@ JANUARI 2021
PERAWATAN
PASCA BEDAH
CRANIOTOMI
Sadar Prihandana, Ns., Sp.Kep.MB
Prodi D3 Keperawatan Tegal
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
Bedah saraf (neurosurgery)
Craniotomy
Craniectomy
Cranioplasty
Burr hole
Stereotactic surgery
Laser
Gamma knife
Transphenoidal hypophysectomy
Craniotomy dan craniectomy
Pengertian
Kraniotomi, adalah prosedur bedah,
dimana tulang tengkorak dipotong
dan tulang tersebut diangkat selama
prosedur, setelah selesai ditutup
kembali dengan tulang tersebut
(bone flap)
Lama prosedur tergantung tingkat
keparahan
Pre operatif
Memastikan kelengkapan dokumen, inform consent, hasil
pemeriksaan diagnostik, hasil pemeriksaan lab penunjang
Memastikan jadwal tindakan, jenis tindakan, dan pasien dan
keluarga memahami prosedur yang akan dilakukan
Mempersiapkan area insisi, kepala dicukur, dan dikeramas dengan
antimikroba sebelum masuk ruang operasi
Berikan medikasi sesuai resep, kortikosteroid pre operatif untuk
mencegah kejang
Berikan medikasi sesuai resep, antibiotik profilaksis
Manajemen perioperatif
Pre operatif
Memasang kateter urin untuk persiapan intra dan post operatif
monitoring cairan
Monitor adanya edema serebri, berikan manitol sesuai resep
Selalu monitor status neurologis sebelum operasi,
Libatkan pasien dan keluarga, dan mintakan kontak keluarga
selama operasi
Terapi suportif tetap diberikan sesuai dengan defisit neurologis
yang dialami pasien
Manajemen perioperatif
Post operatif
Posisikan head of bed 15-30 derajat, untuk mendukung drainase
venous
Monitor nyeri, berikan analgetik diresepkan untuk kontrol nyeri
(analgesik sedang: kodein dan asetaminophen)
Ubah posisi tiap 2 jam, perubahan posisi hanya boleh dilakukan
oleh perawat, waspada terhadap peningkatan TIK
Mulai lakukan ROM dini secara bertahap sesuai klinis pasien
Monitor adanya tanda infeksi di luka, drainase ventricular
Monitor intake dan output secara ketat, pemberian cairan oral
diberikan setelah refleks menelan pulih dan suara peristaltik usus
normal
Manajemen perioperatif
Mencegah aspirasi
Monitor refleks menelan, berikan cairan oral bila refleks menelan
benar benar pulih
Sediakan alat suksioning di samping pasien, lakukan suksion bila
diperlukan
Elevasi head of bed maksimal (30 derajat) atau sesuai kondisi
klinis pasien, atau sesuaikan dengan kenyamanan pasien
Manajemen perioperatif
Menurunkan nyeri
Elevasi Head of bed maksimal 30 derajat untuk menurunkan nyeri
Berikan obat analgetik sesuai diresepkan
Berikan teknik distraksi relaksasi bila memungkonkanda infeksi
Fasilitasi ruangan dengan pencahayaan redup untuk menenangkan
pasien
Manajemen perioperatif
Menghindari konstipasi
Pastikan kecukupan cairan pasien
Lakukan ambulasi dini, sesuaikan dengan kondisi pasien
Gunakan pelunak feses dan laksatif untuk mengurangi valsava
manuver
Manajemen perioperatif
Evaluasi
Penurunan TIK,
Refleks menelan (+), suara napas bersih
Tidak ada demam dan tidak ada tanda tanda infeksi
Nyeri menurun
Feses lunak dan tidak mengejan
Tidak ada tanda-tanda komplikasi pasca bedah craniotomy
Manajemen perioperatif
PERAWATAN PASIEN
CEDERA RENAL AKUT
(Acute Kidney Injury/AKI)
Water balance
Making eritropoeitin
dan renin
Electrolyte balance
Sifatnya REVERSIBEL
www.alodokter.com
Prognosis AKI dan CKD tergantung pencegahan, deteksi dini, diagnosis dan terapi
yang tepat
Review istilah
Glomerular Filtrasi Rate, atau Laju Filtrasi Glomerular
GFR / LFG Laju rata-rata penyaringan darah di glomerulus
Nilai normal : diatas 90 ml/menit
Oliguria Urin output < 400 mL /24 jam, atau < 0,5 mL/kgBB/jam
Kreatinin Urin
serum output
Kaji adanya:
Mata Uveitis dan mata kering, sklera ikterik dan band keratopathy,
pada funduskopi, ditemukan retinopati
Kaji adanya:
Thoraks Inspeksi spider angioma, dilatasi vena jugular
Auskultasi paru-paru ronkhi basah atau crakhles yang
