Anda di halaman 1dari 32

o

l
2|10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu

k
Sepatah kata dari Fadhiilatusy Syeikh Ahmad bin Yahyaa An-Najmiy

Segala pujian hanyalah teruntuk bagi Allah semata, semoga


pula sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rosulullah,
kepada keluarganya, serta kepada seluruh shohabatnya. Adapun
selanjutnya:

Sungguh akhuunaa fillahi (saudara kami karena Allah) ‘Abdullah


bin Sholfiiq Adz-Dzhofiiriy telah memaparkan kepadaku tulisan beliau
yang berkaitan dengan kiat-kiat berharga bagi para penuntut ilmu, lagi
merupakan bekal untuk mereka di dalam menempuh perjalanan
sebagai para penuntut ilmu, di mana beliau telah memaparkannya
disertai dengan dalil-dalil yang bersumber dari Al-Kitaab dan As-
Sunnah.

Dan secara umum: Sungguh beliau telah menyusunnya dengan


baik lagi telah memberikan faedah dengannya, sehingga jazaahullahu
khoiron (semoga Allah membalas jasa beliau tersebut dengan
kebaikan), dan baaroka fiihi (memberkahinya di dalam upayanya
tersebut), serta semoga Allah memperbanyak jumlah orang-orang
yang kesungguhannya semisal dengan diri beliau tersebut. Kemudian
sungguh aku juga menganjurkan kepada paa penuntut ilmu sekalian
untuk menghapalkan lagi menaruh perhatian pula dengan perkara-
perkara yang menjadi kiat-kiat yang telah disebutkan di dalam kitab
ini, selanjutnya hanya kepada Allah l jualah kita memohon taufiiq.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu |3

Ditulis oleh

Ahmad bin Yahyaa An-Najmiy

27/4/1421 H.
4|10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu

Segala pujian hanyalah teruntuk bagi Allah Sang Robb Tuhan


seluruh alam semesta, semoga sholawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Rosulullah.

Adapun selanjutnya:

Berikut ini adalah beberapa patah kata ringan berkenaan


dengan penjelasan tentang asas pondasi yang sangat penting lagi
merupakan perkara yang sangat dibutuhkan oleh siapa saja yang
hendak menempuh jalan sebagai seorang penuntut ilmu, di mana aku
wasiatkan dan ingatkan hal tersebut bagi diriku sendiri serta bagi para
saudaraku sekalian dengannya. Karena barangsiapa yang berhasrat
untuk menjadi seorang penuntut ilmu dan mengharapkan bisa menuai
hasilnya, maka ia dituntut untuk harus berbekal serta menempuh 10
kiat berharga sebagaimana berikut ini:
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu |5

KIAT PERTAMA:

Senantiasa Beristi’aanah (Memohon Pertolongan) Hanya Kepada


Allah k Semata.

Karena seorang itu senantiasa berada dalam keadaan lemah,


sama sekali tiada daya upaya dan kekuatan bagi dirinya kecuali hanya
dari Allah semata. Sehingga apabila ia hanya menyandarkan
urusannya kepada dirinya sendiri (dan tidak beristi’aanah kepada
Allah, pent.), niscaya ia pasti telah celaka, binasa, dan kalah. 1 Akan
tetapi manakala ia menyerahkan urusannya sepenuhnya hanya
kepada Allah l dan beristi’aanah kepada-Nya di dalam menuntut
ilmu, niscaya Allah l pasti akan membantunya. Dan sungguh Allah
k sendirilah yang telah mendorong dan memotivasi hamba agar
melakukan perbuatan tersebut, sebagaimana keterangan yang
tertuang di dalam kitab-Nya yang mulia, di mana Dia telah berfirman:

    

1
Karena janganlah seorang menganggap bahwa ibadah, kecerdasan, ilmu yang diraihnya,
dan seluruh amalannya adalah bersumber dari dirinya semata, akan tetapi semuanya
merupakan taufiiq serta bantuan dari Allah. Janganlah ia berpikir kesungguhan, keseriusan,
dan kesabarannya di dalam menuntut ilmu maupun di dalam menegakkan seluruh amalan
agama adalah karena kekuatan dirinya, akan tetapi semuanya merupakan taufiiq dari Allah.
Sebab betapa banyak orang-orang yang kuat, orang-orang yang cerdas lagi jenius, dan
orang-orang yang bersabar di dalam urusan dunia, namun mereka tidak kuat, tidak bisa
bersabar, dan tidak bisa memahami maupun mengamalkan agama ini sebagaimana
mestinya. Oleh karena itulah ilmu, pemahaman, amalan, dan kesabaran serta kekokohan di
atas agama adalah merupakan nikmat serta taufiiq terbesar yang telah dianugerahkan oleh
Allah kepada seorang hamba, dan seorang hamba dapat meraih hal tersebut adalah
dikarenakan oleh taufiiq serta pertolongan Allah semata kepadanya, pent.
6|10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu

“Hanya khusus kepada-Mu semata kami beribadah, menyembah, dan


menyuguhkan seluruh ibadah kami, serta hanya khusus kepada-Mu
semata kami beristi’aanah.” (QS. Al-Faatihah: 5).2

Dan juga firman-Nya l:

2
“Yakni kami hanya mengkhususkan-Mu semata di dalam seluruh ibadah dan isti’aanah
kami. Sebab mendahulukan penyebutan ma’muul (objek) sebelum ‘aamilnya (subjek dan
predikatnya), hal tersebut memberikan faedah hashr (pembatasan dan pengkhususan),
berupa itsbaat (penetapan) hukum bagi sesuatu yang disebutkan, serta mengandung pula
penafian hukum tersebut bagi selainnya. Sehingga seorang yang mengucapkannya seolah-
oleh sedang berkata: “Kami hanya akan beribadah, menyembah, dan menyuguhkan
seluruh ibadah kami hanya kepada-Mu semata serta sama sekali tidak akan pernah
menyuguhkannya kepada selain-Mu. Demikian pula kami hanya akan beristi’aanah kepada-
Mu semata, dan sama sekali tidak akan pernah beristi’aanah kepada selain-Mu.”
Dan alasan dari mengapa mendahulukan penyebutan ibadah dari isti’aanah adalah sebagai
bentuk mendahulukan sesuatu yang lebih umum dari sesuatu yang lebih terkhusus, serta
sebagai bentuk mengkhususkan dan memberikan perhatian lebih terhadap hak Allah l di
atas dari hak-hak para hamba-Nya.
Adapun yang dimaksud dengan ibadah adalah sebuah nama sebutan untuk semua perkara
yang dicintai dan diridhoi Allah, baik itu berupa amalan maupun ucapan, baik itu yang
bersifat dzhoohir maupun baathin.
Sedangkan yang dimaksud dengan isti’aanah adalah sikap bersandar sepenuhnya hanya
kepada Allah l semata di dalam mengharapkan kemanfaatan maupun menolak
kemudhoorotan, sambil diiringi pula oleh sikap percaya sepenuhnya kepada Allah di dalam
hasil dari upaya yang ditempuh ke arah tersebut.
Sementara menegakkan ibadah kepada Allah dan beristi’aanah kepada-Nya adalah
merupakan wasiilah (alat dan sarana) yang bisa mengantarkan seorang hamba kepada
kebahagiaan abadi dan keselamatan dari segala keburukan maupun kejahatan, sehingga
sama sekali tiada jalan bagi seorang hamba untuk bisa meraih keselamatan kecuali hanya
dengan keduanya saja. Selain itu, suatu ibadah itu baru bisa dikatakan sebagai ibadah
manakala ia memang merupakan ibadah yang diambil dari Rosulullah n (baik itu sebab,
waktu, tempat, jenis, kadar ataupun jumlah, dan tata cara pelaksanaannya, pent.), serta
murni diniatkan hanya karena mengharapkan wajah Allah semata (bukan karena tujuan-
tujuan keduniaan, pent.). Hanya dengan kedua syarat tersebut barulah suatu amalan
ataupun ucapan bisa disebut sebagai ibadah. Kemudian disebutkannya isti’aanah setelah
penyebutan ibadah, padahal isti’aanah itu sendiri sudah merupakan salah satu bentuk
ibadah kepada Allah, adalah dikarenakan sangat butuhnya seorang hamba kepada
pertolongan dari Allah l untuk bisa menegakkan seluruh ibadahnya kepada Allah. Sebab
apabila Allah tidak menolongnya, niscaya dia tidak akan pernah meraih apa yang dia
inginkan berupa menegakkan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah.” Lihat
Taisiir Al-Kariimir Rohmaan karya As-Sa’diy hal. 39, pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu |7

     

