Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM 3

PENGENALAN PHYLUM ANNELIDA DAN SIPUNCULA

DISUSUN OLEH

NAMA : MUH. SYAFAR AL RAFI. E


NIM : L011221123
KELAS : ZOOLOGI LAUT C
KELOMPOK :8
ASISTEN : ALVA ALVI NH

LABORATORIUM BIOLOGI LAUT


PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara garis besar kingdom animalia terbagi menjadi dua divisi yaitu vertebrata dan
invertebrata. Vertebrata adalah istilah untuk hewan yang memiliki tulang punggung
sedangkan invertebrata mengacu pada hewan yang tidak memiliki tulang punggung.
Hewan-hewan yang kita kenal selama ini dapat dibagi menjadi sepuluh kelas bantal,
yaitu Protozoa, Porifera, Coelentera, Platyhelminths, Nemathelminths, Annelids,
Mollusca, Echinodermata, Arthropoda, dan Chordata. Pembagian filum ini didasarkan
pada beberapa hal antara lain simetri tubuh (simetri radial atau bilateral), lapisan tubuh
(coelomates, pseudocoelomates, dan coelomates). Contoh dari kerajaan hewan
adalah Hylum annelida. Biasa disebut annulata, annelida adalah cacing beruas-ruas
yang hidup di air tawar, air laut, dan di darat. Beberapa dari mereka hidup sebagai
parasit. Selain itu, annelida memiliki beberapa sistem organ halus dengan sistem
peredaran darah tertutup. Kebanyakan annelida memiliki dua jenis kelamin dalam satu
tubuh atau hermafrodit. Misalnya cacing tanah, cacing pasir, cacing kipas, lintah/lintah.
Ada 3 kelas annelida yaitu kelas Polychaeta, Oligochaeta dan Hirudinae. Sering ada
perbedaan antara annelida dan nematoda (Adun, 2013). 
Filum Annelida adalah cacing coelomate berbentuk cincin dengan tubuh
memanjang, simetri bilateral, bersegmen, dan permukaannya ditutupi kutikula, dinding
tubuh dilengkapi dengan otot, memiliki prostomy dan sistem peredaran darah,
pencernaan lengkap, tempat ekskresi. sistem, sepasang Nephridia di setiap segmen,
tangga sistem saraf. Sistem pernapasan meliputi genangan epidermis, monoecious
atau reproduksi ini, dan larva trochophorous atau veligerous. Kebanyakan annelida
hidup di air di laut dan di darat di air tawar atau air bawah tanah. Cacing yang
termasuk kelompok ini memiliki tubuh yang beruas-ruas, beberapa organ (misalnya
pencernaan) merentang sepanjang tubuh, organ lain seperti saluran pembuangan
berada di setiap segmen. Annelida memiliki rongga tubuh atau coelome, rongga ini
tidak hanya berisi organ-organ yang dibentuk oleh mesoderm tetapi juga dilapisi oleh
lapisan mesoderm. Annelida adalah hewan simetris bilateral dengan sistem peredaran
darah tertutup dan sistem saraf dua untai. Pembuluh darah utama memanjang di sisi
dorsal sedangkan sistem saraf di sisi ventral (Madang Kodri, 2014) 
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktkum ini ialah mahasiswa mampu mengetahui morfologi dari
Filum Annelida dan Filum Sipuncula serta dapat membedakannya.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Phylum Annelida