mengarah ke edema
Auskultasi jantung fungsi jantung, adanya bunyi S3
Pengkajian
Pemeriksaan Fisik
Kaji adanya:
Abdomen Ascites, caput medusa, massa yang pulsatil atau bising yang
mengarah ke ateroemboli
Nyeri abdomen atau nyeri ketuk pada angulus costovertebralis
Massa abdomen bawah
Kaji adanya:
Prostat Pembesaran prostat melalui pemeriksan digital rektum
Level komplemen
Serologi ANA (antinuclear antibody)
ASO (antistreptolysin)
ANCA (antineutrophil cytoplasmic antibody)
Anti-GBM (anti glomerular basement membrane)
Urin output
Urinalisis tipe non oligurik (30-60%), prognosisi lebih baik dibanding tipe oliguri
Fraksi ekskresi urea (Fe Urea)
Fraksi ekskresi natrium (Fe Na)
Albuminuria dan proteinuria
Hematuria
Sedimen urin
Pengkajian
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pengkajian
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Tatalaksana konservatif
Kelebihan volume intravaskular
Batasi garam (1-2 g/hari) dan batasi air (< 1 L/hari)
Diuretik (furosemid)
Hiperkalemia
Batasi asupan kalium oral (<40 mmol/hari)
Hindari suplemen kalium dan diuretik hemat kalium
Beri resin potasium binding ion exchange
Beri dekstrose 50% 50cc dengan insulin 10 unit
Beri natrium bikarbonat 50-100 mmol
Beri salbutamol 10-20 mg inhalasi atau 0,5-1 mg i.v.
Beri Kalsium glukonat 10% (10 cc dala 2-5 menit
Intervensi / tata laksana
Perbaikan komplikasi
Tatalaksana konservatif
Hiperphospatemia
Batasi intake phosphat (800 mg/hari)
Beri pengikat phosphat (kalsium asetat-karbonat, aluminium
hidroksida, sevalamer
Hiponatremia
Batasi asupan cairan (<1 L/hari)
Hindari pemberian infus cairan hipotonik (termasuk dekstrosa 5%)
Hipokalsemia
Berikan kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10%
Intervensi / tata laksana
Perbaikan komplikasi
Tatalaksana konservatif
Asidosis metabolik
Batasi intake protein (0,8-1,0 g/kgbb/hari)
Beri natrium bikarbonat (upayakan serum bikarbonat >15 mmol/L,
pH arteri > 7,2)
Hiperurisemia
Terapi diberikan bila kadar asam urat > 15 mg/dL
Intervensi / tata laksana
RRT
http://www.free-powerpoint-templates-design.com
DEFINISI
SINDROMA METABOLIK
adalah sekumpulan faktor risiko
terhadap penyakit kardiovaskular dan
metabolik yang meliputi resisten insulin,
obesitas sentral, dislipidemia, dan
hipertensi.
Sindrom metabolik terdiri dari
dislipidemia, resistensi insulin dan
peningkatan gula darah, peningkatan
tekanan darah, kondisi protrombotik, dan
kondisi proinflamasi.
Penyakit ini merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis
dan diabetes mellitus tipe 2.
Definisi mengenai sindroma metabolik yang banyak dipakai adalah kriteria
diagnostik dari WHO dan The National Cholesterol Education Program (NCETP)
Adult Treatment Panel III (ATP-III)
Poin Kriteria WHO (1998) NCEP ATPIII (2001)
BMI > 30 kg/m2 dan/atau ratio lingkar Lingkar perut >102 cm (laki laki),
Obesitas sentral
perut/panggul >0.85 (laki laki) dan >0.9 (wanita) > 88 cm (wanita)
Kenaikan Tekanan Darah ≥140/90 mmHg atau dalam pengobatan ≥130/85 mmHg atau dalam pengobatan
Kadar Trigliserida ≥150 mg/dL (1.7 mmol/L) ≥150 mg/dL (1.7 mmol/L)
< 35 mg/dL (0.9 mmol/L) (Laki laki), < 40 mg/dL (1.03 mmol/L) (laki laki),
Kadar HDL
< 40 mg/dL (1.03 mmol/L) (wanita) < 50 mg/dL (1.29 mmol/L) (wanita)
Gangguan metabolisme Diabetes melitus atau intoleransi glukosa ≥ 110 mg/dL (6.1 mmol/L)
glukosa terganggu dan/atau resistensi insulin
≥ 20ug/menit atau albumin/creatinin
Miroalbuminuria
≥ 30 mg/g
Diabetes melitus atau intoleransi glukosa
Minimal 3 dari kriteria
Diagnostik terganggu dan/atau resistensi insulin
ditambah dua atau lebih kriteria lain
BMI
Indeks massa tubuh (IMT) biasa juga disebut (body mass indeks) atau disingkat BMI adalah
pengukuran yang digunakan untuk menentukan golongan berat badan sehat dan tidak sehat.