“Dan barangsiapa yang bertawakkal hanya kepada Allah semata,


niscaya Dialah semata yang akan mencukupinya.” (QS. Ath-Tholaaq:
3).3

Serta firman-Nya l:

      

“Dan wajib bagi kalian semua untuk hanya bertawakkal kepada Allah
semata, jikalau memang benar kalian itu adalah orang-orang yang
beriman.” (QS. Al-Maa-idah: 23).4

Dan Nabi n telah bersabda:

3
“Yakni barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah di dalam seluruh urusan agama
maupun dunianya, di mana ia sepenuhnya hanya bersandar kepada Allah semata di dalam
upayanya meraih kemanfaatan maupun di dalam menolak kemudhoorotan, kemudian ia
benar-benar percaya Allah akan memudahkan baginya perkara tersebut, (Niscaya Dialah
semata yang akan mencukupinya) yakni Allahlah yang akan menanggung dan mengurusi
semua perkara yang ditawakkalkan kepada-Nya, karena Dia adalah sosok Al-Ghoniy (yang
Maha Kaya), Al-Qowiy (yang Maha Kuat), Al-‘Aziiz (yang Maha Kuasa), dan Ar-Rohiim (yang
Maha Merohmati), sehingga Dialah sosok yang paling dekat kepada seorang hamba
dibandingkan dengan sosok-sosok selain-Nya, namun terkadang hikmah Ilahiyyah
mengharuskan untuk mengakhirkan pengabulan dari perkara yang dikehendaki oleh hamba
tersebut, hingga pada waktu yang sesuai lagi dikehendaki oleh-Nya.” Lihat Taisiir Al-
Kariimir Rohmaan karya As-Sa’diy hal. 870, pent.
4
“Karena dibalik tawakkal kepada Allah –khususnya di dalam keadaan yang demikian
(yakni di dalam urusan peperangan ataupun genting, pent.)- akan semakin memudahkan
urusan hamba, dan akan menjadi pertolongan bagi mereka di dalam menghadapi musuh-
musuh mereka. Hal ini juga menunjukkan tentang wajibnya bertawakkal, serta bahwasanya
kadar tawakkal seorang hamba itu tergantung kepada sejauh mana pula kadar keimanan di
dalam dirinya. Akan tetapi mereka (orang-orang munaafiq, pent.) tidak memperdulikan
perintah ini, dan tidak berguna pula bagi mereka meski telah adanya celaan bagi mereka
(yang enggan untuk bertawakkal kepada Allah, pent.).” Lihat Taisiir Al-Kariimir Rohmaan
karya As-Sa’diy hal. 228, pent.
8|10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu

ُ ْ‫ تَغ‬,‫اهلل َح َّق تَ َوُّك لِ ِو لََرَزقَ ُك ْم َك َما يَ ْرُز ُق الطَّْي َر‬


‫ضو‬ ِ ‫لَو أَنَّ ُكم تَ وَّك لُو َن َع لَى‬
ْ َ ْ ْ
.‫ َوتَ ُرْو ُح بِطَانًا‬,‫اصا‬ ِ
ً ‫خ َم‬
“Jikalau kalian itu bertawakkal kepada Allah semata dengan sebenar-
benarnya tawakkal dan dengan cara tawakkal yang benar kepada-Nya,
niscaya benar-benar Dia akan memberikan rizqi kepada kalian
sebagaimana Dia memberikan rizqi kepada seekor burung, di mana di
pagi harinya burung tersebut dalam keadaan kelaparan keluar dari
sarangnya, dan kembali di sore harinya dalam keadaan kenyang.” 5

Sementara rizqi terbesar bagi seseorang adalah ilmu (syar’iy).


Bahkan Nabi kita Muhammad n adalah sosok yang senantiasa terus-
menerus bertawakkal dan beristi’aanah kepada Robb Tuhannya di
dalam seluruh urusan beliau, sampai-sampai telah disebutkan di
dalam do’a keluar rumah yang telah tsaabit (sah) dari perbuatan Nabi
n, di mana secara tegas telah menunjukkan hal tersebut, manakala
beliau berdo’a sembari berucap:

ِ ِ‫اهلل وََل ح و َل وََل قُ َّوَة إََِّل ب‬


.‫اهلل‬ ِ ِ ‫بِاس ِم‬
ُ ‫اهلل تَ َوَّك ل‬
َ ْ َ َ ‫ْت َع لَى‬ ْ
“Dengan menyebut nama Allah aku bertawakkal kepada Allah semata,
sama sekali tiada daya upaya dan kekuatan kecuali hanya berasal dari
Allah semata.”6

5
Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy (4/573)(no. 2344). Ibnu Maajah (2/1394)(no. 4164).
Ahmad (1/332)(no. 205), pent.
6
Diriwayatkan oleh Abu Daawud (no. 5095). At-Tirmidziy (no. 3426). Lihat Shohiih At-
Tirmidziy (3/151)(no. 2724), pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu |9

KIAT KEDUA:

Memperbaiki Niat Dengan Niatan Yang Baik.

Yakni hendaknya seseorang itu senantiasa menjadikan niatnya


di dalam menuntut ilmu adalah ikhlash karena Allah l semata di
dalam upayanya tersebut, dan sama sekali janganlah ia meniatkannya
karena ingin sum’ah (dipuji), ingin menjadi tenar dan terkenal,
ataupun niatan untuk mendapatkan sesuatu di antara tujuan-tujuan
keduniaan (berupa harta, jabatan, kedudukan, dan lain sebagainya,
pent.).

Karena barangsiapa yang menjadikan seluruh niatnya adalah


karena Allah l semata, niscaya akan Allah ganjar dirinya dengan
pahala dari upayanya tersebut. Sebab ilmu syar’iy itu sendiri adalah
merupakan ibadah, bahkan merupakan ibadah yang paling besar lagi
paling agungnya.7

7
Syeikh Ibnu ‘Utsaimiin v telah berkata: “Tidak diragukan lagi bahwasanya menuntut
ilmu syar’iy adalah merupakan salah satu di antara amalan shoolih yang paling afdhol,
bahkan ia merupakan amalan yang setara dengan jihaad di jalan Allah, sebagaimana apa
yang telah difirmankan oleh Allah l:

             

          
“Dan tidaklah pantas bagi kaum muslimiin untuk mereka semuanya berangkat berperang.
Jikalau saja ada sekelompok orang di antara masing-masing kelompok di antara mereka
yang pergi mendalami ilmu agama, agar supaya mereka bisa menjadi orang-orang yang
mengingatkan kaumnya manakala mereka telah kembali dari berjihaad, dengan harapan
mudah-mudahan mereka mau untuk diperingatkan.” (QS. At-Taubah: 122).
Di sini Allah k menjelaskan bahwasanya orang-orang yang beriman itu tidaklah pantas
untuk mengirim semua orangnya untuk berjihaad di jalan Allah. Sebab hal tersebut dapat
menghantarkan kepada tertolaknya kemanfaatan lainnya yang seharusnya mau tidak mau
10 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

Sementara amalan apapun yang dilakukan oleh seorang hamba


tidak akan pernah bisa membuahkan pahala baginya kecuali apabila ia
mengamalkan amalan tersebut niatnya ikhlash memang hanya untuk
Allah l semata, lagi dilaksanakan atas dasar sikap mutaaba’ah
(mencontoh lagi mengikuti tuntunan) dari Rosulullah n semata. Dan
Allah k telah berfirman:

        