Cacing laut termasuk dalam kelas Polychaeta dari genus Annelida, yang berasal
dari bahasa Latin yang terdiri dari spesies poli dan chetae, dimana poli berarti banyak,
sedangkan chetae adalah bagian seperti rambut yang terdapat di sisi kanan dan kiri
tubuh cacing. Ciri polychaetes adalah banyaknya chaetae yang terlihat seperti kaki di
sekujur tubuh. Sekitar 9.000 spesies telah diidentifikasi sebagai anggota genus
Annelida, dan sebagian besar terdiri dari 8.000 spesies Polychaeta. Ada begitu banyak
spesies Polychaeta yang membedakannya dari satu spesies ke spesies lainnya
membutuhkan keahlian. Bagian tubuh utama cacing laut yang membedakan famili dan
genera adalah prostomium, peristomium, faring, parapodia, dan setae. Morfologi umum
cacing laut terdiri dari kepala, badan dan ekor (Fauchald, 2015). 
Nama lain Annelida bisa disebut sebagai cacing dengan bentuk tubuh berbentuk
cincin, atau juga sebagai cacing gelang. Annelida memiliki coelom dibagi menjadi
beberapa kompartemen oleh septum. Annelida adalah hewan simetris bilateral dengan
sistem peredaran darah tertutup dan sistem saraf dua untai. Pembuluh darah utama
berjalan di sisi punggung, sedangkan sistem saraf terletak di sisi perut. Annelida
memiliki sistem pencernaan, saraf, ekskresi, dan reproduksi metameric pada suatu
hewan atau biasa disebut Annelida (Hikajat, 2013). 
Filum Annelida mencakup berbagai jenis cacing yang mempunyai ruas-ruas sejati,
seperti nereis, cacing tanah dan lintah. Annelida berasal dari bahasa
latin annelus  berarti cincin kecil-kecil dan oidos berarti bentuk, karena cacing seperti
sejumlah besar cincin kecil yang diuntai. Ciri khas filum annelida adalah tubuh menjadi
ruas-ruas yang sama sepanjang sumbu asterior posterior. Istilah lain untuk ruas tubuh
yang sama ialah metamere, somite, atau segmen. Bagian tubuh paling anterior disebut
prostomium bukan suatu ruas. Demikian pula di bagian paling ujung posterior yang
disebut pigidium, terdapat anus. Segmentasi pada annelid tidak hanya membagi otot
dinding tubuh saja, melainkan juga menyekat rongga tubuh atau coelom dengan
sekatan yang disebut septum, jamak septa (Suwignyo, 2013).
Sipuncula adalah organisme laut yang menyerupai cacing. Di sana organisme ini
bahkan sering disebut sebagai “cacing kacang” karena bentuk tubuhnya yang seperti
cacing, yang menyerupai cacing tanah. Ada juga orang yang menyebut hewan ini
sebagai “cacing laut sekunder” atau cacing laut tidak beruas. Meski sering disebut
sebagai “cacing”, penggunaan istilah ini masih diperdebatkan di kalangan ilmuwan. Di
mana para ilmuwan sistematis tidak setuju tentang klasifikasi taksonomi genus
Annelida dan Sipunculida (Mariam, 2017). 
Filum Annelida memiliki segmen luar dan dalam. Ketika banyak struktur internal
diulang, segmen demi segmen. Secara eksternal, setiap segmen memiliki empat
pasang rambut, yang bulunya bergerak, memungkinkan cacing membuat lubang.
Annelida sendiri terbagi menjadi tiga kelas yaitu Oligochaeta, Pholychaeta, Hirudinea,
dan beberapa hewan air yang berenang untuk mencari makan, namun sebagian besar
hidup di dasar dan bersarang di pasir dan lumpur (Fadhilla, 2021). 
Annelida relatif menetap di substrat, memungkinkan annelida untuk memberikan
gambaran tentang kondisi ekosistem perairan yang mereka huni. Hewan Annelida
berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik dan sebagai sumber
makanan bagi organisme yang hidup di ekosistem perairan tersebut (Kusnadi, 2012). 
Cacing dari genus Annelida memiliki tubuh yang tersegmentasi. Mereka hidup di
tanah yang lembab, laut dan air tawar. Umumnya annelida hidup bebas, ada yang
hidup di liang, ada yang komensal pada hewan air, dan ada yang bersifat parasit pada
hewan vertebrata lainnya (Radiopoetro, 2015). 
Annelida memiliki rongga tubuh atau coelom, rongga tersebut tidak berisi organ
yang dibentuk sendiri oleh mesoderm. Annelida juga merupakan hewan simetris
bilateral dengan sistem peredaran darah tertutup dan sistem saraf dua untai.
Pembuluh darah utama berjalan di sisi punggung, sedangkan sistem saraf terletak di
sisi perut hewan tersebut (Rahmadina & Erir, 2018). 
Annelida memiliki arti yaitu “cincing kecil” yang memiliki tubuh bersegmen, dimana
mirip dengan serangkaian cincing yang menyatu yang merupakan ciri khas cacing
Filum Annelida. Adapun terdapat sekitar 15.000 spesies Filum Annelida, yang
panjangnya berkisar antara kurang dari 1mm sampai dengan 3m pada cacing tanah
raksasa Australia. Anggota Filum Annelida hidup di laut, dan sebagian besar habitatnya
air tawar, dan tanah yang lembab. Adapun dapat di jelaskan anatomi Filum Annelida
menggunakan anggota Filum yang terkenal yaitu cacing tanah dan yang paling banyak
di temukan (Nirzan & Nofisulastri, 2018).
Adapun klasifikasi dari hewan Annelida yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Polychaeta
Poli artinya banyak dan chaeta artinya rambut, jadi cacing itu memiliki banyak bulu
di tubuhnya. Kulit ditutupi dengan kutikula, yang memiliki sistem saraf tangga, yang
pusat sarafnya adalah ganglion. Contohnya adalah Wawo dan Fireworms. Bisa
dikonsumsi karena tinggi protein yang biasa ditemukan di perairan Maluku dan Fiji-
Jepang. Seluruh permukaan tubuh poligami terdapat bulu-bulu kaku atau bulu-bulu
yang ditutupi kutikula, sehingga halus dan kaku. Tubuhnya memiliki warna yang sangat
menarik seperti ungu kemerahan. Setiap segmen tubuh polychaete memiliki alat
penggerak atau berenang yang disebut parapodia, cacing yang bergerak aktif
(Erchaeta), tetapi cacing yang relatif lambat (Sedentaria) tidak memiliki parapodia.
Parapodia berfungsi sebagai alat pernapasan. Ukuran tubuhnya juga 5-10 cm, tetapi
ada juga yang kurang dari 1 mm (misalnya Diurodrilus) dan ada juga yang bisa
mencapai 3 meter (misalnya Namalycastis rhodochorde). (UMI & Iftitah, 2022). 
Cacing ini tidak memiliki pelana (Clitelum) seperti cacing tanah (Olygochatea).
Polychatea memiliki jenis kelamin yang berbeda, ada pula yang hermafrodit, artinya
mereka bereproduksi baik secara seksual maupun aseksual. Kemudian pembuahan
terjadi di luar tubuh, dan nadanya ada di dalam tubuh. Telur yang telah dibuahi tumbuh
menjadi larva yang disebut trachophores. Sebagian besar Pplichatea hidup bebas,
namun ada juga yang bersifat parasit pada hewan lain, misalnya Polydora dari famili
Spionidae. Misalnya, filum Polychaeta termasuk cacing sessile (pugworms, woworms,
paloworms, nipa worms). (Fajar, 2022). 