Metode perhitungan ini dikembangkan oleh Adolphe Quetelet selama abad ke-19. BMI bisa menjadi
alat skrining untuk melihat risiko kesehatan. WHO menyebutkan bahwa hasil perhitungan BMI yang
tinggi, menandakan tingginya juga risiko untuk beberapa penyakit.
Cara mengukur IMT untuk pria dan wanita dewasa dapat menggunakan rumus berikut :
03 Inflamasi
Inflamasi merupakan proses akhir dari patofisiologi sindrom metabolik
yang selanjutnya akan menyebabkan manifestasi klinis yang ada.
Inflamasi disebabkan oleh aktivasi berbagai jalur proaterogenik
ditambah dengan stres oksidatif sistemik yang disebabkan oleh
obesitas dan resistensi insulin. Keduanya akan mempermudah
atherogenesis dan fibrosis jaringan
Penatalaksanaan Dengan memperhatikan patogenesis sindroma
sindrom metabolik yang metabolik, maka prinsip pengobatannya adalah
utama adalah mengintervensi semua faktor resiko yang
perubahan gaya hidup. merupakan komponen sindroma metabolik
Tata laksana juga seperti yang ditekankan oleh NCEP ATP III.
didukung dengan terapi
medikamentosa untuk
mengontrol kadar gula
darah, tekanan darah,
dan kadar kolesterol,
serta menurunkan berat
badan
PENATALAKSANAAN
Perubahan Gaya Hidup
• Penurunan berat badan, latihan fisik,
diet
Medikamentosa
• Pengobatan DM
• Pengobatan HT
• Pengobatan Dislipidemia
THANK YOU
Insert the Subtitle of Your Presentation
ASKEP
HEMODIALISA
● Arterial – Venouse
Blood Line (AVBL)
● Dializer /ginjal buatan
(artificial kidney)
● Air Water Treatment
● Larutan Dialisat
● Mesin Haemodialisis
PRINSIP KERJA HEMODIALISA
1. PROSES DIFUSI
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang
disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut
dalam darah dan dialisat.
Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke
yang berkonsentrasi lebih rendah.
Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu membrane semi
permeable yang membatasi kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.
LANJUTAN…
2. PROSES ULTRAFILTRASI
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat perbedaan
tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat.
Tekanan hidrostatik /ultrafiltrasi yang memaksa air keluar dari kompartemen darah ke
kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam
kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negatif dalam kompartemen dialisat
(negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.
3. PROSES OSMOSIS
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya perbedaan
tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat.
•
INDIKASI & KONTRAINDIKASI
● INDIKASI ● KONTRA INDIKASI
Pada umumya indikasi dari terapi Kontraindikasi dari hemodialisa
hemodialisa pada penyakit ginjal kronis adalah tidak mungkin
adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah didapatkan akses vaskuler pada
kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis hemodialisa, akses vaskuler sulit,
dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai instabilitas hemodinamik dan
salah satu dari hal tersebut dibawah koagulasi. Kontra indikasi
(Sylvia & Wilson, 2015): hemodialisa yang lain
1) Keadaan umum buruk dan gejala klinis diantaranya adalah penyakit
nyata alzheimer, demensia multi infark,
2) K serum > 6 mEq/L sindrom hepatorenal, sirosis hati
3) Ureum darah > 200 mg/Dl lanjut dengan ensefalopati dan
4) pH darah < 7,1 keganasan lanjut.
5) Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
6) Fluid overloaded
PENATALAKASANAAN PASIEN YANG MENJALANI
HEMODIALISIS
• Sesuai dengan jumlah urin yang keluar ditambah insensible water loss.
Jumlah asupan • Asupan natrium dibatasi 40- 120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.
• Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien
cairan dibatasi untuk minum.
• Bila asupan cairan berlebihan maka akan memicu terjadi kenaikan berat badan yang besar
• Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal.
Pemantauan • Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia,
antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini
penggunaan Obat dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko
timbulnya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan
DURASI HEMODIALISA
6. Disequilibrium dialisis
adalah sindroma berupa sakit kepala hebat, gelisah, penglihatan kabur, mual ,
dan dapat mengalami kejang-kejang.
Hal ini dapat terjadi karena hemodialisis yang terlalu cepat sehingga penurunan
kadar ureum, elektrolit, perubahan pH terjadi secara cepat di daerah perifer
sedang perubahan di susunan syarai pusat karene ada blood brain barrier secara
lambat.
Keadaan ini bisa dicegah dengan melakukan hemodialisis secara perlahan pada
minggu pertama.
TERIMA
KASIH
AYO PERDALAM
MATERI DENGAN
BANYAK BELAJAR
SECARA MANDIRI....
PROSES KEPERAWATAN
MENINGITIS
DWI USWATUN K
Definisi meningitis
Meningitis adalah inflamasi meningen, yaitu membran yang
membungkus otak dan spinal cord
• Meningen terdiri atas tiga membran yang bersama-sama
dengan likuor serebrospinalis, membungkus dan
melindungi otak dan sumsum tulang belakang (sistem
Meningen
saraf pusat).
