Anda di halaman 1dari 46

15 WASIAT

Salaf
Oleh:

‘Abdurrozaaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr

Penerjemah:

Abu ‘Abdillah Erlangga Dwi Kuncahyo


k
Segala pujian hanyalah teruntuk bagi Allah Sang Robb Tuhan
seluruh alam semesta. Aku bersyahaadat bahwasanya sama sekali
tiada satu sosokpun yang berhak untuk dinobatkan sebagai Ilah
sesembahan satu-satunya yang pantas lagi patut untuk kita
persembahkan dan suguhkan dengan seluruh ibadah kita melainkan
hanyalah Allah semata, sama sekali tiada syariik (sekutu maupun
tandingan) bagi-Nya di dalam hak tersebut. Dan akupun bersyahaadat
pula bahwasanya Muhammad n itu adalah hanya merupakan hamba
namun sekaligus merupakan Rosul utusan-Nya, semoga sholawat dan
salam Allah senantiasa tercurahkan kepada beliau, kepada
keluarganya, dan kepada seluruh shohabatnya.

Adapun selanjutnya:

Sudah tidak asing dan tidak dipungkiri lagi bahwasanya masa


muda adalah masa yang teramat sangat penting lagi memiliki
kedudukan yang sangat berkesan dan membekas di dalam kehidupan
setiap insan. Sebab masa muda adalah masa di mana seseorang
tengah berada pada kondisi semangat-semangatnya, kuat-kuatnya,
aktifnya, bugar dan sehatnya, lagi prima dan berani menerjang segala
sesuatu. Sangat jauh berbeda keadaannya dengan seorang yang telah
menginjak usia senja (tua), di mana keberanian dan kekuatannya telah
semakin lemah lagi menciut.

Dan sungguh agama islam sendiri telah menaruh perhatian


secara khusus terhadap masa muda ini dengan adanya perhatian,
penjagaan, serta bimbingan islam yang agung terhadap masa ini.

2
Bahkan telah banyak nash-nash yang datang guna menunjukkan akan
betapa penting dan agungnya masa muda ini, sehingga sungguh Nabi
n sendiri juga telah mendorong lagi memotivasi untuk bersegera
memanfaatkan dan membekali diri semenjak seseorang masih berada
di masa mudanya, serta sebaliknya telah mentahdziir (mengingatkan
akan bahayanya) menyia-nyiakan waktu masa muda ini.

Dari Ibnu ‘Abbaas c ia telah berkata: Rosulullah n telah


bersabda kepada seorang lelaki untuk memberikan wejangan
terhadapnya:

,َ‫صحٖتَمَ قَِبىَ عَكٌَٔم‬


ٔ َٗ ,َ‫ ؽَبَابَمَ قَِبىَ َٓضًَٔم‬:ٍ‫ٔاغِتٍَِِٔ خٌَِغّا قَِبىَ خٌَِػ‬

.َ‫مقَِبىًََ ِ٘تٔم‬
َ َ‫َات‬َٚ‫ َٗح‬,َ‫ؽ ِػؤم‬
ُ َ‫مقَِبى‬
َ َ‫ ََٗؾضَاغ‬,َ‫َٗغَِٔاَنقَِبَىؾَِكضِن‬

“Hendaknya engkau bersegera berbekal memanfaatkan 5 hal sebelum


datangnya 5 perkara: Manfaatkan masa mudamu sebelum datang
masa tuamu, manfaatkan masa sehatmu sebelum datang masa
sakitmu, manfaatkan masa kayamu sebelum datang masa faqiirmu,
manfaatkan masa luang dan santaimu sebelum datang masa sibukmu,
dan manfaatkan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.”1

Maka masa muda masuk ke dalam keumuman lafadzh sabda


beliau n:

.َ‫مقَِبىًََ ِ٘تٔم‬
َ َ‫َات‬َٚ‫َٗح‬

“Manfaatkan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.”

1
Diriwayatkan oleh Al-Haakim di dalam Al-Mustadrok (no. 7846), dan iapun telah
mesnhohiihkannya, serta telah disepakati pula oleh Adz-Dzahabiy. Kemudian telah
dinyatakan shohiih pula oleh Al-Albaaniy di dalam Shohiihul Jaami’ (1077).

3
Namun ternyata beliau n kembali menyebutkan masa muda
secara khusus di dalam sabdanya yang lain, dikarenakan oleh betapa
agung, besar, dan pentingnya masa muda ini, sehingga sepantasnya
seseorang memang harus menyadari lagi mawas diri dengan masa
mudanya, dan tidak menyia-nyiakannya begitu saja.

Dari Ibnu Mas’uud z, bahwasanya Nabi n telah bersabda:

ٖٔ‫ض‬
ِ ٌِ ‫ عَ ِّ ُع‬:ٍ‫ُغِأَيَ َعِّ خٌَِػ‬ٟٖٙ‫ًِّٔٔ عِٔزٔ صَبِّٕٔ حَت‬ًَٞ‫َا‬ٚٔ‫ َِ٘اهِك‬ََٙ‫ظِٗيُقَ َزَُ اِبِّ آَر‬
ُ ‫هَاَت‬

‫ ًََٗاسَا‬,ُٕ‫ٍَأَُِؿَك‬
َ ِٚ‫غَبُٕ َٗٔؾ‬
َ ‫َّ اكَِت‬ِٙ‫ ًََٗاهًٕٔٔٔ َِّأ‬,ُٖ‫ٍَأِبَوا‬
َ ِٚ‫ؽَبابٕٔٔٔؾ‬
َ ِّ َ‫ ع‬,ُٖ‫ٍَأِؾَِا‬
َ ِٚ‫ٔؾ‬


َ ‫ٌَا عَٔو‬ِٚ‫َعٌَٔىٔؾ‬

“Tidak akan pernah bergeser kaki anak cucu Aadam di sisi Robb
Tuhannya kelak pada hari kiamat, sebelum ia ditanyai dan dimintai
pertanggung-jawaban atas 5 perkata: Tentang umurnya untuk apakah
ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apakah ia pergunakan,
tentang hartanya darimanakah ia peroleh lagi upayakan, serta
kemanakah ia infaaqkan (belanjakan), dan apakah yang telah dia
amalkan dari ilmunya.”2

Maka Nabi n telah memberitakan bahwa seseorang itu pasti


akan ditanyai pada hari kiamat soal perihal kehidupannya dengan 2
pertanyaan:

Pertama: Akan ditanyai soal perihal kehidupannya secara


umum, yakni semenjak awal kehidupannya hingga akhirnya.

2
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy (no. 2416). Kemudian telah dishohiihkan oleh Al-Albaaniy
di dalam Ash-Shohiihah (946).

4
Kedua: Akan ditanyai soal perihal masa mudanya secara
khusus. Padahal jikalau saja ia sudah ditanyai soal kehidupannya
secara umum, sebenarnya di dalamnya juga telah masuk pula tentang
perihal masa mudanya. Akan tetapi ternyata di hari kiamat kelak
dirinya tetaplah akan ditanyai secara khusus tentang perihal masa
mudanya.

Oleh sebab itu hendaknya para pemuda senantiasa sadar lagi


mawas diri dengan masa mudanya, dikarenakan oleh betapa saking
penting dan berharganya masa muda ini. Kemudian hendaknya pula ia
senantiasa ingat bahwa kelak Robb Tuhannya k juga pasti tetap
akan bertanya dan meminta pertanggung-jawabannya atas hal-hal
apa sajakah yang telah dilakukan dan dihabiskannya di masa mudanya
tersebut secara khusus, meskipun secara umum Allah telah bertanya
lagi memintai pertanggung-jawabannya tentang perihal amalan
apakah yang telah dilakukannya di sepanjang umurnya, yang
menunjukkan akan betapa saking penting pentingnya masa-masa
muda ini, di mana ia merupakan masa yang penuh dengan semangat
dan kekuatan, masa yang aktif lagi produktif, masa di mana seseorang
tengah kuat-kuatnya secara fisik, serta merupakan masa di masa
seseorang masih memiliki keberanian penuh untuk mendobrak segala
sesuatu demi mengejar cita-cita dan harapannya.

Karena itulah Nabi n telah memotivasi, mendorong, lagi


menganjurkan kepada para pemuda –sebagaimana hadits yang telah
berlalu di atas-, agar hendaknya mereka sudah mulai berbekal lagi
memanfaatkan betul masa-masa mudanya dengan perbekalan-
perbekalan yang besar lagi agung.

Bahkan beliau n sendiri juga telah berwasiat kepada para ahli


ilmu secara khusus, agar mereka senantiasa menaruh perhatian yang
besar di dalam tarbiyyah (pendidikan dan pemeliharaan), dakwah,
dan ta’liim (bimbingan serta pengajaran) kepada para pemuda, sebab

5
para pemuda adalah orang-orang yang memang sangatlah butuh
untuk diperhatikan, sangat butuh untuk diperlakukan lemah lembut,
halus, untuk dijaga, dilindungi, dirayu, dicintai, dan dirangkul, serta
diarahkan, agar mereka dapat pula mencintai perkara-perkara
kebaikan, maupun mencintai pula orang-orang yang baik. Sehingga
dengan demikian diri mereka tidak disambar, tidak diculik, ataupun
direbut oleh para ahlul baathil, maupun oleh orang para budak
(hamba dan pelayan) dari hal-hal yang diharomkan.

Oleh sebab itulah pula sehingga para shohabat g juga benar-


benar menjadi sangat bersemangat untuk merealisasikan makna-
makna yang mulia ini, sebagaimana keterangan yang telah datang dari
Abu Sa’iid Al-Khudriy z, di mana disebutkan apabila ia melihat ada
seorang pemuda, maka iapun akan berkata:

ٛٔ‫أََُُِْ٘عِّعَهَلٍُِؾ‬n ٔ‫عِ٘يُ اهلل‬


ُ َ‫!َأِٗصَاَْ ص‬n ٔ‫عِ٘يِ اهلل‬
ُ َ‫ٔ ص‬ٖٞٚٔ‫ًَضِحَبّأبَ٘ص‬

‫ح‬
ٔ ِٙ‫ ََٗأ ِٓىُ اهِحَ ٔز‬,‫ ؾَإُِٖلٍُِ ُخُوِ٘ؾَُِا‬,َ‫ِح‬ٙ‫ َٗأَِْ َُِؿٌََٔلٍُُ اهِحَ ٔز‬,ِ‫جؤػ‬
ِ ٌَِ‫اه‬

.‫َبعِزََُا‬

“Marhaban (selamat datang) wahai wasiat dari Rosulullah n!