2. Olygochaeta
Cacing ini memiliki sedikit jumlah rambut, dimana dia biasa hidup di tanah maupun
perairan tawar. Bersifat hermafrodit sehingga di tubuhnya memiliki ovarium dan testil.
Adapun pada waktu reproduksi epidermis mengalami penambalan yang disebut
dengan kitellum. Dan mengeluarkan kokon dan akan menetes menjadi individu baru.
Respirasi yang dilakukan secara difusi melalui saluran permukaan tubuhnya.
Contohnya cacing tanah. (Censi & Helfa, 2017).
Adapun ciri-ciri Olygochaeta yakni:

a. Tidak mempunyai parapodia


b. Mempunyai seta pada tubuhnya yang bersegmen
c. Memiliki sedikit rambut
d. Kepala berukurang kecil, tanpa alat peraba/tentakel dan mata
e. Mengalami penebalan antara segmen ke 32-37, yang disebut dengan klitelum
f. Telur terbungkus oleh kokon
g. Daya regenerasi tinggi
h. Hidup di air tawar atau darat
i. Hermafrodit (Syami & Jabang, 2014).

Adapun reproduksi Oligochaeta mempunyai struktur reproduksi yang khas, yaitu


klitelum dimana jumlah segmen yang membentuk klitelum dan letak klitelum
tergantung spesiesnya, yaitu ada 2, 6 atau 7 da bahkan ada sampai 60 segmen .
Oligochaeta bersifat hermaprodit, mempunyai sepasang atau lebih testis dan oarium
dengan saluran reproduksi yang khas. Dimana perkawinan melalui kopulasi,
pemindahan sperma berlangsung resiprokal. Fertilasasi dari pembentukan individu
baru terjadi dalam kokon (cocoon) yang dihasilkan oleh klitelum. Perkembangan
embrio menjadi dewasa tanpa melalui stadium larva dan tanpa melalui metamorphosis
yang terjadi pada hewan Annelida (Aprilia, 2022).
Cacing tanah melakukan embuhan silang dengan cara saling bertukar sperma
dalam massa lendir yang dihasilkan klitelum. Setelah pertukaran sperma tidak
berlangsung terjadi pembuahan. Bila telur sudah masak, klitelum mengeluarkan lendir
yang akan menyelubungi segmen tubuh dimana terdapat sel-sel kelamin dan telur
dikeluarkan dalam kantung lendir bersama sperma. Sel-sel telur akan dibuahi dalam
medium lendir. Adapun cincin lendir akan terlepas melalui segmen muka, dengan tetap
melindungi telur-telur yang telah dibuahi dengan membentuk kokon. Kokon yang berisi
beberapa telur dilepaskan dalam tanah. (Aprilia, 2022).

3. Hirudinea
Cacing ini termaksud cacing penghisap darah, seperti misalnya lintah yang
biasanya hidup di daerah lembab. Dimana sebelum menghisap darah, lintah akan
menyuntikkan zat anestesi sehingga korbannya tidak merasa sakit. Adapun untuk
mencegah agar tidak digigit atau sedang digigit dengan memberikan air tembakau,
garam atau diolesi dengan balsam atau minyak kayu putih. (UMI & Iftitah, 2022).
Agar dapat mengidenifikasi hewan Annelida maka di butuhkan untuk kita bisa
mengetahui ciri-ciri dari hewan Annelida tersebut, oleh karena itu adapun ciri-ciri dari
hewan Annelida tersebut yang dapat dilihat seperti berikut ini:
1. Memiliki bentuk giling yang bersigmen
2. Tiap sigmen mengendung alat pengeluaran, reproduksi, saraf.
3. Setiap sigmen dinamakan somit, sementara struktur somit disebut dengan
matemeri.
4. Sistem saraf tangga tali.
5. Sistem sirkulasi terbuka (darah beredar melalui pembuluh darah yang tidak
seluruhnya terhubung). (Dwi & Endang, 2021).
Walapun Annelida merupakan sebagian hewan parasite, hewan Annelida juga
memiliki peran di kehidupan manusia. Adapun peran Annelida dalam kehidupan
manusia ialah sebagai berikut:
1. Sebagai makanan manusia, yang mana mengandung protein yang tinggi
2. Digunakan sebagai bahan baku ternak
3. Dapat dijadikan sebagai bahan baku obat, seperti cacing tanah untuk sakit tifus
4. Lintah yang mana bisa digunakan dalam dunia pengobatan, untuk mengatasi nanah
dan alternatif untuk pencucian darah. (Rony, 2013).

