BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika zaman dulu sampai pada saat ini kita mungkin sudah mengetahui kewajiban kita
sebagai hamba Allah yang lemah , dan banyak yang tahu kewajiban kita di muka bumi ini
yakni hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Pendapat seperti ini memang tidak salah
karena sudah tertulis dalam Al-Qur’an.
Ibadah merupakan salah satu aktivitas atau kegiatan yang ada di setiap agama yang ada di
seluruh dunia. Di dalam agama Islam juga terdapat banyak ibadah yang harus dilaksanakan
dan dipatuhi oleh setiap umatnya kepada Allah SWT. Salah satu kegiatan ibadah yang sangat
penting dan dijadikan tiang agama dalam agama islam adalah shalat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Fiqih Ibadah
1. Ibadah menurut bahasa
Menurut kamus Al-Muhith[1], al-abdiyah, al-ubudiyah, dan al-íbadah artinya taat. Dan
dalam Mukhtar Ash-Shihhah[2], makna dasar al-ubudiyah adalah ketundukan dan
kepasrahan, sementara at-ta’bid artinya kepasrahan. Dikatakan thariq ( jalan ) muábbad dan
unta yang muábbad artinya yang sudah disiapkan. Semua makna ini sesuai dengan isytiqaq-
nya. Allah SWT berfirman : “Masuklah dalam ibadah-Ku”(QS. Al-Fajr 89 : 29). Artinya dalam
kelompok-Ku, Allah menambah satu makna baru yaitu loyalitas.
Sedangkan úbudiyah artinya menampakkan ketundukan, walaupun kata ibadah dalam
maknanya karena merupakan puncak ketundukan dan tidak ada sesuatu pun yang berhak
mendapat penghambaan, kecuali yang memiliki puncak keutamaan yaitu Allah SWT.
Allah SWT berfirman :
Hanya kepada-Mu kami menyambah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan.
(QS. Al-Fatihah 1 : 5)
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS.
Al-Bayyinah 98 : 5)
Namun, ibadah mencakup tauhid dan semua jenis amal baik. Setiap ibadah harus mengacu
pada nash yang ada dan telah disyariátkan Allah, tidak ditambah-tambahi dan dikurangi.
Tidak semua orangpun boleh meng-Qiyas-kan atau mengandalkan pendapat pribadi
termasuk juga ijtihadnya. Sebab, jika ada orang boleh menambah syiar-syiar agama dengan
cara qiyas atau ijtihadnya sendiri pastilah jumlah taklif akan lebih banyak dari apa yang ada
di zaman Rasulullah SAW. Sehingga sulit untuk membedakan mana yang syariat dasar dan
mana yang tambahan. Dan kaum muslimin tidak ubahnya seperti orang nashrani. Setiap
orang yang membuat syariat baru atau ibadah tertentu maka ia adalah sesuai dengan
firman Allah SWT :
Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk
mereka agama yang tidak diizinkan Allah? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan
(dari Allah) tentulah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim
itu akan memperoleh azab yang amat pedih. (QS. Asy-Syura 42 : 21)
Adapun yang termasuk ijihad dalam ibadah misalnya, jika seseorang berupaya sekuat tenaga
agar amal ibadahnya diterima allah, sementara termasuk yang sia-sia jika ada orang yang
mengerjakan ibadah yang ia sendiri tidak tahu manfaatnya. Namun tetap dilakukan karena
diberi tahu orang yang sepadan dengannya padahal ia sendiri dapat memahaminya sendiri.
Kesia-siaan ini tidak akan terjadi dalam melaksanakan perintah Allah karena kita yakin
rahmat dan hikmah Allah dalam menurunkan syariat yang sudah pasti membawa maslahat
karena Dia Maha Mengetahui segala sesuatu apa yang tidak kita ketahui.[7]
B. Bentuk dan Macam-macam Ibadah
Ibadah-ibadah yang kita laksanakan berdasarkan bentuk nya :
Pertama, ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan. Ibadah ini semisal membaca
Al-Qurán, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, taslim, doa, membaca hamdalah oleh orang yang
bersin.
Kedua, ibadah-ibadah yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan dengan sesuatu sifat.
Ibadah ini contoh nya menolong orang, berjihad di jalan Allah, membela diri dari gangguan,
menyelenggarakan urusan jenazah.
