SKRIPSI
Oleh :
T. Widya Naralia
111101085
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA 2015
i
ii
i
iii
i
ABSTRAK
iv
v
PRAKATA
segala rahmat, hidayah dan pertolongan dari-Nya kepada peneliti, sehingga dapat
Luka dengan Metode Moist Wound Healing di RSUP H. Adam Malik Medan”.
dan dukungan dari berbagai pihak dengan memberikan butir-butir pemikiran yang
sangat berharga bagi peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
Qivi Hady Daholi, S.E dan T. Kasa Rullah„Adha, S.S, MTCSOL yang selalu
2. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.
3. Ibu Erniyati, S.Kp., MNS selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan USU.
4. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp., MNS selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keperawatan USU.
5. Bapak Ikhsannudin Ahmad Harahap, S.Kp., MNS selaku Wakil Dekan III
6. Ibu Yesi Ariani, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing yang selalu
peneliti.
v
v
7. Ibu Rosina Tarigan, S.Kep., Ns., M.Kep, Sp. KMB dan Bapak Mula Tarigan,
8. Dosen dan seluruh staf pegawai Fakultas Keperawatan USU yang turut
9. Kepala ruangan RA1, RA2, RA4, RB2A, RB2B, dan RB3 yang sudah sangat
11. Teman seperjuangan Tiwi, Devi, Fina, Sururi, Miranda, Nurul, Ana dan
memerlukan penyempurnaan baik dalam penulisan, serta isi pada skripsi ini. Oleh
karena itu, diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun agar penulisan
skripsi ini dimasa yang akan datang dapat lebih baik dan bermanfaat.
T. Widya Naralia
vi
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN ORISINALITAS..............................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................iv
PRAKATA..............................................................................................................v
DAFTAR ISI.........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL..................................................................................................ix
DAFTAR SKEMA..................................................................................................x
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1. Latar Belakang.......................................................................................1
2. Perumusan Masalah................................................................................5
3. Pertanyaan Penelitian.............................................................................6
4. Tujuan Penelitian....................................................................................6
5. Manfaat Penelitian..................................................................................6
5.1 Manajemen Rumah Sakit..................................................................6
5.2 Pendidikan Keperawatan..................................................................6
5.3 Penelitian Keperawatan....................................................................6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................7
1. Pengetahuan............................................................................................7
1.1 Tingkatan Pengetahuan dalam Domain Kognitif.............................7
1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan........................................9
2. Perawatan luka dengan Metode Moist Wound Healing........................11
2.1 Manajemen Perawatan Luka
dengan Metode Moist Wound Healing..........................................18
BAB 3. KERANGKA PENELITIAN.................................................................26
1. Kerangka Penelitian...............................................................................26
2. Definisi Operasional..............................................................................27
BAB 4. METODOLOGI PENELITIAN............................................................28
1. Desain Penelitian...................................................................................28
2. Populasi dan Sampel..............................................................................28
2.1 Populasi..........................................................................................28
2.2 Sampel............................................................................................28
3. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................30
4. Pertimbangan Etik.................................................................................30
5. Instrumen Penelitian..............................................................................31
6. Validitas dan Reliabilitas.......................................................................32
6.1 Validitas..........................................................................................32
6.2 Reliabilitas......................................................................................33
7. Pengumpulan Data.................................................................................34
8. Analisa Data...........................................................................................35
BAB 5. HASIL PENELITIAN............................................................................36
1. Hasil Penelitian......................................................................................36
1.1 Karakteristik Responden..................................................................36
vii
v
viii
i
DAFTAR TABEL
ix
x
DAFTAR SKEMA
Malik Medan..........................................................................................26
x
1
BAB I
PENDAHULUA
1. Latar Belakang
diantaranya gesekan, tekanan, suhu, infeksi dan lain-lain (Arisanty, 2012). Angka
kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka
kronis. Sebuah survey di Australia menunjukkan pada tahun 2011, populasi pasien
dengan luka penuh infeksi sebanyak 3194 orang meningkat dibandingkan tahun
2009 yang hanya 3110 orang. Hasil penelitian lainnya juga menunjukkan
peningkatan substansial dalam luka tekan yang didapat di rumah sakit antara 2009
dan 2011, dari 6,3% pada tahun 2009 menjadi 7,4% pada tahun 2011. Pasien
dengan satu atau lebih luka tekan antara 2009 dan 2011, dari 9,5% pada tahun
2009 menjadi 11% pada tahun 2011. Luka tekan yang didapat di rumah sakit yang
seharusnya berpotensi dicegah dari 21,0% menjadi 22,6% antara 2009 dan 2011
(WoundWest, 2011).