B. Nereis sp.

Nereis Sp merupakan salah satu jenis hewan cacing laut, dan termaksud kedalam
hewan invertebrate. Adapun hewan ini termaksud kedalam anggota Familia Nereidae,
Classis Polychaeta yang hidup di ekosistem estuarin, sebagai benthic. Nereis Sp.
dapat dimanfaatkan untuk pakan udang karena mengandung asam amino dan asam
lemak tak jenuh yang tinggi, untuk menyempurnakan mutu sel gamet. Adapun Nereis
memiliki setae dan parapodia untuk bergerak dan pertukaran gas, dimana mereka
mungkin memiliki dua jenis satea yang ditemukan di parapodi. Satea acicular
memberikan dukungan. Lacomotor satea adalah untuk merangkak, dan merupakan
bulu yang terlihat di bagian luar Polychaeta. Adapun berbentuk silindris, yang tidak
hanya ditemukan di daerah berpasir, dan disesuaikan dengan ilang. Mereka sering
menempel pada lamun (Posidonia) atau rumput lain di bebatuan dan terkadang
berkumpul dalam kelompok besar. (Rahmawati, 2014).
Penggunaan cacing ini dalam industri perikanan hanya sebagai bahan tambahan
pada pakan ikan, sedangkan cacing tersebut mengandung senyawa antibiotik alami
yang berpotensi untuk digunakan sebagai pengawet makanan dan pakan ikan.
Senyawa antibiotik yang ditemukan adalah lumbricin I dari cacing tanah Lumbricus
rubbellus, glikoprotein G-90 dari Liedo Eisenia foetida dan Hedist dari cacing laut
Nereis sp. Kandungan senyawa antibakteri pada cacing gelang Lumbricus rubellus
diperoleh dengan cara ekstraksi pelarut. (Herman & Dodi, 2015). 
Cacing Nereis umunya dikenal sebagai cacing kain atau cacing kerang. Tubuhnya
panjang, ramping dan pipih di bagian punggung, dan mencapai panjang 5-30cm.
adapun kepala terdiri dari dua bagian yaitu lobus anterior yang berbentuk segitiga
kasar-prostomium, dan bagian seperti cincin posterior-prostomium. Kemudian ia juga
memiliki empat pasang ciri tentakel, dua pasang mata di punggung, dan di perut
sepasang palpa pendek bersendi dua. (Wibowo, 2016).
C. Sipuncula

Sipuncula atau Sipunculida, sering disebut cacing sipunculed atau cacing kacang,
adalah sekelompok 144-320 spesies (perkiraan beragam) cacing laut simetris bilateral
dan tidak beruas. Sipuncula, yang berarti "tabung kecil atau menyedot", secara
tradisional dianggap sebagai filum, subkelompok filum Annelida berdasarkan studi
molekuler baru-baru ini. Ukuran Sipuncula bervariasi, tetapi sebagian besar spesies
memiliki panjang kurang dari 10 cm. Tubuh terbagi menjadi tubuh bulat, tidak
tersegmentasi dan bagian depan yang lebih sempit, sering disebut sebagai "introvert",
yang dapat ditarik ke dalam tubuh. Mulutnya berada di ujung belakang, dikelilingi oleh
cincin tentakel pendek di sebagian besar kelompok. Tanpa bagian yang keras,
rangkanya fleksibel dan mudah dipindahkan. Meskipun sebagian besar spesies
ditemukan di berbagai habitat di lautan dunia, mereka hidup di perairan dangkal dan
bersembunyi di bawah permukaan substrat berpasir dan berlumpur. Yang lain tinggal
di bawah batu, di celah-celah atau di tempat persembunyian lainnya. Kebanyakan
sipincules adalah pengumpan yang memperluas introvert untuk mengumpulkan dan
memikat partikel makanan ke mulut, dan menarik kembali introvert saat kondisi makan
tidak masuk akal atau bahaya sudah dekat. Dengan sedikit pengecualian, reproduksi
bersifat seksual dan melibatkan tahap larva planktonik. Cacing sipunculida digunakan
sebagafi makanan di negara-negara Asia Tenggara. (Saputra, 2018). 

Adapun cacing Sipuncula bersifat laut dan bentik: mereka ditemukan diseluruh
lautan dunia termaksud di perairan kutub tetapi sebagian besar spesies ini relative
hidup hidup di perairan dangkal. Mereka menghuni berbagai jenis habitat dan mereka
umumnya berada dipermukaan sedimen pada dataran pasang surut. Mereka peka
terhadap salinitas rendah, dan karenanya tidak umum ditemukan di dekat muara.
Mereka juga bisa berlimpah di batu karang, dan di Hawaii, hingga tujuh ratusan
individu telah ditemukan per meter persegi di liang di batu. (Saputra, 2018).