Sungguh Rosulullah n telah berwasiat kepada kami agar kami
melapangkan dan menyediakan tempat untuk kalian di dalam majelis,
dan agar hendaknya kami mengajarkan pemahaman yang benar
kepada kalian berkenaan dengan hadits. Sebab sesungguhnya kalian

6
itu adalah para pengganti setelah kami3, serta kalianlah nantinya yang
akan menjadi generasi ahli hadits setelah kami.”

Bahkan beliau juga sering menyambut untuk menemui dan


menciumi kening para pemuda, sembari beliau berkata kepadanya:

ِِْ‫ ؾَإُِٖمَ إ‬,َّ‫َِك‬َٚ‫تَغِت‬ٟٖ‫ حَت‬ِِٛٔ‫غو‬


َ َ‫ِءٕ ؾ‬َٛ‫ ؽ‬ٛٔ‫ ِإسَا ؽَلَلِتَ ؾ‬,ٛٔ‫َا اِبَّ أَخ‬ٙ

.ِّ‫ اهؾٖم‬َٟ‫ضفَ َعو‬


ِ‫ص‬َ َِ‫ًٖٔ ِّأَِْت‬ٛ‫بإَِه‬
ٗ َ‫ِّأَح‬ِٚٔ‫َك‬ِٚ‫اه‬َٟ‫ضفِ َعو‬
ِ‫ص‬َ َِ‫ت‬

“Wahai putra dari saudaraku, apabila engkau mendapati syakk


(keragu-raguan) tentang suatu perkara apapun, maka hendaknya
silahkan engkau bertanya kepadaku sampai engkau bisa mendapatkan
keyakinan (ilmu) atas urusan tersebut. Karena sesungguhnya apabila
engkau berpaling ataupun menyikapi perkara tersebut karena
dibangun di atas keyakinan (ilmu), niscaya hal itu lebih aku cintai lagi
sukai ketimbang engkau berpaling meninggalkannya ataupun
menyikapinya karena dibangun di atas syakk (keragu-raguan).”4

Dan ‘Abdullah bin Mas’uud z apabila beliau mendapati


adanya para pemuda yang tengah pergi untuk menuntut ilmu, maka
beliaupun akan berkata:

,ٔ‫ جُ ُزرٔ اهُِكُوِ٘ب‬,ٔ‫َاب‬ِّٚ‫ َٗ ُخوِكَاِْ اهج‬,ٍَِ‫ِحِ اهظُّو‬ٚٔ‫ ًََٗصَاب‬,ٌَِٔٞ‫ِعِ اِهحٔل‬ٚٔ‫ََِاب‬ٚٔ‫ًَضِحَبّاب‬

.َٕٞ‫و‬ِٚٔ‫ُىقَب‬
ِّ‫حَاِْ ك‬ِٙ‫ص‬
َ ,ٔ‫ ِ٘ت‬ُُٚ‫ػاهِب‬
ِ ُ‫ُحو‬

3
Yakni kalianlah yang akan menggantikan posisi kami di dalam mengajarkan dan
membimbing umat manusia, serta di dalam dakwah mengajak mereka untuk kembali
kepada agama Allah k.
4
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy di dalam kitabnya Syu’abul Iimaan (no. 1610).

7
“Marhaban (selamat datang) wahai kalian yang kelak akan menjadi
sumber mata air hikmah serta sumber cahaya penerang bagi
kegelapan, orang-orang yang nantinya akan menjadikan pakaiannya
usang5, orang-orang dengan hati-hati yang baru nan sungguh-
sungguh, lagi akan membawa pembaharuan pula untuk hati-hati
manusia, orang-orang yang akan senantiasa menetapi lagi menjadi
penjamin bagi setiap rumah, sekaligus merupakan roihaan (tumbuh-
tumbuhan yang berbau harum semerbak) bagi setiap qobiilah.”6

Adapun wasiat para As-Salafush Shoolih dan perhatian mereka


terhadap masa muda adalah teramat sangat banyak jumlahnya. Oleh
sebab itu pada risalah yang ringkas ini dengan judul “Min
Washooyaas Salafi Lisysyabaab” akupun berupaya untuk memilih
sejumlah di antara sekian banyak dari wasiat-wasiat tersebut, sambil
aku bubuhkan pula dengan adanya ta’liiq (catatan kaki) ringkas nan
mudah sebagai bentuk penjelasan ringkas berkenaan dengan wasiat-
wasiat tersebut.7

5
Di dalam ilmu, ta’liim, bimbingan, dakwah, dan tarbiyyah, guna mengajak umat manusia
kembali kepada agama Allah, pent.
6
Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdilbarr di dalam Jaami’u Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (no. 256).
7
Asal dari risalah ini adalah merupakan muhaadhoroh yang beliau sampaikan di Al-
Mamlakatul Bahroin (kerajaan Bairoon) pada tanggal 13 Jumaadil Uulaa tahun 1435 H.
pada pertemuan di Universitas Hamdun di wilayah Al-Muharriq, yang kemudian
selanjutnya muhaadhoroh tersebut ditranskrip, dan ditambahkan faedah-faedah
berikutnya setelah dimurooja’ah (diperiksa kembali) oleh beliau. Semoga Allah
memberikan balasan yang terbaik kepada siapa saja yang terlibat di dalam menerbitkan
risalah ini.

8
WASIAT PERTAMA

Dari Abul Ahwash, ia telah berkata: Abu Ishaaq –yakni ‘Amr As-
Sabii’iy- telah berkata:

‫َٔا‬ِٚ‫ضُأٔؾ‬
َ ‫ِإَّها ََٗأِق‬ْٞ‫َو‬َِٚ‫ه‬ٛ‫ضٔب‬
ٗ ٌَُ‫قَُّوٌَات‬,-ٍ
ِ ‫ل‬
ُ َ‫ ؽََباب‬:ِٜ ‫َأ‬- ‫ض اهؾَٖبابٔ اغَِتٌُِٔ ِ٘ا‬
َ‫ؾ‬
َ ‫اًَ ِع‬َٙ

ََٞ‫ ََٗثَواث‬,َِ‫ض‬
ُ‫ح‬
ُ ِ‫ض اه‬
َ ُٔ‫ؽ‬
ِ ‫ص ََُِ٘أ‬
ُ ‫هََأ‬ُِّٛ‫ َِٗإ‬,ٕٞ‫كَع‬
ِ َ‫ ص‬ٛ‫ٔؾ‬َٝ‫ض‬
َ ‫ضُأ اهَِبَك‬
َ ‫َهَأِق‬ُِّٛ‫ َِٗإ‬,َٕٞٙ‫ـ آ‬
َ ‫َأِه‬

  ﴿ :‫ٍَتَوا‬


ٖ ُ‫ث‬,‫ػ‬
َ ٌِٚٔ‫د‬
َ ِ‫ِّ َٗاه‬َِِٚ‫ َٗاهِِإِث‬,‫ض‬
ٍ ِٔ‫ؽ‬
َ ‫كِّى‬
ُ ِّ ًٔ ٍَ‫ا‬ٖٙ‫َأ‬

﴾  

“Wahai sekalipun para pemuda! Hendaknya kalian memanfaatkan


masa muda kalian, karena tidaklah aku melewatkan satu malampun
melainkan aku pasti akan membaca kurang lebih 1000 ayat di
dalamnya. Dan sesungguhnya aku benar-benar sanggup untuk
membaca habis dari suroh Al-Baqoroh hanya pada 1 roka’at saja, dan
sesungguhnya aku juga benar-benar mengamalkan puasa di bulan-
bulan harom, serta aku juga berpuasa 3 hari di setiap bulan, dan
berpuasa pula pada hari senin serta kamis. Selanjutnya iapun
membaca firman Allah: “Adapun nikmat yang telah engkau dapatkan
dari sisi Robb Tuhanmu maka sampaikanlah, ceritakanlah, dan sebut-
sebutlah (sebagai bentuk tanda rasa syukurmu atasnya, dan bukannya
karena riya’ ataupun sum’ah, pent.).” (QS. Adh-Dhuhaa: 11).8

Lafadzh:
8
Diriwayatkan oleh Al-Haakim di dalam Al-Mustadrok (no. 3947).

9
َٕٞٙ‫ـآ‬
َ ِ‫َٔاأَه‬ِٚٔ‫أَِقضَُأؾ‬

“Aku pasti akan membaca kurang lebih 1000 ayat di dalamnya.”

Maksudnya adalah bukan persis 1000 ayat, akan tetapi kurang


lebih 1000 ayat (yakni taqriib dan bukannya tahdiid). Sehingga
maknanya adalah bahwa ia telah biasa mengkhotamkan Al-Qur-aan
minimalnya sekali setiap minggunya. Sementara menkhotamkan Al-
Qur-aan seminggu sekali adalah merupakan ciri khas umumnya dari
para As-Salafush Shoolih.