diklasifikasikan menjadi luka akut dan kronis. Luka akut merupakan luka trauma
yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan
baik bila tidak terjadi komplikasi sedangkan luka kronis merupakan luka yang
berlangsung lama dan sering timbul kembali (rekuren). Dikatakan kronis karena
proses inflamasi luka yang memanjang tidak sesuai dengan fisiologi waktu
laserasi terjadi pada tingkat 50 juta bahkan lebih dan 20 juta laserasi tiap tahunnya
di seluruh dunia. Luka akut yang tidak mendapatkan penanganan yang tepat dapat
berubah menjadi luka kronik. Luka kronis umumnya membutuhkan waktu lebih
lama untuk sembuh, dan perawatan yang lebih kompleks. Ada sekitar 4,5 juta
ulkus tekan di dunia yang memerlukan perawatan setiap tahunnya. Sekitar 9,7 juta
ulkus vena, dan sekitar 10,0 juta ulkus diabetikum di dunia membutuhkan
Luka akut maupun kronis membutuhkan penanganan yang tepat agar tidak
jatuh kepada kondisi komplikasi seperti infeksi dan akhirnya memperlama waktu
kembali kesehatan dan kehidupan mandiri yang optimal melalui proses pemulihan
dengan biaya, waktu dan tenaga yang seminimal mungkin. Oleh karena itu, dalam
hal ini perawat harus melakukan perawatan luka yang tepat sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Potter & Perry, 2009). Perawatan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai
membersihkan luka. Cairan antiseptik ini akan menyebabkan luka mengering dan
menghitam dan jaringan parut. Padahal cairan tersebut bersifat korosif dan
luka. Anggapan bahwa luka yang telah mengering adalah kondisi luka yang telah
sembuh inilah yang harus diubah karena tidak sesuai dengan prinsip
di rumah sakit. Metode tersebut menggunakan kasa yang basah menutupi luka dan
kemudian membiarkannya kering pada luka tersebut, dan setelah kering bekas
luka atau jaringan matinya bisa dikupas. Masalah dengan pendekatan ini adalah
bahwa seiring dengan jaringan mati yang terkelupas, sel-sel pertumbuhan halus
dan jaringan granulasi juga berhenti. Hal ini mengakibatkan tidak hanya
pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu, tetapi juga menimbulkan rasa nyeri
menerapkan cara lama perawatan luka, bahan yang digunakan adalah sama untuk
luka akut maupun kronis, prinsip perawatan luka yang digunakan dengan teknik
4
basah dan kering, hal ini dapat menyebabkan hipogranulasi dan hipergranulasi,
dibandingkan lingkungan”open air” atau luka terbuka. Pada luka yang dibiarkan
terbuka, nekrosis meningkat sekitar 0,2-0,3 mm2 setiap 2-3 jam. Pembentukan
jaringan nekrosis tersebut akan menghalangi epitelisasi sel dari tepi luka
tahun 1962 yang direplikasi pada manusia tahun 1963 oleh Drs. Hinman dan
tertutup lebih cepat sembuh dan menghasilkan lebih sedikit jaringan parut
daripada luka yang dibiarkan terbuka. Sejumlah uji klinis yang dilakukan sejak
saat itu menunjukkan hasil yang sama. Jelas bahwa menutup luka dengan dressing
occlusive atau balutan tertutup rapat dan membiarkannya terus tertutup selama
(Khor, 2011).
menggunakan prinsip lembab dan tertutup, suasana lembab pada luka mendukung
Teknik perawatan luka lembab dan tertutup atau yang dikenal dengan “moist
wound healing” menjadi dasar munculnya pembalut luka modern (Mutiara, 2009
proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air yang tipis,
metode ini dibandingkan dengan kondisi luka yang kering adalah meningkatkan
rata re-epitelisasi dengan kelembaban 2-6 kali lebih cepat dan epitelisasi terjadi 3
hari lebih awal dari pada luka yang dibiarkan terbuka dan mengering.
Provinsi Sumatera Utara Tipe A dan menampung rujukan untuk wilayah A yang
meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Oleh karena
itu tingkat kejadian pasien dengan berbagai kondisi di rumah sakit ini cukup
banyak termasuk pasien dengan kondisi luka akut maupun kronis, sehingga
penangannan yang tepat dari tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut sangat
2. Perumusan Masalah
tentang luka maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
tingkat pengetahuan perawat tentang perawatan luka metode moist wound healing
3. Pertanyaan Penelitian
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak Manajemen RSUP H.
perawatan luka di sebagian rumah sakit saat ini, dan dapat menjadi
healing”.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu manusia dan ini terjadi setelah
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
kemampuan untuk memecahkan suatu masalah (problem solving). Pada ranah ini
tinggi tahapan dari ranah kognitif ini menunjukan semakin sulitnya tingkat
evaluasi.
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
8
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebanarnya). Aplikasi disini dapat
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini
sebagainya.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
yang cukup gizi dengan anak yang kekuarangan gizi, dan sebagainya.
P = f/N x 100%
Dimana:
P : adalah persentase
N : jumlah soal
tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh
lingkungan tersebut.
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya
kali dipublikasikan oleh Professor George D Winter pada 1962 dalam jurnal
superficial wounds in the skin of the young domestic pig. Ia melakukan studi
babi. Sebagian luka yang telah diciptakan kemudian dibiarkan mengering dan
membentuk keropeng, sementara luka yang lain ditutupi dengan film polimer.
Hasilnya luka yang telah ditutupi oleh balutan film polimer (occlusive dressing)
mengalami re-epitelisasi dua kali lebih cepat dibandingkan dengan luka yang
sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat terjadi secara alami.
Winter (1962, dalam Bryant, 2007) mendalilkan bahwa sel-sel epitel pada luka
1
kering pasti menjadi keropeng, memakan tenaga dan waktu, sedangkan pada luka
lembab. Teori Winter tersebut telah didukung oleh penelitian lain sebagai
tambahan penelitian lain yang memberikan bukti bahwa lingkungan yang lembab
dapat mempercepat respon inflamasi, yang menjadikan proliferasi sel lebih cepat
dan penyembuhan luka pada luka dermal yang lebih dalam. Prinsip penyembuhan
luka lembab meniru fungsi dari epidermis. Tubuh kita sebagian besar terdiri dari
air, dan lingkungan alam sel lembab. Oleh karena itu, sel kering adalah sel mati
(Bryant, 2007).
proses penyembuhan luka. Lingkungan luka yang lembab dapat diciptakan dengan
perawatan luka tertutup (occlusive dressing) maka keadaan yang lembab dapat
tercapai dan hal tersebut telah diterima secara universal sebagai standar baku
Substansi biokimia pada cairan luka kronik berbeda dengan luka akut.