Ketiga, ibadah-ibadah yang berupa menahan diri dari mengerjakan suatu pekerjaan. Ibadah
semacam ini ialah puasa, yakni menahan diri dari makan, minum, dan dari segala yang
merusakkan puasa.
Keempat, ibadah-ibadah yang melengkapi perbuatan dan menahan diri dari sesuatu
pekerjaan. Ibadah ini contoh nya ialah I’tikaf (duduk di dalam masjid), menahan diri dari
jima’ dan mubasyarah, bernikah dan menikahkan, haji.
Kelima, ibadah-ibadah yang bersifat menggugurkan hak. Umpamanya, membebaskan orang-
orang yang berhutang, memaafkan kesalahan orang lain, memerdekakan budak untuk
kaffarat.
Keenam, ibadah-ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan, khudhuk, khusyuk menahan
diri dari berbicara dan dari berpaling lahir dan batin dari yang diperintahkan kita
menghadapinya.[8]
Macam-macam ibadah :
a. Ibadah-ibadah itu, terbagi beberapa macam.
Pertama, bersifat makrifat yang tertentu dengan soal ketuhanan.
Kedua, ucapan-ucapan yang tertentu untuk Allah, seperti : takbir, tahmid, tahlil dan puji-
pujian.
Ketiga, perbuatan-perbuatan yang tertentu untuk Allah, seperti : haji, umrah, rukuk, sujud,
puasa, thawaf dan I’tikaf.
Keempat, ibadah-ibadah yang lebih mengutamakan hak Allah walaupun terdapat pula
padanya hak hamba, seperti : Sholat fardhu dan Sholat Sunnah.
Kelima, yang mencakup kedua-dua hak, tetapi hak hamba lebih berat, seperti : zakat,
kaffarat dan menutup aurat.
Dalam soal harta, hak Allah mengikuti hak hamba dengan dalil bahwa harta itu menjadi
mubah bila dibolehkan oleh mereka yang mempunyai harta dan dapat dimanfaatkan
dengan seizin mereka.
b. Muamalah juga terdapat beberapa macam :
1) Ada yang diwujudkan untuk menghasilkan maslahat yang cepat, seperti : jual-beli dan
sewa-menyewa.
2) Ada yang maslahatnya memperoleh ganti yang cepat, seperti : menerima upah untuk
haji dan umrah, dan mengajar Al-Qurán.
3) Ada yang salah satu maslahatnya segera diperoleh, sedangkan yang keduanya lambat
diperoleh, seperti : memberi pinjaman (memberi hutang). Maslahatnya untuk yang
menerima uang cepat diterimanya, untuk yang memberi hutang lambat diperolehnya bila ia
maksudkan keridhaan Allah.
4) Salah satu maslahatnya cepat diterimanya, sedangkan yang lain oleh pemberinya
dapat dicepatkan atau dilambatkan, seperti : menjamin hutang. Kemaslahatannya yang
cepat diperoleh oleh yang dijaminkan. Jika penjaminan dengan ganti, cepatlah ia menerima
maslahatnya. Jika ia jamin dengan tak ada sesuatu agunan dipahalai dia, jika ia kehendaki
keridhaan Allah.
5) Kemaslahatannya lambat untuk yang memberi, cepat untuk yang menerima, seperti
wakaf, hibah, wasiat dan hadiah.[9]
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah
kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash/28:77)[12]
Hikmah
Tidak ada ibadah yang kosong dari hikmah, apabila tiap-tiap ibadah di dalam syari’at islam
diteliti dan diselami hikmah dan rahasinya, nyatalah tak ada suatu ibadah yang kosong dari
hikmah. Hanya saja, hikmah itu ada yang terang ada yang tersembunyi. Mereka yang terang
hatinya, cemerlang pikirannya, dapat menyelami hikmah-hikmah itu. Mereka yang bebal,
tidak terang mata hatinya, tidak tembus pikirannya, tidak dapat menyelaminya.
Pengertian hikmah yang dimaksudkan disini adalah :
“illah-illah atau rahasia-rahasia yang berdasar akal yang ada persesuaian antaranya hukum”
Contohnya :
a. Sembahyang disyari’atkan untuk mengingtkan kita kepada Allah dan untuk bermunajat
kepada-Nya.
Firman Allah swt:
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah
Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. (QS. Thaha/20:14)
b. Zakat disyari’atkan untuk mengkis kekikiran dan untuk mencukupkan kebutuhan para
fuqara dan masakin.