Dari ‘Amr bin Maimuun, disebutkan bahwa apabila ia berjumpa


dengan salah satu di antara saudara-saudaranya, maka ia akan
berkata:

.‫ض كَشَا‬
ِ َِٚ‫ َٗصَطَقًََّٔ اِهد‬,‫ كَشَا‬ٝٔ‫صوَا‬
ٖ ‫ًََّٔ اه‬َٞ‫ اهللُاهِبَاصِح‬ٛ
َ َِٔ‫هَكَ ِز صَطَق‬

“Benar-benar sungguh Allah telah menganugerahkan rizqi kepadaku


berupa kemuliaan dan kemudahan, sehingga akupun dapat
mengamalkan sholat demikian dan demikian, serta Allah juga telah
menganugerahkan rizqi yang berupa demikian dan demikian.” 9

Abu ‘Abdillah Al-Haakim di dalam Al-Mustadrok telah berkata


setelah ia meriwayatkan kedua atsar di atas: “Maka semoga Allah
merohmati ‘Amr bin ‘Ubaidillah As-Sabii’iy dan ‘Amr bin Maimuun Al-
Awdiy, karena benar-benar sungguh keduanya telah mengingatkan
sekaligus mentarghiib (memotivasi) para pemuda agar senantiasa
bersemangat di dalam mengamalkan ibadah.”

9
Diriwayatkan oleh Al-Haakim di dalam Al-Mustadrok (3948).

10
Kemudian di dalam kedua atsar tersebut juga terdapat salah
satu bentuk metode tarbiyyah (pendidikan dan pengajaran), yakni
berupa metode qudwah (mengambil atau memberikan contoh dan
panutan). Sebab para pemuda memang sangat butuh kepada
tarbiyyah yang demikian, agar mereka termotivasi dan mudah untuk
mengambil contoh. Namun tentu saja sepantasnya bagi seorang
mu’allim (pengajar ilmu) agar senantiasa pula memperhatian
kebaikan niat dan tujuannya, sehingga jangan sampai dengan metode
yang demikian dirinya justru malah terjatuh kepada sikap riyaa’, yang
akibatnya justru malah akan memakan habis lagi menghancurkan
seluruh amalannya.

11
WASIAT KEDUA

Termasuk pula di antara wasiatnya para As-Salafush Shoolih


secara umum kepada para pemuda adalah apa yang telah
diriwayatkan dari Hammaad bin Zaid, bahwasanya ia telah berkata:
Kami pernah masuk untuk menemui (menjenguk) Anas bin Siiriin v
di kala sakitnya, maka iapun berkata:

‫ ؾَإَُِٖٔا‬,َ‫ِح‬ٙ‫ضِٗا ًٌِّٖٔ تَأِخُ ُشَِْٗ َٓ ٔشَٖ اهِأَحَأر‬


ُ ‫ اُُِ ُظ‬,ٔ‫ؾضَ اهؾٖبَاب‬
َ ِ‫َا ًَع‬َٙ‫ٔاتُٖكِ٘ا اهلل‬

.ٍُِ‫ُِِل‬ٙ‫ٔر‬

“Hendaknya kalian senantiasa bertaqwaa kepada Allah wahai sekalian


para pemuda! Hendaknya pula kalian senantiasa melihat dari siapa
kalian mengambil hadits-hadits ini, karena sesungguhnya hadits-
hadits tersebut adalah merupakan agama kalian.”10

Ini merupakan wasiat yang sangat agung, di mana ia


merupakan wasiat bagi para pemuda yang pergi keluar untuk
menuntut ilmu dan mempelajari hadits, yakni berupa wasiat agar
sepantasnya mereka senantiasa mempelajari ilmu dan hadits tersebut
memang dari tangan-tangan para ahli ilmu yang roosikh (mendalam
keilmuannya) lagi tsaabit (kokoh di atas Al-haq, pent.), yang benar-
benar memang merupakan ahli dirooyah wal bashiiroh
(berpengetahuan lagi berilmu agama, pent.), serta mereka adalah
akaabiirnya (para pembesar dan seniornya) di dalam urusan ilmu
agama, dan bukannya malah mengambil ilmu dari siapa saja, akan
tetapi hanya membatasi diri mengambil ilmu dari Shoobihus Sunnah
10
Diriwayatkan oleh Al-Khothiib di dalam Jaami’ Liakhlaaqir Roowiy wa Aadaabis Saami’
(no. 139).

12
(Ahlus Sunnah Salafiyyuun) yang benar-benar telah roosikh
(mendalam lagi tertanam) kakinya di dalam As-Sunnah dan Al-Haq.

Dari Syaudzab v, ia telah berkata:

.‫َٔا‬َِٚ‫حٌِٔوُُٕ َعو‬َٙ,ِٖٔٞٗ‫ب اهغ‬


َ ٔ‫ صَاح‬ٛ
َ ‫َ٘ا ٔخ‬َُِْٙ‫مأ‬
َ ٖ‫بِٔإسَاتََِغ‬
ٓ ‫ اهؾٖا‬َٟ‫ٔ اهللٔ َعو‬ٌَِٞ‫إًُِِّْٖٔٔع‬

“Sesungguhnya di antara nikmat Allah untuk para pemuda adalah


manakala ketika para pemuda tersebut memang telah mendatangi
dan menetapi arahan dari seorang Shoohibus Sunnah (Ahlus Sunnah
Salafiyyuun), dengan maksud agar mereka bisa meniti jalannya para
Shoohibus Sunnah tersebut, niscaya Shoohibus Sunnah itupun akan
membawa dan menuntun mereka kepada jalan As-Sunnah.”

Dari ‘Amr bin Qoys Al-Mulaa-iy v, ia telah berkata:

‫ِتًَََُٕع‬ٙ‫ َِٗإسَا صََأ‬,ُُٕ‫ٔؾَاصِج‬َٞ‫ٔ َٗاِهجٌََاع‬ِٖٞٗ‫َِؾٔأًَُعََأ ِٓىِ اهغ‬ٙ‫ِتَ اهؾٖابََأٖٗيًََا‬ٙ‫ِإسَا صََأ‬

.ٕٔٔ‫ؾ ِ٘ئ‬
ُ ُُِ‫َأٖٗي‬َٟ‫ؾَإِْٖ اهؾٖابَ َعو‬.ًُِِٕٔ‫ِئَػ‬ٙ‫َأ ِِٓىاهِبٔ َزِعَؾا‬

“Apabila engkau melihat pemuda di awal tumbuh kembangnya, ia


tumbuh bersama-sama dengan kalangan Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah,
maka silahkan engkau menaruh harapan optimis (untuk masa
depannya, pent.). Namun apabila engkau melihat dirinya di awal
tumbuh kembangnya malah bersama dengan ahlul bid’ah, maka
silahkan engkau berputus asa pesimis (akan masa depannya, pent.).
Karena sesungguhnya (masa depan, pent.) pemuda itu sudah mulai
ditentukan semenjak dari awal masa tumbuh kembangnya.”

Dari ‘Amr bin Qoys v, ia telah berkata:

13
َٟ‫ َٗإًَِِْايَإِه‬,ٍَٔ‫غو‬
ِ َُِْٙ‫ٍ كَارَأ‬
ِ ِ‫ػَأ ِٓىَ اِهٔعو‬
َ ٔ‫جَاه‬َُِْٙ‫ضأ‬
َ ‫ؾَإِْٖ آَث‬,ُ‫َِؾٔأ‬َٚ‫إِْٖ اهؾٖابٖه‬

.ُ‫عِطَب‬ََٙ‫ٍ كَار‬
ِ ٔٓ‫ض‬
ِ َِٚ‫غ‬

“Sesungguhnya seorang pemuda itu benar-benar masih akan terus


tumbuh dan berkembang. Dan sesungguhnya dampak pengaruh yang
ditimbulkan dari rajinnya ia duduk-duduk bermajelis bersama dengan
para ahli ilmu (di masa mudanya, pent.), hampir-hampir saja hal
tersebut dapat menyelamatkannya (di masa depannya, pent.). Namun
apabila (semenjak masa mudanya, pent.) ia malah lebih condong
untuk bermajelis kepada selain mereka, maka hal tersebut hampir-
hampir saja malah akan merusak dan membinasakannya (di masa
depannya, pent.).”11

11
Semua atsar tersebut telah diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh di dalam Al-Ibaanatul
Kubroo (1/204)(no. 42-44).

14
WASIAT KETIGA

Dari Maalik bin Diinaar v, bahwasanya ia telah berkata:

.ٔ‫ اهؾٖبَاب‬ٛٔ‫ضؾ‬
ُ َِٚ‫إٌَُِٖا اِهد‬

“Sesungguhnya kebaikan itu hanyalah di masa muda.” 12

Ini merupakan tanbiih (peringatan) yang sangat agung dari


Maalik bin Diinar v tentang masa muda, dikarenakan oleh saking
pentingnya masa tersebut. Di mana bahwasanya apabila seorang
pemuda semenjak mudanya ia telah menanamkan modal dari hasil
buah yang bagus, niscaya kelak iapun pasti akan menuai hasil
kebaikan yang besar lagi berlimpah, sehingga apa yang dia tanam di
masa mudanya tersebut benar-benar dapat menjadi rokiizah
(simpanan berharga), ‘umdah (tiang), dan pondasi asal yang kokoh
lagi akan senantiasa tetap bersamanya hingga ia meninggal dunia
sekalipun. Maka apa yang telah ditanamnya tersebutpun akan benar-
benar dapat membuahkan hasil manfaat bagi dirinya sendiri (di masa
mendatang, pent.), entah itu bagi dirinya sendiri saja, maupun bagi
umatnya, atau dapat pula menjadi nasehat (kebaikan) bagi selainnya.

Akan tetapi apabila ia tidak menanam modal dengan baik


semenjak usia mudanya, artinya ia telah menyia-nyiakan kebaikan dan
keberkahan dari masa mudanya tersebut untuk dirinya sendiri kelak di
masa-masa mendatang.

