Sebuah pandangan negatif terhadap profesi wanita sebagai
penari, nampak masih melekat dalam benak masyarakat. Apa lagi jika mendengar istilah ledhek atau tledhek yang dikonotasikan negatif oleh sebagian masyarakat. Dalam karya ini, ingin mengangkat semangat seorang remaja untuk menepis anggapan masyarakat terhadap perempuan yang menekuni seni tari. Terinspirasi oleh daerah Jimbe sebagai salah satu tempat yang disegani dalam hal kualtias seorang ledhek, waranggana, dan penari. Maka feminisme seorang perempuan yang ingin menunjukan bahwa seorang ledhek bukan hanya sebatas penghibur, melainkan sebuah strategi dalam mengalahkan musuh melalui ledhek.
Warakanyaka, merupakan personifikasi seorang remaja putri
yang tekun dalam belajar mencintai dan menekuni seni tari. Khususnya semangat dalam menunjukan eksistensi ledhek sebagai benteng pertahanan karakter bangsa. Awal tari, menggambarkan seorang remaja yang duduk berdoa untuk meminta keteguhan hati kepada sang pencipta. Dilanjutkan sekumpulan remaja yang menari bersama-sama dan belajar nembang dalam tahap mengenali titi laras. Dilanjutkan sebuah sajian tari enerjik yang menggambarkan semangat belajar seorang remaja yang masih berapi-api. Pada akhir sajian, menggambarkan sebuah petuah laksana padi, setelah cakap maka akan semakin andhap asor.