• Pia mater merupakan membran kedap air yang sangat
halus yang melekat kuat dengan permukaan otak,
mengikuti seluruh lika-liku kecilnya.
• Arachnoid mater merupakan suatu kantong longgar di
atas pia mater. Ruang subarachnoid memisahkan
membran pia mater dan arachnoid dan terisi dengan
cairan likuor serebrospinalis
• Dura mater, merupakan membran paling luar, membran
tebal yang kuat, yang melekat ke membran arachnoid dan
ke tengkorak.
Tipe meningitis
• Meningitis akut
• Meningitis bakteri akut
• Disebabkan oleh bakteri yang mencapai meningen melalui 3 rute : hematogen, (contoh : infeksi di
nasofaring), kontaminasi langsung (misal : luka terbuka atau fistula CSS), perluasan infeksi ( misal
: dari infeksi di telinga atau sinus paranasal)
• Bakteri : streptokokus pneumonia, meningokokus (Neisseria meningitidis), Haemophilus
influenzae B, E coli
• Meningitis virus akut
• Virus : enterovirus, virus Herpes simpleks tipe 2 (dan yang lebih jarang tipe 1), virus Varicella
zoster (dikenal sebagai penyebab cacar air dan cacar ular), paromiksovirus, HIV
Tipe meningitis
• Meningitis Kronik
• Meningitis tuberculosis
• Bakteri mycobacterium tuberculosis mencapai mengingen melalui penyebaran
hematogen
• Meningitis fungi
• Menyebabkan defisiensi imun pasien.
• Penyebab : candida albicans, aspergili, cryptococcus neoformans
• Sindrom kronik meningitis
• Penyebab noninfeksi sindrom kronik meningitis meliputi sarcoidsosis seperti
meningitis tuberkulosis yang terutama ditemukan di dasar otak dan carcinoma atau
sarkoma yang bermetetastase ke meningen (carcinoma atau sarcoma meningitis)
Patofisiologi
• Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat melalui invasi langsung, penyebaran hematogen
sebagai konsekuensi dari infeksi lain. Infeksi juga dapat terjadi setelah traumatic injury pada
tulang wajah, atau sekunder dari prosedur invasif.
• Pada meningitis bakterial, bakteri mencapai meningen melalui satu dari dua cara utama:
melalui aliran darah atau melalui kontak langsung antara meningen dengan rongga hidung
atau kulit.
• Pada sebagian besar kasus, meningitis terjadi setelah invasi aliran darah oleh organisme yang
tinggal pada permukaan mukosa seperti rongga hidung. Hal ini biasanya didahului oleh
infeksi virus, yang merusak barier normal dari permukaan mukosa. Sekali bakteri telah
memasuki aliran darah, bakteri akan masuk ke ruang sub arachnoid ruang dimana sawar
darah otak bersifat paling rentan. Kontaminasi langsung cairan likuor serebrospinalis dapat
timbul dari peralatan yang ditanam, fraktur tengkorak, atau infeksi nasofaring atau sinus
nasal yang telah membentuk saluran dengan ruang subarachnoid
Lanjut patofisiologi
• Peradangan skala besar yang terjadi pada ruang subarachnoid pada saat
terjadinya meningitis seringkali tidak secara langsung disebabkan oleh infeksi
bakteri tetapi lebih terutama disebabkan oleh respon sistem kekebalan
terhadap masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat. Jika
komponen membran sel dari bakteri dikenali oleh sel kekebalan otak
(astrosit dan mikroglia), mereka akan berespon dengan melepaskan sejumlah
besar sitokin, mediator serupa hormon yang merekrut sel kekebalan lain dan
merangsang jaringan lain untuk berpartisipasi dalam respon kekebalan.
Lanjut patofisiologi
• Barier darah–otak menjadi lebih permeabel, sehingga terjadi edema serebri
"vasogenik"(pembengkakan otak akibat kebocoran cairan dari pembuluh darah).
Sejumlah besar sel darah putih memasuki likuor serebrospinalis (LCS), sehingga
timbul edema "interstisial" (pembengkakan akibat cairan antarsel). Selain itu, dinding
pembuluh darah sendiri mengalami peradangan (vaskulitis serebral), yang
menyebabkan menurunnya aliran darah dan jenis edema yang ketiga, edema
"sitotoksik". Ketiga bentuk edema serebral ini menyebabkan meningkatnya tekanan
intrakranial; bersama tekanan darah yang menjadi lebih rendah yang biasa dijumpai
pada infeksi akut, ini berarti bahwa darah akan semakin sulit untuk memasuki otak,
sebagai konsekuensinya sel-sel otak akan kekurangan oksigen dan
mengalami apoptosis (kematian sel otomatis).