harus ditegakkan di dalam islam ini. Oleh karena itulah menuntut ilmu syar’iy sudah tidak
diragukan lagi adalah setara dengan amalan jihaad di jalan Allah.
Hanya saja para ‘ulamaa berbeda pendapat soal manakah di antara keduanya yang lebih
afdhol, apakah menuntut ilmu ataukah jihaad? Sementara sudah tidak diragukan lagi
tentang kemanfaatan ilmu yang jelas-jelas lebih besar ketimbang kemanfaatan yang
ditimbulkan oleh jihaad, di mana manfaat jihaad apabila terlaksana, maka ia hanya akan
menjadi manfaat bagi sebagian tanah tertentu saja dari permukaan bumi ini, berbeda
dengan manfaat ilmu yang bahkan bisa dirasakan oleh seluruh umat manusia. Maka dilihat
dari sisi manfaatnya ilmu tentu saja adalah lebih afdhol dari jihaad, akan tetapi tetap kita
katakan kepada sebagian manusia: “Bagimu berjihaad adalah lebih afdhol.” Dan bagi yang
lainnya kita katakan: “Bagimu menuntut ilmu adalah lebih afdhol.” Yakni manakala di sana
ada seorang lelaki yang memiliki sifat pemberani, kuat, dan berilmu soal strategi dan teknik
perang, akan tetapi apabila ia menuntut ilmu hapalannya lemah, berat dan sulit baginya,
serta pemahamannya kurang, untuk orang ini kita katakan: “Bagimu berjihaad adalah lebih
afdhol, dikarenakan manfaatnya lebih besar.” Namun jikalau ada seorang lelaki yang
keberaniannya tidak seperti orang pertama tadi, keilmuannya soal strategi dan teknik
perang tidak seperti orang yang pertama, akan tetapi mempunyai hapalan yang kuat, kuat
pemahamannya, kuat di dalam berhujjah, dan kuat di dalam mengambil faedah maupun
manfaat keilmuan, maka untuk orang ini kita katakan: “Bagimu menuntut ilmu adalah lebih
afdhol.”
Kalau begitu kesimpulan yang dapat kita garis bawahi di sini adalah:
 Menuntut ilmu itu setara dengan berjihaad di jalan Allah.
 Manakah yang lebih afdhol di antara keduanya? Jawabannya hal tersebut berbeda
tergantung kepada keadaan dari masing-masing orang, di mana ada yang kita katakan:
“Bagimu berjihaad lebih afdhol.” Dan ada yang kita katakan: “Bagimu menuntut ilmu
adalah lebih afdhol.” Tergantung kepada situasi dan kondisi keadaan masing-masing
orang.” Lihat Liqoo’ Baabil Maftuuh (2/164) dengan penomoran dari Maktabah Asy-
Syaamilah, pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 11

“Sesungguhnya Allah senantiasa bersama dengan orang-orang yang


bertaqwaa dan bersama dengan orang-orang yang berbuat ihsaan.”
(QS. An-Nahl: 128).8

Sementara itu, ketaqwaan yang paling agung lagi paling


besarnya adalah perbuatan mengikhlashkan (memurnikan) seluruh
niat hanya untuk Allah semata. Sebaliknya seorang yang niatnya riyaa’
(ingin dilihat dan dipuji) di dalam menuntut ilmu, maka baginya tidak
lain kecuali hanya sekedar kerugian dan kesengsaraan di dunia
semata, bahkan ia juga akan mendapatkan hukuman dan siksa di
akhirat kelak karenanya, sebagaimana keterangan yang telah datang
tentang orang-orang yang ditelungkupkan wajah-wajahnya di dalam
neraka, di mana salah satunya adalah karena alasan seseorang yang
menuntut ilmu syar’iy hanya karena niat ingin dianggap sebagai
seorang yang ‘aalim, dan sungguh dirinyapun telah dijuluki dengan
julukan tersebut.9

8
“Yakni Allah senantiasa bersama dengan orang-orang yang bertaqwaa lagi berlaku ihsaan,
yaitu yang dimaksud dengan bersama adalah pertolongan-Nya, taufiiq-Nya, dan sadaad
(pengokohan serta penjagaan-Nya, bukan Dzat-Nya, pent.). Dan mereka itulah orang-orang
yang bertaqwaa, yang senantiasa menjaga diri dari kekufuran maupun kemaksiatan, lagi
senantiasa berbuat ihsaan di dalam beribadah kepada Allah, berupa mereka beribadah
kepada-Nya seolah-oleh mereka melihat-Nya, dan meskipun mereka tidak bisa melihat-
Nya, maka mereka senantiasa yakin bahwa Allah senantiasa melihat mereka. Selain itu,
mereka juga adalah orang-orang yang senantiasa berbuat ihsaan kepada makhluq dengan
cara senantiasa mencurahkan manfaat bagi mereka dari segala sisi. Kita memohon kepada
Allah agar menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang bertaqwaa lagi berlaku
ihsaan.” Lihat Taisiir Al-Kariimir Rohmaan karya As-Sa’diy hal. 452, pent.
9
Yang beliau maksudkan adalah hadits dari Sulaimaan bin Yasaar:

.‫استُ ْش ِه َد فَأُتِ َي بِ ِو فَ َع َّرفَوُ نِ َع َموُ فَ َع َرَىا‬ ِ ِ


ْ ‫ضى يَ ْوَم الْقيَ َامة َر ُج ٌل‬ ِ ‫إِ َّن أ ََّو َل الن‬
َ ‫َّاس يُ ْق‬
‫ت‬
َ ْ‫ َك َذب‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬,‫ت‬ ُ ‫استَ ْش َه ْد‬ْ ‫ك َحتَّى‬ َ ‫ْت فِ ْي‬ ُ ‫ قَاتَ ل‬:‫ال‬ َ َ‫ْت فِ ْي َها؟ ق‬ َ ‫ فَ َما َع ِم ل‬:‫ال‬ َ َ‫ق‬
‫ب َع لَى َو ْج ِه ِو َحتَّى‬ ِ ِِ ِ ِ َ ‫ْت ِِلَ ْن يُّ َق‬ َ ‫َولَ ِكن‬
َ ‫ ثُ َّم أُم َر بو فَ ُسح‬.‫ال َج ِر ْي ءٌ فَ َق ْد ق ْي َل‬ َ ‫َّك قَاتَ ل‬
ُ‫ فَأُتِ َي بِ ِو فَ َع َّرفَوُ نِ َع َمو‬,‫ْم َو َع لَّ َموُ َوقَ َرأَ الْ ُق ْرآ َن‬ ِ َّ ِ ِ
َ ‫ َوَر ُج ٌل تَ َع ل َم الْع ل‬.‫أُلْق َي في النَّا ِر‬
12 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

‫ك‬ َ ‫ت فِ ْي‬ ُ ْ‫ْم َو َع لَّ ْمتُوُ َوقَ َرأ‬ ِ ُ ‫ تَع لَّم‬:‫ال‬


َ ‫ت الْع ل‬ ْ َ َ َ‫ْت ف ْي َها؟ ق‬
ِ َ ‫ فَما َع ِم ل‬:‫ال‬
َ َ َ‫ ق‬.‫فَ َع َرفَ َها‬
‫ال‬ُ ‫ت الْ ُق ْرآ َن لِيُ َق‬ َ ْ‫ َوقَ َرأ‬,‫ال َعالِ ٌم‬ ُ ‫ْم لِيُ َق‬ ِ َ ‫َّك تَع لَّم‬
َ ‫ت الْع ل‬ ْ َ َ ‫ت َولَكن‬
ِ َ ‫ َك َذب‬:‫ال‬
ْ َ َ‫ ق‬.‫الْ ُق ْرآ َن‬
‫ َوَر ُج ٌل‬.‫ب َع لَى َو ْج ِه ِو َحتَّى أُل ِْق َي فِي النَّا ِر‬ ِ ِِ ِ ِ ٌ ‫قَا ِر‬
َ ‫ ثُ َّم أُم َر بو فَ ُسح‬.‫ئ فَ َق ْد ق ْي َل‬
.‫ فَأُتِ َي بِ ِو فَ َع َّرفَوُ نِ َع َموُ فَ َع َرفَ َها‬,‫ال ُك لِّ ِو‬ ِ ‫اف الْم‬ ِ َ‫و َّسعو اهلل َع لَي ِو وأَ ْعطَاهُ ِمن أَصن‬
َ ْ ْ َ ْ ُ َُ َ
‫ب أَ ْن يُ ْن َف َق فِ ْي َها إََِّل‬ ُّ ‫ت ِم ْن َسبِْي ٍل تُ ِح‬ ُ ‫ َما تَ َرْك‬:‫ال‬ َ َ‫ْت فِ ْي َها؟ ق‬ َ ‫ فَ َما َع ِم ل‬:‫ال‬َ َ‫ق‬
‫ ثُ َّم‬.‫ال ُى َو َج َوا ٌد فَ َق ْد قِ ْي َل‬ َ ‫ْت لِيُ َق‬
َ ‫َّك فَ َع ل‬ َ ‫ت َولَ ِكن‬ َ ْ‫ َك َذب‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬.‫ك‬ َ َ‫ت فِ ْي َها ل‬
ُ ‫أَنْ َف ْق‬
.‫ب َع لَى َو ْج ِه ِو ثُ َّم أُل ِْق َي فِي النَّا ِر‬ ِ ِِ ِ
َ ‫أُم َر بو فَ ُسح‬
“Sesungguhnya manusia yang paling pertama diadili pada hari kiamat adalah seorang lelaki
yang dikatakan mati syahiid, di mana dirinya didatangkan, maka dipaparkanlah seluruh
nikmat-Nya kepadanya, dan iapun mengakuinya. Selanjutnya iapun ditanya: Apa yang
engkau lakukukan dengan nikmat tersebut? Ia menjawab: Aku berperang di jalan-Mu
hingga akupun mati syahiid. Allahpun berkata: Engkau telah berdusta! Akan tetapi engkau
berperang hanyalah agar supaya dirimu disebut sebagai pemberani dan disebut sebagai
pahlawan, kemudian sungguh dirimupun telah dijuluki demikian. Maka diperintahkanlah
untuk menyeret dirinya dengan ditelungkupkan di atas wajahnya, hingga iapun
dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang lelaki yang mempelajari ilmu syar’iy, dan
iapun telah mengajarkannya, serta ia juga membaca Al-Qur-aan. Iapun didatangkan dan
diperlihatkan nikmat tersebut kepadanya hingga iapun mengakuinya, lalu ia ditanya: Apa
yang engkau lakukan dengan nikmat tersebut? Iapun menjawab: Aku telah mempelajari
ilmu syar’iy dan mengajarkannya, serta akupun telah membaca Al-Qur-aan demi Engkau.
Allahpun berkata: Engkau telah berdusta! Akan tetapi engkau hanyalah mempelajari ilmu
syar’iy agar supaya dirimu bisa disebut sebagai orang yang ‘aalim, dan engkau juga
membaca Al-Qur-aan hanya agar supaya dirimu bisa disebut sebagai qoori’, di mana
sungguh dirimupun telah dijuluki demikian. Maka diperintahkanlah untuk menyeret dirinya
dengan ditelungkupkan di atas wajahnya, hingga iapun dilemparkan ke dalam neraka. Lalu
ada pula seorang lelaki yang telah Allah lapangkan dan berikan untuknya berbagai macam
harta seluruhnya, maka iapun didatangkan dan dinampakkan seluruh nikmat tersebut
hingga iapun mengakuinya, selanjutnya ditanyakan kepadanya: Apa yang engkau lakukan
kepada harta tersebut? Iapun menjawab: Tidak pernah aku luput dari satu jalanpun yang
telah Engkau cintai untuk aku bershodaqoh di dalamnya, melainkan aku bershodaqoh di
dalamnya karena-Mu. Allahpun berkata: Engkau telah berdusta! Akan tetapi engkau hanya
bershodaqoh dengan niat agar dirimu bisa disebut sebagai orang yang dermawan, dan
sungguh engkaupun telah dijuluki demikian. Maka diperintahkanlah untuk menyeret
dirinya sambil ditelungkupkan di atas wajahnya, kemudian iapun dilemparkan ke dalam
neraka.” HR. Muslim (1905), pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 13