Apa terlebih lagi apabila telah terkumpul pada diri seorang


pemuda sekaligus, antara jiwa dan semangat kekuatannya di masa

12
Diriwayatkan oleh Al-Khothiib di dalam Al-Jaami’ Liakhlaaqir Roowiy wa Aadaabis Saami’
(673).

15
muda (yang ia pergunakan dengan sia-sia, pent.), antara waktu luang
yang dimilikinya (dan dihabiskannya sia-sia, pent.), serta antara
curahan harta yang dibelanjakannya dengan tangannya (pada kesia-
siaan, pent.), maka sungguh hal tersebut benar-benar akan menjadi
kecelakaan sekaligus kebinasaan untuknya, sebagaimana yang
dikatakan:

َٖ‫اهٌَِؿِغَز‬ٜٗ َ‫ْٔهوٌَِضِٔءأ‬َٝ‫ًَؿِغَز‬ َٖ‫ب َٗاهَِؿضَاَؽ َٗاهِجَز‬


َ ‫إِْٖ اهؾٖبَا‬

“Sesungguhnya (apabila terkumpul antara kesia-siaan, pent.) usia


muda, kesia-siaan waktu, dan kesia-siaan di dalam membelanjakan
hartanya, niscaya hal tersebut benar-benar akan menjadi pembawa
mafsadah (kerusakan) bagi diri seseorang, di mana hal tersebut akan
mendatangkan berbagai macam mafsadah (kerusakan) bagi dirinya
(kelak, pent.).”

Apabila telah berakumulasi antara kekuatan dan semangat di


masa muda, ditambah lagi dengan disia-siakannya waktu luang, serta
dihambur-hamburkannya harta, ditambah lagi dengan semakin
banyaknya fitnah yang muncul, dan semakin mendekatnya fitnah
tersebut kepada para pemuda, serta semakin banyak dan terbuka
lebarnya pintu-pintu fitnah, maka sungguh perkara-perkara tersebut
benar-benar akan menjadi kebinasaan dan kecelakaan terbesar bagi
para pemuda, yang mana hal tersebut berpotensi sangat besar untuk
menjerumuskan mereka kepada perilaku jinaayah (dosa) yang lebih
besar pula, sehingga para pemuda akan luput dari mendapatkan
kebaikan dan keberkahan di masa-masa muda mereka.

Maka di sini seolah-olah Maalik bin Diinar v berkata:

.ٔ‫ اهؾٖبَاب‬ٛٔ‫ضؾ‬
ُ َِٚ‫إٌَُِٖا اِهد‬

16
“Sesungguhnya kebaikan itu hanyalah di masa muda.”

Adalah sebagai bentuk tanbiih (peringatan) beliau tentang


tentulah betapa besar dan agungnya kebaikan serta berkah di masa
muda seseorang, manakala jikalau Allah memang telah
menganugerahkan taufiiq kepadanya dan membantunya untuk
membekali masa-masa mudanya dengan hal-hal yang diridhoi oleh-
Nya (sejak dini, pent.).

17
WASIAT KEEMPAT

Di antara wasiat para As-Salafush Shoolih kepada para pemuda


adalah berupa sesuatu yang telah diriwayatkan oleh Zaid bin Abiz
Zarqoo’, di mana ia telah berkata: Pernah Sufyaan -yakni Ats-Tsauriy-
keluar dari rumahnya, sementara kami tengah berada (menunggu) di
depan pintunya. Maka iapun berkata:

َِْٗ‫ص‬
ُ ِ‫ ؾَإُِٖلٍُِ هَا تَز‬,ٍِِ‫َ َٓشَا اِهعٔو‬َٞ‫جُوِ٘ا َبضَك‬
ٖ ‫ؾضَ اهؾٖبَابٔ َتَع‬
َ ِ‫َا ًَع‬ٙ

.‫ٍَبعِضّا‬
ِ ُ‫ُؿٔ ِزَبعِضُل‬ٚٔ‫ه‬,ًَُِِْٕٔ٘‫ًَُو‬
ِّ‫َهعَوَّلٍُِهَاتَِبُوُػًََِْ٘اُتؤ‬

“Wahai sekalian para pemuda! Hendaknya kalian bersegera untuk


mengambil keberkahan ilmu agama ini, agar kalianpun tetap masih
bisa sempat memberikan faedah di antara satu dengan yang lainnya.
Karena sesungguhnya kalian tidak akan pernah tahu, di mana bisa jadi
kalian tidak berhasil meraih apa yang telah kalian cita-citakan dan
harapkan dari ilmu ini.”13

Maksud dari ucapan beliau:

ٍِِ‫ َٓشَا اِهٔعو‬ََٞ‫جُوِ٘اَبضَك‬


ٖ ‫َتَع‬

“Hendaknya kalian bersegera untuk mengambil keberkahan ilmu


agama ini.”

Adalah hendaknya kalian segera memanfaatkan dan


membekali masa muda kalian dengan pergi menuntut ilmu agama.

13
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam kitabnya Hilyatul Awliyaa’ (6/370).

18
Sebab apabila seorang insan telah mencapai usia tua, dirinya tidak
akan lagi mempunyai semangat, kemampuan, dan kecerdasan yang
mumpuni seperti ketika semisal ia masih di masa mudanya dahulu.
Terlebih lagi dengan telah adanya sekian banyak kewajiban dan
tanggung-jawab yang sudah harus dipikul olehnya, baik itu berupa
tanggung-jawab pekerjaan, kesibukan-kesibukan, serta urusan-urusan
kemashlahatan lainnya. Sementara ketika di masa muda, ia sama
sekali tidak terbebani dengan kesemua hal tersebut. Selain itu pula
lebih dikarenakan oleh alasan berupa akan betapa cepat berlalunya
masa muda itu sendiri, sebagaimana pernyataan yang telah
dinyatakan oleh Al-Imaam Ahmad v:

.َ‫ؾَغَكَط‬ٌُِّٛ‫ ك‬ٛٔ‫ِٕء كَاَْؾ‬ٛ‫ؾ‬


َ ٔ‫بإِهَّاب‬
َ ‫ًَا ؽَٖبِٔتُ اهؾٖبَا‬

“Tidaklah aku memperumpamakan masa muda dan anak muda itu


melainkan hanyalah seperti sesuatu benda yang berada di dalam
lengan bajuku, kemudian betapa cepatnya iapun terjatuh.” 14

Adapun lafadzh:

ًَُِِْٕٔ٘‫ًَُو‬
ِّ‫صََِْٗهعَوَّلٍُِهَاتَِبُوُػًََِْ٘اُتؤ‬
ُ ِ‫ؾَإُِٖلٍُِهَاتَز‬

“Karena sesungguhnya kalian tidak akan pernah tahu, di mana bisa


jadi kalian tidak berhasil meraih apa yang telah kalian cita-citakan dan
harapkan dari ilmu ini.”

Maksudnya adalah bahwasanya terkadang seorang pemuda itu


memiliki cita-cita dan angan-angan yang tinggi bahwa ia akan dapat
meraih ilmu yang demikian dan demikian, dan iapun akan sanggup

14
Telah disebutkan oleh Al-Haafdizh Adz-Dzahabiy di dalam Siyar A’laamin Nubalaa’
(11/305).

19
untuk menghapalkan demikian dan demikian, serta akan dapat selesai
membaca kitab-kitab yang demikian dan demikian, maupun lain
sebagainya dari perkara-perkara yang dibayangkan olehnya, namun
ternyata akhirnya ia malah tidak berhasil memperoleh kesemua
bayangannya tersebut. Akan tetapi apabila ia sejak awal telah
bersungguh-sungguh di dalam dirinya, dan iapun telah beristi’aanah
(memohon pertolongan) kepada Allah, serta telah benar-benar
bersemangat untuk memanfaatkan betul masa mudanya (untuk
berbekal dengan kebaikan dan ilmu agama, pent.), niscaya atas seizin
dari Allah k diapun pasti akan dapat meraih kebaikan yang besar
nan agung. Sebab Allah k telah berfirman:

        

 

“Orang-orang yang benar-benar bersungguh-sungguh berjihaad di


jalan Kami, benar-benar pula akan Kami berikan kepada mereka
hidayah taufiiq untuk dapat menuju kepada jalan Kami yang lurus.
Dan sesungguhnya Allah adalah benar-benar bersama dengan orang-
orang yang berlaku ihsaan (kebaikan).” (QS. ‘Ankabuut: 69).

Sedangkan maksud dari lafadzh:

.‫ٍَبعِضّا‬
ِ ُ‫ُؿٔ ِزَبعِضُل‬ٚٔ‫ه‬

“Agar kalianpun tetap masih bisa sempat memberikan faedah di


antara satu dengan yang lainnya.”

20
Adalah sebagai bentuk motivasi dan anjuran kepada para
pemuda agar memanfaatkan dan mengambil faedah sebanyak-
banyaknya dari setiap pertemuan maupun perjumpaan di antara
mereka, yaitu dengan cara saling memberikan faedah yang
bermanfaat di antara satu sama lainnya, serta dengan cara saling
mengingatkan dengan kebaikan-kebaikan ilmu agama.

21
WASIAT KELIMA

Di antara wasiat para As-Salafush Shoolih kepada para pemuda


juga adalah berupa sesuatu yang telah diriwayatkan dari Al-Hasan Al-
Bashriy v, di mana beliau sudah berulang-ulang kali berkata:

‫ب‬
َ َ‫َِِاًَِّ َطو‬ٙ‫ضّا صََأ‬ِٚٔ‫ؾَلَج‬.‫ٔؾَا ِطوُُب َِ٘ٓا‬َٝ‫ِلٍُِبٔاهِآخٔض‬َٚ‫ َعو‬,ٔ‫ؾضَ اهؾٖبَاب‬
َ ِ‫َاًَع‬ٙ

‫ًَََع‬َٝ‫َاؾََأرِصَنَاهِآ ٔخض‬ُِٚٗ‫َِِاأَحَزّا طَوَبَ اهز‬ٙ‫ ًََٗا صََأ‬,‫َا‬ُِٚٗ‫كَٔاًَعَ اهز‬


َ َ‫َؾََأرِص‬َٝ‫اهِآ ٔخض‬

.‫َا‬ُِٚٗ‫اهز‬

“Wahai sekalian para pemuda! Wajib bagi kalian untuk


memperhatikan akhirat kalian, dan wajib pula bagi kalian untuk
mencari bekal akhirat. Karena kebanyakan dari yang kami lihat dan
dapati pada diri seorang yang memang benar-benar niatnya adalah di
dalam rangka untuk mencari akhirat semata, ternyata kami dapati
akhirat dan dunia juga tetap ada bersamanya (datang
menghampirinya, pent.). Sementara tidaklah kami lihat dan dapati
dari seorangpun yang menjadi pencari dunia, melainkan pasti ia akan
mendapati ternyata akhiratnya juga akan pergi bersama dengan
dunianya (meninggalkan dirinya, pent.).”15

Maka ini merupakan tanbiih (peringatan) yang sangat besar lagi


agung dari Al-Imaam Al-Hasan Al-Bashriy v teruntuk para pemuda,
agar hendaknya mereka senantiasa menjadikan cita-cita dan
tujuannya semata-mata demi mencari akhirat, serta benar-benar
menaruh perhatian untuk dapat memperoleh akhirat, sehingga iapun
15
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy di dalam Kitaabuz Zuhd (no. 12).