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis
• Fotophobia
• Petechi , lesi purpura hingga ekimosis dapat terjadi pada meningitis yang
disebabkan oleh Neisseria meningitidis
• Disorientasi dan gangguan memori
• Kejang dan peningkatan TIK
• Penurunan kesadaran
• Kurang lebih 10% pasien meningitis juga mengalami septicemia
Komplikasi
Meningitis dapat mengakibatkan konsekuensi jangka panjang
seperti gangguan penglihatan, ketulian, kejang, paralisis,
hidrosefalus dan shock septik, terutama bila tidak dirawat dengan
cepat
Penatalaksanaan
• Menghentikan kejang/ berulangnya kejang dengan memberikan obat untuk
menghentikan kejang
• Menurunkan demam.
• Penanganan pertama pada meningitis akut terdiri dari pemberian secara tepat
berbagai antibiotik dan kadang-kadang obat antivirus. Kortikosteroid juga
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya komplikasi karena radang yang
berlebihan.
• Pemberian cairan terutama pada pasien yang mengalami dehidrasi ata shock.
Pencegahan meningitis
• Vaksinasi
• Vaksinasi meningitis : vaksin menigokokus polisakarida dan vaksin meningokokus konjugat
• Vaksinasi untuk anak maupun orang dewasa yang berisiko mengalami meningitis yang disebabkan oleh H
influenzae B dan S pneumoniae
• Orang yang kontak dengan pasien meningococal meningitis harus mendapatkan pengobatan
antimikroba chemoprofilaksis menggunakan rifampin, ciprofloxacin hydrochloride atau
ceftriaxone sodium
• Perilaku
• Meningitis bakteri dan virus bersifat menular; namun, keduanya tidak semenular selesma atau flu. Keduanya
bisa ditularkan melalui droplet dari sekret pernapasan selama kontak dekat seperti ciuman, bersin atau batuk,
tetapi tidak bisa disebarkan hanya dengan menghirup udara di mana seorang penderita meningitis
berada. Meningitis virus biasanya disebabkan oleh enterovirus dan paling sering disebarkan melalui
kontaminasi tinja.
Manajemen keperawatan
• Memantau status neurologi, TTV , gas darah arteri dan pulse oksimetri.
• Monitor berat badan, serum elektrolit, volume urin jika diduga mengalami
SIADH (sindrom inappropriate antidiuretic hormone)
• Melindungi pasien dari injury akibat kejang maupun penurunan kesadaran
• Mencegah komplikasi berhubungan dengan imobilitas seperti pneumonia
dan luka tekan
ASUHAN KEPERAWATAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Pungsi Lumbal
• Tindakan punksi lumbal dilakukan untuk mendiagnosa ada tidaknya
meningitis dan menentukan penyebab dari meningitis.
• Jarum dimasukkan ke dalam kanalis spinalis untuk mengambil
sampel likuor serebrospinalis (LCS), yang menyelubungi otak dan
sumsum tulang belakang. LCS diperiksa di laboratorium medis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NYERI
PROSES KEPERAWATAN SINDROM
GULLAIN BARRE
• Sindrom Guillain Barre atau radang polineuropati
demielinasi akut adalah peradangan akut yang
menyebabkan kerusakan sel saraf tanpa penyebab yang
DEFINISI
jelas.
• Sindrom Guillain Barre atau radang polineuropati
demielinasi akut adalah penyakit sistem saraf perifer yang
ditandai oleh serangan mendadak paralisis atau paresis otot.
SGB terjadi akibat serangan autoimun pada mielin yang
membungkus saraf perifer.
• Sindrom ini ditemukan pada tahun 1916 oleh Georges
Guillain, Jean-Alexandre Barré, dan André Strohl. Mereka
menemukan sindrom ini pada dua tentara yang menderita
keabnormalan peningkatan produksi protein cairan otak.
ETIOLOGI
• Penyebab SGB belum diketahui secara pasti tetapi penyakit ini bisa
merupakan respon imun yang diantarai sel terhadap suatu virus.
• Kurang lebih 50% penderita ini memiliki riwayat demam ringan yang baru
saja terjadi dan biasanya berupa infeski saluran napas atas atau yang lebih
jarang lagi, gastroenteritis.
PATOFISIOLOGI
• Pada kondisi normal, tubuh akan menghasilkan antibodi untuk
melawan antigen (zat yang berinteraksi dengan antibodi atau
reseptor pada limfosit) ketika tubuh terinfeksi penyakit, virus,
atau bakteri.
• Pada kasus SGB, antibodi malah menyerang sistem saraf
tepi dan menyebabkan kerusakan sel saraf. Hal ini ditimbulkan
karena antibodi merusak selubung mielin yang menyelubungi sel
saraf (demielinasi).
