Anda di halaman 1dari 26

Pengaruh Sosial Media Marketing, Fasilitas Layanan, Kualitas Layanan, dan Brand Image

terhadap Minat Konsumen pad Layanan RSI PKU Muhammadiyah Tegal

Analisis Faktor Dimensi Kualitas Dan Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pelanggan, Nilai Pelanggan Serta Loyalitas Pelanggan RSI PKU Muhammadiyah Tegal

Abstract

I. Pendauluan

Memasuki abad ke 21 dalam era globalisasi, persaingan yang ketat merupakan ciri dalam

dunia bisnis baik di pasar domestik maupun di pasar internasional (global). Hal ini membuat

setiap perusahaan harus berusaha memberikan pelayanan yang berkualitas untuk memuaskan

pelanggan apabila ingin memenangkan persaingan dan tetap mempertahankan eksistensinya.

Untuk berkembang dan bertahan hidup (survive) organisasi penyedia jasa harus mampu

memberikan jasa yang berkualitas dan nilai yang tinggi kepada para pelanggan produk berupa

barang atau jasa, yang memenuhi kebutuhan pelanggan dan pelayanan yang lebih baik dari pada

pesaingnya

Kualitas pelayanan telah menjadi fokus utama, dan upaya peningkatannya merupakan

tantangan paling serius yag harus dilakukan dalam semua sektor usaha. Hal ini dilakukan dalam

upaya untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan, karena kepuasan pelanggan terutama

dalam bisnis jasa merupakan keharusan agar perusahaan tetap sukses, baik ditingkat operasional,

manajerial maupun strategi.

Mengingat keunggulan suatu jasa tergantung pada keunikan serta kualitas yang

diperlihatkan oleh jasa tersebut, maka secara spesifik jasa harus memenuhi kebutuhan dan

keinginan pelanggan, karena jasa yang dirasakan dan dinikmati langsung oleh pelanggan akan

segera mendapat penilaian sesuai atau tidak sesuai dengan harapan dan penilaian pelanggan.
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler,

1997, h. 49). Hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukan dilihat dari persepsi penyedia

jasa, melainkan berdasarkan persepsi pelanggan. Persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan

merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan suatu jasa.

Berdasarkan paradigma discrepancy, ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas

pelayanan, yaitu pelayanan yang diharapkan dan pelayanan yang dirasakan. Parasuraman,

Zeithaml dan Berry (1985), mengatakan jika pelayanan yang diterima sesuai dengan yang

diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika pelayanan yang

diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan ideal, sebaliknya

apabila pelayanan yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas

pelayanan dipersepsikan buruk.

Engel (1995, h. 210) mengatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna

beli setelah alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil sama atau melampaui

harapan pelanggan. Sedangkan Kotler (1997, h. 36), mengatakan bahwa kepuasan pelanggan

merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang

dibandingkan harapannya.

Beberapa peneliti telah melakukan pengujian pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan

pelanggan dan behavioral intentions. Woodside, et al., (1989, dalam Cronin dan Taylor, 1992, h.

56) mengusulkan suatu model yang mengkhususkan penilaian hubungan antara kualitas layanan,

kepuasan pelanggan dan behavioral intentions, hasilnya menunjukkan bahwa kepuasan

pelanggan merupakan variabel intervening antara kualitas layanan dan behavioral intentions.

Kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan


berpengaruh terhadap behavioral intentions. Bitner (1990, dalam Cronin dan Taylor, 1992, h.

62-63) mengemukakan alternatif hubungan antara kualitas layanan, kepuasan pelanggan dan

behavioral intentions dengan menjadikan kualitas layanan sebagai variabel intervening

hubungan antara kepuasan dan behavioral intentions.

Hasil penelitian Cronin dan Taylor (1992; 55) menunjukkan bahwa kualitas layanan

berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap

purchase intentions, sedangkan kualitas layanan tidak berpengaruh terhadap purchase intentions.

Penelitian Taylor dan Baker, (1994 dalam Brady dan Christopher, 2001; 55) menyatakan bahwa

interaksi antara kualitas layanan dan kepuasan pelanggan lebih menerangkan variance purchase

intentions dari pada pengaruh langsung masing-masing variabel. Sedangkan penelitian Mittal

dan Kamakura (2000; 133) menunjukkan bahwa karakteristik pelanggan mempunyai pengaruh

terhadap repurchase behavior.