22
benar-benar hanya menyibukkan waktunya dengan upaya ketaatan
serta pendekatan diri kepada Robb Tuhannya. Karena barangsiapa
yang melakukan hal tersebut, niscaya Allah k akan
menganugerahkan nikmat kepadanya berupa jatah bagian untuknya
pula dari keduniaan ini.

Dan janganlah disalah pahami dari nasehat beliau di atas


bahwasanya lantas seorang insan itu hendaknya meninggalkan saja
semua hal yang dapat menegakkan urusan dunianya berupa rizqi,
tempat tinggal, ataupun pakaiannya, serta malah menjadi peminta-
minta kepada orang lain, tidak demikian. Bahkan tidaklah mengapa
dan tidak pula memudhoorotkan bagi dirinya apabila seorang muslim
itu bekerja dan berupaya mencari nafkah hingga ia dapat
mengumpulkan harta –meski akhirnya ia dapat mengumpulkan harta
yang banyak sekalipun-, akan tetapi yang memudhoorotkan dan
membahayakan baginya adalah apabila ia justru menjadikan urusan
dunianya itu sebagai himmahnya (cita-cita dan tujuannya), serta
puncak dari segala urusan yang ingin dia raih dengan ilmu agamanya,
sebagaimana keterangan yang telah datang di dalam sabda Nabi n,
ketika beliau berdo’a:

.‫ض ٌََِِّٓا َٗهَاًَِبوَؼَ ٔعؤٌَِِا‬


َ ‫َاأَكَِب‬ُِٚٗ‫جَعِى اهز‬
ِ ‫َٗهَاَت‬

“(Ya Allah) Janganlah Engkau jadikan dunia ini sebagai himmah (cita-
cita dan tujuan) terbesar kami, dan janganlah pula Engkau jadikan ia
sebagai puncak dari segala yang ingin kami raih dengan ilmu agama
kami.”16

Dan beliau n juga telah bersabda:

16
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy di dalam Al-Jaami’, pada Abwaabud Da’awaat (no. 3502).
Kemudian telah dinyatakan hasan pula oleh Al-Albaaniy di dalam Al-Kalimuth Thoyyib (no.
226).

23
.َ‫َتَلَؿَُّؿَِْ٘ اهِٖاؼ‬َّٙٞ‫صٍُِٓ عَاه‬
َ َ‫ضًْٔ ِّأَِْتَش‬َِٚ‫ خ‬,ّ‫َاء‬ِِٚٔ‫مَأغ‬
َ َ‫ص َٗصَثَت‬
ِ َ‫مإِِْتَش‬
َ ُِٖ‫إ‬

“Sesungguhnya apabila engkau meninggalkan harta warisan yang


banyak untuk ahli warismu, sehingga mereka menjadi orang-orang
yang kaya sekalipun, maka hal tersebut adalah lebih baik daripada
engkau meninggalkan mereka dalam keadaan faqiir meminta-minta
kepada manusia.”17

Maka barangsiap yang himmahnya adalah murni di dalam


rangka untuk mendapatkan akhirat, niscaya Allah akan
mengumpulkan untuknya segala urusan dan hajatnya, sehingga Allah
tetap akan mendatangkan dunia kepadanya, meskipun dunia itu
adalah sesuatu yang ia hindari, benci, lagi hinakan. Namun sebaliknya
barangsiapa yang himmahnya hanya demi mencari dunia semata,
niscaya Allah akan senantiasa menjadikan kefaqiiran berada di
hadapan kedua matanya, sementara dirinya tidak akan pernah
memperoleh bagian dari keduniaan tersebut, kecuali hanya sebatas
berupa kadar taqdir yang telah Allah k tuliskan lagi tentukan untuk
dirinya semata.

17
Diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy di dalam Shohiihnya (no. 1295). Muslim di dalam
Shohiihnya (no. 1628).

24
WASIAT KEENAM

Di antara wasiat para As-Salafush Shoolih untuk para pemuda


adalah berupa sesuatu yang telah diriwayatkan dari ‘Uqbah bin Abiy
Hakiim, di mana ia telah berkata: Kami biasa duduk-duduk bermajelis
di sisi ‘Aun bin ‘Abdillah, maka pada suatu kali ia pernah berkata
kepada kami:

.ُ‫جى‬
َ ٌِِٔ‫ُِتَ َظضُبٔاِهحَصَارِٔإسَاَبوَؼَاه‬ٙ‫ؾٌََا‬,َِْ٘‫ٌَُ ُِ٘ت‬َٙ‫َِِا اهؾٖبَاب‬ٙ‫قَزِ صََأ‬,ٔ‫ؾضَ اهؾٖبَاب‬
َ ِ‫ًَع‬

.َُٕ‫َت‬ِٚ‫ٌََػٗٔهح‬ٙٗ

“Wahai sekalian para pemuda! Sungguh kita telah sama-sama melihat


banyak di antara para pemuda yang telah meninggal dunia di usia
mudanya, kalau begitu hasil panen apa lagi yang akan kita tunggu
jikalau ternyata minjal18 telah lebih dahulu mendatanginya.”
Kemudian iapun lalu mengusap-ngusap janggutnya.19

Yang beliau v maksudkan adalah barangsiapa yang telah


mencapai usia demikian, artinya telah dekat waktu dirinya untuk siap
dipanen, sebab sawah pertanian itu apabila telah sempurna umurnya,
maka artinya sudah semakin siap ia untuk dipanen. Demikian pula
dengan orang yang sudah tua usianya, di mana akan menjadi semakin
rendah cita-cita dan angan-angannya. Maka beliaupun menyebutkan
hal tersebut kepada mereka dengan maksud untuk mengingatkan
agar hendaknya seorang insan tidak boleh tertipu dengan apa yang
dilihat dan disaksikannya berupa adanya segelintir orang yang

18
Al-Minjal adalah alat buatan tangan yang biasa digunakan untuk memanem sawah hasil
pertanian.
19
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyaa di dalam kitabnya Al’Umru wasy Syaib (no. 42).

25
dipanjangkan umurnya. Sebab banyak dari umat manusia yang tertipu
setelah dirinya melihat adanya sebagian orang yang masih bisa hidup
hingga usia tuanya, sehingga merekapun menyangka bahwa mereka
juga bisa mencapai usia umur yang semisal dengan orang-orang
tersebut, akibatnya merekapun banyak melalaikan lagi menyia-
nyiakan urusan mereka, sembari berkhayal bahwa masih akan
datangnya waktu nanti dan masa-masa lainnya pada kesempatan-
kesempatan yang akan datang, sebagaimana dikatakan:

ٔ‫ٌَُ ِ٘تًَُّٔ اهؾٖبَاب‬ًََِّٟٙ‫ُِغ‬َٙٗ ‫ضَقًِّ٘ا‬


ٗ ‫ُػ‬ََٚ‫ضأَحَ ْزؾ‬
ُ ٌَٖ‫ع‬ُٙ

“Seorang saja yang berhasil mencapai usia tua telah dapat menipu
seluruh kaumnya, sehingga merekapun dibuat lupa bahwa ternyata di
sana telah banyak orang-orang muda yang juga sudah meninggal
dunia di usia mudanya.”

Telah datang pula atsar yang semakna dari Al-Hasan Al-Bashriy,


bahwa pernah suatu hari ia berkata kepada orang-orang yang
menghadiri majelisnya –dari kalangan orang-orang tua maupun para
pemuda-:

‫ض‬
َ‫ؾ‬َ ِ‫َا ًَع‬ٙ:َ‫قَاي‬.ُ‫ احلَصَار‬:‫صعِِإسَاَبوَؼَ؟قَاُهِ٘ا‬
ِ ٖ‫ُِتَ َظضُبٔاهظ‬ٙ‫ ًَا‬,ِ‫ِ٘ذ‬ُٚٗ‫ؾضَ اهؾ‬
َ ِ‫َا ًَع‬ٙ

.َ‫َِبوُؼ‬َِْٙ‫قَِبَىأ‬َُٞٓ‫صَعقَزِتُزِصِكُُٕ اِهعَا‬
ِ ٖ‫إِْٖ اهظ‬,ٔ‫اهؾٖبَاب‬

“Wahai sekalian para orang tua! Apa yang akan kalian harapkan dari
sawah ladang kalian apabila tanamannya sudah tua umurnya?
Merekapun menjawab: Tentu kami akan mengharapkan hasil
panennya. Beliau berkata lagi: Wahai sekalian para pemuda!
Sesungguhnya terkadang sawah itu juga bisa jadi sudah lebih dahulu

26
terserang oleh hama, bahkan sebelum ia sempat tua umurnya (dan
sebelum ia sempat siap untuk dipanen, pent.).”20

Oleh sebab itu hendaknya seorang muslim itu keadaannya


adalah sama seperti yang telah disebutkan di dalam atsar, yakni:

.َ‫ضاهٌَِغَاء‬
ِ ‫تَؾوَاتَِتَ ٔظ‬
َ ِ‫ َِٗإسَاأَصَِبح‬,َ‫ض اهصٖبَاح‬
ِ ‫تَؾوَاتَِتَ ٔظ‬
َ َِٚ‫ِإسَاأًَِغ‬

“Apabila engkau telah memasuki waktu sore, maka janganlah


menunda hingga menunggu masuknya waktu shubuh, dan sebaliknya
apabila engkau telah memasuki waktu shubuh, maka janganlah
engkau menunda hingga menunggu masuknya waktu sore.”21

Ibnul Jauziy v telah berkata: “Wajib bagi siapa saja yang


tidak mengetahui tentang kapan waktu kematian akan
menghampirinya, maka hendaknya ia wajib untuk berbekal diri dan
membuat persiapan guna menghadapinya. Dan jangan sekali-kali ia
malah tertipu dengan masa muda maupun kesehatan yang
dimilikinya. Karena sesungguhnya sedikit sekali di antara umat
manusia yang meninggal dalam keadaan usianya sudah tua, namun
sebaliknya yang banyak dari mereka justru adalah meninggal di usia
mudanya. Oleh sebab itu sangat jarang lagi sedikit jumlahnya orang-
orang yang bisa mencapai usia tua.”22

Syaahid (sisi pendalilan) dari ucapan beliau tersebut adalah


apabila engkau melihat kepada keadaan keluarga ataupun
masyarakat, niscaya engkau pasti akan mendapati sedikit sekali
jumlah orang-orang tuanya, dan engkau malah akan mendapati

20
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy di dalam Kiataabuz Zuhd (no. 500).
21
Diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy (6416), dari ‘Abdullah bin ‘Umar c secara mauquuf
dari diriya.
22
Lihat Shoidul Khoothir (hal. 240).

