Anda di halaman 1dari 260

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN TERAPI SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA KELOMPOK


TERAPEUTIK REMAJA, LATIHAN ASERTIF DAN PSIKOEDUKASI
KELUARGA UNTUK PERKEMBANGAN IDENTITAS DIRI REMAJA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI STUART DAN KING
DI RW 01 DAN RW 09 KELURAHAN CIWARINGIN

KARYA ILMIAH AKHIR

Uswatun Hasanah
1206195792

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA
DEPOK
JUNI 2015

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN TERAPI SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA KELOMPOK


TERAPEUTIK REMAJA, LATIHAN ASERTIF DAN PSIKOEDUKASI
KELUARGA UNTUK PERKEMBANGAN IDENTITAS DIRI REMAJA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI STUART DAN KING
DI RW 01 DAN RW 09 KELURAHAN CIWARINGIN

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar


Spesialis Keperawatan Jiwa

Uswatun Hasanah
1206195792

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN JIWA
DEPOK
JUNI 2015

ii

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua
sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar.

Nama
NPM : Uswatun Ilasanah
: 1206195792
Tanda Tangan

Tanggal
: 26 Juni 2015

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


HALAMAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan Oleh:


Nama Mahasiswa : Uswatun Hasanah
NPM 1206195792
Program Studi : Program Studi Ners Spesialis Keperawatan.
Judul Karya Ilmiah : Penerapan Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa Kelompok
Terapeutik Remaja, Latihan Asertif dan Psikoedukasi Keluarga
untuk Perkembangan Identitas Diri Remaja Menggunakan
Pendekatan Teori Stuart dan King Di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin

Karya Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh Pembimbing serta telah
dipertahankan di hadapan tim penguji. Karya Ilmiah Akhir Spesialis Keperawatan
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Spesialis
Keperawatan Jiwa pada Program Studi Ners Spesialis Keperawatan, Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia

SUPERVISOR

Supervisor Utama : Prof. Achir Yani S. Hamid, M.N., D.N.Sc. (

Supervisor Novy Helena C. Daulima, S.Kp., M.Sc

Disetujui di : Depok
Tanggal
: 26 Juni 2015

iV

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


HALAMAN

Karya Ilmiah Akhir ini diajukan oleh :


Nama Uswatun Hasanah
NPM 1206195792
Program Studi Pasca S@ana
Judul Tests Penerapan Terapi Spesialis Keperawatan
Jiwa Kelompok Terapeutik Remaja,
Latihan Asertif dan Rsikoedukasi
Keluarga untuk Perkembangan Identitas
Diri Remaja Menggunakan Pendekatan
Teori Stuart dan King Di RW 01 dan RW
09 Kelurahan Ciwaringin

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Spesialis
Keperawatan Jiwa pada Program Studi Pasca Sarjana, Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing
Prof. Achir Yani S. Hamid, MN., DNSc.

Penguji
Ice Yulia Wardani, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep. J

Penguji
Ns. Tantri Widyarti Utami, M.Kep., Sp.Kep. I

Penguji
Sri Utami Rahayuningsih, Mpsi., Psi

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 26 Juni

2015

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama Uswatun Hasanah


NPM 1006749112
Program Studi Ners Spesialis (Sp.I) Keperawatan
Departemen Jiwa Keperawatan Jiwa
Fakultas Ilmu Keperawatan
Jenis Karya Karya Ilmiah Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, meneyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia flak Bebas Royalti Noneksklusif {inn-exclusive Royalty-
Free light) atas karya ilmiah saya yang bequdul:

"Penerapan Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa Kelompok Terapeutik Remaja,


Latihan Asertif dan Psikoedukasi Keluarga untuk Perkembangan Identitas Diri
Remaja Menggunakan Pendekatan Teori Stuart dan King Di RW 01 Dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin" beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak
Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data {database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai Pemilik Hak CipW

Demikian pemyataa ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 26 Juni 2015
Yang menya

UswamnH

V1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


ABSTRA

Nama : Uswatun Hasanah


Program Studi : Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Jiwa
Judul : Penerapan Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa Kelompok
Terapeutik Remaja, Latihan Asertif dan Psikoedukasi Keluarga
untuk Perkembangan Identitas Diri Remaja Menggunakan
Pendekatan Teori Stuart dan King Di RW 01 dan RW 09 Kelurahan
Ciwaringin

Usia remaja sangat labil dalam proses pencarian identitas diri. Hambatan dalam
pencapaian identitas diri dapat menimbulkan perilaku menyimpang. Tujuan penulisan
yaitu menggambarkan hasil pelaksanaan Terapi Kelompok Terapeutik, Latihan Asertif
dan Psikoedukasi Keluarga terhadap peningkatan perkembangan remaja. Terapi
Kelompok Terapeutik adalah terapi spesialis keperawatan jiwa yang membantu
mengembangkan potensi dan meningkatkan kualitas antar anggota kelompok untuk
mengatasi masalah kesehatan. Namun dengan karakteristik dan masalah anggota yang
berbeda diperlukan terapi tambahan sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh remaja.
Remaja dengan kesulitan bersikap asertif diberikan tambahan terapi Latihan Asertif
serta diberikan Psikoedukasi keluarga pada keluarga remaja. Evaluasi menunjukkan
terjadi peningkatan aspek dan tugas perkembangan remaja. Analisa dilakukan dengan
menggunakan pendekatan model Stuart dan King. Rekomendasi laporan ini dapat
dijadikan standar terapi spesialis keperawatan jiwa dan disosialisasikan pada tatanan
pelayanan kesehatan jiwa komunitas.

Kata Kunci : Identitas diri, remaja, Teori Stuart, Teori King

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


ABSTRAC

Nama : Uswatun Hasanah


Study Program: Psychiatric Specialistic Nursing Program
Title : Application Of Adolescence Therapeutic Group Therapy,
Assertiveness Training Therapy And Family Psychoeducation to
adolescence development with Stuart and King model at RW 01 and
09 Ciwaringin Village

During adolescent age, the teenagers are struggling for their self identity. The obstacle
of teenagers to gain their self identity to some extent can be manifested through their
deviant behaviors. The purpose of this scientific paper was to explore the result of
Therapeutic Group Therapy, Assertiveness Training, and Family Psycho Education to
improve adolescence growth and development. Therapeutic Group Therapy was mental
health-psychiatric nursing specialization treatment with the purpose to assist the
adolescence to develop their potential capacity and to improve the quality of group
members to deal with their health problems. However, the different characteristics and
problems of each group member required additional therapy which was appropriate with
the problems they were facing. Teenagers with a difficulty of being assertive were
given Assertiveness Training and Family Psychoeducation for their family. The results
of these interventions showed the improvement particularl on diferrent aspects and
developmental task of teenagers. Stuart and King Model were used for writing this
scientific paper, and it was recommended that this report would be utilized as a standard
of mental health-psychiatric nursing specialized treatment and to be socialized at all
community mental health care settings.

Key Words: Self-identity, Teenagers, Stuart’s Theory, and King’s Theory

vi

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


KATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Karya Ilmiah Akhir yang berjudul “Penerapan
Terapi Spesialis Keperawatan Jiwa Kelompok Terapeutik Remaja, Latihan Asertif
dan Psikoedukasi Keluarga untuk Perkembangan Identitas Diri Remaja
Menggunakan Pendekatan Teori Stuart dan King Di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin ” ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan
Jiwa pada Program Studi Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.

Penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak
sehingga penyusunan laporan tesis ini dilakukan. Penulis menyampaikan terimakasih
yang setulusnya atas bantuan, bimbingan, dukungan serta motivasi yang diberikan
selama penyelesaian Karya Ilmiah Akhir ini kepada yang terhormat:
(1) Ibu Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia;
(2) Ibu Dr. Novy Helena C.Daulima, S.Kp., M.Sc., selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
(3) Ibu Prof. Achir Yani S. Hamid, MN., DNSc., selaku Pembimbing I yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan
saya dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya ilmiah akhir ini;
(4) Ibu Dr. Novy Helena C.Daulima, S.Kp., M.Sc., selaku Pemimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan
saya dengan penuh kesabaran dalam rangka penyusunan karya ilmiah akhir ini;
(5) Orang tuaku, suamiku, dan anakku “Kanaya” yang telah memberikan dukungan
moril dan materiil selama penyusunan Karya Ilmiah Akhir ini;
(6) Seluruh Kader Kesehatan Jiwa dan perangkat desa Kelurahan Ciwaringin yang
telah bekerjasama dalam pengembangan program CMHN
(7) Remaja RW 01 dan RW 09 dan keluarganya yang telah bersedia berpartisipasi
selama pelaksanaan praktik residensi;

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


(8) Sahabatku mahasiswa Program Ners Spesialis (Sp.1) Keperawatan jiwa)
angkatan 8 atas segala dukungan dan kebersamaannya;
(9) Semua pihak yang telah membantu selama proses penelitian dan penyusunan
karya ilmiah akhir ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak
yang telah membantu. Semoga laporan Karya Ilmiah Akhir ini dapat menjadi awal untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan terapi keperawatan jiwa
dalam upaya peningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan jiwa.

Depok, Juni 2015

Penulis

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... ii
LEMBAR ORISINALITAS............................................................................. iii
PERNYATAAN PLAGIARISME ................................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................. v
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
ABSTRACT ....................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR...................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................. 15
1.3 Manfaat ................................................................................................ 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Sistem Personal .................................................................................... 22
2.1.1 Faktor Predisposisi ............................................................................... 23
2.1.2 Faktor Presipitasi .................................................................................. 24
2.1.3 Penilaian Terhadap Stressor ................................................................. 25
2.2 Sistem Interpersonal ............................................................................. 34
2.2.1 Diagnosis Keperawatan ........................................................................ 37
2.2.2 Sumber Koping Remaja ....................................................................... 39
2.2.3 Tindakan Keperawatan ……………………………………………… 40
2.3 Tugas Perkembangan dan Peningkatan Aspek Perkembangan Remaja 49
2.3.1 Tugas Perkembangan ........................................................................... 49
2.3.2 Aspek Perkembangan .......................................................................... 50

BAB 3 PELAYANAN KESEHATAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


REMAJA

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3.1 Pelayanan Kesehatan Remaja…………………………...……………. 51
3.2 Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Merdeka ....................................... 53
3.3 Pelayanan Kesehatan di Kelurahan Ciwaringin .................................... 56
BAB 4 PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian ........................................................................................... 64


4.1.1 Karakteristik Remaja ............................................................................ 65
4.1.2 Faktor Predisposisi ............................................................................... 67
4.1.3 Faktor Presipitasi .................................................................................. 68
4.1.4 Aspek Perkembangan Remaja……………………………………….. 70
4.1.5 Sumber Koping Remaja……………………………………………… 72
4.1.6 Kemampuan Perkembangan Identitas Diri Remaja…………………. 73
4.2 Diagnosis Keperawatan........................................................................ 74
4.3 Rencana Tindakan ................................................................................ 75
4.4 Evaluasi ................................................................................................ 81
4.4 Rencana Tindak Lanjut ........................................................................ 84
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengkajian Remaja ................................................................................ 87
5.1.1 Karakteristik Remaja ............................................................................. 87
5.1.2 Faktor Predisposisi ................................................................................ 96
5.1.3 Faktor Presipitasi ................................................................................... 97
5.1.4 Penilaian terhadap Stressor................................................................... 99
5.1.5 Sumber Koping...................................................................................... 100
5.1 Efektifitas Manajemen Asuhan Keperawatan Remaja yang Diberikan
5.2 TKT, AT dan FPE Menggunakan Pendekatan Teori Stuart dan King... 101
5.2.1 Efektifitas Terapi Kelompok Terapeutik............................................... 102
5.2.2 Efektifitas Terapi Kelompok Terapeutik dengan Latihan Asertif……. 105
5.2.3 Efektifitas Terapi Kelompok Terapeutik, Latihan Asertif

dan Psikoedukasi Keluarga……………………………………………. 108


BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan........................................................................................... 113
6.2 Saran ..................................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


x

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


LAMPIRA

Lampiran
1 : Penilaian proses terapi kelompok terapeutik
Lampiran : Jenis-jenis permainan
2 : Data demografi remaja
Lampiran : Kuisioner aspek perkembangan remaja
3
Lampiran
4
Lampiran 5: Instrumen Kemampuan TKT Instrumen Kemampuan AT Instrumen Kemampuan F
Lampiran 6: Modul TKT Remaja Modul AT
Lampiran 7: Modul FPE
Lampiran 8:
Lampiran 9:
Lampiran 10:
Lampiran 11:

xi

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


DAFTAR

Judul Skema Halaman


Skema 2.1 Kerangka Konsep Aplikasi Asuhan Keperawatan pada Potensial
Pembentukan Identitas Diri Remaja Menggunakan Pendekatan
Model Stuart dan Teori King............................................................21
Skema 2.2 Model Stress Adaptasi Stuart............................................................23

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


DAFTAR

Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 2.1 : Perilaku remaja sebelumnya yang melatarbelakangi 23
Pembentukan Identitas Diri Remaja…............................
Tabel 2.2 : Faktor Presipitasi Pembentukan Identitas Diri Remaja... 25
Tabel 4.1 : Karakteristik remaja yang mendapatkan terapi spesialis
di RW 01 dan 09 Kelurahan Ciwaringin
(n=16)......................................... 6

Tabel 4.2 : Karakteristik remaja yang mendapatkan Terapi


kelompok terapeutik, Latihan Asertif, Psikoedukasi
keluarga di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin
(n=16).............................................................................. 66
Tabel 4.3 :
Faktor predisposisi pada remaja di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
(n=16).............................................................................. 6
Tabel 4.4 : Faktor presipitasi pada remaja Di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
(n=16).............................................................................. 6
Tabel 4.5 : Karakteristik perilaku remaja yang mendapat terapi
spesialis untuk mencapai identitas diri remaja Di RW
01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor
Tengah
(n=16).............................................................................. 70
Tabel 4.6 : Sumber koping pada remaja Di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin
(n=16).............................................................................. 7
Tabel 4.7 : Kemampuan perkembangan identitas diri remaja
Di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor
Tengah (n=16)................................................................. 7
Tabel 4.8 : Daftar Kelompok TKT di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
(n= 16)………………………………............................. 7
Tabel 4.9 : Daftar Kelompok TKT di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah (n = 16)...............
76
Tabel 4.10 : Rencana Pelaksanaan TKT + latihan asertif di RW 07
Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah (n = 3).................
77
Tabel 4.11 : Rencana Pelaksanaan TKT+Latihan Asertif
(AT)+Psikoedukasi Keluarga (FPE) di RW 01 dan RW
09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah (n = 9)............. 7

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Tabel 4.12 : Rencana Pelaksanaan TKT+ AT+FPE di RW 01 dan
RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n = 9)............................. 8
Tabel 4.13 : Kombinasi Terapi Spesialis Pembentukan Identitas Diri
Pada Remaja di RW 01 dan RW 09 Kel.Ciwaringin
Bogor Tengah (n=16).................... 8
Tabel 4.14 : Perbedaan kemampuan remaja sebelum dan setelah
Diberikan terapi spesialis di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin Tahun 85 2015
(n=16)..............................................................................
Tabel 4.15 : Efektifitas TKT Terhadap Pencapaian Identitas Diri
Remaja di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor
86
Tengah Periode Februari – April 2015 (n=4)…………..
Tabel 4.16 : Efektifitas TKT dan AT Terhadap Pencapaian Identitas
Diri Remaja di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor 87
Tengah Periode Februari – April 2015 (n=3)…………..
Tabel 4.17 : Efektifitas TKT, AT dan FPE Terhadap Pencapaian
Identitas Diri Remaja di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin
Bogor Tengah Periode Februari – April 2015 (n=9)…... 88
Tabel 4.18 Kemampuan Keluarga Sebelum dan Sesudah FPE
di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=9)………………… 89
Tabel 4.19 Kemampuan identitas diri remaja sebelum dan setelah
Diberikan terapi spesialis di RW 01 dan RW 09
Kelurahan Ciwaringin Tahun 2015 (n=16)................. 90

xvii

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB 1
PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang


Kesehatan sangat penting bagi semua individu karena tanpa kesehatan yang
optimal, maka setiap individu akan mengalami kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan RI No 36
tahun 2009 Pasal 1 yaitu keadaan sehat, baik secara mental, fisik, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap individu untuk hidup secara produktif.
Sehat menurut WHO (2005, dalam Townsend & Mary, 2009) yaitu mampu
menyesuaikan diri secara konstruktif sesuai pada kenyataan yang dialami,
mendapatkan kepuasan dari usahanya, merasa lebih puas memberi daripada hanya
menerima, saling tolong menolong, menerima kekecewaan, menyelesaikan
masalah secara konstruktif dan mempunyai kasih sayang. Orang yang mempunyai
kesejahteraan dalam aspek fisik, emosional dan sosial dapat menjalankan
tanggung jawab dalam kehidupannya, puas dengan hubungan interpersonal dan
dirinya sendiri.

Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat psikologis, emosional dan sosial
yang dapat terlihat dari hubungan antar individu yang memuaskan, koping yang
adaptif, konsep diri yang baik dan kondisi emosional yang stabil (Videbeck,
2008). Menurut WHO (2005) kesehatan jiwa adalah suatu kondisi sejahtera ketika
seseorang dapat merealisasikan kemampuan yang dimilikinya, memiliki koping
yang baik terhadap stressor, produktif dan mampu berkontribusi terhadap
masyarakat. Berdasarkan tiga pengertian diatas kesehatan jiwa merupakan
kemampuan seseorang untuk menghadapi stressor dengan menggunakan
mekanisme koping yang adaptif sehingga bebas dari rasa ketakutan dan tercapai
keseimbangan baik emosional, psikologis dan sosial sehingga mampu berperan
dalam lingkungannya serta mampu mencapai tugas perkembangan yang
dilaluinya. Bila kondisi keseimbangan tersebut didapatkan maka seseorang akan
mencapai kesehatan jiwa.

1 Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

Masalah kesehatan jiwa perlu menjadi perhatian utama dalam setiap upaya
peningkatan sumber daya manusia khususnya anak dan remaja, dimana anak dan
remaja merupakan generasi yang perlu disiapkan sebagai aset kekuatan bangsa
(Hamid, 2009). Jika ditinjau dari proporsi penduduk, 40 % total populasi terdiri
dari anak dan remaja berusia 0 – 16 tahun. Sebanyak 13,5 % balita merupakan
kelompok berisiko tinggi mengalami gangguan perkembangan, sementara 11,7 %
anak prasekolah berisiko mengalami gangguan perilaku. Kejadian gangguan
kesehatan jiwa anak dan remaja cenderung akan meningkat sejalan dengan
permasalahan kehidupan yang semakin komplek, oleh karena itu pelayanan
kesehatan jiwa yang memadai sangat dibutuhkan sehingga memungkinkan remaja
untuk mendapatkan kesempatan tumbuh kembang yang baik dan optimal (Walker,
2002).

Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.


Remaja dimulai dari awal pubertas sampai tercapainya kematangan mulai dari
usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua
puluhan tahun (Papalia & Olds, 2001). Berdasarkan kematangan psikososial dan
seksual menuju dewasa, remaja akan melalui tahapan remaja awal yaitu usia 11-
13 tahun, remaja pertengahan yaitu usia 14-16 tahun, dan masa remaja akhir yaitu
usia 17-20 tahun (Soetjiningsih, 2010). Erickson (1968, dalam Papalia, Olds &
Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas perkembangan remaja yaitu mencapai
identitas diri versus bingung peran. Tugas perkembangan remaja bertujuan untuk
pencapaian identitas diri agar kelak remaja menjadi individu dewasa yang
memiliki sense of self yang sesuai dan dapat berperan di lingkungan masyarakat
(Papalia, Olds & Feldman, 2001). Hambatan dalam pencapaian tugas
perkembangan akan menyebabkan masalah kesehatan jika tidak diselesaikan
dengan baik. Masalah kesehatan tersebut dapat bersumber dari remaja sendiri
(sistem personal), hubungan antara remaja dan orang tua, atau akibat interaksi
sosial di luar lingkungan keluarga. Kondisi tersebut dapat berlanjut sampai masa
dewasa sehingga harus segera ditangani dengan mengoptimalkan stimulasi
perkembangan remaja.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

Perkembangan merupakan proses yang dinamis dan berkelanjutan sepanjang


kehidupan. Pada remaja terjadi kontradiksi antara pertumbuhan fisik dengan
perkembangan sosial, psikologis, dan emosional, dimana pertumbuhan fisik
remaja menyamai dan memiliki kemampuan seperti orang dewasa, namun secara
sosial, psikologis, dan emosional masih labil serta masih memiliki ketergantungan
yang tinggi. Kondisi ini sering menyebabkan remaja sulit menentukan identitas
dirinya yang mengakibatkan remaja gagal dalam usaha pencarian dan
pembentukan jati diri. Keberhasilan remaja menyelesaikan tugas-tugas
perkembangannya, akan membawa remaja masuk ke tahap dewasa. Namun, bila
tugas perkembangan tidak dicapai, akan mengakibatkan kegagalan yang bersifat
sebagian ataupun seluruhnya dalam pencapaian tugas-tugas lain yang dihadapi
remaja (Agustiani, 2006). Situasi seperti ini menimbulkan konflik dan
ketidakstabilan dalam pencapaian identitas diri yang mengakibatkan timbulnya
berbagai masalah kesehatan remaja seperti perilaku kekerasan, disamping
pengaruh faktor lain seperti keluarga dan teman sebaya (Martono, et al, 1996).

Pada masanya, remaja memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal
serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya
yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan. Dalam penelitian longitudinal,
Elliott (1998 dalam Tremblay & Cairns, 2000) menemukan bahwa terdapat
peningkatan perilaku kekerasan pada anak laki‐laki maupun perempuan pada usia
12 tahun sampai 17 tahun. Data di Poltabes Yogyakarta tahun 2008 menunjukkan
adanya 78 kasus perilaku kekerasan remaja dan telah diproses secara hukum pada
tahun 2003 hingga 2006, dengan pelanggaran berupa penggunaan senjata tajam,
penganiayaan, pengeroyokan, termasuk pencurian. Data lain menyebutkan bahwa
terdapat 32.8% remaja terlibat dalam perkelahian fisik, 12 % terlibat perkelahian
fisik disekolah dan 5.9 % remaja tidak berangkat ke sekolah karena merasa tidak
aman berada disekolah (Centers for Disease Control and Prevention, 2011).

Banyak remaja yang mengatasi emosi dengan cara yang negatif seperti bertindak
berlebihan di sekolah (bullying, tawuran) hingga tindakan-tindakan kriminal
(seperti mencuri) serta pelanggaran-pelanggaran status seperti kabur dari rumah,

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

dan membolos (Sarwono, 2008). Lewis (2001) menyatakan bahwa perilaku


kekerasan bukanlah penyakit tetapi perilaku yang ditimbulkan dan mempunyai
rentang intensitas dimulai dari membantah, menentang, menuntut, melakukan
ancaman verbal, kontak fisik, brutal atau tawuran. Intensitas kejadiannya semakin
sering pada anak pra sekolah dan mencapai puncaknya pada masa remaja tengah
(Goodwin, Pacey, & Grace, 2003). Secara umum terdapat dua faktor utama
penyebab kekerasan remaja yaitu faktor internal yaitu stabilitas emosi yang
rendah dan faktor eksternal meliputi kepercayaan, budaya, dan norma masyarakat
tentang perilaku kekerasan, adanya kekerasan yang sering terjadi di masyarakat,
tekanan teman sebaya, pengaruh media masa, kemampuan petugas mengantisipasi
permasalahan remaja serta kebijakan pemerintah dan institusi pendidikan terkait
perilaku kekerasan (Yuwono, 2008).

Perilaku kekerasan rentan terjadi pada remaja, pada tahap perkembangannya,


terutama jika terdapat faktor risiko yang menyertainya. Remaja yang rentan
berperilaku kekerasan memiliki toleransi yang rendah terhadap frustasi dan
kurang mampu menunda kesenangan (Myers, 2002; Larson, 2008), cenderung
bereaksi dengan cepat terhadap dorongan agresinya, kurang dapat melakukan
refleksi diri (Currie, 2004), dan kurang dapat bertanggung jawab atas akibat dari
perbuatannya (Knorth, Klomp, Van der Bergh, & Noom, 2007). Hal-hal tersebut
tentu saja dapat mengganggu pencapaian identitas diri pada remaja. Berdasarkan
hal tersebut, remaja membutuhkan peran dari lingkungan terdekatnya yaitu
keluarga untuk mencapai identitas diri yang optimal.

Keluarga mempunyai peranan penting untuk membantu remaja bertumbuh dan


berkembang secara optimal. Hal tersebut mengingat sebagian besar masa remaja
dihabiskan bersama keluarga. Keluarga merupakan tempat di mana sebagian besar
hidup remaja mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Lingkungan keluarga
yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan remaja yang normal adalah
keluarga yang mampu melaksanakan tugas-tugas perkembangan keluarga,
termasuk menerapkan cara pengasuhan yang tepat. Tugas perkembangan tersebut
yaitu menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab remaja dan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

menjadikan otonomi remaja semakin bertambah, membina komunikasi yang


terbuka antara orangtua dengan anak, dan memfokuskan kembali hubungan
perkawinan yang harmonis (Irawan, 2002). Keluarga yang mampu melakukan
tugas perkembangan keluarga dengan menerapkan gaya pengasuhan yang baik
dapat membantu pencapaian identitas diri remaja.

Sebaliknya, keluarga dengan kondisi yang tidak kondusif merupakan penyebab


masalah emosional pada remaja yang dapat menyebabkan masalah sosial dalam
jangka panjang (Siegel & Welsh, 2011). Keluarga yang mengacuhkan,
pengawasan terhadap remaja kurang atau tidak memenuhi kebutuhan remaja
dengan baik akan meningkatkan resiko keterlibatan remaja dalam perilaku sosial
yang buruk, seperti tindakan agresif (verlaan & Schwartzman, 2002). Keluarga
dengan anak remaja yang mengalami kenakalan remaja biasanya tidak
memperdulikan perkembangan remaja hingga beranjak dewasa sehingga remaja
mengalami kebingungan dalam pencarian dan pembentukan identitas dirinya.

Di samping melaksanakan tugas-tugas perkembangan secara optimal, keluarga


juga dituntut untuk mampu menerapkan cara pengasuhan atau pola asuh yang
tepat pada remaja. Fuhrmann (2000) menjelaskan bahwa terdapat faktor yang
mempengaruhi proses pembentukan identitas diri yaitu pola asuh, homogenitas
lingkungan, model untuk identifikasi, pengalaman masa kanak-kanak,
perkembangan kognisi, sifat individu, dan identitas etnik. Keluarga dituntut untuk
mampu menerapkan cara pengasuhan atau pola asuh yang tepat pada remaja.
Penelitian Purwadi (2000) menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua memiliki
hubungan yang signifikan dengan pembentukan identitas diri remaja.
Wahyuningsih (2003) menjelaskan bahwa pola asuh adalah seluruh cara perlakuan
keluarga yang ditetapkan pada anak dalam proses interaksi orangtua anak. Selama
proses interaksi tersebut, keluarga dapat menerapkan tiga cara pengasuhan yaitu
pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis (Hurlock, 2008;
Hockenberry, 2005). Kegagalan keluarga menerapkan cara pengasuhan yang tepat
sering menjadi faktor lain yang ikut mendukung timbulnya perilaku menyimpang
pada remaja, salah satunya perilaku kekerasan.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

Perilaku kekerasan pada remaja harus segera ditangani karena dampak yang
ditimbulkan seperti kekhawatiran hilangnya generasi penerus bangsa yang
produktif bagi pembangunan negara. Upaya-upaya kesehatan remaja di
masyarakat masih bersifat fisik, sedangkan upaya–upaya kesehatan psikologi
seperti stimulasi perkembangan remaja belum signifikan dilakukan. Selama ini,
upaya yang dilakukan lebih banyak pada upaya peningkatan kesehatan fisik saja,
akan memunculkan remaja yang sehat fisik tetapi rentan terhadap tekanan hidup
(Astuti, 2009). Penanganan pada aspek non fisik yang kurang akan menyebabkan
remaja hanya sehat secara fisiknya saja, namun pada aspek psikologis rentan
terhadap stress. Dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak dalam melakukan upaya-
upaya stimulasi tumbuh kembang remaja dalam mencapai diagnosa keperawatan
potensial pencapaian identitas diri remaja.

Upaya terkait perkembangan remaja dapat berupa upaya promotif, preventif,


kuratif, dan rehabilitatif yang dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan baik
individu, keluarga, kelompok maupun komunitas seperti terapi individu, terapi
keluarga dan terapi kelompok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mc
Cann, Christina, dan Pieters (2006) mengatakan bahwa remaja cenderung
berhubungan erat dengan teman sebaya, karena senang mencari pengalaman di
luar keluarga untuk mengeksplorasi pengembangan identitas diri. Kelompok
sebaya pada remaja akan memperlihatkan perilaku yang menunjukkan identitas
kelompok. Perilaku yang tampak merupakan manifestasi keyakinan dan nilai yang
dianut oleh anggota kelompok. Karena itu, bila keyakinan dan nilai yang dianut
bersifat positif, akan memberikan pengaruh positif bagi remaja. Sebaliknya, bila
lebih banyak bersifat negatif akan memberikan pengaruh negatif juga pada remaja
(Cappelo, 2007). Oleh karena itu, terapi kelompok dapat sangat efektif. Terapi
Kelompok dapat menjadi efisien, karena dapat saling membantu selama proses
terapi.

Terapi Kelompok Terapeutik dapat menjadi upaya menangani masalah


perkembangan yang dihadapi remaja, sehingga pendekatan terapi kelompok

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

sangat tepat dipilih. Terapi kelompok terapeutik merupakan pilihan ideal dan
penting bagi kelompok umur remaja. Teman sebaya juga dapat memberikan
pengaruh positif pada remaja. Kelompok sebaya yaitu kelompok remaja yang
memiliki usia yang kurang lebih sama yang saling berinteraksi. Mereka menjadi
mampu belajar antar satu sama lain sesuai perkembangan mereka (Wood, 2009),
dapat membantu remaja dalam memenuhi kebutuhannya secara positif, bermakna
bagi kelompok sebaya dan pembentukan identitas diri (Stuart & Laraia, 2009).

Terapi Kelompok Terapeutik remaja telah diteliti oleh Nurlis (2009), terbukti
berpengaruh dalam membentuk perasaan remaja kepada diri mereka sendiri. Hal
ini dapat membuat remaja dapat mengukur kemampuan diri mereka dan
membentuk identitas mereka dan mengelola kehidupannya sendiri. Stimulasi
merupakan upaya yang baik dalam mengembangkan kemampuan seorang anak,
dapat dilakukan secara langsung oleh orang tua atau menciptakan lingkungan
yang baik sehingga remaja merasa nyaman dalam proses pencapaian idenditas
dirinya (Townsend & Mary, 2009). Penelitian senada dilakukan oleh Bahari
(2010) yang meneliti pengaruh terapi kelompok terapeutik pada remaja terhadap
konsep diri remaja. Hasil penelitian membuktikan adanya pengaruh yang
bermakna terhadap peningkatan konsep diri remaja setelah diberikan stimulasi
tumbuh kembang pada 10 aspek perkembangan yaitu biologis, psikoseksual,
kognitif, bahasa, moral, spiritual, emosi, sosiokultural, bakat dan kreativitas.
Banyaknya upaya yang harus dilakukan remaja dalam upaya mencapai identitas
diri yang positif, membutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk memberi
kesempatan dan membina remaja untuk tumbuh dan berkembang di dalam
kelompoknya.

Selain latihan stimulasi tumbuh kembang yaitu dengan Terapi Kelompok


Terapeutik, resiko perilaku kekerasan pada remaja juga harus ditangani dengan
melatih remaja berperilaku asertif. Perilaku asertif merupakan suatu
pengungkapan ekspresi secara langsung dan jujur yang memungkinkan remaja
untuk mempertahankan hak-hak pribadinya tanpa melakukan tindakan agresif
yang mengganggu hak-hak pribadi orang lain. Selain asertif terdapat juga perilaku

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

pasif dan agresif. Pasif dimana individu tidak mampu menyampaikan apa
keinginan ataupun pendapatnya. Sedangkan perilaku agresif cenderung
menimbulkan perilaku kekerasan. Perilaku agresif diartikan sebagai tindakan yang
dimaksudkan untuk melukai atau menyakiti orang lain, baik fisik maupun psikis
(Berkowitz, 1995; Myers, 2002), yang menimbulkan kerugian atau bahaya bagi
orang lain atau merusak milik orang lain (Franzoi, 2003; Anderson & Huesmann,
2007).

Remaja belum mampu untuk bersikap asertif disebabkan oleh kemampuan


menghadapi dan menyelesaikan konflik sosial masih kurang (Gottman, 2008).
Tingkat amarah yang tinggi di kalangan remaja awal sering terwujud dalam
perilaku kejahatan, antisosial, kekerasan (Kellner & Bry, 1999), prestasi belajar
rendah, dan lemahnya kesehatan fisik dan mental hingga masa remaja akhir dan
dewasa (Currie, 2004). Penelitian Lench (2004) melaporkan bahwa subjek
dengan tingkat amarah yang tinggi cenderung memiliki strategi koping yang
destruktif, mengekspresikan amarah dengan cara menyerang orang dan benda
secara fisik dan verbal, lebih banyak menantang dan berperilaku negatif, serta
lebih sering mengalami konflik dengan orang lain. Berdasarkan hal tersebut, maka
remaja yang memiliki tingkat amarah yang tinggi dan berisiko berperilaku agresif
perlu mendapatkan perhatian dengan memberikan penanganan yang tepat dalam
mengelola amarah dan mengendalikan dorongan agresinya yaitu dengan Terapi
Latihan Asertif.

Terapi Latihan Asertif bagi remaja dapat melatih cara berkomunikasi secara
asertif dalam menyampaikan harapan dan keinginan remaja dengan anggota
keluarga di rumah atau di dalam kelompoknya dapat menjawab kebutuhan remaja
akan koping yang adekuat. Remaja akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan
harapan, tempat bercerita bila remaja mempunyai masalah (Irwanto, 2002).
Namun, terdapat keluarga yang mengalami kesulitan dalam mendidik dan
menstimulasi anak remajanya.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


9

Respon yang sering diperlihatkan orang tua pada anak remajanya seringkali
menyebabkan komunikasi tidak efektif, antara lain mengkritik dan menyalahkan
anaknya. Kritikan tersebut membuat remaja malas berkomunikasi lebih lanjut,
mempertahankan diri, berdebat, dan marah (Irwanto, 2002). Sikap remaja tersebut
merupakan sikap yang tidak asertif. Namun disisi lain terkadang keluarga tidak
memberi kesempatan kepada remaja untuk menyampaikan pendapatnya dengan
asertif. Sikap asertif dibutuhkan agar remaja mampu meningkatkan
kemampuannya untuk menyatakan dan mengekspresikan dirinya dengan nyaman
dalam berbagai situasi sosial serta menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan
dalam berkomunikasi.

Latihan asertif harus dilakukan berulang-ulang dan diterapkan ke remaja,


sehingga memerlukan bimbingan dan arahan secara intensif dari seorang terapis
(Safaria, 2009). Bentuk latihan stimulasi aspek emosi remaja adalah dalam bentuk
Terapi asertif (Townsend & Mary, 2009). Terapi ini melatih kemampuan
seseorang untuk mengungkapkan pendapat, perasaan, sikap dan hak tanpa disertai
adanya perasaan cemas (Hopkins, 2005). Terapi Latihan Asertif telah diuji pada
penelitian yang dilakukan oleh Novianti (2010), terbukti dapat melatih respon–
respon asertif dalam berbagai situasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sert (2003)
menyatakan bahwa terapi latihan asertif secara signifikan dapat meningkatkan
perilaku asertif anak usia sekolah. Penelitian lain dilakukan oleh Agbakwuru dan
Stella (2011) juga menyatakan hal senada bahwa terapi latihan asertif memiliki
efek positif dalam meningkatkan ketahanan diri remaja dimana ketahanan diri
mempengaruhi koping seseorang. Perpaduan terapi kelompok terapeutik dengan
Latihan Asertif dapat menjawab kebutuhan remaja untuk tampil lebih asertif
kepada orang lain termasuk orang tua.

Terapi yang diberikan pada klien tidak hanya berupa terapi individu, terapi untuk
keluarga berupa Psikoedukasi Keluarga (FPE) yang merupakan salah satu terapi
yang diharapkan dapat membuat keluarga lebih siap menstimulasi perkembangan
remaja. Tindakan yang ditujukan pada keluarga pada remaja menjadi penting
karena pada keluarga merupakan suatu sistem yang paling dekat dengan remaja,

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

yang merupakan tempat untuk belajar mengembangkan keyakinan, nilai, sikap


dan perilaku (Keliat, 1995). Peran orang tua dalam mengontrol remaja sangat
dibutuhkan, namun terkadang orang tua mengawasi dan mengontrol remaja
dengan melarang dalam melakukan hal tertentu (Gottman, 2008).

Agar keluarga dapat memberikan dampak positif pada remaja maka keluarga
diharapkan dapat berfungsi dan berperan secata kondusif. Menurut Friedman
(2010) terdapat 5 fungsi keluarga bagi anggota keluarganya, yaitu fungsi afektif,
fungsi perawatan kesehatan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan ekonomi.
Masalah pada keluarga dapat muncul sebagai dampak dari fungsi afektif yang
tidak berfungsi, misalnya keluarga tidak saling menghargai, adanya permusuhan
yang akhirnya berdampak pada perkembangan remaja. Menurut Friedman (2010)
keluarga memiliki fungi untuk membantu anggota keluarga menyelesaikan
masalah, demikian juga bila anggota keluarga ada yang memiliki masalah akan
berdampak pada anggota yang lain. Keluarga yang memiliki anggota keluarga
harus dapat menjalankan fungsinya sebagai perawatan kesehatan, untuk itu
keluarga harus mempunyai bekal yang cukup, Psikoedukasi Keluarga merupakan
langkah yang tepat diberikan.

Terapi psikoedukasi keluarga (family psychoeducation) adalah suatu bentuk terapi


keluarga yang diberikan untuk membantu keluarga untuk berubah menjadi lebih
produktif dalam kehidupan sehari hari (Dochterman, 2005). Penelitian yang
dilakukan oleh Ong dan Caron (2008) mengungkapkan bahwa psikoedukasi
keluarga dapat meningkatkan pengetahuan keluarga dalam merawat remaja yang
mengalami gangguan mood. Psikoedukasi keluarga merupakan program
kesehatan jiwa keluarga yang memberikan informasi dan pendidikan kesehatan
melalui komunikasi yang terapeutik kerjasama dengan keluarga merupakan
bagian penting dari stimulasi perkembangan remaja, dan psychoeducation
merupakan pendekatan yang bersifat edukatif dan pragmatik (Stuart & Laraia,
2009). Seperti diungkapkan juga oleh Carson (2000) psikoedukasi merupakan alat
terapi keluarga yang makin popular sebagai suatu strategi untuk menurunkan
faktor - faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan gejala gejala

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

perilaku. Jadi psikoedukasi membantu keluarga meningkatkan pengetahuan


tentang perkembangan remaja dan cara menstimulasi perkembangan remaja
melalui pemberian informasi dan edukasi yang dapat mendukung pencapaian
identitas diri remaja.

Teori stres adaptasi Stuart dan teori King yaitu Interacting Systems Framework
and Theory of Goal Attainment dapat menjadi landasan dalam pencapaian
identitas diri remaja. Model Stress Adaptasi Stuart digunakan sebagai pendekatan
asuhan keperawatan melalui proses pengkajian sampai dengan intervensi secara
menyeluruh. Model Stress adaptasi Stuart memberikan gambaran proses asuhan
keperawatan melalui beberapa aspek yaitu predisposisi, presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping dan mekanisme koping. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja terdiri yaitu perilaku
sebelumnya yang melatarbelakangi pembentukan identitas diri remaja (faktor
predisposisi) dan stimulus atau kondisi remaja saat ini (faktor presipitasi) yang
terdiri dari 3 aspek yaitu biologis, psikologis dan sosial. Perilaku yang
dimunculkan remaja adalah mekanisme koping remaja untuk mempertahankan
dirinya terhadap masalah-masalahnya (stressor).

Kaitannya dengan Teori King (1981, dalam Fitzpatrick & Wall, 1998)
manusia/individu dipandang sebagai sistem terbuka yang berinteraksi dengan
lingkungan. Individu dalam hal ini remaja disebut dengan sistem personal.
Remaja dalam proses pencarian identitas dirinya banyak meniru, menilai dan
mempersepsikan apa yang terjadi disekitarnya. Hal ini sesuai dengan teori King
yang menyatakan bahwa individu sebagai sistem personal memiliki persepsi,
penilaian diri, dan gambaran diri sebagai hasil interaksi dengan orang lain dan
lingkungan sepanjang usia tumbuh kembangnya (Fitzpatrick & Wall, 1998;
Tomey & Alligood, 2006). Aplikasi konsep King menyatakan bahwa manusia
merupakan sistem sosial dikaitkan dengan keberadaan remaja didalam keluarga,
sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya. Keluarga, sekolah dan masyarakat
dapat menjadi support system (social support) sekaligus sumber stresor bagi
remaja, demikian juga sekolah maupun masyarakat. Kondisi keluarga yang tidak

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

mengetahui dan memahami cara menstimulasi tumbuh kembang remaja akan


menjadi sumber stresor bagi remaja karena perilaku yang muncul pada remaja
dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor eksternal yaitu keluarga maupun
teman sebaya. Oleh karena itu, keluarga sebagai sistem sosial perlu mendapatkan
pengetahuan dan kemampuan sehingga dapat menjadi support system dalam
menstimulasi perkembangan identitas diri remaja.

Melalui model stres adaptasi Stuart dan teori King diharapkan dapat menambah
kemampuan personal remaja (personal ability) dalam mengatasi masalahnya,
seperti dengan terapi kelompok yang menstimulasi perkembangan remaja ke arah
yang positif dipadukan dengan latihan asertif dapat meningkatkan perkembangan
emosi serta Psikoedukasi keluarga yang dapat mendukung pengetahuan dan
kemampuan keluarga dalam menstimulasi perkembangan identitas diri remaja.

Penulis menjalankan praktek lapangan di wilayah Kelurahan Ciwaringin Bogor


Tengah selama 9 minggu lamanya dari tanggal 16 Februari sampai 17 April 2015
guna mengembangkan program CMHN khususnya di RW 01 dan RW 09. Upaya
pelayanan kesehatan jiwa masyarakat mencakup di dalamnya upaya peningkatan
kesehatan mulai dari ibu hamil sampai lansia. Diantara kelompok usia tersebut,
remaja dipandang sebagai cikal bakal yang akan mengembangkan potensi daerah
tersebut. Dari 35 remaja yang terdapat di RW 01 dan 09 , penulis telah melakukan
manajemen asuhan keperawatan spesialis jiwa yaitu Terapi Kelompok Terapeutik
(TKT) pada 16 (45.7%) orang remaja. Dari 16 remaja yang dilakukan TKT
terdapat 12 (75%) remaja dilakukan Terapi asertif karena berdasarkan hasil pre
test aspek emosi masih rendah, dan diantara 12 remaja tersebut 9 (56.2%) orang
remaja yang pada keluarganya dilakukan Psikoedukasi keluarga (FPE). Semua
keluarga remaja seharusnya dilakukan FPE, namun hanya 9 keluarga yang
bersedia dan memiliki waktu untuk dilakukan FPE. Kegiatan tersebut dilakukan
Penulis dan bekerja sama dengan Kader Kesehatan Jiwa RW 01 dan RW 09 mulai
dari perencanaan penyuluhan, kegiatan penyuluhan sampai pada pelaksanaan
Terapi Kelompok Terapeutik untuk membentuk identitas diri remaja. Hasil

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

pelaksanaan kegiatan Penulis tersebut dianalisis dan dilaporkan dalam bentuk


penulisan Karya Ilmiah Akhir.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan umum
Memberikan gambaran tentang hasil pelaksanaan Terapi Kelompok
Terapeutik Remaja, Latihan Asertif dan Psikoedukasi Keluarga terhadap
peningkatan perkembangan identitas diri remaja melalui pendekatan teori
stress adaptasi Stuart dan teori King di RW 01 dan RW 09 Kelurahan
Ciwaringin Bogor Tengah.

1.2.2 Tujuan khusus


1.2.2.1 Teridentifikasinya karakteristik remaja usia, jenis kelamin, urutan
kelahiran, jumlah saudara kandung, status pendidikan dan status
ekonomi keluarga dengan pendekatan Teori stress adaptasi Stuart
dan Teori King di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin
Bogor Tengah.
1.2.2.2 Teridentifikasinya tindakan keperawatan spesialis Terapi
Kelompok Terapeutik Remaja, Latihan Asertif dan psikoedukasi
keluarga terhadap peningkatan perkembangan identitas diri remaja
dengan pendekatan Teori stress adaptasi Stuart dan Teori King di
RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah.
1.2.2.3 Teridentifikasinya hasil tindakan keperawatan spesialis Terapi
Kelompok Terapeutik Remaja, latihan asertif dan psikoedukasi
keluarga terhadap peningkatan perkembangan identitas diri remaja
dengan pendekatan Teori stress adaptasi Stuart dan Teori King di
RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah.
1.2.2.4 Teridentifikasinya rencana tindak lanjut tindakan keperawatan
spesialis Terapi Kelompok Terapeutik Remaja, latihan asertif dan
psikoedukasi keluarga terhadap peningkatan perkembangan
identitas diri remaja dengan pendekatan Teori stress adaptasi

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

Stuart dan Teori King di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin


Bogor Tengah.
1.2.2.5 Teridentifikasinya rekomendasi berdasarkan hasil pelaksanaan
tindakan keperawatan spesialis Terapi Kelompok Terapeutik
Remaja, latihan asertif dan psikoedukasi keluarga terhadap
peningkatan perkembangan identitas diri remaja dengan
pendekatan Teori stress adaptasi Stuart dan Teori King di RW 01
dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah.

1.3 Manfaat Karya Ilmiah Akhir


1.3.1 Manfaat Aplikatif
1.3.1.1 Hasil Karya Tulis ini diharapkan dapat menjadi panduan perawat
dalam melaksanakan Terapi Kelompok Terapeutik, Latihan Asertif
dan psikoedukasi keluarga pada Remaja di komunitas.
1.3.1.2 Meningkatkan kemampuan remaja dalam memberikan stimulasi
perkembangan antar teman sebaya.
1.3.1.3 Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan jiwa, khususnya
kesehatan jiwa keluarga dan kesehatan jiwa Remaja.
1.3.1.4 Menjadi dasar pertimbangan dan pemikiran dalam menerapkan
integrasi Terapi Kelompok Terapeutik Remaja, Latihan Asertif dan
psikoedukasi keluarga terhadap peningkatan perkembangan
identitas diri remaja dengan pendekatan Teori stress adaptasi
Stuart dan Teori King.
1.3.1.5 Meningkatkan dan mengembangkan berbagai strategi intervensi
yang efektif dalam pencapaian identitas diri remaja di komunitas.

1.3.2 Manfaat Keilmuan


1.3.2.1 Hasil Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai gambaran peran perawat kesehatan jiwa
komunitas dalam menangani kesehatan remaja.
1.3.2.2 Masukan bagi pengelola program kesehatan jiwa masyarakat di
dinas kesehatan kota bogor dalam merencanakan program-program

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

yang lebih efektif dan dasar dalam merumuskan kebijakan dalam


menangani kesehatan remaja.

1.3.3 Manfaat Metodologi


1.3.3.1 Dapat menerapkan Teori keperawatan stress adaptasi Stuart dan
Teori King secara benar dan baik untuk meningkatkan kemampuan
remaja dalam melakukan stimulasi tumbuh kembang mencapai
identitas diri remaja.
1.3.3.2 Memperoleh gambaran dalam penerapan ilmu dan konsep
keperawatan jiwa khususnya dalam menerapkan terapi spesialis
pada kelompok remaja sehat dan memperoleh pengalaman dalam
melakukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait

1.3.4 Manfaat Kehidupan Profesionalisme


1.3.4.1 Dapat dijadikan data rujukan terkait dengan proses belajar
mengajar yang melibatkan mahasiswa program pasca sarjana
terkait dengan manajemen pelayanan kesehatan jiwa dan asuhan
keperawatan jiwa secara nyata di masyarakat
1.3.4.2 Memperoleh pengalaman dalam penerapan ilmu dan konsep
keperawatan jiwa khususnya dalam menerapkan terapi spesialis
pada kelompok remaja sehat dan melakukan koordinasi serta
kerjasama dengan jajaran masyarakat
1.3.4.3 Hasil karya tulis ini selanjutnya dapat menjadi bahan acuan untuk
tindak lanjut program bagi spesialis keperawaan jiwa dan penulis
lainnya.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Penulisan karya ilmiah ini menggunakan Teori stres adaptasi Stuart dan King
pada remaja yang mendapatkan Terapi Kelompok Terapeutik, Latihan Asertif dan
Psikoedukasi Keluarga. Kerangka teori disusun sebagai landasan teori dalam
penulisan karya ilmiah. Kerangka teori dimulai dengan menjelaskan input, proses
dan output. Input merupakan sistem personal yaitu remaja dimana didalamnya
terdapat data awal atau data dasar pada Remaja dengan menggunakan pendekatan
model stress adaptasi Stuart dan Teori King. Proses merupakan sistem
interpersonal yaitu hubungan antara perawat dan remaja dalam mengatasi
permasalahan yang dialami remaja dalam mencapai identitas dirinya. Aktivitas
pada proses merupakan peristiwa esensial dalam mengatasi masalah yang
ditemukan. Output merupakan hasil yang diharapkan atau pencapaian dari
pelaksanaan kegiatan atau proses yaitu pencapaian tugas perkembangan remaja
dan peningkatan kemampuan 10 aspek perkembangan remaja.

Input dimulai dengan penjelasan tentang manusia/individu sebagai sistem


personal. King (1981 dalam Fitzpatrick & Whall, 1998) memiliki konsep dasar
bahwa manusia seutuhnya (Human Being) merupakan sistem terbuka yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Kerangka kerja konseptual King terdiri dari
tiga sistem interaksi yang dikenal dengan Sistem Interaksi Dinamis, meliputi
Sistem Personal (individuals), Sistem Interpersonal (groups) dan Sistem Sosial.
Sistem personal yang didalamnya dipengaruhi karakteristik remaja, faktor
predisposisi dan presipitasi perkembangan remaja serta penilaian terhadap stressor
pada 10 aspek perkembangan.

Karakteristik remaja yang dapat mempengaruhi perilakunya dalam pencarian


identitas diri yaitu usia remaja, jenis kelamin, pendidikan, urutan kelahiran,
jumlah saudara kandung dan status ekonomi keluarga. Pendekatan menggunakan
model Stres adaptasi Stuart (2013), membagi pengkajian pada beberapa elemen
yaitu faktor predisposisi, stressor presipitasi dan penilaian terhadap stressor

16 Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

terhadap 10 aspek perkembangan remaja. Elemen pada faktor predisposisi dan


presipitasi adalah biologi, psikologi dan sosiokultural.

Stimulus yang diterima remaja saat ini (faktor presipitasi) juga mempengaruhi
pencapaian identitas diri remaja. Tercapai atau tidaknya identitas diri remaja
tergantung pada banyaknya stimulus positif yang diterima remaja ketika
memasuki masa remaja, seperti stimulus-stimulus perkembangan dan kesempatan
berkembang yang diberikan lingkungan (keluarga, sekolah dan lingkungan tempat
tinggal) untuk remaja. Faktor presipitasi dapat dilihat dari 3 faktor yaitu biologis,
psikologis dan sosiokultural. Sedangkan perilaku remaja dapat dilihat dari 10
aspek perkembangan (penilaian terhadap stressor).

