Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mengakibatkan terjadinya penyimpangan
selama orde lama yang mengakibatkan memburuknya keadaan politik dan keamanan serta kemrosotan ekonomi. Orde selanjutnya disebut orde baru merupakan koreksi total terhadap penyimpangan yang terjadi selama orde lama 1. Aksi Aksi Tritura Aksi menuntut penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap pelaku G-30-s/PKI 1965. Dengan berbagai organisasi pelajar, mahasiswa, dan elemen masyarakat lain seperti KAPPI, KAMI, KAPI, KABI (buruh), KASI (sarjana), KAWI (wanita), KAGI (guru). Orgnisasi tersebut membulatkan barisan mereka dalam satu front yaitu front pancasila pada tanggal 26 Oktober 1965. Pada tanggal 12 januari 1966 front pancasila mengakukan Tritura pada DPR - GR namun Presiden Soekarno hanya merespon dengan mengganti kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang disempurnakan (kabinet 100 menteri) pada tanggal 24 Februari 1966, mereka memblokade jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu menyebabkan gugurnya mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rachman Hakim. 2. Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) Surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966 yang memberikan mandat kepada Letnan Jenderal Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), untuk mengambil segala tindakan yang "dianggap perlu" untuk mengatasi situasi keamanan dan kestabilan pemerintahan yang buruk pada masa pembersihan setelah terjadinya G-30-S/PKI. Menyikapi kepentingan negara, diadakan Sidang Umum IV MPRS sejak 20 Juni hingga 5 Juli 1966. Hasil persidangan keluar Tap, MPRS No. IX/MPRS/1966 tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar, Tap. MPRS No. XIII/MPRS/1966 tentang Pembentukan Kabinet Ampera; Tap. MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Pernyataan PKI dan Ormas-Ormasnya sebagai Organisasi Terlarang di Indonesia, Dengan berakhirnya Sidang Umum IV MPRS, berarti landasan awal Orde Baru berhasil ditegakkan. Sekaligus memenuhi dua dari tuntutan Tritura, yaitu pembubaran PKI dan pembersihan kabinet dari unsur-unsur komunis 3. Dualisme Kepimpinan Nasional Dualiame kepemimpinan nasional kabinet ampera dibentuk mempunyai tugas utama untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan stabilitas politik yang dikenal sebagai Dwidarma Kabinet Ampera. MPRS mulai membatasi hak prerogratif Presiden Soekarno, misalnya gelar "Pemimpin Besar Revolusi tidak lagi mengandung kekuatan hukum, MPRS juga meminta pertanggungjawaban Presiden, khususnya mengenal sebab-sebab terjadinya peristiwa G-30-S Presiden Soekarno menyampaikan "Pelengkap Nawaksara" (Pel-Nawaksara) dalam sebuah surat pada tanggal 10 Januari 1967. Pimpinan MPRS membahasnya pada tanggal 21 Januari 1967. Keputusannya, MPRS menyatakan bahwa Presiden telah alpa dalam memenuhi ketentuan-ketentuan kostitusional.