KIAT KETIGA:

Bertaddhorru’ (Merendah) Di Hadapan Allah, Dan Senantiasa


Memohon Taufiiq Serta Sadaad (Penguatan Maupun Penjagaan)
Kepada-Nya Semata.

Ditambah pula dengan senantiasa berdo’a kepada Robb


Tuhannya memohon tambahan di dalam menuntut ilmu. Karena
seorang hamba adalah sosok yang senantiasa faqiir, teramat-sangat
butuhnya ia kepada Allah. Dan Allah l sendiri juga telah mendorong
lagi memotivasi kepada para hamba-Nya agar mereka senantiasa
meminta dan bertadhorru’ (merendahkan diri) kepada-Nya,
sebagaimana yang tertuang di dalam firman-Nya:

     

“Wajib bagi kalian semua untuk hanya berdo’a meminta dan


menyuguhkan seluruh ibadah kalian kepada-Ku semata, niscaya akan
Aku kabulkan dan Aku terima ibadah kalian tersebut.” (QS.
Ghoofir/Al-Mu’min: 60).10

Dan Nabi n telah bersabda:

10
“Ini merupakan kelemah-lembutan Allah kepada para hamba-Nya, dan merupakan
nikmat-Nya yang agung, manakala Allah mengajak mereka kepada perkara yang menjadi
kemashlahatan bagi urusan agama maupun dunia mereka, yakni berupa Allah telah
memerintahkan mereka agar beribadah dan berdo’a meminta segala permasalahan
mereka kepada-Nya semata, serta telah menjanjikan bagi mereka bahwa Dia pasti akan
menerima dan mengabulkannya untuk mereka.” Lihat Taisiir Al-Kariimir Rohmaan karya
As-Sa’diy hal. 740, pent.
14 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

ِ ‫ من ي ْدعُونِي فَأ‬:‫ فَ ي ُق و ُل‬,‫الدنْ يا‬ ِ ٍ


‫ب‬
َ ‫َستَج ْي‬
ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ ُّ ‫يَ ْن ِز ُل َربُّنَا ُك َّل لَْي لَة إِلَى َس َماء‬
.ُ‫ َوَم ْن يَ ْستَ غْ ِف ُرنِي فَأَ ْغ ِف َر لَو‬,ُ‫ َم ْن يَ ْسأَلُنِي فَأَ ْع ِطيَو‬,ُ‫لَو‬
“Robb Tuhan kita akan turun setiap malamnya ke langit dunia pada
waktu sepertiga malam yang terakhir. Maka Diapun akan berkata:
Barangsiapa yang berdo’a dan beribadah hanya kepada-Ku semata,
akan Aku kabulkan dan terima ibadahnya tersebut. Barangsiapa yang
meminta kepada-Ku semata, akan Aku beri apa yang ia minta
tersebut. Dan barangsiapa yang meminta ampunan kepada-Ku, akan
Aku ampuni dirinya.”11

Allah k telah memerintahkan kepada Nabi-Nya agar


senantiasa meminta tambahan ilmu kepada-Nya, di mana Allah telah
berfirman:

    

“Dan katakanlah olehmu (Muhammad): Wahai Robb Tuhanku,


tambahkanlah ilmu kepadaku.” (QS. Thooha: 114).12

11
Diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy (1145). Dan Muslim (1261), dari Abu Huroiroh z,
pent.
12
“Allah l telah memerintahkan kepada beliau untuk meminta tambahan ilmu. Sebab
ilmu itu adalah kebaikan, dan memperbanyak kebaikan adalah perkara yang justru
dituntut, terlebih lagi ia merupakan ilmu yang datangnya dari Allah, sementara cara untuk
mendapatkannya adalah dengan berupaya bersungguh-sungguh, benar-benar tamak lagi
cinta untuk mendapatkan ilmu, memintanya kepada Allah, meminta pertolongan kepada
Allah untuk mendapatkannya, lagi senantiasa menampakkan kefaqiiran kepada Allah pada
setiap waktu.
Dari ayat yang mulia ini dapat diambil pelajaran adab di dalam bertalaqqiy ilmu, yakni
berupa bahwasanya hendaknya orang-orang yang hadir mendengarkan penyampaian ilmu
tersebut seharusnya perhatian dan bersabar hingga pemateri ataupun pengajar selesai
memaparkan ucapannya hingga tuntas, nanti setelah ia selesai menyampaikannya barulah
murid boleh untuk mengajukan pertanyaan apabila ia mempunyai pertanyaan untuk
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 15

Allah l juga telah berfirman menghikayatkan tentang ucapan


dari Ibroohiim p:

      

“Robb Tuhanku, anugerahkanlah Al-Hukmu kepadaku, dan


sampaikanlah diriku ini kepada derajatnya orang-orang yang shoolih.”
(QS. Asy-Syu’aroo’: 83).13

Yang dimaksud dengan Al-Hukmu adalah ilmu, sebagaimana


keterangan yang telah dinyatakan sendiri oleh Nabi n di dalam
sabda-Nya:

َ ْ‫الح ِدي‬
.‫ث‬ ِ ‫إِ َذ ا اجتَ ه َد ال‬
َ ... ‫ْحاك ُم‬
َ َ ْ
“Apabila seorang hakim (yakni seorang ‘aalim, pent.) telah berijtihaad
...” Al-Hadiitsa.14

ditanyakan. Janganlah ia tergesa-gesa bertanya sehingga memutuskan penyampaian dari


pemateri ataupun pengajar, karena sikap seperti itu bisa menjadi sebab diharomkannya
ilmu dan kebaikan. Begitupun seharusnya dengan sikap seorang yang ditanyai, hendaknya
ia mendengar keseluruhan pertanyaan dari orang yang bertanya kepadanya terlebih
dahulu, dan mencari tahu betul apakah maksud dari pertanyaan tersebut sebelum ia
menjawabnya, karena sikap seperti itu bisa menjadi sebab baginya untuk semakin
mencocokannya dengan jawaban yang benar.” Lihat Taisiir Al-Kariimir Rohmaan karya As-
Sa’diy hal. 514, pent.
13
“Yakni anugerahkanlah ilmu kepadaku dengan ilmu yang banyak, sehingga dengannya
aku bisa mengetahui hukum-hukum, serta tentang halal dan harom, dan akupun bisa
menggunakannya sebagai hukum untuk menghukumi di antara makhluq. (Dan
sampaikanlah diriku ini kepada derajatnya orang-orang yang shoolih) yakni orang-orang
shoolih dari kalangan saudara-saudaraku para Nabi dan Rosul.” Lihat Taisiir Al-Kariimir
Rohmaan karya As-Sa’diy hal. 593, pent.
14
Diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy (7352). Muslim (1716). Dan Abu Daawud di dalam
Sunannya (3574), pent.
16 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

