Anda di halaman 1dari 4

Ringkasan Materi MK :

Sejarah Perjuanagn dan Jati Diri PGRI

PGRI Sebagai Organisasi Ketenagakerjaan.


Sebagai organisasi ketenagakerjaan adalah menyadari bahwa anggota
mempunyai hak untuk bekerja, memilih tempat kerja secara bebas, memperoleh
lingkungan kerja yang nyaman, aman serta dilindungi dari hak mendapat upah dan
pekerjaan secara adil tanpa diskriminasi. Ketenagakerjaan atau organisasi serikat
pekerja adalah suatu organisasi didirikan sendiri oleh anggotanya, dilaksanakan
untuk kepentingan anggotanya sendiri tanpa intervensi dari pihak luar.
Guru sebagai kelompok tenaga kerja profesional memerlukan jaminan yang
pasti menyangkut hukum, kesejahteraan, hak-hak pribadi sebagai warga Negara.
PGRI sangat ideal sebagai wadah solusi atas berbagai masalah yang dihadapi guru.
PGRI merupakan wahana akselerasi kumpulan guru-guru, dalam upaya
meningkatan profesionalisme, sarana perjuangan bersama untuk peningkatan
kesejahteraan guru yang bermuara kepada peningkatan kualitas pendidikan
nasional. Kualitas pendidikan bukan semata urusan negara, semua elemen bangsa
harus turut terlibat dan berpartisipasi secara sinergis, berangkat dari suatu
kesadaran serta tanggung jawab kolektif untuk membangun dunia pendidikan
bermutu dan berdaya saing tinggi.
Keberadaan organisasi PGRI merupakan salah satu elemen masyarakat profesi
bidang pendidikan, berada pada suatu ranah strategis ikut berperan aktif
meningkatkan mutu pendidikan dengan sasaran pada upaya peningkatan
profesioanlisme guru (Musaheri :2009). Guru sebagai tenaga pendidik merupakan
ujung tombak dan garda terdepan dalam proses pendidikan. Guru dapat berperan
secara maksimal menjalankan tugasnya apabila didukung, dibantu, diorganisasikan
dalam wadah yang dinamis, independen, dan prospektif untuk menjawab berbagai
persoalan serta tantangan masa depan.
Namun ironis yang terjadi di kalangan guru dewasa ini, bahwa guru belum
mengenal lebih dekat keberadaan PGRI secara umum. Persepsi guru tentang
peningkatan derajat dan perubahan nasib guru selama ini, merupakan goodwill dari
upaya pemerintah semata, tanpa keterlibatan PGRI. Pemahaman guru hanya
sebatas pada potongan gaji setiap bulan sebagai iuran anggota, tanpa memahami
atau perduli manfaaf menjadi anggota organisasi. Manfaat yang diperoleh seorang
guru sangat substansial untuk kenyamanan dalam pelaksanaan tugas keprofesian
guru. Namun hal ini masih belum disadari sebagian guru maupun anggota
organisasi, hal tersebut tentu mengecilkan organisasi PGRI maupun bagi guru
sendiri.
Manfaat substansial yang diperoleh guru diantaranya sebagai berikut :
1. Terpenuhi kepentingan guru yang diamanatkan undang-undang bahwa guru harus
tergabung dalam sebuah organisasi profesi independen guna melindungi hak-hak
sekaligus wadah kreatif secara aktif bagi kemajuan guru maupun dunia pendidikan
pada umumnya,
2. Tersedianya kesempatan luas terhadap akses dan jaringan komunikasi antar
sesama guru dari berbagai tingkatan di daerah, sarana sharing untuk berbagi
pengalaman dalam upaya meningkatkan profesionalisme serta kinerja guru,
3. Tersedianya layanan bantuan hukum dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum
(LKBH), dapat dimanfaatkan ketika guru bersinggungan dengan masalah hukum,
berkaitan tugas keprofesian tanpa dipungut biaya,
4. Adanya akses mendapat pesangon dari Yayasan Dana Setia Kawan Pensiun
besar disesuaikan dengan pengabdian menjadi pengurus PGRI,
5. Kartu Tanda Anggota dan SK Kepengurusan bagi pengurus PGRI dapat dijadikan
sebagai instrumen penambah angka kredit guru atau untuk kepentingan sertifikasi
guru,
6. Makin luasnya kesempatan untuk mengikuti berbagai macam kegiatan