LANJUT PATOFISIOLOGI
LANJUT PATOFISIOLOGI
• Kerusakan yang ditimbulkan dimulai dari pangkal ke tepi atau dari
bawah ke atas. Kerusakan tersebut akan menyebabkan
kelumpuhan motorik dan gangguan sensibilitas. Jika kerusakan
terjadi sampai pangkal saraf maka dapat terjadi kelainan
pada sumsum tulang belakang.
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala-gejala yang dapat timbul pada penderita SGB adalah kehilangan
sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri,
dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.
• Kelumpuhan pada pasien SGB biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke
atas atau dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang
bervariasi.
• Penderita SGB parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan
melemahkan otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk
menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi penderita dapat bertambah
parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat
berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan
saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan
dan infeksi yang ditimbulkan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pungsi Lumbal
• Diagnosis SGB dapat dilakukan dengan menganalisis CSS.
Indikasi terjadinya infeksi adalah kenaikan sel darah putih pada
CSS.
• Elektromiografi (EMG)
• Membaca aktivitas listrik dalam otot apakah kelemahan
disebabkan karena kerusakan saraf atau otot
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan konduksi sel saraf.
• Menilai bagaimana saraf dan otot menanggapi rangsangan
listrik kecil. Jika SGB hasilnya mungkin menunjukkan
melambatnya fungsi saraf, yang biasanya menunjukkan telah
terjadi kerusakan selubung mielin dari saraf tepi
KOMPLIKASI
• Gagal napas
• Pneumonia
• Trombosis Vena Dalam
• Paralisis
• Cardiovascular arrest
PENATALAKSANAAN
• Perlakuan utama SGB adalah mencegah dan mengelola komplikasi (seperti masalah
pernapasan atau infeksi) dan memberikan perawatan suportif sampai gejala
membaik.
• Termasuk :
• Mengurangi masalah pernapasan melalui postural drainase, fisioterapi dada atau
penggunaan ventilator
• Monitoring TD dan denyut jantung
• Menyediakan gizi yang cukup pada pasien yang mengalami masalah menelan dan
mengunyah
LANJUT PENATALAKSANAAN
• Mengelola kandung kemih dan masalah usus
• Memberikan terapi fisik untuk mempertahankan kekuatan otot dan
fleksibilitas
• Mencegah dan mengobati komplikasi seperti radang paru atau infeksi saluran
kemih
PENGOBATAN
• Pertukaran palat, serupa dengan cuci darah, yaitu penggantian plasma darah
menggunakan alat plasmaferesis. Ini dapat membantu pasien untuk bertahan
dari sindrom Guillain–Barré atau mencapai kondisi yang lebih baik.
• Pemberian cairan imunoglobulin intravena (IVIg diberikan melalui darah)
dosis tinggi selama lima hari untuk peningkatan kekebalan tubuh.
• Pemberian kortikosteroid dosis tinggi sebagai antiradang. Pada beberapa
kasus, pemberian kortikosteroid dapat membantu proses penyembuhan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd kelemahan otot pernapasan
• Gangguan persepsi sensori penglihatan bd paralisis okuler
• Ketidakseimbangan nutrisi bd disfagi
• Hambatan mobilitas fisik bd kerusakan neuromuskuler
• Konstipasi bd kehilangan sensasi dan refleks spincter
• Cemas bd kurang informasi tentang penyakit
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAFAS
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
GANGGUAN PERSEPSI PENGLIHATAN
PROSES
KEPERAWATAN
TETANUS
DEFINISI
• Tetanus umum
• Tetanus Lokal
• Tetanus Chepalic
• Tetanus Neonatal
Tetanus umum
Tetanus cephalic
• Tempat infeksi utama adalah cedera kepala atau otitis media
• terkait dengan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang
paling umum adalah saraf wajah
• prognosis buruk
Tetanus Neonatal
• demam, berkeringat
• trismus (rahang terkunci)
• kejang otot masseter muka
Lanjut gambaran klinis
• risus sardonicus
• kekakuan otot muka
sehingga muka
menyerupai muka
meringis kesakitan
(alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik
ke luar dan ke
bawah, bibir tertekan
kuat pada gigi)
Lanjut gambaran klinis
• Opisthotonus
• kejang ekstensor pada
leher, punggung dan
kaki untuk
membentuk
kelengkungan ke
belakang
Pemeriksaan diagnostik
• Obat antibiotik
dokter dapat meresepkan penisilin dan metronidazol untuk
pengobatan tetanus. antibiotik ini mencegah bakteri untuk
melipatgandakan dan memproduksi neurotoxin yang
menyebabkan kejang dan kekakuan otot. Pasien yang alergi
terhadap penisilin atau metronidazol dapat diberikan tetrasiklin
Lanjut pengobatan
• Obat Antikonvulsan
mengobati kejang otot, contohnya termasuk diazepam dan fenobarbital
• Obat Relaksan otot
obat ini membantu meringankan gejala kekakuan dan kejang otot
Agen penghambat neuromuskuler
obat-obatan ini memblokir sinyal dari saraf ke kejang otot. contohnya
adalah vecuronium
• Vaksin
Pernah mengalami tetanus sekali tidak membuat seseorang kebal bakteri
sesudahnya. jadi harus menerima vaksin tetanus untuk mencegah infeksi
tetanus di masa depan
Lanjut Pengobatan
• debridemen
adalah tindakan menghilangkan jaringan yang mati atau
terkontaminasi atau bahan asing. Dalam kasus luka rawan
tetanus, benda asing tersebut bisa berupa kotoran atau kotoran
hewan
• Pemberian nutrisi
seorang pasien dengan tetanus membutuhkan asupan kalori
harian yang tinggi karena peningkatan aktivitas otot
• Pemasangan ventilator
beberapa pasien mungkin memerlukan bantuan ventilator untuk
membantu bernafas jika pita suara atau otot-otot pernafasannya
terpengaruh
Perawatan
• Istirahat total di tempat tidur
• Tempatkan dalam ruangan yang redup, tenang, dan berventilasi baik,
karena kejang dapat dipicu oleh cahaya terang, kebisingan atau bahkan
sentuhan
• Meminimalkan rangsangan eksternal
• Pemberian oksigen sangat penting
• Pemberian cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit
• Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
karena kejang meningkatkan aktivitas otot, pasien kelelahan dan
membutuhkan kalori ekstra
Lanjut perawatan
Umum
Riwayat penyakit saat ini: adanya luka-luka serius dan luka bakar
dan imunisasi yang tidak memadai.
