Anda di halaman 1dari 14

Nama : Dina Amalina

Matkul : Kolokium
NIM : 2010415320039

Review Jurnal
1. Jurnal 1

Pelabelan Masyarakat Perdesaan Terhadap Janda Muda Di Desa


Judul
Sailong Kecamatan Dua Boccoe Kabupaten Bone
Jurnal Hasanuddin Journal of Sociology (HJS)
Volume Vol.2
Halaman 145-156
Tahun 2020
Yusran Suhan, Sakaria, Arsyad Genda, Andi Haris, Andi
Penulis
Rusdayani Amin
Reviewer Dina Amalina
file:///C:/Users/User/Downloads/12865-Article%20Text-41509-2-
Link Unduhan
10-20210217.pdf

Latar Belakang Latar belakang dalam penelitian ini yakni studi tentang Pelabelan
Masalah
seorang dengan status janda muda sangat relevan dengan kondisi
masyarakat di Indonesia saat ini. Seperti yang diketahui kasus
penceraian di Indonesia dari tahun ketahun semakin meningkat,
khususnya di daerah Kabupaten Bone yang menjadikan seorang
wanita lebih mudah menjadi seorang janda muda. Masyarakat
perdesaan dalam mendefinisikan seseorang (Objektif) sangat
beragam sehingga menimbulkan pelabelan di masyarakat
perdesaan, seperti bagaimana Perilaku/Tindakan seseorang yang di
dituju tadi (Subjektif) dapat memunculkan pemberian cap.
Informan juga menyebutkan bahwa masyarakat yang tau masalah
tersebut memberikan julukan terhadap janda muda tersebut
sebagai perempuan penggoda suami orang atau pelakor. Sehingga
gerak geriknya selalu di pantau. Menurut beliau istilah janda muda
dipandang sangat buruk (makkeja) sehingga karena pernah
merebut suami orang, janda muda tersebut pernah di kucilkan atau
di jauhi bersama masyarakat (Dipeddirengi Ati) atau artinya di
kasih sakit hatinya supaya ada efek jerah, apa yang dilakukan
adalah sebuah perilaku yang buruk.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh efek dari label tersebut
Tujuan penelitian
sebagai suatu konsekuensi penyimpang tingkah laku.
Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan tipe deskriptif
untuk menggambarkan studi kasus yang terjadi di Desa Sailong
tersebut. Adapun teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
Metode Penelitian
purposive sampling sedangkan teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara mendalam, observasi langsung dan
dokumentasi.

Subjek Penelitian Masyarakat desa sailong kecamatan dua boccoe kabupaten bone.
Hasil Penelitian Pelabelan yang terjadi terhadap status janda muda, sebenarnya
belum tentu diartikan sebagai perempuan berkonotasi negatif
(buruk). Berkaitan mengenai “Label” yang buruk bukan berarti
perempuan tersebut tidak mampu membuktikan bahwa label
tersebut adalah salah dan hanya sebuah stereotype, stigma dan
Prejudice yang tidak berlaku untuk semua orang. Sehingga untuk
mengatasinya dengan menjaga sikap dan perilaku untuk senantiasa
bersikap baik di masyarakat luas sedangkan masyarakat kadang
dalam mendefinisikan status janda secara umum seperti yang
pernah mereka lihat atau temui berdasarkan pengalaman. Ketika
melihat atau menemui seorang janda yang bersikap tidak baik,
maka pendefisiniannya buruk.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat setempat,
penulis menemukan berbagai pandangan yang sangat beragam
dalam mendefinisikan status janda yang ada di Desa. Mengenai
hal tersebut penulis membedakan pandangan masyarakat Desa
yang positif dan ada pandangan yang negatif.
Masyarakat kadang dalam mendefinisikan status janda secara
umum seperti yang pernah mereka lihat atau temui berdasarkan
pengalaman. Ketika melihat atau menemui seorang janda yang
bersikap tidak baik atau moral, orang akan mendefinisikan
demikian berujung mengeneralisasikan satu janda untuk menilai
janda yang lain. Hal tersebut yang harus diperhatikan karena tidak
semua masyarakat yang menyandang status janda berbuat
demikian.