RSI PKU Muhammadiyah Tegal adalah

Terkait dengan latar belakang penelitian di atas maka penulis memilih Perum Pegadaian

karena sebagian besar masyarakat sudah menganggap sebagai alternatif sumber pendanaan.

Berdasarkan karakteristik jasa yang ditawarkan oleh Perum Pegadaian dan didukung oleh

literatur tentang kualitas jasa maka perlu diungkapkan gagasan tentang ukuran kualitas jasa pada

Perum Pegadaian, dan pengaruh kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan, nilai pelanggan dan

loyalitas pelanggan.

1.2. Rumusan Masalah


Selama ini pegadaian merupakan satu-satunya institusi pemberian jasa kredit dengan

pelayanan yang tercepat dibandingkan dengan institusi lainnya. Dengan upaya pelayanan 15

menit selesai, kelihatan jauh lebih cepat jika dibandingkan dengan perusahaan jasa lainnya.

Karena pegadaian tidak menuntut prosedur dan syarat-syarat administrasi yang kadang-kadang

merupakan masalah tersendiri dan sulit dipenuhi. Cukup menyerahkan barang jaminan dan

keterangan-keterangan singkat mengenai identitas nasabah dan tujuan penggunaan kredit.

Kesederhanaan inilah yang menyebabkan pegadaian dekat dengan denyut nadi kehidupan

masyarakat dan ditempatkan sebagai alternatif terpilih dalam mengatasi masalah kekurangan

dana, tanpa harus menimbulkan masalah lain dalam prosedurnya.

Namun demikian, sampai saat ini belum ada bukti-bukti yang nyata bahwa nasabah Perum

Pegadaian telah merasa puas dengan pelayanan tersebut, sehingga perlu diteliti kebenarannya.

Pelayanan kepada konsumen yang berkualitas mencerminkan pendekatan seutuhnya dari

perum pegadaian kepada nasabah. Pelayanan nasabah adalah sikap profesionalisme dan

tersedianya fasilitas yang memadai yang dapat memuaskan nasabah dan menyebabkan nasabah

seterusnya datang kembali. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas pelayanan dapat

mempengaruhi kepuasan nasabah yang pada akhirnya mempengaruhi keinginan nasabah untuk

mengulanginya.

Dalam penelitian ini akan ditekankan apakah kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik

dan kualitas hasil akhir merupakan dimensi bagi kualitas jasa yang secara umum dipersepsikan

oleh pengguna jasa (nasabah) pegadaian, dan pengaruh kualitas jasa terhadap kepuasan

pelanggan, nilai pelanggan dan loyalitas pelanggan.


Berdasarkan paparan latar belakang dan rumusan masalah penelitian tersebut di atas, maka

masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah sikap karyawan, perilaku karyawan dan keahlian karyawan mempunyai kontribusi

terhadap kualitas interaksi ?

2. Apakah kenyamanan ruangan dan keamanan gudang mempunyai kontribusi terhadap

kualitas lingkungan fisik ?

3. Apakah kecepatan proses, jaminan dan pemecahan masalah mempunyai kontribusi terhadap

kualitas hasil akhir ?

4. Apakah kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan hasil akhir mempunyai kontribusi

terhadap kualitas jasa ?

5. Apakah kualitas jasa berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, nilai pelanggan dan

loyalitas pelanggan ?

6. Apakah kepuasan pelanggan mempunyai pengaruh terhadap loyalitas pelanggan ?

7. Apakah nilai pelanggan mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas

pelanggan ?

8. Apakah ada perbedaan secara serentak maupun parsial dari kualitas jasa, kepuasan, nilai dan

loyalitas pelanggan berdasarkan kondisi wilayah ?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang akan diteliti, maka tujuan yang melandasi dilaksanakannya

penelitian ini adalah sebagai berikut :


1. Menganalisis kontribusi sikap karyawan, perilaku karyawan dan keahlian karyawan terhadap

kualitas interaksi.

2. Menganalisis kontribusi kenyamanan ruangan dan keamanan gudang terhadap kualitas

lingkungan fisik.