Produksi cairan pada luka kronik menekan penyembuhan luka dan dapat
menyebabkan maserasi pada pinggir luka. Cairan pada luka kronik ini juga
luka, harus mengutamakan penanganan cairan yang keluar dari permukaan luka
1
untuk mencegah aktifitas dari biokimiawi yang bersifat merugikan (Schultz et al.,
2005).
45% lebih cepat, mengurangi komplikasi infeksi dan pertumbuhan jaringan parut
pembuluh darah, menyebabkan cairan yang kaya akan protein masuk ke rongga
berlebihan pada luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan
luka.
sel-sel epitel disekitar lapisan air tipis, mengurangi rasa nyeri saat mengganti
1
balutan, dan efektifiktas biaya. Biaya pembelian balutan occlusive lebih mahal
kehilangan cairan dari atas permukaan luka dan mengurangi produksi eksudat
dengan penerapan seluruh rencana perawatan luka. Persiapan dasar luka sangat
persiapan dasar luka dengan mengurangi edema, eksudat, dan mengurangi bakteri
Falanga (2004) persiapan dasar luka ini bukan merupakan sebuah konsep
yang statis dan linear, tetapi dinamis. Dalam pelaksanaannya kerangka TIME juga
pertumbuhan jaringan dari tepi luka secara normal, dan juga menangani faktor
terdiri dari empat komponen untuk luka persiapan dasar luka yang menangani
tepi luka).
membersihkan luka dari benda asing, dan persiapan dasar luka yang kuning/
mati (devaskularisasi), jaringan terinfeksi dan benda asing dari dasar luka
mendapatkan dasar luka yang baik (tidak ada lagi jaringan mati dan benda
tentukan pencapaian hasil dan pilih jenis tindakan debridement yang cocok
infeksi dan mengatasi infeksi. Semua luka kronis adalah luka yang
terkontaminasi tapi tidak selalu ada infeksi (Smith, 1983 dalam Arisanty,
2012).
dengan terjadi reaksi jaringan lokal maupun sistemik. Sebelum terjadi infeksi
infeksi (Schultz et al, 2003 dalam Arisanty, 2012). Luka dikatakan dikatakan
infeksi jika ada tanda inflamasi/ infeksi, eksudat purulen/ nanah bertambah
banyak dan sangat berbau, luka meluas/ breakdown, serta melalui pemeriksaan
balutan, dan melindungi kulit sekitar luka. Kelembaban pada kulit menjadi
kebutuhan dasar, ketika kulit mengalami kerusakan, secara otomatis juga masih
(eksudat) pada luka kronik dapat menimbulkan maserasi dan perlukaan baru
penutupan luka.Proses penutupan luka dimulai dari tepi luka disebut dengan
epitel yang baik diantaranya: halus, tipis, menyatu dengan dasar luka bersih
dan lunak. Jika T-I-M teratasi maka E sebagai Epitelisasi akan berjalan dengan
merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran
mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan
pemberian rasa nyaman yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase,
lingkungan luka yang lembab, melindungi luka dari trauma selanjutnya dan
Wocare clinic (2007 dalam Buku panduan pelatihan perawatan luka, 2012)
menjadi 3M, yaitu mencuci luka, membuang jaringan nekrotik, dan memilih
a. Mencuci luka
luka yang berlebih dan membuang sisa balutan yang digunakan. Pencucian
penyembuhan luka yaitu cairan normal salin/ NaCl 0,9% atau dapat juga
digunakan air steril/ air atang suam-suam kuku. Cairan pembersih lainnya atau
cairan hipoklorit, rivanol dan lainnya sering menimbulkan bahaya alergi dan
perlukaan di kulit sehat dan kulit yang terluka. Tujuan utama dari penggunaan
penyembuhan luka.
teknik yang paling sering digunakan dan banyak riset yang mendukung teknik
ini. Keuntungan teknik ini adalah dengan teknik tekanan yang cukup dapat
status luka dan sekitar luka (Ekaputra, 2013). Pengkajian luka kronis sama
dengan pengkajian luka akut, namun disini penekanan pada kenapa atau apa
2012).
mati yang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, dan ini
merupakan respon yang normal dari tubuh terhadap jaringan rusak. Jaringan
dasar luka dalam perawatan luka dengan metode moist wound healing
(Maryunani, 2013).
kepada kemampuan perawat dalam memilih balutan yang tepat, efektif dan
Balutan luka terbagi menjadi dua yaitu balutan primer dan balutan
menempel pada dasar luka. Balutan primer dapat berupa topikal terapi seperti
salep luka maupun gel seperti lembaran penutup luka. Balutan sekunder
merupakan balutan luka yang digunakan untuk menutup balutan primer ketika
(Bryant, 2007).
2
balutan luka yang beredar saat ini adalah balutan semiocclusive daripada
rendah.
perawatan luka dengan metode lembab atau moist wound healing. Jenis
dan slough, sehingga tampak dasar luka menjadi bersih (Maryunani, 2013).
Tujuan pemilihan balutan luka dengan prinsip occlusive atau tertutup rapat
yaitu untuk melindungi dan menggantikan fungsi kulit yang rusak atau
dan mengefektifkan biaya, waktu, dan tenaga karena tidak perlu diganti setiap
luka modern adalah produk pembalut hasil teknologi tinggi yang mampu
mengontrol kelembapan disekitar luka dan disesuaikan dengan jenis luka dan
lain:
darah, kulit, tulang rawan, ikatan sendi dan sebagainya. Apabila pembalut
luka dari alginat kontak dengan luka, maka akan terjadi infeksi dengan
eksudat, menghasilkan suatu jel natrium alginat. Jel ini bersifat hidrofilik,
dapat ditembus oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat mempercepat
pertumbuhan jaringan baru. Selain itu bahan yang berasal dari alginat
seperti film semi-permiabel, foam sebagai penutup. Hal ini disebabkan karena
sekitarnya agar tidak mudah rusak. Untuk memperoleh hasil yang optimal
balutan ini harus diganti sekali sehari. Balutan ini dindikasi untuk luka
superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak dan untuk luka dalam
tidak dinjurkan untuk membalut luka pada luka bakar derajat III.