Komponen proses yaitu sistem interpersonal. Sebagai sistem interpersonal, King


menyampaikan teorinya tentang hubungan perawat-klien yang dikenal dengan
teori pencapaian tujuan (theory of goal attainment). Sistem Interpersonal dibentuk
ketika dua atau lebih individu saling berhubungan. Dalam sistem interpersonal
diperlukan satu pemahaman tentang konsep komunikasi, interaksi, peran, stress
dan transaksi. Pengaruh hubungan (interpersonal) remaja di kelompoknya
tergantung pada pemahaman perilaku remaja, kepercayaan atau sikap orang lain
terhadap remaja. Sumber pendukung remaja berasal dari keluarga, kelompok
teman sebaya dan pemberi pelayanan kesehatan. Pengaruh interpersonal terdiri
dari norma yaitu harapan orang lain dan model yaitu individu mempelajari
pengalaman orang lain.

Pencapaian tujuan dalam proses dilakukan melalui pemberian Terapi Kelompok


Terapeutik dan Latihan Asertif pada remaja serta Psikoedukasi untuk keluarga.
Terapi kelompok Terapeutik yang menstimulasi perkembangan remaja ke arah
yang positif dipadukan dengan latihan asertif dapat meningkatkan perkembangan
emosi serta Psikoedukasi keluarga yang dapat mendukung pengetahuan dan
kemampuan keluarga dalam menstimulasi perkembangan identitas diri remaja.

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

Pada remaja yang sedang mencari identitas diri mengalami ketidakmampuan


untuk melakukan interaksi yang baik dengan lingkungan sehingga memilih untuk
menghindari lingkungan atau remaja tidak mampu bertindak asertif dengan orang
lain. Melalui terapi latihan asertif remaja diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan asertifnya dalam menghadapi konflik atau masalah dalam proses
pencarian identitasnya. Melalui Terapi Kelompok Terapeutik remaja distimulasi
untuk dapat mencapai tugas perkembangan remaja dan meningkatkan 10 aspek
kemampuan remaja. Sedangkan dengan Psikoedukasi Keluarga diharapkan
keluarga dapat memahami perkembangan remaja, dan mengetahui cara
menstimulasi perkembangan remaja dalam mencapai identitas dirinya.

Bagian komponen output dalam sistem asuhan keperawatan, penulis menjelaskan


perkembangan aspek yang ingin dihasilkan dari terapi yang sudah dilakukan,
termasuk hasil dari terapi yang dilakukan kepada keluarga yang mempengaruhi 10
aspek perkembangan pada remaja. Terapi kelompok terapeutik menstimulasi
perkembangan remaja yang mengoptimalkan 10 aspek perkembangan remaja,
dengan latihan asertif dapat meningkatkan perkembangan emosi serta
Psikoedukasi keluarga yang dapat mendukung pengetahuan dan kemampuan
keluarga dalam menstimulasi perkembangan identitas diri remaja sehingga lebih
mengoptimalkan 8 aspek perkembangan remaja dalam pencapaian identitas diri
remaja. Pendekatan kedua model ini tergambar dalam skema 2.1

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


INPUT PROSES OUTPUT 19

Sistem sosial (antara lain: keluarga, tetangga, sekolah, masyarakat)

Sistem interpersonal

Sistem Personal

(Remaja)
Perawat Keluarga
a. Karakteristik Remaja
b. Faktor predisposisi dan
presipitasi
 Biologis, psikologis,
sosial
c. Penilaian tressor (Aspek
perkembangan)
 Aspek fisik dan Latihan Asertif Terapi Kelompok Terapeutik Psikoedukasi Keluarga
psikoseksual
 Aspek kognitif dan
bahasa
 Aspek emosi dan
kepribadian
 Aspek moral dan
spiritual
 Aspek bakat dan Aspek emosi :
Kemampuan orang tua menstimulasi tumbang
1. Tugas perkembangan Remaja
2. Aspek perkembangan remaja : remaja
 Mengontrol diri & emosi lebih
 Aspek fisik dan psikoseksual
stabil
 Aspek kognitif dan bahasa 1. Mengidentifikasi kemampuan keluarga
 Tidak menuntut orang
 Aspek emosi dan kepribadian terhadap tumbuh kembang remaja
tua memenuhi
 Aspek moral dan spiritual 2. Kemampuan dalam perawatan tumbuh
keinginannya
 Memiliki prestasi  Aspek bakat dan kreatifitas kembang remaja
 Menilai kelebihan dan 3. Manajemen stres dan beban keluarga dalam
kekurangan diri menstimulasi tumbang remaja
 Mampu bertanggung jawab
 Punya tujuan dan cita-cita

Potensial pembentukan identitas diri remaja Universitas Indonesia

Skema 2.1 Kerangka Konsep Aplikasi Asuhan Keperawatan pada Potensial Pembentukan Identitas Diri
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
Remaja Menggunakan Pendekatan Model Stuart dan Teori King

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

2.1 Sistem Personal


Fokus kerangka kerja King adalah manusia/individu karena manusia/individu
bersifat dinamis yang memiliki persepsi terhadap objek, orang dan kejadian-
kejadian yang mempengaruhi manusia dalam berperilaku, interaksi social dan
kesehatan. Sistem personal menurut King adalah merujuk pada individu yang
dalam hal ini remaja. Konsep-konsep dalam system personal ini mendasari
pemahaman hubungan manusia yang meliputi persepsi, diri sendiri, gambaran
diri, pertumbuhan dan perkembangan, waktu, dan tempat (Fitzpatricks & Whall,
1998).

Setiap manusia memiliki keunikan yang menjadi perhatian dalam pelayanan


keperawatan. King berasumsi bahwa manusia seutuhnya meliputi: makhluk sosial,
memiliki perasaan, rasional, bereaksi, memiliki kontrol, memiliki tujuan,
berorientasi pada tindakan dan berorientasi pada waktu. Dalam proses interaksi
manusia, individu bereaksi terhadap orang lain, peristiwa, dan objek di
lingkungannya yang kemudian dipersepsikan, ada harapan, kebutuhan, nilai, dan
memiliki tujuan tertentu. Menurut King, manusia secara utuh juga terdiri dari
aspek biologis, fisik, emosional, psikologis, dan sosial. Hal ini sesuai dengan
model stres adaptasi Stuart.

Model Stres Adaptasi Stuart tentang pelayanan keperawatan jiwa memandang


perilaku manusia dari perspektif holistik yang mengintegrasikan aspek biologis,
psikologis dan sosial budaya dari pelayanan (Stuart, 2013). Keperawatan yang
holistik mengkaji semua aspek dari individu dan lingkungannya. Komponen
biopsikososial dari Model Stres Adaptasi Stuart dapat dilihat pada skema berikut
ini.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

Skema 2.2
Model Stress Adaptasi Stuart

(Sumber: Stuart, 2013)

2.1.1 Faktor Predisposisi


Menurut Stuart dan Laraia (2009) faktor predisposisi adalah faktor
risiko yang dipengaruhi oleh jenis dan jumlah sumber risiko yang dapat
menyebabkan individu mengalami tekanan. Faktor ini meliputi biologis,
psikologis, dan sosial budaya. Faktor-faktor yang mendukung atau
bahkan berisiko tidak terpenuhinya pencapaian pembentukan identitas
diri remaja dipengaruhi oleh biologis dan psikologis remaja serta sosial
budaya tempat remaja tumbuh dan berkembang. Faktor predisposisi
akan dijelaskan pada tabel 2.1 berikut ini:

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

Tabel 2.1
Perilaku remaja sebelumnya yang melatarbelakangi
Pembentukan Identitas Diri Remaja

Biologis Psikologis Sosiokultural


1. Riwayat 1. Kepribadian 1. Kemampuan bergaul
imunisasi 2. Riwayat kehilangan di rumah / luar rumah
2. Status nutrisi 3. Riwayat kekerasan 2. Punya hobi yang sama
3. Riwayat sakit dalam keluarga dengan teman
fisik 4. Kegagalan berulang 3. Membina hubungan
4. Riwayat 5. Semangat bersekolah dengan teman sebaya
trauma 6. Punya rasa optimis 4. Patuh terhadap norma /
kepala dalam melakukan aturan yang berlaku di
5. Riwayat sesuatu rumah/sekolah
genetik 7. Senang beraktifitas 5. Pola komunikasi
gangguan atau mengikuti dengan anggota
jiwa dalam perlombaan keluarga
keluarga 8. Ideal diri yang tidak 6. Tugas & tanggung
realistis jawab dalam keluarga
9. Punya cita-cita 7. Kondisi ekonomi
keluarga
(Sumber : Stuart dan Laraia, 2009)

Remaja dengan keadaan biologis, psikologi dan kemampuan sosial yang


baik menjadi dasar bagi remaja untuk naik ke jenjang perkembangan
berikutnya yaitu dewasa muda. Kematangan kepribadian seorang remaja
menentukan keberhasilan remaja secara sosial. Dalam hal ini sangat
penting bagi remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
yang dialami sehingga tidak melakukan perilaku yang menyimpang dari
tugas perkembangan. Peran serta orangtua, keluarga dan lingkungan
sangat penting dalam pencapaian tugas perkembangan remaja.

2.1.2 Faktor Presipitasi


Identitas diri remaja tercapai atau tidak bergantung pada seberapa banyak
stimulus positif yang diterima remaja ketika memasuki masa remaja,
seperti stimulus perkembangan dan kesempatan berkembang yang
diberikan lingkungan (keluarga, sekolah dan lingkungan tempat tinggal)
untuk remaja. Faktor presipitasi juga dapat dilihat dari tiga faktor yaitu
biologis, psikologis dan sosiokultural seperti penjelasan pada tabel 2.2.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

Tabel 2.2
Faktor Presipitasi Pembentukan Identitas Diri Remaja

Biologis Psikologis Sosiokultural


1. Memiliki 1. Menerima arahan akan 1. Diberi kesempatan
tubuh ideal rencana ke depan berteman dengan teman
2. Sakit fisik 2. Menerima perubahan sebaya
3. Sudah fisiknya 2. Diberikan kesempatan
merokok, 3. Diberikan kepercayaan menjalankan hobi yg
narkoba, dll menerima tugas dan sama dengan teman
4. Latihan tanggung jawab 3. Bebas menentukan
fisik/olah raga 4. Diberi kesempatan pilihan tanpa campur
cukup menyukai dan meniru tangan orang tua
5. Melakukan tokoh idola 4. Diajarkan menerapkan
perawatan 5. Diberi kesempatan nilai dan norma
tubuh berpendapat 5. Dilatih bertanggung
6. Dilibatkan dalam jawab
mengambil keputusan
(Sumber : Stuart dan Laraia, 2009)

Pertumbuhan dan perkembangan remaja yang cepat terlihat yaitu


pertumbuhan fisik yang akan mempengaruhi perilaku remaja secara emosi
maupun sosialnya. Pertumbuhan fisik remaja dapat menimbulkan
ketidakmampuan remaja untuk menyesuaikan diri. Karena itu butuh
dukungan dari berbagai pihak seperti orang tua, guru, teman, masyarakat
setempat untuk mendukung remaja dalam pencapaian identitas diri remaja.

2.1.3 Penilaian Terhadap Stressor


Saat berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan remaja berproses
secara kognitif, mempersepsikan peristiwa yang dialami sehingga remaja
akan melakukan penilaian terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Hal ini sesuai dengan teori King yang menyatakan bahwa individu sebagai
sistem personal memiliki persepsi, penilaian diri, dan gambaran diri yang
merupakan hasil interaksi dengan orang lain dan lingkungan sepanjang usia
tumbuh kembangnya (Fitzpatrick & Wall, 1998; Tomey & Alligood, 2006).
Dalam proses interaksi yang terjadi, mungkin saja terjadi konflik bagi
remaja yang menyebabkan timbulnya stres. Perilaku yang dimunculkan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

remaja adalah mekanisme koping remaja untuk mempertahankan dirinya


terhadap masalah-masalahnya (stressor).

Sistem personal terdapat enam konsep, yaitu persepsi, diri sendiri,


pertumbuhan dan perkembangan, gambaran diri, dimensi ruang, dan
dimensi waktu. Persepsi merupakan konsep dasar dalam kerangka kerja dan
merupakan komponen mayor dalam proses interaksi manusia. Pertumbuhan
dan perkembangan menggambarkan proses kehidupan manusia yang
membantu remaja untuk pencapaian aktualisasi diri (King, 1981 dalam
Fitzpatrick & Whall, 1989). Perkembangan remaja dapat dilihat dari 10
aspek perkembangan remaja. Berikut akan dijelaskan bagaimana perilaku
remaja dilihat dari 10 aspek perkembangan.

a. Fisik dan Psikoseksual


Perubahan fisik yang terjadi pada remaja sangat dipengaruhi oleh
perubahan hormonal, yang ditandai dengan pertumbuhan berat badan,
tinggi badan, dan kematangan organ seksual. Sebagai akibat dari
bekerjanya hormon-hormon tersebut, seorang anak sejak memasuki
usia remaja mulai menunjukkan tanda-tanda perkembangan fisik yang
diikuti oleh kematangan ciri seksual sekunder. Perubahan pada remaja
laki-laki tumbuh kumis, suara berat, tumbuh jakun dan otot-otot
membesar. Remaja perempuan menunjukkan perubahan pinggul
membesar, tumbuh payudara dan suara melembut (Potter & Perry,
2005).

Remaja perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian tingkah laku yang


tidak selalu bisa dilakukan dengan baik terutama jika tidak ada
dukungan dari lingkungannya. Perilaku positif yang dimunculkan
akibat perubahan fisik yaitu rasa suka pada lawan jenis, perhatian lebih
terhadap penampilan diri, khayalan seksual meningkatdan berupaya
meningkatkan kesehatan diri dengan olah raga.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

Namun tidak semua remaja mampu menerima perubahan fisiknya, jika


perubahan-perubahan fisik menyebabkan kecanggungan bagi remaja,
akan memunculkan rasa kurang nyaman, tidak diterima dan kurang
percaya diri jika berada diantara teman-temannya (Sarwono, 2011).
Bentuk penyimpangan perilaku akibat dari perubahan fisik remaja
terlihat dengan adanya rasa tidak puas terhadap penampilan tubuhnya,
munculnya keluhan-keluhan misalnya keluhan karena haid atau
tumbuhnya payudara pada remaja putri yang menyebabkan tubuh
dirasakan tidak nyaman. Ketidaknyamanan tersebut dapat
menyebabkan remaja berpandangan negatif terhadap citra tubuhnya.

b. Kognitif dan Bahasa


Teori perkembangan kognitif anak menurut Piaget ( 1970, dalam
Hockenberry & Wilson, 2009) mengatakan bahwa pada usia sekitar 7
ntahun anak memasuki tahap operasional konkret seperti penalaran,
memecahkan masalah. Perkembangan kognitif remaja menurut Yusuf
(2010) sudah mampu menghubungkan ide, pemikiran atau konsep,
menganalisis dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Sikap
kritis dari remaja yang merasa tidak puas melihat permasalahan yang
ditemui sepanjang kehidupannya menumbuhkan sifat idealisme yang
tinggi dalam mencapai keinginan dan harapannya. Remaja sudah mulai
berpikir sistematis untuk memecahkan suatu masalah. Pernyataan ini
diperkuat oleh Lefrancois (1996, dalam Hitchcock, 1999) yang
menyatakan bahwa proses pikir remaja didasari oleh realita dan
kepandaian aktivitas mental dalam menyelesaikan masalah.

Perilaku positif yang menunjukkan perkembangan kognitif dan bahasa


yang normal adalah mampu membuat keputusan, mampu
menyelesaikan masalah, memahami pembicaraan orang lain, mampu
menyampaikan ide, pendapat, kritis terhadap situasi, tidak bingung
saat ditanya, menjawab saat ditanya, mampu menganalisis, mampu
berpikir abstrak, berfikir sistematis, logis dan idealistik, tidak takut

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

salah dalam berpendapat, tidak memaksakan pendapat ke orang lain


dan tidak bingung saat diajak berdiskusi (Yusuf, 2010).

Bahasa merupakan sarana komunikasi dengan orang lain. Menurut


Yusuf (2010) dalam berkomunikasi, pikiran dan perasaan dinyatakan
dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat atau gerak dengan menggunakan
kata, kalimat, lambang atau gambar. Pada remaja, kemampuan
berbahasa meningkat dan mempunyai istilah khusus dalam
komunikasinya (Yusuf, 2010). Dengan kemampuan aspek bahasa,
semua manusia dapat berkomunikasi sesama manusia maupun dengan
alam disekitarnya

c. Moral dan Spiritual


Remaja berada pada tahap ketiga perkembangan moral yaitu
postconvensional atau principle level, dimana remaja mempunyai
kesadaran dan keyakinan bahwa dirinya dan lingkungannya saling
memberikan pengaruh baik positif maupun negatif (Fortinash &
Holoday, 2004). Perkembangan moral pada remaja meliputi mengerti
nilai-nilai etika, agama, memperhatikan kebutuhan orang lain, bersikap
santun, menghormati orang tua dan guru, bersikap baik terhadap
teman, mulai taat pada aturan dan tata tertib (Yusuf, 2010).
Sebaliknya, remaja yang menunjukkan penyimpangan perilaku akibat
kurangnya stimulus moral dan spiritual adalah sikap menentang aturan,
nilai, tata tertib rumah atau sekolah, tidak mampu membedakan yang
baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.

Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mempertahankan


keyakinan dan menjalankan kewajiban agama yang dianut, kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan serta menjalin hubungan
penuh rasa percaya pada Tuhan (Carson, 1989, dalam Hamid, 2009).
Menurut Taylor dkk (1997, dalam Hamid, 2009) faktor penting yang
dapat mempengaruhi spiritualitas seseorang yaitu pertimbangan tahap

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

perkembangan, keluarga, latar belakang etnik dan budaya, pengalaman


sebelumnya serta asuhan keperawatan yang kurang tepat.

Perkembangan positif remaja pada aspek spiritual yaitu mulai rajin


beribadah serta menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi
laranganNya. Aspek spiritual tersebut tidak hanya terkait dengan
kegiatan keagamaan, bagaimana remaja menjalankan ibadah, namun
juga terkait dengan pola hidup, pandangan hidup seseorang, bagaimana
remaja menghormati orang tua amaupun orang yang lebih tua darinya.

Peran orang tua dalam mengembangkan aspek spiritual anak menurut


Yusuf (2010) yaitu memberikan contoh cara berperilaku yang sesuai
dengan kaidah agama, memperlakukan anak dengan baik dan
memberikan kasih sayang, membina dan memelihara hubungan yang
harmonis antara anggota keluarga, membimbing dan mengajarkan
ajaran agama yang dianut. Keterlibatan orang tua dan lingkungan
sekitar memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan
aspek spiritual remaja untuk dapat berkembangan secara optimal.

d. Psikososial dan Emosi


Perilaku remaja yang menunjukkan kematangan perkembangan emosi
dan psikososial antara lain tidak canggung di lingkungan yang baru,
perhatian pada orang lain, mampu mengontrol diri dan emosi lebih
stabil, tidak menuntut orang tua secara paksa untuk memenuhi
keinginannya, memiliki prestasi, menilai kelebihan dan kekurangan
diri, akrab dengan teman sebaya dan memiliki teman curhat,
ketergantungan dengan orang tua berkurang (mandiri), bertanggung
jawab dan mampu mengambil keputusan tanpa tergantung pada orang
tua, menemukan aspek positif dalam dirinya, punya tujuan dan cita-cita
masa depan.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

Perilaku menyimpang remaja akibat dari kurang matangnya


perkembangan emosi dan psikoseksual adalah menyendiri, tidak suka
bergaul dengan teman sebaya, merasa kesepian, tidak punya banyak
teman. Kurangnya minat remaja terhadap lingkungannya membuat
remaja mudah menyerah bahkan apatis.

Emosi setiap individu mencerminkan keadaan jiwa yang akan terlihat


secara nyata pada perubahan jasmaninya (Suseno, 2009). Menurut
Hartono (2009) emosi mengarah kepada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, kondisi biologis dan psikologis dan serangkaian
kecenderungan dalam bertindak. Dari pengertian diatas, emosi tidak
hanya diartikan dalam bentuk perasaan tetapi juga pada perilaku
sehari-hari. Banyak remaja yang melampiaskan emosi dengan cara
yang negatif seperti bertindak berlebihan di sekolah (bullying,
tawuran) hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri) serta
pelanggaran-pelanggaran status seperti kabur dari rumah dan
membolos (Sarwono, 2008).

Emosi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku


seseorang. Orang tua, lingkungan masyarakat dan perawat harus
mampu membantu meningkatkan perkembangan emosional remaja
sehingga mampu mengembangkan hubungan yang sehat dengan orang
lain dan belajar mengelola emosi dengan baik. Penelitian yang
dilakukan oleh Ramadhani (2008) menyatakan bahwa faktor IQ hanya
menyumbangkan 20% menentukan keberhasilan anak sedangkan
sisanya lebih dipengaruhi oleh kematangan anak dalam mengelola
emosi. Remaja yang memiliki kemampuan menguasai emosinya akan
menjadi lebih percaya diri, prestasi belajar baik dan mampu menjalin
hubungan baik dengan orang lain dan lingkungan. Oleh karena itu,
pengelolaan emosi yang baik dan stimulasi perkembangan emosi yang
optimal dibutuhkan sehingga remaja memiliki perilaku yang baik
dalam berinteraksi dengan orang tua maupun lingkungan sekitar.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2

e. Bakat dan Kreatifitas


Bakat merupakan kualitas yang tampak pada perilaku individu pada
suatu keahlian tertentu (Crow & Crow, 1993). Sedangkan kreativitas
adalah kebutuhan akan aktualisasi diri bagi manusia (Maslow, 1943
dalam Munandar, 2009). Remaja yang kreatif selalu mempunyai rasa
ingin tahu, berani menyatakan pendapat, senang mencari pengalaman
yang baru, serta senang mengerjakan sesuatu yang sulit. Keluarga
dapat mempengaruhi bakat dan kreatifitas remaja yaitu dengan
memberikan rasa aman pada anak, orang tua memberikan kepercayaan
dan menghargai kemampuan anaknya, orang tua memberikan otonomi
dan kebebasan anak, orang tua mendorong anak melakukan sesuatu
dengan sebaik-baiknya (Miller & Gerard, 1997).

2.2 Sistem interpersonal


Sistem interpersonal merupakan dua atau lebih individu yang saling berinteraksi.
Interaksi yang terjadi dapat dimengerti dengan melihat konsep tentang peran,
interaksi, komunikasi, transaksi, stress, dan koping. Sebagai sistem interpersonal,
King menyampaikan teorinya tentang hubungan perawat-klien yang dikenal
dengan Teori Pencapaian Tujuan. Mekanisme dalam proses keperawatan adalah
interaksi perawat yang sungguh-sungguh dengan klien yang dimulai dari
pertukaran informasi, menentukan tujuan, partisipasi dalam penentuan tujuan,
pelaksanaan perencanaan dan evaluasi (Meleis, 1997). Aplikasi Teori Pencapaian
Tujuan berdasarkan proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Bukit, Oundaeng, &
Kiatlaekakul, 2007).

King menggambarkan hal yang penting dalam praktik keperawatan dengan


melihat interaksi perawat - klien dalam hubungan yang profesional untuk
mencapai tujuan. Pengembangan teori King yaitu “ Teori Pencapaian Tujuan “
(Christensen & Kenney, 1995) yang dibangun dari beberapa karakteristik yang
saling berinteraksi. Teori ini juga berfokus pada pemberi dan penerima pelayanan
keperawatan yang berdasar pada pengembangan teori pencapaian tujuan yang

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

dimulai dari asumsi perawat dalam interaksi dengan klien yang keduanya
merupakan sistem terbuka yang akan selalu berinteraksi dengan lingkungan. Teori
pencapaian tujuan mengambil simbol interaksi yang menggambarkan individu
sebagai anggota masyarakat, yang akan bertindak untuk membangun persepsi dan
komunikasi melalui simbol-simbol (Meleis, 1997).

Perawat dan klien bertemu dalam beberapa situasi, saling mengetahui dan
menerima, saling memberikan pendapat, menunjukkan beberapa sikap mental, dan
saling memberikan persepsi satu sama lain. Aplikasi teori King goal attainment
pada asuhan keperawatan remaja khususnya dengan penerapan terapi kelompok
terapeutik dan terapi latihan asertif sesuai dengan tahapan proses keperawatan.
Sesuai dengan teori King, pengkajian terjadi selama interaksi perawat-klien
melalui komunikasi untuk mengumpulkan data dan informasi tentang status
kesehatan remaja. Pada fase perumusan diagnosa keperawatan, perawat dan
remaja serta keluarga berbagi informasi untuk mengidentifikasi masalah yang
dihadapi remaja. Masalah keperawatan adalah ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari atau ketidakmampuan berfungsi dalam
peran (Meleis, 1997).

Pada fase perencanaan, King menggambarkan konsep pengambilan keputusan


tentang tujuan yang ingin dicapai terkait dengan pencapaian identitas diri pada
remaja. Pada fase ini terjadi proses transaksi dan diharapkan remaja mampu
mengambil keputusan tentang perawatan yang dibutuhkan. Tujuan keperawatan
adalah menjaga kesehatan agar tetap dapat berfungsi dalam peran (Christensen &
Kenney, 1995). Tujuan yang telah disepakati antara perawat-klien menjadi
panduan bagi perawat untuk membantu remaja mencapai identitas diri.

Implementasi merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai


tujuan. Transaksi antara perawat-klien terjadi secara terus menerus, diharapkan
perawat mampu berperan secara profesional serta berkompeten secara keilmuan
maupun ketrampilan dalam menstimulasi remaja. Evaluasi menggambarkan
penilaian terhadap pencapaian tujuan apakah sudah sesuai dengan yang

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

direncanakan. King menggambarkan bahwa evaluasi tidak hanya sekedar menilai


pencapaian tujuan, namun juga mengukur efektifitas pelayanan keperawatan,
komunikasi, pengambilan keputusan, persepsi, interaksi, dan transaksi yang
terjadi.

Teori King berfokus pada interaksi perawat - klien dengan pendekatan sistem.
Kekuatan pada model ini adalah partisipasi klien dalam menentukan tujuan yang
akan dicapai, mengambil keputusan, dan interaksi dalam menerima tujuan dari
klien. Teori ini sangat penting pada kolaborasi antara tenaga kesehatan
professional yang juga dapat digunakan pada individu, keluarga, atau kelompok
dengan penekanan pada psikologi, sosialkultural, dan konsep interpersonal.

King menyampaikan beberapa konsep yang perlu diperhatikan selama proses


pemberian asuhan keperawatan, yaitu:
a. Persepsi, tujuan, kebutuhan, dan nilai-nilai perawat dan klien saling
mempengaruhi dalam proses interaksi
b. Klien mempunyai hak untuk mengetahui tentang dirinya dan berpartisipasi
dalam membuat keputusan terkait dengan hidupnya, kesehatannya, dan
pelayanan komunitas
c. Perawat mempunyai tanggungjawab untuk memberikan informasi yang
membantu klien membuat keputusan tentang pelayanan kesehatannya
d. Klien berhak untuk menerima ataupun menolak pelayanan keperawatan
e. Tujuan perawat dan tujuan klien mungkin tidak sama

Sistem sosial akan membatasi peran sosial, perilaku, dan pengembangan praktik
nilai-nilai sebagai mekanisme pengaturan dalam praktik (Meleis, 1997).
Lingkungan adalah sistem sosial dalam kemasyarakatan yang dinamis akan
mempengaruhi perilaku sosial, integrasi sosial, persepsi, dan kesehatan baik di
rumah sakit, klinik, community, sekolah dan kawasan industri (Christensen &
Kenney, 1995). Sistem sosial sangat mempengaruhi remaja dalam
perkembangannya. Keluarga, tetangga, teman dan lingkungan dimana remaja
tinggal sangat mempengaruhi perkembangan remaja. Perilaku yang ditampilkan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

remaja dapat merupakan akibat dari berinteraksi baik dengan keluarga, tetangga
maupun teman serta lingkungan dimana remaja tinggal.

Pada remaja, intervensi keperawatan diawali dengan tindakan generalis yaitu


menjelaskan terlebih dahulu ciri perkembangan remaja yang normal dan
menyimpang, kemudian menjelaskan cara untuk mencapai perkembangan
psikososial yang normal. Selanjutnya pada terapi spesialis terapi kelompok
terapeutik, perawat menciptakan suasana dimana remaja dapat saling berdiskusi
dan berbagi pengalaman tentang aspek perkembangan yang telah dialami. Pada
terapi spesialis latihan asertif remaja dilatih untuk meningkatkan perilaku asertif
sehingga memudahkan remaja dalam berinteraksi dengan keluarga maupun
lingkungannya.
2.2.1 Diagnosis Keperawatan
Penetapan diagnosa keperawatan pada remaja dilakukan berdasarkan
analisa data yang diperoleh selama fase pengkajian sehingga ketepatan
penegakan diagnosa keperawatan bergantung pada ketelitian dan
kedalaman pengkajian (Fortinash & Worret, 2004). Diagnosa keperawatan
potensial pembentukan identitas diri memiliki ciri perilaku remaja antara
lain mampu menilai dirinya secara objektif, merencanakan masa depannya,
dapat mengambil keputusan, menyukai dirinya, dapat berinteraksi dengan
lingkungannya, dapat mengemban tanggung jawab, mulai memperlihatkan
kemandirian dalam keluarga dan menyelesaikan masalah dengan meminta
bantuan orang lain yang menurutnya mampu (Modul IC CMHN,2011).
Sedangkan ciri penyimpangan perilaku pada remaja yaitu tidak menemukan
ciri khas (kelebihan dan kekurangan) dirinya, merasa bingung dan
bimbang, tidak mempunyai rencana untuk masa depan, tidak mampu
berinteraksi dengan lingkungannya, memiliki perilaku antisosial, tidak
menyukai dirinya, sulit mengambil keputusan, tidak mempunyai minat dan
tidak mandiri (Modul IC CMHN,2011).

Perilaku remaja yang dimunculkan harus dianalisa lebih lanjut, dilihat


apakah remaja berada pada perkembangan yang normal yaitu pembentukan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

identitas diri atau terjadi penyimpangan perkembangan yaitu bingung


peran. Tugas perkembangan remaja dilakukan dengan upaya meninggalkan
perilaku kekanak-kanakan dan berusaha mencapai kemampuan bersikap
dan berperilaku secara dewasa (Hurlock, 2008).

Tujuan utama dari seluruh perkembangan remaja adalah pembentukan


identitas diri (Erickson, dalam Gunarsa, 2010). Selama masa remaja,
identitas diri banyak ditandai dengan upaya mencari keseimbangan antara
kebutuhan otonomi dan kebutuhan interpersonal (Brooker & Repper, 2001).
Pembentukan identitas diri tidak berlangsung secara tiba-tiba, tapi dibentuk
sedikit demi sedikit seiring dengan pengalaman dan eksplorasi diri remaja
(Santrock, 2007). Kondisi yang sering menimbulkan konflik sosial tersebut
jika berhasil diatasi oleh remaja, akan membentuk ciri identitas diri yang
positif.

2.2.2 Sumber koping remaja


Sumber koping adalah strategi yang membantu dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Sumber koping didapat dari dalam diri dan dari luar
remaja. Sumber koping meliputi aset ekonomi, kemampuan dan
ketrampilan, teknik pertahanan diri, dukungan sosial, dan motivasi (Stuart
& Laraia, 2009). Sumber koping dapat bersifat internal maupun eksternal.
Sumber koping internal dihubungkan dengan kemampuan yang dimiliki
remaja dalam mengatasi masalah (Merry & Townsend, 2009). Sumber
koping yang berasal dari dalam diri remaja adalah kemampuan remaja dan
keyakinan positif terhadap pelayanan kesehatan, sedangkan sumber koping
yang berasal dari luar diri remaja adalah dukungan keluarga dan material
aset.

Status ekonomi yang adekuat merupakan sumber koping dalam


menghadapi situasi yang penuh dengan stres (Townsend, 2009). Material
asset dapat mendukung kegiatan-kegiatan remaja dalam mengembangkan
bakat, kemampuan dirinya. Butuh biaya pendidikan yang cukup besar

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

untuk remaja bersekolah. Keluarga dituntut untuk dapat memenuhi


kebutuhan remaja dengan cara bekerja, mencari penghasilan, memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Aset pribadi seperti rumah, tabungan, tanah/kebun
sebagai pegangan keluarga yang sewaktu-waktu kiranya dapat digunakan
untuk kepentingan remaja dalam upaya pencapaian identitas dirinya.
Dukungan kepada remaja bisa juga berasal dari pelayanan kesehatan yang
didapatkan remaja dalam bentuk asuransi kesehatan, pelayanan kesehatan
terdekat di lingkungannya seperti puskesmas, klinik pengobatan, praktek
dokter. Persepsi yang baik terhadap pelayanan kesehatan dan selalu
menggunakan pelayanan kesehatan jika remaja mengalami masalah pada
dirinya akibat perubahan-perubahan fisik remaja akan membantu remaja
membentuk identitas dirinya.

Kemampuan personal adalah kemampuan yang dimiliki remaja itu sendiri


untuk mencapai pembentukan identitas diri positif, salah satunya remaja
harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang apa yang terjadi pada
dirinya. Pengetahuan remaja tentang tugas perkembangan remaja
merupakan kunci dari kesadaran diri remaja akan perubahan – perubahan
diri yang menuntutnya untuk bisa menyesuaikan diri dan memenuhi
harapan lingkungan (Stuart & Laraia, 2009). Pada perkembangan ini,
remaja dituntut untuk dapat mencari sumber-sumber informasi yang dapat
membantunya menjadi lebih mengerti tentang perubahan pada dirinya,
sehingga dibutuhkan kesadaran diri tentang aspek-aspek positif yang
dimilikinya untuk mencapai identitas diri yang optimal.

Berbagai dukungan bisa didapatkan remaja dari lingkungannya seperti


keluarga (orang tua, saudara), sekolah (guru, teman) dan lingkungan sekitar
tempat remaja tinggal. Jika keluarga mengetahui tentang perubahan-
perubahan remaja, akan lebih mudah untuk memahami masalah-masalah
pada diri remaja. Pengetahuan yang perlu dipahami oleh keluarga adalah
bagaimana cara menstimulasi tumbuh kembang remaja, bagaimana cara
memotivasi remaja dan menumbuhkan rasa percaya diri dengan pujian

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

yang realistis (Gunarsa, 2010). Fase remaja adalah fase mencari tokoh idola
karenanya keluarga dituntut untuk menjadi model bagi remaja sehingga
dapat menjadi sumber informasi dan sumber inspiratif bagi remaja dengan
cara menciptakan rasa nyaman dan pertemanan dengan remaja.

2.2.3 Tindakan Keperawatan


Tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang ditujukan
untuk mengatasi masalah atau diagnosa keperawatan. Tindakan
keperawatan yang ditujukan pada sistem klien, baik secara individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat merupakan upaya yang menyeluruh
dalam menyelesaikan masalah klien ( Keliat & Akemat, 2005).

Untuk mencapai tugas perkembangan remaja, diperlukan beberapa


intervensi yang terbagi menjadi intervensi generalis dan intervensi
spesialis.
a. Intervensi Generalis
Intervensi generalis / umum dapat dilakukan oleh perawat dalam hal ini
perawat CMHN yang bertanggung jawab di Puskesmas Merdeka.
Tindakan yang dilakukan adalah menjelaskan terlebih dahulu ciri
perkembangan remaja yang normal dan menyimpang, kemudian
menjelaskan cara untuk mencapai perkembangan psikososial yang
normal, seperti menganjurkan remaja untuk bergaul dengan orang lain
yang membuat remaja nyaman mencurahkan perasaan dan
kekhawatirannya, memotivasi remaja untuk mengikuti organisasi yang
mempunyai kegiatan positif, membimbing remaja untuk melakukan
kegiatan di rumah dan bersama dengan remaja membuat dan
melaksanakan rencana yang telah dibuatnya (Modul IC CMHN,2011).

b. Intervensi Spesialis
Terapi spesialis yang diberikan kepada remaja dapat diberikan dalam
bentuk individu maupun kelompok. Kelompok merupakan kumpulan
individu yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya, saling

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

ketergantungan dan mempunyai norma (Stuart & Laraia, 2009).


Sedangkan menurut Varcarolis, Carson dan Shoemaker (2006)
kelompok adalah dua atau lebih orang yang mengembangkan hubungan
interaktif dan berbagi tujuan atau masalah.

Remaja dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh


lingkungannya termasuk termasuk kelompok teman sebaya. Oleh
karena itu dibutuhkan terapi spesialis tambahan disamping penyuluhan
kesehatan remaja dalam mencapai perkembangan pembentukan
identitas diri remaja.

1) Terapi Kelompok Terapeutik (TKT)


Kelompok merupakan lingkungan yang alamiah bagi remaja.
Kelompok dapat berperan penting dalam mempengaruhi hubungan
antar anggotanya. Merujuk pendapat Crokkett (1984, dalam
Jonhnson, 1995) interaksi kelompok dapat memberi kesempatan
perkembangan psikologis remaja seperti pembentukan hubungan
sosial, keterampilan sosial, meningkatkan interaksi sosial, dan
memahami diri dan orang lain. Upaya menangani masalah
perkembangan yang dihadapi remaja membutuhkan pendekatan
terapi kelompok. Oleh karena itu, terapi kelompok terapeutik tepat
dipilih.

Terapi kelompok terapeutik merupakan pilihan ideal dan penting


bagi kelompok umur remaja. Terapi kelompok terapeutik adalah
terapi yang fokus utamanya untuk mencegah gangguan dengan
mengajarkan cara yang efektif untuk mengatasi stress emosional
pada suatu situasi atau krisis perkembangan (Townsend, 2009).
Terapi Kelompok Terapeutik menjadikan remaja mampu belajar
antar satu sama lain sesuai perkembangan mereka (Wood, 2009),
dapat membantu remaja dalam memenuhi kebutuhannya secara

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

positif, bermakna bagi kelompok sebaya dan pembentukan


identitas diri (Stuart & Laraia, 2009).

Terapi kelompok terapeutik yang digunakan pada terapi kelompok


ini adalah kelompok konseling tidak langsung yaitu yang
dilakukan melalui aktivitas, seperti permainan, klub, ketrampilan,
pengajaran dan pelatihan, serta kelompok kerja, yang menekankan
tidak hanya dalam memecahkan masalah tetapi juga pengalaman
nyata. Kelompok ini untuk penyesuaian atau merubah gaya hidup
(Maclennan & Dies, 1992 dalam Wood, 2009). Terapi kelompok
dilakukan dengan sangat bersahabat, relaks, saling berbagi, terbuka
dan tanpa tekanan dari lingkungan. Hal tersebut akan membantu
remaja dan keluarganya menciptakan hubungan baru antara anak
dan orang tua yang lebih baik. Menciptakan terapi kelompok
dengan suasana yang menyenangkan, bersahabat, santai membuat
remaja tidak merasa tertekan sehingga suasana menjadi dinamis,
dan interaktif. Segala permasalahan dapat tersampaikan dengan
terbuka tanpa rasa takut dan malu kepada anggota yang lain.

Terapi kelompok terapeutik ini setiap sesinya mengacu pada aspek


perkembangan remaja menurut menurut Hockenberry et al, (2003)
serta dari Ali dan Asrori (2009), yang terbagi menjadi tujuh sesi
yaitu:
a) Sesi I : Pengkajian dan diskusi perkembangan remaja. Pada sesi
ini terapis mengkaji perkembangan masing-masing anggota
yang telah dicapai dan bagaimana upaya memenuhi tugas
perkembangannya yang meliputi 10 aspek perkembangan.
b) Sesi II : Stimulasi perkembangan fisik dan psikoseksual. Pada
sesi ini anggota kelompok berdiskusi tentang stimulasi
perkembangan fisik dan psikoseksual dan berbagi pengalaman
stimulasi perkembangan yang pernah diperoleh dari lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

c) Sesi III : Stimulasi perkembangan kognitif dan bahasa. Pada


sesi ini anggota berdiskusi tentang stimulasi perkembangan
kognitif dan bahasa serta berbagi pengalaman stimulasi
perkembangan yang pernah diperoleh dari lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Pada sesi ini remaja melakukan
permainan “Tebak idolaku” dan diminta berpendapat terhadap
tokoh tersebut, apa yang bisa dicontoh darinya. Selanjutnya
remaja diminta membuat komitmen terhadap perkembangan
kognitif dan bahasanya.
d) Sesi IV : Stimulasi perkembangan moral dan spiritual. Pada sesi
ini anggota berdiskusi tentang stimulasi perkembangan moral
dan spiritual dan berbagi pengalaman stimulasi perkembangan
yang pernah diperoleh dari lingkungan keluarga, sekolah,
maupun masyarakat. Pada sesi ini terapis melakukan permainan
yang diberi nama “The best values” yang berisi tentang berbagai
nilai-nilai pribadi dari yang paling penting – kurang penting.
e) Sesi V : Stimulasi perkembangan emosi dan psikososial. Pada
sesi ini anggota berdiskusi tentang stimulasi perkembangan
emosi dan psikososial, selanjutnya mereka berbagi pengalaman
stimulasi perkembangan yang pernah diperoleh dari lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Stimulasi dilakukan
dengan menggunakan permainan dengan nama “Siapa Aku”
dimana remaja diminta menuliskan perasaannya sesuai
pertanyaan yang telah disediakan.
f) Sesi VI : Stimulasi perkembangan bakat dan kreativitas. Pada
sesi ini remaja berdiskusi tentang stimulasi perkembangan bakat
dan kreativitas dengan berbagi pengalaman stimulasi
perkembangan yang pernah diperoleh dari lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Pada sesi ini dilakukan kegiatan
dengan nama “Unjuk Gigi” yaitu masing-masing anggota
diinstruksikan menampilkan bakat dan kreativitas yang
dimilikinya.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3

g) Sesi VII : Evaluasi manfaat dan stimulasi yang telah dilakukan.


Pada sesi ini remaja berbagi pengalaman tentang manfaat
kegiatan selama tujuh sesi, perubahan-perubahan apa yang telah
dirasakan dan kegiatan positif apa yang telah dilakukan di
rumah, sekolah, dan masyarakat. Selanjutnya remaja diberi
tindak lanjut untuk mengeksplorasi semua potensi yang dimiliki,
nilai-nilai, keyakinan dan membuat komitmen terhadap pilihan
yang positif dan disenangi.

2) Latihan Asertif
Perpaduan terapi kelompok terapeutik dengan Terapi latihan asertif
diberikan jika terdapat kondisi emosi remaja yang labil (Townsend &
Mary, 2009). Emosi yang labil pada remaja disebabkan oleh
kemampuan menghadapi dan menyelesaikan konflik sosial masih
kurang, untuk itu dibutuhkan terapi tambahan selain terapi kelompok
terapeutik dalam mengatasi masalah-masalah remaja.

Latihan bagi remaja bagaimana cara berkomunikasi secara asertif


menyampaikan harapan dan keinginan remaja dengan anggota
keluarga di rumah atau di dalam kelompoknya dapat menjawab
kebutuhan remaja akan kebutuhan koping yang adekuat (Safaria,
2009). Latihan tersebut harus dilakukan berulang-ulang dan
diterapkan ke remaja, sehingga memerlukan bimbingan dan arahan
secara intensif dari seorang terapis.

Bentuk latihan stimulasi aspek emosi remaja adalah dalam bentuk


Terapi latihan asertif (Townsend & Mary, 2009). Terapi ini melatih
kemampuan seseorang untuk mengungkapkan pendapat, perasaan,
sikap dan hak tanpa disertai adanya perasaan cemas (Hopkins, 2005).
Tujuan lain dari terapi ini adalah melatih dan memperbaiki
kepercayaan diri seseorang dalam berperilaku (Girdano & George,
1985). Terapi latihan asertif telah diuji pada penelitian yang

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

dilakukan oleh Novianti (2010) pada kelompok ibu dalam


berkomunikasi asertif pada anak usia sekolah dan terbukti dapat
melatih respon–respon asertif dalam berbagai situasi. Penelitian yang
dilakukan oleh Sert (2003) menyatakan bahwa terapi latihan asertif
secara signifikan dapat meningkatkan perilaku asertif anak usia
sekolah. Penelitian lain dilakukan oleh Agbakwuru dan Stella (2011)
juga menyatakan hal senada bahwa terapi latihan asertif memiliki efek
positif dalam meningkatkan ketahanan diri remaja dimana ketahanan
diri mempengaruhi koping seseorang. Perpaduan terapi kelompok
terapeutik dengan latihan asertif dapat menjawab kebutuhan remaja
untuk tampil lebih asertif kepada orang lain.

Terapi latihan asertif terdiri dari 5 sesi yang diambil dari Novianti
(2010) yaitu :
a) Sesi I : melatih remaja tentang komunikasi asertif, pasif dan agresif
b) Sesi II: melatih kemampuan remaja mengungkapkan pikiran dan
perasaan negatif
c) Sesi III: melatih remaja menyampaikan keinginan dan kebutuhan
d) Sesi IV : melatih remaja menyampaikan rasa kesal yang
dialaminya
e) Sesi V : melatih remaja untuk mengatakan “tidak” pada permintaan
yang kurang rasional

3) Psikoedukasi Keluarga
Terapi spesialis yaang dapat diberikan kepada keluarga adalah
psikoedukasi keluarga. Caregiver remaja dapat melaksanakan
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan remaja untuk mencapai
identitas diri yang optimal. Keluarga adalah sistem yang sangat dekat
dengan remaja dan tempat remaja belajar, mengembangkan nilai,
keyakinan, sikap dan perilaku (Keliat, 1995). Orang tua harus belajar
tentang peran mereka dalam perubahan dan permasalahan yang
dihadapi remaja.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

Keluarga merupakan salah satu sasaran dalam meningkatkan kesehatan


jiwa, karena keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang
memiliki peran dalam mengoptimalkan kesehatan anggota keluarganya
baik secara fisik maupun mental. Kesehatan fisik maupun mental
anggota keluarga dapat dipengaruhi oleh kesehatan yang ada dalam
anggota keluarganya.

Psikoedukasi keluarga merupakan program perawatan kesehatan jiwa


keluarga dengan cara pemberian informasi dan pemberian pendidikan
kesehatan melalui komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi
merupakan pendekatan yang bersifat edukasi dan pragmatik (Stuart &
Laraia, 2009). Psikoedukasi keluarga menurut Dochterman (2005)
adalah terapi yang diberikan untuk membantu anggota keluarga untuk
berubah menjadi lebih produktif dalam kehidupan sehari-hari.
Psikoedukasi keluarga adalah intervensi yang berfokus untuk
mengubah interaksi diantara anggota keluarga dan berupaya untuk
memperbaiki fungsi keluarga sebagai suatu unit yang terdiri dari klien-
klien (Kaplan, 2010). Sedangkan menurut Carson (2000), psikoedukasi
merupakan alat terapi keluarga yang makin popular sebagai suatu
strategi untuk menurunkan faktor-faktor resiko yang berhubungan
dengan perkembangan gejala-gejala perilaku.

Penelitian yang dilakukan oleh Ong dan Caron (2008) mengungkapkan


bahwa psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan pengetahuan
keluarga dalam merawat remaja yang mengalami gangguan mood.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa psikoedukasi
keluarga adalah suatu terapi yang melibatkan seluruh anggota keluarga
baik sehat maupun sakit sebagai salah satu dari sistem klien yang dapat
membantu anggota keluarga dalam meningkatkan pengetahuan tentang
pertumbuhan dan perkembangan melalui pemberian informasi dan
edukasi yang dapat mendukung pencegahan dan peningkatan
kesehatan bagi anggota keluarga itu sendiri.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

Alasan menggunakan psikoedukasi keluarga adalah karena keluarga


merupakan sistem yang paling berhubungan erat dengan klien yaitu
remaja. Sumber pendukung dan stresor yang paling dekat dengan
remaja selain dirinya sendiri adalah keluarga sehingga keluarga akan
mempengaruhi pola koping yang dikembangkan oleh remaja. Indikasi
dari terapi psikoedukasi keluarga menurut Carson (2000), situasi yang
tepat dari penerapan psikoedukasi keluarga adalah informasi dan
latihan tentang area khusus kehidupan keluarga, seperti latihan
keterampilan komunikasi atau latihan menjadi orang tua yang efektif,
informasi dan dukungan terhadap kelompok keluarga khusus stress dan
krisis, pencegahan dan peningkatan untuk anggota keluarga sebelum
terjadinya krisis.

Proses pelaksanaan psikoedukasi keluarga yaitu bertemu keluarga


berdasarkan pada kebutuhan, keluarga mendapat kesempatan untuk
bertanya, bertukar pandangan dan bersosialisasi dengan anggota
keluarga yang lain dan tenaga kesehatan. Keluarga diidentifikasi dan
seleksi keluarga yang membutuhkan psikoedukasi sesuai indikasi,
menjelaskan tujuan psikoedukasi keluarga, membuat kontrak waktu
untuk bertemu dengan keluarga yang tinggal serumah dengan klien
yaitu remaja. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai pada terapi
psikoedukasi dapat dilakukan dalam 4 sesi yaitu :

1. Sesi I : Mengenal masalah yang dialami keluarga dalam


menghadapi remaja. Melakukan pengkajian terhadap keluarga
dalam menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan remaja.
Terapis menanyakan tentang apa yang dirasakan keluarga dalam
menstimulasi remaja, masalah pribadi dari anggota keluarga
sendiri, masalah dalam menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan remaja, menanyakan perubahan yang terjadi dalam
keluarga dalam menstimulasi tumbang remaja, serta menanyakan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

keinginan dan harapan keluarga selama mengikuti psikoedukasi


keluarga.
2. Sesi II : Melakukan cara perawatan atau cara menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan remaja. Terapis mendiskusikan
tentang cara menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan remaja,
menjelaskan cara menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
remaja, memberikan kesempatan keluarga untuk bertanya, dan
memberikan reinforcement positif terhadap apa yang sudah
disampaikan keluarga.
3. Sesi III : Manajemen stres dan beban keluarga dalam menstimulasi
tumbuh kembang remaja. Terapis mengkaji cara keluarga
menstimulasi tumbuh kembang remaja, memberikan pujian
terhadap kemampuan keluarga, menjelaskan ansietas yang dialami
akibat ketidakmampuan dalam menstimulasi tumbuh kembang
remaja dan cara menurunkan ansietas, meminta keluarga
mengidentifikasi tanda gejala dan cara mengurangi ansietas dan
beban sesuai penjelasan terapis, mendemonstrasikan cara
mengurangi ansietas dan beban yang dialami keluarga yaitu
relaksasi nafas dalam.
4. Sesi IV : Melakukan pemberdayaan masyarakat untuk membantu
keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang remaja. Terapis
menanyakan hambatan yang dirasakan keluarga dalam
menstimulasi tumbang remaja, menanyakan tentang peran setiap
anggota keluarga dalam menstimulasi tumbang remaja,
menjelaskan tentang cara berbagi peran dalam keluarga selama
menstimulasi tumbang remaja, mendiskusikan cara mengatasi
hambatan dan mencari solusi yang terbaik untuk caregiver dan
anggota keluarga yang lain, memberikan pujian atas kemampuan
keluarga.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

2.3 Tugas perkembangan dan peningkatan aspek perkembangan remaja


Output merupakan hasil yang diharapkan atau pencapaian dari pelaksanaan
kegiatan atau proses. Output pada Karya Ilmiah Akhir ini dapat dilihat dari
tugas perkembangan yang dicapai remaja serta 10 aspek perkembangan pada
remaja.
2.3.1 Tugas perkembangan
Erickson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) menyatakan
bahwa tugas perkembangan remaja yaitu identitas diri versus bingung
peran. Tugas perkembangan remaja fokus pada pencarian identitas diri
agar remaja dapat menjadi individu dewasa dengan kesadaran diri yang
baik dan dapat berperan di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman,
2001). Tugas perkembangan remaja yang harus dicapai yaitu mampu
menilai dirinya secara objektif, merencanakan masa depannya, dapat
mengambil keputusan, menyukai dirinya, dapat berinteraksi dengan
lingkungannya, dapat mengemban tanggung jawab, mulai
memperlihatkan kemandirian dalam keluarga dan menyelesaikan
masalah dengan meminta bantuan orang lain yang menurutnya mampu
(Modul IC CMHN,2011).