27
bahwa ternyata lebih banyak orang-orang yang telah meninggal muda
di usia mudanya atau bahkan diusia kanak-kanaknya.

28
WASIAT KETUJUH

Di antara wasiat para As-Salafush Shoolih untuk para pemuda


pula adalah sesuatu yang telah diriwayatkan dari Qoobuus bin Abiy
Dzhobyaan, di mana ia telah berkata:

‫ِّإِهَّا‬َٛ‫حُّ ؽَبَابْ كُوَُِّا ًَّٔ اِهح‬


ِ َُٗ ,َٟ‫َ اهُِأِٗه‬ٝ‫صوَا‬
َ َْ‫َا‬ِٚ‫ ظَب‬ٛٔ‫ًِّ٘ا َخوِـَأَب‬َٙ‫َِِا‬َّٚ‫صَو‬

‫ًَِّأَُِتَ؟‬:َ‫َغِأَيُ اهؾٖبَاب‬َٙ‫ثٍُٖ َجَعى‬,‫َِِا‬َٚ‫َؾوٌَٖا عَوٍََّاهِتَؿَتَإِه‬,ْ‫ِخ‬َٚ‫اهٌُِؤَسَِّْؾَإُُِٖٕ ؽ‬

:-ٍُِٔ‫ِطَٔه‬ٚٔ‫ِعِ َٗاهتِٖؾ‬ٚٔ‫ؾج‬
ِ ٖ‫ َٗجِٕٔ اِهحَحِّ َٗاهت‬َٟ‫َعو‬- َ‫قَاي‬,ٍَُِٔ‫ًَِّأَُِتَ؟َؾوٌَٖا عَأه‬

.ٌّ‫ضًُِْٕٔ ََُٗٓ٘ ؽَاب‬َِٚ‫ٍ خ‬


ُ ِ‫ت اِهٔعو‬
َ ‫ ِؤ‬ٍَُِٙ‫ ٗه‬,ٌّ‫إِهَّا ََُٗٓ٘ ؽَاب‬ٛٔ
ٌّ ‫ُِبعَحَُِب‬ٍَِٙ‫إُُِٖٕه‬

“Pada suatu hari kami pernah melaksanakan sholat yang pertama


(sholat shubuh, pent.) di belakang dari Abu Dzhobyaan. Dan kami
semua pada saat itu adalah para pemuda, kecuali hanya sang
mu’adzdzin saja yang sudah tua. Maka tatkala ia telah salam dan
menghadap ke arah kami, iapun mulai menanyai kami satu persatu:
Siapa engkau? Siapa engkau? Dan tatkala ia bertanya kepada mereka,
iapun berkata –sebagai bentuk dorongan dan motivasi untuk mereka-:
Sesungguhnya tidak ada seorang Nabipun yang diutus, melainkan ia
pasti berusia muda. Dan tidak pernah seorangpun diberikan kebaikan
berupa ilmu yang lebih baik daripada ilmu yang ia peroleh ketika di
masa mudanya.”23

23
Diriwayatkan oleh Abu Khoitsamah di dalam Kitaabul ‘Ilmi (no. 80).

29
Maka di sini beliaupun mengingatkan agar mereka hendaknya
bersegera memanfaatkan kebaikan serta keberkahan masa muda
mereka, dikarenakan ia merupakan kesempatan yang agung lagi besar
untuk sepantasnya dijadikan sebagai bekal, dan sebagai kesempatan
untuk mencari penghasilan, serta dikarenakan masa muda adalah
masa di mana seorang masih memiliki modal semangat ataupun
kekuatan penuh.

30
WASIAT KEDELAPAN

Telah diriwayatkan oleh Al-Imaam Ahmad di dalam kitabnya


“Al-Waro’,” dari ‘Abdul Wahhaab Ats-Tsaqofiy, di mana ia telah
berkata: Ayyuub -yakni As-Sakhtiyaaniy v- pernah keluar menemui
kami sembari ia berkata:

ِّ ًََ‫كض‬
َ َ‫ َٗس‬.ٔ‫هَاَتحِتَا ُجَِْ٘أَِْتَِأُتِ٘اأَِبَ٘ابَ َٓؤُهَاء‬,‫أحِتَضُِؾِ٘ا‬,ٔ‫ؾضَ اهؾٖبَاب‬
َ ِ‫َا ًَع‬ٙ

.ُٖ‫ض‬
َ‫ل‬ِ َٙ

“Wahai sekalian para pemuda! Hendaknya kalian juga mempunyai


pekerjaan. Kalian tidak butuh untuk mendatangi pintu-pintu mereka
itu. Kemudian iapun menyebutkan nama-nama mereka yang dia
benci.”24

Yakni maksudnya hendaknya seorang penuntut ilmu itu


disamping dari amalannya menuntut ilmu, maka hendaknya pula ia
mempunyai suatu penghasilan yang dengannya ia bisa memperoleh
harta dan rizqi untuk ia pergunakan menafkahi dirinya sendiri,
maupun untuk menafkahi orang-orang setelahnya seperti keluarga
(istri), dan anak-anaknya. Dan hendaknya janganlah ia menjadi
peminta-minta kepada orang lain, agar di kala tuanya nanti ia juga
tidak butuh untuk pergi mendatangi Fulaan ataupun Allaan di dalam
rangka untuk meminta bantuan ataupun pertolongannya. Sebab rizqi
yang paling berkah, paling bermanfaat, serta paling thoyyibnya
(baiknya) adalah rizqi yang merupakan hasil jerih payah tangannya
sendiri (tidak perduli sedikit ataupun banyak, pent.).

24
Kitaabul Waro’ (no. 94).

31
WASIAT KESEMBILAN

Di antara wasiat para As-Salafush Shoolih secara umum kepada


para pemuda juga adalah berupa sesuatu yang telah diriwayatkan dari
Ja’far, di mana ia telah berkata: Tsaabit Al-Bunaaniy v pernah keluar
menemui kami dalam keadaan kami tengah duduk-duduk di arah
qiblat (masjid), maka iapun berkata:

ِ‫ َٗكَاَْقَزِ حُبِّبَت‬.َُٕ‫عجُزَه‬
ِ َ‫أَِْأ‬ِّٛ‫َّ صَب‬َِٚ‫ َٗب‬َِِٛٔٚ‫ ٔحوِتٍُِب‬,ٔ‫ؾضَ اهؾٖبَاب‬
َ ِ‫َا ًَع‬ٙ

.ُٝ‫صوَا‬
ٖ ‫ِٕٔ اه‬َٚ‫إِه‬

“Wahai sekalian para pemuda! Kalian telah menjadi penghalang


antara diriku dengan Robb Tuhanku, sehingga akupun tidak dapat
bersujud kepada-Nya. Padahal di kala itu Tsaabit sedang sangat ingin
sekali untuk melaksanakan sholat.”25

Beliau v mengisyaratkan bahwa ada di antara para pemuda


yang beliau temui dan tengah duduk-duduk berkumpul di dalam
masjid, mereka itu adalah orang-orang yang bersikap berlebih-lebihan
ketika berkumpul dan berjumpa dengan teman-temannya di dalam
masjid, sehingga ketika saling berjumpa merekapun malah sibuk
mengobrol dengan pembicaraan yang asing lagi tidak penting dan
sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan dzikir maupun ibadah.
Sementara ketika mereka sedang asyik berbincang-bincang dengan
temannya, di sebelah mereka ada orang-orang yang memang datang
ke masjid tujuannya untuk beribadah kepada Allah, untuk berlaku
tuma’ninah di dalam sholatnya, dan ingin khusyuu’ beribah. Namun

25
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Hilyatul Awliyaa’ (2/322).

32
perbuatan para pemuda tersebut justru menghalangi keinginan
orang-orang tersebut dari Allah dan dari sholatnya. Sehingga para
pemuda tersebut datang ke masjid tujuannya bukan untuk sibuk
melakukan ibadah kepada Allah dan berdzikrullahi k, namun
mereka juga tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
menyibukkan diri beribadah kepada Allah dan menghadap kepada-
Nya.

Oleh karena itu, di antara perkara yang perlu untuk ditanbiih


(diingatkan) kepada para pemuda, yakni agar hendaknya mereka
memperhatikan lagi menjaga kehormatan masjid, serta menjaga pula
kehormatan dan hak-hak dari orang-orang yang datang ke masjid.
Jangan sampai kedatangan para pemuda di masjid-masjid malah
justru menghalangi orang-orang tersebut dari ibadah, tuma’ninah,
maupun dari khusyuu’ di dalam sholatnya, hanya dikarenakan oleh
sibuknya hiruk pikuk para pemuda dengan obrolan yang sama sekali
asing lagi tidak ada sangkut pautnya dengan ibadah maupun
dzikrullahi.