Dan Nabi n juga pernah mendo’akan hapalan untuk Abu


Huroiroh z, begitupun beliau juga pernah mendo’akan ilmu untuk
Ibnu ‘Abbaas c, di mana beliau berdo’a:

َّ ‫ال لَّ ُه َّم فَ ِّق ْهوُ فِي‬


.‫ َع لِّ ْموُ التَّأْ ِويْ َل‬,‫الديْ ِن‬
“Ya Allah faqihkanlah (pahamkanlah) dirinya tentang urusan agama,
dan ajarkanlah kepadanya ilmu tafsir.”15

Maka Allahpun mengabulkan do’a Nabi-Nya, sehingga seolah-


olah tiada sesuatupun yang didengar oleh Abu Huroiroh z dari
beliau, melainkan ia pasti menghapalnya, demikian pula dengan Ibnu
‘Abbaas c yang akhirnya menjadi habrul ummah (penanya ummat
dan ‘ulamaa mereka), serta merupakan sosok turjumaanul qur-aan
(ahli tafsir Al-Qur-aan).

Para ‘ulamaa juga senantiasa bersikap tadhorru’ (merendahkan


diri) kepada Allah lagi senantiasa meminta ilmu kepada-Nya. Coba
lihatlah kepada keadaan dari Syeikhul Islaam Ibnu Taimiyyah v, di
mana beliau pergi ke masjid-masjid Allah, bersujud kepada Allah
semata, sembari beliau berdo’a meminta:

.‫ َويَا ُم َف ِّه َم ُس لَْي َما َن فَ ِّه ْمنِي‬,‫يَا ُم َع لِّ َم إِبْ َر ِاى ْي َم َع لِّ ْمنِي‬
“Wahai Dzat yang telah mengajarkan ilmu kepada Ibroohiim,
ajarkanlah ilmu kepadaku. Dan wahai Dzat yang telah
menganugerahkan pemahaman kepada Sulaimaan, anugerahkanlah
kepahaman kepada diriku.”16

15
Diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy (75)(143). Muslim (2477). Ahmad di dalam Musnadnya
(4/225). Dan telah diShohiihkan oleh Al-Albaaniy di dalam As-Silsilatush Shohiihah (6/173),
pent.
16
Disebutkan oleh Ibnul Qoyyim v di akhir-akhir dari kitabnya I’laamul Muwaqqi’iin pada
faedah ke 61 dari faedah-faedah yang dengannya beliau menutup kitab tersebut, pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 17

Maka Allahpun mengabulkan do’a beliau, hingga Ibnu Daqiiqil


‘Iedpun berkata tentang sosok Ibnu Taimiyyah: “Sungguh Allah telah
mengumpulkan ilmu kepada dirinya, bahkan seolah-olah ilmu itu
sudah disuguhkan ke hadapannya, hingga tinggal dia memilih
manakah yang dia kehendaki dan meninggalkan mana saja yang dia
kehendaki.”17

17
Lihat Ar-Roddul Waafir (59), pent.
18 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

KIAT KEEMPAT:

Keshoolihan Hati.

Hati adalah bejana dan wadah yang akan menampung ilmu.


Maka apabila penampungnya baik dan bagus, niscaya ia akan dapat
menampung banyak dan akan dapat menjaga apa yang ditampungnya
itu. Namun apabila penampungannya jelek dan rusak, niscaya akan
sia-sia segala yang ditampung masuk ke dalamnya.18

18
Sebagaimana sabda Rosulullah n:
ِ ِ ِِ ِ
‫ت‬ ْ َ‫ فَ َكان‬,‫ضا‬ ً ‫اب أ َْر‬
َ ‫َص‬ َ ‫إِ َّن َمثَ َل َما بَ َعثَن َي اهللُ بِو م َن ال ُْه َدى َوالْع ل ِْم َك َمثَ ِل الْغَْيث أ‬
‫ َوَكا َن ِم ْن َها‬,‫ب الْ َكثِْي َر‬ ِ
َ ‫اء فَأَنْ بَتَت الْ َك ََلَ َوالْعُ ْش‬
ِ ِ ِ
َ ‫ قَب لَت ال َْم‬,ٌ‫م ْن َها طَائ َفةٌ طَيِّبَة‬
ِ
,‫َّاس فَ َش ِربُ ْوا ِم ْن َها َو َس َق ْوا َوَزَرعُ ْوا‬ ِ
َ ‫اء فَ نَ َف َعوُ اهللُ ب َها الن‬
ِ
َ ‫ب أ َْم َس َكت ال َْم‬
ِ ‫أ‬
ُ ‫َجاد‬
َ
‫ك‬ َ ِ‫ فَ َذل‬.ً‫ت َك ََل‬ ُ ِ‫اء َوََل تُ ْنب‬
ً ‫ك َم‬ ُ ‫اب طَائَِفةً ِم ْن َها أُ ْخ َرى إِنَّ َما ِى َي قِ ْي َعا ٌن ََل تُ ْم ِس‬
َ ‫َص‬
َ ‫َوأ‬
‫ َوَمثَ ُل َم ْن لَ ْم‬,‫ فَ َع لِ َم َو َع لَّ َم‬,‫اهلل َونَ َف َعوُ َما بَ َعثَنِ َي اهللُ بِِو‬
ِ ‫مثَل من فَ ُقوَ فِي ِديْ ِن‬
َْ ُ َ
.‫ْت بِ ِو‬
ُ ‫اهلل الَّ ِذي أ ُْر ِس ل‬
ِ ‫ك رأْسا ولَم ي ْقبل ُى َدى‬ ِِ
ْ َ َ ْ َ ً َ َ ‫يَ ْرفَ ْع ب َذل‬
“Sesungguhnya permisalan diutusnya diriku dengan membawa hidayah dan ilmu adalah
seperti hujan yang turun ke bumi, di mana ada di antara permukaan bumi itu yang baik lagi
bagus, ia bisa menampung air hujan, dan bisa menumbuhkan banyak tanaman serta
rerumputan. Lalu ada bagian daripadanya yang agak lebih keras, di mana ia bisa
menampung air dan bisa pula memberikan manfaat kepada manusia atas seizin Allah,
maka merekapun bisa mengambil minum daripadanya, bisa menggunakannya untuk
memberikan minum kepada ternak-ternak mereka, dan bisa mereka gunakan untuk
bercocok tanam. Lalu hujan itupun jatuh menimpa bagian bumi lainnya yang gersang lagi
tandus seperti padang pasir, di mana ia tidak bisa menyimpan air dan tidak bisa pula
menumbuhkan tanam-tanaman. Maka demikianlah perumpamaan seorang yang Allah
jadikan dirinya faqiih (paham) tentang agamanya, serta bisa mengambil manfaat dari
diutusnya diriku oleh Allah, di mana ia belajar menuntut ilmu dan juga turut mengajarkan
ilmu tersebut kepada manusia, dengan permisalan sosok seorang yang sama sekali tidak
mau mengangkat kepalanya lagi tidak mau untuk menerima hidayah Allah yang akupun
telah diutus untuk membawanya.” HR. Al-Bukhooriy (1/175). Muslim (4/787)(no. 2282).
Lihat Riyaadhush Shoolihiin karya An-Nawawiy (no. 166), pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 19

Dan Rosulullah n telah menjadikan hati sebagai asas pondasi


tolak ukur untuk segala sesuatu, di mana beliau telah bersabda:

‫ َوإِ َذ ا‬,ُ‫ْج َس ُد ُك لُّو‬


َ ‫ص لَ َح ال‬
َ ‫ت‬ َ ‫ إِ َذ ا‬,ٌ‫ضغَة‬
ْ ‫ص لَ َح‬ ْ ‫ْج َس ِد ُم‬ ِ
َ ‫أ َََل َوإِ َّن في ال‬
ِ
ُ ‫ أ َََل َوى َي الْ َق ل‬,ُ‫ْج َس ُد ُك لُّو‬
.‫ْب‬ َ ‫ت فَ َس َد ال‬
ْ ‫فَ َس َد‬
”Ketahuilah sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal
daging, apabila segumpal daging itu baik nan shoolih, niscaya akan
baik dan shoolih pula seluruh jasad tersebut, namun apabila segumpal
daging tersebut jelek lagi rusak, maka akan jelek dan rusak pula
seluruh jasad tersebut. Ketahuilah bahwa segumpal daging yang
dimaksud itu adalah hati (jantung).”19