1. Reproduksi

Reproduksi seksual dan aseksual ditemukan pada Sipuncula, meskipun reproduksi


aseksual jarang terjadi dan hanya diamati pada Aspidosiphon elegans dan Sipunculus
robustus. Ia bereproduksi secara aseksual dengan pembelahan melintang diikuti
dengan regenerasi bagian tubuh vital, dan S. robustus juga bereproduksi dengan
bertunas. Salah satu spesies Sipuncula, Themiste lageniformis, bereproduksi secara
partenogenetik, dengan telur yang dihasilkan tanpa pembentukan sperma pada tahap
normal. Meskipun sebagian besar sipunkel bersifat dioecious, gametnya bereproduksi
di coelom di mana mereka dilepaskan ke dalam coelom untuk pematangan. Gamet ini
kemudian diambil oleh sistem metanefrik dan dilepaskan ke lingkungan perairan
tempat terjadi pembuahan. Perilaku berkerumun terjadi pada setidaknya satu spesies,
Themiste pyroides, dengan orang dewasa membentuk massa padat di antara
bebatuan sesaat sebelum pemijahan. (Zulfiandi, 2012). 
Meskipun beberapa spesies menetas langsung menjadi bentuk dewasa, banyak
yang memiliki larva trochophore, yang bermetamorfosis menjadi dewasa setelah satu
hari hingga satu bulan, tergantung spesiesnya. Adapun pada beberapa spesies,
trochophore tidak berkembang langsung menjadi dewa, tetapi menjadi tahap
pelagosphaera menengah, yang memiliki metatroch (pita bersilia) yang sangat
membesar . metamorphosis hanya terjadi apabila ada kondisi habitat yang sesuai, dan
dipicu oleh keberadaan orang dewasa. (Rosita, 2019).

D. Lumbricus sp

Lumbricus Sp. merupakan hewan dari Filum Annelida, dimana habitat hewan ini
ada dalam tanah. Cacing tanah merupakan organisme tanah yang melakukan fungsi
ekologis dan dalam ekosistem tanah. Cacing sangat berperan dalam kehidupan
manusia, terutama untuk menyuburkan tanah. (Rahmadina & Linda, 2018).

1. Anatomi

Cacing merupakan hewan yang memiliki ruas tubuh, yang mana di bagian ujung
anterior, cacing tanah juga memiliki tonjolan yang disebut prostomium dan setelah itu
terdapat mulut. Pada ruas ke 31 atau ke 32 hingga ruas ke 37 mengalami pembesaran
menjadi seperti bentuk sadel yang disebut Cillitelum yang digunakan untuk reproduksi.
Pada bagian masing-masing kecuali pada ruas yang pertama dan ruas yang terakhir
memiliki empat pasang bulu sikat yang berbentuk dri bahan kitin yang disebut setae.
Setae adalah bagian tubuh cacing yang dapat bergerak karena adanya otot retractor
dan protaktor. Setae dapat tumbuh lagi jika hilang atau putus. Setae yang terdapat di
ruas 36 mengalami modifikasi untuk proses reproduksi. Adapun cacing ini memiliki
tubuh dari gangguang fisik atau kimia. Adapun secara fisiologi, kutikula cacing tanah
memiliki kantung-kantung kelenjar yang dapat mengeluarkan cairan sehingga tubuh
akan terlihat mengkilat. (Pratomo & Putri, 2018).
Adapun sistem pencernaan pada cacing tanah terdiri dari atas rongga mulut pada
ruas 1-3, pharynx pada ruas ke 4-6, oesophagus pada ruas 6-14, crop (provenriculus)
pada ruas 15-16, ventclurus pada ruas 17-18, intestinum terletak pada ruas 19, dan
berakhir di anus. Adapun bentuk usus adalah saluran yang berbentuk silindris. Sekitar
saluran pencernaan pada bagian dorsal yakni antara lain pembuluh darah yang
memiliki sel-sel Chloracogen yang membantu proses penghancuran makanan dan
membantu ekskresi. Adapun darah pada cacing terdiri atas plasma darah sehingga
warna merah pada cacing tanah dikarenakan oleh adanya hemoglobin yang larut
dalam plasma darah. Adapun saluran-saluran darah yang penting pada cacing tanah,
yaitu:
 Saluran darah dorsal
 Saluran darah ventral
 Dua saluran integument
 Saluran darah dibawah batang saraf
 Lima pasang jantung pada ruas ke 7-11
 Sepasang saluran darah lateral batang saraf
 Saluran cabang dari saluran darah dorsal ke usus
 Saluran cabang dari darah ventral ke nefridia dan dinding tubuh
 Saluran darah typhlosole yang menghubungkan diri dengan saluran darah dorsal
 Saluran parietal menghubungkan saluran darah dorsal ke saluran darah di bawah
batang saraf. (Purwaningrum, 2012).
Adapun sistem reproduksi cacing tanah terdiri atas jantang dan betina pada
seekor cacing (hermaprodit). Namun pembuahan sendiri tidak mungkin terjadi
pembuahan yang terjadi selalu bersilang. Saat dua cacing melakukan kopulasi, dua
cacing akan bersatu dengan membentuk serbuk coccon yang berupa zat perekat yang
di keluarkan oleh kelenjar pada daerah clitellum. (Purnama, 2022).