Terlebih lagi dengan apa yang telah ada di zaman sekarang ini
berupa alat-alat komunikasi jarak jauh yang biasa mereka bawa dan
letakkan di kantong-kantong mereka, di mana terkadang suara nada
deringnya ataupun sikapnya yang seenaknya mengangkat dan
menjawab telepon dapat menimbulkan gangguan bagi manusia yang
tengah melaksanakan sholat-sholat mereka. Sebab hal tersebut dapat
menimbulkan tasywiisy (gangguan dan ketidak-konsentrasian) di
dalam sholat-sholat mereka, sehingga membuat mereka tidak lagi
merasakan tenang dan tuma’ninah di dalam sholatnya.

33
WASIAT KESEPULUH

Di antara wasiat para As-Salafush Shoolih secara umum kepada


para pemuda adalah sesuatu yang telah diriwayatkan pula dari
Muhammad bin Suuqoh, di mana ia telah berkata:

ِ‫ قُى‬,ٔ‫ُ اهؾٖبَاب‬ٖٞٚٔ‫ َٓشٖٔٔ َتح‬:َ‫ ؾَكَاي‬,ُ‫َانَ اهلل‬َٚ‫ ح‬:ُ‫ٌُُِِْ٘ ِبُّ ًِٔٔضَاَْ ؾَُكوِت‬ًَٚ َِٛٔٚٔ‫هَك‬

.ٍِِّ‫ عَو‬:َِٜ‫أ‬.َِ‫غوَا‬
ٖ ‫بٔاه‬

“Maimuun bin Mihroon telah berjumpa denganku, maka akupun


berkata: Hayaakallahu (semoga Allah menjaga hidupmu). Maka iapun
berkata: Ini adalah model salam penghormatannya anak-anak muda,
sedangkan yang benar adalah hendaknya engkau mengucapkan
salam.”26

Dan telah disebutkan pula di dalam hadits Nabi n:

.ُِٖ٘ ‫ُِب‬ٚٔ‫غوَاََِؾوَاُتج‬
ٖ ‫لوَاَِقَِبَى اه‬
َ ِ‫ًَ ِّبَزََأبٔاه‬

“Barangsiapa yang berbicara terlebih dahulu sebelum mengucapkan


salam, maka janganlah kalian menjawab ataupun menyambut
pembicaraannya itu.”27

Maksud dari ucapan beliau v:

26
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah (4/86).
27
Diriwayatkan oleh Ibnus Sunniy di dalam ‘Amalul Yaumi wal Lailati (no. 214). Lihat pula
Ash-Shohiihah (816).

34
ٔ‫ اهؾٖبَاب‬ُٖٞٚٔ‫َٓ ٔشَٖٔتح‬

“Ini adalah model salam penghormatannya anak-anak muda.”

Yakni bahwasanya ada sebagian di antara anak-anak muda


yang suka menganggap baik beberapa bentuk salam penghormatan
yang ia dengarkan ataupun dapati, di mana ia menganggap salam
tersebut bagus lagi indah untuk diucapkan ketika ia berjumpa dengan
teman-teman sejawatnya ataupun dengan saudara-saudaranya
(semisal ucapan: what’s up bro! atau: Hii five bro! dsb, pent.),
sehingga iapun malah meninggalkan ucapan salam yang disyarii’atkan
dan menelantarkannya (entah itu penyebabnya mungkin karena bisa
saja adanya anggapan kurang keren ataupun usang ketinggalan jaman
lagi tidak gaul, maupun dikarenakan oleh alasan-alasan lainnya,
pent.), kemudian malah beralih mengucapkan ataupun memberikan
salam-salam penghormatan yang ia sukai, dan hanya mencukupkan
diri dengan salam penghormatan yang gaul lagi populer tersebut,
serta tidak lagi mengucapkan salam yang disyarii’atkan, atau bisa jadi
ia tetap mengucapkan salam yang disyarii’atkan, namun justru setelah
lebih dahulu mengucapkan salam penghormatan gaul yang populer
tersebut.

35
WASIAT KESEBELAS

Kemudian di antara wasiat para As-Salafush Shoolih untuk para


pemuda adalah sesuatu yang juga telah diriwayatkan dari Abul Maliih,
di mana ia telah berkata: Ketika kami tengah berada di sisi Maimuun
bin Mihroon, iapun berkata kepada kami:

ٛٔ‫ َُٗؾَاطُلٍُِؾ‬,ٍُِ‫ ؽَبَابٔل‬ٛٔ‫ُقٖ٘تُلٍُِأ ِجَعُو َِ٘ٓاؾ‬,ٔ‫ؾضَ اهؾٖبَاب‬


َ ِ‫َاًَع‬ٙ

‫؟‬َٟ‫ًَت‬ٟٖ‫ حَت‬,ِ‫ِ٘ذ‬ُٚٗ‫ض اهؾ‬


َ‫ؾ‬َ ِ‫َاًَع‬ٙ.ٔ‫ اهلل‬َٞٔ‫طَاع‬

“Wahai sekalian para pemuda! Kekuatan dan semangat kalian


hendaknya kalian curahkan semuanya ketika kalian masih berada di
masa muda, dan semangat muda kalian itu hendaknya dicurahkan
pula untuk senantiasa berlaku taat kepada Allah. Sementara untuk
kalian wahai sekalian para orang tua! Mau sampai kapan kalian?” 28

Di sini beliau v berwasiat agar memanfaatkan betul kekuatan


dan semangat masa muda yang masih dimiliki untuk dijadikan sebagai
bekal di dalam ketaatan terhadap Allah k, serta untuk
dipergunakan pada hal-hal yang merupakan bentuk taqorrub
(pendekatan diri) terhadap-Nya.

Adapun ucapan:

‫؟‬َٟ‫ًَت‬ٟٖ‫ حَت‬,ِ‫ِ٘ذ‬ُٚٗ‫ض اهؾ‬


َ‫ؾ‬َ ِ‫َاًَع‬ٙ

28
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah (4/87).

36
“Sementara untuk kalian wahai sekalian para orang tua! Mau sampai
kapan kalian?”

Yakni mau sampai kapan kalian akan terus menunda-nunda,


dan tidak mau menyibukkan lagi mempergunakan sisa kehidupan
kalian untuk berlaku taat kepada Allah k?

37
WASIAT KEDUA BELAS

Dari Al-Firyaabiy, ia telah berkata:

ٍ
ِ َ‫ِإسَاه‬:ُ‫َُكِ٘ي‬َٚ‫ اهؾٖبَابٔؾ‬َٟ‫وِتَؿٔتُإِه‬ٍَُٖٙ‫ث‬ِّٟ‫ُصَو‬ٙ v ِٜٗ‫َاُْ اهٖجِ٘ص‬ِٚ‫كَاَْ عُؿ‬

‫؟‬َٟ‫ َِ٘ؾٌََت‬َِٚ‫َوِ٘ااه‬
ُّ‫تَص‬

“Sufyaan Ats-Tsauriy v pernah melaksanakan sholat. Kemudian


setelahnya ia menghadap kepada para pemuda sembari ia berkata:
Apabila tidak dari semenjak sekarang kalian mulai untuk
melaksanakan sholat, lantas kapan lagi?”29

Sufyaan Ats-Tsauriy v telah berwasiat kepada para pemuda


dengan wasiat yang besar lagi agung, yakni wasiat agar mereka
memanfaatkan betul modal masa muda yang masih mereka miliki
untuk dipergunakan di dalam ketaatan terhadap Allah. Sebab seorang
pemuda apabila tidak menyibukkan dirinya di masa mudanya di dalam
sujud kepada Allah k, maka keadaan dirinya akan menjadi semakin
lemah lagi bertambah lemah, dan bisa jadi dirinya malah akan
memasuki usia di mana ia baru mulai mempunyai keinginan yang
sangat besar untuk dapat bersujud kepada Allah, namun di kala itu
dirinya sudah tidak sanggup lagi untuk melakukannya, apakah entah
itu dikarenakan oleh semakin lemahnya kekuatan dirinya, atau adanya
penyakit yang telah menimpa badannya, sehingga ia tidak sanggup
lagi untuk bersujud. Oleh sebab itulah beliau berkata:

29
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Al-Hilyah (7/59).

38
‫؟‬َٟ‫ َِ٘ؾٌََت‬َِٚ‫َوِ٘ااه‬
ُّ‫ِإسَاهٍَِتَص‬

“Apabila tidak dari semenjak sekarang kalian mulai untuk


melaksanakan sholat, lantas kapan lagi?”

39
WASIAT KETIGA BELAS

Diriwayatkan dari Robii’ah bin Kultsuum, bahwasanya ia telah


berkata: Al-Hasan melihat kepada keadaan kami para pemuda yang
tengah berkumpul di sekitarnya. Maka iapun berkata:

‫ِّ؟‬ِٚٔ‫ص اِهع‬
ِ ِ٘‫ح‬
ُ ‫ اِه‬َٟ‫أًَٖاتَؾِتَاُقَِْ٘إِه‬,ٔ‫ض اهؾٖبَاب‬
َ‫ؾ‬َ ِ‫َاًَع‬ٙ

“Wahai sekalian para pemuda! Apakah kalian tidak merasakan


kerinduan yang mendalam untuk dapat berjumpa dengan Al-Huurul
‘Iin (bidadari-bidadari yang suci, cantik jelita, lagi bermata jeli,
pent.)?”30

Sungguh ini merupakan iltifaat (penarik perhatian) yang baru


dari Al-Imaam Al-Hasan Al-Bashriy v, di mana beliau mengingatkan
para pemuda dengan adanya kenikmatan surga, serta segala yang
berada di dalamnya berupa berbagai macam kelezatan dan
kebahagiaan, termasuk pula dengan adanya para Al-Huuril ‘Iinil
Hisaan (para bidadari yang suci, cantik jelita, lagi bermata jeli, pent.),
untuk kembali memperbaharui semangat dan kerinduan mereka
terhadap surga serta segala kenikmatannya melalui hal tersebut.
Sebab apabila hal itu telah tegak di dalam hati seorang pemuda,
niscaya –setelah taufiiq dari Allah l- dirinyapun akan semakin
termotivasi untuk berupaya lagi berusaha mencurahkan amalan demi
akhiratnya, dan demi meraih apa yang dirindukannya tersebut.
Sementara Allah l telah berfirman:

30
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyaa di dalam kitabnya Shifatul Jannah (no. 312).