2
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel)
yang dapat menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa merusak
struktur bahan. Jel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang akan
luka, dan biasanya dibalut dengan balutan sekunder (foam atau kasa) untuk
penyembuhan luka. Indikasi balutan ini adalah digunakan pada jenis luka
mencegah balutan foam melekat pada permukaan luka atau sekitar kulit pada
pinggir luka. Hasilnya menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat
mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben atau
membentuk jel karena menyerap cairan luka. Bila dikenakan pada luka,
untuk membentuk seperti jel yang menciptakan lingkungan yang lembab yang
2
Balutan hidrokoloid digunakan pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau
sedang. Balutan jenis ini biasanya diganti satu kali selama 5-7 hari,
pada luka pada kaki, luka bernanah, sedangkan kontraindikasi balutan ini
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau
untuk membentuk jel yang lunak yang sangat mudah dieliminasi dari
sedang atau banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan
sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang kering sepanjang
normal salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Penelitian
konsep yang diukur atau diamati melalui penelitian yang dilakukan (Riyanto,
perawat tentang perawatan luka metode moist wound healing di RSUP H. Adam
Malik Medan.
Baik
Pengetahuan Perawat tentang Perawatan Luka dengan Metode Moist Wound Healing
Cukup
Kurang
2
2. Definisi Operasional
operasional
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
luka dengan metode moist wound healing di RSUP H. Adam Malik Medan.
2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah perawat pelaksana di ruang rawat inap
yang melakukan tindakan perawatan luka pada pasien dengan kondisi luka
akut, full thickness dan kronik. Ruang rawat inap yang menampung pasien
dengan kondisi luka akut dan kronik terdiri dari empat ruangan, yaitu : RA1
(ruang penyakit dalam laki-laki), RB2A (ruang bedah plastik), RB2 B (ruang
bedah onkologi dan digestif) dan RB3 (ruang ortopaedi) yang berjumlah 65
2.2 Sampel
tertentu juga memiliki karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap dan dianggap bisa
mewakili populasi (Riyanto, 2011). Sampel pada penelitian ini adalah semua
jumlah populasi dijadikan sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto
(2008), yang menyatakan bahwa subjeknya kurang dari 100 orang, maka lebih
2
Jadi, teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling.
a. Kriteria Inklusi
RB2B, RB3.
SPK, dan dua perawat lainnya bekerja dipelayanan keperawatan kurang dari 1
tahun. Oleh karena itu, yang termasuk dalam kriteria inklusi dan memenuhi
b. Kriteria Eksklusi
tentang perawatan luka dengan metode moist wound healing belum pernah diteliti
4. Pertimbangan Etik
penelitian ini bersifat sukarela sesuai dengan ketentuan yang berlaku tanpa adanya
persetujuan tersebut atau bersedia secara lisan. Jika responden tidak bersedia,
namanya, pada lembar pengumpulan data. Peneliti cukup memberikan kode pada
dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian tetapi
3
informasi yang diberikan. Data-data yang telah diperoleh dari calon responden
5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dalam bentuk
mengacu kepada tinjauan pustaka. Lembar kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu
healing.
dengan metode moist wound healing terdiri atas 20 pertanyaan pilihan berganda
atau multiple choice. Menggunakan skala rating, dimana jawaban yang benar
diberi skor 1 dan untuk jawaban yang salah diberi skor 0. Nilai minimum yang
didapat adalah 0 dan nilai maksimum adalah 20. Maka semakin tinggi nilai yang
P = f/N x 100%
3
Dimana:
P : adalah persentase
N : jumlah soal
6.1 Validitas
sehingga perlu dilakukan uji validitas untuk mengetahui seberapa besar derajat
kemampuan alat ukur dalam mengukur secara konsisten sasaran yang diukur.
validitas isi. Validitas isi adalah suatu keputusan tentang bagaimana instrumen
yang ahli dibidang perawatan luka, yaitu Bapak Ns. Ikhsanuddin Ahmad
Harahap, M.NS., Bapak Ns. Ismayadi, M.Kes dan Bapak Ns. Asrizal, M.Kep.,
Validity Index) menurut Polite & Beck (2006) adalah sebagai berikut, setiap
3
pernyataan diberi skor 1 dengan pernyataan dinyatakan tidak valid dan tidak
membutuhkan sedikit revisi, diberi skor 4 dengan pernyataan valid dan sangat
Suatu instrumen dikatakan valid jika Coefisient Validity Index mencapai nilai
perawat tentang perawatan luka dengan metode moist wound healing yang
didapat adalah 0,84 dan dinyatakan bahwa kuesioner penelitian ini telah valid
6.2 Reliabilitas
ukur dapat mengukur secara konsisten objek yang diukur. Alat ukur yang baik
adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa
kali pada kelompok sampel dan walau dilakukan oleh pengamat yang berbeda.
Menurut Arikunto (2010) salah satu uji reliabilitas internal untuk jenis
7. Pengumpulan Data
dan uji reliabilitas kepada responden yang telah ditetapkan sesuai kriteria.
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian,
yaitu RSUP H. Adam Malik Medan, peneliti bertemu dengan calon responden
diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila ada pernyataan yang tidak
kelengkapan jawaban.
