Waktu Muda, Sebelum Datang Waktu Tuamu

Lakukanlah lima hal sebelum terwujud lima hal yang lain. Dari Ibnu ‘Abbas,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اك قَب َْل‬


َ َ‫ك َو ِغن‬ َ ‫ك قَب َْل َسقَ ِم‬َ َ‫ص َّحت‬
ِ ‫ك َو‬ َ ‫ك قَب َْل هَ َر ِم‬ ٍ ‫اِ ْغتَنِ ْم َخ ْمسًا قَب َْل َخ ْم‬
َ َ‫ َشبَاب‬: ‫س‬
َ ِ‫ك قَب َْل َم ْوت‬
‫ك‬ َ َ‫ك َو َحيَات‬ َ ِ‫ك قَب َْل َش ْغل‬
َ ‫ك َو فَ َرا َغ‬ َ ‫فَ ْق ِر‬
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara :

[1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu,

[2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu,

[3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu,


[4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,

[5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al


Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat
Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’
Ash Shogir)

Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, maksudnya: “Lakukanlah ketaatan


ketika dalam kondisi kuat untuk beramal (yaitu di waktu muda), sebelum datang
masa tua renta.” Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, maksudnya:
“Beramallah di waktu sehat, sebelum datang waktu yang menghalangi untuk
beramal seperti di waktu sakit.” Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu,
maksudnya: “Manfaatklah kesempatan (waktu luangmu) di dunia ini sebelum
datang waktu sibukmu di akhirat nanti. Dan awal kehidupan akhirat adalah di
alam kubur.” Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, maksudnya:
”Bersedekahlah dengan kelebihan hartamu sebelum datang bencana yang dapat
merusak harta tersebut, sehingga akhirnya engkau menjadi fakir di dunia maupun
akhirat.” Hidupmu sebelum datang kematianmu, maksudnya: “Lakukanlah
sesuatu yang manfaat untuk kehidupan sesudah matimu, karena siapa pun yang
mati, maka akan terputus amalannya.”

Al Munawi mengatakan,

‫ف قَ ْد َرهَا ِإالَّ بَ ْع َد َز َوالِهَا‬ ِ ‫فَ ِه ِذ ِه ال َخ ْم َسةُ اَل يَع‬


ُ ‫ْر‬
“Lima hal ini (waktu muda, masa sehat masa luang, masa kaya dan waktu ketika
hidup) barulah seseorang betul-betul mengetahui nilainya setelah kelima hal
tersebut hilang.” (At Taisir Bi Syarh Al Jami’ Ash Shogir, 1/356)
Benarlah kata Al Munawi. Seseorang baru ingat kalau dia diberi nikmat sehat,
ketika dia merasakan sakit. Dia baru ingat diberi kekayaan, setelah jatuh miskin.
Dan dia baru ingat memiliki waktu semangat untuk beramal di masa muda,
setelah dia nanti berada di usia senja yang sulit beramal. Penyesalan tidak ada
gunanya jika seseorang hanya melewati masa tersebut dengan sia-sia.

Orang yang Beramal Di Waktu Muda Akan Bermanfaat Untuk Waktu Tuanya

Dalam surat At Tiin, Allah telah bersumpah dengan tiga tempat diutusnya para
Nabi ‘Ulul Azmi yaitu [1] Baitul Maqdis yang terdapat buah tin dan zaitun –tempat
diutusnya Nabi ‘Isa ‘alaihis salam-, [2] Bukit Sinai yaitu tempat Allah berbicara
langsung dengan Nabi Musa ‘alaihis salam, [3] Negeri Mekah yang aman, tempat
diutus Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Setelah bersumpah dengan tiga tempat tersebut, Allah Ta’ala pun berfirman,

َ ‫) ِإاَّل الَّ ِذ‬5( ‫ين‬


‫ين‬ َ ِ‫) ثُ َّم َر َد ْدنَاهُ َأ ْسفَ َل َسافِل‬4( ‫ان ِفي َأحْ َس ِن تَ ْق ِو ٍيم‬
َ ‫لَقَ ْد َخلَ ْقنَا اِإْل ْن َس‬
ٍ ُ‫ت فَلَهُ ْم َأجْ ٌر َغ ْي ُر َم ْمن‬
‫ون‬ ِ ‫ الصَّالِ َحا‬9‫َآ َمنُوا َو َع ِملُوا‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi
mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin [95] : 4-6)

Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut
adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya sebagaimana di
waktu muda yaitu masa kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilh
oleh ‘Ikrimah. “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qotadah, juga Adh
Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “dikembalikan ke masa
tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa tidak
semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk
beramal”. Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan
melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah
masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda.