2.3.2 Aspek Perkembangan


Stimulasi perkembangan remaja harus dilakukan dengan
mengoptimalkan 10 aspek perkembangan remaja yang meliputi aspek
fisik, psikoseksual, kognitif, bahasa, emosi, kepribadian, moral,
spiritual, bakat dan kreativitas. Setiap aspek perkembangan remaja
saling mempengaruhi satu sama lain sehingga membutuhkan stimulasi
yang optimal untuk pencapaian identitas diri remaja.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB 3
PELAYANAN KESEHATAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA REMAJA

Pada bab ini akan diuraikan tentang pelayanan asuhan keperawatan jiwa di
wilayah Kelurahan Ciwaringin, pelayanan keperawatan jiwa komunitas wilayah
Puskesmas merdeka dan karakteristik wilayah kelurahan Ciwaringin sebagai lahan
praktik. Penjelasan ditujukan untuk melihat penerapan asuhan keperawatan dalam
merawat klien, keluarga dan komunitas khususnya kelompok remaja sehat dengan
diagnosa potensial pembentukan identitas diri di Kelurahan Ciwaringin,
khususnya di RW 01 dan RW 09.

3.1 Pelayanan Kesehatan Remaja


Pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat di kota bogor melibatkan peran
berbagai pihak yaitu Dinas Kesehatan Kota Bogor, Puskesmas Merdeka yang
bekerjasama dengan instansi terkait seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial
Tenaga Kerja. Dinas Kesehatan Kota Bogor dalam melaksanakan tugasnya
membawahi beberapa kecamatan yaitu kecamatan Bogor Barat, Bogor Tengah,
Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Utara dan Tanah Sereal. Fakultas Ilmu
Keperawatan UI secara berkesinambungan melalui program pendidikan ners
spesialis keperawatan jiwa telah bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota
Bogor dalam mengembangkan program Community Mental Health Nursing
(CMHN) dan telah membentuk kelurahan siaga sehat jiwa sejak tahun 2006.

Pengembangan program CMHN kerjasama Fakultas Ilmu Keperawatan UI dengan


Dinas Kesehatan Kota Bogor telah dimulai sejak tahun 2006-2009 di wilayah
kerja puskesmas Sindang Barang, Bogor Timur tahun 2010-2011, Bogor Utara
tahun 2012, puskesmas Mekar Wangi tahun 2013-2014, dan puskesmas Merdeka
tahun 2014-2015. Sedangkan kelurahan yang telah dikelola adalah kelurahan
Sindang Barang , Balumbang Jaya dan Bubulak tahun 2006-2009, kelurahan
Katulampa dan Baranangsiang tahun 2010-2011, kelurahan Tanah Baru tahun
2012, kelurahan Suka Damai tahun 2013-2014 dan kelurahan Ciwaringin tahun
45 Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

2014-2015. Hasil pengembangan program CMHN di Kelurahan Ciwaringin


berhasil membentuk 12 RW siaga sehat jiwa yaitu RW 01 sampai dengan RW 12.
Masing-masing RW telah memiliki visi, misi dan filosofi tentang RW Siaga Sehat
Jiwa serta telah memiliki struktur organisasi RW Siaga Sehat Jiwa. Selain itu,
pengembangan program CMHN di Kelurahan Ciwaringin telah menghasilkan 86
kader kesehatan jiwa melalui pelatihan kader kesehatan jiwa yang dilakukan
dalam dua tahap pelatihan. Jumlah ini memang masih kurang jika dibandingkan
dengan proporsi jumlah kepala keluarga di wilayah Kelurahan Ciwaringin.

Pelaksanaan program CMHN di Kelurahan Ciwaringin dilakukan berdasarkan 4


pilar yaitu pendekatan manajemen, pemberdayaan masyarakat, kemitraan lintas
sektor dan lintas program serta manajemen kasus kesehatan jiwa. Pada pilar 4
yaitu manajemen kasus kesehatan jiwa perawat CMHN bertanggung jawab
memberikan asuhan keperawatan jiwa komunitas kepada kelompok keluarga sehat
jiwa, risiko (masalah psikososial) dan kelompok keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan gangguan jiwa. Perawat CMHN dibantu oleh kader kesehatan
jiwa (KKJ). Perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien yang masih
memerlukan perawatan total dan perawatan parsial. Kader kesehatan jiwa
bertanggung jawab untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan klien yang
mandiri.

Asuhan keperawatan pada kelompok sehat dilakukan pada semua tumbuh


kembang dimulai dari bayi, kanak-kanak, pra sekolah, anak sekolah, remaja,
dewasa, lanjut usia serta ibu hamil. Asuhan keperawatan pada remaja sudah
dilakukan di wilayah Kelurahan Ciwaringin yang diprakarsai oleh Dinas
Kesehatan Kota Bogor bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Kota Bogor dan
melibatkan peran serta Puskesmas Merdeka yaitu Usaha Kesehatan Jiwa Sekolah.
Kegiatan Usaha Kesehatan Jiwa Sekolah remaja tidak hanya diperuntukkan bagi
remaja yang berdomisili di Kelurahan Ciwaringin saja, namun ditujukan kepada
semua remaja yang bersekolah di SMP dan SMA di wilayah Kelurahan
Ciwaringin.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

Usaha kesehatan jiwa sekolah merupakan bagian dari usaha kesehatan yaitu
segala usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan jiwa remaja usia
sekolah dengan tujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan jiwa Remaja usia
sekolah sedini mungkin. Usaha kesehatan jiwa sekolah dilakukan oleh semua
orang yang berperan didalam proses 51bel ar mengajar termasuk masyarakat yang
berada di lingkungan sekolah. Tujuan Usaha Kesehatan Jiwa Sekolah remaja yaitu
menjelaskan perkembangan normal pada remaja, menjelaskan konsep diri pada
remaja, mengidentifikasi tanda-tanda cemas dan krisis percaya diri pada remaja,
dan melakukan strategi pemecahan masalah pada remaja dengan cara teknik
relaksasi.

3.2 Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Merdeka


Puskesmas Merdeka berada di bawah wilayah kecamatan Bogor Tengah dan
membawahi tiga kelurahan, yaitu kelurahan Ciwaringin, Kebon Kelapa dan
Panaragan. Program pelayanan yang dilakukan oleh Puskesmas Merdeka meliputi
pelayanan wajib, pelayanan pengembangan, dan pelayanan inovasi.

Hasil deteksi dini oleh 86 orang kader kesehatan jiwa yang telah dilatih,
teridentifikasi kasus gangguan jiwa sebanyak sebanyak 30 orang, yang berarti
prevalensi gangguan jiwa di Kelurahan Ciwaringin sebesar 16.35% atau lebih
besar dari prevalensi di Jawa Barat yaitu 0,16% (Riskesdas, 2013). Dari 30 orang
yang mengalami gangguan jiwa terdapat 4 orang (3.3%) remaja yang mengalami
gangguan jiwa. Puskesmas Merdeka menyediakan layanan kesehatan jiwa yaitu
poli khusus jiwa di Puskesmas Merdeka setiap hari Kamis dan hari Selasa di
puskesmas pembantu Cimanggu mulai pukul 08.00 WIB sampai 12.00 WIB.
Puskesmas Merdeka menjadi rujukan pertama jika didapatkan terjadi kekambuhan
pada pasien gangguan jiwa.

Manajemen kasus keperawatan kesehatan jiwa telah dilakukan oleh puskesmas


Merdeka yang meliputi kegiatan dalam gedung dan luar gedung. Kegiatan dalam
gedung meliputi pemeriksaan klien gangguan jiwa di poli khusus kesehatan jiwa.
Kegiatan di luar gedung yang telah dilakukan adalah kunjungan rumah oleh

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

perawat CMHN ke wilayah kerja puskesmas Merdeka termasuk Kelurahan


Ciwaringin. Kunjungan rumah dilakukan terutama kepada klien dengan gangguan
jiwa untuk memantau kemajuan serta kemandirian dan kontinuitas minum obat
klien, terutama pada klien gangguan jiwa yang masih remaja yang sangat
membutuhkan perhatian karena umur klien yang masih sangat muda. Klien
gangguan jiwa usia remaja diharapkan dapat tetap diarahkan dalam pembentukan
maupun pencarian identitasnya sehingga mampu mandiri di masyarakat.

Puskesmas Merdeka mempunyai Visi: Puskesmas yang memberdayakan


masyarakat dan dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan Misi
Puskesmas adalah:
a) Mewujudkan sistem administrasi masyarakat yang memadai dari mulai
pendaftaran sampai rujukan
b) Mengupayakan pelayanan yang bermutu
c) Menjalin kemitraan dengan semua potensi yang ada di wilayah kerja
d) Berupaya meningkatkan cakupan program di Puskesmas
e) Memberikan rasa nyaman dan kepuasan pada pelanggan

Berdasarkan salah satu misi Puskesmas Merdeka yaitu menjalin kemitraan dengan
semua potensi yang ada di wilayah kerja, Puskesmas merdeka melaksanakan misi
tersebut yaitu Puskesmas sudah melakukan kemitraan lintas sektoral dengan
Kelurahan Ciwaringin untuk membentuk Kelurahan Siaga Sehat Jiwa. Kerjasama
lintas sektoral lain yang telah dilakukan puskesmas Merdeka terkait dengan klien
gangguan jiwa yaitu kerjasama dengan Departemen Sosial dan Tenaga Kerja
untuk kegiatan rehabilitasi klien gangguan jiwa yang sudah mandiri berupa
pelatihan-pelatihan untuk memberikan keterampilan kepada klien seperti
pembuatan telur asin. Puskesmas juga telah melakukan kemitraan lintas program
dengan program Assertive Community Treatment (ACT) BLU RSMM Bogor
untuk penanganan pasien gangguan jiwa di Kelurahan Ciwaringin. Klien
gangguan jiwa yang masih remaja pun diikutsertakan dalam kegiatan rehabilitasi
setiap hari Selasa yang diadakan di Pustu Cimanggu.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4

Puskesmas Merdeka berpotensi untuk mendukung pengembangan pelayanan


CMHN. Puskesmas Merdeka telah memiliki program pelayanan pengembangan
kesehatan jiwa dan memiliki perawat CMHN dan dokter yang bertanggung jawab
terhadap program kesehatan jiwa. Puskesmas Merdeka melakukan koordinasi dan
kerjasama dalam pelaksanaan Usaha Kesehatan Jiwa Sekolah yaitu pihak
Puskesmas Merdeka memantau pelaksanaan Usaha Kesehatan Jiwa Sekolah
remaja. Selain itu, perawat CMHN memantau pertumbuhan dan perkembangan
remaja. Perawat CHHN berkoordinasi dengan kader kesehatan jiwa yang
bertanggung jawab pada tumbuh kembang remaja yang berada di RW untuk terus
memantau dengan melakukan kunjungan rumah. Puskesmas Merdeka menjadi
rujukan jika ditemukan ada penyimpangan tumbuh kembang remaja. Namun,
kegiatan seperti penyuluhan kesehatan tentang tumbuh kembang, bahaya NAPZA
bagi remaja dan lain-lain masih jarang dilakukan oleh Puskesmas Merdeka.

3.2 Pelayanan Kesehatan di Kelurahan Ciwaringin


Ciwaringin merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah kecamatan
Bogor Tengah. Kelurahan Ciwaringin mempunyai 12 RW dan terdiri 44 RT.
Jumlah Kepala Keluarga yaitu 2,037 KK dengan jumlah penduduk 7,269 jiwa.
Berdasarkan hasil deteksi kader kesehatan jiwa dan mahasiswa spesialis
didapatkan jumlah klien sehat di Kelurahan Ciwaringin berjumlah kurang lebih
3,528 jiwa. Jumlah klien sehat yang telah dirawat oleh mahasiswa yaitu 1,433
jiwa (40.62%). Dari sejumlah klien sehat di Kelurahan Ciwaringin jumlah remaja
359 jiwa dan yang telah dikelola mahasiswa di 12 RW sejumlah 162 jiwa
(45.13%).

Pengembangan Program CMHN di Kelurahan Ciwaringin yang terdiri dari 12 RW


dilakukan bersama dengan mahasiswa FIK UI Program Spesialis Keperawatan
Jiwa. Mahasiswa spesialis keperawatan jiwa telah melakukan tindakan
keperawatan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan tumbuh kembang setiap
usia klien sehat, termasuk remaja. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan
meliputi tindakan generalis dan tindakan spesialis. Tindakan yang dilakukan
adalah menjelaskan terlebih dahulu ciri perkembangan remaja yang normal dan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

menyimpang, kemudian menjelaskan cara untuk mencapai perkembangan


psikososial yang normal, seperti menganjurkan remaja untuk bergaul dengan
orang lain yang membuat remaja nyaman mencurahkan perasaan, perhatian dan
kekhawatirannya, memotivasi remaja untuk mengikuti organisasi yang
mempunyai kegiatan positif, membimbing remaja untuk melakukan kegiatan di
rumah sesuai dengan perannya dan bersama dengan remaja membuat rencana
kegiatan dan melaksanakan rencana yang telah dibuatnya. Tindakan keperawatan
spesialis yang dilakukan bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan remaja,
mulai dari Terapi Kelompok Terapeutik, Latihan Assertif, Latihan Bersosialisasi
sampai dengan Self Help Group.

Mahasiswa spesialis juga melakukan edukasi terhadap keluarga remaja tentang


tumbuh kembang remaja dan cara menstimulasinya. Pemberian edukasi dilakukan
melalui terapi Psikoedukasi Keluarga. Beberapa keluarga dengan anak remaja
merasa kesulitan, timbul stres dan merasa terbebani dalam menghadapi anak
remaja sehingga membutuhkan tindakan keperawatan yang tepat. Selain kepada
keluarga dan remaja, mahasiswa juga memberikan bekal informasi kepada Kader
Kesehatan Jiwa (KKJ) tentang tumbuh kembang remaja. Mahasiswa
mengikutsertakan KKJ dalam setiap kegiatan untuk menstimulasi tumbuh
kembang remaja maupun keluarga sehingga KKJ memahami tentang
perkembangan remaja. KKJ tetap melakukan pemantauan serta kunjungan rumah
untuk mengetahui apakah perilaku yang ditunjukkan remaja masih sesuai dengan
tumbuh kembangnya. Jika terjadi penyimpangan, maka KKJ melakukan rujukan
ke perawat CMHN dan Puskesmas untuk di tindaklanjuti. KKJ memiliki tanggung
jawab masing-masing terhadap setiap tahap tumbuh kembang, misalnya terdapat
KKJ yang bertanggung jawab terhadap klien bayi, kanak-kanak, remaja dan
seterusnya.

Berdasarkan uraian profil wilayah kelurahan di atas menujukkan bahwa kondisi


wilayah Kelurahan Ciwaringin tepat untuk dijadikan wilayah pengembangan
program pelayanan CMHN. Kondisi masyarakat secara umum berisiko
mengalami gangguan jiwa, hal ini sudah terbukti dengan penemuan kasus

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

gangguan jiwa dengan jumlah melebihi angka nasional untuk provinsi Jawa Barat
saat dilakukan deteksi dini. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan agar anggota
masyarakat yang sehat tetap sehat pada semua tumbuh kembang termasuk remaja
karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang harus dioptimalkan
tumbuh kembangnya.

Berikut ini akan diuraikan profil wilayah RW 01 dan 09 yang merupakan wilayah
praktik mahasiswa selama residensi I dan residensi III. Metode pengkajian
meliputi wawancara dan observasi praktek keperawatan jiwa komunitas.

3.2.1 Gambaran Umum RW 01 Kelurahan Ciwaringin


RW 01 terdiri dari 4 RT yaitu RT 1, RT 2, RT 3 dan RT 4. Jumlah KK
terbanyak di RT 3. RT 4 dengan jumlah KK terkecil karena merupakan
wilayah ruko-ruko. Jumlah KK RW 01 berjumlah 65 KK dengan jumlah
penduduk 209 jiwa. Kelompok usia terbanyak di sana adalah kelompok
usia dewasa (25-65 tahun) dengan jumlah 109 jiwa, terbanyak ke dua
adalah dewasa awal (18-25 tahun) berjumlah 26 jiwa, terbesar ke tiga
adalah anak usia sekolah (6-11 tahun) dengan jumlah 20 jiwa dan
terbanyak ke empat adalah remaja (12-18 tahun) dengan jumlah 15 jiwa.

Remaja merupakan kelompok usia terbanyak ke 4 di RW 01. Remaja di


RW 1 berdasarkan wawancara dengan 5 orang KKJ, terdapat 1 orang yang
tidak melanjutkan sekolah ke jenjang SMA dan hanya tamat SMP.
Kebanyakan remaja RW 01 yaitu 70,6 % bersekolah di sekolah swasta
sehingga banyak remaja yang sekolah dari pagi sampai dengan sore
dikarenakan terdapat pelajaran tambahan dan mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler. Hal tersebut menyebabkan remaja jarang terlibat dalam
kegiatan di masyarakat. Di RW 01 hanya terdapat kelompok Remaja Islam
Masjid (Risma) yang aktif melakukan kegiatan seperti pengajian. Di RW
01 tidak terdapat organisasi remaja lain seperti karang taruna. Letak
geografis RW 01 yang sangat dekat dengan pusat-pusat perbelanjaan dan
juga sangat dekat dengan akses ke luar kota seperti stasiun membuat

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

remaja lebih banyak mengisi waktu luangnya untuk jalan-jalan dengan


teman sebayanya atau membantu orangtua nya bekerja.

Mahasiswa melakukan penyuluhan dan stimulasi perkembangan identitas


diri pada remaja sebanyak 7 orang dari 15 remaja di RW 01 dibantu oleh
KKJ dalam penggerakan dan pendampingan. Hanya terdapat 7 orang
remaja yang bersedia mengikuti kegiatan yang dilakukan mahasiswa,
selain itu terdapat remaja yang berusia rata-rata 18 tahun yang sudah
menikah sehingga tidak memenuhi kriteria dan tidak dapat mengikuti
kegiatan terapi mahasiswa. KKJ RW 01 yang bertanggung jawab terhadap
klien remaja sehat bernama ibu Baedah. Mahasiswa juga melakukan
psikoedukasi kepada empat keluarga remaja. Mahasiswa hanya melakukan
psikoedukasi kepada 4 keluarga dikarenakan keluarga remaja yang lain
sulit ditemui karena harus bekerja dan sebagian besar keluarga bekerja
sampai malam.

3.2.2 Gambaran Umum RW 09 Kelurahan Ciwaringin


RW 09 terdiri dari 3 RT yaitu RT 1, RT 2 dan RT 3. Jumlah KK RW 09
berjumlah 89 KK dengan jumlah penduduk 296 jiwa. Kelompok usia
terbanyak di sana adalah kelompok usia dewasa (25-65 tahun) dengan
jumlah 172 jiwa, terbanyak ke dua adalah lansia (> 65 tahun) berjumlah
28 jiwa, terbesar ke tiga adalah anak usia sekolah (6-11 tahun) dengan
jumlah 27 jiwa dan terbanyak ke empat adalah remaja (12-18 tahun)
dengan jumlah 20 jiwa. Terdapat 5 orang KKJ di RW 09.

Remaja dipandang sebagai cikal bakal yang akan mengembangkan potensi


daerahnya, maka remaja menjadi sorotan utama upaya penulis dalam
mengembangkan perilaku sehat di wilayah ini. Karakteristik remaja
dengan kondisi wilayah yang secara geografis mudah dijangkau dengan
kendaraan umum membuat remaja tumbuh di lingkungan yang modern,
dengan berbagai mendapatkan berbagai alat komunikasi dan fasilitas
permainan online yang mudah dijangkau. Kesehari-harian remaja di sana

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

hanya bersekolah dan kebanyakan pulang sore atau malam karena banyak
pelajaran tambahan atau kegatan ekstrakurikuler yang diikuti.

Mahasiswa melakukan beberapa wawancara dengan 5 orang KKJ,


didapatkan informasi dari semua KKJ (100%) bahwa remaja di wilayah
RW 09 jarang memiliki kegiatan bersama seperti tergabung dalam
kelompok Remaja Masjid atau Karang Taruna. Remaja lebih banyak
menghabiskan waktu mereka dengan melakukan hobi mereka seperti
bermain futsal atau bermain play station. Berdasarkan wawancara dengan
beberapa warga juga banyak yang mengeluhkan anaknya yang menginjak
remaja karena sulit diatur, terkadang melawan dan tidak mau
mendengarkan nasehat orang tua. Bahkan ada remaja yang sering marah-
marah dengan merusak alat rumah tangga.

Mahasiswa melakukan upaya stimulasi tumbuh kembang kepada 9 orang


dari 20 remaja di RW 09, yang rata-rata berusia 12-14 tahun, 66,7%
diantaranya dengan kondisi ekonomi rendah dan selebihnya dengan di
ekonomi menengah. 9 orang remaja RW 01 yang bersedia mengikuti
kegiatan terapi yang dilakukan mahasiswa, remaja yang lain ada yang
menolak serta terdapat juga remaja yang sulit menyesuaikan waktu dengan
remaja lain karena lebih banyak pulang sekolah pada sore hari dikarenakan
kegiatan ekstrakurikuler maupun terdapat les tambahan yang diadakan
sekolahnya. Kegiatan stimulasi perkembangan identitas diri remaja,
dilakukan Penulis dengan melibatkan peran serta Kader Kesehatan Jiwa
RW 09 sebanyak 5 orang kader mulai dari perencanaan kegiatan
penyuluhan dan terapi spesialis, pengumpulan remaja untuk mengikuti
kegiatan penyuluhan kesehatan remaja dan pelaksanaan terapi spesialis
sampai dengan supervisi kegiatan remaja, dimana satu KKJ memantau 1-2
orang remaja yang ada di sekitar wilayahnya.

Kader kesehatan jiwa telah dilatih dan memiliki kemampuan untuk


melakukan deteksi dini, menggerakkan warga sehat dan risiko untuk

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

mengikuti penyuluhan pada kelompok sehat, resiko maupun gangguan,


kunjungan rumah klien gangguan jiwa yang telah mandiri, rujukan kasus
gangguan jiwa dan psikososial ke puskesmas dan rumah sakit, serta
melakukan dokumentasi. KKJ RW 09 yang bertanggung jawab terhadap
klien remaja sehat bernama ibu Aga. Keterlibatan peran serta KKJ di RW
09 ini merupakan pengaruh dari situasi lingkungan yang ada di sekitar
remaja sehingga dapat memberikan dukungan sosial kepada remaja dalam
berkomitmen terhadapa program terapi spesialis (TKT remaja) dan
menerapkan perilaku sehatnya di dalam kelompok masyarakat.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

BAB 4
PELAKSANAAN ASUHAN KEPERAWATAN

Penulis selama menjalankan praktek lapangan di wilayah Kelurahan Ciwaringin


Bogor Tengah bekerja sama dengan Kader Kesehatan Jiwa (KKJ) RW 01 dan RW
09 sebanyak 10 orang kurang lebih 3 bulan lamanya dari Februari – April 2015
guna mengembangkan program CMHN khususnya di RW 01 dan RW 09. Bab ini
menjelaskan tentang proses asuhan keperawatan potensial pencapaian identitas
diri remaja di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah.

Penulis akan menjelaskan mengenai hasil pelaksanaan asuhan keperawatan dan


manajemen pelayanan asuhan keperawatan pada remaja dengan pemberian terapi
kelompok terapeutik, latihan asertif dan psikoedukasi keluarga. Asuhan
keperawatan pencapaian identitas diri remaja menggunakan pendekatan Model
Stres Adaptasi Stuart dan Teori King. Model Stres Adaptasi Stuart digunakan
untuk pengkajian karena dapat menggambarkan terjadinya pencapaian identitas
diri remaja secara sistematis dan lebih spesifik. Sedangkan konsep-konsep pada
teori King yaitu manusia sebagai sistem personal, sistem interpersonal, dan sistem
sosial diterapkan pada keseluruhan proses asuhan keperawatan dalam konteks
pendekatan sistem yang saling berinteraksi.

4.1 Pengkajian
Asuhan keperawatan yang diberikan pada remaja dengan potensial pencapaian
identitas diri remaja dengan menggunakan pendekatan teori stres adaptasi Stuart
dan teori King. Penulis mengkaji perilaku sehat remaja di masa lalu, upaya
perilaku sehat yang dilakukan remaja saat ini, hubungannya dengan lingkungan
dan orang lain yang dapat mempengaruhi perilaku sehat. Setelah hasil didapat,
baru dapat ditentukan terapi spesialis apa yang efektif diberikan kepada remaja
dengan karakteristik dan permasalahan yang berbeda-beda.

Terapi spesialis yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan pencapaian


identitas diri remaja adalah Terapi Kelompok Terapeutik. Menurut penelitian

5 Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

yang dilakukan oleh Nurlis (2009), jika aspek fisik, kognitif, emosi, moral dan
sosial mengalami peningkatan, maka akan meningkat pula upaya remaja dalam
mencapai identitas dirinya. Namun, dari hasil pengkajian perlu dilihat lebih lanjut
apakah cukup satu terapi saja bagi remaja untuk mencapai identitas dirinya,
terlebih lagi masing-masing remaja memiliki karakteristik, latar belakang dan
masalah yang saat ini juga berbeda-beda. Berikut akan dipaparkan hasil
pengkajian yang ditemukan oleh penulis.
4.1.1 Karakteristik Remaja
Karakteristik remaja yang melatarbelakangi pencapaian identitas diri dilihat
berdasarkan usia, jenis kelamin, urutan kelahiran, jumlah saudara kandung
dan status ekonomi keluarga. Berikut akan dijelaskan secara umum dari 16
orang remaja yang mengikuti terapi spesialis.
Tabel 4.1
Karakteristik remaja yang mendapatkan terapi spesialis
di RW 01 dan 09 Kelurahan Ciwaringin
Periode Februari – April 2015 (n=16)

No Variabel Jumlah Prosentase (%)


1 Usia (Mean = 14.06, Mode = 13,
Median = 14, , Min =12, Max = 17)
 Remaja awal (12-13 thn) 7 43.75
 Remaja tengah (14-16 thn) 8 50.00
 Remaja akhir (17-20 thn) 1 6.25
2 Jenis Kelamin
 Laki-laki 9 56.25
 Perempuan 7 43.75
3 Urutan kelahiran
 Anak pertama 8 50.00
 Anak tengah 2 12.50
 Anak bungsu 6 37.50
4 Jumlah saudara kandung
(Mean = 3, Median = 2.5, Mode = 2,
Min=1, Max=5)
 1-3 orang 13 81.25
 4-5 orang 3 18.75
5 Status ekonomi keluarga
 Ekonomi rendah (≤ Rp. 750,000) 9 56.25
 Ekonomi menengah (> Rp.
750.000) 7 43.75

Usia remaja terbanyak adalah remaja tengah (14-16 tahun) atau sekitar
56.25%, didominasi oleh remaja laki-laki sebanyak 56.25%. Sebesar 50%

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

remaja adalah anak pertama dengan jumlah saudara kandung terbanyak


adalah 1-3 orang (81.25%). Rata-rata remaja berada pada keluarga dengan
status ekonomi rendah (56.25%).
Tabel 4.2
Karakteristik remaja yang mendapatkan TKT, AT, FPE
di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin
Periode Februari – April 2015 (n=16)

No Variabel TKT (n=4) TKT + AT TKT + AT +


(n=3) FPE (n=9)
1 Usia (Mean = 14.06, Mode =
13, Median = 14, , Min =12,
Max = 17)
 Remaja awal (12-13 thn) 0 (0%) 0 (0%) 7 (77.78%)
 Remaja tengah (14-16 3 (75%) 3 (100%) 2 (22.22%)
thn)
 Remaja akhir (17-20 thn) 1 (25%) 0 (0%) 0 (0%)
2 Jenis Kelamin
 Laki-laki 0 (0%) 1 (33.33%) 8 (88.89%)
 Perempuan 4 (100%) 2 (66.67%) 1 (11.11%)
3 Urutan kelahiran
 Anak pertama 2 (50%) 2 (66,67%) 4 (44.44%)
 Anak tengah 0 (0%) 0 (0%) 3 (33.33%)
 Anak bungsu 2 (50%) 1(33.33%) 2 (22.22%)
4 Jumlah saudara kandung
(Mean = 3, Median = 2.5,
Mode = 2, Min=1, Max=5)
 1-3 orang 2 (50%) 3 (100%) 8 (88.89%)
 4-5 orang 2 (50%) 0 (0%) 1 (11.11%)
5 Status ekonomi keluarga
 Ekonomi rendah 2 (50%) 1 (33.33%) 6 (66.67%)
(≤ Rp. 750,000)
 Ekonomi menengah 2 (50%) 2 (66.67%) 3 (33.33%)
(> Rp. 750,000)

Remaja yang diberikan terapi kelompok terapeutik sebanyak 4 orang remaja,


terdiri dari 3 orang (75%) di usia remaja tengah dan 1 orang (25%) remaja
akhir, ke empat remaja berjenis kelamin perempuan, 2 orang remaja (50%)
berada pada urutan kelahiran pertama dan 2 orang (50%) merupakan anak
bungsu dengan jumlah saudara kandung 50% pada jumlah saudara 1-3 dan
4-5 orang. Terdapat 2 orang remaja (50%) tinggal pada keluarga dengan
ekonomi rendah dan 50% pada ekonomi menengah.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

Remaja yang diberikan terapi kelompok terapeutik dan latihan asertif


sebanyak 3 orang, dengan karakteristik 100% di usia remaja tengah dan
66.67% berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 66.67% remaja adalah anak
pertama dengan 100% jumlah saudara terbanyak adalah 1-3 orang dan
66.67% tinggal pada keluarga dengan ekonomi menengah. Remaja yang
diberikan terapi kelompok terapeutik, latihan asertif dan psikoedukasi
keluarga sebanyak 9 orang, dengan karakteristik 77.78% berada pada remaja
awal, 88.89% berjenis kelamin laki-laki, 44.44% adalah anak tengah dengan
jumlah saudara terbanyak adalah 1-3 orang (88.89%) dan 66.67% tinggal
pada keluarga dengan ekonomi rendah.

4.1.2 Perilaku Remaja Sebelumnya (Faktor Predisposisi)


Perilaku remaja sebelumnya atau juga disebut faktor predisposisi meliputi
aspek biologis, psikologis dan sosial yang akan mempengaruhi cara pandang
remaja akan perilaku sehat di masa yang akan datang . Untuk mengetahui
faktor predisposisi atau pengalaman masa lalu remaja, dilakukan pengkajian
pada salah satu anggota keluarga dan juga dilakukan pengkajian pada remaja
itu sendiri. Secara terinci, akan dijelaskan pada tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3
Faktor predisposisi pada remaja
di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=16)

No Faktor Predisposisi Jumlah Prosentase (%)


1 Biologis
 Imunisasi lengkap 10 62.5
 Tidak pernah sakit fisik berat 12 75.0
 Tidak pernah merokok 16 100
Rata-rata 12.67 79.17

2 Psikologis
 Punya cita-cita sejak kecil 16 100
 Tidak alami kehilangan orang terdekat 14 87.50
 Tidak alami kekerasan rumah tangga 16 100
 Belum pernah putus sekolah 16 100
 Tidak enggan menceritakan 12 75.00
pengalamannya
Rata-rata 14.80 92.5

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5

3 Sosiokultural
 Mudah bergaul 15 93.75
 Punya hobi yg sama dengan teman 16 100
 Punya teman > 2 orang 16 100
 Mematuhi aturan dalam rumah / 16 100
sekolah 14 87.5
 Mau menerima tugas & tanggung 15 93.75
jawab
 Tidak ada labeling negative di
lingkungan keluarga / masyarakat
Rata-rata 15.33 95.83

Diketahui diantara ketiga faktor tersebut, aspek sosiokultural yang paling


banyak telah tercapai perilaku sehatnya 95.83% diikuti oleh aspek psikologis
92.50% dan aspek biologis 79.17%. Pada aspek sosiokultural, rata-rata
hampir 100% remaja mengalaminya seperti mudah bergaul, mempunyai
hobi yang sama dengan teman, memiliki teman lebih dari 2 orang, mematuhi
aturan dalam rumah/sekolah dan lain-lain. Remaja cenderung mengikuti
kebiasan yang dilakukan oleh teman sebayanya, termasuk hobi seperti hobi
dalam bidang olahraga. Pada faktor predisposisi ini, sebelumnya remaja
masih mau mematuhi aturan dirumah seperti mematuhi nasihat orang tua,
pulang tepat waktu, membantu orang tua masih dilakukan, namun
sebaliknya pada perilaku saat ini atau presipitasi remaja justru menunjukkan
perilaku sebaliknya yaitu jarang yang mematuhi aturan dirumah maupun
disekolah.

Aspek biologis merupakan bagaimana upaya pencapaian kesehatan remaja


di masa lalu. Terdapat 62.5%% remaja telah diimunisasi lengkap, ternyata
masih ada remaja yang imunisasinya belum lengkap sehingga terdapat 25%
yang pernah mengalami sakit fisik diantaranya terdapat satu orang yang
pernah mengalami flek paru, tidak pernah merokok atau terlibat narkoba
100% dimana pada perilaku sebelumnya atau predisposisi banyak remaja
yang belum merokok, serta 75% remaja yang tidak pernah mengalami sakit
fisik berat. Pada faktor psikologis 100% remaja telah memiliki cita-cita
sedari kecil, 75% tidak takut dalam menceritakan pengalamannya, 100%
tidak pernah alami kekerasan dalam rumah tangga dan 12.5% pernah

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

mengalami kehilangan orang terdekat yaitu yaitu kehilangan salah satu


orang tuanya dan kehilangan adiknya.

4.1.3 Faktor Presipitasi


Remaja dalam perkembangannya sangat dipengaruhi lingkungan sosial
seperti keluarga, dan teman sekolah. Lingkungan senantiasa memberikan
stimulus-stimulus yang dapat mempengaruhi perkembangan remaja baik
secara biologis, psikologis maupun sosiokulturalnya. Apabila lingkungan
sosialnya memberi kebebasan dan kesempatan luas pada remaja untuk
tumbuh dan berkembang serta memberikan pengawasan dan stimulasi yang
baik, maka lingkungan telah membantu remaja dalam membentuk dan
mencari identitas diri. Berikut akan dijelaskan pada tabel 4.4
Tabel 4.4
Faktor presipitasi pada remaja
Di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=16)
No Faktor Presipitasi Jumlah Prosentase (%)
1 Biologis
1. Memiliki tubuh ideal 10 62.50
2. Sehat fisik 16 100
3. Tidak merokok 9 56.25
4. Menyenangi kegiatan olah raga 14 87.50
5. Melakukan perawatan tubuh 10 62.50
Rata-rata 13 81.25
2 Psikologis
6. Menerima arahan akan rencana ke 12 75.00
depan
7. Menerima perubahan fisiknya 10 62.50
8. Diberikan kepercayaan menerima 14 87.50
tugas dan tanggung jawab
9. Diberi kesempatan menyukai tokoh 16 100
idola
10. Diberi kesempatan berpendapat 11 68.75
11. Dilibatkan dalam mengambil 11 68.75
keputusan
Rata-rata 14,66 77,19
3 Sosiokultural
12. Diberi kesempatan berteman 16 100
13. Diberikan kesempatan menjalankan 16 100
hobi yg sama dengan teman
14. Bebas menentukan pilihan tanpa 11 68.75
campur tangan orang tua.
Rata-rata 14.33 89.58

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

Lingkungan yang paling banyak berkontribusi terhadap pencapaian identitas


diri remaja adalah faktor sosiokultural yaitu 89.58% remaja telah diberi
kesempatan menjalankan hobi yang sama dengan temannya, tidak ada
larangan dari keluarga bagi remaja untuk berteman, diberi kesempatan untuk
berteman dengan siapapun, namun hanya 68.75 yang remaja yang diberikan
kebebasan untuk menentukan pilihan tanpa campur tangan dari orang tua,
misalnya dalam hal memilih teman, memilih sekolah yang diinginkan
maupun memilih ekstrakurikuler yang akan diikuti.

Pada faktor biologis, perilaku remaja saat ini yang dapat mengarah pada
pembentukan identitas diri adalah sebanyak 62.50% remaja memiliki
proporsi tubuh yang ideal antara BB dengan TB, 56.25% remaja tidak
merokok/narkoba dan remaja senang akan kegiatan olah raga sebesar
87.50% serta 62.50% remaja memperhatikan perawatan tubuh.

Sedangkan faktor psikologis yang dapat mengarah pada pembentukan


identitas diri adalah 100% remaja menerima perubahan-perubahan fisik
dirinya, 87.5% remaja telah diberikan kepercayaan menerima tugas dan
tanggung jawab dari keluarga ataupun sekolah dan 100% diberi kesempatan
menyukai tokoh idolanya baik berasar dari dalam keluarganya sendiri
misalnya orang tua maupun yang berasal dari luar keluarga seperti guru
maupun artis atau pemusik yang disukai. Namun hanya 68.75% remaja
diberi kesempatan berpendapat dan dilibatkan dalam mengambil keputusan
seperti mengambil keputusan tentang sekolah yang diinginkan sedangkan
selebihnya yaitu 31.25% remaja tidak diberi kesempatan berpendapat dan
mengambil keputusan sendiri.

4.1.4 Perilaku Remaja (Aspek Perkembangan Remaja)


Serangkaian perjalanan panjang remaja dalam menerima stimulus di masa
remaja akan dimunculkan dalam bentuk perilaku, baik itu adaptif maupun
maladaptif (Stuart & Laraia, 2009). Perilaku yang dimunculkan tersebut
merupakan mekanisme koping remaja untuk mempertahankan dirinya

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

terhadap stimulus-stimulus yang diterimanya. Berikut akan dijelaskan


bagaimana perilaku remaja dilihat dari 10 aspek perkembangan.
Tabel 4.6
Karakteristik perilaku remaja
Di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=16)

No Variabel identitas diri Jumlah Prosentase (%)


1 Aspek fisik & psikoseksual
 Muncul tanda-tanda pubertas 16 100
 Penambahan berat badan 16 100
 Penambahan tinggi badan 16 100
 Timbul ketertarikan pada lawan jenis 15 93.75
 Fantasi/khayalan seksual meningkat 12 75.00
 Perhatian terhadap penampilan diri meningkat 14 87.50
Rata-rata 14.83 92.71
2 Aspek kognitif & Bahasa
 Berpikir sebab dan akibat 8 50.00
 Mampu membuat keputusan 4 25.00
 Mampu menggabungkan ide, pikiran dan konsep 3 18.75
 Mampu menganalisis 4 25.00
 Mampu memahami orang lain 6 37.50
 Mampu berpikir sistimatis 5 31.25
 Mampu berpikir logis 7 43.75
 Mampu berpikir idealistik 6 37.50
 Mampu menyelesaikan masalah 5 31.25
 Optimis menjalankan peran 11 68.75
 Perubahan persepsi diri tentang peran
11 68.75
 Puas terhadap peran
10 62.50
 Pengetahuan yang baik tentang perannya 8 50.00
 Kemampuan berbahasa meningkat 11 68.75
 Menggunakan istilah-istilah khusus (bahasa gaul) 11 68.75
Rata-rata 7.33 45.83
3 Aspek Moral & Spiritual
 Mengerti nilai-nilai etika, norma agama 13 81.25
 Memperhatikan kebutuhan orang lain 12 75.00
 Bersikap santun, menghormati orang tua dan guru 9 56.25
 Bersikap baik terhadap teman 14 87.50
 Mulai taat pada aturan dan tata tertib di masyarakat 14 87.50
 Mulai rajin beribadah sesuai agama yang dianut 15 93.75
15 93.75
 Mau menjalankan dan menjauhi larangan-Nya
Rata-rata 13.14 82.14
4 Aspek Emosi dan Psikososial
 Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk 5 31.25
memenuhi keinginannya
 Mampu mengontrol diri 6 37.50
 Emosi lebih stabil 6 37.50

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

 Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan 7 43.75


 Perhatian terhadap orang lain 8 50.00
 Memiliki prestasi 10 62.50
Rata-rata 7 43.75
5 Aspek Bakat dan Kreatifitas
 Memiliki bakat khusus yang terus berkembang 12 62.50
 Mengikuti kegiatan tambahan (seperti olah raga, 13 75.00
seni, pengajian, bela diri)
 Kritis terhadap orang lain 11 93.75
 Selalu ingin tahu 15 100
 Berani menyatakan pendapat dan keyakinan 9 81.25
 Senang mencari pengalaman baru 11 100
 Senang mengerjakan sesuatu yang sulit 10 87.5
Rata-rata 11.57 72.32

Kemampuan remaja sebelum diberikan terapi paling maksimal adalah Aspek


fisik dan psikoseksual yang sudah mencapai 92.70% yang perlu ditingkatkan
adalah pengetahuan tentang seksual dan kemampuan memperhatikan
penampilan diri, diikuti oleh kemampuan moral dan spiritual remaja sebesar
82.14%. Kemampuan emosi dan psikososial sebelum terapi paling rendah
yaitu sebesar 43.75%. Sedangkan dua kemampuan lain yaitu kognitif dan
bahasa juga masih kurang yaitu 45.83%, inilah alasan mengapa perlu
dilakukan penambahan terapi latihan asertif dan meningkatkan kemampuan
keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang remaja dengan psikoedukasi
remaja.

4.1.5 Sumber Koping Remaja


Sumber-sumber pendukung remaja terdapat di sekitar remaja terdiri dari
kemampuan diri remaja, keluarga, teman, guru, keuangan keluarga,
pelayanan kesehatan yang ada di sekitar lingkungan remaja. Berikut akan
dijelaskan pada tabel 4.7

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

Tabel 4.7
Sumber koping pada remaja
Di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=16)
No Sumber Koping Jumlah Prosentase
1 Kemampuan Personal
 Tahu tentang perkembangan remaja 8 50.00
 Tahu cara stimulasi tumbuh kembang 5 31.25
 Tahu sumber informasi 6 37.50
 Dapat identifikasi masalah sendiri 8 50.00
 Menemukan cara tepat untuk menyelesaikan 7 43.75
masalah
 Mengetahui kemampuan diri 12 75.00
Rata-rata 7.6 47.91
2 Dukungan Sosial
 Keluarga tahu tumbuh kembang remaja 7 43.75
 Keluarga tahu cara stimulasi tumbang remaja 7 43.75
 Keluarga memotivasi remaja ikut kegiatan 14 87.50
 Keluarga memberi pujian yang realistis 14 87.50
 Keluarga menjadi role model yang baik 13 81.25
 Keluarga dapat menjadi sumber informasi 13 81.25
 Keluarga & lingkungan memberi rasa nyaman 16 100
Rata-rata 14.86 92.86
3 Asset Material
 Asuransi kes : Jamkesmas / Jamkesda / BPJS 16 100
 Dapat biaya pendidikan dari pemerintah 7 43.75
 Penghasilan keluarga mencukupi kebutuhan 7 43.75
 Keluarga memiliki tabungan 7 43.75
 Keluarga memiliki aset pribadi 7 43.75
(rumah/tanah/kebun)
 Pelayanan kesehatan dekat dengan rumah 16 100
(Puskesmas, klinik pengobatan, bidan, dokter)
Rata-rata 10 62.50
4 Keyakinan Positif
 Percaya dengan pelayanan kesehatan 16 100
 Persepsi yang baik terhadap tenaga kesehatan 16 100
 Selalu menggunakan pelayanan kesehatan 16 100
 Keyakinan agama yang berhubungan dengan 16
kesehatan
 Keyakinan budaya klien & keluarga yang 16 100
berhubungan dengan kesehatan
100
Rata-rata 16 100

Sumber – sumber pendukung yang dapat digunakan remaja dalam


membentuk dan mencari identitas dirinya yang telah mencapai nilai
maksimum 100% adalah kepercayaan yang positif terhadap pelayanan
kesehatan. Remaja dan keluarga percaya kepada kinerja tim kesehatan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

dalam hal ini adalah perawat spesialis jiwa dibandingkan pengobatan


tradisional. Pendukung terbesar kedua adalah dukungan sosial sebesar
92.86%, material asset 62.50% dan 100% keluarga telah memiliki jaminan
kesehatan. Keluarga yang mengetahui cara menstimulasi tumbuh kembang
remaja sebesar 43.75% yang masih membutuhkan pelatihan dari perawat
spesialis dengan terapi psikoedukasi keluarga.

Sumber koping yang masih kurang berasal dari kemampuan remaja sendiri
yang baru mencapai 47.91%. Terdapat 75.00% remaja telah mengetahui
kemampuan dirinya. Sumber koping yang masih berada dibawah 50%
adalah kesadaran diri remaja akan cara-cara stimulasi tumbuh kembangnya
yaitu hanya 31.25%, mencari sumber informasi 37.50%, hanya 43.75%
remaja mampu mencari solusi yang baik dari masalah yang dihadapi,
mengetahui masalah yang sedang dialami dan mengetahui tentang
perkembangan remaja 50.00%.

4.1.6 Kemampuan perkembangan identitas diri remaja


Tugas utama remaja adalah menghadapi identitas diri versus bingung peran.
Tugas perkembangan remaja harus dicapai dalam pembentukan dan
pencarian identitas diri sehingga remaja menjadi optimal dalam tumbuh
kembangnya. Berikut akan dijelaskan tugas perkembangan remaja yang
harus dicapai pada tabel 4.8

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

Tabel 4.8
Kemampuan perkembangan identitas diri remaja
Di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=16)

No Kemampuan identitas diri remaja Jumlah Prosentase


(%)
1 Mampu menilai dirinya secara objektif 11 68.75
2 Merencanakan masa depannya 9 56.25
10 62.50
3 Dapat mengambil keputusan
10 62.50
4 Menyukai dirinya
5 Dapat berinteraksi dengan lingkungannya 14 87.50
6 Bertanggung jawab 11 68.75
7 Mulai memperlihatkan kemandirian dalam
14 87.50
keluarga
12 75.00
8 Menyelesaikan masalah dengan meminta bantuan
orang lain yang menurutnya mampu
Rata-rata 11.37 71.09

Berdasarkan tabel 4.8, 87.50% remaja dapat berinteraksi dengan


lingkungannya dan mulai memperlihatkan kemandirian dalam keluarga.
Kemampuan remaja dalam menyelesaikan masalah belum mencapai 100%.
Hasil yang paling rendah yaitu 56.25% remaja yang merencanakan masa
depannya, 62.5% remaja yang menyukai perubahan pada dirinya serta hanya
68.75% remaja mampu menilai dirinya secara obyektif. Hal ini dapat
mempengaruhi remaja dalam pencarian identitasnya karena remaja belum
menyadari perubahan yang terjadi pada dirinya serta peran apa yang berubah
ketika remaja.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang ditegakkan dari 16 orang remaja yang ada di RW 01
dan RW 09 adalah diagnosa keperawatan sehat yaitu potensial pembentukan
identitas diri remaja.

4.3 Rencana Tindakan


Berdasarkan hasil pengkajian dan pre test yang dilakukan terhadap remaja di RW
01 dan RW 09 didapatkan data bahwa dari 16 orang remaja terdapat 12 orang
remaja dengan masalah emosi, tidak mampu menyampaikan secara asertif

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

masalah dan pendapat mereka ke anggota keluarga di rumah, sehingga membuat


remaja memiliki kemampuan emosi, bahasa dan kognitif yang lebih rendah
dibandingkan kemampuan fisik, sosial dan moral. Kepada 12 orang remaja
tersebut, dapat diberikan perpaduan terapi kelompok terapeutik dengan terapi
latihan asertif (AT). Pada 12 keluarga remaja tersebut seharusnya dilakukan terapi
psikoedukasi keluarga (FPE), namun hanya 9 keluarga yang dapat dilakukan
psikoedukasi keluarga.

4.3.1 Terapi Kelompok Terapeutik


Terapi kelompok terapeutik (TKT) dilakukan untuk menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan remaja yang dilakukan secara
berkelompok. Kelompok remaja yang akan dilakukan TKT terdapat dua
kelompok yaitu remaja di RW 01 yang berjumlah 7 orang remaja dan di RW
09 berjumlah 9 orang. Dari 16 orang remaja yang dilakukan TKT hanya 4
orang remaja yang dilakukan terapi kelompok terapeutik saja. Remaja yang
lain ada yang mendapatkan TKT dan latihan asertif serta psikoedukasi
keluarga. Ke empat remaja ini hanya mendapat TKT saja karena mereka
mampu mengontrol emosi dengan cukup baik. Rencana tindakan dan daftar
kelompok tergambar pada tabel 4.9 dan 4.10 dibawah ini :

Tabel 4.9
Daftar Kelompok TKT
di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n = 16)

No Kelompok Jumlah RW PJ Kader


(%)
1 I 43.75% (7 orang) 01 Ny. Baedah
2 II 56.25% (9 orang) 09 Ny. Upi

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

Tabel 4.10
Daftar Kelompok TKT
di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n = 16)

No Kelompok Terapi Kelompok Terapeutik Waktu


I Sesi I : Pengetahuan perkembangan
remaja 2 Maret 2015
II
1
Sesi II :
Stimulasi perkembangan biologis & 3 Maret 2015
psikoseksual
I
Sesi III : 5 Maret 2015
2 Stimulasi perkembangan kognitif
II
dan bahasa. 6 Maret 2015
I
Sesi IV : 12 Maret 2015
3 Stimulasi perkembangan moral dan
II
spiritual 13 Maret 2015
I
Sesi V : 16 Maret 2015
4 Stimulasi perkembangan emosi dan
II
psikososial. 17 Maret 2015
I
19 Maret 2015
Sesi VI : Stimulasi perkembangan
5
II bakat dan kreativitas
20 Maret 2015
I
23 Maret 2015
Sesi VII : Evaluasi manfaat dan
6
II stimulasi yang telah dilakukan
24 Maret 2015

4.3.2 Terapi Kelompok Terapeutik dan Latihan Asertif


Pemberian kombinasi terapi spesialis Terapi Kelompok Terapeutik dengan
latihan asertif, diberikan pada remaja yang tidak mampu mengungkapkan
secara asertif keinginannya maupun pendapatnya kepada orang lain.
Terdapat tiga orang remaja yang dilakukan Terapi Kelompok Terapeutik dan
Latihan Asertif. Anggota keluarga terkadang menyuruh remaja melakukan
pekerjaan yang sebenarnya mereka tidak mau, tapi mereka tidak dapat
mengungkapkan dengan baik keinginan mereka. Respon perilaku yang

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6

ditunjukkan remaja ini adalah ada yang pasif dan menolak dengan berkata
kasar.