8. Analisa Data
beberapa tahapan, antara lain tahap pertama editing yaitu memeriksa kelengkapan
identitas responden serta memastikan bahwa semua pertanyaan telah diisi sesuai
petunjuk, tahap kedua Coding yaitu memberi kode atau angka tertentu pada
kuisioner untuk mempermudah tabulasi dan analisa data, tahap ketiga processing
memeriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk mengetahui ada kesalahan
frekuensi dan persentase dalam bentuk narasi dan tabel. Sehingga untuk
mengetahui pengetahuan perawat baik dan kurang baik, dapat dilihat dari
dalam bentuk statistik deskriptif, yaitu uji statistik univariat. Hasil ditampilkan
BAB 5
dilakukan pengumpulan data mulai tanggal 07 Mei 2015 sampai 21 Juni 2015 di
1. Hasil Penelitian
dan deskripsi pengetahuan perawat tentang perawatan luka dengan metode moist
wound healing di RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan
mulai bulan Mei 2015 sampai Juni 2015 kepada 60 perawat pelaksana di empat
pelatihan perawatan luka dengan metode moist wound healing atau perawatan
luka modern.
(91,7%), memiliki rentang usia dewasa awal 26-35 tahun 23 orang (38,3%),
perawatan luka dengan metode moist wound healing yaitu sebanyak 51 orang
(85%).
Usia
- 17-25 tahun 5 8,3
- 26-35 tahun 23 38,3
- 36-45 tahun 19 31,7
- 46-55 tahun 13 21,7
Tingkat Pendidikan
- D3 41 68,3
- S1 19 31,7
Keikutsertaan dalam
Pelatihan Perawatan
Luka dengan Metode
Moist Wound Healing
- Tidak Pernah 51 85
- Pernah 9 15
3
wound healing di RSUP H. Adam Malik Medan. Hasil tersebut dapat dilihat pada
Tabel 5.2.
telah mengetahui prinsip perawatan luka dengan metode moist wound healing.
Dan sebanyak 44 orang responden (73,3%) tidak mengetahui tentang tiga prinsip
utama manajemen perawatan luka lembab. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel
5.3.
3
Benar Salah
No. Pernyataan
F % F %
1. Prinsip moist wound healing 52 86,7 8 13,3
2. Manfaat perawatan luka lembab 35 58,3 25 41,7
3. Tujuan perawatan luka lembab tertutup 42 70 18 30
4. Tiga prinsip utama manajemen perawatan 16 26,7 44 73,3
luka lembab
5. Intervensi pertama untuk menentukan balutan luka 36 60 24 40
6. Teknik pencucian luka 48 80 12 20
7. Tipe cairan pencuci luka 47 78,3 13 21,7
8. Pengkajian luka 29 48,3 31 51,7
9. Defenisi autholisis debridement 24 40 36 60
10. Pemilihan balutan tepat guna 30 50 30 50
11. Luka dengan eksudat banyak menggunakan balutan 42 70 18 30
12. Tujuan utama perawatan luka dengan warna 33 55 27 45
dasar merah
13. Tujuan utama perawatan luka dengan eksudatif 47 78,3 13 21,7
14. Tujuan utama perawatan luka dengan warna 30 50 30 50
dasar hitam
15. Tujuan utama perawatan luka akut post-operasi 48 80 12 20
16. Topikal terapi ideal untuk luka nekrotik hitam dan 38 63,3 22 36,7
kering
17. Topikal terapi ideal untuk luka dengan tepi luka 25 41,7 35 58,3
tebal, mengeras
18. Balutan ideal untuk luka dengan cairan eksudat 24 40 36 60
2. Pembahasan
kurang tentang perawatan luka dengan metode moist wound healing di RSUP H.
Adam Malik Medan. Hal ini dapat diasumsikan bahwa pengetahuan responden
tentang perawatan luka dengan metode lembab tergolong masih rendah karena
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Septiyanti (2014) bahwa lebih dari
setengah total perawat (59,3%) yang bekerja di ruangan medical surgical RS Eka
metode moist wound healing dengan baik. Pengetahuan tinggi perawat di Rumah
Sakit Eka Hospital ini didukung oleh adanya sosialisasi metode perawatan luka
pengalaman dan sumber informasi (Notoatmodjo, 2010). Lebih dari setengah total
penelitian ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiman (2013) bahwa semakin
pada pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non-
hal (Potter & Perry, 2006). Sesuai penelitian yang dilakukan Islam (2010),
yang jauh lebih baik dibandingkan dengan pengalaman kerja 21-30 tahun. Islam
(2010) mengatakan perawat dengan tahun kerja lebih lama memiliki kesempatan
mengikuti pelatihan tentang perawatan luka dengan metode moist wound healing
atau perawatan luka modern. Sumber informasi bisa didapatkan melalui pelatihan-
pelatihan yang dilakukan. Pelatihan merupakan salah satu sumber informasi yang
perawatan luka seperti pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD), Pencegahan dan
perawatan luka dengan metode moist wound healing di RSUP H. Adam Malik
wound healing adalah lembab dan tertutup. Maibach, Bashir dan McKibbon
(2002) mengatakan metode perawatan luka lembab dengan balutan tertutup secara
klinis memiliki keuntungan akan meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-
sel epitel disekitar lapisan air yang tipis, mengurangi resiko infeksi dan timbulnya
jaringan parut.
yang menjadikan proliferasi sel lebih cepat dan penyembuhan luka pada luka
dermal yang lebih dalam. Prinsip penyembuhan luka lembab meniru fungsi dari
epidermis. Tubuh kita sebagian besar terdiri dari air, dan lingkungan alam sel
dengan kelembaban 2-6 kali lebih cepat dan epitelisasi terjadi 3 hari lebih awal
dari pada luka yang dibiarkan kering terbuka (Maibach, Bashir & McKibbon,
2002).