40
        

   

“Barangsiapa yang benar-benar menginginkan akhirat, dan iapun


telah berupaya mencurahkan segala usahanya untuk
mendapatkannya, sementara dirinya adalah seorang yang beriman,
maka mereka itulah orang-orang yang usaha serta upayanya akan
membuahkan balasan syukur (dari Allah, pent.).” (QS. Al-Isroo’: 19).

41
WASIAT KEEMPAT BELAS

Dari Al-Hasan Al-Bashriy v, bahwasanya ia telah berkata:

.ُ‫فأَِؾَعى‬
َ ِ٘ ‫ع‬
َ ,ُ‫فأَؾَِعى‬
َ ِ٘ ‫ع‬
َ :َ‫ِـ‬ِٙ٘‫غ‬
ِ ٖ‫ٍ َٗاهت‬
ِ ُ‫ٖاك‬ٙ‫ِإ‬,ٔ‫ض اهؾٖبَاب‬
َ‫ؾ‬َ ِ‫َاًَع‬ٙ

“Wahai sekalian para pemuda! Janganlah kalian suka berlaku taswiif,


yakni suka menyatakan: Nanti saja baru saya akan melakukannya,
nanti saja baru saya akan melakukannya.”31

Ucapan beliau:

َ‫ِـ‬ِٙ٘‫غ‬
ِ ٖ‫ٍ َٗاهت‬
ِ ُ‫ٖاك‬ٙ‫ِإ‬

“Janganlah kalian suka berlaku taswiif.”

Perilaku taswiif adalah merupakan penyakit yang


membinasakan banyak pemuda. Semisal ucapan mereka: “Nanti saja
baru aku akan taubat.” Atau: “Nanti saja baru aku akan mulai menjaga
sholat 5 waktu.” Atau: “Nanti saja baru aku akan berbakti kepada
kedua orang tuaku.” Dan seterusnya, sehingga mereka malah tidak
mengamalkannya, tidak bersegera dengannya, serta tidak buru-buru
memanfaatkan kesempatan yang ada. Sebaliknya mereka malah
mengatakan nanti, nanti, dan nanti, serta selalu mengakhirkannya.
Maka apabila jiwanya datang untuk membisikkan kebaikan agar
hendaknya ia bersegera bertaubat, atau bersegera untuk menjaga
sholat-sholatnya, dan lain sebagainya, penyakit inipun ikut pula
muncul setelahnya dan memalingkan dirinya dari kebaikan yang telah
dibisikkan tersebut, demikianlah yang terjadi terus-menerus hingga
31
Diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunyaa di dalam kitabnya Qishorul Amal (no. 212).

42
akhirnya iapun hanya sampai kepada nanti, nanti, dan nanti, serta
terus-menerus menunda lagi mengakhirkannya, sampai akhirnya
iapun luput dari keberkahan masa mudanya, dan tidak sempat lagi
memanfaatkan kesempatan untuk berinvestasi kebaikan dengan
waktu-waktu yang telah sempat dimilikinya.

Bahkan tidak jarang seseorang malah terus-terusan menunda


taubatnya hingga umurnya tidak tersisa lagi. Maka hendaknya
seorang itu bersegera untuk merealisasikan cita-cita dan harapan
baiknya, sebelum ia sampai ke penghujung akhir dari usianya.

43
WASIAT KELIMA BELAS

Dari Hafshoh binti Siiriin, bahwasanya ia telah berkata:

‫ت‬
ُ َِٙ‫ َٗاهللًَٔا صَأ‬ُِِّٛ‫ؾَإ‬.ْ‫ خُ ُشِٗأًِّأَُِؿُغٔلٍُِ َٗأَُِتٍُِ ؽَبَاب‬,ٔ‫ؾضَ اهؾٖبَاب‬
َ ِ‫َاًَع‬ٙ

.ٔ‫ اهؾٖبَاب‬ٛٔ‫اِهعٌَََىإِهَّاؾ‬

“Wahai sekalian para pemuda! Hendaknya kalian bersegera untuk


mengambil kesempatan baik bagi diri-diri kalian sendiri di masa-masa
muda kalian. Karena sesungguhnya demi Allah, tidaklah aku
menganggap amalan (kebaikan itu, pent.), melainkan hanya yang
dikerjakan di masa muda.”32

Maksud dari ucapannya:

.ٔ‫ اهؾٖبَاب‬ٛٔ‫ت اِهعٌَََىإِهَّاؾ‬


ُ ِٙ‫ًَا صََأ‬

“Tidaklah aku menganggap amalan (kebaikan itu, pent.), melainkan


hanya yang dikerjakan di masa muda.”

Yakni bahwasanya masa muda adalah masa-masa yang paling


besar nan agung, di mana ia adalah masa-masa kebaikan bagi siapa
saja di antara para pemuda yang mendapatkan taufiiq dan izin dari
Allah l untuk sudah mulai berbekal semenjak di masa mudanya
tersebut. Sebab apabila ia melalaikannya dan hanya bermain-main di
dalamnya, sehingga malah lupa untuk berbekal kebaikan di dalamnya,
serta hanya menghabiskan begitu saja masa mudanya dengan sekedar

32
Diriwayatkan oleh Al-Marwaziy v di dalam Mukhtashor Qiyaamil Laili (hal. 49).

44
memperturutkan kelezatan, syahwaat, dan keinginan jiwa, serta
kesenangannya semata, terlebih lagi pada kesenangan-kesenangan
yang diharomkan –wal’iyaadzu billahi- sehingga iapun malah
menganggap yang demikian tersebut sebagai air penawar dahaga
baginya, maka sungguh ia telah berlaku jinaayah (dosa) terhadap
masa mudanya dan terhadap masa depannya sendiri, sebagaimana
dikatakan:

‫ اهؾٖبَابٔهَٔأ ِٓٔؤَا‬ٛٔ‫تؾ‬
ِ َُ‫ب كَا‬
ُ ِ‫ًَآص‬

‫ِبٔ عَشَابّا‬ٚٔ‫اهٌَِؾ‬ٛٔ‫تؾ‬
ِ‫ص‬َ ‫عٔشَابّاؾَصَا‬

“Kesenangan-kesenangan (yang harom lagi menipu, pent.) di masa


muda adalah dianggap oleh para pemuda sebagai air penawar dahaga
baginya, namun kelak di kala ia telah beruban rambutnya, barulah
nanti ia akan mulai menyesali, dan menyadari bahwa ternyata
kesemua kesenangan itu adalah merupakan ‘adzaab baginya.”

Demikianlah memang, semasa mudanya para pemuda


menganggap semua kesenangan (yang menipu lagi harom, pent.)
adalah merupakan mata air penawar dahaga bagi masa mudanya,
sehingga pemuda yang melakukannya juga menganggapnya sebagai
sesuatu perbuatan yang manis lagi indah. Namun tatkala ia sudah tua,
barulah ia mulai mendapati bahwa kesenangan masa muda yang dia
perturutkan dahulu justru menjadi ‘adzaab baginya, dikarenakan apa
yang telah dilakukannya semasa mudanya akan membawa dampak
akibat yang tercela lagi hina di masa tuanya.

Oleh karena itu masa muda adalah masa yang sangat penting
lagi agung di dalam kehidupan seseorang, sehingga memang sudah
sepantasnya apabila seseorang benar-benar membekali masa

45
mudanya dengan berbagai macam kebaikan dan keutamaan.
Kemudian hendaknya seseorang juga benar-benar meneguhkan lagi
menseriuskan jiwanya, agar jangan sampai ia luput dari kebaikan dan
keberkahan sekecil apapun di masa mudanya, sambil pula tetap
senantiasa beristi’aanah (memohon pertolongan) kepada Allah k,
memohon kemudahan, bantuan, dan taufiiq-Nya, lagi terus-menerus
mengingatkan jiwanya dengan peringatan berupa bahwasanya Allah
pasti akan tetap memintai pertanggung-jawaban atas masa mudanya
tersebut dengan pertanggung-jawaban yang besar lagi berat di hari
ketika ia berjumpa dengan-Nya.

Demikianlah yang dapat kami kumpulkan berkenaan dengan


wasiat dari para As-Salafush Shoolih teruntuk para pemuda. Aku
memohon kepada Allah yang Al-Kariim (Maha Mulia), Sang Robb
Tuhannya ‘arsy yang agung, serta dengan pula menggunakan seluruh
nama-Nya yang Al-Husnaa (Maha Indah pada puncak keindahan)
maupun dengan sifat-sifat-Nya yang Al-‘Ulyaa (Maha Tinggi pada
puncak ketinggian dan kesempurnaan), aku memohon agar Dia
menganugerahkan taufiiq kepada kita semua untuk dapat
menegakkan segala yang dicintai lagi diridhoi-Nya, baik itu berupa
ucapan-ucapan, keyakinan, maupun amalan-amalan yang sadiid
(lurus), serta pula semoga Allah memperbaiki seluruh amalan kita dan
menjadikannya sebagai amalan-amalan yang shoolih, lagi tidak
sekalipun mewakilkan (menyerahkan) urusan kita kepada diri-diri kita
sendiri meski hanya sekejap mata. Kemudian semoga pula Allah
menganugerahkan hidayah kepada kita semua untuk dapat menapaki
shiroothun mustaqiim (jalan yang lurus). Semoga sholawat dan salam
Allah senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada
keluarganya, serta seluruh shohabatnya.

46

Anda mungkin juga menyukai