Sabda Nabi SAW :
“Diamlah dari hartawan-hartawan merela lalu diberikan kepada orang-orang fakir mereka”.
(HR. Bukhari - Muslim)
c. Puasa disyari’atkan untuk mematahkan dorongan nafsu dan untuk menyiapkan kita
bertakwa kepada Allah.
Firman Allah swt:
Shibghah Allah Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya
kepada-Nya-lah kami menyembah. (QS. Al baqharah/2:138)
d. Haji, disyari’atkan untuk memuliakan syiar-syiar agama.
Friman Allah swt:
Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa
yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan
sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan
hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui. (QS Al
baqarah/2:158)
e. Hudud (hukuman-hukuman had) dan kaffarat-kaffarat disyari’atkan untuk
memperkuatkan manusia dari mengerjakan kemaksiatan.
Firman Allah swt:
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Fiqih ibadah adalah pemahaman terhadap hal yang berkaitan dengan peribadatan
manusia kepada allah ,yakni antara makhluk yang tercipta kepada sang penciptanya. rukun
utama dari bangunan islam terdiri dari sebagian kecil makna ibadah kepada Allah dan bukan
semuanya seperti yang diinginkan oleh Allah dari Hamba-nya.
Ruang Lingkup Fiqih ibadah meliputi : Shalat, Zakat, Puasa, Haji,dll. Ibadah tidak hanya
terbatas pada shalat, puasa, haji, zakat, dan semua turunannya. Melainkan Seorang muslim
bisa menjadikan semua pekerjaan biasa dan bersifat rutinitas menjadi sebuah ibadah jika
diikhlaskan niatnya.
Bentuk-bentuk ibadah meliputi : ibadah-ibadah yang berupa perkataan dan ucapan , ibadah
yang berupa perbuatan yang tidak disifatkan dengan sesuatu sifat, ibadah-ibadah yang
berupa menahan diri dari mengerjakan suatu pekerjaan, ibadah-ibadah yang melengkapi
perbuatan dan menahan diri dari sesuatu pekerjaan, ibadah-ibadah yang bersifat
menggugurkan hak., ibadah yang melengkapi perkataan, pekerjaan .
Macam-macam ibadah meliputi : bersifat makrifat yang tertentu dengan soal ketuhanan,
ucapan-ucapan yang tertentu untuk Allah, perbuatan-perbuatan yang tertentu untuk Allah,
ibadah-ibadah yang lebih mengutamakan hak Allah walaupun terdapat pula padanya hak
hamba, yang mencakup kedua-dua hak, tetapi hak hamba lebih berat.
Ibadah dalam konteks muamalah meliputi : Ada yang diwujudkan untuk menghasilkan
maslahat yang cepat, Ada yang maslahatnya memperoleh ganti yang cepat, Ada yang salah
satu maslahatnya segera diperoleh dan sedangkan yang keduanya lambat diperoleh, Salah
satu maslahatnya cepat diterimanya dan sedangkan yang lain oleh pemberinya dapat
dicepatkan atau dilambatkan, Kemaslahatannya lambat untuk yang memberi dan cepat
untuk yang menerima.
Ketentuan pokok ibadah meliputi : Tawajjuh, Al-Khauf, Ar-Rajaa’.
Filosofi Ibadah : Islam menegakkan ibadah atas beberapa sendi yang dapat membersihkan
jiwa dan usaha sekiranya kita melaksanakan dengan sewajarnya dan dengan semestinya,
dan kita tetap memelihara inti sari ibadah itu.
Hikmah Ibadah : Setiap ibadah memiliki hikmah. Mereka yang terang hatinya, cemerlang
pikirannya, dapat menyelami hikmah-hikmah ibadah. Mereka yang bebal, tidak terang mata
hatinya, tidak tembus pikirannya, tidak dapat menyelaminya.
DAFTAR PUSTAKA
Ash Shiddieqy, H.Z. Fuad Hasbi, 2000, Kuliyah Ibadah, Semarang : PT. Pustaka Riski Putra
Ibrahim Shalih Su’ad, 2011, Fiqih Ibadah Wanita, Jakarta : Amzah
Qardhawi Yusuf, 1993, Konsep Ibadah Dalam Islam,
Surabaya : Central Media
[12] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. kuliyah ibadah. Semarang : PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2000. Hlm 91-95.
[13] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. DR. kuliyah ibadah. Semarang : PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2000. Hlm 85-87.