3. Menganalisis kontribusi kecepatan proses, jaminan dan pemecahan masalah terhadap

kualitas hasil akhir.

4. Menganalisis kontribusi kualitas interaksi, kualitas lingkungan fisik dan kualitas hasil akhir

terhadap kualitas jasa pegadaian.

5. Menganalisis pengaruh kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan, nilai pelanggan dan

loyalitas pelanggan.

6. Menganalisis pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan.

7. Menganalisis pengaruh nilai pelanggan terhadap kepuasan pelanggan dan loyalitas

pelanggan.

8. Menganalisis perbedaan secara serentak maupun parsial dari kualitas jasa, kepuasan, nilai

dan loyalitas pelanggan berdasarkan kondisi wilayah.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan akan memberikan kontribusi manfaat sebagai

berikut :

1. Bagi Penyedia Jasa Pegadaian

Sebagai masukan bagi manajemen Perum Pegadaian dalam menentukan strategi pemasaran

yang berorientasi pelanggan, dan kebijaksanaan yang berhubungan dengan strategi

mempertahankan pelanggan.
2. Bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai tambahan wacana ilmiah di bidang manajemen pemasaran khususnya manajemen

pemasaran jasa, dan manajemen sumber daya manusia serta sebagai bahan informasi bagi

peneliti lain.

3. Bagi Pemerintah

Sebagai masukan kepada pihak pemerintah dalam era otonomi daerah, untuk dijadikan bahan
kajian dan pertimbangan dalam penyusunan kebijaksanaan pengembangan dan pembinaan
lembaga keuangan, khususnya lembaga keuangan mikro.
II. Kajian Pustaka

2.1 Pengertian Kualitas dan Konseptualitas Jasa

2.1.1 Pengertian Kualitas

Kualitas (quality) merupakan konstruk yang penting dalam dunia bisnis, termasuk di dalam

bisnis jasa. Banyak definisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan pengertian kualitas dan

berbagi konteks. Di dalam penelitian manajemen, kualitas harus dikonseptualisasikan dengan

suatu definisi operasional sehingga dapat diukur dengan suatu instrumen yang diciptakan untuk

keperluan tersebut.

Goetsch dan Davis (dalam Yamit, 2002; 9) mengemukakan bahwa kualitas merupakan

suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, manusia, proses dan lingkungan

yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan Parasuraman, et al., (1990) mengemukakan

bahwa kualitas merupakan ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu pelayanan yang baik.

Selain itu Joseph M. Juran (dalam Tjiptono, 2002; 8) mendefinisikan kualitas sebagai

kecocokan dengan selera (fitness for use). Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil

kesimpulan bahwa kualitas menekankan orientasi pada pemenuhan harapan pelanggan.

2.1.2 Konseptualisasi Kualitas Jasa

Sejak tahun 1980an, kualitas pelayanan atau jasa telah diketahui memiliki pengaruh

terhadap peningkatan profitabilitas dan dipandang sebagai sisi penting dari persaingan. Dengan

kualitas jasa pelayanan yang baik perusahaan dapat meraih profitabilitas melalui mekanisme

menghasilkan penjualan berulang, umpan balik dari mulut kemulut yang positif, kesetiaan

pelanggan dan diferensiasi produk yang bersaing, Macalaran dan McGowan, (1999; 36).

Kualitas jasa sangat ditekankan pada perusahaan pada sektor jasa keuangan, kesehatan, dan

sebagai cara untuk mengendalikan kinerja dan mengatasi aspek intangible dari jasa.

8
Akibatnya, penekanan ini cenderung untuk memfokuskan diri pada karakteristik jasa yang

unik dan terutama pada peranan pekerja dari organisasi pada bagian produksi dan bagian jasa,

Berry, et al., (1991, dalam Maclaran dan McGowan, 1999; 36). Di dalam literatur, kualitas jasa

sering kali dikaitkan relevansinya dengan organisasi bisnis yang besar dengan struktur birokrasi

yang sering kali menyebabkan buruknya komunikasi pelanggan dan tidak adanya respon

terhadap kebutuhan pelanggan, Zeithaml et al., (1988).