Keshoolihan hati dapat diraih dengan cara berma’rifah


(mengenal) Allah l, mengenali nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya,
perbuatan-perbuatan-Nya, dan memikirkan tentang seluruh makhluq
maupun ayat-ayat-Nya. Selain itu pula dengan cara mentadabburi Al-
Qur-aanul ‘Adzhiim, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah
l tentang orang-orang munaafiq yang sakit hati-hati mereka:

          

           

  

19
Diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy (no. 50). Dan Ad-Daarimiy di dalam Sunannya (no. 2419).
Lihat Al-Arba’iin karya An-Nawawiy (no. 39), pent.
20 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

“Mereka mempunyai hati, akan tetapi mereka tidak menggunakannya


untuk bertafaqquh (memahami). Mereka mempunyai mata, akan
tetapi mereka tidak menggunakannya untuk melihat. Mereka juga
mempunyai pendengaran, akan tetapi mereka tidak menggunakannya
untuk mendengar. Mereka itu benar-benar sama seperti binatang-
binatang ternak, bahkan mereka itu lebih sesat lagi, dan mereka itulah
orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’roof: 179).20

20
“(Mereka mempunyai hati, akan tetapi mereka tidak menggunakannya untuk
bertafaqquh (memahami)) yakni mereka tidak bisa mencapai derajat fiqih (pemahaman)
maupun ilmu, akan tetapi hanya sekedar telah tegak hujjah bagi diri mereka. (Mereka
mempunyai mata, akan tetapi mereka tidak menggunakannya untuk melihat) yakni mereka
tidak sanggup melihat apa yang bermanfaat bagi mereka, sehingga merekapun luput dari
manfaat maupun faedah-faedahnya. (Mereka juga mempunyai pendengaran, akan tetapi
mereka tidak menggunakannya untuk mendengar) yakni mereka tidak menggunakan
pendengarannya untuk mendengarkan hal-hal yang bisa memasukkan ilmu dan
pemahaman ke dalam hati-hati mereka. (Mereka itu) yakni orang-orang yang disifatkan
dengan sifat yang hina lagi tercela ini, (Benar-benar sama seperti binatang-binatang ternak)
yakni binatang-binatang yang tidak ada akalnya, karena mereka adalah orang-orang yang
lebih mendahulukan lagi mengutamakan sesuatu yang fana ketimbang sesuatu yang abadi,
sehingga merekapun ditimpa dengan keadaan hilangnya akal-akal mereka. (Bahkan mereka
itu lebih sesat lagi) yakni dari binatang-binatang ternak tersebut. Sebab binatang ternak
saja masih bisa digunakan berperan sesuai dengan tujuan dari mengapa mereka diciptakan,
serta masih punya sebagian tabiat untuk mengambil hal-hal yang bermanfaat bagi mereka
dan meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi mereka. Sehingga keadaan mereka
masih lebih baik dari orang-orang tersebut. (Dan mereka itulah orang-orang yang lalai)
yakni lalai dari perkara yang sangat bermanfaat untuk mereka, yaitu lalai dari beriman
kepada Allah, lalai dari mentaati-Nya, dan lalai dari berdzikir (ingat) terhadap-Nya.
Padahal Allah telah menciptakan hati, pendengaran, dan penglihatan untuk mereka, agar
kesemua hal tersebut bisa membantu mereka di dalam menegakkan seluruh perintah
maupun hak-hak Allah, akan tetapi mereka malah menggunakan kesemua hal tersebut
untuk kebalikan dari maksud tersebut.
Maka merekalah orang-orang yang merealisasikan perkara yang justru telah diperingatkan
oleh Allah berupa jahannam, serta merupakan orang-orang yang terindikasi memang
diciptakan untuk menghuni jahannam, di mana merekalah orang-orang yang suka
mengamalkan amalannya para penghuni neraka.
Sedangkan orang-orang yang menggunakan anggota tubuhnya untuk beribadah kepada
Allah, lagi mengisi hatinya dengan keimanan terhadap Allah dan kecintaan terhadap-Nya,
serta tidak lalai dari Allah, mereka itulah orang-orang yang terindikasi sebagai para
penghuni surga, sebab mereka adalah orang-orang yang mengamalkan amalannya para
penduduk surga.” Lihat Taisiir Al-Kariimir Rohmaan karya As-Sa’diy hal. 309, pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 21

Dan ketahuilah bahwa penyakit hati itu ada 2 macam: 1).


Syahwaat, 2). Syubhaat.

Adapun syahwaat, maka bentuknya berupa perasaan cinta


terhadap keduniaan dan segala kelezatannya, sehingga seseorang
cenderung hanya sibuk dengannya. Demikian pula bentuknya adalah
dengan mencintai lagi senang dengan gambar-gambar maupun
adegan-adegan yang diharomkan, begitu pula senang mendengarkan
hal-hal yang diharomkan, baik itu berupa suara-suara, lantunan,
seruling, musik, maupun nyanyian, serta termasuk pula ke dalamnya
adalah senang memandang ataupun melihat kepada hal-hal yang
diharomkan.21

Sedangkan syubhaat, maka bentuknya seperti seseorang


menganut dan menyakini keyakinan-keyakinan i’tiqood yang baathil,
senang melakukan amalan-amalan yang bid’ah, serta senang
menisbahkan diri dan turut andil ambil bagian di dalam pemikiran-
pemikiran bid’ah yang menyelisihi jalan serta metodenya para As-
Salafush Shoolih.

Termasuk penyakit-penyakit hati juga adalah segala hal yang


dapat memalingkan dan menghalangi seseorang dari ilmu syar’iy,
semisal hasad, dengki dan dendam, serta sombong.

21
Sebagaimana keterangan yang telah datang di dalam hadits:

‫ فَ ِزنَا الْ َع ْي ِن‬,َ‫ك ََل َم َحالَة‬ ِّ ‫آد َم َحظَّوُ ِم َن‬


َ ِ‫ أَ ْد َر َك َذل‬,‫الزنَا‬ َ ‫ب َع لَى ابْ ِن‬ َ َ‫إِ َّن اهللَ َكت‬
ُ‫ك ُك لَّو‬ َ ِ‫ص ِّد ُق َذل‬َ ُ‫ َوالْ َف ْر ُج ي‬,‫س تَ َمنَّى َوتَ ْشتَ ِهي‬
ِ ِ ِّ ِ
ُ ‫ َوالنَّ ْف‬,‫ َوزنَا ال ل َسان الْ َم ْنط ُق‬,‫النَّظَُر‬
.ُ‫َويُ َك ِّذبُو‬
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan bagi anak cucu Aadam bagian mereka dari perkara
zina, mereka pasti mendapatinya dan tidak ada seorangpun yang bisa luput daripadanya.
Yakni zina mata yang berupa memandang, zina lisan yang berupa ucapan, dan zina jiwa
yang berupa membayangkan lagi bersyahwaat, sementara kemaluannyalah yang akan
membenarkan terjadi tidaknya perzinahan tersebut.” HR. Al-Bukhooriy (6243). Dan
Muslim (2657) dari Abu Huroiroh.
22 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

Kemudian di antara tanda kerusakan-kerusakan hati juga


adalah manakala seseorang terlalu banyak tidur, terlalu banyak
berbicara, dan terlalu banyak makan.

Maka dengan menjauhi segala perkara yang dapat merusak


hati ini, niscaya seorang akan dapat meraih keshoolihan hati.22

22
'Umar bin Al-Khoththoob z telah berkata: "wajib bagi kalian semua untuk
mempelajari ilmu agama, kemudian untuk melengkapi ilmu tersebut pelajarilah pula sifat
sakiinah (ketenangan) dan hilm (ketajaman serta pengertian yang mendalam, pent.)."
Diriwayatkan oleh Ath-Thobrooniy di dalam Al-Awsath (6/200). Wakii' di dalam Az-
Zuhud (538). Dan Ahmad di dalam Az-Zuhud (99).

As-Sa’diy v telah berkata: "Hati yang selamat maknanya adalah selamat dari kesyirikan
dan dari syakk (keragu-raguan), serta selamat dari perasaan cinta maupun senang terhadap
keburukan, dan selamat dari terus-menerus berada di atas dosa. Kemudian kelaziman dari
hati yang selamat ini pastilah ia juga akan bersifat dengan kebalikan dari apa yang telah
disebutkan berupa sifat-sifat hati yang tidak selamat, yakni hati tersebut akan bersifat
dengan keikhlasan, akan berisi ilmu, keyakinan, cinta dan senang dengan kebaikan, serta
akan terus menganggap indah lagi memperindah kesemua perkara tersebut di dalam
hatinya. Lalu iroodahnya (keinginan, niat, dan tujuannya, pent.) serta perasaan cintanya
akan senantiasa berittibaa' (mengikuti lagi menuruti) kepada apa yang dicintai oleh Allah,
demikian pula dengan hawa nafsunya akan menjadi tunduk berittibaa' kepada segala apa
yang datangnya dari Allah." Lihat Taisiir Al-Kariimir Rohmaan karya As-Sa'diy (593).