Terapi kelompok terapeutik diberikan secara kelompok dan terapi latihan


asertif diberikan secara individu. Pelaksanaan terapi latihan asertif dilakukan
setelah TKT diberikan. Rencana tindakan tergambar pada tabel 4.9 berikut
ini
Tabel 4.11
Rencana Pelaksanaan TKT + latihan asertif di RW 07 Kelurahan Ciwaringin B
Periode Februari – April 2015 (n = 3)

Remaj TKT AT
No Waktu
a (kelompok) (individu)
An. Ra Sesi I : Pengetahuan Sesi I dan II 3 Maret
perkembangan remaja -Pemahaman asertif, pasif, 2015
An. Ri Sesi II : agresif 2 Maret
1 2015
Stimulasi perkembangan -Melatih mengungkapkan
An. A biologis/fisik & pikiran dan perasaan 2 Maret
psikoseksual negative 2015
An. Ra Sesi III : 6 Maret
Stimulasi perkembangan 2015
An. Ri kognitif dan bahasa. 5 Maret
2 Evaluasi sesi I dan II 2015
An. A 5 Maret
2015
An. Ra Sesi IV : Sesi III dan IV 13 Maret
Stimulasi perkembangan - Melatih 2015
An. Ri moral dan spiritual menyampaikan keinginan 12 Maret
3 & kebutuhan 2015
An. A - melatih 12 Maret
menyampaikan rasa 2015
kesalnya
An. Ra Sesi V : 17 Maret
Stimulasi perkembangan Evaluasi sesi III dan IV 2015
An. Ri emosi dan psikososial. 16 Maret
4 2015
An. A 16 Maret
2015
An. Ra Sesi VI : Stimulasi Sesi V : 20 Maret
perkembangan bakat Melatih mengatakan “tidak” 2015
An. Ri dan kreativitas untuk permintaan yang 19 Maret
5 2015
kurang rasional
An. A 19Maret
2015

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

6 An. Ra Sesi VII : Evaluasi 24 Maret


manfaat dan stimulasi Evaluasi sesi V 2015
An. Ri yang telah dilakukan 23 Maret
2015
An. A 23 Maret
2015

4.3.3 Terapi Kelompok Terapeutik, Latihan Asertif dan Psikoedukasi


keluarga
Terapi spesialis psikoedukasi keluarga dapat diberikan kepada keluarga.
Caregiver remaja dapat melaksanakan stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan remaja sehingga mencapai identitas diri yang optimal.
Tabel 4.12
Rencana Pelaksanaan TKT+ AT+FPE
di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n = 9)
No TKT dan AT FPE
Remaja Sesi Waktu Sesi Waktu
An. G, An. Sesi I : Identifikasi
Alv 3 Maret 2015 4 Maret 2015
Sesi I & II masalah keluarga
An. Ag, TKT TKT : 3 Maret dalam menstimulasi
An. W, Sesi I 2015 remaja dan masalah
5 Maret 2015
1 An. De AT : 4 Maret pribadi caregiver
2015
An.H, An
2 Maret 2015
Ad, An. 9 Maret 2015
Av, An Ar
An. G, An. Sesi II : Melakukan 10 Maret
6 Maret 2015
Alv Sesi III TKT cara perawatan atau 2015
An. Ag, Evaluasi AT TKT : 6 Maret cara menstimulasi
An. W, sesi I & II 2015 pertumbuhan dan 10 Maret
2 An. De AT : 7 Maret perkembangan 2015
2015 remaja
An.H, An
11 Maret
Ad, An. 5 Maret 2015
2015
Av, An Ar
An. G, An. Sesi IV TKT Evaluasi sesi I dan II 17 Maret
Alv 13 Maret 2015 2015
Sesi III AT
An. Ag, TKT : 13 Maret
17 Maret
An. W, AT : 11 Maret
3 An. De 2015
2015
An.H, An
18 Maret
Ad, An.
12 Maret 2015 2015
Av, An Ar

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

An. G, An. Sesi III : Manajemen 24 Maret


17 Maret 2015
Alv Sesi V TKT stres dan beban 2015
An. Ag, Evaluasi AT TKT : 17 Maret keluarga dalam
An. W, sesi III 2015 menstimulasi tumbuh 24 Maret
4 An. De AT : 18 Maret kembang remaja 2015
2015
An.H, An
25 Maret
Ad, An. 16 Maret 2015
2015
Av, An Ar
An. G, An. Sesi VI TKT Evaluasi sesi III 30 Maret
20 Maret 2015
Alv Sesi IV AT 2015
An. Ag, TKT : 20 Maret
An. W, 2015 30 Maret
5 An. De AT : 24 Maret 2015
2015
An.H, An
31 Maret
Ad, An. 19Maret 2015
2015
Av, An Ar
An. G, An. Sesi IV : Melakukan 02 April
24 Maret 2015
Alv Sesi VII TKT pemberdayaan 2015
6 An. Ag, Evaluasi AT TKT : 24 Maret masyarakat
An. W, sesi I V 2015 03 April
An. De AT ; 27 Maret 2015
2015
An.H, An
06 April
Ad, An. 23 Maret 2015
2015
Av, An Ar

4.4 Pelaksanaan Terapi Spesialis Keperawatan


Setelah remaja dan keluarga memahami secara kognitif kebutuhan remaja untuk
dapat mencapai identitas diri yang positif, keluarga dan remaja berkomitmen
untuk menerima dan menjalankan beberapa program terapi yang dilakukan dalam
kelompok. Dibentuklah 3 kelompok utama yaitu kelompok I beranggotakan 7
orang remaja di RW 01, kelompok II beranggotakan 9 remaja di RW 09. Dari 16
orang remaja yang mengikuti TKT, terdapat 12 orang yang mengikuti terapi
tambahan latihan asertif dan 9 orang dari 12 remaja tersebut keluarganya
mendapatkan terapi FPE seperi tampak pada tabel berikut ini:

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

Tabel 4.13
Kombinasi Terapi Spesialis Pembentukan Identitas Diri
Pada Remaja di RW 01 dan RW 09 Kel.Ciwaringin Bogor Tengah (n=16)

No Terapi Spesialis Jumlah klien Persentase (%)


1 Terapi kelompok terapeutik 4 25
2 Terapi kelompok
terapeutik 3 18.75
+ Latihan Asertif
3 Terapi kelompok 9 56.25
terapeutik
+ Latihan Asertif + FPE
Jumlah 16 100 %

Sebelum pelaksanaan TKT, tahap pelaksanaan diawali dengan kegiatan pre test
untuk mengumpulkan data perkembangan remaja, identitas diri, karakteristik
demografi, pola asuh keluarga dan hubungan sosial remaja. Pelaksanaan pre test
didampingi oleh Kader Kesehatan Jiwa. Kelompok I didampingi oleh 1 orang
kader, kelompok II didampingi 2 orang kader. Pelaksanaan terapi secara
keseluruhan dilaksanakan selama kurang lebih lima minggu. Kegiatan TKT
dilakukan sesuai jadwal yang telah disepakati bersama dengan kelompok remaja
dan seluruhnya dilaksanakan pada siang atau sore hari. TKT dilakukan sebanyak 6
pertemuan yang dilakukan 2 kali setiap minggunya. Lama kegiatan rata-rata
berlangsung 60 menit/pertemuan. Remaja pada umumnya berpartisipasi dengan
baik dalam kegiatan ini, karena dukungan orang tua dan kader kesehatan yang
berpartisipasi dalam penggerakan TKT. Kegiatan post-test dilakukan setelah
pertemuan terakhir dari terapi kelompok terapeutik, untuk mengukur kembali
perkembangan dan identitas diri remaja pada kelompok I dan II dengan dibantu
kader kesehatan jiwa.

Proses pelaksanaan terapi kelompok terapeutik remaja mengacu pada modul TKT
remaja berdasarkan hasil Workshop Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu
Keperawatan UI (2014) yang telah melewati beberapa kali penelitian. Panduan
pelaksanaan TKT remaja terdiri dari tujuh sesi pertemuan. Pelaksanaan terapi
kelompok terapeutik dilakukan sendiri oleh penulis pada 2 kelompok. Selama
proses pelaksanaan terapi sebagian besar remaja mampu mengikuti kegiatan.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

Terapi tambahan latihan asertif (AT) pada 12 remaja yang diberikan secara
individu setiap kali remaja selesai mengikuti 1 pertemuan TKT. Namun, dalam
pelaksanaannya terdapat remaja yang dilakukan terapi latihan asertif tidak sesuai
jadwal karena terkadang remaja harus mengikuti kegiatan tambahan diluar
kegiatan akademiksekolahnya. Kegiatan diberikan sekitar 15 – 20 menit. Dari 12
remaja yang diberikan latihan asertif, terdapat 9 keluarga remaja yang diberikan
terapi psikoedukasi keluarga (FPE). Psikoedukasi keluarga dilakukan secara
individu pada keluarga remaja yang tinggal serumah. Pelibatan keluarga sebagai
sistem pendukung remaja sangat dibutuhkan oleh remaja untuk pembentukan dan
pencapaian identitas diri yang optimal.

Kegiatan FPE dilakukan kurang lebih selama 30-45 menit setiap pertemuan.
Hanya 9 keluarga yang diberikan FPE dikarenakan pada keluarga remaja yang
lain tidak berada dirumah terutama pada pagi sampai sore hari dikarenakan
bekerja. Pelaksanaan tindakan keperawatan pada keluarga dengan remaja dapat
diselesaikan dalam rata-rata 4-5 hari. Hal ini dikarenakan keluarga tinggal
serumah yang memudahkan dalam melatih psikomotor untuk stimulasi pada anak
dan waktunya dapat disesuaikan dengan kegiatan keluarga. Tindakan keperawatan
meliputi memberikan edukasi tentang ciri perkembangan normal dan menyimpang
pada remaja, mendiskusikan cara menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
remaja dan membantu manajemen stres dan beban keluarga dalam melakukan
stimulasi perkembangan remaja serta membantu keluarga melalui pemberdayaan
masyarakat.

4.5 Evaluasi Pelaksanaan


Evaluasi diperlukan untuk mengetahui keberhasilan suatu tindakan. Evaluasi yang
dilakukan yaitu evaluasi proses yang dilakukan ketika proses tindakan
berlangsung dan evaluasi hasil yaitu setelah tindakan selesai dilakukan. Evaluasi
dilakukan kepada semua remaja yang mendapatkan terapi spesialis. Evaluasi
difokuskan pada perkembangan identitas diri remaja dan kemampuan remaja dan
keluarga dalam mencapai tugas perkembangan remaja. Evaluasi juga dilakukan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

dengan membandingkan kemampuan remaja sebelum dan sesudah diberikan


tindakan keperawatan.

4.5.1 Peningkatan aspek perkembangan remaja setelah pemberian terapi


spesialis
Outcome yang diharapkan setelah remaja mengikuti serangkaian program terapi
spesialis sesuai kebutuhannya adalah perilaku sehat dilihat dari berbagai aspek
perkembangan remaja. Berikut akan dijelaskan perbedaan kemampuan remaja
dilihat dari aspek perkembangan remaja sebelum dan setelah pemberian terapi
seperti terlihat pada tabel 4.14.
Tabel 4.14
Perbedaan kemampuan remaja sebelum dan setelah
Diberikan terapi spesialis di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin
Tahun 2015 (n=16)

Terapi Spesialis
Variabel Identitas Diri TKT TKT + AT TKT + AT + Rata-
(n=4) (n=3) FPE rata
(n=9)
Fisik & Sebelum 95.83 94.44 88.89 93.05
Psikoseksual Sesudah 95.83 100 100 98.61
Selisih - 5.56 7.41 6.49
Kognitif & Sebelum 55.00 40.00 43.70 46.23
Bahasa Sesudah 88.33 88.89 96.29 91.17
Selisih 33.33 48.89 52.59 44.94
Moral & Sebelum 89.28 85.71 71.42 82.14
Spiritual Sesudah 100 95.23 96.82 97.35
Selisih 10.71 9.52 25.39 15.21
Emosi & Sebelum 51.17 38.89 37.04 43.37
Psikososial Sesudah 100 88.89 88.89 92.59
Selisih 45.83 50.00 51.85 49.23
Bakat & Sebelum 75.00 76.19 66.66 72.62
Kreatifitas Sesudah 85.71 90.48 95.24 90.48
Selisih 10.71 11.29 28.58 16.86
Total rata-rata Sebelum 73.26 67.05 67.48 69.26
kemampuan Sesudah 93.97 94.47 95.45 94.63
Selisih 20.71 27.47 28.00 25.39

Berdasarkan tabel 4.14 dapat dilihat bahwa dari beberapa aspek perkembangan,
yang masih kurang sebelum pemberian terapi adalah aspek kognitif dan bahasa
dengan rata-rata 46.23% dan aspek emosi dan psikososial dengan rata-rata

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

43.37%. Setelah diberikan kombinasi terapi, dapat dilihat bahwa pencapaian


kemampuan terbanyak adalah pada aspek kognitif dan bahasa sebesar 44.94%,
diikuti oleh aspek emosi naik sebesar 43.37%, terutama setelah pemberian TKT,
latihan asertif serta FPE, aspek kognitif & bahasa meningkat sebesar 25.39%
sedangkan aspek emosi & psikososial juga lebih besar pada remaja yang
mendapatkan 3 terapi yaitu sebesar 51.85%.

Berdasarkan terapi spesialis yang telah diberikan terlihat bahwa kemampuan


remaja meningkat lebih besar setelah pemberian TKT, latihan asertif serta FPE
sebesar 28 %, pada remaja yang mendapat TKT dan AT rata-rata kemampuan
meningkat sebesar 27.47%, sedangkan remaja yang mendapat TKT saja
meningkat 20.71%. Berdasarkan paket terapi yang diberikan terlihat jelas bahwa
peningkatan pada aspek kognitif, bahasa, emosi dan psikososial lebih tinggi pada
remaja yang mendapatkan 3 terapi yaitu TKT, AT dan FPE dibandingkan remaja
yang hanya mendapat TKT saja dan remaja yang mendapat TKT dan AT.
4.5.1.1 Terapi Kelompok Terapeutik (TKT)
Terapi kelompok terapeutik merupakan pilihan ideal dan penting bagi
kelompok umur remaja. Terapi kelompok terapeutik adalah terapi yang
fokus utamanya untuk mencegah gangguan dengan mengajarkan cara
yang efektif untuk mengatasi stress emosional pada suatu situasi atau
krisis perkembangan (Townsend, 2009). Terapi Kelompok Terapeutik
menjadikan remaja mampu belajar antar satu sama lain sesuai
perkembangan mereka (Wood, 2009).

Tabel 4.15
Efektifitas TKT Terhadap Pencapaian Identitas Diri
Remaja di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=4)

Sebelum Sesudah
No Aspek Perkembangan Remaja
Jmh % Jmh %
1 Aspek fisik & psikoseksual
 Muncul tanda-tanda pubertas 4 100 4 100
 Penambahan berat badan 4 100 4 100
 Penambahan tinggi badan 4 100 4 100
 Timbul ketertarikan pada lawan jenis 4 100 4 100

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

 Fantasi/khayalan seksual meningkat 3 75.00 3 75.00


 Perhatian terhadap penampilan diri 4 100 4 100
meningkat
Rata-rata 3.8 95.83 3.83 95.83
2 Aspek kognitif & Bahasa
 Berpikir sebab dan akibat 1 25 4 100
 Mampu membuat keputusan 1 25 4 100
 Mampu menggabungkan ide, pikiran dan 1 25 3 75.00
konsep 1 25 3 75.00
 Mampu menganalisis 2 50 3 75.00
 Mampu memahami orang lain 1 25 3 75.00
 Mampu berpikir sistimatis 3 75.00
 Mampu berpikir logis 2 50 3 75.00
 Mampu berpikir idealistik 2 50 4 100
 Mampu menyelesaikan masalah 2 50 4 100
 Optimis menjalankan peran 3 75 4 100
 Perubahan persepsi diri tentang peran 3 75 4 100
3 75
 Puas terhadap peran
3 3 75.00
 Pengetahuan yang baik tentang perannya 4 75 4 100
 Kemampuan berbahasa meningkat 4 100 4 100
 Menggunakan istilah-istilah khusus (bahasa 100
gaul)
Rata-rata 2.2 55 3.5 83.33
3 Aspek Moral & Spiritual
 Mengerti nilai-nilai etika, norma agama 3 75.00 4 100
 Memperhatikan kebutuhan orang lain 3 75.00 4 100
 Bersikap santun, menghormati orang tua dan 75.00 4 100

guru 3 100 4 100


 Bersikap baik terhadap teman 4 100 4 100
 Mulai taat pada aturan dan tata tertib di 4 100 4 100
masyarakat 4 100 4 100
 Mulai rajin beribadah sesuai agama yang 4

dianut
 Mau menjalankan dan menjauhi larangan-Nya
Rata-rata 3.57 89.28 4 100
4 Aspek Emosi dan Psikososial
 Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk 1 25.00 4 100
memenuhi keinginannya
 Mampu mengontrol diri 2 50.00 4 100
 Emosi lebih stabil 2 50.00 4 100
 Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan 2 50.00 4 100
 Perhatian terhadap orang lain 3 75.00 4 100
 Memiliki prestasi 3 75.00 4 100
Rata-rata 2.17 54.17 4 100
5 Aspek Bakat dan Kreatifitas
 Memiliki bakat khusus yang terus 4 100 4 100
berkembang 4 100 4 100
 Mengikuti kegiatan tambahan (seperti olah
raga, seni, pengajian, bela diri) 2 50.00 3 75.00
 Kritis terhadap orang lain 4 100 4 100

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

 Selalu ingin tahu 2 50.00 4 100


 Berani menyatakan pendapat dan keyakinan 3 75.00 3 75.00
 Senang mencari pengalaman baru 2 50.00 2 50.00
 Senang mengerjakan sesuatu yang sulit
Rata-rata 3 75 3.4 85.71

4.5.1.2 Terapi Kelompok Terapeutik (TKT) dan Latihan Asertif (AT)


Perpaduan TKT dan AT diberikan jika terdapat kondisi emosi remaja yang
labil (Mary & Townsend, 2009). Emosi yang labil pada remaja dapat
disebabkan karena kemampuan menghadapi dan menyelesaikan konflik
sosial masih kurang, oleh karena itu dibutuhkan terapi tambahan selain
terapi kelompok terapeutik dalam mengatasi masalah-masalah remaja.
Tabel 4.16
Efektifitas TKT dan AT Terhadap Pencapaian Identitas Diri Remaja
di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=3)
Sebelum Sesudah
No Aspek Perkembangan Remaja
Jmh % Jmh %
1 Aspek fisik & psikoseksual
 Muncul tanda-tanda pubertas 3 100 3 100
 Penambahan berat badan 3 100 3 100
 Penambahan tinggi badan 3 100 3 100
 Timbul ketertarikan pada lawan jenis 3 100 3 100
 Fantasi/khayalan seksual meningkat 2 66.67 3 100
 Perhatian terhadap penampilan diri 3 100 3 100
meningkat
Rata-rata 2.83 94.44 3.00 100
2 Aspek kognitif & Bahasa
 Berpikir sebab dan akibat 2 66.67 3 100
 Mampu membuat keputusan 0 0 3 100
 Mampu menggabungkan ide, pikiran dan 0 0 3 100
konsep 1 33.33 2 66.67
 Mampu menganalisis 1 33.33 3 100
 Mampu memahami orang lain 0 0 2 66.67
 Mampu berpikir sistimatis 3 100
1
 Mampu berpikir logis 33.33 2 66.67
1
 Mampu berpikir idealistik 1 33.33 3 100
 Mampu menyelesaikan masalah 2 33.33 2 66.67
 Optimis menjalankan peran 1 66.67 3 100
 Perubahan persepsi diri tentang peran 33.33 3 100
1 33.33 2 66.67
 Puas terhadap peran 2 66.67 3 100
 Pengetahuan yang baik tentang perannya 3 100 3 100
 Kemampuan berbahasa meningkat 2 66.67
 Menggunakan bahasa gaul
Rata-rata 1.2 40 2.67 88.89

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

3 Aspek Moral & Spiritual


 Mengerti nilai-nilai etika, norma agama 2 66.67 3 100
 Memperhatikan kebutuhan orang lain 2 66.67 3 100
 Bersikap santun, menghormati orang tua dan 66.67 3 100
guru 2 100 2 66.67
 Bersikap baik terhadap teman 3 100 3 100
 Mulai taat pada aturan dan tata tertib di 3 100 3 100
masyarakat 3 100 3 100
3
 Mulai rajin beribadah sesuai agama yang
dianut
 Mau menjalankan dan menjauhi larangan-Nya
Rata-rata 2.57 85.71 2.85 95.23
4 Aspek Emosi dan Psikososial
 Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk 0 0 3 100
memenuhi keinginannya
 Mampu mengontrol diri 1 33.33 2 66.67
 Emosi lebih stabil 1 33.33 3 100
 Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan 2 66.67 3 100
 Perhatian terhadap orang lain 1 33.33 2 66.67
 Memiliki prestasi 2 66.67 3 100
Rata-rata 1.17 38.89 2.67 88.89

5 Aspek Bakat dan Kreatifitas


 Memiliki bakat khusus yang terus 1 33.33 2 66.67
berkembang 3 100 3 100
 Mengikuti kegiatan tambahan (seperti
olah raga, seni, pengajian, bela diri) 2 66.67 2 66.67
 Kritis terhadap orang lain 3 100 3 100
 Selalu ingin tahu 2 66.67 3 100
 Berani menyatakan pendapat dan keyakinan 3 100 3 100
 Senang mencari pengalaman baru 2 66.67 3 100
 Senang mengerjakan sesuatu yang sulit
Rata-rata 2.28 76.19 2.7 90.48

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7

Tabel 4.17
Kemampuan Remaja Sebelum dan Sesudah
AT di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor
Tengah Periode Februari – April 2015 (n=3)

Kemampuan keluarga dalam Sebelum Sesudah


No FPE Jumlah % Jumlah %
latihan

1. Sesi I : melatih remaja tentang


0 0 3 100
komunikasi asertif, pasif dan agresif

Sesi II: melatih kemampuan remaja


2. mengungkapkan pikiran dan perasaan 0 0 3 100
negatif

Sesi III: melatih remaja menyampaikan 0 3 100


0
3. keinginan dan kebutuhan

Sesi IV : melatih remaja


4. menyampaikan rasa kesal yang 0 3 100
0
dialaminya

5. Sesi V : melatih remaja untuk 0 0 3 100


mengatakan “tidak” pada permintaan
yang kurang rasional

Rata-rata 0 0 3 100

4.5.1.3 Terapi Kelompok Terapeutik (TKT), Latihan Asertif (AT) dan


Psikoedukasi Keluarga (FPE)
Peran keluarga dalam menstimulasi tumbuh kembang remaja sangat
dibutuhkan sehingga apa yang dilakukan keluarga tepat dan dapat
menunjang pembentukan identitas diri remaja. Terapi spesialis yaang
dapat diberikan kepada keluarga adalah psikoedukasi keluarga. Menurut
Carson (2000), situasi yang tepat dari penerapan psikoedukasi keluarga
adalah informasi dan latihan tentang area khusus kehidupan keluarga,
seperti latihan keterampilan komunikasi atau latihan menjadi orang tua
yang efektif, informasi dan dukungan terhadap kelompok keluarga

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

khusus stress dan krisis, pencegahan dan peningkatan untuk anggota


keluarga sebelum terjadinya krisis.

Tabel 4.18
Efektifitas TKT, AT, dan FPE Terhadap Pencapaian Identitas Diri Remaja
di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=9)

Sebelum Sesudah
No Aspek Perkembangan Remaja
Jmh % Jmh %
1 Aspek fisik & psikoseksual
 Muncul tanda-tanda pubertas 9 100 9 100
 Penambahan berat badan 9 100 9 100
 Penambahan tinggi badan 9 100 9 100
 Timbul ketertarikan pada lawan jenis 8 88.89 9 100
 Fantasi/khayalan seksual meningkat 5 55.56 9 100
8 88.89 9 100
 Perhatian terhadap penampilan diri
meningkat
Rata-rata 8 88.89 9 100
2 Aspek kognitif & Bahasa
 Berpikir sebab dan akibat 5 55.56 9 100
 Mampu membuat keputusan 3 33.33 8 88.89
 Mampu menggabungkan ide, pikiran dan 2 22.22 9 100
konsep 2 22.22 9 100
 Mampu menganalisis 3 33.33 8 88.89
 Mampu memahami orang lain 4 44.44 8 88.89
 Mampu berpikir sistimatis 9 100
4
 Mampu berpikir logis 44.44 7 77.78
3
 Mampu berpikir idealistik 2 33.33 9 100
 Mampu menyelesaikan masalah 6 22.22 9 100
 Optimis menjalankan peran 7 66.67 9 100
 Perubahan persepsi diri tentang peran 77.78 9 100
6 66.67
 Puas terhadap peran 3 33.33 9 100
 Pengetahuan yang baik tentang perannya 4 44.44 9 100
 Kemampuan berbahasa meningkat 5 55.55 9 100
 Menggunakan istilah-istilah khusus (bahasa
gaul)
Rata-rata 3.9 43.70 8.67 96.29
3 Aspek Moral & Spiritual
 Mengerti nilai-nilai etika, norma agama 7 77.78 9 100
 Memperhatikan kebutuhan orang lain 6 66.67 9 100
 Bersikap santun, menghormati orang tua dan 44.44 9 100
guru 4 66.67 9 100
 Bersikap baik terhadap teman 6 88.89 9 100
 Mulai taat pada aturan dan tata tertib di 8 77.78 8 88.89
masyarakat 7 77.78 8 88.89
 Mulai rajin beribadah sesuai agama yang 7

dianut

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

 Mau menjalankan dan menjauhi larangan-Nya


Rata-rata 6.42 71.42 8.71 100

4 Aspek Emosi dan Psikososial


 Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk 3 33.33 8 88.89
memenuhi keinginannya
 Mampu mengontrol diri 2 22.22 9 100
 Emosi lebih stabil 3 33.33 7 77.78
 Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan 3 33.33 9 100
 Perhatian terhadap orang lain 4 44.44 8 88.89
 Memiliki prestasi 5 55.56 8 88.89
Rata-rata 3.3 37.03 8 88.89
5 Aspek Bakat dan Kreatifitas
 Memiliki bakat khusus yang terus 6 66.67 8 88.89
berkembang 6 66.67 9 100
 Mengikuti kegiatan tambahan (seperti olah
raga, seni, pengajian, bela diri) 7 77.78 8 88.89
 Kritis terhadap orang lain 7 77.78 9 100
 Selalu ingin tahu 5 55.56 9 100
 Berani menyatakan pendapat dan keyakinan 5 55.56 9 100
 Senang mencari pengalaman baru 6 66.67 8 88.89
 Senang mengerjakan sesuatu yang sulit
Rata-rata 6 66.67 8.57 95.24

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

Tabel 4.19
Kemampuan Remaja Sebelum dan Sesudah
AT di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor
Tengah Periode Februari – April 2015 (n=9)

Kemampuan keluarga dalam Sebelum Sesudah


No FPE Jumlah % Jumlah %
latihan

1. Sesi I : melatih remaja tentang komunikasi


0 0 9 100
asertif, pasif dan agresif

Sesi II: melatih kemampuan remaja


2. mengungkapkan pikiran dan perasaan 0 0 9 100
negatif

Sesi III: melatih remaja menyampaikan 0 9 100


0
3.keinginan dan kebutuhan

Sesi IV : melatih remaja menyampaikan 0


4. 0 9 100
rasa kesal yang dialaminya

5. Sesi V : melatih remaja untuk mengatakan 0 0 9 100


“tidak” pada permintaan yang kurang
rasional

Rata-rata 0 0 9 100

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

Tabel 4.20
Kemampuan Keluarga Sebelum dan Sesudah FPE
di RW 01 dan 09 Kel.Ciwaringin Bogor Tengah
Periode Februari – April 2015 (n=9)

Kemampuan keluarga dalam Sebelum Sesudah


No latihan FPE Jumlah % Jumlah %
Sesi I : Mengenal masalah yang
1. dialami keluarga dalam menghadapi 2 22.22 9 100
remaja

Sesi II : Melakukan cara perawatan 0 9 100


2. atau cara menstimulasi pertumbuhan 0
dan perkembangan remaja

Sesi III : Manajemen stres dan beban


0 0 9 100
3. keluarga dalam menstimulasi tumbuh
kembang remaja

Sesi IV : Melakukan pemberdayaan


4. masyarakat untuk membantu keluarga 0 0 9 100
dalam menstimulasi tumbuh kembang
remaja
Rata-rata 2 22.22 9 100

4.5.2 Kemampuan pembentukan identitas diri remaja setelah pemberian


terapi
Berikut akan dipaparkan kemampuan pembentukan identitas diri remaja dilihat
dari tugas perkembangan yang dicapai.

Tabel 4.21
Kemampuan identitas diri remaja sebelum dan setelah
Diberikan terapi spesialis di RW 01 dan RW 09 Kelurahan Ciwaringin
Tahun 2015 (n=16)

Terapi Spesialis
Tugas perkembangan TKT TKT + AT TKT + AT + Rata-
(n=4) (n=3) FPE rata
(n=9)
Menilai diri secara Sebelum 75.00 66.67 66.67 69.45
objektif Sesudah 75.00 100.00 100.00 91.67
Selisih - 33.33 33.33 22.22

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

Merencanakan Sebelum 100.00 100.00 22.22 75.07


masa depannya Sesudah 100.00 100.00 100.00 100.00
Selisih - - 77.78 25.93
Dapat mengambil Sebelum 50.00 66.67 66.67 61.11
keputusan Sesudah 100.00 100.00 100.00 100.00
Selisih 50.00 33.33 33.33 38.89
Sebelum 100.00 66.67 44.44 70.37
Menyukai dirinya Sesudah 100.00 100.00 100.00 100.00
Selisih - 33.33 55.56 29.63
Dapat berinteraksi Sebelum 75.00 100.00 88.89 87.96
dengan Sesudah 100.00 100.00 100.00 100.00
lingkungannya Selisih 25.00 - 11.11 12.04
Sebelum 75.00 66.67 66.67 69.45
Bertanggung jawab Sesudah 75.00 66.67 88.89 76.85
Selisih - - 22.22 7.41
Mulai Sebelum 100.00 100.00 66.67 88.89
memperlihatkan Sesudah 100.00 100.00 100.00 100.00
kemandirian Selisih - - 33.33 11.11
Menyelesaikan Sebelum 75.00 66.67 77.78 73.15
masalah dengan Sesudah 75.00 100.00 88.89 87.96
meminta bantuan Selisih - 33.33 11.11 14.81
Total rata-rata Sebelum 81.25 83.33 62.50 75.69
kemampuan Sesudah 90.63 95.83 97.22 94.56
Selisih 9.38 12.5 34.71 18.87

Pada tabel 4.21 terlihat bahwa kemampuan identitas diri remaja yaitu
menilai diri secara objektif 69.45% mengalami peningkatan setelah
diberikan terapi sebesar 91.67%. Peningkatan lebih besar terlihat setelah
pemberian TKT dan latihan asertif sebesar 33.33%. Remaja pada awalnya
hanya 10 orang (62.5%) yang menyukai dirinya, setelah pemberian terapi
meningkat menjadi 100 % dengan peningkatan tertinggi setelah pemberian
terapi AT, TKT dan FPE sebesar 55.56%. Pada kemampuan pengambilan
keputusan juga terjadi peningkatan sebesar 38.89%, dapat berinteraksi
dengan lingkungan meningkat 12.04 %, bertanggung jawab pada remaja
meningkat 7.41%. Pada kemampuan remaja dalam bertanggung jawab
peningkatan sangat terlihat setelah pemberian TKT, AT serta psikoedukasi
keluarga yang mencapai 22.22%. Demikian juga pada kemampuan
merencanakan masa depan remaja meningkat 77.78% setelah diberikan
TKT, AT dan FPE. Total rata-rata peningkatan kemampuan pencapaian

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

tugas perkembangan lebih besar pada remaja yang mendapatkan tiga terapi
yaitu TKT, AT dan FPE sebesar 34.71%, remaja yang mendapat TKT dan
AT meningkat 12.5% dan yang mendapat TKT saja 9.38%

4.6 Rencana Tindak Lanjut


Sejalan pelaksanaan yang diberikan dengan terapi spesialis kelompok TKT, AT
dan FPE pada remaja dan sesuai dengan pendekatan Teori Stuart dan Teori King
telah berhasil dilakukan. Berdasarkan hasil yang dicapai setelah dilakukan
intervensi keperawatan spesialis jiwa kepada remaja dan keluarga, dapat
dirumuskan rencana tindak lanjut untuk klien, keluarga, perawat CMHN dan
kader.
4.6.1 Klien
a. Remaja meneruskan latihan yang telah didapatkan terkait kemampuan
remaja melakukan stimulasi untuk pencapaian identitas dirinya serta
latihan asertif yang telah didapatkan.
b. Remaja membudayakan latihan yang telah didapatkan sehingga dapat
mencapai identitas diri yang optimal
c. Remaja yang sudah diberikan terapi menjadi peer conselor bagi remaja
lain dengan pendampingan perawat CMHN atau perawat spesialis
keperawatan jiwa

4.6.2 Keluarga
a. Keluarga meneruskan cara menstimulasi perkembangan remaja yang
sudah mampu dilakukan dan terus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dalam menstimulasi tumbuh kembang remaja.
b. Keluarga menerapkan teknik komunikasi terbuka terhadap remaja
yaitu dengan menganggap remaja sebagai teman dalam memberikan
stimulasi
c. Keluarga terus meningkatkan pengetahuan dan menjalin komunikasi
yang baik dalam merawat remaja serta menerapkan pola asuh yang
tepat.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

d. Anggota keluarga saling bekerja sama menyediakan sarana dan


prasarana untuk peningkatan pencapaian identitas diri remaja.

4.6.3 Perawat CMHN


a. Perawat CMHN dapat melanjutkan asuhan keperawatan kepada remaja
dan mengevaluasi tumbuh kembang remaja dalam pencapaian identitas
dirinya.
b. Perawat juga perlu memberikan berbagai dukungan sosial seperti
dukungan informasional dan dukungan penilaian tentang tumbuh
kembang remaja sehingga pencapaian identitas diri dapat lebih
dioptimalkan.

4.6.4 Kader
a. Kader melanjutkan program RW siaga sehat jiwa yang sudah berjalan
serta meningkatkan kemampuan kader yang sudah dilatih.
b. Melanjutkan kunjungan ke rumah klien untuk mengevaluasi tanda dan
gejala serta kemampuan remaja.
c. Kader meningkatkan kepedulian keluarga untuk merawat remaja dan
berkoordinasi dengan Kader Kesehatan Jiwa kelurahan untuk
meningkatkan keberjalanaan Kelurahan Ciwaringin Siaga Sehat Jiwa.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


8

BAB 5
PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang pembahasan manajemen kasus spesialis berupa asuhan
keperawatan pada remaja di RW 01 dan 09 Kelurahan Ciwaringin, manajemen
pelayanan yang menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan tersebut, serta
keterbatasan yang ditemukan selama proses pelaksanaan asuhan keperawatan.
Pembahasan manajemen kasus spesialis meliputi hasil pengkajian pada remaja
dan efektifitas manajemen asuhan keperawatan pada remaja. Terapi yang
diberikan meliputi terapi kelompok terapeutik dan latihan asertif serta pada
keluarga diberikan psikoedukasi keluarga menggunakan pendekatan Teori Stuart
dan Teori King Interacting Systems Framework and Theory of Goal Attainment.

Pembahasan menyangkut analisis karakteristik remaja, faktor-faktor yang


mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja, karakteristik perilaku remaja,
sumber koping remaja dan analisis hasil penerapan kombinasi terapi kelompok
terapeutik dengan terapi latihan asertif dan psikoedukasi keluarga. Pembahasan
tentang manajemen pelayanan Community Mental Health Nursing (CMHN) yang
menunjang pelaksanaan kegiatan asuhan keperawatan ini juga meliputi
pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi secara terintegrasi.

Pelaksanaan manajemen asuhan keperawatan remaja menggunakan pendekatan


pendekatan Model Stres Adaptasi Stuart dan Teori King. Tahap pengkajian
menggunakan pendekatan pendekatan Model Stres Adaptasi Stuart berupa
scanning pengkajian. Teori King digunakan pada setiap tahapan proses
keperawatan yaitu dalam pemahaman proses pembentukan identitas diri melalui
teori Interacting Systems Framework khususnya manusia sebagai sistem personal
dan Theory of Goal Attainment (manusia sebagai sistem interpersonal) pada
setiap interaksi perawat-klien. Teori King menitikberatkan pada proses interaksi
dan transaksi perawat dengan klien. King memandang bahwa dalam melakukan
asuhan keperawatan terhadap klien menggunakan pendekatan framework system
yaitu: personal, interpersonal dan social (Christensen & Kenney, 1995)
87 Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


88

Secara keseluruhan penggunaan teori King dalam manajemen kasus ini yaitu
senantiasa berpegang pada prinsip manusia sebagai sistem personal, sistem
interpersonal, dan sistem sosial. Sistem personal dapat difahami dengan
memperhatikan konsep yang berinteraksi yaitu persepsi, diri, gambaran diri,
pertumbuhan dan perkembangan, waktu dan jarak (Meleis, 1997). Sistem personal
dalam karya ilmiah akhir ini yaitu remaja yang merupakan individu yang
merupakan sistem terbuka, saling berinteraksi dengan lingkungannya. Remaja
merupakan individu yang memiliki perasaan dan kemampuan dalam bereaksi,
menerima, dan memiliki keinginan serta harapan tertentu sesuai dengan hak yang
dimilikinya. Dalam perkembangannya untuk mencapai identitas diri, banyak
faktor yang mempengaruhi remaja yang harus dikaji dengan pendekatan Teori
Stuart yaitu mulai dari faktor predisposisi sampai penilaian stressor.

Sebagai sistem interpersonal, King menyampaikan teorinya tentang hubungan


perawat-klien yang dikenal dengan teori pencapaian tujuan (theory of goal
attainment ). Sistem Interpersonal dibentuk ketika dua atau lebih individu saling
berhubungan. Dalam sistem interpersonal diperlukan satu pemahaman tentang
konsep komunikasi, interaksi, peran, stress dan transaksi. Proses keperawatan
adalah konsep utama dalam teori King. Tujuan keperawatan klien mencapai
tujuan. Mekanisme dalam proses keperawatan adalah interaksi perawat yang
sungguh-sungguh dengan klien yang dimulai dari pertukaran informasi,
menentukan tujuan, partisipasi dalam penentuan tujuan, pelaksanaan perencanaan
dan evaluasi (Meleis, 1997). Teori King berfokus pada interaksi perawat - klien
dengan pendekatan sistem. Perawat dengan remaja saling berinteraksi untuk
mengatasi masalah kesehatan yang dialami. Remaja berpartisipasi aktif bersama-
sama dengan perawat dalam menentukan tujuan yang akan dicapai dan
mengambil keputusan. Perawat mengaki dan melihat kebutuhan remaja sehingga
tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan.

Lingkungan adalah sistem sosial dalam kemasyarakatan yang dinamis akan


mempengaruhi perilaku sosial, integrasi sosial, persepsi, dan kesehatan baik di
rumah sakit, klinik, community, sekolah dan kawasan industri (Christensen &

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


89

Kenney, 1995). Remaja dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh sistem


sosial. Sistem sosial adalah sistem dinamis yang akan menjaga keseimbangan
lingkungan. Pengaruh hubungan remaja di kelompoknya tergantung pada
pemahaman perilaku remaja, kepercayaan atau sikap orang lain terhadap remaja.
Sumber pendukung remaja berasal dari keluarga, kelompok teman sebaya,
lingkungan dimana remaja tinggal dan pemberi pelayanan kesehatan. Pengaruh
interpersonal terdiri dari norma dan model. Remaja harus berinteraksi dengan
lingkungannya agar dapat bertahan hidup, berkembang dan mempertahankan
kesehatannya. Melalui interaksi remaja dapat memperoleh kepuasan hidup karena
interaksi manusia dan lingkungannya merupakan fitrah manusia sebagai makhluk
social, namun remaja tetap harus memperhatikan dan memilah - milah pengaruh
atau hasil interaksi yang baik yang mampu mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangannya.

5.1 Pengkajian Remaja


Tugas utama remaja adalah menghadapi identitas diri versus role confusion
(Papalia, Olds & Feldman, 2001). Remaja merupakan pribadi yang unik
karena sedang berusaha menemukan jati dirinya. Dalam usaha pencarian jati
dirinya remaja seringkali mengalami kegagalan dan tidak dapat menerima
kekurangan dirinya, namun terkadang remaja menjadi angkuh dengan
kelebihan atau keunggulan yang dimilikinya. Remaja diharapkan mampu
mengenal dan menerima dirinya secara tepat sehingga mampu tumbuh dan
berkembang secara optimal. Selain itu, remaja membutuhkan dukungan sosial
baik dari keluarga maupun teman sebaya sebagai sumber rasa aman bagi
remaja. Oleh karena itu remaja membutuhkan perhatian dan tindakan
keperawatan yang tepat.

Tahap pengkajian remaja dimulai dengan terjadinya interaksi antara perawat-


klien melalui komunikasi untuk mengumpulkan data dan informasi tentang
status kesehatan remaja. Pada tahap pengkajian terjadi proses interaksi
manusia, komunikasi, transaksi, dan peran yang berbeda antara perawat-klien

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


90

sebagaimana konsep King tentang manusia sebagai sistem interpersonal


(Fitzpatrick & Whall, 1989).

Hasil pengkajian remaja di RW 01 dan 09 Kelurahan Ciwaringin terdiri atas


karakteristik klien, faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stresor dan sumber koping. Pada uraian pembahasan berikut beberapa
komponen faktor predisposisi dan presipitasi yang terintegrasi dengan
karakteristik remaja. Hal ini dikarenakan beberapa karakteristik remaja
merupakan bagian dari faktor predisposisi dan presipitasi, seperti usia
merupakan bagian dari faktor predisposisi dan presipitasi aspek sosial budaya.
a. Karakteristik Klien
1. Usia
Erikson (1963, dalam Townsend, 2009) menggolongkan usia >12-20
tahun pada tahapan usia remaja (Identity Versus Role Confusion). Usia
remaja yang terbanyak yaitu usia remaja tengah (14-16 tahun)
berjumlah 8 orang (50%), namun remaja yang mendapat dan
membutuhkan terapi latihan asertif paling banyak berada pada usia awal
(12-13 tahun) yaitu berjumlah 7 orang (43.75%). Stuart dan Laraia
(2009) menyatakan bahwa usia memiliki hubungan dengan pengalaman
individu dalam menghadapi berbagai macam stressor, kemampuan
memanfaatkan support system dan keterampilan dalam mekanisme
koping.

Remaja pada tahap awal kemampuan berpikir mulai tumbuh dan pada
umumnya sudah mulai berpikir tentang masa depan meskipun masih
terbatas (Browning, 2003). Remaja pada tahap awal mulai berusaha
menunjukkan identitas dirinya, konflik dengan orang tua meningkat,
pengaruh teman sebaya sangat besar, mempunyai perasaan bebas dan
tidak ingin diatur, berperilaku kekanak-kanakan khususnya jika mereka
mengalami stress, sifat moodi meningkat, serta timbul ketertarikan
kepada lawan jenis meningkat (Ali & Asrori, 2009).

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


91

Pada teori King, manusia sebagai sistem personal memiliki dimensi


persepsi, diri sendiri, pertumbuhan dan perkembangan, citra tubuh, serta
dimensi ruang dan waktu (Fitzpatrick & Whall, 1989). Hal ini dapat
menggambarkan bahwa seseorang sebagai individu akan melewati masa
usia tumbuh kembang dengan berbagai tugas perkembangannya akan
mempersepsikan segala stimulus (rangsangan) baik internal maupun
eksternal. Seiring dengan yang diuraikan Erickson (1963, dalam
Townsend, 2009) maka pada usia remaja seseorang berusaha keras
mencari identitas diri yang sangat berpengaruh pada tahap
perkembangan usia selanjutnya yaitu usia dewasa. Kegagalan dalam
mencapai tugas perkembangan ini menyebabkan remaja merasa diri
sebagai orang yang gagal, tidak berkompeten, tidak berharga, dan lain-
lain yang menunjukkan harga diri rendah.

2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga merupakan bagian dari aspek sosial budaya faktor
predisposisi dan presipitasi dalam tumbuh kembang individu. Jenis
kelamin yang teridentifikasi dari 16 remaja mayoritas laki-laki, yaitu 9
orang (56.25%). Demikian juga remaja yang mendapat TKT dan AT
juga sebagian besar laki-laki yaitu berjumlah 9 orang (75%) dari 12
remaja. Perbedaan jenis kelamin mempengaruhi kematangan remaja
mencapai kedewasaan dalam berupaya menggali potensi dirinya
mencapai identitas diri positif.

Faktor jenis kelamin dapat mempengaruhi kematangan emosi. Laki-laki


memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga
tidak mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh
perempuan. Hal ini menunjukkan laki-laki cenderung memiliki
ketidakmatangan emosi jika dibandingkan dengan perempuan
(Santrock, 2007). Perbedaan jenis kelamin pada kematangan emosi
merupakan pengaruh sosialisasi awal emosi. Remaja laki-laki
diharapkan lebih mandiri, aktif, dan percaya diri, sementara anak

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


92

perempuan diharapkan lebih ekspresif, suka menolong, hangat secara


emosional, serta sensitif (Astuti, 2005).

Ketika remaja laki-laki tidak mampu mengekspresikan emosi terhadap


suatu masalah, mereka lebih cenderung menghadapi masalah dengan
melakukan perilaku agresif, menggunakan kemarahan, dan mengikuti
dorongan hati tanpa kendali (Sigfusdottir, et.al, 2008). Remaja laki-laki
lebih sering mengalami permasalahan dengan orang tua dan guru,
menentang peraturan, seperti tidak masuk sekolah, merokok,
menggunakan obat terlarang dan berkelahi (Santrock, 2007). Penelitian
yang dilakukan tentang penyalahgunaan narkoba di 10 lembaga
permasyarakatan yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa sebesar
52,41% laki-laki tercatat sebagai pemakai narkoba (Badan Nasional
Narkoba, 2003). Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa 39%
laki-laki lebih agresif daripada perempuan (Frodi dalam Matlin, 2004).
Selain itu, temuan Davison dan Neale (2001), dalam Fausiah dan
Widury, (2005) dalam penelitiannya yang menunjukkan bahwa laki-laki
lebih mungkin memunculkan gejala negatif dibandingkan perempuan
dan memiliki fungsi sosial yang lebih baik daripada laki-laki.

Namun, dalam laporan ini terdapat 3 orang remaja yang berjenis


kelamin perempuan yang membutuhkan tindakan untuk membantu
mengatasi emosinya. Pada laporan ini hal tersebut dimungkinkan
karena beberapa faktor diantaranya 2 dari 3 orang remaja perempuan
merupakan anak pertama yang memiliki adik dengan jarak yang cukup
jauh yaitu 6-8 tahun. Hal ini menyebabkan remaja tersebut dapat
mengalami sibling. Kehadiran adik dapat menimbulkan berbagai
pengalaman dalam diri setiap anak. Sibling rivalry menimbulkan
kecemburuan, kompetisi, atau kemarahan antara kakak dengan adik
yang dimulai sejak kelahiran adik dalam keluarga (Shaffer, 2002).
Kecemburuan dan kompetisi pada sibling rivalry terjadi untuk merebut

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


93

perhatian orang tua. Hal inilah yang menyebabkan remaja perempuan


dalam laporan ini melakukan perilaku emosi.

3. Urutan Kelahiran
Dari 16 orang remaja yang dikelola, paling banyak remaja berada pada
posisi anak pertama yaitu 8 orang (50%). Sedangkan selebihnya berada
pada posisi tengah dan bungsu. Urutan kelahiran pada suatu keluarga
memiliki posisi kekuasaan yang berbeda-beda. Pola emosi antara anak
yang satu dengan yang lainnya dapat berbeda pula. Johnson dan
Medinnus (1974 dalam Hilman, 2002) menyatakan bahwa faktor urutan
kelahiran dalam mempengaruhi perkembangan kepribadian melalui
proses sosialisasi dalam keluarga yang mengembangkan kepribadian.

Santrock (2007) menyatakan bahwa urutan kelahiran bukan merupakan


satu-satunya faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian
seorang remaja. Menurut Santrock (2007), masih banyak faktor lain
yang lebih penting dalam mempengaruhi perilaku seorang remaja.

4. Jumlah Saudara Kandung


Keluarga tempat remaja tinggal di RW 01 dan RW 09 Kelurahan
Ciwaringin ini rata-rata sudah mengikuti program Keluarga Berencana.
Dari 16 orang remaja, terdapat 13 orang (81.25%) memiliki 1-3 orang
saudara.

Jumlah anak dalam keluarga memberikan pengaruh terhadap tumbuh


kembang anak, dimana menurut Almatsier (2004), keluarga yang
mempunyai banyak anak akan menimbulkan banyak masalah bagi
keluarga tersebut, apalagi jika penghasilan tidak mencukupi kebutuhan.
Keluarga yang mempunyai banyak anak juga menyebabkan terbaginya
kasih sayang dan perhatian yang tidak merata pada setiap anak.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


94

5. Status Ekonomi Keluarga


Remaja yang tinggal dengan orang tua dengan ekonomi rendah
sebanyak 9 orang dan selebihnya 7 orang berada pada ekonomi
menengah. Remaja yang mendapatkan AT sebanyak 7 (58.33%) orang
tinggal dengan orang tua dengan ekonomi rendah dari 12 orang yang
mendapatkan AT. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock (2007)
yang menyatakan bahwa perilaku menyimpang pada remaja salah
satunya dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah pada
keluarga. Hal ini sejalan dengan Soetjiningning (2010) yang
menyatakan bahwa kejadian penyimpangan perilaku atau kenakalan
remaja cenderung meningkat pada keadaan sosial ekonomi rendah.

Namun, sebanyak 41.66% (5 orang) remaja dengan keadaan ekonomi


menengah juga mendapatkan AT terkait kebutuhan mengontrol
emosinya. Presentase tersebut cukup tinggi. Terdapat remaja dari
ekonomi menengah juga mengalami masalah emosi dapat dikarenakan
pengawasan orang tua yang kurang terhadap remaha disebabkan
kesibukan orang tua. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Patterson Dkk (2001, dalam Santrock, 2007) yang menunjukkan bahwa
pengawasan orang tua yang tidak mencukupi dan implementasi disiplin
yang tidak efektif dapat menyebabkan munculnya kenakalan remaja.
Faktor keluarga sangat mempengaruhi timbulnya kenakalan remaja
seperti masalah emosi yaitu kurangnya kasih sayang dari orang tua,
kurangnya perhatian orang tua terhadap kegiatan remaja dan kurangnya
pengawasan terhadap kedisiplinan.

Mayoritas remaja belum dituntut untuk membantu perekonomian


keluarga meskipun keadaan ekonomi orang tua belum mencukupi
kebutuhan. Friedman (2010) menyatakan bahwa fungsi ekonomi
merupakan salah satu fungsi keluarga dalam menyediakan sumber-
sumber ekonomi yang memadai dan menempatkan sumber-sumber

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


95

tersebut secara efektif. Seperti penyediaan fasilitas dalam menunjang


perkembangan remaja yaitu seperti fasilitas pendidikan.