2. Klasifikasi Cacing Tanah

Adapun klasifikasi dari cacing tanah, yakni:


Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Clitellata
Sub-kelas : Oligochaeta
Ordo : Haplotaxida
Famili : Lumbricidae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus terrestris
Lumbricus rubellus
Lumbricus castaneus
Lumbricus festivus
Lumbricus badensis (Maulida et al, 2015).

III. METEDOLOGI
A. Waktu dan Tempat

Praktikum Pengenalan Phylum Annelida dan Phylum Sipuncula yang dilaksanakan


pada hari kamis, 30 Maret 2023 di Laboratorium Biologi Laut, Fakultas Ilmu kelautan
dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

a. Alat :

ALAT KEGUNAAN

Pensil Untuk menggambar sampel.

Pensil warna Untuk mewarnai gambar.

Penghapus Untuk menghapus tulisan atau gambar yang salah.

Pulpen Untuk menulis hasil dari praktikum yang telah di amati.

Loop Untuk melakukan perhitungan maupun visualisasi


terhadap banyaknya variable secara serentak.

Lab kasar Sebagai penampung sampel atau bahan sementara


serta penyimpanan zat sementara.

Lab halus Sebagai penampung sampel atau bahan sementara


serta penyimpanan zat sementara.

b. Bahan :
BAHAN KEGUNAAN

Tissue roll Untuk membersihkan alat

Sampel Sebagai bahan yang digunakan dalam praktikum

Nereis sp. Sampel yang digunakan dalam praktikum

Lumbricus terestris Sampel yang digunakan dalam praktikum

Sipuncula sp. Sampel yang digunakan dalam praktikum

C. Prosedur Kerja

a. Nereis sp

Perhatikan sampel pada nampan, kemudian tentukan bagian anterior dan


posteriornya, setelah itu jelaskan dan tunjukkan bagian yang dimaksud pada lembar
kerja. Setelah kamu menjelaskannya langkah selanjutnya ialah mengamati dengan
saksama, apakah kamu dapat melihat bagianmata, antenna, faring, rahang, setae,
parapodium, cirri peristomium dan prostomium hal tersebut di jelaskan di kolom
deskripsi. Selanjutnya berdasarkan kemampuan gerak, sampel tersebut masuk
kedalam kelompok mana errantia ataukah sedentaria. Setelah itu kemukankan
perbedaan antara cacing darat dan cacing laut dimana kemukakan dalam deskripsi,
dan lengkapi lembar kerja saudara dengan skripsi dan klasifikasi yang lengkap, dimana
lembar kerja dilengkapi dengan gambar, keterangan, klasifikasi, dan deskripsi yang
jelas.
b. Lumbricus terestris

Hal yang dilakukan ialah mengamati sampel pada nampan, kemudian melihat setae
dengan jelas, baik itu berdasarkan kemampuan geraknya, maupun sampel tersebut
termaksud dalam kelompok yang mana apakah kelompok Errantia ataukah kelompok
Sedentaria. Kemudian tunjukkan bagian-bagian seperti mulut, prostomium clitelium
yang mana dijelaskan dalam kolom deskripsi. Selanjutnya lengkapi lembar kerja
dengan deskripsi, klasifikasi, maupun gambar yang jelas.
c. Sipuncula sp.

Menjelaskan dalam deskripsi mengenai hasil pengamatan yang dilakukan pada


sampel apakah memiliki septa atau tidak, dimana diamati secara saksama lalu
menentukan letak bagian dari introvert, tentakel, anus, dan trunk, semua ini
ditunjukkan pada lembar kerja. Kemudian menjelaskan apakah sampel tersebut masuk
kedalam sub kelas Errantia ataukah sub kelas Sedentaria, dan lanjut membedakan
dan menjelaskan mengenai ketiga sampel tersebut di dalam deskripsi, lalu
menyelesaikan maupun melengkapi lembar kerja dengan gambar, deskripsi, maupun
keterangan yang jelas.

VI. HASIL
Sesudah dilaksanakan pengamatan pada praktikum pengenalan Filum Annelida
dan Sipuncula, didapatkan hasil dari pengamatan yang telah dilakukan. Hasil dari
pengamatan tersebut ialah:

A. Morfologi
Pengamatan morfologi terhadap Filum Annelida dan Sipuncula yang dilakukan
menghasilkan beberapa perbedaan yang terdapat pada beberapa spesies pada filum
Annelida, diantaranya:

Gambar 1. Nereis sp (Hermawan & Dodi, 2016)


Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Kelas : Polychaeta
Ordo : Errontia
Famili: Nereidae
Genus : Nereis
Spesies : Nareis sp.
Gambar 2. Lumbricus terestris. (Membrasar et al, 2018).

Kingdom : Annimalia

Filum : Annelida

Kelas : Cilitellata

Ordo : Tlaplotaxida

Famili : Lumbricidae

Genus : Lumbricus

Spesies : L. terrestris

Gambar. 3 Sipuncula sp. (Fajrin & Nurul, 2013).