4
perawatan luka lembab sama dengan intervensi perawatan luka. Bryant (2007)
atau secara keseluruhan. Penerapan prinsip dari manajemen luka harus mampu
imunitas tubuh, dan menjaga kondisi fisiologis lingkungan luka. Kegagalan dalam
penyembuhan luka yang terhambat, penurunan daya tahan tubuh, komplikasi dan
pertama yang harus dilakukan adalah pengkajian luka lengkap setelah membuka
menentukan penggunaan balutan tepat guna sesuai dengan luka pasien, hal
pertama yang harus dilakukan ialah pengkajian luka lengkap setelah membuka
karakteristik status luka dan sekitar luka (Ekaputra, 2013). White (2009)
komprehensif dari pasien dan luka.. Semua aspek perawatan dari keadaan awal
pencucian yang paling tepat. Beberapa teknik lainnya seperti swabbing/ menyeka
yng tepat dan mendukung perawatan luka dengan metode moist wound healing.
merupakan tipe cairan pencuci yang baik. Menurut pedoman AHCPR (1994,
dalam Potter & Perry, 2006) menyatakan bahwa cairan pembersih yang
dianjurkan adalah normal salin (Sodium klorida). Sodium klorida atau Natrium
klorida tersusun atas Na dan Cl yang memiliki komposisi sama seperti plasma
luka dilakukan sebelum luka dibersihkan, maka benda asing disekitaran luka akan
menghambat penilaian derajat luka. Warna dasar luka akan terhalangi dengan
benda asing di atas permukaan luka. Pengkajian luka harus dilakukan setelah luka
4
dibersihkan untuk dapat menentukan hasil pengkajian dan intervensi yang akurat
(Morison, 2013).
proses peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri dengan
dilakukan Mwipatayi (2004) pada 10 orang pasien luka kronik dengan jaringan
balutan polyacrylate mengalami penurunan luas area luka dari 26,4 cm2 menjadi
21,4 cm2 dalam waktu 5 hari. Sedangkan delapan orang pasien lagi dirawat
menggunakan balutan basah kering mengalami penurunan luas area luka dari 25
cm2 menjadi 23 cm2 dalam waktu 5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa proses
balutan tepat guna untuk mendukung metode perawatan luka lembab ialah balutan
ataupun semi-occlusive mampu menggantikan fungsi kulit yang hilang atau rusak,
mengefektifkan biaya, waktu, dan tenaga karena tidak perlu diganti setiap hari.
substansi biokimia pada cairan luka kronik berbeda dengan luka akut. Produksi
cairan eksudat pada luka kronik dapat menekan penyembuhan luka dan
menyebabkan maserasi pada pinggir luka. Cairan eksudat pada luka kronik ini
menimbulkan inflamasi yang lama, menekan proliferasi sel dan membunuh matrik
jaringan. Oleh karena itu, prinsip balutan yang tetap dapat mempertahankan
kelembaban dan dapat menyerap cairan eksudat secara efektif sangat dibutuhkan
luka dengan warna dasar merah, sedikit eksudat, dan terdapat banyak vaskular,
Sebanyak 47 orang (78,3%) perawat sudah mengetahui bahwa luka tujuan utama
perawatan luka eksudatif berwarna dasar kuning dan sangat berbau ialah
menghilangkan slough hingga terlihat warna dasar luka dan mengurangi bau luka.
luka dengan warna dasar nekrotik hitam dan kering tanpa eksudat ialah
(80%) sudah mengetahui bahwa tujuan perawatan luka post operasi ialah untuk
proteksi luka tersebut dan mencegah trauma pasca operasi. Menentukan tujuan
terapi yang tepat digunakan pada luka dengan jaringan nekrotik hitam dan kering
adalah hydocolloid gel. Hanya 25 orang (41,7%) perawat yang mengetahui topikal
terapi luka yang digunakan pada luka dengan tepi luka yang masih tebal,
mengeras dan belum menyatu adalah hydrogel. Hanya 24 orang (40%) perawat
yang mengetahui jenis balutan ideal pada luka dengan banyak cairan eksudat
primer maupun sekunder yang sesuai dengan karakterisktik luka tertentu. Peneliti
masih menggunakan jenis balutan yang sama untuk semua karakteristik luka yang
berbeda. Biaya pembelian balutan occlusive modern lebih mahal dari balutan kasa
biaya yang dibutuhkan (Schulitz et al., 2005). Sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Ohura, Hiromi dan Yoshio (2004) tentang efektifitas pengeluaran biaya
pada perawatan luka dengan balutan tradisional dan balutan modern. Hasilnya,
total biaya yang digunakan selama 12 minggu untuk perawatan luka dengan
derajat II dan III menunjukkan hasil pengeluaran biaya yang berbeda. Rata-rata
biaya yang dikeluarkan pada perawatan luka dengan balutan modern yaitu sebesar
87,715 yen yang lebih rendah dibandingkan perawatan luka dengan balutan
balutan luka harus segera diganti ialah ketika balutan sudah kotor, tidak utuh lagi
4
dan eksudat sudah penuh. Pada perawatan luka dengan metode moist wound
healing, balutan luka tidak perlu diganti setiap hari. Balutan luka dengan prinsip
moist wound healing memiliki daya serap eksudat lebih tinggi, dapat
epitelisasi jaringan dan tidak menyebabkan maserasi disekitar luka, olehkarena itu
penggantian balutan bisa dilakukan 3-5 hari bahkan lebih sesuai dengan balutan
yang digunakan dan kondisi luka yang dirawat (Bryant, 2007). Metode perawatn
luka lembab secara klinis akan meningkatkan proliferasi dan migrasi sel-sel epitel
dalam merawat luka, dengan demikian perawat bisa mengerjakan pekerjaan lagi
lebih efektif.
digunakan untuk luka akut, traumatis atau luka post operasi. Sofratulle merupakan
balutan primer berbahan lilin parafin, lanolin dan mengandung framycetin sulfat.
sejenisnya. Sofratul digunakan pada luka ringan traumatis, bisul, luka bakar, dan
luka lain yang secara klinis terinfeksi oleh organisme terbukti sensitif terhadap
framycetin. Kontra indikasi penggunaan sufratul yaitu pada pasien dengan kondisi
alergi lanolin, framycetin atau pada organisme yang resisten terhadap framycetin.