An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat
itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana
amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan
firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”

Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-
orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu
mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu
tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu
melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha
Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana
waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka
orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi
ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)

Begitu juga kita dapat melihat pada surat Ar Ruum ayat 54.

‫ْف قُ َّوةً ثُ َّم َج َع َل ِمن بَ ْع ِد قُ َّو ٍة‬


ٍ ‫ضع‬ َ ‫ْف ثُ َّم َج َع َل ِمن بَ ْع ِد‬ َ ‫هَّللا ُ الَّ ِذي َخلَقَ ُكم ِّمن‬
ٍ ‫ضع‬
‫ق َما يَ َشا ُء َوهُ َو ْال َعلِي ُم ْالقَ ِدي ُر‬ ُ ُ‫ضعْفا ً َو َش ْيبَةً يَ ْخل‬
َ
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi
Maha Kuasa.” (QS. Ar Ruum: 54)

Ibnu Katsir mengatakan, “(Dalam ayat ini), Allah Ta’ala menceritakan mengenai
fase kehidupan, tahap demi tahap. Awalnya adalah dari tanah, lalu berpindah ke
fase nutfah, beralih ke fase ‘alaqoh (segumpal darah), lalu ke fase mudh-goh
(segumpal daging), lalu berubah menjadi tulang yang dibalut daging. Setelah itu
ditiupkanlah ruh, kemudian dia keluar dari perut ibunya dalam keadaan lemah,
kecil dan tidak begitu kuat. Kemudian si mungil tadi berkembang perlahan-lahan
hingga menjadi seorang bocah kecil. Lalu berkembang lagi menjadi seorang
pemuda, remaja. Inilah fase kekuatan setelah sebelumnya berada dalam keadaan
lemah. Lalu setelah itu, dia menginjak fase dewasa (usia 30-50 tahun). Setelah itu
dia akan melewati fase usia senja, dalam keadaan penuh uban. Inilah fase lemah
setelah sebelumnya berada pada fase kuat. Pada fase inilah berkurangnya
semangat dan kekuatan. Juga pada fase ini berkurang sifat lahiriyah maupun
batin. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban”.” (Tafsir Al
Qur’an Al Azhim pada surat Ar Ruum ayat 54)

Jadi, usia muda adalah masa fit (semangat) untuk beramal. Oleh karena itu,
manfaatkanlah dengan sebaik-baiknya. Janganlah disia-siakan.

Jika engkau masih berada di usia muda, maka janganlah katakan: jika berusia
tua, baru aku akan beramal.
Daud Ath Tho’i mengatakan, “Sesungguhnya malam dan siang adalah tempat
persinggahan manusia sampai dia berada pada akhir perjalanannya. Jika engkau
mampu menyediakan bekal di setiap tempat persinggahanmu, maka lakukanlah.
Berakhirnya safar boleh jadi dalam waktu dekat. Namun, perkara akhirat lebih
segera daripada itu. Persiapkanlah perjalananmu (menuju negeri
akhirat). Lakukanlah apa yang ingin kau lakukan. Tetapi ingat, kematian itu
datangnya tiba-tiba“. (Kam Madho Min ‘Umrika?, Syaikh Abdurrahman As
Suhaim)

Semoga maksud kami dalam tulisan ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib,

ُ‫ت َوِإلَ ْي ِه ُأنِيب‬ ُ ‫ِإ ْن ُأ ِري ُد ِإاَّل اِإْل صْ اَل َح َما ا ْستَطَع‬
ُ ‫ْت َو َما تَ ْوفِيقِي ِإاَّل بِاهَّلل ِ َعلَ ْي ِه تَ َو َّك ْل‬
“Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan)
Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku
kembali.” (QS. Hud [11] : 88)

Semoga Allah memperbaiki keadaan segenap pemuda yang membaca risalah ini.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada mereka ke jalan yang
lurus. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala
nabiyyina Muhammad wa ‘ala wa alihi wa shohbihi wa sallam.

Anda mungkin juga menyukai