peningkatan profesionalisme guru yang dilakukan organisasi dari tingkat
kepengurusan kecamatan hingga tingkat pusat.
Tanpa disadari kenyataan selama ini guru-guru telah menikmati berbagai
peningkatan, perbaikan nasib, perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan pada
umumnya merupakan hasil kegigihan, kerja keras serta perjuangan ulet dilakukan
PGRI. Namun belum nampak diimbangi dengan dengan peningktan profesionalnya.
Jika ditelusuri lebih jauh, hasil perjuangan bukan guru semata yang memetik
perubahan nasib, tetapi PNS lain juga ikut merasakan dampak positif dari regulasi
pemerintah. Lahirnya kebijakan kenaikan gaji untuk semua PNS pada tahun 1999,
secara bertahap terus berkelanjutan hingga nilainya lebih realistis dan membaik
seperti sekarang. Kebijakan tunjangan beras dalam bentuk uang serta luasnya
akses penggunaan Asuransi Kesehatan (ASKES) bagi Guru atau PNS pada rumah
sakit pemerintah maupun swasta, merupakan bukti sebagian hasil kinerjanya
(Ichwan, 2010).
Melalui berbagai bentuk komunikasi intensif dengan pemerintah pembuat
regulasi kebijakan, disetujuhi realisasi peningkatan anggaran pendidikan hingga
20% dari APBN sebagaimana amanat undang-undang. Serta dalam pernyataan
resmi Konkernas IV Tahun 2012, PB PGRI mendesak pemerintah untuk
mengevaluasi masalah Ujian Nasional dan RSBI. Dalam rangka menjadikan guru
profesional, sejahtera yang terlindungi, berbagai upaya telah dilakukan dibawah
pimpinan Sulistyo, dengan menggalang kerjasama dan dukungan DPRRI,
organisasi guru regional maupun internasional, Kemendikbud Kemenag, Menko
Perekonomian, Mabes Polri, pendirian Bank Guru, maupun perusahaan swasta dan
berbagai pihak lainnya.
Nota kesepahaman (MoU) antara PGRI dengan jajaran direksi maskapai
penerbangan Garuda, Merpati, serta Sriwijaya mampu memberikan kemudahan
bagi anggota dengan menunjukkan KTA. Hal ini sangat membantu mobilisasi guru
masa kini yang dituntut semakin aktif, tanggap, dan cepat dalam merespon
dinamika masa depan. Terbitnya UndangUndang Guru dan Dosen merupakan
bentuk riil hasil perjuangannya. Kewajiban pemerintah dalam mengalokasikan
anggaran untuk pendidikan sebesar 20% dari ABPN, cukup alot berulang kali diuji
materikan oleh Makamah Kontitusi. Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru dalam
Jabatan, implementasi Peraturan Pemerintah tentang Guru (nasib guru,
peningkatan profesionalisme, dan perlindungan profesi), semua merupakan
investasi perjuangan sangat berharga untuk pembangunan pendidikan.
Perjuangan terusmenerus secara bertahap membawa dampak perubahan
nasib, Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru, bentuk bukti
kepastian hukum yang jelas. Kebijakan tersebut secara implementatif dapat
dirasakan manfaatnya, melalui pengakuan profesional diiringi dengan tunjangan
profesi sebesar satu kali gaji pokok setiap bulan, merupakan konsekwensi logis
guru bersertifikat pendidik, selalu dituntut untuk meningkatkan profesionalnya.
Diakui atau tidak oleh guru, hal tersebut telah teralisasi berkat kegigihan perjuangan
organisasi untuk menekan pemerintah. Kondisi riil di lapangan, persepsi guru
terhadap keberadaan organisasi PGRI beraneka ragam, seperti Guru PNS maupun
Guru Non PNS (Guru Tidak Tetap) atau Guru berstatus honorer, mempunyai
persepsi bagaimana pengurus mengenalkan program kerjanya yang dapat
menyentuh kepada semua guru di Kota Malang. Guru belum memahami
sepenuhnya atau mengenal lebih dekat keberadaan organisasinya, tentu sebuah
ironi yang perlu ditelaah lebih mendalam. Wajar jika keberadaan organisasi hanya
mampu dikenal dan berdengung di level atas tetapi lemah pada tataran grassroot,
yaitu kalangan guru sendiri.

Anda mungkin juga menyukai