Ibnul Qoyyim v telah berkata: “Rukun-rukun (tiang-tiang) kekufuran itu ada 4: Sombong,
hasad, marah, dan syahwaat. Kesombongan menghalangi dari ketundukan, hasad
menghalangi dari memberi dan menerima nasehat, marah menghalangi dari keadilan, serta
syahwat menghalangi dari totalitas ibadah. Maka apabila seorang meruntuhkan rukun
(tiang) kesombongan, niscaya akan mudah baginya untuk tunduk. Apabila ia meruntuhkan
rukun (tiang) hasad, niscaya akan mudah baginya untuk memberi dan menerima nasehat.
Apabila ia meruntuhkan rukun (tiang) amarah, niscaya akan mudah baginya untuk adil dan
tawaadhu'. Apabila ia meruntuhkan rukun (tiang) syahwaat, akan mudah baginya untuk
bersabar, untuk berlaku 'iffah (menjaga kesucian dan kehormatan dirinya, pent.), serta
untuk beribadah. Namun memindahkan dan melenyapkan gunung dari tempatnya adalah
masih terasa lebih mudah dibandingkan menghilangkan keempat hal tersebut dari diri
seorang yang sudah terlanjur tertimpa balaa' dengannya, apa terlebih lagi jikalau keempat
hal tersebut sudah menjadi keadaannya, perangainya, kepribadiannya, lagi telah
menguasai dirinya dan sudah menjadi sifat yang tsaabit (menetap) lagi mendarah daging di
dalam dirinya. Maka orang yang demikian ini tidak akan bisa istiqomah di atas amalan
apapun, serta jiwanya juga tidak akan pernah suci selama keempat perkara tersebut masih
berada di dalamnya. Dan kapan saja ia berusaha untuk beramal, maka amalan tersebut
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 23

KIAT KELIMA:

Kecerdasan Dan Kejeniusan Secara Akal Maupun Spiritual.

Terkadang kecerdasan dan kejeniusan itu sifatnya bawaan, dan


terkadang pula ada yang butuh untuk diusahakan. Maka apabila
seseorang itu asalnya adalah sosok yang cerdas lagi jenius, hal itu
akan semakin menguatkan dirinya di dalam menuntut ilmu. Akan
tetapi apabila tidak demikian, maka ia perlu melatih dan mendidik

akan dirusak oleh keempat hal tersebut. Kemudian semua afaat (keburukan dan noda
penyakit, pent.) akan lahir pula dari keempat hal tersebut. Lalu apabila keempatnya sudah
kokoh menguasai hati, dan menempati ruang di dalamnya, maka ia akan mewariskan
kebaathilan yang nantinya akan dianggap sebagai Al-Haq, dan Al-Haq yang justru akan
dianggap sebagai kebaathilan, demikian pula yang ma'ruuf akan dianggap sebagai
kemungkaran, dan kemungkaran akan dianggap sebagai hal yang ma'ruuf. Kemudian
setelahnya dunia akan semakin dekat kepadanya (lagi menjadi prioritas utamanya, pent.),
sedangkan akhirat akan semakin menjauhinya. Dan apabila engkau perhatikan dengan
seksama kekufuran umat-umat yang ada, maka akan engkau dapati bahwa kekufuran
mereka itu sebenarnya tumbuh besar dan berkembang dari keempat hal tersebut.
Kemudian dikarenakan oleh keempatnya pula, merekapun ditimpakan 'iqoob (siksa
hukuman oleh Allah, pent.), yang mana kadar berat atau ringannya 'iqoob tersebut
tergantung kepada seberapa berat dan ringannya keempat perkara tersebut ada pada
mereka. Maka barangsiapa yang membuka jiwanya untuk keempat hal tersebut, artinya ia
telah membuka pintu-pintu segala keburukan bagi jiwanya, cepat ataupun lambat. Dan
sebaliknya barangsiapa yang mengunci jiwanya dari keempat hal tersebut, maka ia telah
mengunci jiwanya dari segala keburukan. Sebab keempat hal tersebut bisa menghalangi
jiwanya dari ketundukan, dari keikhlasan, dari taubat, dari berinaabah (kembali kepada
Allah, pent.), dari menerima Al-Haq dan dari nasehat kaum muslimiin, serta dapat
menghalanginya dari bersikap tawaadhu' di hadapan Allah maupun di di hadapan makhluq-
Nya." Lihat Al-Fawaa-id karya Ibnul Qoyyim (157).

Muhammad bin 'Aliy v telah berkata kepada putranya: "Wahai anakku! Aku ingatkan
engkau agar janganlah menjadi sosok yang pemalas dan mudah merasa bosan, sebab
keduanya adalah kunci pembuka bagi segala keburukan. Manakala engkau menjadi
pemalas, niscaya engkau akan menjadi sosok seorang yang tidak akan menunaikan hak dan
kewajiban, sedangkan apabila engkau menjadi seorang yang mudah bosan dan jenuh,
maka engkau tidak akan pernah sanggup untuk bersabar di atas Al-Haq (kebenaran)." Lihat
Al-Hilyah (1/507), pent.
24 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

jiwanya hingga iapun bisa mengusahakan tumbuhnya kecerdasan


serta kejeniusan di dalam dirinya.23

Oleh sebab itu kecerdasan dan kejeniusan seseorang


merupakan salah satu sebab terkuat yang dapat membantunya di
dalam meraih ilmu, di dalam memahaminya, di dalam
menghapalkannya, di dalam memilah dan memilih di antara
permasalahan-permasalahan yang ada, di dalam menjamak dan
mengumpulkan di antara dalil-dalil yang ada, serta lain sebagainya.

23
Rosulullah n telah bersabda:

ِ ‫ُك ُّل َش ْي ٍء بَِق َد ٍر َحتَّى ال َْع ْج ِز َوالْ َك ْي‬


‫س‬
“Segala sesuatu telah ditaqdirkan oleh Allah, baik itu kelemahan (yang bersifat dunia
maupun agama, pent.), maupun kecerdasan, kekuatan, kedalaman, serta kejeniusan
seseorang.” HR. Muslim (2655).

Akan tetapi terkadang setelah sekian lama seseorang menempuh sebab di dalam menuntut
ilmu, dirinya belum juga dianugerahkan ilmu dan pemahaman yang banyak oleh Allah, yang
berarti Allah masih menginginkan untuk memberikan pahala baginya dari do’a dan
kesabarannya di dalam menuntut ilmu, serta janganlah ia merasa berkecil hati karenanya
apalagi sampai berputus asa di dalam menuntut ilmu, sebagaimana sabda Nabi n:

.‫ب اهللُ قَ ْوًما ابْ تَ ََل ُى ْم‬ َ ‫إِذَ ا أ‬


َّ ‫َح‬
“Apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan menimpakan mushiibah kepada
mereka.” Lihat Shohiihul Jaami’ (285).

Di dalam riwayat lain disebutkan:

.ُ‫ب ِم ْنو‬ ِ ِ ِ
ْ ‫َم ْن يُ ِرد اهللُ بِو َخ ْي ًرا يُص‬
“Siapa saja yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka akan Allah berikan ujian
kepadanya.” HR. Al-Bukhooriy (5645), pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 25

KIAT KEENAM:

Selalu Bersemangat Lagi Sungguh-Sungguh Di Dalam Menuntut Ilmu


Adalah Merupakan Sebab Bagi Dirinya Bisa Meraih Pertolongan Allah
l Bagi Dirinya.