Berdasarkan penelusuran literatur, konseptualisasi tentang kualitas jasa mengalami

perkembangan yang sangat pesat sejak tahun 1980. Dimulai dengan konseptualisasi oleh

Gronroos (1998) yang dinamakan sebagai "the Nordic Model), yaitu sebagai berikut :

Kosep pertama tentang kualitas jasa ini mengusulkan konsep dua dimensi, yaitu technical,

quality dan functional quality. Pengukuran kualitas adalah dengan memperbandingkan antara

expected service dan peceived service.

Konsep kedua dikemukakan oleh Rust dan Oliver (1994 dalam Brady dan Cronin, 2001)

dengan konsep tiga dimensi, yitu service paroduct, service delivery dan service environment.

Lebih lanjut mereka memandang bahwa persepsi keseluruhan dari kualitas jasa berdasarkan

evaluasi pengguna jasa terhadap tiga dimensi tersebut yang meliputi :

1. Interaksi pelanggan dengan pekerja functional quality (Gronroos, 1998),

2. Lingkungan jasa tempat berlangsungnya pertukaran jasa,

3. Bentuk jasa itu sendiri atau outcome yang diterima oleh pengguna jasa.

Konsep ketiga, dikemukakan oleh Parasuraman, et al., (1984) yang kemudian direvisi

pada tahun 1988 menggunakan paradigma disconfirmation. Berdasarkan konsep tersebut maka

9
kualitas jasa merupakan selisih antara nilai yang diterima dengan nilai yang diharapkan pada

lima dimensi yaitu : tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy. Konsep ini

walaupun mengundang banyak kritik namun banyak pula yang mendukungnya.

Konsep keempat, yang dikemukakan oleh Dabholkar, et al., (1996; 6), mengusulkan

bahwa kualitas jasa merupakan konstruk multidimensi dan multilevel. Konsep ini melahirkan

konsep pengukuran kualitas jasa beradasarkan dimensi dan subdimensi. Walaupun konsep ini

mendapat banyak dukungan, namun permasalahan yang muncul adalah bagaimana menentukan

faktor-faktor atau subdimensi yang mendasarinya. Dabholkar, et al., (1996) secara hati-hati

tidak ingin membuat generalisasi hasil penelitiannya, tetapi menyebutkan bahwa konseptualisasi

kualitas jasa yang dikemukannya berlaku untuk pada bidang perdagangan eceran.

2.2 Pengertian Kepuasan Pelanggan

Kata kepuasan (satisfaction) memiliki arti penting dalam konsep pemasaran, dan

biasanya dikaitkan dengan suatu semboyan “memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan”.

Istilah “kepuasan pelanggan” sudah demikian populernya sehingga sangat mudah di dapatkan di

dalam literatur pemasaran dan literatur lainnya dan memiliki pengertian yang sangat mendalam

sehingga menjadi tujuan atau sasaran yang ingin dicapai oleh organisasi bisnis moderen seperti

sekarang ini. Istilah satisfaction dalam bahasa Inggris muncul pada abad ketiga belas yang

diperkirakan berasal dari bahasa Latin “satis” yang artinya cukup dan “facere” yang artinya

melakukan, Parker dan Mathews, 2001; 38).

Penggunaan istilah “satisfaction” dalam era moderen saat ini cenderung meluas dan

berkaitan dengan kata-kata “satisfactory” (kesesuaian), dan “satisfy” (membuat menjadi

10
menyenangkan). Akan tetapi istilah “kepuasan pelanggan” di dalam manajemen pemasaran

sendiri memiliki pengertian yang sangat spesifik.

Oliver (1997, dalam James G. Barnes, 2001; 64) menyatakan bahwa kepuasan adalah

tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhannya. Hal ini berarti penilaian bahwa suatu

bentuk keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri, memberikan

tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu kebutuhan termasuk, termasuk

kebutuhan di bawah harapan atau memenuhan kebutuhan melebihi harapan pelanggan.

Sehingga dengan demikian maka kepuasan pelanggan adalah merupakan target yang

berubah-uabah, sehingga diperlukan adanya suatu gambaran yang lebih jelas mengenai apa

kenutuhan pelanggan dalam setiap mengadakan transaksi dengan suatu perusahaan.

