Anda di halaman 1dari 2

John Song Shang Jie atau Sung Siong Geh atau lebih dikenal sebagai John Sung adalah

seorang
penginjil.

John Sung lahir di desa Hongchek, wilayah Hinghwa di Provinsi Fukien, Tiongkok Tenggara, pada
tanggal 27 Februari 1901. Dia adalah anak ke-6 dari Pendeta Sung, pelayan firman di Gereja
Methodis.

Dia sering ikut ayahnya mengabarkan injil meskipun masih kecil, mendapat julukan pendeta cilik
pada tahun 1913.

Pada saat ia berusia 18 tahun, ia memutuskan untuk berkuliah di luar negeri yaitu di Amerika.
Keluarganya adalah keluarga yang miskin, yang tidak bisa membiayai kuliahnya. Dan Tuhan
berperkara atas hidupnya. Tawaran dari universitas mulai berdatangan, bahkan biaya untuk ia
bisa naik kapal ke sana juga pada akhirnya bisa terkumpul. 2 Maret 1920, ia berangkat ke
Amerika. Biaya beasiswanya hanya cukup untuk biaya kuliah. Sehingga untuk tetap hidup, ia
harus berjuang, bekerja paruh waktu di berbagai tempat.

Dia pintar, mendapat juara satu di kelas. Tetapi saat berkuliah, dia sibuk dengan belajar dan
kehidupan rohaninya mulai mengalami kemunduran, ia semakin sombong dan tidak sabar, ia
berbohong dalam absen di pabrik, dan ia mulai menipu dalam ujian.

Tahun 1923, ia mendapat ijazah BA dengan penghormatan tertinggi, dianugerahi medali emas
dan uang tunai untuk fisika dan kimia, menjadi anggota perkumpulan yang sangat eksklusif, dan
dengan segera ia menjadi termasyhur. Tawaran-tawaran kedudukan tinggi dan gaji besar datang
mengalir, tapi ia ingin meneruskan pelajarannya untuk mencapai ijazah yang lebih tinggi.

Kehidupan rohaninya semakin buruk. Ia jatuh ke dalam pengaruh buruk modernisme dan teologi
liberal yang hanya menganggap Yesus Kristus sebagai teladan agung. Ia mulai menjauhi
Kristus.

Ia terus meraih prestasi dalam kuliahnya dan mulai mengejar gelar doktor. Dengan segera
karena kecerdasan yang dimilikinya, ia memperoleh gelar PhD.

Namun, pada waktu ia sedang mengenang kampung halamannya seolah-olah Allah berkata
kepadanya "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawa?" dan
esoknya seorang Pendeta berkata kepadanya "Anda tahu, anda tidak punya tampang ahli Fisika,
anda lebih mirip pengkhotbah".

1926 dari Sung Msc, PhD didaftarkan sebagai mahasiswa di Union Theological Seminary. Akhir
triwulan nilainya sangat tinggi, tetapi dia kehilangan kepercayaannya dan mulai menghina
pendeta-pendeta. Kepercayaan pada Firman Allah guncang sampai ke dasar-dasarnya. Doa
tidak berkuasa lagi dalam hidupnya, meskipun dia setia berdoa namun doanya hanya lahiriah.
Dia berbalik ke agama-agama kuno di Timur, dalam perpustakaan STT dia membaca buku-buku
tentang agama Budha dan Tao dan mengharap mendapat keselamatan dengan jalan
penyangkalan diri, tetapi hatinya tetap gelap.

Khotbah seorang gadis 15 th menyadarkan dia dan dia mencari Alkitab yang telah disia-siakan
dan mulai membacanya setelah berbulan-bulan lamanya. Bacaan Lukas 23 telah membuat dia
menangis dan berdoa minta pengampunan, kemudian dia mendengar suara "Anak-Ku dosamu
sudah diampuni lalu dia langsung melompat dan berteriak Haleluya sambil berseru memuji Allah,
mulai saat itu namanya diganti John menurut John The Baptist. Ia mengesampingkan semua
buku teologinya dan mulai menyelidiki Alkitab dan menghafal sejumlah ayat.

1927 Ketegangan jiwa yang hebat, belajar sungguh-sungguh melampaui batas kewajaran dan
konflik rohani yang bertahun-tahun mengakibatkan pikiran John Sung terganggu sehingga dia
harus dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa. Dia berhasil melarikan diri tetapi tertangkap lagi. Akan
tetapi, di dalam RSJ dia membaca Alkitabnya 40 kali dari awal sampai akhir dengan metode
telaah yang berbeda dan mencatat apa yang ia temukan, Jadi RSJ menjadi Sekolah Teologi
baginya. Tepat 193 hari sejak ia masuk RSJ, bulan Februari dia dilepaskan dan ia merasa itulah
penerimaan ijazah yang paling tinggi baginya.

Sejak saat itu, keinginan hatinya hanyalah memberitakan injil. John Sung berlayar kembali ke
Shanghai, dan dalam perjalanan, hatinya bergumul tentang semua kedudukan dan prestasinya,
sampai sebuah kalimat dari Paulus mengingatkan dia. “Apa yang dahulu merupakan keuntungan
bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.” Sebelum sampai ke Shanghai, ia
mengeluarkan ijazah medali dan kunci penghormatan, kemudian melempar semua ke laut.
Hanya ijazah doktornya yang tidak ia buang untuk menyenangkan hati ayahnya. Kemajuan
hidup kristianinya seimbang dengan banyaknya hal yang dia serahkan dan tinggalkan demi
kemuliaan Allah.
Setiba di rumah, semua keluarganya kecewa ketika mendengar John Sung memutuskan
menjadi pemberita injil. Namun kehidupan John Sung yang penuh dengan doa dan
pembelajaran alkitab membuat keluarganya pada akhirnya menerima.
Ia mulai melakukan penginjilan. Pada waktu itu meluas gerakan anti Kristen yang sangat keras.
Namun Dr. Sung tidak takut dan segera pemimpin-pemimpin politik di daerah itu mengerahkan
polisi untuk menangkap Dr. Sung. Ia menjadi buronan.
Tetapi tubuhnya lemah. Selama hampir 15 tahun lamanya terus menerus bekerja, siang dan
malam. Ia menderita kanker dan TBC, di saat yang sama ia mendapat kabar bahwa satu-
satunya anak laki-lakinya meninggal dunia.

Dalam semua keadaannya yang begitu lemah, ia tetap setia melayani Tuhan. Tetap giat berdoa,
membaca 11 pasal dalam sehari, membuat nyanyian baru, hanya mengurangi jadwal
berkhotbah dan lebih banyak melayani orang-orang yang datang berkunjung kepadanya. Suatu
malam, waktu-waktu terakhir hidupnya, ia berkata kepada istrinya, “Jangan takut! Tuhan Yesus
ada di depan pintu. Apakah yang harus ditakutkan?”

18 Agustus pukul 7.07, John Sung dipanggil Tuhan pada usia 42 tahun.

Pesan yang bisa diambil:

John Sung adalah teladan dalam hidup untuk Tuhan, melayani Tuhan, tidak takut apapun tetapi
berserah kepada Tuhan. John Sung telah mengakhiri pertandingan dan memelihara iman
sampai pada akhirnya.

Anda mungkin juga menyukai