Fitriani (2010) mengemukakan keluarga yang status sosial ekonominya


rendah ditandai dengan kecenderungan kurang otoritas, bimbang dalam
mengambil keputusan dan tidak terorganisasi. Orang tua jarang hadir,
apatis dan biasanya tidak mampu merespon terhadap masalah yang
dialami keluarga. Perekonomian yang cukup akan menyebabkan anak
mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan berbagai
macam kemampuan yang tidak dapat berkembang apabila tidak terdapat
fasilitas yang mendukung kemampuan yang dimiliki.

b. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (2009) faktor predisposisi adalah faktor risiko
yang dipengaruhi oleh jenis dan jumlah sumber risiko yang dapat
menyebabkan individu mengalami stres. Beberapa bagian faktor
predisposisi telah dibahas secara terintegrasi dengan karakteristik klien.
Berdasarkan hasil pengkajian pada 16 remaja secara biologis ditemukan
62.5%% remaja telah diimunisasi lengkap, ternyata masih ada remaja yang
imunisasinya belum lengkap. Pada aspek psikologis terdapat 12.5% pernah
mengalami kehilangan orang terdekat yaitu kehilangan salah satu anggota
keluarganya.

Kematian salah satu anggota keluarga seperti orangtua merupakan


peristiwa penting bagi setiap orang karena kehilangan orang yang dicintai.
Kematian orangtua dapat berdampak besar bagi perkembangan remaja,
karena didalam keluarga, remaja mendapatkan kehangatan dan rasa aman
serta bimbingan dari orangtua. Bagi seorang remaja baik putra maupun
putri pasti memiliki rasa kehilangan, tetapi dalam meluapkan dan
mengekspresikan perasaannya berbeda.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


96

Kehilangan orang tua karena kematian adalah perubahan hidup yang dapat
menimbulkan stres menurut Yuliawati (2007) dan menuntut individu
berespon dalam melakukan penyesuaikan diri. Setiap individu memiliki
reaksi yang berbeda-beda terhadap peristiwa kematian. Di fase awal orang
yang ditinggalkan akan merasa terkejut, tidak percaya, sering menangis
atau mudah marah (Santrock 2007).

Pada masa awal, anak kehilangan ibu jauh lebih mengganggu


pertumbuhan dan perkembangan daripada kehilangan ayah (Santrock
2007). Hal ini karena pengasuhan anak harus dialihkan kepada sanak
saudara dengan cara mendidik anak yang berbeda dari yang digunakan ibu.
Sedangkan dengan bertambahnya usia, kehilangan ayah sering lebih serius
daripada kehilangan ibu, terutama bagi anak laki-laki (Santrock 2007).
Bagi anak laki-laki yang lebih besar, kehilangan ayah dapat menjadikan
remaja tidak mempunyai sumber identifikasi sebagaimana teman mereka.

Peristiwa kehilangan akan membuat remaja yang mengalaminya menjadi


shock dan terpukul. Para remaja berduka dengan cara yang kurang lebih
sama dengan orang dewasa, namun karena pada tingkat pertumbuhan ini
para remaja sering merasakan emosi yang labil, remaja bisa mengalami
depresi karena kehilangan.

c. Faktor Presipitasi
Hasil pengkajian faktor presipitasi pada remaja secara biologis sebanyak
56.25% remaja tidak merokok dan menggunakan narkoba. Merokok dan
penggunaan NAPZA merupakan beberapa contoh perilaku menyimpang
pada remaja. Terdapat tiga juta remaja menjadi penyalahguna NAPZA di
Indonesia (Hidayat, 2000). Pengguna NAPZA pada tahun 2004 sekitar
40% merupakan remaja (BNN, 2006). Remaja yang menyalahgunakan
NAPZA dimulai dengan penggunaan NAPZA yang seolah-olah legal di
masyarakat yaitu merokok. Penggunaan NAPZA kemudian bertahap

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


97

mencoba minum alkohol kemudian meningkat kepada penggunaan obat-


obatan terlarang (Catio, 2006).

Perilaku menyimpang pada remaja disebabkan oleh beberapa faktor.


Beberapa faktor penyebabnya antara lain identitas diri yang negatif,
pengendalian diri yang rendah, usia, jenis kelamin, pengaruh teman
sebaya, status sosial ekonomi, peran orangtua, dan lingkungan sekitar
tempat tinggal (Santrock, 2007). Hal ini membutuhkan penanganan yang
optimal dari berbagai pihak yang terkait. Salah satu cara yang dapat
dilakukan pada remaja yaitu dengan menjadikan remaja yang dominan
dalam kelompok sebagai leader yang dapat mempengaruhi perilaku
remaja lain dalam kelompoknya. Leader dapat berperan sebagai role
model bagi remaja yang lain sehingga remaja dalam kelompok termotivasi
untuk merubah perilaku nya menjadi lebih baik.

Berdasarkan aspek psikologis sebanyak 10 orang (62.5%) yang menerima


perubahan fisiknya. Pada masa remaja, perubahan yang terlihat dengan
jelas yaitu perubahan fisik, perkembangan fisik berkembang pesat
sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa. Smolak (2002)
mengatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasa tidak puas pada
bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, paha dan perut.
Penelitian yang dilakukan oleh Konstanski dan Gullone (1998)
mengemukakan hampir 80% remaja merasa tidak puas dengan perubahan
fisiknya.

Ketidakpuasan terhadap citra tubuh berkaitan dengan kematangan emosi,


pikiran yang berlebihan tentang citra tubuh, rendahnya harga diri, dan pola
hidup. Perhatian remaja sangat besar terhadap penampilannya sehingga
sering khawatir dengan bentuk tubuh yang kurang proporsional.
Soetjiningsih (2010) menyatakan bahwa apabila remaja sudah mendapat
informasi tentang perubahan fisik yang dialami, maka remaja tidak akan
mengalami kekhawatiran dan respon negatif lainnya, tetapi bila remaja

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


98

kurang mendapat informasi akan membuat remaja merasakan pengalaman


yang negatif. Ketidaksiapan terhadap perubahan fisik mempengaruhi
psikologis yaitu dapat menimbulkan kebingungan, kecanggungan serta
kecemasan bagi remaja.

d. Penilaian Terhadap Stresor


Penilaian terhadap stresor yang ditemukan berdasarkan hasil pengkajian
pada remaja dimanifestasikan dalam bentuk respon pada 10 aspek
perkembangan remaja. Kemampuan remaja sebelum diberikan terapi
paling maksimal adalah fisik dan psikoseksual yang sudah mencapai
92.70%, diikuti oleh kemampuan moral dan spiritual remaja sebesar
82.14%. Kemampuan emosi dan psikososial sebelum terapi paling rendah
yaitu sebesar 43.75%. Sedangkan dua kemampuan lain yaitu kognitif dan
bahasa juga masih kurang yaitu 45.83%.

Aspek fisik dan psikoseksual memiliki nilai yang tinggi sebelum diberikan
terapi dikarenakan sebagian besar komponen aspek fisik dan psikoseksual
sedang dialami remaja yaitu sudah muncul tanda-tanda pubertas,
penambahan berat badan dan tinggi badan, timbul ketertarikan pada lawan
jenis, memiliki fantasi/khayalan seksual, serta mulai memperhatikan
penampilan diri. Pada remaja terjadi pertumbuhan fisik yang pesat, namun
tidak diimbangi oleh perkembangan sosial, psikologis, dan emosional,
dimana pertumbuhan fisik remaja menyamai dan memiliki kemampuan
seperti orang dewasa, namun secara sosial, psikologis, dan emosional
masih labil serta masih memiliki ketergantungan yang tinggi.

Respon kognitif mempunyai peran penting dalam proses adaptasi yang


mempengaruhi dampak suatu kejadian yang penuh dengan stres dan
memilih koping yang akan digunakan (Stuart & Laraia, 2009). Respon
kognitif juga mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan dan
perencanaan dalam hidupnya (Smith, Xiao, & Bechara, 2012). Hal senada
juga dikatakan oleh Santrock (2007) yaitu remaja sudah mulai mempunyai

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


99

pola berpikir untuk membuat suatu perencanaan untuk mencapai tujuan di


masa depan. Piaget (1936 dalam Papalia & Olds, 2001) mengatakan
bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu terjadi
interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dengan lingkungan sosial
yang semakin luas yangi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak.
Pada tahap ini, remaja sudah mulai mampu berfikir tentang sesuatu dan
sudah mulai membayangkan hal yang diinginkan di masa depan.

Salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai remaja adalah


mencapai kematangan emosi (Yusuf, 2004). Hal ini sejalan dengan
Hurlock (2008) yang mengatakan bahwa kematangan remaja mencakup
pada kematangan emosional, seksual, sosial, dan fisik. Srivastava (2005)
juga mengatakan hal yang sama bahwa kematangan emosi merupakan hal
yang penting dalam masa peralihan remaja menuju tahap dewasa. Remaja
dikatakan mencapai kematangan emosi ketika reaksi perasaan yang stabil
terhadap suatu permasalahan sehingga untuk mengambil suatu keputusan
atau melakukan sesuatu didasari dengan pertimbangan dan tidak mudah
berubah-ubah (Hurlock, 2008). Perilaku yang ditunjukkan dari
kematangan emosi yaitu mampu menyatakan emosi secara konstruktif,
mampu mencari solusi dari masalah yang dihadapi dengan cara-cara yang
baik dan dapat diterima, serta diharapkan mampu menyeimbangkan antara
pikiran dan perasaannya (Yusuf, 2004).

e. Sumber Koping
Sumber koping yang masih kurang dari 50% adalah kesadaran diri remaja
akan cara-cara stimulasi tumbuh kembangnya yaitu hanya 31.25%,
mencari sumber informasi 37.50%, dan hanya 43.75% remaja mampu
mencari solusi yang baik dari masalah yang dihadapi. Remaja harus
memiliki pengetahuan yang baik terkait proses tumbuh kembang remaja
serta cara menstimulasinya. Kemampuan personal yang penting harus
dimiliki remaja yaitu mengetahui pertumbuhan dan perkembangan yang
terjadi pada remaja serta mengetahui cara menstimulasinya. Sebagaimana

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

yang diungkapkan oleh Soetjiningsih (2010) yang menyatakan bahwa


apabila remaja sudah disiapkan dan mendapatkan pendidikan kesehatan
tentang perubahan fisik yang dialami, maka remaja tidak akan mengalami
kekhawatiran dan respon negatif lainnya, tetapi bila remaja kurang
mendapat informasi hal itu akan membuat remaja merasakan pengalaman
yang negatif. Ketidaksiapan terhadap perubahan fisik mempengaruhi
psikologis yaitu dapat menimbulkan kebingungan, kecanggungan serta
kecemasan bagi remaja.

Keluarga yang mengetahui cara menstimulasi tumbuh kembang remaja


sebesar 43.75% yang masih membutuhkan pelatihan dari perawat spesialis
dengan terapi psikoedukasi keluarga. Menurut Friedman (2010), salah satu
fungsi keluarga yaitu fungsi perawatan kesehatan. Anggota keluarga
sebagai orang terdekat dan selalu berdampingan dengan remaja sebaiknya
memiliki kemampuan dalam menstimulasi remaja (caregiver) secara
optimal.

Menurut Model Stres Adaptasi Stuart, material aset merupakan salah satu
sumber koping (Stuart & Laraia, 2009). Hanya sebanyak 43.75% keluarga
memiliki tabungan maupun aset pribadi serta memiliki penghasilan yang
mencukupi kebutuhan, namun 100% keluarga telah memiliki jaminan
kesehatan. Seseorang yang memiliki material asset memungkinkan untuk
mengakses pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sebagai pemecahan
masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

Seluruh remaja dan keluarga (100%) memiliki keyakinan positif terhadap


perkembangan dan pertumbuhan optimal pada remaja. Keyakinan positif
dapat meningkatkan motivasi dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapi. Pada pengkajian teridentifikasi bahwa remaja memiliki
keinginan besar untuk dapat mencapai identitas dirinya, dan merasa
optimis dengan bantuan perawat serta dukungan keluarga dan kader
kesehatan jiwa akan mampu mencari dan membentuk identitas diri.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

5.2 Efektifitas TKT, AT dan FPE Menggunakan Pendekatan Teori Stuart


dan King

Teori keperawatan memberikan peran sebagai landasan dalam pelaksanaan


asuhan keperawatan yang efektif. Teori King memandang bahwa manusia
sebagai sistem personal, sistem interpersonal, dan sistem sosial. Sedangkan
pada teori pencapaian tujuan menitikberatkan pada interaksi perawat dengan
klien yang tidak lain merupakan proses asuhan keperawatan mulai dari
pengkajian sampai dengan evaluasi seperti halnya Teori Stuart.

Interaksi perawat dengan klien dalam proses pelaksanaan manajemen kasus ini
berdasarkan konsep interacting systems framework King merupakan konsep
sistem interpersonal. Selanjutnya konsep ini lebih dikembangkan lagi oleh
King sebagai teori pencapaian tujuan. Pada teori ini King menggunakan
konsep-konsep interaksi, persepsi, transaksi, komunikasi, pertumbuhan dan
perkembangan, peran, serta pengambilan keputusan.

Pada tahap pengkajian mulai terjadi interaksi perawat-klien dan keluarga


melalui komunikasi untuk mengumpulkan data dan informasi tentang status
kesehatan remaja. Selanjutnya perawat bersama-sama remaja dan keluarga
menetapkan masalah yang dihadapi remaja, menentukan tujuan yang akan
dicapai, mengidentifikasi cara atau rencana kegiatan, serta melaksanakan
kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Saat berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan remaja berproses secara
kognitif, mempersepsikan peristiwa yang dialami sehingga remaja akan
melakukan penilaian terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Hal ini
sesuai dengan teori King yang menyatakan dalam sistem personal manusia
dipandang sebagai individu. King menguraikan bahwa dalam sistem personal
individu memiliki persepsi, penilaian dan gambaran diri sebagai hasil interaksi
dengan orang lain dan lingkungan sepanjang tumbuh kembangnya (Fitzpatrick
& Whall, 1989). Selama interaksi mungkin saja terjadi konflik sehingga

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

memungkinkan remaja mengalami berbagai masalah dalam pencarian dan


pembentukan identitas dirinya.

Penjelasan lebih lanjut dan rinci tentang Teori dan pendekatan King dalam
laporan ini karena dalam teori King sangat mencerminkan bagaimana remaja
berinteraksi dalam proses pencapaian identitas dirinya yang dipengaruhi oleh
lingkungannya. Sistem personal, sistem interpersonal dan sistem sosial dalam
teori King sangat berhubungan satu sama lain dan saling berinteraksi. Remaja
sebagai sistem personal berinteraksi dengan sistem sosial yaitu lingkungan
termasuk didalamnya keluarga, teman sebaya dan lingkungan tempat remaja
tinggal.

Lingkungan sosial mempengaruhi pembentukan identitas diri dimana remaja


tumbuh dan berkembang, termasuk kelompok-kelompok yang mendasarkan
pada minat tertentu. Kelompok tersebut disebut reference group
(Soetjiningsih, 2010). Selain reference group, sering dijumpai bahwa remaja
memiliki significant other yaitu seorang yang berarti seperti sahabat, guru,
saudara maupun seseorang yang dikagumi (Soetjiningsih, 2010).

Remaja dalam kehidupan sosialnya akan selalu dihadapkan pada berbagai


peran yang diberikan oleh lingkungan keluarga maupun kelompok teman
sebaya yang membingungkan dan menimbulkan perselisihan yang
menyebabkan krisis identitas. Remaja harus berinteraksi dan memiliki peran
dalam masyarakat. Apabila remaja mendapat peran didalam masyarakat, maka
remaja akan berhasil mendapat sense of identity atau menemukan identitas diri
(Soetjiningsih, 2010). Hal ini sangat sesuai dengan pendekatan Teori King
dimana segala sumber-sumber yang dapat mempengaruhi pembentukan
identitas remaja harus diperhatikan sehingga tidak menghambat
perkembangan remaja.

Selain menggunakan pendekatan Teori King, juga digunakan pendekatan


Teori Stuart. Model Stress Adaptasi Stuart digunakan sebagai pendekatan

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

asuhan keperawatan melalui proses pengkajian sampai dengan intervensi


secara menyeluruh. Model Stress adaptasi Stuart memberikan gambaran
proses asuhan keperawatan melalui beberapa aspek yaitu predisposisi,
presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan mekanisme koping.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja terdiri
yaitu perilaku sebelumnya yang melatarbelakangi pembentukan identitas diri
remaja (faktor predisposisi) dan stimulus atau kondisi remaja saat ini (faktor
presipitasi) yang terdiri dari 3 aspek yaitu biologis, psikologis dan sosial
(Stuart & Laraia, 2009). Teori King juga mengungkapkan bahwa manusia
secara keseluruhan terdiri dari aspek biologis, fisik, psikologis, emosional, dan
sosial (Fitzpatrick & Whall, 1989). Teori King yang digunakan dalam
pelaksanaan manajemen kasus ini sejalan dengan Teori Stuart.

Pelaksanaan manajemen kasus pada remaja yang diberikan TKT, AT dan FPE
dengan menerapkan teori King dan Stuart secara umum semakin
memperkokoh landasan dalam melakukan asuhan keperawatan remaja.
Pemberian terapi sesuai kebutuhan remaja dan berdasarkan teori keperawatan
yang tepat memberikan dampak pencapaian identitas diri yang optimal pada
remaja.

5.2.1 Efektifitas Terapi Kelompok Terapeutik


Sebelum diberikan terapi kelompok terapeutik, secara keseluruhan dari
16 remaja diberikan pre test mengenai tumbuh kembang remaja.
Aspek perkembangan yang paling kurang terpenuhi adalah aspek
emosi dan psikososial dengan rata-rata 43.37% diikuti oleh aspek
kognitif dan bahasa sebesar 46.23%. Jika dikaitkan dengan
kemampuan pada perkembangan sebelumnya atau faktor predisposisi,
sebenarnya semua remaja sudah menunjukkan perilaku yang baik dari
aspek biologis, psikologis dan sosiokultural yang sudah terpenuhi
sekitar 95.83%. Namun ketika memasuki masa remaja, kurangnya
stimulus dari lingkungan seperti keluarga, teman dan lingkungan
tempat tinggal ditunjukkan di antara ketiga aspek itu, sekitar 56.25%

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

remaja yang tidak merokok, sebesar 68.75% remaja diberi kesempatan


berpendapat dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan serta bebas
menentukan pilihan tanpa campur tangan orang tua, 62.50% remaja
memiliki tubuh ideal, melakukan perawatan akan dirinya dan
menyukai perubahan fisiknya.

Hasil pengkajian pada tugas perkembangan remaja sebelum diberikan


terapi yaitu rata-rata sebesar 76.56%. Terdapat 62.5% remaja yang
menyukai perubahan pada dirinya, 74.07% dapat merencanakan masa
depan. Masih terdapat tugas perkembangan yang perlu ditingkatkan
sehingga dibutuhkan suatu tindakan untuk menstimulasi tumbuh
kembang remaja.

Stimulasi tumbuh kembang remaja dapat dilakukan secara


berkelompok. Kelompok merupakan lingkungan yang alamiah bagi
remaja terutama karena remaja dipengaruhi oleh teman sebaya dalam
pergaulannya. Crokkett (1984, dalam Jonhnson, 1995) interaksi
kelompok dapat memberi kesempatan perkembangan psikologis
remaja seperti pembentukan hubungan sosial, keterampilan sosial,
meningkatkan interaksi sosial, dan memahami diri dan orang lain.
Upaya menangani masalah perkembangan yang dihadapi remaja
membutuhkan pendekatan terapi kelompok.

Terapi kelompok terapeutik adalah terapi yang fokus utamanya untuk


mencegah gangguan dengan mengajarkan cara yang efektif untuk
mengatasi stress emosional pada suatu situasi atau krisis
perkembangan (Townsend, 2003). Terapi Kelompok Terapeutik
menjadikan remaja mampu belajar antara satu sama lain sesuai
perkembangan mereka (Wood, 2009), dapat membantu remaja dalam
memenuhi kebutuhannya secara positif, bermakna bagi kelompok
sebaya dan pembentukan identitas diri (Stuart & Laraia, 2009).

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

Hal tersebut terbukti setelah pemberian terapi kelompok terapeutik


yaitu TKT dapat meningkatkan aspek perkembangan remaja dengan
rata-rata peningkatan sebesar 20.71%, dimana terjadi peningkatan pada
aspek kognitif dan bahasa sebesar 33.33%, sedangkan aspek emosi dan
psikososial meningkat sebesar 45.83%. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Bahari (2010) yang membuktikan adanya pengaruh yang
bermakna terhadap peningkatan konsep diri remaja setelah diberikan
stimulasi tumbuh kembang pada 10 aspek perkembangan yaitu
biologis, psikoseksual, kognitif, bahasa, moral, spiritual, emosi,
sosiokultural, bakat dan kreativitas.

Terapi Kelompok Terapeutik sangat membantu remaja dalam


pencapaian tugas perkembangan dan proses pembentukan identitas diri
(Nurlis, 2009). Proses pembentukan identitas diri merupakan proses
yang kompleks dimana terdapat keberlanjutan dari masa lalu, saat ini
dan masa yang akan datang dari kehidupan remaja. Dalam proses
perkembangan identitas remaja maka seseorang dapat berada dalam
status yang berbeda-beda. Keempat status tersebut yaitu diffussion
status, foreclosure status, moratorium status, dan identity achievement
(Soetjiningsih, 2010). Remaja yang berada dalam status identity
achievement lebih memiliki perasaan stabil karena remaja telah
menemukan identitas dirinya.

Remaja merasakan ketidakpastian tentang dirinya serta lingkungan


masyarakat mulai menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan remaja
seperti rencana remaja untuk pendidikan dan pekerjaannya. Untuk
memperoleh jawaban tentang dirinya, remaja harus menemukan
siapakah dirinya dan menemukan suatu identitas diri sehingga tidak
terjadi krisis identitas. Remaja harus dibantu dalam mencapai tugas
perkembangannya yang salah satunya melalui TKT.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

5.2.2 Efektifitas Terapi Kelompok Terapeutik dengan Latihan Asertif


terhadap pencapaian identitas diri remaja

Kelompok remaja yang diberi terapi TKT + AT memiliki total rata-rata


dari 10 aspek kemampuan paling rendah yaitu 67.05%. Kemampuan
yang kurang pada kelompok remaja yang diberi TKT + AT adalah
kemampuan kognitif dan bahasa (40%) diikuti dengan kemampuan
emosi dan psikososial (38.89%) jika dibandingkan dengan aspek
kemampuan lainnya.

Tiga orang remaja yang mendapatkan TKT + AT memiliki kesulitan


dalam mengendalikan emosi terutama penyelesaian masalah dan
penyampaian keinginan secara asertif ke anggota keluarganya. Selain
aspek emosi, aspek kognitif dan bahasa juga mendapat nilai yang
kurang maksimal sebelum diberikan terapi. Hal ini terjadi karena
remaja tidak mampu menyusun kalimat, mengekspresikan perasaan
dalam bentuk kalimat yang baik. Ketiga remaja mengatakan jarang
diberi kesempatan dalam berpendapat dan dilibatkan dalam mengambil
keputusan.

Setelah lima minggu lamanya diberikan terapi kelompok terapeutik


dan latihan asertif, terlihat bahwa terjadi kenaikan yang cukup
signifikan pada aspek emosi dan psikososial yaitu sebesar 50%. Selain
itu, aspek kognitif dan bahasa pun mengalami peningkatan sebesar
48.89%. Jika dibandingkan pada kelompok remaja yang hanya
mendapat terapi TKT, kelompok ini memiliki kenaikan yang lebih
tinggi dari aspek kognitif, bahasa dan emosinya.

Terapi latihan asertif lebih efektif jika dilakukan secara berkelompok


(Novianti, 2010). Pelaksanaan latihan asertif pada 3 remaja di
kelompok ini diberikan secara individu, dikarenakan jumlah yang
kurang jika dibentuk kelompok. Jika dilihat dari hasil, ternyata terapi
latihan asertif juga efektif diberikan secara individu, terlihat dari

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

pencapaian aspek kognitif dan bahasa naik sebesar 88.89% dari


sebelumnya yaang hanya 40%, aspek emosi dan psikososial naik
sebesar 88.89% dari 38.89%. selain itu juga dapat meningkatkan aspek
perkembangan yang lain seperti aspek moral dan spiritual naik sebesar
9.52%, bakat dan kreatifitas naik sebesar 11.29%.

Terapi Latihan Asertif telah diuji pada penelitian yang dilakukan oleh
Novianti (2010), terbukti dapat melatih respon–respon asertif dalam
berbagai situasi. Penelitian yang dilakukan oleh Sert (2003)
menyatakan bahwa terapi latihan asertif secara signifikan dapat
meningkatkan perilaku asertif anak usia sekolah. Penelitian lain
dilakukan oleh Agbakwuru dan Stella (2011) juga menyatakan hal
senada bahwa terapi latihan asertif memiliki efek positif dalam
meningkatkan ketahanan diri remaja dimana ketahanan diri
mempengaruhi koping seseorang.

Aspek emosi memiliki peran penting dalam menentukan perilaku


seseorang (Ali & Asrori, 2004). Emosi yaitu suatu perasaan dan
pikiran yang khas dari seseorang (Goleman, 2001). Bila emosi dapat
dikendalikan dengan baik maka remaja akan dapat mengendalikan diri
ketika mengalami kesedihan dan dapat melepaskan kecemasan yang
dialami. Sebaliknya, individu yang kemampuannya buruk dalam
mengendalikan emosi akan berusaha melawan perasaan sedih atau
melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri (Goleman, 2001).

Remaja berada pada masa peralihan yang membuat remaja rentan


terhadap masalah. Masa remaja sebagai periode storm and stress,
dimana terjadi peningkatan ketegangan emosi yang disebabkan oleh
perubahan fisik dan hormonal (Lafreniere, 2000). Masalah yang
dihadapi remaja dapat berasal dari sekolah, keluarga, dan teman
sebaya, yang terkadang menjadi sulit untuk diatasi (Aminbhavi &
Pastey, 2003).

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

Remaja harus mampu mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh


perubahan mental, fisik, dan kehidupan. Pada saat yang sama, remaja
dituntut oleh lingkungannya untuk mampu mengendalikan emosi.
Apabila remaja tidak mampu mengendalikan emosi maka remaja
cenderung melakukan tindakan negatif. Gunarsa (2003)
mengemukakan bahwa matangnya emosi individu akan mengurangi
kenakalan remaja. Permasalahan dan ketegangan emosional yang
meningkat pada masa remaja menyebabkan pada masa ini perilaku
beresiko cenderung meningkat seperti tawuran, kebut-kebutan di jalan
raya, membolos sekolah, merampas, mencuri, perilaku yang tidak
mematuhi orangtua dan guru, kecanduan narkoba, melakukan
hubungan seks bebas, dan perjudian (Kartono, 2006).

Latihan asertif dapat meningkatkan kematangan emosi remaja.


Terdapat beberapa penelitian yang menghubungkan perilaku
menyimpang remaja dengan kematangan emosi. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sivianingsih (2008) menunjukkan bahwa tawuran, seks
bebas, serta ketergantungan NAPZA yang terjadi di masa remaja
merupakan perilaku yang mencerminkan ketidakmatangan emosi.
Selain itu, terdapat juga hasil penelitian Boyd dan Huffman (2002)
menunjukkan bahwa individu yang minum-minuman alkohol memiliki
kematangan emosi yang rendah. Penelitian Jannah (2009) juga
menunjukkan bahwa semakin tinggi kematangan emosi remaja maka
perilaku agresi akan semakin rendah.

Hasil penelitian-penelitian tersebut sejalan dengan yang dikemukakan


Sarwono (2010) bahwa salah satu penyebab tingginya perilaku
menyimpang remaja adalah kurangnya kemampuan dalam
mengendalikan emosi dan mengekspresikan emosi dengan cara yang
dapat diterima norma, belum matangnya emosi individu menyebabkan
individu mudah terbawa pengaruh lingkungan untuk melakukan suatu
perbuatan.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


10

Pada hasil yang ditemukan dalam laporan ini, didapatkan bahwa aspek
kognitif dan emosi saling mempengaruhi satu sama lain yaitu
didapatkan aspek emosi dan aspek kognitif yang sebelumnya memiliki
nilai yang rendah akhirnya mengalami peningkatan setelah dilakukan
terapi. Hasil ini sesuai dengan Soetjiningsih (2010) yang mengatakan
bahwa perkembangan kognitif tidak terlepas dari perkembangan emosi
remaja yang naik turun. Salah satu tugas perkembangan remaja yaitu
kemampuan berpikir secara lebih dewasa dan rasional, memiliki
pertimbangan yang lebih matang dalam penyelesaian masalah,
memiliki tujuan dan merencanakan strategi. Murniati dan Beatrix
(2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa remaja masa sekarang
lebih menekankan pada pemikiran dan tindakan yang mandiri dan
inisiatif pribadi yang juga mengindikasikan kecenderungan untuk
menempatkan kepentingan diri diataskepentingan kelompok. Hal ini
menunjukkan bahwa remaja masih mementingkan aspek ego emosinya
dalam mengambil suatu keputusan. Sehingga aspek kognitif dan emosi
harus ditangani dengan baik karena keduanya saling mempengaruhi.

Pada tugas perkembangan, remaja yang diberikan TKT dan AT


memiliki rata-rata peningkatan kemampuan tugas perkembangan
sebesar 12.5%, hasil tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan
rata-rata kemampuan tugas perkembangan pada remaja yang hanya
mendapat TKT yaitu sebesar 9.38%. Hal ini menunjukkan bahwa
perpaduan terapi kelompok terapeutik dengan latihan asertif dapat
menjawab kebutuhan remaja untuk tampil lebih asertif kepada orang
lain termasuk orang tua.

5.2.3 Efektifitas Terapi Kelompok Terapeutik, Latihan Asertif dan


Psikoedukasi Keluarga terhadap pencapaian identitas diri remaja

Kelompok orang tua dan remaja yang diberi TKT, AT dan FPE yang
mencakup 10 aspek perkembangan yang paling rendah sebelum
diberikan terapi yaitu aspek emosi dan psikososial yaitu 37.04%,

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


11

setelah lima minggu diberikan terapi meningkat menjadi 88.89% yang


berarti meningkat sebesar 51.85%. Peningkatan ini lebih tinggi
dibandingkan pada remaja yang mendapat terapi TKT saja (33.33%)
dan TKT+AT (48.89%), aspek kognitif dan bahasa 43.70% sebelum
terapi dan meningkat 96.29% setelah pemberian terapi yang artinya
meningkat 52.59% dimana peningkatan tersebut juga lebih tinggi
dibanding pada remaja yang mendapat TKT (33.33%) dan TKT + AT
(48.89%).

Pada kemampuan identitas diri remaja yaitu tugas perkembangan rata-


rata kemampuan meningkat 34.71%. Peningkatan pada tugas
perkembangan juga meningkat lebih tinggi dibanding pada remaja
yang hanya mendapat TKT yaitu sebesar 9.38% dan remaja yang
mendapat TKT+AT sebesar 12.5%. Kemampuan keluarga setelah FPE
juga meningkat dari semula 22.22% menjadi 100%.

Peningkatan yang lebih tinggi pada 10 aspek perkembangan maupun


pada pencapaian tugas perkembangan remaja dapat dipengaruhi oleh
terapi yang diberikan kepada keluarga yaitu pemberian Psikoedukasi
keluarga karena pelibatan keluarga dalam latihan tumbuh kembang
merupakan hal yang sangat penting. Tindakan yang ditujukan pada
keluarga pada remaja menjadi penting karena pada keluarga
merupakan suatu sistem yang sangat dekat dengan remaja, yang
merupakan tempat remaja belajar (Keliat, 1995).

Psikoedukasi keluarga menjadi salah satu elemen program perawatan


kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi, pendidikan
kesehatan melalui komunikasi yang terapeutik kerjasama dengan
keluarga merupakan bagian penting dari stimulasi perkembangan
remaja, dan psychoeducation merupakan pendekatan yang bersifat
edukatif dan pragmatik (Stuart & Laraia, 2009). Carson (2000) juga
mengungkapkan hal yang sama yaitu psikoedukasi merupakan alat

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


11

terapi keluarga yang makin popular sebagai suatu strategi untuk


menurunkan faktor - faktor resiko yang berhubungan dengan
perkembangan gejala gejala perilaku. Jadi psikoedukasi membantu
keluarga meningkatkan pengetahuan tentang perkembangan remaja
dan cara menstimulasi perkembangan remaja melalui pemberian
informasi dan edukasi yang dapat mendukung pencapaian identitas diri
remaja.

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Ong dan Caron (2008)
mengungkapkan bahwa psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan
pengetahuan keluarga dalam merawat remaja yang mengalami
gangguan mood salah satunya gangguan emosi. Seringkali remaja
tidak mampu menyampaikan keinginannya secara asertif, remaja lebih
sering meluapkan keinginan dan harapannya dengan agresif. Hal ini
dapat mengganggu komunikasi antara orang tua dengan remaja.

Orang tua seringkali menerapkan kedisiplinan terhadap anak untuk


mengontrol perilaku mereka dengan menggunakan larangan-larangan.
Namun, bagi sebagian remaja larangan tersebut dianggap memerintah
mereka. Akibatnya, remaja akan memberontak dengan banyak cara,
seperti tidak menghormati, berbicara tidak sopan dan kasar pada
keluarga, mengabaikan perkataan keluarga (Gottman, 2008). Perilaku
remaja tersebut dirasakan menyulitkan bagi orang tua, menimbulkan
stres dan beban bagi keluarga dalam menghadapi anak remajanya.
Dengan FPE dapat menambah pengetahuan keluarga tentang remaja
serta dapat membantu keluarga dalam mengatasi stres dan beban dalam
menghadapi anak remajanya

Keluarga harus terlibat dalam stimulasi tumbuh kembang remaja.


Keluarga mempunyai peranan penting untuk membantu remaja
bertumbuh dan berkembang secara optimal. Hal tersebut mengingat
sebagian besar masa remaja dihabiskan bersama keluarga. Keluarga

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


11

merupakan tempat di mana sebagian besar hidup remaja mengalami


pertumbuhan dan perkembangan. Keluarga merupakan lingkungan
pertama dalam perkembangan anak (Hurlock, 2008).

Proses pertumbuhan dan perkembangan, serta pembentukan identitas


diri remaja, sangat tergantung pada orang tua. Orang tua jugalah yang
pertama kali memberi fasilitas, termasuk kesempatan kepada anak
untuk memainkan fungsi dan peran dalam keluarga dan konteks
kehidupan yang lebih luas. Mengingat gaya pengasuhan yang
diterapkan oleh orang tua memiliki suasana dan kesempatan berbeda
untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, dan kecenderungan-
kecenderungannya; identitas diri yang terbentuk karenanya akan
memiliki sifat yang berbeda-beda pula. Keberadaan figure tokoh
sukses yang dilihat remaja juga ikut memberikan kontribusi yang
cukup signifikan dalam pembentukan identitas diri remaja. Remaja
melihat, menilai, dan menemukan nilai-nilai yang dianggap baik ada
pada figur tokoh tersebut, selanjutnya diinternalisasi ke dalam dirinya
untuk dijadikan bagian dari pembentuk identitas dirinya.

Lingkungan keluarga yang mendukung pertumbuhan dan


perkembangan remaja yang normal adalah keluarga yang mampu
melaksanakan tugas-tugas perkembangan keluarga, termasuk
menerapkan cara pengasuhan yang tepat. Tugas perkembangan
tersebut yaitu menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab
remaja dan menjadikan otonomi remaja semakin bertambah, membina
komunikasi yang terbuka antara orangtua dengan anak, dan
memfokuskan kembali hubungan perkawinan yang harmonis (Irawan,
2002). Keluarga yang mampu melakukan tugas perkembangan
keluarga dengan menerapkan gaya pengasuhan yang baik dapat
membantu pencapaian identitas diri remaja.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


11

Di samping melaksanakan tugas-tugas perkembangan secara optimal,


keluarga juga dituntut untuk mampu menerapkan cara pengasuhan atau
pola asuh yang tepat pada remaja . Fuhrmann (2000) mengatakan
bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan
identitas diri yaitu pola asuh, homogenitas lingkungan, model untuk
identifikasi, pengalaman masa kanak-kanak, perkembangan kognisi,
sifat individu, dan identitas etnik. Keluarga dituntut untuk mampu
menerapkan cara pengasuhan atau pola asuh yang tepat pada remaja.
Penelitian Purwadi (2000) menunjukkan bahwa pengasuhan orang tua
memiliki hubungan yang signifikan dengan pembentukan identitas diri
remaja.

Wahyuningsih (2003) menjelaskan bahwa pola asuh adalah seluruh


cara perlakuan keluarga yang ditetapkan pada anak dalam proses
interaksi orangtua dengan anak. Selama proses interaksi tersebut,
keluarga dapat menerapkan tiga cara pengasuhan yaitu pola asuh
otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis (Hockenberry,
2005). Kegagalan keluarga menerapkan cara pengasuhan yang tepat
sering menjadi faktor lain yang ikut mendukung timbulnya perilaku
menyimpang pada remaja, salah satunya perilaku kekerasan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka peran serta keluarga sangat
dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan remaja sehingga
keluarga harus diberikan bekal tentang informasi sehingga terjadi
keselarasan ketika menstimulasi anak remajanya dimana keluarga
memahasi tumbuh kembang remaja dan remaja pun memahami hal
yang seharusnya ia capai dalam tumbuh kembangnya.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan menguraiakan kesimpulan dari penyusunan karya ilmiah akhir
serta saran bagi pihak terkait yang berhubungan dengan praktik klinik
keperawatan jiwa komunitas.
6.1 Kesimpulan
Karya tulis ilmiah ini memberikan gambaran tentang manajemen kasus pada
remaja yang diberikan terapi kelompok terapeutik, latihan asertif dan
psikoedukasi keluarga dengan pendekatan Teori Stuart dan King di RW 01
dan 09 Kelurahan Ciwaringin Bogor Tengah. Kesimpulan yang didapatkan
dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
6.1.1 Hasil pengkajian karakteristik remaja di RW 01 dan 09 Kelurahan
Ciwaringin mayoritas berusia remaja tengah (14-16 tahun), jenis
kelamin laki-laki, mayoritas anak pertama dalam keluarganya dengan
jumlah saudara terbanyak yaitu 1-3 orang serta mayoritas keadaan
ekonomi rendah.
6.1.2 Proses Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Jiwa
6.1.2.1 Hasil pengkajian faktor predisposisi remaja dengan nilai rata-
rata paling tinggi yaitu pada aspek sosial budaya yang
mencapai 95.83%.
6.1.2.2 Hasil pengkajian faktor presipitasi remaja dengan nilai rata-rata
paling tinggi yaitu pada aspek sosial budaya yang mencapai
89.58%.
6.1.2.3 Hasil pengkajian penilaian terhadap stresor paling tinggi yaitu
pada aspek bakat dan kreatifitas sebesar 85.71% dan aspek
paling rendah yaitu aspek emosi dan psikososial sebesar
34.37%.
6.1.2.4 Hasil pengkajian sumber koping yaitu 50% remaja mengetahui
tentang perkembangan remaja dan 31.25% remaja mengetahui
cara menstimulasi tumbuh kembang. Hanya 43.75% keluarga
yang mengetahui tentang tumbuh kembang remaja dan cara
114 Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


11

menstimulasinya. 100% keluarga memiliki jaminan kesehatan


dan yakin kepada petugas dan pelayanan kesehatan.
6.1.3 Hasil pelaksanaan terapi pada remaja
6.1.3.1 Terapi Kelompok Terapeutik diberikan secara berkelompok
kepada 16 orang remaja. Terdapat 25% orang remaja yang
hanya mendapat TKT. Setelah TKT semua aspek
perkembangan meningkat terutama aspek emosi dan
psikososial sebesar 33.33%. Pada pencapaian tugas
perkembangan didapatkan hasil peningkatan rata-rata
kemampuan sebesar 9.38%.
6.1.3.2 Perpaduan TKT dan Latihan asertif diberikan pada 3 orang
remaja. Latihan asertif dilakukan secara individu. Terlihat
dari pencapaian aspek kogitif dan bahasa naik sebesar
48.89%, aspek emosi naik sebesar 50%. Pada pencapaian
tugas perkembangan didapatkan hasil peningkatan rata-rata
kemampuan sebesar 12.5%.
6.1.3.3 Perpaduan TKT, Latihan asertif dan Psikoedukasi keluarga
diberikan pada 9 orang remaja dan keluarga. Hasil yang
dicapai terdapat peningkatan pada semua aspek
perkembangan. Peningkatan tertinggi yaitu pada aspek
kognitif dan bahasa sebesar 52.59%. Pada pencapaian tugas
perkembangan didapatkan hasil yang baik yaitu terdapat
peningkatan rata-rata sebesar 16.66%.
6.1.3.4 Hasil pada peningkatan 10 aspek perkembangan didapatkan
hasil lebih tinggi pada remaja yang memperoleh TKT, AT
dan FPE meningkat sebesar 28% dibandingkan remaja yang
memperoleh TKT dan AT yang meningkat 27.47% dan
remaja yang hanya mendapat TKT sebesar 20.71%.
6.1.3.5 Hasil dari pencapaian tugas perkembangan remaja didapatkan
rata-rata peningkatan kemampuan sebesar 16.66% pada
remaja yang mendapat TKT, AT dan FPE, hasil ini lebih
tinggi dibandingkan pada remaja yang mendapat TKT saja

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


11

(9.38%) dan pada remaja yang mendapat TKT dan AT


(12.5%).
6.1.3.6 Pendekatan Teori Stuart dan Teori King sangat sesuai
digunakan sebagai pendekatan dalam memberikan asuhan
keperawatan spesialis dari pengkajian sampai evaluasi.
Optimalisasi penerapan kedua teori ini akan menghasilkan
pembentukan identitas diri yang optimal pada remaja.

6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil karya ilmiah ini maka ada beberapa saran yang
dapat diberikan kepada pihak-pihak terkait dalam rangka meningkatkan
pelayanan kesehatan jiwa khususnya dalam tatanan komunitas.

6.2.1 Dinas Kesehatan Kota Bogor


a. Bekerja sama dengan mahasiswa Spesialis keperawatan jiwa FIK
UI dalam melatih perawat puskesmas sebagai perawat CMHN
yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan jiwa di
wilayah kerja masing-masing.
b. Mengadakan pelatihan CMHN untuk memfasilitasi perawat
puskesmas menjadi perawat CMHN sehingga memiliki
pengetahuan yang baik tentang CMHN
c. Memfasilitasi dan mendukung pelaksanaan program Community
Mental Health Nursing dengan instansi lain seperti Dinas
Pendidikan dan Puskesmas.
d. Mengembangkan program CMHN di kelurahan lain seperti
Panaragan dan Kebon Kelapa.
e. Memantau kinerja dan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait
dalam meneruskan dan mengembangkan program CMHN.
f. Menetapkan kebijakan tentang pengaturan pengiriman tugas
belajar sumber daya manusia perawat CMHN ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan keperawatan jiwa di tatanan komunitas.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


11

6.2.2 Bagi Pelayanan Keperawatan Jiwa


a. Puskesmas Merdeka
1. Memfasilitasi sarana dan prasarana untuk pelaksanaan
pelayanan keperawatan jiwa termasuk kebutuhan sumber daya
manusia (SDM) perawat terutama perawat CMHN.
2. Perawat CMHN menjalin kerja sama dengan perawat spesialis
keperawatan jiwa sebagai konsultan terkait keberlanjutan
program CMHN serta manajemen kasus klien yang
membutuhkan terapi spesialis
3. Perawat CMHN tidak melakukan terapi spesialis terapi
kelompok terapeutik tetapi memonitor perkembangan perilaku
dari remaja yang sudah dilatih.
4. Memberikan informasi dasar kepada kader kesehatan jiwa
tentang tanda-tanda perilaku menyimpang pada remaja sehingga
dapat menginformasikannya kepada perawat CMHN di
Puskesmas Merdeka untuk ditindaklanjuti.
5. Perawat CMHN melakukan kerja sama antar program
khususnya dengan pemegang program UKJS (Usaha Kesehatan
Jiwa Sekolah) guna mendeteksi perilaku-perilaku remaja yang
menyimpang, sehingga dapat ditindaklanjuti.

b. Kelurahan Ciwaringin
1. Meningkatkan kerjasama dengan Puskesmas Merdeka dalam
upaya peningkatan dan pengoptimalan kesehatan masyarakat.
2. Memfasilitasi jalannya program Community Mental Health
Nursing (CMHN) dengan instansi terkait seperti Dinas
Kesehatan dan Puskesmas.

6.2.3 Bagi Profesi Keperawatan Jiwa


a. Pendidikan tinggi keperawatan hendaknya mengembangkan terapi
kelompok terapeutik yang dapat dipadukan dengan terapi lain sesuai
dengan kondisi remaja pada berbagai kelompok usia, dan menjadi

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


11

salah satu kompetensi yang harus dikuasai mahasiswa keperawatan


atau lulusan perawat yang melakukan praktek di tatanan komunitas.
b. Hasil temuan pada Karya Ilmiah Akhir ini hendaknya dapat
digunakan sebagai evidence based dalam mengembangkan terapi
kelompok terapeutik pada berbagai kelompok usia khususnya
remaja sehingga menjadi terapi modalitas keperawatan jiwa yang
efektif dalam mencegah timbulnya masalah kesehatan jiwa dan
meningkatkan kesehatan jiwa masyarakat.
c. Hasil penerapan terapi dapat dijadikan sebagai dasar bagi penulis
untuk ikut ambil bagian dalam mengembangkan program CMHN di
wilayah lain.

6.2.4 Riset Keperawatan


a. Perlu pembuktian secara riset tentang pengaruh Terapi Kelompok
Terapeutik, Terapi Latihan Asertif dan Psikoedukasi Keluarga
dengan indikasi kurangnya kemampuan remaja di aspek emosi,
kognitif dan bahasa terhadap pencapaian identitas diri remaja.
b. Perlu dilakukan penelitian tentang analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja, diantaranya
faktor geografi, budaya, serta kebiasaan masyarakat setempat untuk
mengetahui faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap
pembentukan identitas diri remaja.
c. Perlu dikembangkan penelitian tentang efektifitas pemberian paket
terapi spesialis TKT, AT dan FPE pada remaja serta menganalisis
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi tersebut.
d. Perlu melakukan penelitian tentang pemberian TKT, AT dan FPE
pada klien dengan tumbuh kembang berbeda misalnya pada anak
pra sekolah atau anak sekolah.

Universitas

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


DAFTAR PUSTAKA

Ali,M & Ansori,M. (2010). Psikologi remaja perkembangan peserta didik. Edisi 6.
Jakarta : PT Bumi Aksara.

Bahari. (2010). Pengaruh Terapi Kelompok Terapeutik terhadap Perkembangan


Identitas Diri Remaja di Kota Malang. Tesis S2 (tidak dipublikasikan).
Jakarta: Keperawatan Universitas Indonesia.

Berkowitz, L. (2003). Affect, aggression, and antisocial Behavior. Dalam Davidson,


R.J, Scherer, K.R., Goldsmith, H.H. Handbook of Affective Sciences. Oxford:
University Press. Hlm. 804‐823.

Christensen, Paula J. (1995): Nursing Process: application of conceptual models, 4th


ed. St.Louis: Mosby-Year Book, Inc.

Fortinash, K.M. & Holoday, P.A. (2004). Psychiatric mental health nursing. Third
edition, St. Louis Missouri: Mosby – Year Book Inc.

Friedman. (2003) Family of Nursing : Theory and practice. Cnecticut: Appleton &
Lange.

Fuhrmann, Barbara Schneider (2000). Adolescence,Adolescents. Second Edition, A


Devision of Scott, Foresman nd Company, London

George, Julis B. (1995). Nursing Theories: the base for professional nursing practice,
3rd. Connecticut: Applenton & Lange.

Girdano,D&Everly,G.(1985). Controlling stress and tension.A holistic approach.edisi


2. New Jersey: Prantice-Hall

Gunarsa. (2008). Psikologi praktis : Anak, remaja dan keluarga. Edisi 8. Jakarta : PT
BPK Gunung Mulia.

Gunarsa.(2010). Psikologi Remaja. Edisi 1. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.

Hall, C. S. & Lindzey, G. 1993. Psikologi Kepribadian 1: Teori-Teori Psikodinamik


(Klinis). Yogyakarta: Kanisius. Editor: A. Supratiknya.

Hamid, Achir,Y.(2009). Bunga rampai asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.


Jakarta : EGC

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Hermann, D. S., & McWhirter, J.J. (2003). Anger and aggression management in
young adolescent: A experimental validation of SCARE program. Education
and Treatment of Children, 26 (3), 273‐302.

Hockenberry, M., Wilson, D.,Winkelstein, M., & Kline, N.(2003) Nursing Care of
infant and children. 7 ed. St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier

Hurlock, E.(2008). Perkembangan anak jilid 1. Edisi 6. Jakarta : Erlangga.

Kaplan, H.L., & Saddock, B. J. (2010). Comprensive text book of psychiatry Vol. 1.
6th ed. Baltimore : Williams & Wilkins.

Kartono, K. 1995. Psikologi Anak. Bandung: Penerbit Mandar Maju.Sarwono, S.W.


2002. Psikologi Remaja. Edisi Enam. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Kellner, M.H., & Bry, B.H. (1999). The effect of anger management groups in a day
school for emotionally disturbed adolescents. Adolescence, 34 (136), 645‐651.

Knorth, E.J., Klomp, M., Van der Bergh, P. M., & Noom, M. J. (2007). Aggressive
adolescents in residential care: A selective review of treatment requirements
and models. Adolescence, 42 (167), 461‐485.

Larson, J. (2008). Angry and aggressive students. Principal Leadership, 8 (5), 12‐ 15.

Lench, H.C. (2004). Anger management: Diagnostic differences and treatment


implication. Journal of Social and Clinical Psychology, 23 (4), 512‐531.

Lindsay, J.J., & Anderson, C.A. (2000). From antecedent conditions to violent
actions: A general affective aggression model. Personality and Social
Psychology Bulletin, 26 (5), 533‐547.

Meleis Ibrahim A., (2007). Theoretical nursing: development and progress, 3rd
edition, Philadelphia: Lippincott.

Murniati, J. & Beatrix Sophie. (2000). Perbedaan nilai remaja sekarang dengan
generasi sebelumnya. Fakultas Psikologi UI. Jurnal Psikologi Sosial VII: 59-
64

Myers, D.G. (2002). Social psychology. 7th edition. New York. McGraw Hill.
Wilkowski, B.M., & Robinson, M.D. (2008). The cognitive basis of trait
anger and reactive aggression: An integrative analysis. Society for Personality
and Social Psychology, 12 (1), 3‐21.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Novianti. (2010). Pengaruh terapi kelompok Assertiveness Training terhadap
kemampuan komunikasi ibu dalam mengelola emosi anak usia sekolah (7-12
tahun) di Kelurahan Balumbang Jaya Kota Bogor tahun 2010. Tesis S2 (tidak
dipublikasikan. Jakarta : Keperawatan Universitas Indonesia.

Nurlis.(2009). Pengaruh latihan membangun kepercayaan diri terhadap rasa percaya


diri remaja di Kelurahan Sindang Barang Bogor. Tesis S2 (tidak
dipublikasikan). Jakarta : Keperawatan Universitas Indonesia.