Engel et al., (1995; 210) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan sebagai evaluasi purna-

beli terhadap alternatif yang dipilih yang memberikan hasil yang sama atau melampaui harapan

pelanggan. Sedangkan Kotler (1997; 36) memasukkan unsur kinerja di dalamnya, sehingga

dikatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah

membandingkan kinerja yang dirasakan dibandingkan dengan harapan. Dengan pengertian

tersebut terlihat bahwa ada dua unsur yang menentukan kepuasan pelanggan, yaitu kinerja jasa

yang ditawarkan dan kinerja jasa yang diharapkan. Jika kinerja jasa yang ditawarkan sama

dengan kinerja yang diharapkan atau bahkan dapat melampaui kinerja yang diharapkan, maka

pengguna jasa akan merasa terpuaskan. Dengan demikian kepuasan pelanggan akan dirasakan

setelah konsumen menggunakan jasa yang ditawarkan.

Kepuasan pelanggan dikenal sebagai hal yang sangat berhubungan dengan ‘nilai’ dan

‘harga’ sedangkan kualitas jasa tidak selalu tergantung pada nilai dan harga. Semakin puas

11
pelanggan semakin toleran ia terhadap kenaikan harga (elastisitas harga yang menurun), dengan

demikian menghasilkan profit. Kepuasaan pelanggan didasarkan secara konseptual, pada

penggabungan dari atribut kualitas jasa dan atribut (misalnya harga dan convenience (Cronin

dan Taylor, 1992: 285 ).

Tinjauan tentang kepuasan pelanggan ini dalam berbagai literatur terbagi menjadi dua

kutub. Kutub pertama menyebutkan bahwa kepuasan pelanggan sebagai suatu proses, sedangkan

kutub kedua memandang kepuasan pelanggan merupakan suatu hasil.

2.1.6.3. Pola Hubungan Kualitas Jasa dan Kepuasan Pelanggan

Sudah tidak diragukan lagi bahwa terdapat hubungan yang erat antara kualitas jasa dengan

kepuasan pelanggan. Isu tentang pola hubungan antara kualitas jasa dan kepuasan pelanggan

sempat menjadi perdebatan di kalangan para peneliti. Di satu pihak menyatakan bahwa kualitas

jasa akan melahirkan kepuasan pelanggan. Sementara pihak lain menyatkan bahwa kepuasan

pelanggan sebagai penentu kualitas jasa. Parasuraman, et al., (1988) mengkonseptualisasikan

kualitas jasa yang dirasakan adalah sebagai evaluasi dari jasa dalam jangka panjang, sedangkan

kepuasan merupakan evaluasi transaksi-spesifik. Berdasarkan konseptualisasi ini, mereka

menyatakan bahwa kejadian kepuasan pelanggan terhadap waktu menghasilkan persepsi

terhadap kualitas jasa. peneliti lain mendukung argumen bahwa kepuasan pelanggan

menghasilkan kualitas jasa. Sebagai contoh, Bitner (1990, dalam Cronin dan Taylor, 1992)

mengembangkan suatu model evaluasi jasa dan secara empiris mendukung efek kepuasan

terhadap kualitas jasa. Bertentangan dengan perspektif ini, beberapa peneliti lain berpendapat

dan secara empiris mendukung bahwa kualitas jasa yang dirasakan merupakan cikal bakal

terhadap kepuasan pelanggan. Cronin dan Taylor (1992) melaporkan bahwa di dalam analisis

12
struktural mereka untuk hubungan sebab akibat antara kepuasan, kualitas jasa secara

keseluruhan, dan purchase intention, koefisien path untuk hubungan kualitas jasa dengan

kepuasan, dan kepuasan dengan purchase intention semuanya signifikan, sedangkan koefisien

path dari kepuasan ke kualitas jasa dan purchase intention tidak signifikan.

2.1.10. Loyalitas Pelanggan

Kajian dari sejumlah literatur tentang kepuasan pelanggan menunjukkan beberapa

bukti bahwa pusat sumber dari kepuasan pelanggan adalah kualitas. Kepuasan pelanggan

mengukur sampai sejauh mana harapan pelanggan dapat dipenuhi oleh transasksi yang

dilakukan. Di lain pihak, loyalitas pelanggan mengukur seberapa besar kecenderungan

pelanggan untuk kembali melakukan transaksi dan juga mengukur tingkat keinginan

pelanggan tersebut untuk melakukan aktivitas sebagai "mitra" dengan memberikan

rekomendasi kepada orang lain.

