Bahkan, tawakkal memiliki pengaruh yang besar dalam memacu semangat orang-
orang besar untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar yang semula mereka
kira kemampuan mereka dan sarana-sarana pendukung yang ada tidak mampu
menggapainya. Karena tawakkal merupakan suatu sarana yang paling kuat dalam
menggapai apa yang diinginkan dan menolak apa yang tidak diinginkan. Bahkan,
secara mutlak, tawakkal adalah sarana yang paling efektif untuk tujuan itu.
Karena, bersandarnya hati kepada kekuasaan, kemurahan, dan kelembutan Allah
akan mengikis habis kuman-kuman frustasi dan bibit-bibit kemalasan, lalu
mengencangkan punggung harapan dengan bisa menjadi bekal bagi setiap orang
untuk menerobos ombak samudera yang dalam dan menantang binatang buas yang
ganas di dalam habitatnya. Tawakkal yang paling agung adalah tawakkal kepada
Allah dalam mencari hidayah (petunjuk), memurnikan tauhid, mengikuti Rasulullah
, memerangi Ahli kebatilan, dan menggapai apa yang dicintai dan diridhai oleh
Allah, seperti iman, yakin, ilmu, dan dakwah. Ini adalah tawakkal para Rasul dan,
para pengikutnya yang utama. Tekad yang kuat dan benar yang dibarengi dengan
tawakkal kepada Allah Penguasa segala sesuatu pastilah akan berakhir dengan
kebenaran dan keberuntungan.
Makalah Aqidah 1
merasa mulia dengan-Nya adalah orang yang mulia, sedangkan orang yang
berlindung kepada selain Dia adalah orang yang hina, dan bahwa semua makhluk
butuh kepada Allah, sedangkan mereka tidak bisa memberi manfaat ataupun
mendatangkan bahaya, maka hal itu akan memberinya kekuatan dengan izin Allah.
Membuatnya senantiasa berlindung kepada-Nya, tidak takut kepada selain-Nya,
dan tidak berharap melainkan dari kemurahan-Nya. Apabila seseorang menyadari
bahwa apa yang ditakdirkan mengenainya tidaklah akan meleset darinya, dan apa
yang meleset ditakdirkan darinya tidaklah akan mengenainya, maka jiwanya akan
tenang. Hatinya akan tenteram dan berserah diri kepada Allah dalam segala hal.
Jika seseorang berserah diri kepada Allah, maka ia akan mendapatkan keamanan,
dan rasa takut kepada makhluk akan hilang dari hatinya. Karena ia telah
meletakkan jiwanya di dalam brankas yang kuat dan menyembunyikannya di dalam
sudut yang kokoh, sehingga tidak bisa dijamah oleh tangan-tangan musuh yang
jahil dan usil. Dengan demikian, ia terbebas dari perbudakan sesama makhluk. Ia
tidak menggantungkan hatinya kepada makhluk manapun dalam upaya
mendatangkan keuntungan dan menolak bahaya, melainkan hanya Allah sajalah
yang menjadi pelindung dan penolong baginya. Ia meminta pertolongan dan
bantuan kepada-Nya, sehingga ia mendapatkan kecukupan dari Tuhan dan
kemudahan dalam segala urusan yang tidak didapatkan oleh orang yang tidak
memiliki aqidah ini. Ia juga mendapatkan kekuatan hati yang tidak bisa digapai
oleh orang yang tidak mencapai derajatnya.
Jadi, ilmu apa saja yang bermanfaat –baik dalam bidang agama maupun
dunia- diperintahkan, dianjurkan, dan didorong oleh syariat (Islam) untuk
dipelajari. Sehingga di dalamnya tergabung ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu alam,
Makalah Aqidah 2
ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu dunia. Bahkan syariat (Islam) menjadikan ilmu
dunia yang bermanfaat sebagai bagian dari ilmu agama.
Begitulah adanya. Dalam hal ini sebagian orang dari kalangan Ahli ghuluw (orang-
orang ekstrem) dan Ahli materi (kaum materialis) telah keliru. Orang-orang
ekstrem membatasi diri dengan sebagian ilmu agama hingga sedemikian rupa.
Makalah Aqidah 3
Keterkaitan Aqidah :
KEUTAMAAN AKHLAK
Makalah Aqidah 4
kejelekan dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR Tirmidzi,
ia berkata: hadits hasan, dan dishahihkan oleh syaikh Al Salim Al Hilali).
Dalam timbangan (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari
pada aklak yang baik, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam : “
Sesuatu yang paling berat dalam mizan (timbangan seorang hamba) adalah akhlak
yang baik.” (HR. Abu Daud dan Ahmad, dishahihkan Al Bani. Lihat ash Shahihah
Juz 2 hal 535). Juga sabda beliau : “ Sesungguhnya sesuatu yang paling utama
dalam mizan (timbangan) pada hari kiamat adalah akhlak yang baik.” (HR. Ahmad,
dishahihkan al Bani. Lihat Ash Shahihah juz 2 hal.535).
Dari hadits-hadits di atas dapat dipahami bahwa akhlak yang paling baik memiliki
keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslimah mengambil
akhlak yang baik sebagai perhiasannya. Yang perlu diingat bahwa ukuran baik
atau buruk suatu akhlak bukan ditimbang menurut selera individu, bukan pula
hitam putih akhlak itu menurut ukuran adat yang dibuat manusia. Karena boleh
jadi, yang dianggap baik oleh adat bernilai jelek menurut timbangan syari’at atau
sebaliknya.
Jelas bagi kita bahwa semuanya berpatokan pada syari’at, dalam semua masalah
termasuk akhlak. Allah sebagai Pembuat syari’at ini, Maha Tahu dengan keluasan
ilmu-Nya apa yang mendatangkan kemashlahatan/kebaikan bagi hamba-hamba-
Nya. Wallahu Ta’ala a’lam.