Papilia, D.E., Sally Wendkos Olds, 1992, Human Development, McGraw-Hill, Inc.,
New York

Purwadi. (2000). Hubungan Gaya Pengasuhan Orang Tua Dengan Eksplorasi Dan
Komitmen Remaja Dalam Domain Pekerjaan. Thesis Tidak Diterbitkan.
Bandung : Universitas Padjadjaran

Purwanto, Ngalim. (2004). Psikologi Belajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Safaria,T & Eka,N.S. (2009). Manajemen Emosi. edisi 1. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Santrock, J.W. (2007). Adolescence chapter 1. 11th Ed. Dalas : McGraw-Hill


Companies Inc.

Santrock, J.W. (2007). Adolescence chapter 2. 11th Ed. Dalas : McGraw-Hill


Companies Inc.

Sarwono, S.W. (2011). Psikologi remaja. Edisi 14. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada

Smith, D. G., Xiao, L., & Bechara, A. (2012). Decision making in children and
adolescents: Impaired iowa gambling task performance in early adolescence.
Developmental Psychology, 48(4), 1180-1187.
doi:http://dx.doi.org/10.1037/a0026342

Steinberg, Laurence, Monks, F.J., et.at. (1982). Psikologi Perkembangan.Gadjah


Mada University Press, Yogyakarta.

Stuart,G.W & Laraia, M.T (2009). Principles and Practice of psychiatric nursing.
(8th edition). St Louis: Mosby

Tomey, M &Alligood (2006). Nursing Theorist and Their Work. 6th edition. St.Louis:
Mosby-Year Book, Inc.

Townsend & Mary (2009). Psychiatric Mental Health Nursing. (6th Ed.).
Philadelphia: F.A. Davis Company

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Wahyuningsih. (2010). Pengaruh Assertiveness Training terhadap perilaku kekerasan
pada klien Schizofrenia di RSUD Banyumas. Tesis S2 (tidak dipublikasikan).
Jakarta : Keperawatan Universitas Indonesia.

WHO (2005) Adolescence Mental Health Promotion. New Delhi : South East Asia
Regional Office of the World Health Organization

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 1

PENILAIAN
PROSES TERAPI KELOMPOK TERAPEUTIK

Kode Nama :
Petunjuk :
Beri tanda cek list ( √ ) pada Kolom Ya atau Tidak sesuai dengan penampilan yang ditunjukkan
peserta

SESI I : PENGKAJIAN DAN DISKUSI PERKEMBANGAN REMAJA


No Penilaian Ya Tidak
1 Menyampaikan perkembangan yang dicapai dan masalah
yang dihadapi.
2 Menyampaikan ciri-ciri dan tugas perkembangan remaja
yang sehat
3 Menyampaikan pendapat tentang penyimpangan
perkembangan pada usia remaja

SESI II: STIMULASI PERKEMBANGAN BIOLOGIS & PSIKOSEKSUAL


No Penilaian Ya Tidak
1 Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan biologi dan
psikoseksual
2 Menyampaikan cara mengontrol perubahan-perubahan
biologis dan psikoseksualnya
3 Mengeksplorasi dan membuat komitmen terhadap
perkembangan fisik dan psikoseksual

SESI III: STIMULASI PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN BAHASA


No Penilaian Ya Tidak

1 Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan kognitif


dan bahasa
2 Mengikuti permainan stimulasi perkembangan kognitif dan
bahasa
3 Mampu mengeksplorasi dan membuat komitmen terhadap
perkembangan kognitif dan bahasa

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


SESI IV: STIMULASI PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL
No Penilaian Ya Tidak

1 Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan moral dan


spiritual
2 Mengikuti permainan stimulasi perkembangan moral dan
spiritual
3 Mampu mengeksplorasi dan membuat komitmen terhadap
perkembangan moral dan spiritual

SESI V: STIMULASI PERKEMBANGAN EMOSI DAN PSIKOSOSIAL


No Penilaian Ya Tidak

1 menjelaskan cara menstimulasi perkembangan emosi dan


psikososial
2 mengikuti permainan menstimulasi perkembangan emosi
dan psikososial
3 mampu mengeksplorasi dan membuat komitmen terhadap
perkembangan emosi dan psikososial

SESI VI: STIMULASI PERKEMBANGAN BAKAT DAN KREATIVITAS


No Penilaian berdasarkan Aspek Perkembangan Ya Tidak

1 Menjelaskan cara menstimulasi perkembangan bakat dan


kreativitas
2 Mampu menstimulasi perkembangan bakat dan kreativitas
3 Mampu mengeksplorasi dan membuat komitmen terhadap
perkembangan bakat dan kreativitas

SESI VII: EVALUASI MANFAAT DAN STIMULUS YANG DILAKUKAN


No Penilaian berdasarkan Aspek Perkembangan Ya Tidak

1 Berbagi pengalaman tentang manfaat yang dirasakan


selama kegiatan 6 sesi
2 Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi dan
kegiatan yang telah dilakukan di rumah, sekolah, dan
masyarakat untuk meningkatkan perkembangannya
3 Mampu mengeksplorasi semua potensi yang dimiliki,
nilai-nilai, keyakinan dan membuat komitmen terhadap
pilihan yang positif dan disenangi.
Skoring ya=1, tidak =0,
Kategori tingkat partisipasi dalam TKT
0-10 = kurang, 11 – 15 = baik, 16 – 21 = sangat baik

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 2

JENIS-JENIS
PERMAINAN

1. NAMA DAN GAYA

Jumlah peserta: maksimal 30 orang


Alat & Bahan : -
Cara bermain :
1. Pemimpin permainan meminta peserta untuk berdiri melingkar
2. Masing-masing peserta menyebutkan nama sambil menciptakan gaya tertentu . ketika
satu peserta menyebut nama dan menunjukkan gayanya, peserta lain ikut menirukan
3. Peserta harus berani menciptakan gaya khas agar peserta lain akan mudah mengenalinya.

Makna permainan :
peserta diajak untuk saling mengenal peserta lain dengan cara yang lucu dan unik. Mengenali gaya
atau ciri khas orang lain adalah salah satu cara agar bisa cepat akrab.
Sumber : Santosa, V.E., dan Mulyani, I. M. (2008)

2. KESAN PERTAMA

Jumlah peserta: maksimal 30 orang


Alat & Bahan : kertas HVS dan spidol
Cara bermain :
1. Pemimpin permainan membagikan kertas HVS dan spidol kepada seluruh peserta
2. Peserta diminta menuliskan nama masing-masing secara vertikal (tegak lurus) dikertas
bagian kiri setelah itu kertas direkatkan di punggung masing-masing.
3. Peserta diminta menyebar keseluruh ruangan dan bebas menuliskan kesan pertama
kepada peserta lain dengan melanjutkan huruf yang tertulis pada punggung peserta.
Misalnya:
Nama kesan
K eren
I imut
S lengean
S abar
Makna permainan :
Melatih peserta untuk mengungkapkan kesan pertama terhadap orang yang baru dikenalnya.
Permainan bisa memancing diskusi antar peserta serta menguji kemampuan merangkai kata yang
seringkali menimbulkan kesan lucu.
Sumber : modifikasi Santosa, V.E., dan Mulyani, I. M. (2008).

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3. TEBAK IDOLAKU

Jumlah peserta: bebas


Alat & Bahan : kertas HVS dan spidol
Cara bermain :
1. Pemimpin permainan meminta peserta menebak tokoh idola yang di tulis
dibelakang punggungnya.
2. Pemimpin menuliskan tokoh idola tertentu di kertas HVS dan menempelkannya dibelakang
punggung semua peserta
3. Peserta saling bertanya kepada peserta lain maksimal dengan tiga pertanyaan dengan
jawaban ya/tidak
4. Peserta diberi kesempatan bertanya dalam waktu maksimal lima menit
5. Setelah waktu habis masing-masing peserta diminta untuk menebak siapa tokoh/idola yang
menempal dipunggungnya, dengan menirukan gaya/ciri khas tokoh yang ditebaknya

Makna permainan :
Peserta diajak melatih kreativitasnya dalam menyusun pertanyaan terbatas untuk mendapatkan
jawaban tokoh/ idolanya.
Sumber : modifikasi Santosa, V.E., dan Mulyani, I. M. (2008).

4. TIDAK TAKUT, MALU DAN MALAS

Jumlah peserta: 10 – 20 orang


Alat & Bahan : -
Cara bermain :
1. Pemimpin permainan meminta peserta berdiri melingkar
2. Pemimpin berdiri ditengah peserta dan mengucapkan “Aku tidak takut” (membuat satu gerakan
bebas), “tidak malu” (membuat satu gerakan bebas), “tidak malas” (membuat satu gerakan
bebas).
3. Peserta menirukan ucapan dan gerakan pemimpin dengan keras
4. Pemimpin menyebut nama peserta laian untuk melakukan hal yang sama di tengah
5. Demikian seterusnya hingga semua mendapat giliran

Makna permainan :
Melatih diri untuk tidak takut, tidak malu, dan tidak malas tampil didepan orang banyak.
Kemampaun tersebut sangat menentukan bagaimana peserta mengikuti proses
Sumber : Santosa, V.E., dan Mulyani, I. M. (2008).

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5. THE BEST VALUES

Jumlah peserta: bebas


Alat & Bahan : -
Cara bermain :
1. Pemimpin permainan membagikan kertas berisi tentang berbagai nilai-nilai pribadi dari yang
paling penting – kurang penting,
2. Peserta di instruksikan untuk mengurutkan nilai-nilai tersebut berdasarkan pandangannya
3. Secara bergantian peserta diminta mengutarakan jawabannya disertai alasannya
4. Peserta yang urutan jawaban paling atas sama diminta bergabung
5. Terapis memberi kesempatan peserta lain saling memberikan pendapat

Makna permainan :
Melatih untuk memahami nilai-nilai yang paling baik dan menghargai nilai-nilai yang dianut orang
lain

THE BEST VALUES

Daftar dibawah ini adalah nilai-nilai pribadi yang dapat dimiliki seseorang. Cobalah pikirkan dan
urutkan nilai-nilai yang paling penting atau terbaik sampai tidak penting bagi adik-adik. Selanjutnya
tempatkan nilai yang terpenting dalam hidup adik-adik di nomor 1 sampai nilai yang paling tidak
penting di nomor 10. Silahkan tuliskan di tempat yang telah disediakan dibagian bawah

Disiplin Jujur
Persahabatan Memaksa orang lain
Berbohong Sehat
Pintar Harga diri
Dengki Kasih sayang

1. ……………………………………….
2. ……………………………………….
3. ……………………………………….
4. ……………………………………….
5. ……………………………………….
6. ……………………………………….
7. ……………………………………….
8. ……………………………………….
9. ……………………………………….
10. ……………………………………….

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6. “SIAPA AKU?”

Jumlah peserta : bebas


Alat & Bahan : lembar pertanyaan
Tujuan : Remaja akan berbagi dengan yang lain tentang identitas dirinya.
Proses :
Untuk dapat menemukan siapa dirimu lakukan kegiatan berikut ini :
1. Tuliskan pada kertas lembarmu “ Aku akan mencari tahu tentang diri ku dan akan
menemukan identitas ku“.
2. Jawablah pertanyaan berikut dan tuliskan dalam lembar kegiatan.
a. Bagaimana perasaanku sebagai anak laki-laki atau perempuan?
b. Bagaimana perasaanku terhadap umurku?
c. Bagaimana perasaanku terhadap norma-norma atau agama yang ku anut?
d. Bagaimana perasaanku terhadap kondisi tubuhku?
e. Bagaimana perasaanku terhadap sekolahku?
f. Bagaimana perasaanku terhadap keluargaku?
g. Bagaimana perasaanku terhadap masyarakat disekitarku?
3. Kemudian mereka diinstruksikan membaca perasaan yang mereka tulis tersebut disertai ekspresi
nonverbal didepan kelompok satu persatu.
4. Selanjutnya masing-masing anggota memberikan tanggapan terhadap ungkapan perasaan yang
muncul

Sumber : Modifikasi WHO, (2003)

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


PERASAANKU
TERHADAP
DIRIKU
1. Bagaimana perasaanku sebagai anak laki-laki atau perempuan?
…………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………..
2. Bagaimana perasaanku terhadap umurku?
…………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………..
3. Bagaimana perasaanku terhadap norma-norma atau agama yang kuanut?
…………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………..
4. Bagaimana perasaanku terhadap kondisi tubuhku?
…………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………..
5. Bagaimana perasaanku terhadap sekolahku?
…………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………..
6. Bagaimana perasaanku terhadap keluargaku?
…………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………..
7. Bagaimana perasaanku terhadap masyarakat disekitarku?
…………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………..

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


7. “UNJUK GIGI”

Jumlah peserta: bebas


Alat & Bahan : -
Cara bermain :
1. Pemimpin meminta peserta untuk memikirkan bakat dan kreativitas yang biasa
ditampilkan secara spontan selama 5 menit
2. Masing-masing peserta diberi kesempatan untuk menampilkan bakat dan kreativitasnya
3. Setelah semua peserta tampil selanjutnya semua peserta saling memberikan pujian atau
penghargaan dengan ekspresi yang bermacam-macam

Makna permainan :
Meningkatkan kepercayaan diri, eksplorasi bakat dan kreativitas dan pembentukan identitas diri.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 3

DATA DEMOGRAFI REMAJA

Petunjuk Pengisian :
1. Bacalah dengan teliti pertanyaan berikut
2. Isilah pertanyaan pada tempat yang telah tersedia
3. Cukup dijawab dengan cara Cek List (√) pada pilihat kotak yang telah tersedia

1. Nama remaja :...................................................................

2. Usia remaja :...................................................................

3. Jenis kelamin
( ) Laki-laki
( ) Perempuan

4. Status Pendidikan
( ) Sekolah ( ) Tidak sekolah

5. Urutan Kelahiran :
( ) anak pertama ( ) anak tengah ( ) anak bungsu

6. Jumlah saudara kandung :


( ) 2-3 orang ( ) 4-6 orang ( ) > 6 orang

7. Status ekonomi keluarga


( ) pendapatan keluarga kurang dari Rp 750.000,00 per bulan
( ) pendapatan keluarga lebih dari RP 750.000,00 per bulan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 34

KUISIONER ASPEK PERKEMBANGAN REMAJA

1. Jawablah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang
tersedia. Setiap pernyataan hanya berisi satu jawaban
2. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban yang dipilih adalah benar, asalkan
menjawabnya dengan jujur.
3. Usahakan agar jangan sampai ada nomor yang terlewati untuk dijawab

Sesuai dengan
No Pertanyaan kondisi saya saat ini
YA TIDAK
Aspek Fisik & Psikoseksual
1 Saya dapat menerima rasa ketertarikan pada lawan jenis
2 Saya lebih memperhatikan penampilan diri
3 Saya merasa nyaman dengan perubahan fisik saat ini
4 Saya berusaha meningkatkan kesehatan diri dengan cara olah fisik &
makan teratur
Aspek Kognitif & Bahasa
5 Saya mampu membuat keputusan
6 Saya mampu menyelesaikan masalah yang tengah saya hadapi saat ini
7 Saya memahami pembicaraan orang lain
8 Saya mampu menyampaikan ide, pendapat kepada orang lain
9 Saya mencoba lebih kritis terhadap situasi
10 Saya tidak bingung saat ditanya oleh orang lain
11 Saya berusaha menjawab saat ditanya
12 Saya tidak takut salah dalam berpendapat
13 Tidak memaksakan pendapat kepada anggota keluarga / teman.
14 Saya tidak bingung saat diajak berdiskusi
Aspek Moral & Spiritual
15 Saya paham akan nilai-nilai, etika, norma agama & masyarakat
16 Saya taat pada aturan dan tata tertib masyarakat
17 Saya menjalankan perintah agama (sholat, puasa, dll)
18 Saya berperilaku santun, menghormati orang tua, guru dan bersikap baik
pada teman
19 Saya rajin beribadah sesuai dengan agama yang saya anut
20 Saya peduli dan perhatian terhadap masalah keluarga
Aspek Emosi
21 Disaat marah, saya mampu mengontrol diri dan emosi lebih stabil
22 Saya tidak menuntut orang tua secara paksa untuk memenuhi keinginan
saya
23 Saya memiliki prestasi
24 Saya dapat menilai kelebihan dan kekurangan diri sendiri
25 Saya dapat bertanggung jawab & mampu mengambil keputusan tanpa
tergantung pada keputusan orang tua
26 Saya punya tujuan dan cita-cita masa depan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampira

Sesuai dengan
No Pertanyaan kondisi saya saat ini
YA TIDAK
Aspek Psikososial
27 Saya tidak merasa canggung di lingkungan yang baru
28 Saya perhatian pada masalah dan perasaan orang lain
29 Saya akrab dengan teman sebaya & punya teman curhat
30 Saya sudah mandiri, ketergantungan dengan orang tua berkurang
31 Saya sudah menemukan aspek positif dalam diri saya.
TOTAL

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 6

EVALUASI KEMAMPUAN REMAJA PADA PELAKSANAAN ASSERTIVE TRAINING


(AT)

Nama Remaja : ...............................


Nama perawat : ............................... Penilai :.................................
Tanggal Evaluasi
NO Kemampuan Remaja
I Melatih remaja memahami perbedaan komunikasi asertif,
pasif dan agresif
1 Mampu mengidentifikasi kejadian atau peristiwa yang membuat
kesal dan marah
Kejadian 1:.........................................................................................
Kejadian 2:..........................................................................................
Kejadian 3:..........................................................................................
Kejadian 4:..........................................................................................
Kejadian 5:.........................................................................................
2 Mampu menyebutkan Kejadian tersebut merupakan kebutuhan
atau keinginan
..........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
...........................................................................................................

3 Mampu mengevaluasi sikap diri saat marah/kesal atau muncul:


a. Asertif:.........................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
b. Pasif: ..........................................................................................
....................................................................................................
....................................................................................................
.....................................................................................................
.....................................................................................................
c. Agresif:.........................................................................................
.....................................................................................................
....................................................................................................
.....................................................................................................
.....................................................................................................
II Melatih remaja menyampaikan keinginan dan kebutuhan
4 Mampu mengungkapkan kebutuhan
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
5 Mampu mengungkapkan cara memenuhi kebutuhan
..........................................................................................................
.........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


..........................................................................................................
6 Mampu mengungkapkan keinginan
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
.........................................................................................................
7 Mampu mengungkapkan cara memenuhi keinginan
..........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
III Latihan Sikap Asertif dalam Mengungkapkan Kebutuhan dan
Keinginan
8 Pandangan mata langsung
9 Pandangan mata tidak melotot
10 Pandangan mata santai
11 Postur tubuh tegak lurus
12 Posisi tangan santai, bergerak bebas di samping bagian tubuh atau
di atas paha
13 Nada suara tegas dan jelas
14 Isi bicara positif
15 Menghargai diri sendiri dalam mengungkapkan kebutuhan dan
keinginan
16 Ekspresi wajah tegas dan santai
IV Latihan mengatakan “Tidak” terhadap permintaan Orang Lain
Yang Tidak Rasional dan Alasannya
17 Mampu mengidentifikasi permintaan orang lain yang tidak rasional
...........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
18 Mampu mengidentifikasi cara menolak permintaan tidak rasional
yang biasa dilakukan dan dampaknya:
a. Cara menolak yang biasa dilakukan:
..........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
b. Dampak dari cara menolak yang biasa dilakukan
..........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
..........................................................................................................
...........................................................................................................
19 Mampu melakukan praktik cara mengatakan “Tidak” pada
permintaan yang tidak rasional
Mampu mengungkapkan alasan menolak permintaan tidak rasional

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


IV Mempertahankan sikap asertif dalam mengungkapkan
kebutuhan dan keinginan serta mengatakan “Tidak” terhadap
permintaan orang lain yang tidak rasional dan alasanya
20 Mampu menyebutkan sikap asertif dalam mengungkapkan
kebutuhan dan keinginan yang telah dilatih
21 Mampu menyebutkan manfaat perubahan sikap asertif
22 Mampu menyebutkan hambatan latihan asertif
23 Mampu menyebutkan kemampuan mengatakan “Tidak” terhadap
permintaan tidak rasional
24 Mampu menyebutkan manfaat latihan mengungkapkan kata “Tidak”
terhadap permintaan tidak rasional
25 Mampu mengungkapkan hambatan latihan mengatakan tidak
terhadap permintaan tidak rasional
Total Jumlah kemampuan AT

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 7

EVALUASI KEMAMPUAN KELUARGA PADA PELAKSANAAN FAMILY


PSYCHOEDUCATION (FPE)

Nama orang tua: ...............................


Nama perawat : ............................... Penilai :.................................
Tanggal Evaluasi
NO Kemampuan Caregiver
I Identifikasi Masalah Keluarga
1 Mengidentifikasi masalah keluarga dalam merawat/ menstimulasi
remaja
...........................................................................................................
...........................................................................................................

2 Mengidentifikasi masalah caregiver dalam merawat remaja


…………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………….
3 Menjelaskan cara merawat/menstimulasi remaja
...........................................................................................................
...........................................................................................................

II Cara Merawat Anggota Keluarga


7 Menjelaskan kembali cara menstimulasi remaja
...........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................

8 Membimbing keluarga sesuai dengan cara menstimulasi tumbuh


kembang remaja
9 Melaksanakan cara menstimulasi remaja:
...........................................................................................................
...........................................................................................................

III Manajemen Stres Keluarga


Manajemen stres keluarga/ caregiver dengan cara:
18 Tarik napas dalam
19 Distraksi imagery
20 Hipnotis lima jari
21 Kegiatan spiritual
22 Menghentikan pikiran
PMR
IV Manajemen Beban Keluarga
Manajemen Beban Subjektif dan Objektif dengan cara
24 Mengenal beban subjektif dan objektif yang memiliki anak remaja
...........................................................................................................
...........................................................................................................
............................................................................................................
25 Mengetahui cara mengatasi beban yang telah dilakukan selama ini
..........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
26 Menjelaskan cara mengatasi beban yang telah diajarkan terapis
Menyepakati cara mengatasi beban keluarga dan perannya

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


masing-masing dalam mengatasi beban keluarga
...........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
V Pemberdayaan Komunitas
27 Mampu mengidentifikasi sistem pendukung yang ada dimasyarakat
yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan
anggota keluarga
...........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
28 Mampu mengidentifikasi hambatan yang dijumpai dalam
memanfaat sistem pendukung tersebut
...........................................................................................................
...........................................................................................................
...........................................................................................................
29 Mampu menjelaskan kembali cara menggunakan sumber
pendukung yang ada di masyarakat
30 Keluarga mengungkapkan manfaat terapi
Total Jumlah kemampuan FPE

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 9

UNIVERSITAS INDONESIA

MODUL TERAPI KELOMPOK


TERAPEUTIK PADA REMAJA

Oleh:
USWATUN HASANAH
KISSA BAHARI
BUDI ANNA KELIAT
NOVY HELENA C.D.

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU
KEPERAWATAN
DEPOK
2015

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB I
PENDAHULUAN

Kelompok merupakan lingkungan yang alamiah


bagi remaja. Kelompok dapat berperan penting
dalam mempengaruhi hubungan antar anggotanya.
Merujuk pendapat Crokkett (1984 dalam
Jonhnson, 1995) interaksi kelompok dapat
memberi kesempatan perkembangan psikologis
remaja seperti pembentukan hubungan sosial,
ketrampilan sosial, meningkatkan interaksi sosial,
dan memahami diri dan orang lain. Kelompok
adalah kumpulan individu yang memiliki
hubungan satu dengan yang lainnya, saling
ketergantungan dan mempunyai norma (Stuart &
Laraia, 2005). Sedangkan menurut Varcarolis,
Carson, & Shoemaker (2006) kelompok adalah
dua atau lebih orang yang mengembangkan
hubungan interaktif dan berbagi tujuan atau
masalah.

Ada bermacam-macam kelompok salah satunya


kelompok sebaya. Remaja keterikatannya sangat
kuat dengan kelompok sebayanya. Potensi
masalah dan sumber koping dapat berasal dari

Universitas Indonesia 1
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
kelompok sebaya. Remaja adalah makhluk sosial
yang sedang belajar ketrampilan sosial, mereka
sering lebih mempercayai teman sebaya dibanding
orang yang lebih dewasa (Fleitman, n.d). Identitas
diri remaja dapat dibentuk dari cara dia
memandang dan berespon terhadap orang lain
dalam kelompok (Jonhnson, 1995)

Untuk itu dalam upaya menangani masalah


perkembangan yang dihadapi remaja pendekatan
terapi kelompok sangat tepat dipilih. Terapi
kelompok terapeutik merupakan pilihan ideal dan
penting bagi kelompok umur ini. Mereka menjadi
mampu belajar antar satu sama lain sesuai
perkembangan mereka (Wood, 2009), dapat
membantu remaja dalam memenuhi kebutuhannya
secara positif, bermakna bagi kelompok sebaya
dan pembentukan identitas diri (Stuart & Laraia,
2005)

Universitas 2
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
BAB II
PEDOMAN TERAPI KELOMPOK
TERAPEUTIK PADA REMAJA

A. Pengertian
Terapi kelompok terapeutik adalah terapi yang
fokus utamanya untuk mencegah gangguan
dengan mengajarkan cara yang efektif untuk
mengatasi stress emosional pada suatu situasi atau
krisis perkembangan (Townsend, 2003).

B. Tujuan
1. Membantu anggota untuk mengidentifikasi
hubungan yang bermasalah dan merubah
perilaku maladaptif,
2. Membantu remaja memenuhi kebutuhannya
secara positif, bermakna terhadap kelompok
sebaya
3. Pembentukan identitas diri,
4. Memberi kesempatan remaja mengekspresikan
emosi atau masalah perilaku
5. Saling memberikan umpan balik terhadap
perilaku yang menjengkelkan atau
menyenangkan,
6. Belajar toleransi dan perilaku baru,

Universitas 3
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
7. Meningkatkan kapasitas untuk memperoleh
pengaruh dari pengalaman (positif dan negatif)
8. Meningkatkan kapasitas untuk berempati,
9. Menguatkan identifikasi dengan terapis;
10. Mendorong pola perilaku baru dalam
membantu pemecahan masalah dalam
kelompok dan konflik antar kelompok melalui
cara-cara verbal non-fisikal.
11. Belajar membangun suatu hubungan yang
sehat, terutama dengan lawan jenis,
12. Mendorong kearah kesadaran akan masa
depan,
13. Menciptakan keseimbangan hubungan dalam
keluarga,
14. Membangun keterbukaan, produktif, kasih
sayang dan berbagi hubungan
15. Mencegah konflik, konfrontasi, dan sifat
temperamental
16. Membantu anggota memahami diri,
bagaimana mereka berhubungan dengan orang
lain, apa yang mereka capai dalam siklus
perkembangan, serta bagaimana perasaan dan
perilaku mereka sendiri yang mengganggu.

Universitas 4
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
C. Indikasi
Remaja yang mengalami (Kymissis, 1996 dalam
Fleitman, n.d):
1. Berbagai kesulitan dengan orang tua dan
tekanan kelompok sebaya;
2. Masalah komunikasi dengan lingkungan
rumah, sekolah dan sosial;
3. Kekurangan strategi koping dan keterampilan
komunikasi
4. Permasalahan hubungan dengan orang lain
seperti orang tua, guru dan sebaya
5. Perubahan siklus hidup/perkembangan,
6. Remaja yang memerlukan atau menginginkan
kepuasan penyesuaian hidup, ingin belajar
lebih banyak terhadap orang lain, atau untuk
memecahkan permasalahan yang serius

D. Tempat pelaksanaan
Pelaksaanaan terapi kelompok terapeutik ini dapat
dilakukan di klinik maupun komunitas dengan
syarat suasana ruangan tenang bebas dari distraksi
(Stuart & Laraia, 2005; Varcarolis, Carson, &
Shoemaker, 2006)

Universitas 5
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
E. Komponen kelompok
Komponen kelompok kecil menurut Stuart &
Laraia, (2005) meliputi:
1. Struktur kelompok, akan mendasari kegiatan
kelompok yang mencakup batasan-batasan,
komunikasi, proses membuat keputusan,
otoritas hubungan, memberikan stabilitas, dan
membantu regulasi prilaku dan pola interaksi.
Struktur kelompok menjaga stabilitas dan
membantu pengaturan pola perilaku dan
interaksi.
2. Ukuran kelompok antara 6 – 10 anggota.
3. Lama sesi yaitu 20 – 40 menit untuk lower
functioning group, dan 60 - 120 menit untuk
higher functioning group.
4. Komunikasi, umpan balik digunakan untuk
membantu mengidentifikasi dinamika
kelompok dan pola komunikasi.
5. Peran, tiga tipe peran dalam kelompok yaitu:
a) pemeliharaan peran, termasuk proses dan
fungsi kelompok yang meliputi encourager :
memberikan pengaruh positif, harmonizer :
membuat perdamaian, compromiser :
meminimalkan konflik dengan mencari
alternatif, gatekeeper : menentukan tingkat
penerimaan kelompok, follower : mengikuti

Universitas 6
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
minat peserta, rule maker : membuat standar
perilaku untuk kelompok, problem solver :
memenuhi penyelesaian masalah kelompok dan
bekerja secara kontinyu. b) tugas peran,
menguraikan secara lengkap tugas kelompok
yang meliputi: leader: memimpin, questioner :
menjelaskan isu dan informasi, facilitator :
memelihara fokus kelompok, summarizer:
meringkas hasil kegiatan kelompok, evaluator :
menilai penampilan kelompok, initiator :
memulai diskusi kelompok. c) peran individu,
yang tidak berhubungan dengan tugas dan
pemeliharaan kelompok, mereka berpusat pada
diri yang dapat mendistraksi kelompok, yang
meliputi: victim: mengelakan tanggungjawab
diri, monopolizeer: mengontrol pembicaraan,
seducer: memelihara jarak dan perhatian
pribadi, mute: pasif atau diam, complainer:
meremehkan kerja yang positif dan ventilasi
marah, truant/latecomer: tidak hadir/terlambat,
moralist: melakukan penilaian baik dan benar.
6. Kekuasaan, adalah kemampuan untuk
mempengaruhi kelompok dan anggota yang
lain.

Universitas 7
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
7. Norma, adalah standar perilaku dalam
kelompok yang mempengaruhi komunikasi
dan perilaku dalam kelompok.
8. Kohesif, adalah kekuatan anggota bekerja
bersama dan berhubungan.

F. Perkembangan kelompok
Menurut Stuart and Laraia (2005), perkembangan
kelompok terdiri dari:
1. Fase Pra kelompok, membuat proposal (tujuan
dan rencana), seleksi anggota, menyiapkan
tempat, alat atau bahan,
2. Fase awal kelompok.
Tahap orientasi, pada tahap ini pemimpin
kelompok mengorientasikan anggota pada
tugas utama dan melakukan kontrak yang
terdiri dari tujuan, kerahasiaan, waktu
pertemuan, struktur, kejujuran dan aturan
komunikasi, norma perilaku, rasa memiliki atau
kohesif antara anggota kelompok.
Tahap konflik, pada tahap ini terjadi konflik
peran. Pemimpin mengklarifikasi konflik peran
yang terjadi, Pemimpin memfasilitasi ungkapan
perasaan, baik positif maupun negatif dan
membantu kelompok mengenali penyebab

Universitas 8
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
konflik serta mencegah perilaku yang tidak
produktif.
Tahap kohesif, anggota kelompok merasakan
ikatan yang kuat satu sama lain. Pada fase ini
anggota kelompok merasa bebas membuka diri
tentang informasi dan lebih intim satu sama
lain. Tiap anggota kelompok belajar bahwa
perbedaan kelompok merupakan hal yang
biasa, mereka belajar persamaan dan
perbedaan.
3. Fase kerja kelompok, pada fase ini kelompok
menjadi tim, kelompok menjadi stabil dan
realistis. Tugas utama pemimpin adalah
membantu kelompok mencapai tujuan dan
mengurangi dampak dari faktor yang dapat
mengurangi produktifitas kelompok.
4. Fase terminasi, terminasi dapat dilakukan pada
akhir tiap sesi atau beberapa sesi yang
merupakan suatu paket dengan
memperhatikan pencapaian tujuan.

G. Proses terapi kelompok


Jenis pendekatan terapi kelompok terapeutik yang
digunakan pada terapi kelompok ini adalah
Kelompok konseling tidak langsung yaitu yang
dilakukan melalui aktivitas, seperti permainan,

Universitas 9
Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,
klub, ketrampilan, pengajaran dan pelatihan, serta
kelompok kerja, yang menekankan tidak hanya
dalam memecahkan masalah tetapi juga
pengalaman nyata. Kelompok ini untuk
penyesuaian atau merubah gaya hidup (Maclennan
& Dies, 1992 dalam Wood, 2009).

Menurut Fleitman, (n.d) terapi kelompok


dilakukan dengan sangat bersahabat, relaks, saling
berbagi, terbuka dan tanpa tekanan dari
lingkungan. Hal tersebut akan membantu remaja
dan keluarganya menciptakan hubungan baru
antara anak dan orang tua yang lebih baik.
Menciptakan terapi kelompok dengan suasana
yang menyenangkan, bersahabat, santai membuat
remaja tidak merasa tertekan sehingga suasana
menjadi dinamis, dan interaktif. Segala
permasalahan dapat tersampaikan dengan terbuka
tanpa rasa takut dan malu kepada anggota yang
lain.

H. Keanggotaan terapi kelompok


Keanggotaan terapi kelompok sangat penting
diperhatikan. Karakteristik perkembangan,
kebutuhan dan kemampuan anggota harus
diketahui saat terapi kelompok. Kriteria utama

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


seleksi anggota kelompok meliputi usia,
diagnosa, tingkat inteligensi, dan tahap
perkembangan. Pembentukan kelompok
sebaiknya perpaduan berbagai karakteristik
misalnya usia dan tingkat perkembangan agar
mencapai kekohesifan. Pembentukan kekohesifan
sangat penting dalam terapi kelompok agar lebih
cepat dalam membentuk kekompakan (Wood,
2009). Menurut Deouell, (1989) pendekatan terapi
kelompok anggotanya bisa semua laki-laki atau
perempuan (homogen) atau kelompok campuran
laki dan perempuan (heterogen). Kelompok yang
homogen bisa lebih mendalam interaksinya
daripada yang campuran, lebih menyatu dan
fokus pada tugas serta lebih cenderung merasa
kecil ancamannya, kelompok yang homogen
mudah kekohesifannya..

I. Pelaksanaan terapi kelompok


Terapi kelompk ini sesi-sesinya mengacu pada
aspek perkembangan remaja menurut
Hockenberry et al, (2003) dan Ali & Asrori,
(2009), yang terbagi menjadi tujuh sesi yaitu:

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Sesi pertama: Pengkajian dan diskusi
perkembangan remaja. Pada sesi ini terapis
mengkaji perkembangan masing-masing anggota
yang telah dicapai dan bagaimana upaya
memenuhi tugas perkembangannya yang meliputi
10 aspek perkembangan yaitu perkembangan
biologi/fisik, psikoseksual, kognitif, psikososial,
moral, spiritual, bahasa, emosi, kreativitas, dan
bakat khusus. Selanjutnya memaparkan ciri-ciri,
tugas perkembangan remaja yang sehat dan
penyimpangan yang dapat terjadi.

Sesi kedua: Stimulasi perkembangan


biologis/fisik dan psikoseksual. Pada sesi ini
anggota berdiskusi tentang stimulasi
perkembangan biologi dan psikoseksual dan
berbagi pengalaman stimulasi perkembangan yang
pernah diperoleh dari lingkungan keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Selanjutnya diskusi
tentang cara menjaga kesehatan badan, kebiasaan
hidup sehat dan bersih, olahraga secara teratur,
cara mengontrol hasrat seksual dan akibatnya bila
tidak dilakukan. Pada bagian akhir fase kerja
anggota diminta membuat komitmen terhadap
kesehatan fisik dan psikoseksual.

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Sesi ketiga: Stimulasi perkembangan kognitif
dan bahasa. Pada sesi ini anggota berdiskusi
tentang stimulasi perkembangan kognitif dan
bahasa serta berbagi pengalaman stimulasi
perkembangan yang pernah diperoleh dari
lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat. Pada sesi ini dilakukan permainan
“Tebak idolaku”. Pada permainan ini setiap
anggota di punggungnya di beri nama satu
tokoh/selebritis terkenal. Selanjutnya mereka
disuruh bertanya kepada anggota kelompok yang
lain dengan maksimal tiga pertanyaan tertutup
dengan jawaban ya/tidak. Waktu bertanya dibatasi
selama 3 menit, setelah waktu habis mereka
disuruh menebak siapa tokoh idola dibalik
punggungnya. Kemudian mereka disuruh
berpendapat terhadap tokoh tersebut, apa yang
bisa dicontoh darinya. Selanjutnya mereka
diminta membuat komitmen terhadap
perkembangan kognitif dan bahasanya.

Sesi keempat: Stimulasi perkembangan moral dan


spiritual. Pada sesi ini anggota berdiskusi tentang
stimulasi perkembangan moral dan spiritual dan
berbagi pengalaman stimulasi perkembangan yang
pernah diperoleh dari lingkungan keluarga,

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


sekolah, maupun masyarakat. Pada sesi ini terapis
melakukan permainan yang diberi nama “The best
values” yang berisi tentang berbagai nilai-nilai
pribadi dari yang paling penting – kurang penting,
selanjutnya anggota di instruksikan untuk
mengurutkan serta menyampaikan secara
langsung alasannya. Terapis memberi kesempatan
anggota lain saling memberikan pendapat. Pada
bagian akhir fase kerja anggota diminta membuat
komitmen terhadap perkembangan moral dan
spiritual

Sesi kelima: Stimulasi perkembangan emosi dan


psikososial. Pada sesi ini anggota berdiskusi
tentang stimulasi perkembangan emosi dan
psikososial, selanjutnya mereka berbagi
pengalaman stimulasi perkembangan yang pernah
diperoleh dari lingkungan keluarga, sekolah,
maupun masyarakat. Stimulasi dilakukan dengan
menggunakan permainan dengan nama “Siapa
Aku”. Caranya masing-masing anggota kelompok
diinstruksikan untuk menuliskan perasaannya
sesuai pertanyaan yang telah disediakan.
Selanjutnya membaca perasaannya disertai bahasa
nonverbal didepan kelompok. kemudian masing-
masing saling memberi tanggapan terhadap

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


perasaan yang muncul. Pada bagian akhir fase
kerja anggota diminta membuat komitmen
perkembangan emosi dan psikososialnya.

Sesi keenam: Stimulasi perkembangan bakat dan


kreativitas. Pada sesi ini anggota berdiskusi
tentang stimulasi perkembangan bakat dan
kreativitas dengan berbagi pengalaman stimulasi
perkembangan yang pernah diperoleh dari
lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat. Pada sesi ini dilakukan kegiatan
dengan nama “Unjuk Gigi” yaitu masing-masing
anggota diinstruksikan menampilkan bakat dan
kreativitasnya yang dimiliki selanjutnya anggota
yang lain memberikan penghargaan. Pada bagian
akhir fase kerja anggota diminta membuat
komitmen untuk mengembangkan bakat dan
kreativitasnya.

Sesi ketujuh: Evaluasi manfaat dan stimulasi


yang telah dilakukan.
Pada sesi ini anggota berbagi pengalaman
tentang manfaat kegiatan selama tujuh sesi,
perubahan-perubahan apa yang telah dirasakan
dan kegiatan positif apa yang telah dilakukan di
rumah, sekolah, dan masyarakat. Selanjutnya

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


anggota diberi tindak lanjut untuk mengeksplorasi
semua potensi yang dimiliki, nilai-nilai, keyakinan
dan membuat komitmen terhadap pilihan yang
positif dan disenangi.

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB III
PELAKSANAAN TERAPI KELOMPOK
TERAPEUTIK

Pada bab ini akan dijelaskan aplikasi dan strategi


pelaksanaan terapi kelompok terpeutik pada masing –
masing sesi.

A. SESI I: Pengkajian dan diskusi


perkembangan remaja.

1. Tujuan :
a. Kelompok mengetahui perkembangan
yang dicapai dan masalah yang dihadapi.
b. Kelompok memahami ciri-ciri dan tugas
perkembangan remaja yang sehat
c. Kelompok memahami penyimpangan
perkembangan yang terjadi pada remaja
2. Setting
Terapis dan anggota duduk bersama secara
melingkar, tempat yang nyaman dan tenang
3. Alat dan Bahan
Leaflet stimulasi perkembangan remaja,
lembar balik, alat tulis, lembar evaluasi
4. Metode
Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab

Universitas 7

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5. Langkah-langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Membuat kontrak dengan klien (7 sesi
masing-masing sesi 30 - 60 menit atau
60 – 120 menit tergantung tujuan). Jika
berhasil melewati masing-masing sesi
sesuai kriteria maka dapat melanjutkan
ke sesi berikutnya, jika tidak maka akan
mengulangi sesi tersebut.
2) Mempersiapkan alat dan tempat
kegiatan
b. Pelaksanaan
1) Fase orientasi
a) Salam terapeutik dan perkenalan
(permainan berkenalan”Nama &
gaya”)
b) Evaluasi/validasi : Menanyakan
perasaan klien saat ini.
c) Kontrak: Menjelaskan lama sesi
pertama (30 - 60 menit), tujuan sesi
pertama, aturan kegiatan yaitu :
klien mengikuti dari awal sampai
selesai, klien berperan aktif dalam
kegiatan.

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2) Fase kerja
a) Terapis meminta anggota
menyampaikan perkembangan dan
permasalahan perkembangan yang
dialami
b) Terapis mendiskusikan ciri
perkembangan yang sehat pada
remaja
c) Terapis mendiskusikan
penyimpangan perkembangan pada
remaja

3) Terminasi
a) Evaluasi : Menanyakan perasaan
klien setelah mengikuti TKT sesi
ini, memberikan umpan balik
positif atas kerjasama klien yang
baik.
b) Tindak lanjut: Menganjurkan untuk
mengamati ciri-ciri perkembangan
dan penyimpangan perkembangan
lainnya yang dialami
c) Kontrak yang akan datang :
Menyepakati kegiatan, waktu dan
tempat terapi kelompok terapeutik
sesi 2

Universitas Indonesia

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


6. Evaluasi dan dokumentasi
Evaluasi pelaksanaan terapi khususnya tahap
kerja, keaktifan, keterlibatan dan proses
pelaksanaan secara keseluruhan.

B. SESI II: Stimulasi perkembangan


biologis/fisik dan psikoseksual.

1. Tujuan :
a. Kelompok mengetahui dan mampu
menstimulasi perkembangan biologi dan
psikoseksual
b. Kelompok memahami cara mengontrol diri
sebagai konsekwensi perkembangan
biologi dan psikoseksualnya
c. Kelompok mampu mengeksplorasi dan
membuat komitmen terhadap
perkembangan biologis/fisik dan
psikoseksual
2. Setting
Terapis dan anggota duduk bersama secara
melingkar, tempat yang nyaman dan tenang
3. Alat dan Bahan
Leaflet stimulasi perkembangan remaja,
lembar balik, alat tulis, lembar evaluasi

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


4. Metode
Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab
5. Langkah-langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak pada klien
2) Mempersiapkan alat dan tempat
kegiatan.
b. Pelaksanaan
1) Orientasi
1) Salam terapeutik dan permainan
dengan nama’kesan pertama’
2) Evaluasi/validasi: Menanyakan
perasaan hari ini, tindak lanjut
sesi sebelumnya yang sudah
dilakukan, pencapaian
perkembangan biologi dan
psikoseksual, Beri pujian atas
upaya positif klien
3) Kontrak : Menjelaskan lama sesi
kedua : 30 - 60 menit, tujuan sesi
kedua , dan aturan kegiatan

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2) Fase kerja
a) berdiskusi dan berbagi
pengalaman tentang stimulasi
perkembangan biologi dan
psikoseksual yang pernah
diperoleh dari keluarga, sekolah,
maupun masyarakat.
b) Diskusi tentang cara menjaga
kesehatan badan, kebiasaan hidup
sehat dan bersih, dan olahraga
secara teratur,
c) Diskusi cara mengontrol hasrat
seksual dan akibatnya bila
mengabaikan
d) Membuat komitmen terhadap
perkembangan fisik dan
psikoseksual.
3) Terminasi
a) Evaluasi: Menanyakan perasaan
klien setelah mengikuti TKT sesi
2, memberikan umpan balik
positif atas kerjasama klien yang
baik.
b) Tindak lanjut: Menganjurkan
untuk menjaga kesehatan fisik &
mengontrol hasrat seksual,

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


masukan dalam jadwal kegiatan
harian.
c) Kontrak yang akan datang:
Menyepakati kegiatan, waktu dan
tempat terapi kelompok terapeutik
sesi 3

6. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi pelaksanaan terapi khususnya tahap
kerja, keaktifan, keterlibatan dan proses
pelaksanaan secara keseluruhan.

C. SESI III: Stimulasi perkembangan kognitif


dan bahasa.

1. Tujuan:
a. Kelompok mengetahui cara menstimulasi
perkembangan kognitif dan bahasa
b. Kelompok mampu menstimulasi
perkembangan kognitif dan bahasa
c. Kelompok mampu mengeksplorasi dan
membuat komitmen terhadap
perkembangan kognitif dan bahasa
2. Setting
Terapis dan anggota duduk bersama secara
melingkar, tempat yang nyaman dan tenang

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3. Alat dan Bahan
Leaflet stimulasi perkembangan remaja,
lembar balik, alat tulis, lembar evaluasi
4. Metode
Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab
5. Langkah-langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak pada klien
2) Mempersiapkan alat.
b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam terapeutik
b) Evaluasi/validasi: Menanyakan
perasaan hari ini, tindak lanjut
sesi sebelumnya yang sudah
dilakukan, pencapaian
perkembangan kognitif dan
bahasa, Berikan pujian atas upaya
positif klien.
c) Kontrak: Menjelaskan lama sesi
kedua : 30 - 60 menit, tujuan sesi
ketiga, aturan kegiatan
2) Fase kerja
a) berdiskusi dan berbagi
pengalaman tentang stimulasi
perkembangan kognitif dan

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


bahasa yang pernah diperoleh
dari keluarga, sekolah, maupun
masyarakat
b) permainan “Tebak idolaku”.
Caranya setiap anggota
dipunggungnya di beri nama satu
tokoh/selebritis terkenal.
Selanjutnya mereka disuruh
bertanya kepada anggota
kelompok yang lain dengan
maksimal tiga pertanyaan tertutup
dengan jawaban ya/tidak. Waktu
bertanya dibatasi selama 5 menit,
setelah waktu habis mereka
disuruh menebak siapa tokoh
idola dibalik punggungnya.
Kemudian anggota berpendapat
terhadap tokoh tersebut, apa yang
bisa dicontoh darinya.
c) Membuat komitmen terhadap
perkembangan kognitif dan bahasa.
3) Terminasi
a) Evaluasi: Menanyakan perasaan
klien setelah mengikuti TKT sesi
3, memberikan umpan balik

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


positif atas kerjasama klien yang
baik.
b) Tindak lanjut: Menganjurkan
untuk meningkatkan kecerdasan
dan kemampuan bahasanya
dengan sering membaca dan
berdiskusi, Masukan kegiatan
membaca dan berdiskusi dalam
jadwal kegiatan harian.
c) Kontrak yang akan datang:
Menyepakati kegiatan, waktu dan
tempat terapi kelompok terapeutik
sesi 4

6. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi pelaksanaan terapi khususnya tahap
kerja, keaktifan, keterlibatan dan proses
pelaksanaan secara keseluruhan.

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


D. SESI IV: Stimulasi perkembangan moral
dan spiritual.

1. Tujuan:
a. Kelompok mengetahui cara menstimulasi
perkembangan moral dan spiritual
b. Kelompok mampu menstimulasi
perkembangan moral dan spiritual
c. Kelompok mampu mengeksplorasi dan
membuat komitmen terhadap
perkembangan moral dan spiritual
2. Setting
Terapis dan anggota duduk bersama secara
melingkar, tempat yang nyaman dan tenang
3. Alat dan Bahan
Leaflet stimulasi perkembangan remaja,
lembar balik, alat tulis, lembar evaluasi
4. Metode
Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab
5. Langkah-langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak pada klien
2) Mempersiapkan alat

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam terapeutik: Salam dariterapis
b) Evaluasi/validasi: Menanyakan
perasaan hari ini, tindak lanjut sesi
sebelumnya yang sudah dilakukan,
pencapaian perkembangan moral
dan spiritual, Berikan pujian atas
upaya positif klien.
c) Kontrak: Menjelaskan lama sesi
kedua : 30 - 60 menit, tujuan, dan
aturan kegiatan sesi keempat

2) Fase kerja
a) berdiskusi dan berbagi pengalaman
tentang stimulasi perkembangan
moral dan spiritual yang pernah
diperoleh dari keluarga, sekolah,
maupun masyarakat
b) permainan yang diberi nama “The
Best Values” berisi tentang
berbagai nilai-nilai pribadi dari
yang paling penting – kurang
penting, selanjutnya anggota di
instruksikan untuk mengurutkan
serta menyampaikan secara

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


langsung alasannya. Terapis
memberi kesempatan anggota lain
saling memberikan pendapat.
c) Membuat komitmen terhadap
perkembangan moral dan spiritual.
3) Terminasi
a) Evaluasi: Menanyakan perasaan
klien setelah mengikuti TKT sesi 4,
memberikan umpan balik positif
atas kerjasama klien yang baik.
b) Tindak lanjut: Menganjurkan untuk
mengeksplorasi nilai-nilai moral
dan spiritual serta
mengamalkannya, masukan
pengamalan nilai-nilai moral dan
spiritual dalam jadwal kegiatan
harian.
c) Kontrak yang akan datang:
Menyepakati kegiatan, waktu, dan
tempat terapi kelompok terapeutik
sesi 5

6. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi pelaksanaan terapi khususnya tahap
kerja, keaktifan, keterlibatan dan proses
pelaksanaan secara keseluruhan.

Universitas 1

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


E. SESI V: Stimulasi perkembangan emosi
dan psikososial.

1. Tujuan:
a. Kelompok mengetahui cara
menstimulasi perkembangan emosi dan
psikososial
b. Kelompok mampu menstimulasi
perkembangan emosi dan psikososial
c. Kelompok mampu mengeksplorasi dan
membuat komitmen terhadap
perkembangan emosi dan psikososial
2. Setting
Terapis dan anggota duduk bersama secara
melingkar, tempat yang nyaman dan
tenang
3. Alat dan Bahan
Leaflet stimulasi perkembangan remaja,
lembar balik, alat tulis, lembar evaluasi
4. Metode
Dinamika kelompok, diskusi dan tanya
jawab
5. Langkah-langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak pada klien

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2) Mempersiapkan alat dan tempat
kegiatan.
b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam terapeutik
b) Evaluasi/validasi: Menanyakan
perasaan hari ini, tindak lanjut
sesi sebelumnya yang sudah
dilakukan, pencapaian
perkembangan emosi dan
psikososial, Berikan pujian
atas upaya positif klien.
c) Kontrak: Menjelaskan lama
sesi kedua : 30 - 60 menit,
tujuan sesi kelima, aturan
kegiatan
2) Fase kerja
a) Berdiskusi dan berbagi
pengalaman tentang stimulasi
perkembangan emosi dan
psikososial yang pernah
diperoleh dari keluarga,
sekolah, maupun masyarakat
b) Permainan dengan nama
“Siapa Aku”. Caranya masing-
masing anggota kelompok

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


diinstruksikan untuk
menuliskan perasaannya sesuai
pertanyaan yang telah
disediakan. Selanjutnya
membaca perasaannya disertai
bahasa nonverbal didepan
kelompok. kemudian masing-
masing saling memberi
tanggapan terhadap perasaan
yang muncul. Kemudian dari
hasil pengamatan terhadap diri
anggota diinstruksikan
menetapkan cita-cita yang akan
diraih. Fase ini diakhiri dengan
membuat komitmen terhadap
pengendalian emosi, hubungan
sosial dan cita-citanya.
3) Terminasi
a) Evaluasi: Menanyakan
perasaan klien setelah
mengikuti TKT sesi 5,
Memberikan umpan balik
positif atas kerjasama klien.
b) Tindak lanjut: Menganjurkan
untuk meningkatkan
kemandirian, pergaulan dengan

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


sebaya dan mengeksplorasi
kelebihan dan kelemahan diri,
Masukan kegiatan melatih
kemandirian, pergaulan dalam
kegiatan harian.
c) Kontrak yang akan datang :
Menyepakati kegiatan, waktu,
dan tempat terapi kelompok
terapeutik sesi 6

6. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi pelaksanaan terapi khususnya
tahap kerja, keaktifan, keterlibatan dan
proses pelaksanaan secara keseluruhan.