Pelanggan yang menerima apa yang diharapkannya sangat mungkin untuk puas, selebihnya

jika harapannya tersebut terlampaui boleh jadi pelanggan akan sangat puas. Kepuasan pelanggan

ini merupakan syarat bagi loyalitas, tetapi pelanggan yang puas belum tentu menjadi pelanggan

yang loyal. Di pasar termasuk di dalam perdagangan eceran, pelanggan sering kali membeli dari

berbagai perusahaan secara teratur, suatu fenomena yang dinamakan sebagai polygamous

loyalty dalam hal ini, membeli dalam jumlah banyak tidak mencerminkan perilaku loyal.

Loyalitas pelanggan merupakan suatu konsep yang banyak ditinjau dalam penelitian

perilaku konsumen. Leanne, Souchon dan Thirkell (2001) menyebutkan bahwa loyalitas

pelanggan memiliki dua elemen, yakni elemen perilaku dan elemen sikap. Dengan pendekatan

pada elemen perilaku, definisi loyalitas pelanggan mejadi dangkal.

13
Assael (1995; 131-132) menyebutkan bahwa “loyalitas menunjukkan suatu komitmen

terhadap merek yang tidak hanya direfleksikan dengan sekedar mengukur perilaku kontinyu”.

Ukuran perilaku bersifat terbatas dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi

pengulangan pembelian. Atau dengan kata lain, ukuran perilaku tidak cukup untuk menjelaskan

bagaimana dan mengapa loyalitas merek berkembang dan / atau berubah, pengulangan

pembelian yang tinggi mungkin merefleksikan kendala situasi, seperti misalnya merek yang

ditimbun oleh pedagang ritel, sedangkan pengulangan pembelian yang rendah secara

sederhana merefleksikan situasi penggunaan yang berbeda, mencari variasi, atau tidak adanya

preferensi merek di dalam unit pembelian Dick dan Basu, 1994 (dalam O’Maley, 1998; 50).

Selanjutnya mereka megemukakan konsep loyalitas yang terdiri dari empat kategori, yakni:

tidak loyal, loyalitas rancu (spurious loyalty), loyalitas terpendam (latent loyalty), dan

loyalitas berkelanjutan (sustainable loyalty).

Tabel. 2. 1. Penggolongan loyalitas pelanggan

Tidak ada Loyalitas


Kategori Loyalitas Rancu Loyalitas Terpendam
Loyalitas Berkelanjutan

Hubungan
Rendah Rendah Tinggi Tinggi
Sikap

Pengulanga
Perilaku Pengulangan Pengulang pembelian Pengulangan
n pembelian
langganan pembelian tinggi rendah pembelian tinggi
rendah

Manifestas Tidak Menjadi pelanggan Konsumen ingin Individu senang


i menjadi perusahaan tetapi menjadi pelang-gan memiliki
pelanggan tidak memiliki hu- tetap, tetapi mungkin hubung-an
tetap dan bungan sikap yang tidak mampu, lokasi dengan peru-
tidak ingin tinggi. Mungkin di- toko tidak terjang-kau, sahaan, adanya
menjadi sebabkan oleh fak- tidak ada merek yang rasa kebersama-
pelanggan tor lain seperti men-jadi favoritnya an dengan
loka-si, tidak ada dan lain-lain perila-ku

14
berlanggan yang
pilihan
tinggi

Manajemen
Loyalitas yang ran- Upaya manjerian Loyalitas harus
da-pat
cu tidak dapat dian- sebaiknya berfo-kus terus diperkuat
berupaya
dalkan. Konsumen pada peme-cahan secara terus me-
un-tuk
Implikasi jelas-jelas akan hambatan untuk nerus dan nilai
membangkit
beralih jika ada meningkat-kan yang ditawarkan
-kan
tawaran yang lebih perilaku ber- harus tetap dapat
loyalitas
baik langganan diterima
rancu

Sumber : Dick dan Basu, 1994 ( dalam O’Maley, 1998:50)

Selain kepuasan pelanggan, faktor lain yang dapat dipertimbangkan mempengruhi loyalitas

pelanggan adalah nilai yang diterima oleh pelanggan dalam setiap melakukan transaksi dengan

pihak penyedia jasa. Tidak ada produk atau jasa yang bernilai tinggi dengan sendirinya tetapi

harus melalui proses penciptaan nilai dari pelanggan (Zins, 2001; 2890).