Kata - kata yang


Kelebihan
Penelitian

digunakan tidaklah
rumit
sehingga bisa dipahami
oleh pembaca, jurnal ini
juga mengupas
mengenai judulnya
sehingga bisa
dijadikan referensi oleh
pembaca
Kata - kata yang
digunakan tidaklah
rumit
sehingga bisa dipahami
oleh pembaca, jurnal ini
juga mengupas
mengenai judulnya
sehingga bisa
dijadikan referensi oleh
pembaca
Bahasa yang digunakan dalam jurnal ini cukup mudah untuk
dipahami oleh pembaca, jurnal ini juga mengupas sangat dalam
mengenai topiknya sehingga mampu dijadikan bahan untuk
referensi oleh pembaca yang mau melakukan penelitian tentang
seteorotif janda pada masyarakat.
Kekurangan Ada beberapa kesalahan penulisan yang menyebabkan pembaca
Penelitian kurang mengerti beberapa kata dalam jurnal.

2. Jurnal 2

Judul Pelecehan Terhadap Perempuan Dalam Meme


Jurnal Kafa’ah Journal of Gender Studies
Volume Vol. 10
Halaman 131-144
Tahun 2020
Penulis Herry Nur Hidayat dan Tienn Immerry
Reviewer Dina Amalina
Link Unduhan https://www.kafaah.org/index.php/kafaah/article/view/330/pdf_28
Latar Belakang Meme dalam dunia internet diartikan sebagai penyebaran secara
Masalah
cepat sebuah gagasan atau ide tertentu yang disajikan dalam
bentuk teks atau gambar (Williamson dkk., 2012); kelompok kata,
gambar, atau kombinasi keduanya yang muncul berulang sebagai
pesan (Cannizzaro, 2016). Oleh karena isi, muatan, bentuk, dan
tujuannya maka meme dapat disebut sebagai sarana komunikasi.
Menurut Blackmore (2008), meme internet berhubungan dengan
ide, persepsi, emosi, perilaku, bahkan segala sesuatu yang bisa
mewujudkan pengalaman instan. Secara lengkap, Shifman (dalam
Soha & McDowell, 2016) mendefinisikan meme internet sebagai
perangkat digital yang membagikan karakter umum (bentuk, isi,
sikap) yang dibuat secara sadar dan diedarkan, ditiru, atau
ditransformasikan oleh banyak pengguna internet. Hidayat dkk.
(2019) menyebut meme sebagai sarana komunikasi dalam bentuk
simbol yang dapat berupa teks atau gambar untuk menyampaikan
gagasan.
Di sisi lain, meme internet adalah sebuah fenomena sosial.
Penyebarannya yang sangat cepat ini dikenal dengan viral. Viral
adalah kata sifat yang berarti menyebar dengan cepat layaknya
virus. Dalam dunia internet, viral diartikan sebagai fenomena
komunikasi berbagi informasi yang dilakukan oleh ribuan bahkan
jutaan orang dalam waktu yang sangat singkat (Sharag-Eldin dkk.,
2018). Berbeda dengan virus (biologis), meme internet menjadi
viral dengan pola, tatanan, bahasa, dan cara yang berlaku dalam
dunia internet. Oleh karena penyebarannya yang bersifat global,
meskipun terdapat varian, meme internet menunjukkan pola
homogenitas dalam penggunaannya baik isi maupun bentuknya.
Di sisi lain, internet di Indonesia masih menjadi masalah tersendiri
bagi penggunanya. Beragamnya konten dalam internet hingga
sering dijadikan kambing hitam atas berbagai masalah sosial.
Di sisi lain, kebebasan berekspresi dimaklumi sebagai alasan
berbagai aktivitas dan penyalahgunaan internet. Ide, gagasan,
argumen, maupun opini secara bebas tersebar dan berkembang di
dunia internet yang cenderung tanpa filter untuk dikonsumsi tidak
terkecuali tindak eksploitasi dan pelecehan seksual. Menurut
Griffiths (2010), salah satu penyalahgunaan internet yang biasa
dilakukan adalah manipulasi gambar dengan berbagai tujuan.
Selain tujuan seksualitas, manipulasi gambar atau foto biasa
dilakukan untuk membuat meme. Dalam hal ini, meme dengan
gambar atau foto digunakan sebagai media percakapan yang
bermuatan humor atau gurauan.
Disadari atau tidak, penggunaan manipulasi gambar atau foto
tersebut tidak jarang mengandung simbol-simbol eksploitasi dan
pelecehan terutama terhadap perempuan. Pada praktiknya,
kesadaran pengguna internet perempuan terhadap adanya
pelecehan tersebut sangat kurang. Pada umumnya, pengguna
internet perempuan menganggap meme bermuatan pelecehan
hanya sebatas humor.
Beragam meme berupa teks dan gambar dengan muatan pelecehan
terhadap perempuan dapat dengan mudah ditemukan di internet.
Secara tidak sadar atau tidak, baik pencipta (kreator) maupun
pembaca telah melakukan penegasan terhadap muatan pelecehan
tersebut. Hal ini dilakukan dengan cara membagi (share) dan
menyebarkannya dalam tindak komunikasi mereka. Tidak sedikit
meme yang mengandung kekerasan simbolik terhadap sebuah
kelompok (status) masyarakat. Bukan tidak mungkin meme ini
adalah sebuah bentuk dominasi kelompok tertentu terhadap
kelompok lainnya.
Jurnal ini membahas beberapa bentuk muatan pelecehan terhadap
perempuan dalam bentuk meme internet terutama pada Wanita
janda. Rupa dan bentuk meme menjadi unsur yang cukup
signifikan dalam pembahasan jurnal ini.
Menemukan faktor penyebab kemunculan meme dengan muatan
Tujuan penelitian
pelecehan terhadap perempuan.
Kajian ini menggunakan metode kualitatif yang menitikberatkan
pada interpretasi. Meskipun interpretatif, objektivitas kajian
diperhatikan melalui konteks yang melingkupi objek kajian. Objek
dianalisis melalui proses pengamatan dan pembacaan berulang.