F. SESI VI: Stimulasi perkembangan bakat


dan kreativitas.

1. Tujuan:
a. Kelompok mengetahui cara
menstimulasi perkembangan bakat dan
kreativitas
b. Kelompok mampu menstimulasi
perkembangan bakat dan kreativitas

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


c. Kelompok mampu mengeksplorasi dan
membuat komitmen terhadap
perkembangan bakat dan kreativitas
2. Setting
Terapis dan anggota duduk bersama secara
melingkar, tempat yang nyaman dan
tenang
3. Alat dan Bahan
Leaflet stimulasi perkembangan remaja,
lembar balik, alat tulis, lembar evaluasi
4. Metode
Dinamika kelompok, diskusi dan tanya
jawab
5. Langkah-langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak pada klien
2) Mempersiapkan alat kegiatan.
b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam terapeutik
b) Evaluasi/validasi: Menanyakan
perasaan hari ini, tindak lanjut
sesi sebelumnya yang sudah
dilakukan, pencapaian
perkembangan bakat dan

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


kreativitas, Berikan pujian atas
upaya positif klien.
c) Kontrak: Menjelaskan lama sesi
kedua : 30-60 meni, tujuan dan
aturan kegiatan sesi keenam
2) Fase kerja
a) Berdiskusi dan berbagi
pengalaman tentang stimulasi
perkembangan bakat dan
kreativitas yang pernah diperoleh
dari keluarga, sekolah, maupun
masyarakat
b) Permainan dengan nama “Unjuk
Gigi” yaitu masing-masing
anggota diinstruksikan untuk
menampilkan bakat dan
kreativitasnya yang dimiliki.
selanjutnya anggota yang lain
saling memberikan penghargaan.
c) Membuat komitmen terhadap
perkembangan bakat dan
kreativitas.
3) Terminasi
a) Evaluasi: Menanyakan perasaan
klien setelah mengikuti TKT sesi
6, memberikan umpan balik

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


positif atas kerjasama klien yang
baik.
b) Tindak lanjut: Menganjurkan
untuk mengeksplorasi bakat dan
kreativitas dan
mengembangkannya, masukan
kegiatan pengembangan bakat dan
kreativitas dalam kegiatan harian.
c) Kontrak yang akan datang:
Menyepakati kegiatan, waktu, dan
tempat terapi kelompok terapeutik
sesi 7

6. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi pelaksanaan terapi khususnya
tahap kerja, keaktifan, keterlibatan dan
proses pelaksanaan secara keseluruhan.

G. SESI VII: Evaluasi manfaat dan stimulasi


yang telah dilakukan.

1. Tujuan:
a. Berbagi pengalaman tentang manfaat yang
dirasakan selama kegiatan 6 sesi
b. Mengetahui perubahan-perubahan yang
terjadi dan kegiatan yang telah dilakukan

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


di rumah, sekolah, dan masyarakat untuk
meningkatkan perkembangannya
c. Mampu mengeksplorasi semua potensi
yang dimiliki, nilai-nilai, keyakinan dan
membuat komitmen terhadap pilihan yang
positif dan disenangi.
2. Setting
Terapis dan anggota duduk bersama secara
melingkar, tempat yang nyaman dan tenang
3. Alat dan Bahan
Leaflet stimulasi perkembangan remaja,
lembar balik, alat tulis, lembar evaluasi
4. Metode
Dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab
5. Langkah-langkah kegiatan
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak pada klien
2) Mempersiapkan alat kegiatan.
b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam terapeutik
b) Evaluasi/validasi: Menanyakan
perasaan hari ini, tindak lanjut
sesi sebelumnya yang sudah
dilakukan

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


c)Kontrak: Menjelaskan lama sesi
kedua : 30-60 menit, tujuan dan
aturan kegiatan sesi ketujuh
2) Fase kerja
a) Berbagi pengalaman tentang
manfaat yang dirasakan selama
kegiatan 6 sesi
b) Menanyakan perubahan-
perubahan yang terjadi setelah
mengikut kegiatan
c) Menanyakan upaya yang telah
dilakukan di rumah, sekolah, dan
masyarakat untuk meningkatkan
perkembangannya
d) Memberikan pujian atas upaya
positif yang telah dilakukan
3) Terminasi
a) Evaluasi: Menanyakan perasaan
klien setelah mengikuti TKT sesi
7, memberikan umpan balik
positif atas kerjasama klien yang
baik.
b) Tindak lanjut: Mampu
mengeksplorasi semua potensi
yang dimiliki, nilai-nilai,
keyakinan dan membuat

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


komitmen terhadap pilihan yang
positif dan disenangi Masukan
kegiatan stimulasi perkembangan
dalam jadwal kegiatan harian.
c) Kontrak yang akan datang:
Ucapan terima kasih dan salam

6. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi pelaksanaan terapi khususnya tahap
kerja, keaktifan, keterlibatan dan proses
pelaksanaan secara keseluruhan.

Universitas 2

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB IV

PENUTUP

Keberhasilan terapi kelompok terapeutik


ditentukan banyak faktor meliputi faktor terapis,
anggota, lingkungan, dan intervensi yang
diberikan. Selain itu kesiapan awal berupa
persiapan administratif juga dapat
mempengaruhi kelancaran proses.

Faktor terapis ditentukan oleh pengalaman


terapis, yang dapat berpengaruh terhadap
penampilannya sebagai seorang leader. Faktor
anggota/klien baik jumlah dan karakteristiknya
dapat berpengaruh, untuk itu seleksi anggota
harus benar-benar diperhatikan. Suasana
lingkungan yang kondusif yaitu tenang bebas
dari distraksi dapat membuat anggota tetap fokus
dan konsentrasi pada kegiatan. Intervensi yang
diberikan apakah sudah sesuai tujuan patut
diperhatikan agar hasilnya optimal, metode
penyampaiannya yang dinamis dan interaktif
akan membuat anggota tidak bosan, selain itu
bersikap bersahabat, rileks, saling berbagi,
terbuka dan tanpa tekanan dari lingkungan
membuat anggota lebih terbuka dalam

Universitas 3

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


berpendapat. Sedangkan kesiapan administrasi
seperti adanya proposal, buku panduan, alat dan
bahan perlu disiapkan sejak awal. Tujuan yang
ditetapkan dalam proposal atau panduan dapat
berpengaruh besar terhadap kefektifan hasil, oleh
karena itu terapis perlu merumuskan tujuan
sebaik mungkin. Agar hasil pelaksanaan terapi
kelompok terapeutik optimal maka prinsip-
prinsip terapi dan faktor yang dapat
mempengaruhi harus tetap diperhatikan.

Universitas 3

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


DAFTAR PUSTAKA

AGPA. (2007). Practice guidelines for group


psychotherapy. American Group
Psychotherapy Association. February 6, 2010.
http://www.agpa.org/guidelines/ AGPA
%20Practice% 20Guidelines%202007-
PDF.pdf

Ali, M. dan Asrori, M. (2009). Psikologi remaja


perkembangan peserta didik. Jakarta:PT Bumi
Aksara

Deouell, R. (1989). A case study in group therapy


with male homosexual in israel. Ann Arbor:
University microfilms international

FIK (2008). Draft Terapi Kelompok Terapeutik.


Depok: FIK-UI (tidak dipublikasikan)

Fleitmen, M.(n.d.). Group therapy for adolescents


(ages 13-18). January 6, 2010.
http://www.revitalizing
psychiatry.com/contactUs.html

Hockenberry, M., Wilson, D.,Winkelstein, M., &


Kline, N.(2003) Nursing Care of infant and

Universitas 3

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


children 7 ed. St. Louis, Missouri: Mosby
Elsevier

Johnson, B.S., (1995). Child, adolescence and family


psychiatric nursing. Philadelphia: J.B
Lippincott Company

Stuart, G.W., & Laraia M.T. (2005). Principles and


practice of psychiatric nursing, (8th ed), St.
Louis: Mosby.

Santosa, V.E., dan Mulyani, I. M. (2008). 100


permainan kreatif untuk outbond &
training.Yogyakarta: CV Andi offset

Varcarolis E. M, Carson, V.B., & Shoemaker, N.C.


(2006). Foundations of psychiatric mental
health nursing 5th ed. St. Louis Missouri:
Saunders Elsevier

Wood, D. (2009). Group therapy for adolescents:


clinical paper. March 15, 2010.
http://www.mental-health-
matters.com/index.php?option=com_content&
view =article&id=99:group-therapy-for-
adolescents-clinical-paper&catid=43
:parenting&Itemid=1652

Universitas 3

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Zelaskowski, P. (n.d). Adolescence and group
psychotherapy. March 5, 2010.
http://www.groupworks.info/writing/adolescen
ce.htm

Universitas 3

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 10

Universitas Indonesia

MODUL
TERAPI ASSERTIVENESS TRAINING (AT) PADA REMAJA

OLEH :
EVIN NOVIANTI, SKp
Dr. BUDI ANNA KELIAT, SKp.MApp.Sc HERNI SUSANTI, SKp.MN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM MAGISTER
KEKHUSUSAN KEPERAWATAN
JIWA UNIVERSITAS INDONESIA
2015

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB I
PENDAHULUAN

Setiap remaja akan menjalani masa tumbuh kembangnya, yang tanpa disadari
berpengaruh terhadap perkembangan jiwa di masa yang akan datang (Hartono,2009).
Masa perkembangan yang paling mencolok terjadi pada masa remaja remaja dimana
pada masa ini remaja sudah mulai memasuki remaja dasar, suatu kegiatan yang
menuntut kemampuan sosial remaja. Setiap upaya remaja memenuhi tugas tumbuh
kembangnya, remaja kerap mendapat stressor baik secara fisik, psikologis maupun
sosialnya. Usia remaja (11-20 tahun) dianggap tahap yang paling rentan mendapat
stress, dimana kemampuan remaja dalam mengatasi masalahnya masih terbatas
sedangkan interaksi sosial remaja semakin luas dan menuntutnya untuk dapat
berperilaku sesuai dengan keinginan orang lain (teman, guru, orang tua, saudara, dll).

Pada usia remaja pertumbuhan fisik remaja sangat pesat, hal ini juga mempengaruhi
kondisi psikis remaja, dimana remaja dituntut untuk aktif di luar rumah dan
membuktikan bahwa dirinya mampu dan patut dibanggakan. Selain itu perkembangan
emosi juga mulai berkembang, namun di usia remaja ini, remaja belum mampu
mengolahnya secara tepat sehingga remaja lebih rentan untuk berperilaku emosional.

Kondisi yang dapat memunculkan emosi di usia remaja dapat berasal dari kondisi
fisik/kesehatan remaja, suasana rumah, cara orang tua dalam mendidik remaja,
hubungan dengan para anggota keluarga, hubungan dengan teman sebaya, bimbingan
orang tua terhadap remaja dan kemampuan remaja menghadapi dan menyelesaikan
konflik sosialnya. Apabila remaja di usia remaja mengalami tuntutan dari berbagai
pihak ditambah lagi dengan kurangnya pengalaman menyelesaikan konflik, emosi yang
muncul dapat saja berupa ledakan emosi atau bahkan menutup rapat-rapat emosi
tersebut maka remaja cenderung terlihat suka membantah, protes, tidak mau mengikuti
keinginan orang tua, malas mengikuti kegiatan remaja. Agar situasi tersebut tidak
berlangsung terus-menerus, dorang tuatuhkan penataan lingkungan sekitar remaja yaitu
orang tua, guru, pengasuh, teman, nenek, kakek, kakak atau adik.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Orang tua dalam pola pengasuhannya berupaya menciptakan suasana yang demokratis
dan hangat, namun tetap saja menemui beberapa kendala dimana orang tua tidak
mampu menghadapi tangisan remaja, kerewelan remaja, protes remaja dan sifat
melawan remaja. Orang tua bahkan dianggap pihak yang paling bertanggung jawab dan
patut disalahkan apabila remaja gagal dalam mencapai keberhasilan (Gordon, 2009).
Dalam hal ini remaja membutuhkan orang tua untuk melatih emosinya. Kemampuan
yang harus dimiliki orang tua untuk mengelola emosi remaja adalah kemampuan
berkomunikasi asertif, menjadi pendengar aktif terhadap keluhan remaja,
menyampaikan pendapat orang tua yang berbeda dengan remaja, mengungkapkan rasa
tidak setuju orang tua dengan cara-cara yang asertif dan mampu menolak permintaan
remaja yang kurang rasional dengan cara-cara asertif. Tentulah untuk mencapai
kemampuan tersebut, penting bagi orang tua untuk melatih kemampuan komunikasinya
secara asertif kepada remaja.

Komunikasi asertif remaja ke orang tua mempunyai arti berkomunikasi secara terbuka,
menerima penilaian remaja yang berbeda dengan orang tua, menghargai diri sendiri dan
pribadi remaja, menyatakan pendapat pribadi orang tua tanpa mengorbankan perasaan
remaja dan mencari jalan keluar setiap masalah remaja atau orang tua secara bersama-
sama. Melalui komunikasi asertif, terlihat bahwa orang tua sangat menjunjung tinggi
pribadi dan pendapat remaja, remaja akan merasa sangat dihargai dan didengar oleh
orang tua. Cara orang tua dalam mengatasi setiap permasalahan akan ditiru oleh remaja,
karena remaja adalah peniru yang baik dengan daya kognitif mereka yang sedang dalam
tahap perkembangan. Remaja akan mampu mengadopsi cara orang tua dalam
menyelesaikan masalah dan menghadapi perasaan-perasaan yang kurang menyenangkan
bagi remaja.

Pada kenyataannya, melakukan komunikasi asertif ke remaja tidak-lah mudah,


membutuhkan energi ekstra dan latihan terus menerus dalam menghadapi dan
mengendalikan emosi remaja. Orang tua perlu memahami dan melatih diri
berkomunikasi asertif, karenanya diperlukan suatu latihan untuk melatih orang tua cara
berkomunikasi secara asertif di rumah dengan remaja dalam menghadapi setiap emosi
yang dimunculkan si remaja. Perlunya suatu upaya orang tua untuk melatih
kemampuannya berkomunikasi asertif sehingga dapat melatih remaja mengendalikan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


emosinya. Melalui terapi kelompok Assertiveness Training, remaja dilatih untuk
meningkatkan pemahamannya terhadap komunikasi asertif ke orang lain termasuk
orang tua, meningkatkan rasa percaya diri remaja dalam mengekspresikan perasaan dan
pendapatnya ke orang lain, dapat merubah suasana rumah menjadi lebih kondusif bagi
remaja, orang tua dapat lebih memahami emosi remaja sehingga mengurangi
kesalahpahaman antara orang tua dan remaja, melatih remaja memecahkan masalahnya
sendiri dan tidak tergantung pada orang tua.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB II
KONSEP DASAR
TERAPI ASSERTIVENESS TRAINING

A. PENGERTIAN TERAPI ASSERTIVENESS TRAINING


Berdasarkan pengertian Assertiveness Training menurut Rathus (1977), Markel dan
Bogusky (1976), dapat diartikan bahwa Terapi Kelompok Assertiveness Training
pada orang tua adalah suatu terapi yang memfasilitasi orang tua menyampaikan apa
yang menurutnya benar tanpa perilaku marah, berlangsung secara jujur,
mengekspresikan bentuk dukungan yang diperlihatkan dalam bentuk perasaan, opini
dan kepercayaan. Komunikasi yang asertif merupakan ketrampilan yang akan dilatih
pada remaja dalam menghadapi orang lain maupun orang tua dan mengelola emosi
remaja, dimana orang tua merespon emosi remaja dan mengatakan apa yang
menurut orang tua benar, namun menempatkannya pada posisi remaja.

B. TUJUAN TERAPI ASSERTIVENESS TRAINING


Tujuan akhir setelah pemberian terapi kelompok Assertiveness Training pada orang
tua adalah :
1. Meningkatkan pemahaman remaja terhadap perbedaan karakteristik komunikasi
asertif, agresif dan pasif
2. Meningkatkan rasa percaya diri remaja dalam mengekspresikan perasaan dan
pendapat remaja ke orang tua/orang lain
3. Meningkatkan kemampuan remaja menanggapi keluhan-keluhan remaja.
4. Meningkatkan kemampuan remaja dalam merespon keluhan remaja.
5. Meningkatkan kemampuan remaja memberikan pujian ke remaja
6. Meningkatkan kemampuan remaja mengubah perilaku negatif nya
7. Meningkatkan kemampuan bekerja sama dengan remaja dalam mengambil
keputusan
8. Meningkatkan kemampuan remaja menolak permintaan orang lain yang kurang
rasional.
9. Meningkatkan kemampuan remaja menyelesaikan masalahnya sendiri
10. Meningkatkan kemampuan remaja menurunkan tingkat ketergantungan nya pada
orang tua.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


C. INDIKASI TERAPI ASSERTIVENESS TRAINING
Terapi Assertiveness Training dapat membantu meningkatkan interaksi antara orang
tua dan remaja melalui komunikasi yang asertif sehingga diharapkan mampu untuk
meningkatkan perkembangan emosi remaja. Terapi Assertiveness Training diberikan
pada remaja dalam membantu kesiapan perkembangan emosional remaja, sehingga
remaja mampu untuk mengatasi masalahnya sendiri saat ini dan di masa yang akan
datang. Berdasarkan beberapa hasil penelitian terkait yang dilakukan pada
sekelompok usia, terapi kelompok Assertiveness Training efektif untuk
meningkatkan health promotion yaitu mendukung kesehatan jiwa agar lebih sehat
dan produktif sesuai dengan tingkat usia, oleh karena itu terapi kelompok
Assertiveness Training penting untuk dikembangkan pada diagnosa sehat yaitu
Potensial pembentukan identitas diri remaja dan kesiapan peningkatan koping
(Readiness for enhanced coping) (NANDA, 2008).

D. KRITERIA TERAPIS
1) Minimal lulus S2 Keperawatan jiwa
2) Berpengalaman dalam praktek keperawatan jiwa di rumah sakit minimal 2
tahun.

E. TEKNIK PELAKSANAAN ASSERTIVENESS TRAINING


Ada empat teknik untuk tercapainya kemampuan komunikasi asertif remaja ke
orang tua yaitu :
1. Konsisten. remaja selalu menggunakan sikap asertif dan tetap pada apa yang
menurut remaja benar untuk dikatakan ke orang lain. katakan apa yang remaja
inginkan tanpa marah, tidak mudah terpancing emosi atau tertawa saat
menghadapi remaja. Fokus pada tujuan yang ingin remaja capai ke orang lain.
2. Terbuka dan jelas.
remaja mengkomunikasikan secara jelas dan spesifik ke Orang tua. Pada saat
menerima informasi dari orang lain, remaja memperhatikan bahasa tubuh
penerimaan seperti posisi tubuh berhadapan, kontak mata sejajar, suara tegas dan
jelas. Begitu pula pada saat memberikan suatu informasi ke orang lain,
tunjukkan perhatian remaja ke orang tua, hentikan segala kegiatan yang tengah
dilakukan remaja.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3. Jujur dan langsung.
Dalam bersikap asertif, remaja dituntut untuk jujur terhadap dirinya dan jujur
dalam mengekspresikan perasaan, pendapat dan ketubuhannya tanpa
menyudutkan pribadi orang lain. Langsung berarti mengungkapkan apa yang
dipikirkan remaja, apa yang dirasakan dan harapan remaja langsung ke orang
lain
4. Fogging berarti mengakui kebenaran atau kemungkinan adanya kebenaran pada
apa yang remaja katakan mengenai orang tua. Fogging juga berarti tanggapan
orang tua terhadap kritikan remaja tanpa marah, mudah terpancing emosi. orang
tua harus mengakui jika remaja mengatakan hal yang benar tentang dirinya.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB III
PROSES PELAKSANAAN
TERAPI ASSERTIVENESS TRAINING

A. PELAKSANAAN TERAPI ASSERTIVENESS TRAINING


Modul terapi Assertiveness Training ini diberikan sebagai terapi kelompok.
Berikuti ini akan dijelaskan aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan terapi
Assertiveness Training.
1. Terapis
Peran terapis pada tahap awal peran terapis adalah :
a. Menjelaskan tujuan terapi Assertiveness Training pada remaja
b. Menjelaskan manfaat terapi kelompok Assertiveness Training
c. Mengadakan kontrak awal yang jelas pada remaja
d. Mengidentfikasi pola pengasuhan remaja
e. Melatih kemampuan komunikasi asertif remaja
f. Melakukan observasi akan kemampuan komunikasi asertif remaja

2. Proses kerja
a. Persiapan
1) Melakukan seleksi remaja yang akan diikutsertakan dalam terapi
kelompok Assertiveness Training
2) Membuat kontrak waktu dengan remaja
b. Pelaksanaan
Proses pelaksanaan terapi kelompok Assertiveness Training terdiri dari 5
sesi:
1) Sesi I : melatih remaja memahami perbedaan komunikasi asertif, pasif
dan agresif
2) Sesi II: melatih kemampuan remaja mengungkapkan pikiran dan
perasaan negatif
3) Sesi III: melatih remaja menyampaikan keinginan dan kebutuhan
4) Sesi IV : melatih remaja menyampaikan rasa kesal yang dialaminya

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5) Sesi V : melatih remaja untuk mengatakan “tidak” pada permintaan yang
kurang rasional

c. Evaluasi dan dokumentasi


1) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan terapi kelompok Assertiveness
Training
2) Melakukan pendokumentasian terhadap proses dan hasil terapi yang
dilakukan orang tua

B. WAKTU PELAKSANAAN
Terapi Assertiveness Training terdiri dari 5, sesi masing-masing sesi menggunakan
metode Instruction (menjelaskan tujuan latihan dan perilaku), Modeling (terapis
mencontohkan perilaku yang akan dilatih), Role playing (berlatih perilaku yang
diperagakan di dalam kelompok), Feedback (memberikan umpan balik terhadap
perilaku baru yang telah dipraktekkan) dan Implementation (pelaksanaan latihan
terapi kelompok Assertiveness Training di rumah secara mandiri). Sesi 1 – 4
dilakukan 2 kali, sesi 5dilakukan 1 kali dalam waktu yang sama dilakukan pada sore
hari sesuai kontrak. Waktu yang digunakan untuk pelaksanaan satu sesinya 30 - 45
menit.

C. TEMPAT PELAKSANAAN
Terapi Assertiveness Training dilaksanakan di Rw masing-masing tempat terapi
dilakukan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB IV
PETUNJUK PELAKSANAAN
TERAPI ASSERTIVENESS TRAINING

A. PELAKSANAAN
Sesi I : Melatih remaja memahami perbedaan karakteristik komunikasi asertif,
pasif dan agresif pada orang lain
==============================================================
1. Tujuan : remaja dapat :
a. Membedakan karakteristik gaya komunikasi : asertif, pasif dan agresif
b. Menyepakati komunikasi asertif yang akan dipilih untuk dilatih ke remaja

Setting :
a. Mengkaji situasi yang ada di lapangan / tempat pertemuan
b. Pertemuan dilakukan di ruangan tertutup agar peserta konsentrasi
c. Suasana ruangan nyaman dan tenang
d. remaja dan terapis duduk berhadapan

Alat :
Alat tulis, lembar balik, buku kerja orang tua , buku raport orang tua

Metode :
a. Instruction : terapis menjelaskan materi tentang karakteristik masing-masing gaya
komunikasi pada remaja.
b. Modeling : terapis menampilkan contoh komunikasi asertif, agresif dan pasif
c. Role playing : berlatih komunikasi yang diperagakan
d. Feed back : memberikan umpan balik terhadap komunikasi baru yang telah
dipraktekkan
e. Implementation : pelaksanaan latihan komunikasi asertif di rumah secara mandiri

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Langkah-langkah kegiatan :
a. Persiapan
1) Kontrak awal sebelum pelaksanaan AT, bahwa AT akan dilakukan di dalam
kelompok dalam 5 sesi dilakukan 1 kali dengan waktu pelaksanaan masing-
masing sesinya 30-45 menit. Teknik komunikasi yang dipelajari remaja
dilakukan sampai remaja dapat melakukannya di dalam kelompok.
2) Mempersiapkan alat sebelum pertemuan

b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam Terapeutik
 Terapis memperkenalkan diri, asal institusi
 Menanyakan nama dan panggilan masing-masing anggota (orang tua
dan remaja usia remaja)
b) Evaluasi / validasi :
 Menanyakan kondisi, perasaan dan emosi remaja saat ini.
 Menanyakan kondisi, perasaan dan emosi remaja saat ini
c) Kontrak :
 Menjelaskan tentang AT dan tujuannya yaitu melatih remaja menjalin
komunikasi yang baik dengan remaja-remaja, terutama di saat remaja
menyampaikan keluhan dan emosinya.
 Menjelaskan tentang proses pelaksanaan, tugas yang harus dikerjakan
orang tua dan buku kerja yang akan digunakan orang tua dalam
melaksremajaan tugas dan latihannya. Pelaksanaan terapi AT terdiri
atas 5 sesi dan setiap peserta latihan akan melewati semua sesi sampai
selesai. Pada setiap sesi orang tua akan diminta untuk menuliskan tugas
dan hasil latihan kedalam buku kerja yang disediakan oleh terapis.
Buku kerja akan diisi dan dipegang oleh remaja.
 Menyepakati pelaksanaan AT yang akan dilaksremajaan dalam 5 sesi,
yaitu melatih orang tua memahami perbedaan karakteristik asertif,
pasif dan agresif pada remaja, melatih kemampuan remaja menjadi
pendengar aktif, melatih menyampaikan perbedaan pendapat remaja ke
orang tua dalam mengambil keputusan, melatih menyampaikan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


harapan remaja mengubah perilaku negative remaja, melatih remaja
mengatakan “tidak” untuk permintaan orang lain yang kurang rasional
dan sharing pendapat mempertahankan sikap asertif.
 Pada pertemuan sesi 1 ini disepakati tujuannya dimana pada sesi 1 ini
remaja mampu membedakan karakteristik masing-masing gaya
komunikasi, mengetahui kelebihan dan kekurangan masing-masing
gaya komunikasi tersebut dan menyepakati komunikasi asertif lah yang
akan dipilih. Sesi ini akan dilakukan selama 45-60 menit pada tempat
yang disepakati bersama remaja

2) Fase Kerja
a) Terapis mendiskusikan gaya komunikasi yang selama ini dilakukan orang
tua kepada remaja dan mencatatnya pada buku kerja.
b) Terapis menjelaskan tentang perbedaan antara gaya komunikasi asertif,
pasif dan agresif :
(1) Komunikasi asertif :
 Terapis menjelaskan komunikasi asertif yaitu
- Pengertian komunikasi asertif adalah menyatakan secara
langsung ide, harapan, keinginan, ketidaksetujuan ke remaja
tanpa menyerang orang lain
- Ciri remaja asertif adalah menunjukkan sikap tegas, jelas,
teguh, tidak takut untuk berkonflik dengan orang lain,
memberi teguran yang positif ke orang lain, mengajukan
keinginan/tuntutan perilaku ke orang lain dengan tegas dan
jelas.
- Secara non verbal, remaja yang asertif menunjukkan perilaku
menjadi pendengar yang baik, postur tubuh lurus, tenang,
bicara relaks, suara tenang, baik, menyakinkan,
mempertahankan kontak mata
- Secara verbal, remaja yang asertif bicara jelas, langsung, jujur
pada perasaan, menggunakan pesan “saya”
- Akibat/dampak terhadap remaja adalah remaja belajar
mempercayai perasaan mereka, mengatur emosi diri sendiri

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


dan menyelesaikan masalahnya, remaja mempunyai harga diri
yang tinggi, belajar dengan baik dan bergaul dengan orang lain
dengan baik.
 Terapis menampilkan contoh komunikasi asertif pada salah satu
responden secara verbal dan non verbal komunikasi asertif dan
menanyakan bagaimana perasaan remaja jika direspon secara
asertif oleh lawan bicara.
 Terapis meminta remaja bersama dengan orang tua
memperagakan kembali contoh komunikasi asertif di dalam
kelompok
 Terapis memberikan umpan balik terhadap komunikasi asertif
yang telah dipraktekkan
(2) Komunikasi agresif :
 Terapis menjelaskan komunikasi agresif yaitu
- Pengertian komunikasi agresif adalah selalu ingin “menang”
dengan cara mendominasi atau mengintimidasi remaja. orang
tua yang agresif melihat segala sesuatunya dari kaca matanya
saja tetapi tidak berusaha melihat dari sisi remaja
- Ciri komunikasi agresif adalah meremehkan perasaan remaja
dengan cara membentak, marah, menilai dan mengecam
ungkapan emosional remaja, menekankan kepatuhan remaja
terhadap pedoman yang orang tua tetapkan, menghardik,
menertiban atau menghukum remaja karena ungkapan emosi
remaja yang tidak sependapat dengan orang tua
- Secara non verbal, orang tua yang agresif menunjukkan
perilaku : suara keras, mimic wajah tampak dingin, kelopak
mata tidak berkedip, rahang mengeras, menghentak-hentak,
sering mengacungkan jari telunjuk ke arah remaja, mengetuk-
ketuk meja atau yang lainnya, memaksakan kehendak pada
remaja untuk segera dituruti, sering tidak kontak mata saat
bicara dengan remaja.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


- Secara verbal, orang tua yang asertif berapi-api
membicarakan kesalahan remaja, sarkasme, merasa diri
superior, paling tahu dan harus dipatuhi.
- Akibat/dampak terhadap remaja adalah memendam rasa
marah, dendam akan perilaku kasar orang tua melampiaskan
rasa kesal, marah, kecewa tersebut lewat kegiatan-kegiatan
yang negatif
 Terapis menampilkan contoh komunikasi agresif pada salah satu
remaja
 Terapis meminta remaja bersama dengan orang tua
memperagakan kembali contoh komunikasi agresif di dalam
kelompok
 Terapis memberikan umpan balik terhadap komunikasi agresif
yang telah dipraktekkan
(3) Komunikasi pasif :
 Terapis menjelaskan komunikasi pasif yaitu
- Pengertian komunikasi pasif adalah menghindari
konflik/perdebatan dengan remaja, meredam emosi remaja
- Ciri komunikasi pasif adalah meremehkan emosi remaja,
ingin agar emosi negative remaja hilang dengan cepat
biasanya menggunakan pengalih perhatian untuk menutup
emosi remaja, merasa tidak nyaman, penuh rasa takut, cemas,
terganggu sakit hati dan kewalahan dengan emosi-emosi
remaja.
- Secara non verbal orang tua pasif posture tubuh
membungkuk, mimik wajah putus asa, sedih, mata berkaca-
kaca, suhu tubuh dingin, tangan dingin, tidak berdaya, suara
ragu-ragu, sikap tubuh tidak mau dipersalahkan
- Secara verbal, orang tua yang asertif menunjukkan susunan
kata tidak teratur, menyindir tapi tidak jelas, sering minta
maaf, tidak mengatakan hal yang sebenarnya ingin dikatakan
- Akibat/dampak terhadap remaja adalah sulit mengatur emosi
mereka sendiri, remaja akan sulit mengenal perasaannya

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


sendiri, tidak ekspresif mengungkapkan perasaan mereka,
cenderung diam dan merenungi diri mengapa hal ini terjadi
 Terapis menampilkan contoh komunikasi pasif pada salah satu
remaja dan menanyakan bagaimana perasaan remaja jika
direspon secara pasif oleh lawan bicara.
 Terapis meminta remaja bersama remaja memperagakan kembali
komunikasi pasif di dalam kelompok
 Terapis memberikan umpan balik terhadap komunikasi pasif
yang telah dipraktekkan
c) Terapis mendiskusikan bersama remaja untuk menyepakati
komunikasi asertif yang akan dipilih untuk dilatih ke remaja

3) Terminasi
a) Evaluasi
- Menanyakan perasaan remaja setelah melatih ketiga gaya
komunikasi.
- Menanyakan ciri komunikasi asertif
- Memberikan reinforcement positif atas kerjasama dan kemampuan
remaja selama proses kegiatan.
b) Tindak lanjut
- Terapis meminta remaja melatih kemampuan mengidentifikasi
beberapa situasi orang tua dan remaja di rumah apakah termasuk
asertif, pasif atau agresif
- Mencatat situasi tersebut ke dalam buku kerja orang tua.
c) Kontrak yang akan datang
- Menyepakati kegiatan selanjutnya yaitu melatih kemampuan
remaja menjadi pendengar aktif terhadap keluhan orang lain.
- Menyepakati waktu dan tempat pertemuan

c. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi, khususnya tahap kerja, keaktifan
orang tua dan remaja, keterlibatan orang tua dan remaja dan proses
pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


format Evaluasi
Sesi I Terapi Kelompok Assertiveness Training : perbedaan gaya komunikasi
Asertif, Pasif dan Agresif remaja

Nama orang tua : ............ Tanggal : ....................


Dilakukan
No Kegiatan Ya Tidak
1 Menyepakati kontrak kegiatan
2 Menyampaikan pengalaman gaya
komunikasi yang digunakan ke remaja
3 Menyebutkan karakteristik gaya
komunikasi asertif
4 Menyebutkan karakteristik gaya
komunikasi pasif
5 Menyebutkan karakteristik gaya
komunikasi agresif
6 Menyepakati memilih komunikasi asertif
sebagai gaya komunikasi ke remaja
7 Aktif dalam diskusi
Keterangan :
Isilah Ya = jika remaja melakukan, Tidak = jika remaja tidak melakukan.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Sesi II : Melatih kemampuan remaja menjadi pendengar aktif terhadap keluhan
orang lain
==============================================================
Tujuan : remaja dapat :
a. Memahami ciri-ciri pendengar aktif secara non verbal
b. Memahami ciri-ciri pendengar aktif secara verbal
c. Mempratekkan pendengar aktif secara nonverbal
d. Mempraktekkan pendengar aktif secara verbal

Setting :
a. Mengkaji situasi yang ada di lapangan / tempat pertemuan
b. Pertemuan dilakukan di ruangan tertutup agar peserta konsentrasi
c. Suasana ruangan nyaman dan tenang
d. remaja dan terapis duduk berhadapan

Alat :
Alat tulis, lembar balik, buku kerja orang tua , buku raport orang tua

Metode :
a. Instruction : terapis menjelaskan materi tentang cirri-ciri pendengar aktif
b. Modeling : terapis menampilkan contoh pendengar aktif
c. Role playing : berlatih menjadi pendengar aktif di dalam kelompok
d. Feedback : terapis memberikan umpan balik terhadap cara orang tua menjadi
pendengar aktif.
e. Implementation : bersama dengan remaja melakukan latihan komunikasi asertif
menjadi pendengar aktif di rumah secara mandiri

Langkah-langkah kegiatan :
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak yang telah disepakati 1 hari sebelumnya.
2) Mempersiapkan diri, tempat dan waktu

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3) Mempersiapkan alat sebelum pertemuan

b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam Terapeutik : terapis memberikan salam kepada orang tua dan remaja
b) Evaluasi / validasi :
 Menanyakan kondisi, perasaan dan emosi remaja saat ini.
 Meminta orang tua membuka buku kerja untuk melihat pelaksanaan
latihan mengidentifikasi gaya komunikasi orang tua dan remaja selama
di rumah.
 Menanyakan kesulitan remaja membedakan komunikasi asertif, agresif
dan pasif selama di rumah
 Memberikan reinforcement positif atas kemampuan remaja
mengidentifikasi kejadian / peristiwa yang dialami dan perasaannya

c) Kontrak :
 Menyepakati topik pertemuan pada sesi 2 yaitu melatih remaja
memahami cirri-ciri pendengar aktif, tujuannya agar remaja mampu
menerima perasaan negative remaja dan menanggapi secara asertif.
 Lama waktu pertemuan 30-45 menit di ruangan yang dirasa nyaman
oleh klien dan terapis
 Mengingatkan kembali peraturan terapi yaitu remaja diharapkan
berpartisipasi dalam diskusi dan mengikuti sesi dari awal sampai akhir.

2) Fase Kerja
a) Terapis dan remaja mendiskusikan pengalaman orang tua ketika
menghadapi emosi/keluhan remaja, apa yang orang tua lakukan,
bagaimana verbal dan non verbal remaja.
b) Terapis menanyakan apa yang orang tua rasakan ketika berhadapan dengan
keluhan remaja
c) Terapis menanyakan apa yang remaja rasakan ketika keluhan mereka tidak
ditanggapi oleh remaja

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


d) Terapis menjelaskan cirri-ciri pendengar aktif, yaitu menunjukkan rasa
tertarik dengan informasi yang remaja sampaikan, bertanya jika belum
paham dengan isi pembicaraan remaja, kontak mata sejajar, berhadapan,
sabar dan tidak menyela pembicaraan remaja, tidak menyangkal perasaan
remaja, menahan diri untuk tidak memberikan nasihat, menanggapi cerita
remaja dengan kata-kata singkat, mengklarifikasi pesan emosi yang
disampaikan remaja
e) Terapis menjelaskan manfaat/kegunaan menjadi pendengar aktif bagi
remaja yaitu dapat menangkap isi pesan yang terkandung dalam
emosi/keluhan orang lain.
f) Terapis menjelaskan manfaat/kegunaan menjadi pendengar aktif bagi
remaja yaitu remaja merasa ada yang mendengar dan mengerti dirinya,
sehingga emosinya tersalur.
g) Terapis melatih remaja mempelajari non verbal menjadi pendengar aktif
 Terapis menjelaskan non verbal orang tua saat menghadapi keluhan
remaja yaitu menghentikan kegiatan yang sedang dilakukan orang tua
dan duduk berhadapan dengan remaja, tubuh berhadapan, pandangan
mata sejajar dengan remaja, mendengar dengan penuh perhatian,
relaks, tangan bebas, posisi tubuh tegak (condong ke remaja),
anggukan kepala, raut wajah serius, tersenyum, suara terdengar tegas
dan perlahan saat memberi pernyataan.
 Terapis memberi contoh menjadi pendengar aktif secara non verbal
dengan 1 orang orang tua di hadapan kelompok.
 Terapis meminta orang tua dan remaja mempraktekkan menjadi
pendengar aktif secara non verbal
 Terapis memberikan reinforcement positif atas kemampuan orang tua
melakukan non verbal pendengar aktif.
h) Terapis melatih orang tua mempelajari memberi tanggapan verbal disertai
dengan tanggapan non verbal selama menjadi pendengar aktif.
 Terapis menjelaskan tanggapan orang tua secara verbal selama
mendengarkan keluhan remaja yaitu menerima perasaan remaja dengan
tidak menyangkal perasaan remaja, hindari pemberian nasihat secara
dini, menerima keluhan remaja dengan dengan 1 kalimat tanggapan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


yaitu “Oh…”, “Hmmm…” atau “Begitu ya….”, menggunakan teknik
following untuk mengklarifikasi perasaan remaja “tadi kamu
bilang…….apakah kamu merasakan……”
 Terapis memberi contoh menanggapi keluhan remaja secara verbal
dengan 1 orang orang tua di hadapan kelompok diikuti dengan non
verbal pendengar aktif
 Terapis memberikan reinforcement positif atas kemampuan orang tua
menanggapi keluhan remaja secara verbal.

3) Terminasi
a) Evaluasi
 Menanyakan perasaan remaja setelah mempelajari ketrampilan menjadi
pendengar aktif secara non verbal dan verbal selama mendengarkan
keluhan remaja.
 Menanyakan ciri-ciri pendengar aktif secara verbal dan non verbal
 Menanyakan manfaat atau kegunaan menjadi pendengar aktif bagi
remaja
 Memberikan reinforcement positif atas kerjasama remaja yang baik dan
kemampuan orang tua berlatih menjadi pendengar aktif.
b) Tindak lanjut
 Menganjurkan remaja melatih ketrampilan menjadi pendengar aktif di
rumah secara verbal dan nonverbal
 Mencatat situasi tersebut ke dalam buku kerja
c) Kontrak yang akan datang
 Menyepakati kegiatan selanjutnya yaitu melatih menyampaikan
harapan orang tua mengubah perilaku negatif remaja.
 Menyepakati waktu dan tempat pertemuan

c. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi, khususnya tahap kerja, keaktifan
orang tua dan remaja, keterlibatan orang tua dan remaja dan proses pelaksanaan
kegiatan secara keseluruhan.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Format Evaluasi
Sesi II Terapi Kelompok Assertiveness Training : pendengar aktif

Nama orang tua : ............ Tanggal : ....................

Dilakukan
No Kegiatan Ya Tidak
1 Menyepakati kontrak kegiatan
2 Menyampaikan pengalaman
mendengarkan keluhan remaja secara non
verbal
3 Menyampaikan pengalaman menanggapi
keluhan remaja secara verbal
4 Menyampaikan perasaan orang tua selama
menghadapi emosi remaja di rumah
5 Mampu melakukan cara non verbal
mendengarkan keluhan remaja
6 Mampu melakukan memberi tanggapan
secara verbal selama mendengarkan
keluhan remaja
7 Mampu mengungkapkan manfaat atau
kegunaan menjadi pendengar aktif bagi
orang tua dan remaja
8 Mampu mengungkapkan perasaan setelah
mempelajari menjadi pendengar aktif.
9 Aktif dalam diskusi

Keterangan :
Isilah Ya = jika orang tua melakukan, Tidak = jika remaja tidak melakukan.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Sesi III : Melatih menyampaikan perbedaan pendapat (kebutuhan dan keinginan)
remaja ke orang tua dalam mengambil keputusan
==============================================================
Tujuan : remaja dapat :
a. Menjelaskan pengertian perbedaan pendapat
b. Menyebutkan ciri-ciri beda pendapat
c. Memahami tahap-tahap menyampaikan perbedaan pendapat
d. Melakukan tahap-tahap menyampaikan perbedaan pendapat
e. Menyepakati bersama keputusan yang diambil

Setting :
a. Mengkaji situasi yang ada di lapangan / tempat pertemuan
b. Pertemuan dilakukan di ruangan tertutup agar peserta konsentrasi
c. Suasana ruangan nyaman dan tenang
d. Orang tua, remaja dan terapis duduk melingkar di dalam kelompok

Alat :
Alat tulis, lembar balik, buku kerja, buku raport

Metode :
a. Instruction : terapis menjelaskan materi tentang perbedaan pendapat dan cara
menyampaikan perbedaan pendapat
b. Modeling : terapis memberi contoh cara menyampaikan perbedaan pendapat
c. Role playing : orang tua dan remaja berlatih menyampaikan pendapat di dalam
kelompok
d. Feedback : terapis memberikan umpan balik terhadap cara orang tua menyampaikan
pendapatnya ke remaja dan dalam menyepakati keputusan bersama remaja.
e. Implementation : bersama dengan remaja melakukan latihan komunikasi asertif:
menyampaikan perbedaan pendapat di rumah secara mandiri

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Langkah-langkah kegiatan :
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak yang telah disepakati 1 hari sebelumnya.
2) Mempersiapkan diri, tempat dan waktu
3) Mempersiapkan alat sebelum pertemuan

b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam Terapeutik : terapis mengucapkan salam kepada orang tua dan remaja.
b) Evaluasi / validasi :
 Menanyakan kondisi, perasaan dan emosi orang tua dan remaja saat ini.
 Menanyakan kemampuan orang tua mengidentifikasi gaya komunikasi
asertif, agresif, pasif.
 Meminta orang tua membuka buku kerja untuk melihat pelaksanaan
latihan menjadi pendengar aktif di rumah.
 Menanyakan kesulitan orang tua menjadi pendengar aktif selama di
rumah
 Memberikan reinforcement positif atas kemampuan orang tua menjadi
pendengar aktif
c) Kontrak :
 Menyepakati topik pertemuan pada sesi 3 yaitu melatih remaja
menyampaikan perbedaan pendapat ke orang tua/orang lain, tujuannya
agar orang tua mampu menerima perbedaan pendapat dengan remaja,
menyampaikan dengan baik pendapat orang tua, tidak memaksakan
pendapat orang tua dan menyepakati keputusan bersama dengan remaja.
 Lama waktu pertemuan 30-45 menit di ruangan yang dirasa nyaman oleh
klien dan terapis
 Mengingatkan kembali peraturan terapi yaitu orang tua dan remaja
diharapkan berpartisipasi dalam diskusi dan mengikuti sesi dari awal
sampai akhir.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2) Fase Kerja
a) Terapis mendiskusikan pengalaman orang tua ketika berbeda pendapat
dengan remaja dan apa yang biasa orang tua lakukan
b) Terapis mendiskusikan akibat/reaksi yang muncul dari remaja ketika orang
tua memaksakan pendapat orang tua harus dipatuhi remaja
c) Terapis menanyakan apa yang remaja rasakan ketika pendapat / ide mereka
tidak dipakai oleh orang tua
d) Terapis membimbing orang tua memahami perbedaan pendapat
 Terapis menjelaskan pengertian perbedaan pendapat yaitu situasi dimana
pendapat orang tua dan remaja saling bersebrangan, tidak mencapai kata
mufakat
 Terapis menjelaskan ciri-ciri beda pendapat yaitu orang tua
menyampaikan penilaiannya, mengkritik dan menyalahkan remaja atas
kondisi tersebut sedangkan remaja akan menampilkan respon protes atas
pendapat orang tua
 Terapis meminta orang tua dan remaja membuat daftar kondisi apa yang
biasanya membuat mereka saling berbeda pendapat.
 Terapis meminta orang tua dan remaja memilih kondisi mana yang mau
diselesaikan.
e) Terapis melatih orang tua memahami tahap-tahap menyampaikan perbedaan
pendapat
 Terapis menjelaskan tahap-tahap menyampaikan perbedaan pendapat :
- Menjadi pendengar aktif terhadap pendapat remaja (gunakan
ketrampilan di sesi 2)
- Membicarakan perasaan remaja
Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan atas perasaan remaja :
“kamu pasti merasa…”. Menunjukkan sikap: “Orang tua mencoba
mencari penjelasan tentang pendapatmu tadi” atau “Pada saat kamu
mengatakan……..orang tua mencoba memahami perasaanmu…”.
Pada saat orang tua mengatakan ini, dukung dengan mimik wajah
serius, nada suara datar. Jika remaja merasa didengar dan dimengerti,
dia akan mampu mempertimbangkan perasaan orang tua.
- Menyampaikan pendapat dan alasan orang tua

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Pada saat orang tua menyampaikan pendapat, pilihlah kata-kata yang
tidak terlalu panjang tetapi pendek dan jelas karena sulit bagi remaja
untuk mendengarkan orang tua yang terus menerus bicara
mengeluhkan sesuatu hal. Sebaiknya sampaikan apa yang orang tua
lihat, hindari kalimat menuduh remaja. “Mmm…begitu ya menurut
kamu…kalau orang tua punya pendapat yang beda, orang tua merasa
hal itu…….”, “Sepertinya orang tua kurang setuju dengan yang baru
saja kamu katakan…”
- Mengajak remaja untuk curah pendapat menemukan pemecahan
masalah yang menguntungkan
Point penting disini adalah menahan diri untuk mengevaluasi atau
mengomentasi gagasan apapun yang dilontarkan remaja. Sambutlah
semua gagasan remaja tanpa penilaian dari orang tua.
- Menulis semua gagasan/ide pada buku kerja, minta remaja memilih
satu gagasan/ide yang menurutnya baik dilakukan
- Menguji jalan keluar yang dipilih terhadap perasaan remaja :
“Apakah kamu puas dengan pemecahan masalah yang kita ambil?”
 Terapis memberi contoh percakapan perbedaan pendapat pada salah satu
responden orang tua.
Contoh : remaja (yang diperankan orang tua) mengatakan minta
dirayakan ulang tahun di restoran ayam terkenal di mal A. Orang tua
setuju untuk dirayakan, tapi tidak sependapat dengan tempat
perayaannya.
- Menjadi pendengar aktif terhadap pendapat remaja dengan tidak
membantah, biarkan remaja membicarakan isi pesannya
- Membicarakan perasaan remaja
“Orang tua mengerti saat ini kamu senang sekali ingin merayakan
ulang tahunmu, orang tua rasa setuju untuk dirayakan ulang tahunmu
minggu depan….”
- Menyampaikan pendapat dan alasan orang tua
“Mmm…begitu ya menurut kamu…kalau orang tua punya pendapat
yang beda mengenai tempat perayaan, orang tua merasa belum bisa

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


merayakannya di restoran ayam, karena orang tua tidak mempunyai
cukup uang saat ini…….”
- Mengajak remaja untuk curah pendapat menemukan pemecahan
masalah yang menguntungkan
- Menulis semua gagasan/ide pada buku kerja, minta remaja memilih
satu gagasan
“Bagaimana kalau kita memilih tempat lain saja, mari kita tulis
semua ide/gagasan di kertas, dimulai dari kamu dulu….”
“Semua ide sudah kita tulis, mana menurutmu yang mungkin bisa
kita pilih…”
- Menguji jalan keluar yang dipilih terhadap perasaan remaja :
“Apakah kamu puas dengan keputusan yang sudah kita ambil?”
f) Terapis meminta orang tua dan remaja memilih satu dari daftar masalah
untuk dilatih di dalam kelompok
g) Terapis meminta orang tua dan remaja melatih kemampuan menyampaikan
perbedaan pendapat di dalam kelompok seperti yang dicontohkan oleh
terapis.
h) Terapis memberikan umpan balik terhadap cara orang tua mengungkapkan
perbedaan pendapat ke remaja.

3) Terminasi
a) Evaluasi
 Menanyakan perasaan orang tua setelah mempelajari ketrampilan
mengungkapkan perbedaan pendapat.
 Menanyakan tahap-tahap menyampaikan perbedaan pendapat dengan
remaja.
 Menanyakan manfaat atau kegunaan mengungkapkan perbedaan
pendapat secara asertif
 Memberikan reinforcement positif atas kerjasama orang tua dan remaja
yang baik dan kemampuan orang tua berlatih.
b) Tindak lanjut
 Menganjurkan orang tua melatih ketrampilan menjadi mengungkapkan
perbedaan pendapat di rumah.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


 Mencatat situasi tersebut ke dalam buku kerja

c) Kontrak yang akan datang


 Menyepakati kegiatan selanjutnya yaitu melatih menyampaikan
keinginan/harapan orang tua dalam mengubah perilaku negatif remaja
 Menyepakati waktu dan tempat pertemuan

c. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi, khususnya tahap kerja, keaktifan
orang tua dan remaja, keterlibatan orang tua dan remaja dan proses pelaksanaan
kegiatan secara keseluruhan.

Format Evaluasi
Sesi III Terapi Assertiveness Training : mengungkapkan perbedaan
pendapat

Nama orang tua : ............ Tanggal : ....................


