A. Pendahuluan
Risk asesment dilakukan di semua unit pelayanan yang memberikan asuhan
terhadap pasien, termasuk pelayanan CSSD. Risk assesment pada pelayanan CSSD lebih
menekankan pada resiko terjadinya infeksi pada petugas terkait pengeloalaan instrument
terutama linen kotor habis pakai pasien yang kemungkinan terpapar penyakit infeksi
menular. Potensi kegagalan dapat terjadi pada semua proses pelayanan laundry, baik saat
pengelolaan linen kotor maupun linen bersih. Untuk itu perlu dilakukan sebuah kajian
dalam bentuk infection control risk asssesment yang bertujuan mengidentifikasi
potensial resiko sebelum hal tersebut terjadi.
Dengan melaksanakan risk assesment maka RS dapat meningkatkan keselamatan
pasien RS, meningkatkan keselamatan staf, meningkatkan efficiency, mengidentifikasi
issue kebutuhan training staf, mengembangkan hypotesa untuk mengantisipasi potensial
risiko, justifikasi kebutuhan untuk mengimplementasi kegiatan PPI baru atau
meneruskan kegiatan yang sedang berjalan dan menghindari potensial KTD.
B. Definisi
Risk Asessment adalah Suatu proses penilaian untuk menguji suatu proses secara
rinci dan berurutan, baik kejadian yang aktual maupun yang potensial berisiko ataupun
kegagalan dan suatu yang rentan melalui proses yang logis, dengan memprioritaskan area
yang akan di perbaiki berdasarkan dampak yang akan di timbulkan baik aktual maupun
potensial dari suatu proses perawatan, pengobatan ataupun service yang diberikan.
Proses untuk membantu organisasi menilai tentang luasnya risiko yg dihadapi,
kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak risiko. Harus dilakukan oleh seluruh staf
dan semua pihak yg terlibat termasuk pasien dan publik dapat terlibat bila
memungkinkan. Dilakukan setiap tahun dan bila ada perubahan yang terjadi secara
signifikan.
C. Tujuan
Untuk menjamin kualitas bahan makanan dan nutrisi rumah sakit sesuai standart dengan
cara :
1. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko terhadap :
a. Paparan kuman patogen yang terdapat pada linen kotor terhadap petugas
b. Penularan melalui tindakan /prosedur invasif yang dilakukan baik melalui
peralatan, tehnik pemasangan, ataupun perawatan terhadap risiko infeksi (HAIs).
2. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti
berdasarkan hasil penilaian skala prioritas.
D. Strategi
Strategi yang dilakukan dalam menyusun penilaian risiko adalah dengan
menerapkan konsep manajemen risiko. Risiko adalah kemungkinan untuk terjadinya
kesalahan atau kehilangan. Manajemen risiko merupakan pendekatan proaktif yang
bertujuan untuk mencegah atau meminimalkan terjadinya kerusakan. Masalah yang
potensial diidentifikasi dan potensinya untuk menimbulkan kerusakan dinilai. Kemudian
dibuat rencana tindakan (aksi) untuk menurunkan kecenderungan masalah menjadi
meningkat atau membatasi kerusakan yang diakibatkan.
Dalam PPI risiko dapat berupa suatu agen biological yang berpotensi
menyebabkan infeksi atau suatu mekanisme yang membuat transmisi agen infeksius
terjadi.
Manajemen risiko dapat dibagi menjadi 4 tahap penting yaitu:
1. Identifikasi risiko
2. Analisis risiko
3. Rencana tindak lanjut terhadap risiko
4. Monitoring risiko
Setelah risiko diidentifikasi, kecenderungan akibat terhadap pasien harus
diperkirakan. Hal ini dapat diperoleh dengan menganalisis 4 pertanyaan kunci, yaitu:
1. Mengapa resiko terjadi?
2. Seberapa sering hal tersebut terjadi terjadi?
3. Apakah kecenderungan akibat yang terjadi jika tindakan yang sesuai tidak
diambil?
4. Berapakah biaya untuk mencegahnya?
5. Analisis risiko
6. Rencana tindak lanjut terhadap risiko
7. Monitoring risiko
7. 3
Proses sterilisasi pada mesin ada masalah
8. Proses Pelabelan masih ada yang belum di berikan label 1
tanggal produksi dan kadaluarsa
9. 1
Proses pengemasan masih ada yang lubang
10. Tidak adanya indikator sterilisasi 1
F. Rencana Tindak Lanjut
7 Proses distribusi Menjamin mutu Menghindari 1. Sosialisasi SPO Masih ditemukan Koordinasi dengan
sterilisasi selama penyebaran infeksi dari pendistribusian alat petugas yang tidak unit terkait untuk
proses distribusi instrument instrument dari membawa box meneruskan SPO
CSSD ke unit untuk pengambilan pendistribusian
2. Monitoring dan instrument steril instrument steril
edukasi tentang
pendistribusian
secara rutin
8 Proses pengemasan Mencegah penyebaran Menjamin hasil Sosialisasi SPO
Sosialisai proses Koordinasi dengan
infeksi dari instrument sterilisasi pengemasan alat
pengemasan sudah petugas untuk SPO
yang tidak steril instrument secara
diberikan pengemasan alat
berkala instrument
9 Proses pelabelan Mencegah penggunaan Mencegah terjadinya Sosialisasi SPO
Edukasi tentang Koordinasi dengan
instrument yang telah infeksi akibat alat yang pengemasan dan
SPO pengemasan petugas untuk
melewati masa kadaluarsa pelabelan alat
dan pelabelan alat pemberian label
kadaluarsa instrument instrument sudah tanggal produksi dan
diberikan kadaluarsa
10 Masih ada chemical Mencegah paparan Mencegah terjadinya Sosialisasi cara Edukasi tentang Koordinasi dengan
yang tumpah pada chemical kepada iritasi pada kulit akibat penggunaan chemical cara penggunaan petugas untuk lebih
saat pencucian petugas chemical yang tumpah sesuai dengan produk chemical sudah hati-hati saat
instrumen yang disediakan diberikan melakukan
pencucian instrumen
G. PENUTUP
CSSD merupakan penunjang bagi proses asuhan pasien di rumah sakit. Proses
yang berkaitan dengan pengelolaan instrument bagi pasien harus menjamin keselamatan
bagi pasien maupun bagi petugas terutama menghindari paparan agen infeksius yang
terjadi selama proses perawatan. Dengan demikian manajemen resiko melalui kegiatan
infection control risk assesment (ICRA) merupakan tahapan yang perlu dilakukan di unit
CSSD.
Demikian, semoga ICRA pelayanan sterilisasi alat ini bisa membantu untuk
menemukan resiko yang mungkin terjadi selama pengelolaan instrumen dan upaya –
upaya perbaikan akan terus dilakukan untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan
CSSD rumah sakit.