Metode Penelitian Proses ini dilakukan untuk menemukan simbol yang menunjukkan
muatan pelecehan terhadap perempuan. Proses selanjutnya adalah
pemaknaan berdasarkan kerangka teori kekerasan simbolik Pierre
Bourdieu. Pemaknaan ini bertujuan untuk menemukan gagasan
dasar yang melatarbelakangi munculnya meme tersebut.
Meme internet yang diduga mengandung muatan pelecehan
terhadap perempuan. Material dihimpun dari aplikasi media sosial

Subjek Penelitian Instagram dan Pinterest oleh karena aplikasi tersebut


menampilkan bentuk visual (foto dan gambar) sebagai ciri
khasnya.
Hasil Penelitian Ada lima meme yang disajikan oleh peneliti. Kelima meme
tersebut merupakan contoh kekerasan simbolik yang terjadi dan
dilakukan di dunia internet. Kekerasan simbolik adalah bentuk
upaya dominasi sebuah kelompok terhadap kelompok lainnya.
Dalam hal ini dominasi laki-laki tethadap perempuan. Perempuan
adalah objek dominasi laki-laki melalui simbol-simbol yang
digunakan sebagai bentuk praktik kekuasaan.
Jika dihubungkan dengan fenomena meme dengan muatan
pelecehan terhadap perempuan, tampak upaya legitimasi dan
dominasi kekuasaan kaum laki-laki terhadap kaum perempuan.
Konstruksi sosial yang dapat disebut sebagai habitus adalah
konstruksi fungsi, peran, dan kedudukan perempuan dalam
masyarakat.
Stereotipe dan bias gender menjadi faktor penting dalam
pemahaman simbol-simbol kekerasan simbolik ini. Selain
karakteristik fisik maupun psikologis, perempuan mendapat
kekangan norma dan nilai yang lebih dibanding laki-laki. Konsep
tradisional menuntut perempuan untuk bersifat lembut, penurut,
dan patuh kepada laki-laki (Suryani, 2017). Dengan struktur
mental yang dibangun tersebut, secara tidak sadar perempuan telah
menerima untuk menjadi kelompok sosial kelas dua di bawah laki-
laki. Instrumen-instrumen pengetahuan adalah wujud dari
terbentuknya relasi dominasi. Kekerasan simbolik dilembagakan
lewat perantaraan kesepakatan yang tidak bisa dilakukan, oleh si
terdominasi kepada si dominan. Sementara orang yang
terdominasi tidak memiliki apapun kecuali instrumen-instrumen
pengetahuan yang juga dimiliki oleh yang dominan (Musarrofa,
2019).
Dunia internet adalah arena interaksi kelas yang mendominasi dan
yang didominasi. Menurut Bimber (Bimber, 2000) kesenjangan
antara laki-laki dan perempuan terjadi pula di dunia internet oleh
karena faktor sosial ekonomi dan gender. Kemapanan ekonomi,
keterampilan, dan keahlian menggunakan komputer dan gawai
menjadi modal bagi laki-laki untuk melakukan upaya
legitimasinya. Pengetahuan dan penguasaan aplikasi pengolahan
teks dan gambar menurut Bimber lebih ramah kepada laki-laki
oleh karena kreator yang masih didominasi oleh laki-laki. Park
dkk. (2018) juga menyebut massifnya bahasa kekerasan terhadap