Makalah Aqidah 5
dengan serta merta masyarakat Islam menyambutnya dengan positif, dan
akhirnya banyak umat Islam menjadi pengikutnya yang kemudian disebut dengan
kelompok Asy’ariyah dan terinstitusikan dalam bentuk Madzhab Asy’ari.
Ditempat lain yakni di Samarqand Uzbekistan, juga muncul seorang Imam Abu
Manshur al-Maturidi ( W. 333 H) yang secara garis besar rumusan pemikiran
teologi Islamnya paralel dengan pemikiran teologi Asy’ariyah, sehingga dua imam
inilah yang kemudian diakui sebagai Imam penyelamat akidah keimanan,karena
karya pemikiran dua imam ini tersiar keseluruh belahan dunia dan diakui sejalan
dengan sunnah Nabi SAW serta petunjuk para sahabatnya, meskipun sebenarnya
masih ada satu orang ulama lagi yang sepaham yaitu Imam al-Thohawi (238 H –
321 H) di Mesir, akan tetapi karya beliau tidak sepopuler dua imam yang
pertama. Akhirnya para ulama menjadikan rumusan akidah Imam Asy’ari dan
Maturidi sebagai pedoman akidah yang sah dalam Aswaja.
Secara materiil banyak produk pemikiran Mu’tazilah yang karena metodenya
lebih mengutamakan akal daripada nash (Taqdimu al-’Aql ‘ala al-Nash), dinilai
tidak sejalan dengan sunnah, sehingga sarat dengan bid’ah, maka secara
spontanitas para pengikut imam tersebut bersepakat menyebut sebagai
kelompok Aswaja, meskipun istilah ini bahkan dengan pahamnya telah ada dan
berkembang pada masa-masa sebelumnya, tetapi belum terinstitusikan dalam
bentuk madzhab. Karena itu secara historis, term aswaja baru dianggap secara
resmi muncul dari periode ini.
Setidaknya dari segi paham telah berkembang sejak masa ‘Ali bin Abi Thalib KW
tetapi dari segi fisik dalam bentuk madzhab baru terbentuk pada masa al-
Asy’ari, al-Maturidi dan al-Thahawi.
Dalam perkembangan sejarah selanjutnya, istilah Aswaja secara resmi menjadi
bagian dari disiplin ilmu keislaman. Dalam hal akidah pengertiannya adalah
Asy’ariyah atau Maturidiyah, dalan fiqh adalah madzhab empat dan dalam
tasawuf adalah al-Ghozali dan ulama-ulama yang sepaham. Semuanya menjadi
diskursus Islam paham Sunni.
Ruang lingkup yang kedua adalah syari’ah atau fiqh, artinya paham
keagamaan yang berhubungan dengan ibadah dan mu’amalah. Sama pentingnya
dengan ruang lingkup yang pertama, yang menjadi dasar keyakinan dalam Islam,
ruang lingkup kedua ini menjadi simbol penting dasar keyakinan. Karena Islam
agama yang tidak hanya mengajarkan tentang keyakinan tetapi juga mengajarkan
tentang tata cara hidup sebagai seorang yang beriman yang memerlukan
komunikasi dengan Allah SWT, dan sebagai makhluk sosial juga perlu pedoman
untuk mengatur hubungan sesama manusia secara harmonis, baik dalam kehidupan
pribadi maupun sosial. Dalam konteks historis, ruang lingkup yang kedua ini
disepakati oleh jumhur ulama bersumber dari empat madzhab, yakni Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Secara substantif, ruang lingkup yang kedua ini
sebenarnya tidak terbatas pada produk hukum yang dihasilkan dari empat
Makalah Aqidah 6
madzhab diatas, produk hukum yang dihasilkan oleh imam-imam mujtahid lainnya,
yang mendasarkan penggalian hukumnya melalui al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan
Qiyas, seperti, Hasan Bashri, Awza’i, dan lain-lain tercakup dalam lingkup
pemikiran Aswaja, karena mereka memegang prinsip utama Taqdimu al-Nash ‘ala
al-’Aql (mengedepankan daripada akal).
Ruang lingkup ketiga dari Aswaja adalah akhlak atau tasawuf. Wacana
ruang lingkup yang ketiga ini difokuskan pada wacana akhlaq yang dirumuskan
oleh Imam al-Ghozali, Yazid al-Busthomi dan al-Junayd al-Baghdadi, serta ulama-
ulama sufi yang sepaham. Ruang lingkup ketiga ini dalam diskursus Islam dinilai
penting karena mencerminkan faktor ihsan dalam diri seseorang. Iman
menggambarkan keyakinan, sedang Islam menggambarkan syari’ah, dan ihsan
menggambarkan kesempurnaan iman dan Islam. Iman ibarat akar, Islam ibarat
pohon. Artinya manusia sempurna, ialah manusia yang disamping bermanfaat
untuk dirinya, karena ia sendiri kuat, juga memberi manfaat kepada orang lain.
Ini yang sering disebut dengan insan kamil. Kalau manusia memiliki kepercayaan
tetapi tidak menjalankan syari’at, ibarat akar tanpa pohon, artinya tidak ada
gunanya. Tetapi pohon yang berakar dan rindang namun tidak menghasilkan buah,
juga kurang bermanfaat bagi kehidupan. Jadi ruang lingkup ini bersambung
dengan ruang lingkup yang kedua, sehingga keberadaannya sama pentingnya
dengan keberadaan ruang lingkup yang pertama dan yang kedua, dalam
membentuk insan kamil.
Makalah Aqidah 7