Sofratulle sudah digunakan sejak lama di banyak rumah sakit pemerintah terutama
4
pada luka kronis karena daya serap eksudat dari sofratulle yang rendah.
masih perlu ditingkatkan lagi menjadi pengetahuan baik karena akan mendukung
Peneliti berasumsi bahwa dukungan dari rumah sakit sangat penting untuk
penelitian yaitu peneliti tidak dapat menemukan instrumen baku dari peneliti-
BAB 6
1. Kesimpulan
bahwa setengah dari total responden yaitu 30 orang (50%) perawat memiliki
pengetahuan yang cukup tentang perawatan luka dengan metode moist wound
2. Saran
perawat tentang perawatan luka di RSUP. H. Adam Malik Medan. Melalui hasil
penelitian ini disarankan bagi pihak RSUP. H. Adam Malik Medan agar dapat
memfasilitasi pelatihan perawatan luka pada perawat. Hasil data demografik dan
mendapatkan pelatihan perawatan luka dari rumah sakit. Hal tersebut yang
menyebabkan masih banyak perawat yang memiliki pengetahuan kurang baik dan
tidak mengetahui tentang perawatan luka dengan metode moist wound healing.
ilmu keperawatan tentang perawatan luka dengan metode moist wound healing.
mencakup sikap dan aplikasi tindakan perawatan luka di rumah sakit tertentu.
5
DAFTAR PUSTAKA
Bryant, R.A dan Nix, D. P. (2007). Acute & chronic wounds : Current
management concepts. Edisi 3. Philadelphia : Mosby Elsevier
David, (2009). Rawat luka dengan metode modern, minimalkan parut. Diakses
pada 08 Juli 2015 dari http://www.unair.ac.id/gurubesar.unair.php?id=28
Gitarja, W.S. (2008). Seri perawatan luka terpadu : Perawatan luka diabetes.
Bogor: Wocare
Harahap. I. A dan Erniyati. (2014). Panduan penulisan proposal dan skripsi. Edisi
2. Medan : Fakultas Keperawatan USU
Islam, M.S. (2010). Nurses’ knowledge, attitude, and practice regarding pressure
ulcer prevention for hospitalized patients at rajshahi medical college
hospital in bangladesh. Thesis for the Degree of Master of Nursing
Science. Thailand: Prince of Songkla University
Kohr, R. (2001). Moist healing versus wet-to-dry : Standard protocol for chronic
wound. Journal of Canadian Nurse, 17. Diunduh pada 26 Oktober 2014
dari
http://search.proquest.com/docview/232047753/fulltext/3DF96F2145B471
DPQ/8?accountid=50257
Maryunani, A. (2013). Perawatan luka modern praktis pada wanita dengan luka
diabetes. Jakarta : Trans Info Media
Ohura, Takehiko MD, PhD., Hiromi Sanada, PhD, RN, WOCN., & Yoshio Mino,
MD, PhD. (2004). Clinical activity-based cost effectiveness of traditional
versus modern wound management in patient with pressure ulcers.
Japanese Journal of Geriatrics, Vol : 16, Issue : 5.
Diakses pada 06 Juli 2015 dari
http://www.woundsresearch.com/article/2711
Pardede, A.U. (2010). Rumah sakit umum pusat haji adam malik (RSUP H. Adam
Malik) Medan 1993-2000. Medan : Fakultas Ilmu Budaya USU
Polit & Hungler. (1995). Nursing research: principles and methods. Philadelphia:
Lippincott Company
Schultz et al. (2005). Wound healing and TIME; New concept and scientific
applications : Wound repair and regeneration. 13 (4)
White, Dr Barry. (2009). National best practice and evidence based guidelines for
wound management. Irland: Health Service Executive
Wocare center, (2012). Buku panduan pelatihan perawatan luka : Certified wound
care clinician associate. Edisi 1. Bogor : CWCCAP
LAMPIRAN 1
Inform Consent
Pengetahuan Perawat tentang Perawatan Luka dengan Metode
Moist Wound Healing di RSUP Haji Adam Malik Medan
Oleh:
T. Widya Naralia
Saya adalah mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
sedang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan
perawat tentang perawatan luka dengan metode moist wound healing di RSUP
Haji Adam Malik Medan.
Saya mengharapkan kesedian Bapak/Ibu Perawat untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini. Penelitian ini tidak memberikan dampak yang membahayakan. Jika
Saudara bersedia maka saya akan memberikan kuesioner untuk mengidentifikasi
pengetahuan tentang perawatan luka kepada Saudara agar dijawab. Peneliti
memohon kesedian Saudara agar memberikan jawaban berdasarkan kuesioner
dengan jujur apa adanya.
Partisipasi Saudara bersifat sukarela, sehingga Saudara bebas untuk
mengundurkan diri setiap saat tanpa sanksi apapun. Semua informasi yang
Saudara berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian
ini.