perempuan di aplikasi Twitter dalam kajiannya.
Penamaan juga menjadi aspek penting dalam kekerasan simbolik.
Dalam hal ini, penamaan status perempuan dengan janda, cabe-
cabean, jablay, alay, dan bogasari (gambar 1-5) adalah beberapa
contohnya. Menurut Dewi dkk. (2018), dalam struktur sosial di
Indonesia, janda menduduki posisi yang lemah. Status janda lebih
rendah dari perempuan bersuami atau belum bersuami. Janda
mengandung kesan sebagai perempuan yang lemah dan
membutuhkan laki-laki untuk kebutuhan seksualnya. Penamaan
cabe-cabean, jablay dan alay menurut Sulistyawan (2014)
mengandung makna perempuan pelaku prostitusi oleh karena
penggunaannya yang selalu merujuk hal tersebut.
Selain mengetahui faktor penyebab kemunculan meme dengan
muatan pelecehan terhadap perempuan, jurnal ini juga
menunjukkan bahwa stereotype, bias gender, dan struktur mental
Kelebihan
Penelitian merupakan struktur habitus yang memainkan peran penting
sehingga kekerasan simbolik menjadi sebuah kewajaran bagi
korbannya.
Terdapat beberapa bahasa yang sulit dipahami khususnya bagi
Kekurangan
pembaca kalangan umum dan abstrak yang ditulis kurang
Penelitian
menyeluruh.

3. Jurnal 3
Janda Dan Duda: Genealogi Pengetahuan Dan Kultur Masyarakat
Judul
Tentang Janda Sebagai Pelanggengan Kuasa Patriarki
Jurnal Kafa’ah: Journal of Gender Studies.
Volume Vol. 11, No. 2
Halaman 199-214
Tahun 2021
Penulis M. Ali Sofyan dkk
Reviewer Dina Amalina
Link Unduhan file:///C:/Users/User/Downloads/359-1826-1-PB.pdf

Latar Belakang Status menikah menjadi tolak ukur kultural dalam menganggap
Masalah
bahwa seseorang sudah dewasa. Begitu pula pada duda atau janda.
Bagi janda, masyarakat masih menganggap sebelah mata jika
dibandingkan dengan duda. Peristiwa penyebab menjadi janda
bagi masyarakat desa, biasanya akan dilihat bahwa perempuan
sebagai pihak yang bersalah. Selanjutnya, ketika status janda
tersebut resmi disandang, maka masyarakat akan mengamati
aktivitasnya. Misalnya, pulang malam, tidak bekerja, tidak
bersosialisasi, atau yang lainnya. Perbincangan tersebut akan
ditarik sampai pada diskursus tubuh dan pikiran seorang janda
telah dieksekusi dan dikuasai oleh pikiran dalam budaya patriarki.
Kondisi tersebut tidak terjadi pada duda. Bagi duda apapun yang
dilakukan, masyarakat menganggap biasa. Dalam proses
perceraian duda cenderung tidak dilihat sebagai pihak yang
bersalah.
Mengetahui eksternalisasi, mitos, stereotipe dan kekerasan
simbolik pada janda dan objektifikasi, dogma kultural dan tubuh
Tujuan penelitian
yang dikuasai publik serta bagaimana internalisasi dan kuasa
seksualitas
Penelitian ini adalah penelitian kulitatif dengan metode
Metode Penelitian
fenomenologi di Jawa Tengah dan Yogyakarta