Woodruff (1997; 142) mengatakan bahwa nilai pelanggan adalah rasa suka dan evaluasi

pelanggan terhadap atribut produk, atribut kinerja, dan konsekwensi yang muncul dari

penggunaan fasilitas dalam mencapai tujuan dan maksud pelanggan dalam situasi yang

dihadapi yang menghubungkan produk dengan situasi dan konsekwensi terkait yang dialami oleh

pelanggan yang berorientasi pada tujuan.

15
III. Metodologi Penelitian

3.1 Metode Penelitian

3.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel merupakan simbol atau lambang yang padanya dilekatkan suatu bilangan atau

nilai. Identifikasi variabel ini didasarkan atas kajian teoritis dan empiris sebagai acuan kerangka

berfikir secara deduktif dan eksplorasi melalui kajian empiris untuk penarikan kesimpulan

secara induktif (Pedhazur, 1986).

Adapun variabel dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Sikap karyawan (SKP) adalah cara karyawan bidang pelayanan bertutur kata, sikap tubuh ,

penampilan, dan bentuk-bentuk sikap lain yang ditunjukkan oleh pegawai ketika

berinteraksi dengan pengguna jasa pegadaian, yang di ukur oleh variabel observasi sebagai

berikut:

- Sikap ramah

- Siap membantu permasalahan nasabah

- Pelayanan penuh perhatian

- Menghormati nasabah

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju,

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

16
4 = setuju

5 = sangat setuju

1. Perilaku karyawan (PRI) adalah sikap yang diwujudkan dalam perbuatan, tingkah laku

karyawan dalam bidang pelayanan berinteraksi dengan pengguna jasa pegadaian, yang di

ukur oleh variabel observasi sebagai berikut:

- Pelayanan yang sopan dan menyenangkan

- Tindakan dalam membantu nasabah

- Tanggapan terhadap kebutuhan nasabah

- Pemahaman terhadap kebutuhan nasabah

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

2. Keahlian staf pelayanan (KEA) adalah kemampuan yang dimiliki oleh karyawan dalam

memenuhi permintaan pelanggan sesuai jenis jasa yang dijanjikan, yang di ukur oleh

variabel observasi sebagai berikut:

- Pemahaman tentang tugas

- Kemampuan dan keahlian yang sesuai dengan bidangnya

17
- Kemampuan menjawab seluruh pertanyaan nasabah

- Kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

3. Kenyamanan ruangan (KRG) adalah kondisi ruangan dan kesejukan udara di dalam ruangan

yang menyebabkan pengguna jasa merasakan senang, yang di ukur oleh variabl observasi

sebagai berikut:

- Kebersihan ruangan

- Kenyamanan selama proses transaksi

- Ruang tunggu yang luas

- Kenyamanan merupakan salah satu pertimbangan nasabah

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

18
4. Keamanan gudang (KGD), adalah kondisi ruangan penyimpanan barang jaminan dimana

nasabah merasa yakin bahwa barang miliknya tidak hilang, rusak atau cacat selama

disimpan sebagi jaminan atas pinjaman yang diterimanya, yang di ukur oleh variabel

observasi sebagai berikut:

- Gudang yang luas dan baik

- Jaminan terhadap barang

- Barang kembali dalam keadaan utuh

- Keamanan selama masa penitipan

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

5. Kecepatan proses pelayanan (KCP), adalah daya tanggap karyawan dan entitas penyedia

jasa dalam merespon permintaan pelanggan dengan memberikan pelayanan dengan

segera, yang di ukur oleh variabel observasi sebagai berikut:

- Tanggap terhadap kebutuhan nasabah

- Proses pelayanan yang cepat

- Pemahaman tentang waktu

- Proses yang cepat merupakan salah satu pertimbangan nasabah

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

19
1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

6. Jaminan (JAM) adalah pengetahuan dan kemampuan pegawai dalam memberikan

keyakinan dan jaminan akan jasa yang diberikan sesuai dengan apa yang ditawarkan, yang

di ukur oleh variabel observasi sebagai berikut:

- Jaminan terhadap barang

- Penggantian barang

- Kemudahan jaminan

- Jaminan merupakan salah satu pertimbangan nasabah

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

7. Pemecahan masalah (PMS) adalah kemampuan pegawai dan entitas penyedia jasa dalam

menyelesaikan keluhan, permasalahan atau ketidak-puasan yang dihadapi oleh pelanggan,

yang di ukur oleh variabel observasi sebagai berikut:

- Solusi terbaik

20
- Penyelesaian masalah

- Keyakinan tidak timbulnya masalah baru

- Keandalan dalam memecahkan masalah

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

8. Kepuasan pelanggan adalah kondisi yang menjelaskan tentang respon pelanggan terhadap

evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dengan kinerja aktual

yang dirasakan setelah pemakaian. Kepuasan pelanggan diukur dengan mengajukan

pertanyaan tentang persepsi tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan yang

diberikan, yakni

- Puas terhadap sikap dan perilaku pegawai

- Puas terhadap kemampuan yang ditunjukkan pegawai

- Puas terhadap kondisi keamanan dan kenyamanan

- Puas terhadap kecepatan proses pelayanan

- Puas terhadap jaminan yang diberikan

- Puas terhadap bantuan memecahkan masalah]

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

21
1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

9. Nilai pelanggan adalah suatu kondisi dimana pelanggan merasa mendapat manfaat yang

lebih dari barang dan jasa yang ditawarkan oleh pegadaian. Variabel nilai pelanggan diukur

dengan mengajukan pertanyaan tentang persepsi pelanggan terhadap manfaat yang ia

terima dari jasa pegadaian, yakni sebagai berikut:

- Menghematan waktu

- Menghemat biaya

- Kesesuaian dengan kebutuhan

- Nilai lebih perum pegadaian

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

10. Loyalitas pelanggan adalah suatu kondisi dimana pelanggan merasa senang mempunyai

hubungan dengan pegadaian ysng menawarkan jasanya, yang dicirikan dengan adanya

22
transdaksi berulang kali dan berperilaku sebagai pelanggan. Loyalitas pelanggan diukur

oleh variabel observasi sebagai berikut:

- Kecenderungan kembali menggunakan pegadaian dalam memecahkan masalah

- Menginformasikan kepada teman dan kerabat

- Tidak terpengaruh dengan janji-janji penyedia jasa yang lain

- Satu-satunya tempat memecahkan permasalahan

Yang diukur dengan menggunakan skala likert 5 point dengan score sebagai berikut :

1 = sangat tidak setuju

2 = tidak setuju

3 = cukup setuju

4 = setuju

5 = sangat setuju

Varibel penelitian yang dikemukakan di atas secara singkat dapat dilihat

pada (lampiran; 1)

4.6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

4.6.1. Uji Validitas

23
Uji validitas dilakukan untuk memastikan bahwa masing-masing pertanyaan akan

berklasifikasi pada variabel-variabel yang telah ditetapkan. Sebuah instrumen dikatakan valid,

jika mampu mengukur apa yang diinginkan dan mengungkapkan data dari variabel yang diteliti

secara tepat (Arikunto,1993: 136).

4.6.2. Uji Reliabilitas

Uji realibilitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana hasil pengukuran tetap

konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap pernyataan yang sama

menggunakan alat ukur yang sama pula. Menurut Nazir (1985: 161) suatu alat ukur disebut

mempunyai alat reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya jika alat ukur itu mantap dalam

pengertian bahwa alat ukur tersebut stabil dapat diandalkan (dependability) dan dapat

diramalkan (predictability). Suatu alat ukur yang mantap tidak berubah pengukurannya dan

dapat diandalkan karena penggunaan alat ukur tersebut berulang kali memberikan hasil yang

sama.

Instrumen yang dipakai untuk menguji kehandalan suatu instrumen yang digunakan formula
alfa crombach. Suatu instrumen tersebut dikatakan valid (reliable) apabila memiliki crombach
alpha lebih dari 0,60 (Nunnaly, 1978 dalam Syahnur, 2002 ; 251).

24
IV. Hasil dan Pembahasan

25
Kesimpulan

Daftar Pustaka

26

Anda mungkin juga menyukai