Terimakasih atas partisipasi Bapak dan Ibu Perawat dalam penelitian ini. Jika
Bapak dan Ibu Perawat bersedia jadi responden dalam penelitian ini, maka
silahkan menandatangani lembar persetujuan ini.
Medan, Mei 2015
Peneliti Responden
LAMPIRAN 2
Instrumen Penelitian
Kuesioner Penelitian Pengetahuan Perawat tentang Perawatan Luka dengan
Metode Moist Wound Healing di RSUP HAM Medan
1. Moist wound healing merupakan metode perawatan luka dengan prinsip ...
a. Kering dan terbuka
b. Lembab dan tertutup
c. Basah dan tertutup
4. Yang merupakan 3 prinsip utama manajemen perawatan luka lembab adalah ....
a. Manajemen jaringan dengan melakukan debridemang, mengontrol infeksi,
dan manajemen cairan eksudat terutama pada luka kronik
b. Menetapkan tujuan tindakan yang diberikan, membuang jaringan nekrotik,
mempertahankan kondisi fisiologis lingkungan luka
c. Menentukan penyebab terjadinya luka, adekuat sistem imun tubuh,
mempertahankan kondisi fisiologis lingkungan luka
6. Teknik pencucian luka yang tepat dan tidak menyebabkan trauma dan
perdarahan berulang pada luka ialah ...
a. Swabbing/ menyeka
b. Scrubbing/ menggosok
c. Showering/ mengirigasi
7. Cairan pencuci luka yang baik digunakan untuk luka, tidak bersifat korosif dan
mendukung metode perawatan luka lembab adalah...
a. NaCl 0,9 %
b. Povidone iodine
c. Hidrogen Perokside
10. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih balutan tepat guna untuk
mendukung metode perawatan luka lembab ialah ....
a. Balutan mampu mencegah infeksi, menampung eksudat, tidak tertutup rapat
dan dapat mengeringkan luka
b. Balutan mampu mencegah infeksi, menampung eksudat, tertutup rapat dan
mempertahankan kelembaban
c. Balutan mampu mencegah infeksi, menampung eksudat, tertutup rapat, dan
mempertahankan luka basah
11. Pada luka yang mempunyai eksudat banyak, prinsip pemilihan balutannya
adalah …
a. Mempertahankan kelembaban luka dan menampung eksudat
b. Memproteksi luka dari trauma dengan menutup luka
c. Menjaga luka tetap kering dan menampung eksudat
12. Pada luka dengan warna dasar merah, sedikit eksudat dan terdapat banyak
vaskularisasi, tujuan utama perawatan lukanya adalah …..
a. Menjaga kelembaban luka dan menampung cairan darah
b. Menjaga kelembaban luka dan penyerapan cairan eksudat
c. Menjaga kelembaban luka dan proteksi mencegah perdarahan
13. Pada luka dengan eksudatif berwarna dasar kuning dan berbau tujuan utama
perawatan lukanya adalah…
a. Mempertahankan kelembaban luka dan mencegah perdarahan berulang
pada luka
b. Menghilangkan slough hingga terlihat warna dasar luka dan mengurangi
bau luka
c. Mempertahankan lingkungan basah dan lembab serta
meningkatkan maserasi kulit
14. Pada luka dengan warna dasar hitam dan kering tanpa eksudat tujuan utama
perawatan lukanya adalah.....
a. Mempertahankan kelembaban luka dengan mekanik debridemang
b. Meningkatkan kelembaban luka dengan autolisis debridemang
c. Memproteksi luka agar tidak terjadi perdarahan berulang
15. Pada pasien dengan luka akut post-operasi, tujuan utama perawatan lukanya
adalah..
a. Proteksi
b. Debridemang
5
c. Absorpsi eksudat
16. Topikal terapi yang ideal untuk luka dengan kondisi jaringan nekrotik hitam
dan kering ialah ....
a. Hydrocortizone
b. Povidone iodine
c. Hydrocolloid gel
17. Topikal terapi yang ideal untuk luka dengan tepi luka yang masih tebal,
mengeras dan belum menyatu dengan dasar luka ialah...
a. Alginate gel
b. Hydrogel
c. Hydrocolloid
18. Balutan yang ideal untuk luka dengan banyak cairan eksudat adalah ....
a. Hydrocortizone cream dan kasa
b. Hydrogel dan kasa
c. Balutan alginate
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
6
6
6
LAMPIRAN 5
6
LAMPIRAN 6
6
LAMPIRAN 7
6
6
LAMPIRAN 8
6
Keterangan
1 = Jawaban benar 0 = Jawaban Salah
7
LAMPIRAN 9
7
7
7
7
LAMPIRAN 10
7
LAMPIRAN 11
7
LAMPIRAN 12
7
7
LAMPIRAN 13
7
8
LAMPIRAN 14
817
LAMPIRAN 15
JADWAL PENELITIAN
No September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
Aktivitas Penelitian
2014 2014 2014 2014 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015
Minggu Ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan judul penelitian
2 Menyusun Bab 1
3 Menyusun Bab 2
4 Menyusun Bab 3
5 Menyusun Bab 4
6 Menyerahkan proposal
penelitian
7 Ujian sidang proposal
8 Revisi proposal penelitian
9 Uji validitas
10 Perizinan komisi etik
11 Uji reliabilitas
12 Pengumpulan data responden
13 Analisa data
14 Pengajuan sidang skripsi
15 Ujian sidang skripsi
16 Revisi skripsi
17 Mengumpulkan skripsi
87
LAMPIRAN 16
Taksasi Dana
Penelitian
No. Item Biaya
LAMPIRAN 17
Daftar Riwayat Hidup
Agama : Islam
Riwayat Pendidikan :
LAMPIRAN 18