Spesifik
Sistem Pernafasan: dispnea, dan sianosis akibat kontraksi
otot pernapasan.
Sistem Kardiovaskular: disritmia, takikardia, hipertensi dan
perdarahan, suhu tubuh awalnya 38-40 ° C atau demam
hingga terminal 43-44 ° C.
Sistem Neurologis: iritabilitas, lemah, kejang, kelumpuhan
pada satu atau beberapa saraf otak.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Topik 1
Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan,
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin.
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.
2. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta
terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi
autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
c. DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga
klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang
menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
168
Keperawatan Medikal Bedah II
d. DM Tipe Lain
Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
Penyakit hormonal
3. Manifestasi klinis
a. Poliuria
b. Polidipsi
c. Polipagia
d. Penurunan berat badan
e. Kelemahan, keletihan dan mengantuk
f. Malaise
g. Kesemutan pada ekstremitas
h. Infeksi kulit dan pruritus
i. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat
4. Penatalaksanaan
Tujuannya :
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi
b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM
Penatalaksanaan DM
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan =
50 – 60% kalori yang berasal dari :
1) Karbohidrat 60 – 70%
2) Protein 12 – 20 %
3) Lemak 20 – 30 %
b. Latihan
5. Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat,
dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh.
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari
latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik
buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
169
Keperawatan Medikal Bedah II
c. Pemantauan
Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri.
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil :
Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
7. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik
1) Ketoasidosis diabetik
2) HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
b. Komplikasi
1) Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
2) Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).
170
Keperawatan Medikal Bedah II
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
d. Pemeriksaan Fisik
1) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental,
reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
2) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
3) Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau
aseton.
4) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah/menurun.
5) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus
hiper aktif).
171
Keperawatan Medikal Bedah II
6) Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita
7) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
8) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran
tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
e. Aspek psikososial
1) Stress, anxientas, depresi
2) Peka rangsangan
3) Tergantung pada orang lain
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pada luka.
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik
berlebihan, masukan yang terbatas.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan sirkulasi.
172
Keperawatan Medikal Bedah II
3. Intervensi
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul :
buruk.
Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit dalam
batas normal.
intervensi Rasional
Mandiri
1) Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan
takikardi.
2) Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit kemerahan, kering
sebagai cerminan dari dehidrasi.
3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin Memberikan perkiraan
kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
4) Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
5) asukan secara oral sudah dapat
diberikan. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6) Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis
Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan
menimbulkan kehilangan cairan.
7) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi
lambung. Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang
sering menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
8) Kolaborasi
9) Berikan terapi cairan sesuai indikasi
10) Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons
pasien secara individual.
173
Keperawatan Medikal Bedah II
11) Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.
Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
Intervensi Rasional
Mandiri
1) Timbang BB setiap hari Mengkaji pemasukan makananyang adekuat
(termasuk absorpsi).
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dihabiskan pasien. Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah.
Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Identifikasi makanan yang disukai. Jika makanan yang disukai dapat
dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan
setelah pulang.
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi. Memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6) Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
lekosit/perubahan sirkulasi.
Data : –
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi Rasional
Mandiri
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien mungkin masuk
dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau
infeksi nasokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang
yangberhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. Mencegah
timbulnya infeksi nasokomial.
3) Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa tinggi akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
174
Keperawatan Medikal Bedah II
Latihan
Setelah Anda mempelajari Topik 1 ini, silahkan Anda mencoba bermain peran dengan
teman Anda seakan akan sedang merawat pasien dengan penyakit Diabetes Mellitus dan
buatlah dokumentasi asuhan keperawatan tersebut.