Allah l telah berfirman:

        

“Sesungguhnya Allah senantiasa bersama dengan orang-orang yang


bertaqwaa dan bersama dengan orang-orang yang senantiasa berbuat
ihsaan.” (QS. An-Nahl: 128).24

Pada dasarnya tabiat manusia apabila mengetahui tentang


betapa berharganya suatu perkara, niscaya ia akan bersemangat
untuk mendapatkannya. Sementara ilmu syar’iy adalah merupakan
perkara teragung lagi paling berharga yang bisa diraih oleh seorang
hamba.25

24
Lihat catatan kaki no. 8, pent.
25
Sebagaimana firman Allah l:

            

         

  


“Benar-benar sungguh Allah telah menganugerahkan nikmat kepada orang-orang yang
beriman, manakala Allah telah mengutus kepada mereka seorang Rosul dari kalangan
mereka sendiri, yang kemudian Rosul tersebut akan membacakan kepada mereka ayat-
ayat Allah, akan menyucikan mereka, dan akan mengajarkan kepada mereka ilmu tentang
26 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

Maka wajib bagi para penuntut ilmu sekalian untuk senantiasa


benar-benar bersemangat lagi bersungguh-sungguh di dalam
menghapalkan dan memahami ilmu, serta hendaknya senantiasa
bermajelis dengan para ‘ulamaa dan bertalaqqiy (mengambil ilmu
secara langsung) kepada mereka. Hendaknya mereka senantiasa
semangat, serius, dan bersungguh-sungguh untuk banyak-banyak
membaca serta menelaah kepada literatur-literatur ilmu dari para
‘ulamaa, dan benar-benar menyibukkan serta menghabiskan umur
maupun waktunya dengannya, sehingga iapun bisa menjadi sosok
seorang yang benar-benar teramat sangat kikir untuk menyia-nyiakan
waktunya begitu saja.

Al-Kitaab serta Al-Hikmah, meskipun padahal sebelumnya mereka itu benar-benar berada
di dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali ‘Imroon: 164).
Dan juga sabda Nabi n:

ِّ ‫َم ْن يُ ِرِد اهللُ بِ ِو َخ ْي ًرا يُ َف ِّق ْهوُ فِي‬


.‫الديْ ِن‬
“Siapa yang diinginkan kebaikan oleh Allah, niscaya Allah akan menjadikannya faqiih
(paham) tentang urusan ilmu agama.” Muttafaq ‘Alaihi diriwayatkan oleh Al-Bukhooriy
(71). Dan Muslim (1037), pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 27

KIAT KETUJUH:

Bersungguh-Sungguh, Berkorban, Dan Tekun Di Dalam Upaya


Menggapai Ilmu.

Hendaknya seorang penuntut ilmu itu menjauhi sifat pemalas


dan lemah, serta berjuang melawan hawa nafsu jiwanya maupun
melawan syaithoon. Sebab hawa nafsu jiwa dan syaithoon adalah dua
hal yang dapat melemahkan seseorang di dalam menuntut ilmu. 26

Adapun di antara sebab yang bisa ditempuh untuk bisa


mendapatkan pertolongan di dalam kesungguhan menuntut ilmu:
Adalah dengan banyak-banyak membaca biografi serta bagaimana
perjalanan para ‘ulamaa di dalam menuntut ilmu, mengetahui
bagaimana kesabaran dan derita mereka, serta bagaimana
pengorbanan mereka melakukan safar meninggalkan negerinya hanya
untuk pergi menuntut ilmu ataupun untuk mengambil satu hadits
saja.

26
Lihat catatan kaki no. 22, pent.
28 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

KIAT KEDELAPAN:

Belajar Hingga Tuntas (Bulughoh).

Yakni seorang penuntut ilmu benar-benar mencurahkan


seluruh kesungguhan dan keseriusannya di dalam menuntut ilmu
syar’iy, hingga iapun berhasil meraihnya dan bisa kokoh di dalamnya,
baik itu secara hapalan, pemahaman, maupun kemantapan.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 29

KIAT KESEMBILAN:

Senantiasa Berteman Akrab Dengan Syeikh Guru Pengajar Tersebut.

Ilmu itu asalnya di ambil dari penjelasan mulut para ‘ulamaa.


Oleh karena itu agar seorang penuntut ilmu bisa mengambil pelajaran
berharga di dalam perjalanannya menuntut ilmu, iapun hendaknya
berbekal dengan kiat-kiat yang shohiih (benar), yakni berupa
hendaknya ia juga senantiasa bermajelis dengan para ‘ulamaa,
bertalaqqiy (mengambil ilmu secara langsung) dari mereka, hingga
ilmu yang dipelajarinyapun bisa tegak di atas kaidah-kaidah
pemahaman yang shohiih (benar), dan iapun bisa melafadzhkan Al-
Qur-aan maupun hadits dengan pelafadzan yang Shohiih (benar),
tidak salah dan tidak pula keliru. Dengan demikian ia juga bisa
memahami maksud dan pengertian dari ilmu syar’iy tersebut
sebagaimana mestinya, terlebih lagi tidak hanya sampai di situ saja,
bahkan ia juga bisa mengambil banyak faedah dari keakrabannya
tersebut, berupa faedah adab, akhlaq, waro’ (kehati-hatian), serta
iapun bisa terhindar dari sikap menjadikan kitab semata sebagai
gurunya (otodidak). Sebab barangsiapa yang hanya mengandalkan
kitab sebagai syeikh ataupun gurunya, niscaya akan lebih banyak
salahnya ketimbang kebenarannya.27

27
Dari Yuunus, ia berkata: “Ibnu Syihaab telah berkata kepadaku: “Janganlah engkau
mengambil ilmu dalam jumlah besar secara sekaligus, sebab ilmu itu perumpamaannya
adalah laksana sebuah lembah penampungan air yang luas lagi dalam, di mana apabila
engkau mengambil banyak daripadanya, maka engkau akan jatuh lebih dahulu sebelum
engkau sanggup mengangkutnya keluar dari lembah tersebut. Oleh karena itu hendaknya
ilmu itu tidak diambil secara sekaligus tetapi diambil secara bertahap sedikit-demi sedikit,
hari-demi hari, dan malam-demi malam. Karena barangsiapa yang tamak ingin langsung
mengambilnya sekaligus, niscaya ilmu itu juga akan hilang dari dirinya sekaligus, oleh sebab
tetapi hendaknya ia mengambilnya dengan menciduknya sedikit-demi sedikit, malam-demi
malam, dan melalui hari-demi hari.” Lihat Jaami’u Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi karya Ibnu
‘Abdil Barr (431).
30 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

Dan hal ini senantiasa terus-menerus terjadi hingga di masa


kita sekarang ini, di mana tidak ada sosok seorangpun yang dianggap
tampil lagi menonjol keilmuan agamanya, melainkan itu merupakan
buah pendidikan, pengajaran, dan tarbiyyah dirinya di bawah
bimbingan langsung seorang yang ‘aalim.

Dari Muhammad bin An-Nadhr, ia berkata: “Awal dari tingkatan ilmu itu adalah mendengar
(kepada guru, pent.), kemudian diam (menyimak penjelasan guru, pent.), kemudian
menghapalkannya, lalu mengamalkannya, dan terakhir barulah menyebar-luaskannya.”
Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ karya Adz-Dzahabiy (8/157), pent.
10 Kiat Berharga Untuk Menggapai Ilmu | 31

KIAT KESEPULUH:

Membutuhkan Waktu Yang Lama Nan Panjang.

Maka janganlah seorang penuntut ilmu itu menyangka bahwa


proses belajar mempelajari ilmu agama itu hanyalah memakan waktu
sehari dua hari, atau setahun dua tahun saja. Bahkan justru yang
namanya menuntut ilmu itu sangatlah membutuhkan kesabaran
bertahun-tahun lamanya.

Al-Qoodhiy ‘Iyaadh v pernah ditanyai: “Sampai kapankah


seseorang itu harus menuntut ilmu?” Beliaupun menjawab: “Sampai
kita meninggal dunia, hingga diletakannya pena alat tulisnya di atas
kuburannya.”

Al-Imaam Ahmad v telah berkata: “Aku duduk bermajelis


mempelajari ilmu soal kitab haidh selama 7 tahun, hingga akupun
baru benar-benar bisa memahaminya.”

Maka seorang penuntut ilmu yang cerdas lagi jenius saja,


dirinya akan selalu bermajelis dengan para ‘ulamaa selama 10 hingga
20 tahun, bahkan ada di antara mereka yang bermajelis dengan syeikh
gurunya hingga Allah mewafatkan gurunya tersebut.

zcxzcxzcx

Maka inilah sebagian di antara kiat berharga bagi para


penuntut ilmu yang sudah sepantasnya untuk mereka ingat lagi
perhatikan, agar mereka bisa meraih ilmu syar’iy.
32 | 1 0 K i a t B e r h a r g a U n t u k M e n g g a p a i I l m u

Kepada Allah l jualah aku memohon agar menganugerahkan


taufiiq kepadaku dan juga kepada kalian semua dengan ilmu yang
bermanfaat serta amalan yang shoolih. Semoga sholawat dan salam
Allah senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada
keluarganya, kepada para shohabatnya, serta kepada siapa saja yang
senantiasa berittibaa’ (mengikuti lagi mencontoh) dan mencukupkan
diri kepada atsar-atsar (jejak peninggalan) mereka dengan baik hingga
tibanya hari kiamat.

Anda mungkin juga menyukai