Subjek Penelitian Masyarakat pada sejumlah desa di daerah provinsi Jawa tengah
Hasil penelitian dalam jurnal ini yakni, bahwa sejak dulu sampai
hari ini kondisi perempuan (janda) tidak banyak berubah, Hak-hak
yang melekat pada janda direproduksi oleh publik yang
memunculkan marginalisasi dan stereotipe; Ruang sosial bagi
janda telah bergeser pada ketidakseimbangan relasi kuasa; mitos

Hasil Penelitian dan kekerasan simbolik dialami oleh janda karena secara kultural
perilaku janda menjadi perhatian publik; Kekerasan simbolik
dialami janda akibat anggapan negatif terhadap aktivitasnya; kuasa
patriarki selalu membelenggu perempuan ke dalam sebuah ruang
ketidakadilan; Publik yang dikuasai kultur patriarki akhirnya
membentuk wacana kekuasaan yang tidak seimbang.
Kelebihan Penulis sangat detail dalam memaparkan hasil penelitian
Penelitian
Kekurangan Ada beberapa kesalahan penulisan dalam jurnal ini sehingga
Penelitian pembaca sedikit kesulitan dalam memahami isi jurnal ini.

4. Jurnal 4
Kebertahanan Janda Kristen Batak Toba dalam Hidup Menjanda
Judul
Setelah Cerai Mati dan Cerai Hidup
Jurnal Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
Volume Vol. 6, No.2
Halaman 380-396
Tahun 2020
Penulis Hadriana Marhaeni Munthe, Harmona Daulay, Napsiah
Reviewer Dina Amalina
Link Unduhan file:///C:/Users/User/Downloads/178-880-2-PB.pdf

Lahirnya stigma dan stereotipe pada janda dilatarbelakangi oleh


nilai budaya masyarakat. Memang tidak sepenuhnya stigma buruk
selalu diarahkan pada janda seperti kasus janda di masyarakat
Aceh. Kedudukan perempuan janda di Aceh berbeda dengan janda
di masyarakat lain. Janda di masyarakat Aceh lebih dihargai dan
mendatangkan rasa simpati karena kebanyakan perempuan
menjanda karena suami mereka menjadi korban perang konflik di
Aceh. Demikian juga di daerah Jawa Barat atau masyarakat Sunda
yang dianggap wajar dan umum apabila perempuan menjanda di
usia muda karena praktik kawin usia muda yang diikuti dengan
Latar Belakang tradisi kawin cerai. Sebaliknya predikat janda pada perempuan
Masalah
Jawa berdampak pada stigma berupa pandangan serta sorotan yang
buruk. Janda di masyarakat Jawa dikonotasikan dengan pencitraan
negatif berupa sebutan janda muda dan janda kembang. Pencitraan
negatif atau stigma yang dialamatkan pada perempuan Jawa tidak
terlepas dari konstruksi budayanya yang patriarkis yang
menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki terlebih
perempuan berpredikat janda. Realitas kebertahanan janda Kristen
Batak Toba menjanda mengisyaratkan habitus yang berbeda
dengan habitus kebanyakan janda lain yang berkecenderungan
menikah kembali.
Bertujuan mengetahui habitus yang mendasari kebertahanan janda
Kristen Batak Toba menjanda pasca cerai mati dan cerai hidup
Tujuan penelitian
dengan menggunakan kerangka teori atau konsep habitus Pierre
Bourdiau
metode penelitian kualitatif feminis yang menekankan perempuan
Metode Penelitian
sebagai subyek/sentral penelitian.
Janda Kristen Batak Toba yang menjanda pasca cerai mati dan
Subjek Penelitian
cerai hidup dilakukan di kelurahan Titi Rantai kota Medan
kebertahanan perempuan janda Kristen Batak Toba untuk hidup
menjanda ternyata berkaitan dengan habitus mereka sebagai
perempuan yang harus kuat, pekerja keras, mandiri dan tangguh
menghidupi anak-anaknya. Habitus ini diperoleh dari beberapa
dimensi modal sosial. Pertama, nilai budaya anakonki do
hamoraon diau (anak adalah harta yang paling berharga). Kedua,
Hasil Penelitian
nilai religius yaitu berserah dan penyerahan hidup pada Tuhan
dengan tekun berdoa dan aktif beribadah di gereja dan ketiga, nilai
keluarga berupa dukungan moril dan materiil dari keluarga
terdekat. Habitus ini menumbuhkan pencitraan baru bahwa janda
Kristen Batak Toba merupakan sosok perempuan pekerja keras,
mandiri dan kuat.
Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah dipahami maksud dan
Kelebihan tujuannya oleh pembaca. Analisisnya sangat rinci dan mudah
Penelitian
dipahami.
Kekurangan Penulis kurang lengkap dalam menyimpulkan keseluruhan isi dari
Penelitian jurnal ini.