Kingdom : Animalia
Filum : Annelida
Ordo : Sipuncula
Famili : Sipunculidae
Genus : Sipuncula
Spesies : Sipuncula sp.

B. Anatomi

Gambar. 4 Lumbricus terestris (Pangestika & Satya, 2016).


V. PEMBAHASAN

A. Nereis sp

Nereis sp merupakan salah satu jenis cacing yang termaksud kedalam kelas
Polychatea yang memiliki kandungan protein dan asam-asam amino yang bermutu
maupun lemak tak jenuh yang mana biasanya di manfaatkan sebagai pakan ternak.
Adapun cacing ini hidup di daerah substrat
lumpur berpasir, maupun di laut, dan paling banyak habitatnya memang ditemukan
dilaut. Oleh karena itu cacing ini juga dijuluki atau biasa disebut dengan nama cacing
laut. Adapun cacing ini memiliki beragam warna sesuai dengan spesiesnya namun,
paling sering dijumpai yaitu Nereis yang biasa bewarna kuning keemasan, yang
memiliki banyak bulu di tubuhnya. Hewan ini memiliki segmen dari segmen dimana
pada bagian tubuhnya terdapat sel sensori yang memiliki fungsi yakni menerima
rangsangan, dan pembuluh darah yang berfungsi mengantarkan nutrisi, serta memiliki
oksigen dan karbondioksida yang masuk melalui permukaan tubuh secara difusi.
Adapun hewan ini bereproduksi secara seksual yang memiliki 2 jenis kelamin jantang
dan betina (Hemarfrodit).Cacing ini juga memiliki capit dibagian depan tubuhnya
dimana memiliki dua pasang capit yang berpasangan yang berfungsi untuk menarik
mangsanya ke dalam tanah atau ke dasar tanah/pasir yang ditarik secara perlahan-
lahan, dia juga memiliki dua antenna yang ada di bagian kepalanya atau biasa disebut
dengan kata sensori.

B. Lumbricus terestris

Lumbricus terestris merupakan salah satu jenis cacing tanah yang memiliki kulit
yang licin dan memiliki tubuh yang bersegmen, memiliki kulit yang berlendir, dimana ia
bernafas menggunakan kulitnya oleh karena itu ia juga memiliki oksigen dan
karbondioksida yang berfungsi memberi nutrisi kepada kulitnya. Adapun cacing tanah
ini biasa di dapatkan di tanah, maupun di lupur berpasir, tidak terlalu banyak memiliki
bulu di bagian tubuhnya dan memiliki warna coklat kemerah-merahan.

C. Sipuncula sp.

Sipuncula sp. merupakan salah satu jenis cacing yang biasa dijuluki dengan
cacing kacang, dimana ia memiliki bentuk tubuh seperti buah labu, panjang dan
langsing, dan memiliki panjang tubuhnya 2 mm sampai dengan 72 cm. Adapun dia
memiliki dua bagia tubuh yaitu introvert dan tranco, dimana introvert adalah bagian
depan tubuhnya seperti kepala dan tranco adalah bagian belakang dari tubuhnya. Dia
juga memiliki warna kulit coklat kekuning-kuningan.
VI. PENUTUP

A. Kesimpulan

Filum Annelida merupakan hewan yang berbentuk cincing kecil yang biasa di
jumpai di perairan dangkal, substrata, tanah atau lumpur berpasir, tumbuhan maupun
di batu karang. Dimana filum ini dibagi menjadi tiga jenis klasifikasi yakni Nereis sp,
Lumbricus terestris, dan sipuncula sp., dimana dari ketiga klasifikasi ini juga memiliki
perbedaan dan kegunaan masing-masing baik itu bagi manusia maupun lingkungan
atau lautan.

B. Saran
a. Saran untuk Lab
Untuk laboratorium diharapkan kedepannya dapat melengkapi alat labnya, seperti
misalnya membeli pisau beda, pinset, dan alat lab yang belum lengkap lainnya, dan di
harapkan agar kiranya mungkin ruangan lab di lengkapi dengan alat pendingin ruang
seperti AC atau kipas angin agar kiranya jika melaksanakan praktikum kita tidak
terganggu karena panasnya suhu ruangan.
b. Saran untuk Asisten Umum
Untuk asisten (umum) saran dari saya itu ketika memberi bahan tugas
pendahuluan dan bahan yang akan di print diharapkan jangan terlalu larut malam,
karena semuanya orang lelah ketika malam hari telah tiba.
c. Saran untuk Asisten Kelompok
Untuk Asisten kelompok sudah sangat baik dalam merevisi laporan praktikannya,
dan sudah sangat baik dalam melakukan dan membimbing kami selama praktikum
hingga selesai.
DAFTAR PUSTAKA

Azhari, N., & Nofisulastri, N. (2018). Identifikasi jenis annelida pada habitat sungai
Jangkok Kota Mataram. Bioscientst;Jurnal Ilmiah Biologi, 6(2), 130-137.

Fauchald K. 2015. The Polychaete Worm: Definitions and Keys to Orders, Families,
and GeneraL. Natural History Museum Of Los Angeles County. Sciense series
28: 1-188.