Ringkasan
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.
Tanda dan gejala penderita yang mengalami diabetes mellitu adalah : Poliuria,Polidipsi,
Polipagia, Penurunan berat badan, Kelemahan, keletihan dan mengantuk, Malaise,
Kesemutan pada ekstremitas, Infeksi kulit dan pruritus, Timbul gejala ketoasidosis &
samnolen bila berat
Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah : a. Komplikasi
metabolik : Ketoasidosis diabetik, HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik); b.
Komplikasi : Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati,
Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).
175
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
@ JANUARI 2023
PERAWATAN
PASIEN STROKE
Mengakibatkan kerusakan
jaringan serebral
www.jogja.tribunnews.com
Gejala :
a. kelumpuhan seluruh tubuh
b. Pingsan
c. light-headedness
d. blackouts’ dengan gangguan kesadaran
e. inkontinensia urin maupun feses
f. Bingung
g. tinnitus
Faktor risiko
Potensial bisa
Bisa dikendalikan Tak bisa dikendalikan
dikendalikan
• Hipertensi • Diabetes Mellitus • Umur
• Penyakit jantung • Hiperhomosistein • Jenis kelamin
• Atrium Fibrilasi nemia • Herediter
• Endokarditis • Hipertrofi • Ras dan etnis
• Stenosis mitral ventrikel kiri • Geografi
• Infark miokard
• Merokok
• Anemia sel sabit
• TIA
• Stenosis karotis
asimptomatik
Klasifikasi Stroke (etiologi)
EMBOLI
Bekuan darah terlepas dari
plak, dan menyumbat
pembuluh darah serebral
Aliran darah terhambat
TROMBOSIS
Terbentuk plak atherosklerosis
di pembuluh darah serebral
Terjadi trombosis dan
mengalami dan sumbatan aliran
Aliran darah terhambat
Endothelial Dysfunction
From first decade From third decade From fourth decade
Smooth muscle Thrombosis,
Growth mainly by lipid accumulation and collagen hematoma
Fungsi neurologis
bergantung kepada daerah
kerusakan otak.
Setiap area otak mempunyai
fungsi yang spesifik
Stroke non Hemoragik (klinis)
Cerebral blood flow (CBF) pada stroke non hemoragik
Cerebral blood flow (CBF) adalah jumlah aliran darah ke otak, dengan
satuan cc/menit/100 gr otak.
CBF masih rendah, tapi CBF lebih baik dibandingkan area ischemic core.
Sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel terhenti dan menjadi functional
paralysis
Kadar PO2 yang rendah dengan PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat.
Daerah ini bisa diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat
Stroke non Hemoragik (klinis)
Area kerusakan jaringan otak
Terdapat 2 kategori:
1. Perdarahan intraserebral
Penyebab: Hipertensi
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan intra serebral
Lobar hemoragi
Intraventricular
hemoragi
Brainstem
hemoragi
Cerebellar
Hemoragi masuk ke basal
hemoragi
ganglia/ thalamus
https://aneskey.com/intracerebral-hemorrhagic-stroke/
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan intraserebral
Edema serebri
Rebleeding
Timbul pada 50-60% kasus dalam 6 bl pertama
setelah perdarahan awal
Menurun 10% pada hari ke 30
Berkurang 3% setiap tahun
Vasospasme
Timbul di hari ke 3 dan meningkat di hari ke 7
Menentukan prognosis
Hidrosefalus
Aliran likuor serebri intraventrikular tersumbat
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan pupil
Pemeriksaan saraf kranial 1 s.d. XII
EKG
Menilai kondisi jantung
Bila perlu tes punksi lumbal, untuk mengetahui perdarahan subarachnoid
dan infeksi meningo vaskular
Ro Thoraks
Lab
Kimia darah, fungsi ginjal, faal hematologi, glukosa darah, analisa urin,
analisa gas darah, elektrolit
Diagnosa keperawatan
Berdasarkan sistem yang terkena
Thermoregulasi
Mobilitas
Psikososial
Aktivitas terganggu
Meningkatkan reperfusi
Trombolitik rt-PA (recombinant tisue plasminogen activator)
Antiplatelet aspirin atau ascardia 1x320 mg
Anti koagulan heparin
Neuroprotektor citicholin, pirasetam, nimodipin
(+vasodilator)
Simvastatin 1x20 mg untuk mencegah stroke berulang
Citicholin 2x500 mg iv
B6 dan B12 sebagai vitamin neurotropik
Nimodipin 4x60 mg po sebagai neuroprotektor dan
mengendalikan tekanan darah
Kombinasi parasetamol dan tramadol untuk sakit kepala berat
Tata laksana dan intervensi keperawatan
TERAPI KHUSUS STROKE HEMORAGIK