5. Jurnal 5
Motivasi menikah lagi: studi kasus pasangan suami istri dari
Judul
seorang janda dan duda yang menikah lagi dl usia lanjut
Jurnal Jurnal Psikoislamika
Volume Vol. 13, No, 2
Halaman 47-52
Tahun 2016
Penulis Lutfi Anshori Syah, Mulyadi
Reviewer Dina Amalina
Link Unduhan file:///C:/Users/User/Downloads/6441-17602-1-SM.PDF

Banyak orang pada usia lanjut yang menyadari bahwa suatu saat
pasangan hidup mereka akan meninggal, oleh karena itumereka
telah mempersiapkan diri untuk menghadapinya, atau siap
menyesuaikan diri dengan situasi kesepian yang akan terjadi
(Heyman & Gianturco, 1973). Salah satu cara yang dilakukan oleh
Latar Belakang orang yang sudah berusia lanjut dalam mengatasi masalah
Masalah
kesepian dan hilangnya aktivitas seksual, karena hilangnya
pasangan hidup adalah dengan menikah lagi. Menikah kembali
adalah salah satunyacara yang dilakukan lansia untuk mengatasi
masalah kesepian dan kehilangan akibat hubungan seksual
untuk tidak tersedianya pasangan.

- Bagaimana motivasi para janda dan pasangan duda


menikah lagi di usia lanjut
Tujuan penelitian
- Bagaimana pola adaptasi nya pasangan setelah menikah,
dan implikasi menikah lagi di usia tua terhadap keluarga

Penelitian kualitatif dengan melakukan wawancara, observasi, dan


Metode Penelitian
dokumentasi
Subjek Penelitian Sepasang janda dan duda yang menikah lagi
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa motivasi yang dimiliki oleh seorang janda
dan duda yang menikah lagi dalam kehidupan mereka usia tua
adalah bahwa mereka ingin menghilangkan kesepian dan waktu
luang, membutuhkan pasangan, membutuhkan ketenangan
ibadah dan kebutuhan akan kebahagiaan. Tingkat kebahagiaan
pada pasangan lanjut usia yang menikah kembali adalah
tergantung pada proses adaptasi sebelum dan sesudah menikah,
beradaptasi satu sama lain dan dengan anak pasangan, dan
dukungan dari masing-masing kedua keluarga.
Bahasa yang digunakan oleh penulis mudah dipahami maksud dan
Kelebihan
Penelitian tujuannya oleh pembaca. Analisis rinci dan mudah dipahami.
Kekurangan
Abstrak hanya ada dalam bahasa Inggris
Penelitian

Anda mungkin juga menyukai