Dilakukan
No Kegiatan Ya Tidak
1 Menyepakati kontrak kegiatan
2 Menyampaikan pengalaman ketika menghadapi
perbedaan pendapat dengan remaja
3 Mengungkapkan perasaan menghadapi perbedaan
pendapat dengan remaja
4 Menyampaikan perasaan orang tua selama
menghadapi emosi remaja di rumah
Menuliskan daftar masalah yang sering
diperdebatkan oleh orang tua dan remaja
5 Mendengarkan keluhan remaja, menunjukkan
perhatian secara non verbal
6 Memberi tanggapan secara verbal selama
mendengarkan keluhan remaja
7 Menanyakan perasaan remaja terhadap
pendapatnyan
8 Menyampaikan pendapat dan alasan orang tua
dengan kalimat jelas dan singkat
9 Mengajak remaja curah pendapat dengan menulis
ide/gagasan di buku kerja
10 Menanyakan perasaan remaja terhadap keputusan
yang diambil bersama
11 Mengungkapkan manfaat atau kegunaan
mengunkapkan pendapat yang berbeda dengan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


remaja
12 Mengungkapkan perasaan setelah mempelajari
cara mengungkapkan perbedaan pendapat .
13 Aktif dalam diskusi

Sesi IV : Melatih menyampaikan keinginan dan harapan remaja mengubah


perilaku negatif nya
==============================================================
Tujuan : remaja dapat :
a. Mengidentifikasi keinginan dan harapan remaja
b. Mengungkapkan keinginan dan harapan remaja

Setting :
a. Mengkaji situasi yang ada di lapangan / tempat pertemuan
b. Pertemuan dilakukan di ruangan tertutup agar peserta konsentrasi
c. Suasana ruangan nyaman dan tenang
d. remaja duduk berhadapan

Alat :
Alat tulis, lembar balik, buku kerja orang tua , buku raport orang tua

Metode :
a. Instruction : terapis menjelaskan materi tentang menyampaikan harapan/keinginan
orang tua.
b. Modeling : terapis memberi contoh cara menyampaikan harapan/keinginan
c. Role playing : orang tua dan remaja berlatih menyampaikan harapan/keinginan di
dalam kelompok
d. Feedback : terapis memberikan umpan balik terhadap cara orang tua menyampaikan
harapan/keinginan ke remaja.
f. Implementation : bersama dengan remaja melakukan latihan komunikasi asertif :
menyampaikan harapan/keinginan orang tua di rumah secara mandiri

Langkah-langkah kegiatan :

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak yang telah disepakati 1 hari sebelumnya.
2) Mempersiapkan diri, tempat dan waktu
3) Mempersiapkan alat sebelum pertemuan

b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam Terapeutik : terapis mengucapkan salam kepada orang tua dan remaja.
b) Evaluasi / validasi :
 Menanyakan kondisi, perasaan dan emosi orang tua dan remaja saat ini.
 Menanyakan kemampuan orang tua mengidentifikasi gaya komunikasi
yang digunakan di rumah : asertif, pasif, agresif.
 Menanyakan kemampuan orang tua mendengar keluhan remaja secara
verbal dan nonverbal
 Meminta orang tua membuka buku kerja untuk melihat pelaksanaan
latihan mengungkapkan perbedaan pendapat di rumah.
 Menanyakan kesulitan orang tua mengungkapkan perbedaan pendapat di
rumah
 Memberikan reinforcement positif atas kemampuan orang tua
mengungkapkan perbedaan pendapat
c) Kontrak :
 Menyepakati topik pertemuan pada sesi 4 yaitu melatih orang tua
menyampaikan harapan/keinginan orang tua, tujuannya agar orang tua
mampu mengungkapkan keinginan/harapan secara asertif tanpa
menyudutkan perasaan remaja sehingga perilaku negative remaja dapat
diubah.
 Lama waktu pertemuan 30-45 menit di ruangan yang dirasa nyaman oleh
klien dan terapis
 Mengingatkan kembali peraturan terapi yaitu orang tua dan remaja
diharapkan berpartisipasi dalam diskusi dan mengikuti sesi dari awal
sampai akhir.

2) Fase Kerja

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1) Terapis mendiskusikan pengalaman orang tua selama ini ketika menyatakan
harapan/keinginan orang tua mengubah perilaku negative remaja
2) Terapis menanyakan perasaan orang tua ketika menghadapi perilaku
negative remaja
3) Terapis menanyakan perasaan remaja jika orang tua terus menerus
membicarakan kesalahannya
4) Terapis meminta orang tua dan remaja membuat daftar perilaku negative
remaja yang ingin dirubah oleh orang tua di pagi, siang, sore dan malam
hari.
5) Terapis meminta orang tua dan remaja mendiskusikan untuk memilih 1
perilaku yang ingin dirubah dari remaja sebagai bahan latihan di sesi ke IV
ini.
 Terapis menjelaskan cara mengidentifikasi kebutuhan dan harapan orang
tua:
- Menjabarkan / apa yang dilihat orang tua
Akan lebih mudah bagi remaja untuk melakukan apa yang dikatakan
orang tua. Contoh : “Orang tua lihat kamu masih nonton tv sambil
tiduran…bukankah besok ada ujian matematika? Orang tua tahu kamu
tidak begitu suka dengan matematika…tapi kamu cukup berhasil di
pelajaran yang lain”
- Memberi informasi yang jelas ke remaja
Informasi jauh lebih mudah diterima daripada tuduhan, contoh :
“Nak…susunya jadi asam kalau tidak disimpan di kulkas” lebih baik
daripada menunjukkan kesalahan remaja : “Siapa yang tidak
mengembalikan botol susu ke kulkas?”
- Mengucapkan kata kunci
Remaja terkadang lebih menyukai orang tua mengucapkan kalimat
yang tidak terlalu panjang (nasihat/peringatan). Apabila remaja tidak
juga melakukan setelah orang tua memberikan informasi, orang tua
cukup mengucapkan kata kuncinya, contoh “handukmu” remaja
langsung berfikir ada apa dengan handuk saya? Oh…iya handuk
basah masih di atas tempat tidur.

- Menjabarkan apa yang orang tua rasakan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Remaja-remaja yang perasaannya dihormati sangat mungkin
menghormati pula perasaan orang tua. Orang tua dapat menyatakan
harapannya atas perilaku negative remaja. Misalnya remaja tidak mau
mandi padahal hari telah sore dan ia belum mengerjakan PR
remajanya, orang tua bisa mengatakan harapan orang tua : “Orang tua
harap kamu segera mandi dan kerjakan PR mu”.
- Memberi penghargaan atas upaya remaja melakukan sesuatunya
sendiri
Dengan menjabarkan dulu hasil yang ditunjukkan remaja baru berikan
pujian, contoh :”wah kamarmu rapih, selimut terlipat rapih, dan buku-
bukumu tersusun di rak…orang tua rasa siapapun akan betah tidur di
kamarmu ini..usaha yang bagus sekali”
 Terapis memberi contoh cara mengungkapkan keinginan dan harapan
remaja ke orang tua
 Terapis meminta orang tua berpasangan dengan remaja dan melatih
kemampuan mengungkapkan keinginan dan harapan mengubah perilaku
negative remaja di dalam kelompok, sesuai dengan daftar masalah
 Terapis memberikan umpan balik terhadap cara orang tua menyatakan
harapannya terhadap perilaku negative remaja

3) Terminasi
a) Evaluasi
 Menanyakan perasaan remaja setelah mempelajari ketrampilan
mengungkapkan keinginan dan harapan.
 Menanyakan cara mengungkapkan keinginan remaja ke orang tua
 Menanyakan manfaat atau kegunaan mengungkapkan keinginan dan
harapan secara asertif
 Memberikan reinforcement positif atas kerjasama orang tua dan remaja
yang baik dan kemampuan orang tua berlatih.
d) Tindak lanjut
 Menganjurkan remaja melatih ketrampilan mengungkapkan keinginan
dan harapan merubah perilaku remaja di rumah.
 Mencatat situasi tersebut ke dalam buku kerja

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


e) Kontrak yang akan datang
 Menyepakati kegiatan selanjutnya yaitu melatih mengatakan “tidak”
untuk permintaan remaja yang kurang masuk akal.
 Menyepakati waktu dan tempat pertemuan

d. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi, khususnya tahap kerja, keaktifan
orang tua dan remaja, keterlibatan orang tua dan remaja dan proses pelaksanaan
kegiatan secara keseluruhan.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Format Evaluasi
Sesi IV Terapi Assertiveness Training : mengungkapkan keinginan dan
harapan

Nama orang tua : ............ Tanggal : ....................


Dilakukan
No Kegiatan Ya Tidak
1 Menyepakati kontrak kegiatan
2 Menyampaikan pengalaman ketika
menghadapi perilaku negative remaja
3 Menyampaikan apa yang dirasakan ketika
melihat perilaku negative remaja
4 Menyampaikan perasaan orang tua selama
menghadapi emosi remaja di rumah
5 Membuat daftar perilaku negative yang
ingin diubah bersama dengan remaja
6 Melatih cara mengungkapkan keinginan
dan harapan orang tua
7 Mendengarkan keinginan dan kebutuhan
remaja secara verbal dan non verbal
8 Menyampaikan pendapat dan alasan orang
tua dengan kalimat jelas dan singkat
9 Mengajak remaja curah pendapat dengan
menulis ide/gagasan di buku kerja
10 Mengambil keputusan bersama dengan
remaja
11 Menanyakan perasaan remaja terhadap
keputusan yang diambil bersama
12 Menyebutkan keuntungan setelah
mempelajari cara menyampaikan harapan/
keinginan orang tua mengubah perilaku
negative remaja.
13 Aktif dalam diskusi

Keterangan :
Isilah Ya = jika orang tua melakukan, Tidak = jika orang tua tidak
melakukan.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Sesi V : Melatih remaja mengatakan “tidak” untuk permintaan orang lain yang
kurang rasional

Tujuan : remaja dapat :


a. Mengidentifikasi permintaan remaja
b. Mengidentifikasi alasan remaja mengajukan permintaan
c. Mengatakan “tidak” untuk permintaan yang kurang rasional
d. Menyatakan alasan mengatakan “tidak” untuk permintaan yang kurang rasional
e. Mengidentifikasi alternative pilihan untuk menolak permintaan remaja

Setting :
a. Mengkaji situasi yang ada di lapangan / tempat pertemuan
b. Pertemuan dilakukan di ruangan tertutup agar peserta konsentrasi
c. Suasana ruangan nyaman dan tenang
d. remaja dan terapis duduk berhadapan

Alat :
Alat tulis, lembar balik, buku kerja orang tua , buku raport remaja

Metode :
a. Instruction : terapis menjelaskan materi menolak permintaan orang lain yang kurang
rasioanl
b. Modeling : terapis memberi contoh cara menolak permintaan orang lain yang kurang
rasional
c. Role playing : remaja berlatih mengatakan kata ”tidak” pada permintaan orang lain
yang kurang rasional di dalam kelompok
d. Feedback : terapis memberikan umpan balik terhadap cara remaja mengatakan
”tidak” pada orang lain
e. Implementation : bersama dengan remaja melakukan latihan komunikasi asertif
mengatakan ”tidak” untuk permintaan remaja yang kurang rasional di rumah secara
mandiri

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Langkah-langkah kegiatan :
a. Persiapan
1) Mengingatkan kontrak yang telah disepakati 1 hari sebelumnya.
2) Mempersiapkan diri, tempat dan waktu
3) Mempersiapkan alat sebelum pertemuan

b. Pelaksanaan
1) Orientasi
a) Salam Terapeutik : terapis mengucapkan salam kepada orang tua dan remaja.
b) Evaluasi / validasi :
 Menanyakan kondisi, perasaan dan emosi orang tua dan remaja saat ini.
 Menanyakan kemampuan remaja mengidentifikasi gaya komunikasi
yang digunakan di rumah : asertif, pasif, agresif.
 Menanyakan kemampuan remaja mendengar keluhan orang lain secara
verbal dan nonverbal
 Menanyakan kemampuan remaja menyampaikan perbedaan pendapat ke
orang lain.
 Menanyakan kemampuan remaja mengungkapkan keinginan dan harapan
 Meminta remaja membuka buku kerja untuk melihat pelaksanaan latihan
mengungkapkan keinginan dan harapan remaja di rumah.
 Menanyakan kesulitan remaja mengungkapkan keinginan dan harapan di
rumah
 Memberikan reinforcement positif atas kemampuan remaja
mengungkapkan keinginan dan harapan ke remaja secara asertif
c) Kontrak :
 Menyepakati topik pertemuan pada sesi 5 yaitu melatih remaja
mengatakan “tidak” untuk menolak permintaan orang lain yang kurang
rasional, tujuannya agar orang tua mampu menolak permintaan remaja
secara asertif tanpa menyudutkan perasaan remaja sehingga perilaku
negative remaja dapat dan emosi remaja dapat diatasi.
 Lama waktu pertemuan 30-45 menit di ruangan yang dirasa nyaman oleh
klien dan terapis

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


 Mengingatkan kembali peraturan terapi yaitu orang tua dan remaja
diharapkan berpartisipasi dalam diskusi dan mengikuti sesi dari awal
sampai akhir.
2) Fase Kerja
a) Terapis mendiskusikan pengalaman orang tua menolak permintaan remaja
yang kurang rasional
b) Terapis menanyakan perasaan remaja jika permintaan nya tidak dipenuhi
oleh orang tua
c) Terapis melatih orang tua mengidentifikasi dan menanyakan alasan remaja
untuk permintaan yang kurang rasional.
 Terapis menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan permintaan
remaja yang kurang rasional yaitu suatu permintaan/permohonan
remaja akan sesuatu atau kegiatan yang sangat disukai remaja, ingin
remaja lakukan tetapi orang tua tidak menyukai, tidak mau dan tidak
dapat memenuhinya karena suatu alasan tertentu.
 Terapis meminta orang tua berdiskusi dengan remaja tentang
permintaan remaja yang kurang rasional dan mencatatnya di buku
kerja.
 Terapis menjelaskan cara mengidentifikasi permintaan remaja dan
menanyakan alasannya :
- Mendengarkan permintaan remaja dengan menggunakan cara
menjadi pendengar aktif (sesi 2), hindari membentak remaja atau
menolak pernyataan remaja dengan spontan (setengah berteriak).
- Tanyakan pada diri orang tua sendiri apakah orang tua menyanggupi
permintaan remaja atau tidak. Jangan memberi janji-janji pada
remaja atau mengalihkannya pada hal lain yang disukai remaja,
jadikan peristiwa ini suatu moment melatih emosi remaja.
- Terapis menjelaskan cara mengidentifikasi alasan remaja
mengajukan permintaan ke orang tua :
Dengan menanyakan alasan ke remaja, orang tua bisa tahu
kebutuhan apa yang remaja inginkan saat ini.
 Terapis memberi contoh cara mengidentifikasi permintaan remaja dan
menanyakan alasan ke remaja.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Contoh : remaja ingin main ke rumah teman, padahal 1 jam lagi
mereka akan pergi ke bandara.
- Mendengarkan permintaan remaja dengan tidak membantah.
- Menanyakan alasan ke remaja : “Sepertinya kamu ingin sekali pergi
ke rumah Susi, boleh orang tua tahu kenapa kamu ingin sekali ke
sana?”
- Mengidentifikasi kebutuhan remaja : “Mm..dari alasan kamu tadi…
sepertinya kamu bosan menunggu 1 jam sebelum berangkat ya?”
 Terapis meminta orang tua dan remaja memilih satu dari daftar
permintaan remaja yang kurang rasional untuk dilatih cara
mengidentifikasi permintaan dan kebutuhan remaja serta menanyakan
alasan remaja atas permintaan tersebut.
 Terapis memberi umpan balik terhadap cara orang tua mengidentifikasi
permintaan remaja.
d) Terapis melatih orang tua mengatakan “tidak” dan menyatakan alasan
orang tua untuk permintaan yang kurang rasional.
 Terapis menjelaskan tahap-tahap mengatakan “tidak” dan menyatakan
alasannya.
- Menerima perasaan orang lain, dengarkan dengan penuh perhatian,
contoh “remaja mengerti kalau kamu merasa…”
- Menempatkan masalah pada posisi remaja. Remaja akan merasa
orang tua betul-betul mengerti apa yang ia inginkan.
- Beri alasan berupa informasi yang jelas dan rasional (masuk akal)
bukan berupa nasihat yang isinya memojokkan “perilaku” remaja,
contoh “kamunya sih senang main, orang tua nggak ijinkan kamu
main, nanti kita semua telat gara-gara kamu”.
- Dengan informasi yang masuk akal, remaja bisa menerima dan
memberi tahu dirinya sendiri bahwa bukan saat yang tepat untuk
main.
- Menyampaikan harapan orang tua terhadap fakta tersebut.
- Rumusan kalimatnya : “Orang tua mengerti kalau kamu
ingin…….pasti sulit bagimu untuk…..tetapi orang tua tidak bisa

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


memenuhi keinginanmu…..karena…..orang tua harap kamu bisa
mengerti kondisi nya”

 Terapis memberi contoh cara mengatakan “tidak” dan menyatakan


alasannya.
“Orang tua mengerti kalau kamu bosan, memang tidak enak rasanya
kalau bosan….tapi 1 jam lagi kita akan berangkat dan orang tua
berharap kita tidak terlambat tiba disana….”
 Terapis meminta orang tua dan remaja berlatih cara mengatakan
“tidak” dan menyatakan alasannya.
 Terapis memberikan umpan balik terhadap cara orang tua mengatakan
“tidak” dan menyatakan alasannya.
e) Terapis melatih orang tua mencari alternative pilihan untuk menolak
permintaan remaja
 Terapis mendiskusikan cara yang pernah orang tua lakukan untuk
menghadapi permintaan remaja yang kurang rasional
 Menanyakan ke remaja cara untuk memenuhi kebutuhannya
“Adakah cara lain supaya kamu tidak bosan dan kita tidak terlambat
ke bandara”
“Bagaimana kalau kita……”
 Mengganti kata “tidak” dengan “ya”
Supaya keinginan dan kebutuhan remaja terpenuhi kita bisa mengganti
kata “tidak” dengan “ya” disertai dengan syarat yang dapat dipenuhi
oleh remaja. Remaja tidak akan merasa keinginannya ditolak.
Contoh : “Tentu saja kamu bisa main, setelah makan siang ya..”
 Terapis meminta orang tua dan remaja latihan cara mencari alternative
pilihan menolak permintaan remaja di dalam kelompok
 Terapis memberikan umpan balik terhadap cara orang tua menyatakan
menolak permintaan dengan alternative lain.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3) Terminasi
a) Evaluasi
 Menanyakan perasaan remaja setelah mempelajari ketrampilan
mengatakan “tidak” untuk permintaan remaja yang kurang rasional
 Menanyakan cara mengidentifikasi permintaan remaja yang kurang
rasional.
 Menanyakan manfaat atau kegunaan mempelajari ketrampilan
mengatakan “tidak” untuk permintaan remaja yang kurang rasional
 Memberikan reinforcement positif atas kerjasama orang tua dan remaja
yang baik dan kemampuan orang tua berlatih.
b) Tindak lanjut
 Menganjurkan remaja melatih ketrampilan mengatakan “tidak” untuk
permintaan remaja yang kurang rasional di rumah.
 Mencatat situasi tersebut ke dalam buku kerja
c) Kontrak yang akan datang
 Menyepakati kegiatan selanjutnya yaitu melatih mengatakan “tidak”
untuk permintaan remaja yang kurang masuk akal.
 Menyepakati waktu dan tempat pertemuan

e. Evaluasi dan dokumentasi


Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi, khususnya tahap kerja, keaktifan
orang tua dan remaja, keterlibatan orang tua dan remaja dan proses pelaksanaan
kegiatan secara keseluruhan.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Format Evaluasi
Sesi V Terapi Assertiveness Training : mengatakan ”tidak” untuk
permintaan remaja yang kurang rasional

Nama orang tua : ............ Tanggal : ....................


Dilakukan
No Kegiatan Ya Tidak
1 Menyepakati kontrak kegiatan
2 Menyampaikan pengalaman ketika remaja
yang menuntut permintaannya dipenuhi
3 Menyampaikan perasaan ketika
menghadapi remaja yang menuntut
permintaannya dipenuhi
4 Bersama dengan remaja membuat daftar
permintaan yang tidak dapat dipenuhi
orang tua
5 Melatih cara mengidentifikasi permintaan
dan alasan remaja
6 Melatih cara mengatakan “tidak” ke orang
lain
7 Mengungkapkan alasan yang jelas, sesuai
fakta.
8 Melatih cara mencari alternative pilihan
menolak permintaan orang lain
9 Mendengarkan keinginan dan kebutuhan
remaja (secara verbal dan non verbal)
10 Menyebutkan keuntungan setelah
mempelajari cara menyampaikan harapan/
keinginan remaja mengubah perilaku
negative remaja.
11 Aktif dalam diskusi
Keterangan :
Isilah Ya = jika orang tua melakukan, Tidak = jika remaja tidak
melakukan.

40

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Lampiran 11

MODUL PANDUAN

FAMILY PSYCHOEDUCATION THERAPY

(TERAPI PSIKOEDUKASI KELUARGA)

Oleh :
Hasmila Sari, S.Kep, Ns
Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc Novi Helena CD, S.Kp, M.Sc
Herni Susanti, S.Kp, M.N

PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


KEKHUSUSAN KEPERAWATAN JIWA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Individu merupakan bagian terkecil dari keluarga, kesehatan individu akan


mempengaruhi kesehatan dalam keluarga. Apabila ada salah satu individu dalam
anggota keluarga yang sakit akan mempengaruhi anggota keluarga yang lain.
Kesehatan individu sendiri terdiri dari kesehatan fisik dan kesehatan jiwa. Kesehatan
jiwa sendiri adalah suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan sosial yang terlihat
dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan koping yang efektif,
konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional (Videbeck, 2008). Ini berarti
kesehatan jiwa tidak hanya dapat dilihat dari satu unsur, tetapi satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan baik secara emosi, psikologis maupun sosial.

Keluarga merupakan salah satu sasaran dalam meningkatkan kesehatan mental, karena
keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang berperan dalam
meningkatkan kesehatan keluarganya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
baik secara fisik maupun mental. Keluarga didefinisikan sebagai dua orang atau lebih
yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional yang
mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998). Pada
keluarga tidak dapat dipisahkan oleh apapun karena dalam suatu keluarga ada suatu
ikatan emosional yang tidak dapat diputuskan oleh seorangpun, walaupun terkadang
secara fisik terpisah tetapi ikatan emosional tidak dapat dihilangkan.

Kesehatan keluarga terdiri dari kesehatan fisik dan mental yang saling ketergantungan.
Kesehatan fisik dan mental tidak dapat dipisahkan karena saling mempengaruhi.
Kesehatan fisik akan mempengaruhi kesehatan mental, begitu pula sebaliknya.
Kesehatan mental keluarga, merupakan sebuah interaksi. Kesehatan keluarga
menunjukkan kepada keadaan dimana terjadi proses internal atau dinamika, seperti
hubungan interpersonal keluarga. Fokusnya terletak pada hubungan antara keluarga
dan subsistem-subsistemnya, seperti subsistem orang tua atau keluarga dan para
anggotanya (Friedman, 1998).

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


Masalah kesehatan mental pada awalnya kurang mendapat perhatian oleh karena tidak
langsung terkait sebagai penyebab kematian. Perhatian terhadap masalah kesehatan
mental meningkat setelah World Health Organization (WHO) pada tahun 1993
melakukan penelitian tentang beban yang ditimbulkan akibat penyakit dengan
mengukur banyaknya tahun suatu penyakit dapat menimbulkan ketidakmampuan
penyesuaian diri hidup penderita (Disability Adjusted Life Years/DALYs). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa ternyata gangguan mental mengakibatkan
beban cukup besar yaitu 8,1 persen dari global burden of disease (GDB) melebihi
beban yang diakibatkan oleh penyakit tuberkulosis dan kanker. Dari 8,1 persen GDB
yang ditimbulkan oleh gangguan neuropsikiatris, gangguan depresi memberikan beban
terbesar yaitu 17,3 persen, sedangkan gangguan psikosis memberikan beban 6,8
persen (Hartanto, 2003). Gangguan jiwa walaupun tidak langsung menyebabkan
kematian, namun akan menimbulkan penderitaan yang mendalam bagi individu dan
beban berat bagi keluarga, baik mental maupun materi karena penderita tidak dapat
lagi produktif.

Perawatan kasus psikiatri dikatakan mahal karena gangguannya bersifat jangka


panjang (Videbeck, 2008). Biaya berobat yang harus ditanggung pasien tidak hanya
meliputi biaya yang langsung berkaitan dengan pelayanan medik seperti harga obat,
jasa konsultasi tetapi juga biaya spesifik lainnya seperti biaya transportasi ke rumah
sakit dan biaya akomodasi lainnya (Djatmiko, 2007). Gangguan jiwa ringan dan berat
sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dan produktivitas individual/keluarga
karena akibat yang ditimbulkan menetap seumur hidup, bersifat kronik dengan tingkat
kekambuhan yang dapat terjadi setiap saat sehingga pada akhirnya menjadi beban bagi
keluarga dan masyarakat. Sejalan dengan dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa
hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang
harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga
maupun masyarakat.

Bekerjasama dengan anggota keluarga merupakan bagian penting dari proses


perawatan klien (Stuart & Laraia, 2005). Kondisi di banyak negara berkembang
termasuk Indonesia, sebenarnya lebih menguntungkan dibandingkan negara maju,
karena dukungan keluarga (primary support groups) yang diperlukan dalam
penggobatan gangguan jiwa berat lebih baik dibandingkan di negara maju. Stigma

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


terhadap gangguan jiwa berat ini tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif
terhadap penderitanya tetapi juga bagi anggota keluarga, meliputi sikap-sikap
penolakan, penyangkalan, disisihkan, dan diisolasi. Klien gangguan jiwa mempunyai
risiko tinggi terhadap pelanggaran hak asasi manusia (Djatmiko, 2007). Salah satu
bentuk pelanggaran hak asasi tersebut adalah masih adanya praktek anak remaja yang
dilakukan keluarga jika ada salah satu anggota keluarga yang mengidap gangguan
jiwa. Padahal dengan cara itu, secara tidak sadar keluarga telah memasung fisik dan
hak asasi penderita, hingga menambah beban mental dan penderitaannya.

Untuk menghilangkan praktek anak remaja yang masih banyak terjadi di masyarakat
perlu adanya kesadaran dari keluarga yang dapat diintervensi dengan melakukan terapi
keluarga. Salah satu terapi keluarga yang dapat dilakukan adalah psikoedukasi
keluarga. Terapi keluarga ini dapat memberikan support kepada anggota keluarga.
Keluarga dapat mengekspresikan beban yang dirasakan seperti masalah keuangan,
sosial dan psikologis dalam memberikan perawatan yang lama untuk anggota
keluarganya. Tujuan umum dari psikoedukasi keluarga adalah menurunkan intensitas
emosi dalam keluarga sampai pada tingkatan yang rendah sehingga dapat
meningkatkan pencapaian pengetahuan keluarga tentang penyakit dan mengajarkan
keluarga tentang upaya membantu mereka melindungi keluarganya dengan
mengetahui gejala-gejala perilaku serta mendukung kekuatan keluarga (Stuart &
Laraia, 2005).

B. Tujuan
Setelah mempelajari modul ini diharapkan perawat mampu:
1. Melakukan psikoedukasi keluarga pada keluarga dengan anak remaja
2. Melakukan evaluasi psikoedukasi keluarga pada keluarga dengan anak remaja
3. Melakukan pendokumentasian

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB II
PEDOMAN PELAKSANAAN PSIKOEDUKASI KELUARGA
(FAMILY PSYCHOEDUCATION) PADA KELUARGA DENGAN ANAK REMAJA

A. Pengertian
Family Psychoeducation therapy adalah salah satu elemen program perawatan
kesehatan jiwa keluarga dengan cara pemberian informasi dan edukasi melalui
komunikasi yang terapeutik. Program psikoedukasi merupakan pendekatan yang
bersifat edukasi dan pragmatik (Stuart & Laraia, 2005 ).

Psikoedukasi keluarga merupakan sebuah metode yang berdasarkan pada penemuan


klinik terhadap pelatihan keluarga yang bekerjasama dengan tenaga keperawatan jiwa
profesional sebagai bagian dari keseluruhan intervensi klinik untuk anggota keluarga
yang mengalami gangguan. Terapi ini menunjukkan adanya peningkatan outcomes
pada klien dengan schizofrenia dan gangguan jiwa berat lainnya (Anderson, 1983
dalam Levine, 2002).

Sedangkan menurut Carson (2000), psikoedukasi merupakan alat terapi keluarga yang
makin popular sebagai suatu strategi untuk menurunkan faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan perkembangan gejala-gejala perilaku. Jadi pada prinsipnya
psikoedukasi dapat membantu anggota keluarga dalam meningkatkan pengetahuan
tentang penyakit melalui pemberian informasi dan edukasi yang dapat mendukung
pengobatan dan rehabilitasi pasien dan meningkatkan dukungan bagi anggota keluarga
itu sendiri.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan utama psikoedukasi keluarga adalah untuk berbagi informasi tentang
perawatan kesehatan jiwa (Varcarolis, 2006). Sedangkan menurut Levine (2002),
tujuan psikoedukasi keluarga adalah untuk mencegah kekambuhan klien gangguan
jiwa, dan untuk mempermudah kembalinya klien ke lingkungan keluarga dan
masyarakat dengan memberikan penghargaan terhadap fungsi sosial dan okupasi
klien gangguan jiwa. Tujuan lain dari program ini adalah untuk memberi dukungan

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


terhadap anggota keluarga yang lain dalam mengurangi beban keluarga terutama
beban fisik dan mental dalam merawat klien gangguan jiwa untuk waktu yang
lama.

2. Tujuan Khusus
a) Meningkatkan pengetahuan anggota keluarga tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak remaja
b) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam upaya menstimulasi tumbuh
kembang remaja
c) Mengurangi beban keluarga
d) Melakukan penelitian yang berkelanjutan tentang perkembangan keluarga
e) Melatih keluarga untuk lebih bisa mengungkapkan perasaan, bertukar
pandangan antar anggota keluarga dan orang lain

C. Indikasi Psioedukasi Keluarga


Indikasi dari terapi psikoedukasi keluarga adalah anggota keluarga dengan aspek
psikososial dan gangguan jiwa. Menurut Carson (2000), situasi yang tepat dari
penerapan psikoedukasi keluarga adalah:
1. Informasi dan latihan tentang area khusus kehidupan keluarga, seperti latihan
keterampilan komunikasi atau latihan menjadi orang tua yang efektif.
2. Informasi dan dukungan terhadap kelompok keluarga khusus stress dan krisis,
seperti pada kelompok pendukung keluarga dengan penyakit Alzheimer
3. Pencegahan dan peningkatan seperti konseling pranikah untuk keluarga sebelum
terjadinya krisis
Terapi ini juga dapat diberikan kepada keluarga yang membutuhkan pembelajaran
tentang mental, keluarga yang mempunyai anggota yang sakit mental/ mengalami
masalah kesehatan dan keluarga yang ingin mempertahankan kesehatan mentalnya
dengan training/ latihan ketrampilan.

D. Diagnosa Keperawatan Yang Terkait


Program terapi psikoedukasi keluarga (Family Psychoeducation) dirancang terutama
untuk pendidikan dan pendukung dalam upaya preventif (pencegahan) timbulnya
masalah kesehatan mental keluarga. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat
dimasukkan dalam family psychoeducation therapy adalah : proses perubahan keluarga

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


dan koping keluarga tidak efektif.

E. Tempat
Family psychoeduction dapat dilakukan di rumah sakit baik rumah sakit umum maupun
rumah sakit jiwa dengan syarat ruangan harus kondusif. Dapat juga dilakukan di rumah
keluarga sendiri. Rumah dapat memberikan informasi kepada perawat tentang
bagaimana gaya interaksi yang terjadi dalam keluarga, nilai–nilai yang dianut dalam
keluarga dan bagaimanan pemahaman keluarga tentang kesehatan.

F. Kriteria Terapis
1. Minimal lulus S2 Keperawatan Jiwa
2. Berpengalaman dalam praktek keperawatan jiwa

G. Metode Terapi,
Metode Family psychoeducation terapy dapat dilakukan dengan modifikasi beberapa
metode antara lain dengan diskusi atau tanya jawab, dinamika kelompok atau
demonstrasi tergantung kebutuhan terapi.

H. Alat Terapi
Alat terapi tergantung metode yang dipakai. Antara lain alat tulis dan kertas, leaflet,
booklet, poster dan lain sebagainya. Namun alat yang paling utama adalah diri perawat
sebagai terapis. Sebagai terapis, perawat harus bisa menjadi role model bagi keluarga.

I. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada family psychoeducation therapy disesuaikan dengan
tujuan setiap sesi. Hal yang diharapkan tersebut adalah:
1. Keluarga bersedia menyepakati kontrak, mengetahui tujuan, dapat mengungkapkan
masalah pribadi dan masalah yang dirasakan dalam merawat anggota keluarga
dengan gangguan jiwa khususnya dengan anak remaja dan dapat menyampaikan
keinginan dan harapannya selama mengikuti program psikoedukasi keluarga.
2. Keluarga mengetahui informasi dan cara merawat gangguan jiwa yang dialami oleh
anggota keluarga khususnya dengan anak remaja.
3. Keluarga mengetahui dan mampu melakukan manajemen stres keluarga.
4. Keluarga mengetahui dan mampu melakukan manajemen beban keluarga.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


5. Keluarga mampu mengatasi hambatan dalam berhubungan dengan tenaga
kesehatan dan tersedianya dukungan untuk pembentukan Self Help Group.

J. Proses Pelaksanaan
Meski tidak ada satupun program bisa menjelaskan struktur umum yang dapat
memodifikasi kebutuhan pertemuan individu keluarga, tetapi yang paling penting dari
program Family Psyhcoeducation adalah bertemu keluarga berdasarkan pada
kebutuhan, dan keluarga mendapat kesempatan untuk bertanya, bertukar pandangan
dan bersosialisasi dengan anggota yang lain dan tenaga kesehatan jiwa profesional.

Adapun proses kerja untuk melakukan psikoedukasi pada keluarga adalah :


1. Persiapan
a) Identifikasi dan seleksi keluarga yang membutuhkan psikoedukasi sesuai
indikasi dan kriteria yang telah ditetapkan
b) Menjelaskan tujuan dilaksanakan psikoedukasi keluarga
c) Membuat kontrak waktu, bahwa terapi akan dilaksanakan dalam beberapa kali
pertemuan dan anggota keluarga yang mengikuti keseluruhan pertemuan adalah
orang yang sama yang tinggal serumah dengan klien

2. Pelaksanaan
Berdasarkan uraian tujuan khusus yang akan dicapai kelompok, pencapaian terapi
Family Psyhcoeducation dapat dilakukan dalam 4 sesi :
Sesi 1 : Mengenal masalah yang dialami keluarga dalam menghadapi remaja.
Sesi 2 : Melakukan cara perawatan atau cara menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan remaja.
Sesi 3 : Manajemen stres dan beban keluarga dalam menstimulasi tumbuh
kembang remaja
Sesi 4 : Melakukan pemberdayaan masyarakat untuk membantu keluarga
dalam menstimulasi tumbuh kembang remaja.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


BAB III
PEDOMAN PELAKSANAAN TERAPI
FAMILY PSYCHOEDUCATION

SESI I : PENGKAJIAN MASALAH KELUARGA


A. TUJUAN SESI I :
1. Peserta dapat menyepakati kontrak program psikoedukasi keluarga.
2. Peserta mengetahui tujuan program psikoedukasi keluarga.
3. Peserta mendapat kesempatan untuk menyampaikan pengalaman keluarga dalam
menstimulasi anak remaja (masalah pribadi yang dihadapi oleh caregiver dan
masalah dalam menstimulasi).
4. Peserta dapat menyampaikan keinginan dan harapannya selama mengikuti program
psikoedukasi keluarga.

B. SETTING
Peserta (keluarga) duduk berhadapan dengan terapis dalam posisi yang nyaman
C. ALAT DAN BAHAN
Papan tulis, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan dokumentasi)
D. METODE
Curah pendapat, ceramah, diskusi, dan tanya jawab.

E. LANGKAH – LANGKAH :
1. PERSIAPAN
a. Mengingatkan keluarga 2 hari sebelum pelaksanaan terapi
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. PELAKSANAAN
Fase Orientasi :
a. Salam terapeutik : salam dari terapis.
b. Memperkenalkan nama dan panggilan terapis.
c. Menanyakan nama dan panggilan peserta.
d. Validasi :
Menanyakan bagaimana perasaan peserta dalam mengikuti program psikoedukasi
keluarga saat ini.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


e. Kontrak :
Menjelaskan tujuan pertemuan pertama yaitu untuk bekerjasama dan membantu
keluarga yang mempunyai anggota keluarga dengan anak remaja.
f. Terapis mengingatkan langkah – langkah setiap sesi sebagai berikut :
1) Menyepakati pelaksanaan terapi selama 5 sesi
2) Lama kegiatan 45 – 60 menit
3) Keluarga mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai dengan anggota keluarga
yang tidak berganti.

Fase Kerja :
a. Menanyakan tentang apa yang dirasakan keluarga selama ini terkait dengan
menstimulasi anggota keluarga dengan anak remaja.
1) Masalah pribadi yang dirasakan anggota keluarga sendiri.
2) Masalah dalam merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
3) Keluarga menuliskan masalahnya pada buku kerja keluarga.
4) Terapis menuliskan pada buku kerja sendiri.
b. Menanyakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam keluarga dengan adanya
salah satu anggota keluarga yaitu remaja.
1) Setiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan perubahan-
perubahan yang dialami dalam keluarga.
c. Menanyakan keinginan dan harapan keluarga selama mengikuti psikoedukasi
keluarga.
d. Memberikan kesempatan keluarga untuk mengajukan pertanyaan terkait dengan
hasil diskusi yang sudah dilakukan.

Fase Terminasi :
a. Evaluasi :
1. Menyimpulkan hasil diskusi sesi I
2. Menanyakan perasaan keluarga setelah selesai sesi I
3. Memberikan umpan balik positif atas kerjasama dan kemampuan keluarga
dalam menyampaikan apa yang dirasakan
b. Tindak Lanjut :
1. Menganjurkan keluarga untuk menyampaikan dan mendiskusikan pada anggota
keluarga yang lain tentang masalah yang dihadapi keluarga dan perubahan-

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


perubahan yang terjadi pada keluarga dengan gangguan jiwa.
c. Kontrak :
1. Menyepakati topik sesi 2 yaitu menyampaikan tentang tumbang anak remaja.
2. Menyepakati waktu dan tempat untuk pertemuan selanjutnya.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


1. Evaluasi Proses
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan
keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan.

Format Evaluasi
Sesi I Psikoedukasi Keluarga : Pengkajian Masalah

Keluarga Kode keluarga : Tanggal :


Keluarga
No Kegiatan Ya Tidak
1 Hadir dalam terapi
2 Menyepakati kontrak kegiatan
3 Menyampaikan masalah yang dialami
(masalah pribadi yang dirasakan
anggota keluarga dan perubahan yang
dialami dalam keluarga)
5 Aktif dalam diskusi

Keterangan :
Isilah Ya = jika keluarga melakukan, Tidak = jika keluarga tidak melakukan.

2. Dokumentasi Kemampuan
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah disampaikan
oleh keluarga yaitu masalah pribadi yang dirasakan anggota keluarga dan masalah
yang dialami selama menstimulasi remaja, perubahan– perubahan yang terjadi
dalam keluarga.
Format Dokumentasi
Sesi I Psikoedukasi Keluarga : Pengkajian Masalah

Keluarga Kode keluarga : Tanggal :

Penyebab Anak
Pengalaman/ Perubahan yang
No Nama Keluarga remaja oleh
beban keluarga terjadi pada keluarga
keluarga
1.
2.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3.

SESI II : PERAWATAN/CARA MENSTIMULASI ANAK REMAJA


A. TUJUAN SESI II :
1. Keluarga mengetahui tentang cara menstimulasi anak remaja.
2. Keluarga mengetahui tentang cara menstimulasi tumbuh kembang anak remaja.
3. Keluarga mengetahui cara menstimulasi tumbang remaja di rumahdi rumah
4. Keluarga mampu memperagakan cara menstimulasi remaja di rumah

B. SETTING
Peserta (keluarga) duduk berhadapan dengan terapis dalam posisi yang nyaman

C. ALAT
Papan tulis, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan dokumentasi)

D. METODE
Ceramah, diskusi, curah pendapat dan tanya jawab

E. LANGKAH – LANGKAH
1. PERSIAPAN
a. Mengingatkan keluarga minimal 2 hari sebelumnya
b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta
2. PELAKSANAAN
Fase Orientasi
a. Salam terapeutik : salam dari terapis.
b. Evaluasi : menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah
keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya, misalnya tentang
masalah yang dialami oleh anggota keluarga yang lain.
c. Kontrak : menyepakati waktu dan lama sesi.
Fase Kerja
a. Mendiskusikan tentang perkembangan remaja
b. Anggota keluarga menyampaikan pengalamannya selama ini

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


1. Memberi kesempatan anggota keluarga lain untuk memberi pendapat
b. Menyampaikan tentang konsep gangguan jiwa meliputi pengertian, penyebab,
tanda, prognosis, intervensi dan terapi.
1. Anggota keluarga menyampaikan pengalaman mereka
2. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk bertanya
c. Mendiskusikan cara menstimulasi remaja yang selama ini dilakukan oleh
keluarga.
d. Mendemonstrasikan cara menstimulasi remaja
1. Meminta keluarga untuk mendemonstrasikan kembali salah satu cara
menstimulasi remaja.
2. Memberi masukan terhadap hal–hal yang perlu ditingkatkan oleh keluarga.
3. Memberi kesempatan anggota keluarga lain untuk memperagakan cara
menstimulasi remaja di rumah.

Fase Terminasi
1. Evaluasi
a. Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi II selesai
b. Memberikan umpan balik positif atas kerjasama peserta yang baik
2. Tindak lanjut : menganjurkan keluarga untuk menyampaikan tentang materi
tumbang remaja yang telah dijelaskan kepada anggota keluarga yang lain
3. Kontrak : menyepakati topik sesi berikutnya, waktu dan tempat untuk pertemuan
berikutnya.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


1. Evaluasi
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan
keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara keseluruhan.

Format Evaluasi
Sesi II Psikoedukasi Keluarga : Perawatan Klien Gangguan Jiwa (Anak remaja)

No Kegiatan Keluarga
Ya Tidak
1 Hadir dalam terapi
2 Menyebutkan pengertian gangguan
jiwa
3 Menjelaskan gangguan jiwa yang

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


dialami anggota keluarga
Menyebutkan dan mendemonstrasikan
cara merawat klien dengan anak remaja
4 Aktif dalam diskusi

2. Dokumentasi
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah disampaikan
oleh keluarga yaitu tentang gangguan jiwa yang dialami oleh anggota keluarga.

Format Dokumentasi
Sesi II Psikoedukasi Keluarga : Perawatan Klien Gangguan Jiwa (Anak remaja)

Menjelaskan gangguan Menjelaskan cara


Menyebutkan pengertian
No Nama Keluarga jiwa yang dialami anggota merawat klien
gangguan jiwa
keluarga dengan anak remaja
1
2
3

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


SESI III : MANAJEMEN STRES KELUARGA

A. TUJUAN SESI III :

1. Keluarga mampu berbagi pengalaman dengan anggota keluarga lain tentang stres
yang dirasakan akibat tidak mengetahui cara menstimulasi remaja
2. Keluarga mendapatkan informasi tentang cara menstimulasi remaja dalam keluarga.
3. Keluarga mampu mendemonstrasikan cara mengatasi stres.
4. Keluarga dapat mengatasi hambatan dalam mengurangi stres.
B. SETTING
Peserta (keluarga) duduk berhadapan dengan terapis dalam posisi yang nyaman
C. ALAT
Papan tulis, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan dokumentasi)
D. METODE
Ceramah, diskusi, curah pendapat, Role play (bermain peran) dan tanya jawab

E. LANGKAH – LANGKAH
1. PERSIAPAN
a. Mengingatkan keluarga minimal 2 hari sebelumnya
b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta

2. PELAKSANAAN
Fase Orientasi
a. Salam terapeutik : salam dari terapis
b. Validasi : menanyakan perasaan keluarga hari ini dan menanyakan apakah
keluarga mempunyai pertanyaan dari pertemuan sebelumnya, yaitu tentang materi
tumbang anak remaja di rumah.
c. Kontrak : menyepakati lama waktu terapi (sesi) serta materi yang akan
disampaikan.
Fase Kerja
a. Menanyakan pada keluarga terkait stres yang mereka alami denganadanya anak
remaja di rumah.
1) Anggota keluarga menyampaikan pengalaman mereka
2) Memberikan pujian/penghargaan atas kemampuan anggota keluarga
menyampaikan pendapat/perasaannya.

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3) Menjelaskan tentang stres yang dialami keluarga akibat salah satu anggota
mengalami gangguan jiwa (anak remaja) dengan menggunakan leaflet.
4) Meminta anggota keluarga mengidentifikasi tanda dan gejala serta cara
mengurangi stres sesuai dengan penjelasan terapis.
5) Mendemontrasikan cara mengurangi stres yang dialami oleh anggota
keluarga
6) Meminta anggota keluarga untuk mendemontrasikan kembali cara
mengurangi stres yang telah diajarkan.

Fase Terminasi
a. Evaluasi
1. Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi III selesai
2. Memberikan umpan balik positif atas kerjasama peserta yang baik
b. Tindak lanjut : menganjurkan keluarga untuk berlatih cara mengurangi stres.
c. Kontrak : menyepakati topik sesi berikutnya, waktu dan tempat untuk pertemuan
berikutnya.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


1. Evaluasi
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan
keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara keseluruhan.

Format Evaluasi
Sesi III Psikoedukasi Keluarga : Manajemen Stres Keluarga

No Kegiatan Keluarga
Ya Tidak
1 Hadir dalam terapi
2 Menyebutkan tanda-tanda stres yang dialami
keluarga
3 Menyebutkan cara mengatasi stress dalam
merawat klien gangguan jiwa (khususnya
dengan anak remaja)
4 Memperagakan cara mengatasi stres yang telah
diajarkan
5 Aktif dalam diskusi

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


2. Dokumentasi
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah disampaikan
oleh keluarga, yaitu cara mengatasi stres dalam menstimulasi remaja
Format Dokumentasi
Sesi III Psikoedukasi Keluarga : Manajemen Stres Keluarga

Menyebutkan tanda-tanda stres Menyebutkan cara mengatasi


No Nama Keluarga
yang dialami keluarga stres keluarga
1
2
3

SESI IV : PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MEMBANTU KELUARGA

A. TUJUAN SESI V :
1. Keluarga dapat mengungkapkan hambatan dalam merawat anak remaja di rumah.
2. Keluarga dapat mengungkapkan hambatan dalam berhubungan dengan tenaga
kesehatan dan mengetahui cara mengatasi hambatan dalam berkolaborasi.
3. Keluarga dapat berdiskusi dengan tenaga kesehatan dari Puskesmas tentang sistem
rujukan

B. SETTING
Peserta (keluarga), terapis dan tenaga kesehatan dari Puskesmas duduk berhadapan
dengan posisi melingkar.
C. ALAT
Papan tulis, modul, dan buku kerja keluarga (format evaluasi dan dokumentasi)
D. METODE
Ceramah, diskusi, curah pendapat dan tanya jawab

E. LANGKAH – LANGKAH
1. PERSIAPAN
a. Mengingatkan kembali 2 hari sebelumnya
b. Mempersiapkan diri, tempat dan peserta

2. PELAKSANAAN
Fase Orientasi

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


a. Salam terapeutik : salam terapeutik dari terapis
b. Evaluasi : mengevaluasi hasil keluarga dalam menerapkan cara untuk mengatasi
beban pada keluarga dan melakukan latihan asertif
c. Kontrak : menyampaikan topik pada sesi ini yaitu tentang pemberdayaan
komunitas.

Fase Kerja
a. Menanyakan hambatan yang dirasakan selama merawat anak remaja di rumah
1) Masing – masing keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat
2) Memberi kesempatan kepada keluarga lain untuk menanggapi
b. Menanyakan hambatan dalam berhubungan dengan tenaga kesehatan selama ini
1) Masing-masing keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat
2) Memberi kesempatan kepada keluarga lain untuk menanggapi
c. Menjelaskan kepada keluarga bagaimana seharusnya hubungan keluarga dengan
tenaga kesehatan
d. Menjelaskan kepada keluarga bagaimana cara mengatasi hambatan dalam
berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
e. Memberi kesempatan keluarga untuk berdiskusi dengan tenaga kesehatan dari
Puskesmas tentang sistem rujukan,
1) Masing – masing keluarga diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat
2) Memberikan kesempatan pada keluarga untuk bertanya
3) Memfasilitasi dialog antara keluarga dengan pihak Puskesmas
4) Menyimpulkan hasil diskusi

Fase Terminasi
1. Evaluasi
a. Menanyakan perasaan keluarga setelah sesi V selesai
b. Memberikan umpan balik positif atas kerjasama peserta yang baik
2. Tindak lanjut
a. Menganjurkan keluarga untuk tetap menerapkan apa yang telah dilakukan
selama terapi yaitu merawat klien dengan gangguan jiwa (khususnya anak
remaja) di rumah, menyarankan keluarga untuk memanfaatkan sistem rujukan
yang telah ada, menjalankan kelompok swabantu yang akan difasilitasi oleh
pihak puskesmas dan disepakati oleh keluarga

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,


3. Terminasi akhir yaitu menyerahkan kelompok pada pihak puskesmas.

F. EVALUASI DAN DOKUMENTASI


1. Evaluasi Proses
Evaluasi ketepatan waktu pelaksanaan terapi khususnya tahap kerja, keaktifan
keluarga, keterlibatan keluarga dan proses pelaksanaan secara keseluruhan

Format Evaluasi
Sesi V Psikoedukasi Keluarga : Pemberdayaan Komunitas Membantu Keluarga
No Kegiatan Kode Peserta
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Hadir dalam terapi
2 Menyampaikan hambatan yang dialami
dalam merawat klien gangguan jiwa
(khususnya dengan anak remaja)
3 Menyampaikan hambatan yang dialami
dalam berhubungan dengan tenaga
kesehatan
4 Menyebutkan cara mengatasi hambatan
dalam merawat klien gangguan jiwa
(khususnya dengan anak remaja) dan dalam
berhubungan dengan tenaga kesehatan
5 Mengetahui sistem rujukan
6 Menyepakati adanya kelompok swabantu
yang akan difasilitasi oleh Puskesmas
7 Aktif dalam diskusi

2. Dokumentasi
Pada dokumentasi dituliskan ungkapan secara singkat apa yang telah disampaikan
oleh keluarga, yaitu hambatan yang dialami dalam merawat klien dan dalam
berhubungan dengan tenaga kesehatan, menyebutkan cara mengatasi hambatan
Format Dokumentasi
Sesi V Psikoedukasi Keluarga : Pemberdayaan Komunitas Membantu Keluarga
Menyebutkan hambatan
dalam merawat klien & Menyebutkan cara
No Nama Keluarga
dalam berhubungan mengatasi hambatan
dengan tenaga kesehatan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Penerapan terapi..., Uswatun Hasanah, FIK UI,

Anda mungkin juga menyukai