Fajrin, N. (2018), Struktur Komunitas Makrozoobenthos Di Perairan Pantai Kuwang


Wae Kabupaten Lombok Timur. Edutation, 8(2), 81-100.

Hikayat Djarubito Brotodjoyo. Zoologi Dasar. 2013 hal.99

Hermawan, D. (2015). The Effect Of Differents Substrat Of Culture Of Nereis Sp. Jurnal
Perikanan dan Kelautan, 5(1), 41-47.

Jayanti, D. N. D., & Susantini, E. (2021). Profil Miskonsepsi Peserta Didik SMA Pada
Materi Kingdom Animalia Menggunakan Four-Tler Multiple Choice Diagnostic
Test. Berkala Ilmiah Pendidikan Biologi (BioEdu), 10(3), 479-489.

Kalsum, U., & Hanim, I. (2022). BIOLOGI UNTUK SMA/MA KELAS X SEMESTER 2.
Penerbit P4I.

Kusnadi, A. 2012. Struktur Komunitas Annelida sebagai Bioindikator

Pencemaran Sungai Ancar Kota Mataram dalam Upaya Pembuatan Poster

untuk Pendidikan Masyarakat Tahun 2012/2013. Skripsi. Malang:

Universitas Negeri Malang.

Miranda, F. (2021). Pengembangan Media Pembelajaran Audiovisual Pada Materi


Kingdom Animalia Kelas X (Doctoral Dissertation, UIN Ar-Raniry).

Mambrasar, R., Krey, K., & Ratnawati, S. (2018). Keanekaragaman, kerapatan, dan
dominasi cacing tanah di bentang alam pegunungan arfak.
Nirlawati, S., & Nurdin, J (2014). Jenis-Jenis Cacing Tanah (Oligochaeta) Yang
Terdapat Di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai Sumatera Barat. Jurnal Biologi
UNAND, 3(2).

Palungkun, R. (2010). Usaha Ternak Cacing tanah. PT Niaga Swadaya.

Purnama, M. F., & Pi, S. (2022). BUKU AJAR “Avertebrata Air” (Vol. 1). Yayasan
pendidikan cendekia muslim.

Purwaningrum, Y. (2012). Peranan cacing tanah terhadap ketersediaan hara di dalam


tanah. Agriland, 1(2), 119-127.

Radiopoetro. 2015. Zoology. Jakarta: Erlangga

Rahmawati, A., Haryonoto, T., & Ambarwati, R (2014). Pengembangan LKS


Pengematan Subpokok Bahasan Filum Platyhelminthes, Nemathelminthes,
Dan Annelida Berorientasi Concept Attainment Model Untuk Kelas x SMA.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, 3(1), 416-417.

RAHMADINA, R., & ERIRI, L. (2018). IDENTIFIKASI HEWAN INVERTEBRATA PADA


FILUM ANNELIDA DI DAERAH PENANGKARAN BUAYA ASAM KUMBANG
DAN PANTAI PUTRA DELI. KLOROFIL: jumlah ilmu biologi dan terapan, 2(2).

Rusyan, adun.2013.Zoologi invertebrate (teori dan praktik). Alfeta. Bandung.

Slamet Adeng dan Madang Kodri.2016.Zoologi Vertebrata.laboratorium biologi


program studi pendidikan biologi FKIP UNSRI.  Indralaya

Silaban, R. (2019). STUDI ETNOTEKNOLOGI DAN PEMANFAATAN SIA-SIA


(Sipunculus Nudus) Oleh Masyarakat Di Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku
Tengah. Jurnal Kelautan : Indonesia Journal Of Marine Science And
Technology, 12(1), 78-88

Saputra, D. O., Zulkarnain, Z., Purwangka, F., & Apriliani, I. M. (2018). Penggunaan
Umpan Cacing Wak-Wak (Xenosiphon Sp.) Pada Pancing Ulur Yang Di
Operasikan Siang Hari Di Kecamatan Manggar Pulau Belitung. Akuatika
Indonesia, 3(2), 110-118.

ULFA, S. M. (2017). Perbandingan Struktur Komunikasi Makrozoobenthos Pantai


Karang Dan Padang Lamun Di Pantai Sidangkerta Kecamatan Cipatujah
Kabupaten Tasikmalaya (Doctoral Dissertation, FIKP Unpas).
Valta, E. C., Yunasti, I. A., & Septinar, H. (2017). Dampak Budidaya Perikanan Di
Sungai Kelekar Terhadap Struktur Komunikasi Makrozoobentos. Jurnal Ilmu-
Ilmu Dan Budidaya Perairan 12(1).

Wibowo, G. J. (2016). Struktur Komunitas Biota Hewan Di Padang Lamun Pantai


Sidangkerta Kecematan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya (Doctoral
Dissertation, FIKP UNPAS).

Zulfiandi, Z., Zainur, M., & Hartati, R. (2012). Struktur Komunikasi Makrozoobentos Di
Perairan Pendansari Kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Journal Of Marine
Research, 1(1), 62-66.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai