Anda di halaman 1dari 230

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

@ JANUARI 2021

PERAWATAN
PASCA BEDAH
CRANIOTOMI
Sadar Prihandana, Ns., Sp.Kep.MB
Prodi D3 Keperawatan Tegal
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
Bedah saraf (neurosurgery)

 Ada beberapa tipe bedah


otak, berdasarkan area
pembedahan, dan tujuan
pembedahan tersebut
 Tindakan bedah otak
merupakan proses yang
kompleks dan dan
bergantung lokasi operasi,
serta kondisi dari pasien
Macam prosedur bedah saraf

 Craniotomy
 Craniectomy
 Cranioplasty
 Burr hole
 Stereotactic surgery
 Laser
 Gamma knife
 Transphenoidal hypophysectomy
Craniotomy dan craniectomy
Pengertian
Kraniotomi, adalah prosedur bedah,
dimana tulang tengkorak dipotong
dan tulang tersebut diangkat selama
prosedur, setelah selesai ditutup
kembali dengan tulang tersebut
(bone flap)
Lama prosedur tergantung tingkat
keparahan

Ketika bone flap tidak dikembalikan seperti semula, dinamakan


craniectomy
Klik video ini untuk melihat ilustrasi craniotomy
https://youtu.be/blG-uaEQZlQ
Cranioplasty
 Perbaikan tengkorak
untuk membangun
kembali kontur dan
integritas tengkorak
prosedur melibatkan
penggantian bagian
tengkorak dengan
bahan sintetis
Craniotomy, indikasi
Untuk mengangkat/menghilangkan

 Jaringan otak abnormal: tumor

 Hematoma (bekuan darah) akibat trauma

 Perdarahan akibat stroke

 Peningkatan cairan serebrospinal

 Ekstraksi benda asing (peluru)

 Pus dari infeksi otak (abses)


Craniotomy, indikasi
Untuk:
 Pemulihan pembengkakan otak
 Menurunkan tekanan otak akibat
trauma
 Menghentikan perdarahan
 Perbaikan pembuluh darah:
aneurisma
 Perbaikan fraktur tulang tengkorak
 Perbaikan meninges yang robek
akibat trauma
Craniotomy, indikasi
Sebagai terapi:
 Terapi kondisi otak seperti epilepsi
 Memberikan obat ke otak
 Memasang/implant alat medis ke
otak
Manajemen perioperatif

Pre operatif
 Memastikan kelengkapan dokumen, inform consent, hasil
pemeriksaan diagnostik, hasil pemeriksaan lab penunjang
 Memastikan jadwal tindakan, jenis tindakan, dan pasien dan
keluarga memahami prosedur yang akan dilakukan
 Mempersiapkan area insisi, kepala dicukur, dan dikeramas dengan
antimikroba sebelum masuk ruang operasi
 Berikan medikasi sesuai resep, kortikosteroid pre operatif untuk
mencegah kejang
 Berikan medikasi sesuai resep, antibiotik profilaksis
Manajemen perioperatif

Pre operatif
 Memasang kateter urin untuk persiapan intra dan post operatif
monitoring cairan
 Monitor adanya edema serebri, berikan manitol sesuai resep
 Selalu monitor status neurologis sebelum operasi,
 Libatkan pasien dan keluarga, dan mintakan kontak keluarga
selama operasi
 Terapi suportif tetap diberikan sesuai dengan defisit neurologis
yang dialami pasien
Manajemen perioperatif

Diagnosa keperawatan Post operasi


 Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d. peningkatan cairan intra
serebral
 Risiko aspirasi b.d. penurunan refleks menelan dan posisi post
operasi
 Nyeru akut b.d. prosedur invasif
 Konstipasi b.d. penggunaan opioids dan imobilisasi
Manajemen perioperatif

Intervensi Post operatif


 Pasien pascacraniotomy, akan dipindah ke PACU (Post anesthesia
Care Unit) atau ICU untuk pengawasan ketat hemodinamik dan
status neurologi pasca operasi
 Monitor airway dan status pernapasan pasca operasi
 Monitor sirkulasi melalui CVP
 Monitor berkala tanda vital dan status neurologi (GCS)
 Cek adanya gejala thromboplebhitis: kemerahan, pembengkakan,
rasa panas
 Monitor tekanan intra kranial, berikan obat obat yang diresepkan
untuk menurunkan TIK seperti mannitol
Manajemen perioperatif

Post operatif
 Posisikan head of bed 15-30 derajat, untuk mendukung drainase
venous
 Monitor nyeri, berikan analgetik diresepkan untuk kontrol nyeri
(analgesik sedang: kodein dan asetaminophen)
 Ubah posisi tiap 2 jam, perubahan posisi hanya boleh dilakukan
oleh perawat, waspada terhadap peningkatan TIK
 Mulai lakukan ROM dini secara bertahap sesuai klinis pasien
 Monitor adanya tanda infeksi di luka, drainase ventricular
 Monitor intake dan output secara ketat, pemberian cairan oral
diberikan setelah refleks menelan pulih dan suara peristaltik usus
normal
Manajemen perioperatif

Mempertahankan TIK dalam rentang normal


 Monitor tingkat kesadaran, tanda vital, respon pupil
 Ajarkan pasien untuk menghindari aktivitas yang dapat
meningkatkan TIK, seperti fleksi atau rotasi kepala berlebih, serta
valsava manuver (batuk dan mengejan ketika BAB)
 Berikan obat yang diresepkan untuk mengurangi rasa batuk dan
mengurangi mengejan saat BAB
 Berikan obat diresepkan seperti mannitol untuk menurunkan TIK
 Kurangi stimulus taktil noksius seperti suksioning, latihan fisik dan
ROM terlalu lama
Manajemen perioperatif

Mencegah aspirasi
 Monitor refleks menelan, berikan cairan oral bila refleks menelan
benar benar pulih
 Sediakan alat suksioning di samping pasien, lakukan suksion bila
diperlukan
 Elevasi head of bed maksimal (30 derajat) atau sesuai kondisi
klinis pasien, atau sesuaikan dengan kenyamanan pasien
Manajemen perioperatif

Mencegah infeksi nosokomial


 Gunakan teknik aseptik dalam dressing luka, perawatan kateter
urin, serta drainase ventrikuler
 Waspada terhadap pasien riwayat waktu operasi lama, berisiko
tinggi infeksi
 Kaji luka operasi terhadap tanda tanda infeksi
 Kaji adanya kebocoran cairan serebrospinal, meningkatkan risiko
meningitis
Manajemen perioperatif

Menurunkan nyeri
 Elevasi Head of bed maksimal 30 derajat untuk menurunkan nyeri
 Berikan obat analgetik sesuai diresepkan
 Berikan teknik distraksi relaksasi bila memungkonkanda infeksi
 Fasilitasi ruangan dengan pencahayaan redup untuk menenangkan
pasien
Manajemen perioperatif

Menghindari konstipasi
 Pastikan kecukupan cairan pasien
 Lakukan ambulasi dini, sesuaikan dengan kondisi pasien
 Gunakan pelunak feses dan laksatif untuk mengurangi valsava
manuver
Manajemen perioperatif

Evaluasi
 Penurunan TIK,
 Refleks menelan (+), suara napas bersih
 Tidak ada demam dan tidak ada tanda tanda infeksi
 Nyeri menurun
 Feses lunak dan tidak mengejan
 Tidak ada tanda-tanda komplikasi pasca bedah craniotomy
Manajemen perioperatif

Komplikasi yang harus diwaspadai


 Hemoragi serebral
 TIK meningkat
 Pneumocephalus
 Hydrocephalus
 Kejang
 Kebocoran cairan serebrospinal
 Meningitis
 Infeksi area luka
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
@ FEBRUARI 2023

PERAWATAN PASIEN
CEDERA RENAL AKUT
(Acute Kidney Injury/AKI)

Sadar Prihandana, Ns., Sp.Kep.MB


Prodi D3 Keperawatan Tegal
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
Tujuan Perkuliahan
Mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan pengertian dan patofisiologi AKI

2. Menjelaskan manifestasi klinis AKI

3. Menjelaskan tata laksana AKI

4. Menyusun rencana asuhan keperawatan pasien AKI


Fungsi renal

Acid based balance


Blood pressure control

Water balance

Making eritropoeitin
dan renin
Electrolyte balance

Vit D metabolisme dan


Toxin removal glukoneogenesis
Cedera Renal Akut /
Acute Kidney Injury (AKI)

Istilah Acute Renal Failure 


Menjadi Acute Kidney Injury
(Acute Dialysis Quality Initiative/ADQI)

Penurunan fungsi renal:


Penurunan cepat laju filtrasi glomerolus (GFR) dalam
jam hingga minggu
www.alodokter.com

Sifatnya REVERSIBEL

Berakibat gangguan fungsi ginjal dalam ekskresi


 Keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu
 Peningkatan kreatinin serum
 Azotemia (peningkatan BUN/urea nitrogen darah)
Cedera Renal Akut /
Acute Kidney Injury (AKI)

AKI dan CKD sering dialami di klinik penyakit


dalam

AKI berhubungan dengan morbiditas,


mortalitas, dan progresifitas menjadi CKD

www.alodokter.com

Prognosis AKI dan CKD tergantung pencegahan, deteksi dini, diagnosis dan terapi
yang tepat
Review istilah
Glomerular Filtrasi Rate, atau Laju Filtrasi Glomerular
GFR / LFG Laju rata-rata penyaringan darah di glomerulus
Nilai normal : diatas 90 ml/menit

Hasil pemecahan kreatinin fosfat otot, diproduksi secara konstan di tubuh,


difiltrasi (10-15%) di glomerulus
Kreatinin Penurunan perfusi ke ginjal berakibat penurunan kadar kreatinin yang
Serum dapat difiltrasi di ginjal
Serum kreatinin mengukur kemampuan filtrasi glomerulus
Nilai normal: 0,6-1,2 mg/dL

Nitrogen urea darah


Hasil pemecahan protein oleh hati, difiltrasi di glomerulus
BUN Peningkatan BUN mengindikasikan penurunan GFR
Nilai normal: 6-20 mg/dL
Nilai normal Rasio BUN : Kreatinin  5-10 : 1
Review istilah
Volume darah yang difiltrasi ginjal dalam membersihkan kreatinin per
Klirens menit
kreatinin Nilai normal: Laki-laki : 97-137 mL/menit (per 1,73 m2)
Perempuan : 88-128 mL/menit (per 1,73 m2)

Oliguria Urin output < 400 mL /24 jam, atau < 0,5 mL/kgBB/jam

Anuria Urin output < 100 mL /24 jam


Penyebab

PRE RENAL INTRA RENAL POST RENAL

PERFUSI  KERUSAKAN NEFRON OBSTRUKSI TRAKTUS

Penurunan perfusi ke renal Kerusakan/penyakit di Sumbatan saluran kemih


tubular dari ureter sampai uretra
Kerusakan di glomerular
Kerusakan vaskular intra
renal
Patofisiologi
PRE RENAL

 Penurunan curah Perfusi ke renal GFR Urea


Azotemia:
jantung:   Filtrasi Urea di glomerulus 
BUN 
AMI, CHF Reabsorbsi di tubular 
 Penurunan sirkulasi
Kreatinin
efektif: Kreatinin
Filtrasi kreatinin di glomerulus
gangguan sirkulasi hati serum 
Oksigenasi dan 
 Hipovolemia:
nutrisi ke renal Rasio [BUN : Kreatinin] > [20:1]
Perdarahan, dehidrasi,

luka bakar. diare
Aktivasi RAAS Cairan
 Syok : sepsis dan
Aldosteron:  reabsorbsi NA tubuh 
anafilaktik
Air:  reabsorbsi ke darah
 Obstruksi arteri renal Imbalans
Mengarah ke Na urin 
 Obat: ACE inhibitor, elektrolit
intra renal Osmolaritas urin 
ARB, NSAID Oliguria-
injury anuria
Patofisiologi
INTRA RENAL

 Perfusi ke renal  Tubular Nekrosis akut Filtrasi Urea di glomerulus  Azotemia:


(Iskhemik) Nefritis Interstisial akut Fungsi Reabsorbsi di tubular (-) BUN 
 Nefrotoksin Glomerulonefritis akut
 Infeksi Oklusi mikrokapiler Filtrasi kreatinin di glomerulus
 Kreatinin
 Vaskular renal Nekrosis kortikal akut
serum 
 Tubular obstruksi

Rasio [BUN : Kreatinin] < [15:1]

Fungsi Reabsorbsi di tubular (-) Cairan


Na urin  tubuh 
Osmolaritas urin  Imbalans
elektrolit
Oliguria-
anuria
Patofisiologi
POST RENAL

 Batu renal di ureter, Terhambatnya aliran Filtrasi Urea di glomerulus  Azotemia:


vesica urinari, uretra urin  tekanan di Fungsi Reabsorbsi di tubular (-) BUN 
 BPH renal meningkat 
 Cancer : prostat, penurunan fungsi Filtrasi kreatinin di glomerulus
renal  Kreatinin
cerviks, vesica urinari
serum 
 Striktura uretra
 Infeksi saluran kemih Rasio [BUN : Kreatinin] < [15:1]
 Cedera neural  stroke
Fungsi Reabsorbsi di tubular (-) Cairan
Na urin  tubuh 
Osmolaritas urin  Imbalans
elektrolit
Oliguria-
anuria
Kriteria AKI
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO), 2012

Kreatinin Urin
serum output

1,5-1,9x nilai dasar, atau


< 0,5 ml/kgbb/jam
Stage 1 Peningkatan > 0,3 mg/dL (dalam
selama 6-12 jam
48 jam)

< 0,5 ml/kgbb/jam


Stage 2 2-2,9x nilai dasar
lebih dari 12 jam

3x nilai dasar, atau < 0,5 ml/kgbb/jam


Stage 3 > 4,0 mg/dL, atau lebih dari 24 jam, atau
Peningkatan akut > 0,5 mg/dL Anuria > 12 jam
(dalam 48 jam)
Inisiasi terapi pengganti ginjal
Patofisiologi
Post renal
Pengkajian
Anamnesa

Keluhan/ Pasien AKI, cenderung asimptomatik pada kondisi ringan-sedang,


tanda tetapi hasil lab sudah mengarah ke AKI
gejala Pasien dengan kondisi yang berat, biasanya menunjukkan gejala
atau mengeluhkan
 Lesu dan mudah lelah,
 anoreksia, mual, muntah,
 Edema dan berat badan meningkat,
 Gangguan tidur dan mudah mengalami kebingungan
 Gangguan berkemih : oliguria (urin < 400 ml/24 jam), anuria
(urin < 100 ml/24 jam, hematuri, obstruksi saluran kemih
Pengkajian
Anamnesa

Riwayat yang harus dikaji:


Riwayat
penyakit  konsumsi obat herbal racikan tidak terukur
 pemakaian obat, terutama obat sifatnya nefrotoksis
 pemakaian obat anti hipertensi, ACE-i, ARB
 pemakaian obat NSAID
 penyakit paparan hingga tropikal  malaria, leptospirosis,
 dehidrasi berat  diare, muntah
Pengkajian
Anamnesa

Riwayat yang harus dikaji:


Riwayat
penyakit  Perdarahan, termasuk hemoptosisis dan atau transfusi
 Infeksi tenggorokan dan infeksi kulit
 Penyakit jantung, diabetes, gangguan hati, obesitas
 Operasi besar dan operasi jantung
 Penggunaan kontras radiografi
Pengkajian
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik berfokus kepada:


Fokus  Status hemodinamik  Tekanan darah, nadi,
 Status cairan  adanya edema, distensi vena jugular, crakles
paru, S3 gallop
 Tanda uremik  di kulit, neuropati perifer
 Demam  kenaikan suhu tubuh
 Pemeriksaan komplikasi

Kelainan yang ditemui:


Tanda
 Hipertensi
vital
 Hipotensi orthostatik
 Takikardi
 Hipertermi
Pengkajian
Pemeriksaan Fisik

Kaji adanya:
Mata  Uveitis dan mata kering, sklera ikterik dan band keratopathy,
pada funduskopi, ditemukan retinopati

Kaji adanya:
Thoraks  Inspeksi  spider angioma, dilatasi vena jugular
 Auskultasi paru-paru  ronkhi basah atau crakhles yang
mengarah ke edema
 Auskultasi jantung  fungsi jantung, adanya bunyi S3
Pengkajian
Pemeriksaan Fisik

Kaji adanya:
Abdomen  Ascites, caput medusa, massa yang pulsatil atau bising yang
mengarah ke ateroemboli
 Nyeri abdomen atau nyeri ketuk pada angulus costovertebralis
 Massa abdomen bawah

Kaji adanya:
Prostat  Pembesaran prostat melalui pemeriksan digital rektum

Kulit dan Kaji adanya:


ekstremi  Livedo reticularis, edema perifer, ruam kulit ekstremitas
tas  Kelemahan ekstremitas
Pengkajian
Pemeriksaan diagnostik/penunjang

 Darah lengkap  komponen darah, elektrolit plasma


Hemato
 Fungsi ginjal  BUN, kreatinin
logi
 Sediaan apusan darah tepi  kemungkinan hemolitik anemia
pada sindroma hemolitik uremik, serta multiple myeloma
 Biomarker :
Cystatic C: fungsi filtrasi glomerulus
NGAL: kerusakan tubulus ginjal, dilakukan juga pada pasien
dengan operasi CABG
KIM-1: kerusakan tubulus ginjal
IGFBP-7: stress pada tubulus
IL-8: inflamasi ginjal
Pengkajian
Pemeriksaan diagnostik/penunjang

 Level komplemen
Serologi  ANA (antinuclear antibody)
 ASO (antistreptolysin)
 ANCA (antineutrophil cytoplasmic antibody)
 Anti-GBM (anti glomerular basement membrane)

 Urin output
Urinalisis  tipe non oligurik (30-60%), prognosisi lebih baik dibanding tipe oliguri
 Fraksi ekskresi urea (Fe Urea)
 Fraksi ekskresi natrium (Fe Na)
 Albuminuria dan proteinuria
 Hematuria
 Sedimen urin
Pengkajian
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pengkajian
Pemeriksaan diagnostik/penunjang

 USG abdomen  cek abdomen dan hepar, serta kelainan renal


Pencitra
seperti ukuran mengecil, hidronefrosis, dan obstruksi saluran
an
kemih
 CT Scan/MRI  kecurigaan obstruksi
 Angiografi aortarenal  kecurigaan stenosis arteri renalis

 Kecurigaan AKI intra renal


Biopsi
Diagnosis Keperawatan
Kelebihan volume cairan (hipervolemia)

Ditandai  Intake > output, oliguria, kenaikan berat jenis urin


 Distensi vena, TD meningkat
 Edema jaringan, edema pulmonal, kongesti pulmonal
 peningkatan bb
 Penurunan status mental
 Hmt menurun, perubahan nilai elektrolit

 Nilai urin output normal,


Outcome  BB stabil,
 tanda vital normal,
 tidak ada edema
Intervensi / tata laksana
Tata laksana umum

Tujuan Mencegah kerusakan renal lebih lanjut, dan


terapi mempertahankan pasien tetap hidup sampai fungsi renal
kembali normal

Jenis  Terapi konservatif (supportif)


terapi Perbaiki penyebab
Optimalisasi perfusi
Perbaikan komplikasi  koreksi elektrolit, cairan, asidosis
Pengawasan intake nutrisi dan cairan
 Terapi pengganti ginjal (TPG) / renal replacement therapy
(RRT)
Segera dilakukan bila komplikasi gagal tidak dapat diatasi
Intervensi / tata laksana
Tata laksana umum

Terapi  Perbaiki faktor penyebab:


suportif  Pre renal, intra renal, post renal
 Evaluasi pemberian obat yang diberikan
 Efek nefrotoksik, efek terhadap   LFG dan filtrasi
 Optimalisasi curah jantung dan perfusi darah ke renal
 Perbaikan dan peningkatan aliran urin
 Pantau intake dan pengeluaran urin
 Koreksi hipernatremi, hiperkalemi, asidosis, edema
 Evaluasi nutrisi intake pasien
 Atasi infeksi secara progresif
 Segera mulai dialisa /RRT bila ada satu indikasi untuk
memulai RRT
Intervensi / tata laksana
Tipe oliguria dan Tipe non oliguria (diuresis)

Tipe  GFR  Tipe  Nephron dalam fase


oliguri  Kemampuan filtrasi  , diuresis recovery
BUN dan creatinin   GFR  meski masih
 Hiperkalemia abnormal
 Cairan tubuh  (edema,  Filtrasi membaik , belum
edema pulmonal, payah maksimal memekatkan
jantung, HT) urin
 Asidosis metabolik, pH <  Osmotik diuretik 3-6
7,35  penurunan L/hari  hipovolemia,
kesadaran, napas dehidrasi, hipotensi,
kussmaul, hipokalemia
 Na , Ca , phospat   Urea berhasil dikeluarkan
Diali
 BJ urin > 1,020 melalui urin
sis
 BJ urin < 1,020
Intervensi / tata laksana
Perbaikan komplikasi

Tatalaksana konservatif
Kelebihan volume intravaskular
Batasi garam (1-2 g/hari) dan batasi air (< 1 L/hari)
Diuretik (furosemid)
Hiperkalemia
Batasi asupan kalium oral (<40 mmol/hari)
Hindari suplemen kalium dan diuretik hemat kalium
Beri resin potasium binding ion exchange
Beri dekstrose 50% 50cc dengan insulin 10 unit
Beri natrium bikarbonat 50-100 mmol
Beri salbutamol 10-20 mg inhalasi atau 0,5-1 mg i.v.
Beri Kalsium glukonat 10% (10 cc dala 2-5 menit
Intervensi / tata laksana
Perbaikan komplikasi

Tatalaksana konservatif
Hiperphospatemia
Batasi intake phosphat (800 mg/hari)
Beri pengikat phosphat (kalsium asetat-karbonat, aluminium
hidroksida, sevalamer
Hiponatremia
Batasi asupan cairan (<1 L/hari)
Hindari pemberian infus cairan hipotonik (termasuk dekstrosa 5%)
Hipokalsemia
Berikan kalsium karbonat atau kalsium glukonat 10%
Intervensi / tata laksana
Perbaikan komplikasi

Tatalaksana konservatif
Asidosis metabolik
Batasi intake protein (0,8-1,0 g/kgbb/hari)
Beri natrium bikarbonat (upayakan serum bikarbonat >15 mmol/L,
pH arteri > 7,2)
Hiperurisemia
Terapi diberikan bila kadar asam urat > 15 mg/dL
Intervensi / tata laksana
RRT

Inisiasi RRT (Renal replacement therapy/hemodialisa)


 Anuria (tidak ada urin hingga 6 jam atau < 50 ml dalam 12 jam)
 Oliguria berat (urin output < 200 ml lebih dari 12 jam)
 Hiperkalemia (> 6.5 mmol/L
 Asidosis metabolik berat (pH<7.2)
 Volume overload terutama edema pulmonal tidak berespon diuretik
 Azotemia berat (urea >30 mmol/L, kreatinin >300 mmol/L)
 Komplikasi klinis akibat uremia
 Natrium abnormal
 Hipertermia
 Keracunan obat
ASKEP
SINDROM METABOLIK
Disampaikan pada perkuliahan di Prodi Keperawatan Tegal
2023

http://www.free-powerpoint-templates-design.com
DEFINISI
SINDROMA METABOLIK
 adalah sekumpulan faktor risiko
terhadap penyakit kardiovaskular dan
metabolik yang meliputi resisten insulin,
obesitas sentral, dislipidemia, dan
hipertensi.
 Sindrom metabolik terdiri dari
dislipidemia, resistensi insulin dan
peningkatan gula darah, peningkatan
tekanan darah, kondisi protrombotik, dan
kondisi proinflamasi.
Penyakit ini merupakan faktor risiko terjadinya aterosklerosis
dan diabetes mellitus tipe 2.
Definisi mengenai sindroma metabolik yang banyak dipakai adalah kriteria
diagnostik dari WHO dan The National Cholesterol Education Program (NCETP)
Adult Treatment Panel III (ATP-III)
Poin Kriteria WHO (1998) NCEP ATPIII (2001)

BMI > 30 kg/m2 dan/atau ratio lingkar Lingkar perut >102 cm (laki laki),
Obesitas sentral
perut/panggul >0.85 (laki laki) dan >0.9 (wanita) > 88 cm (wanita)

Kenaikan Tekanan Darah ≥140/90 mmHg atau dalam pengobatan ≥130/85 mmHg atau dalam pengobatan

Kadar Trigliserida ≥150 mg/dL (1.7 mmol/L) ≥150 mg/dL (1.7 mmol/L)

< 35 mg/dL (0.9 mmol/L) (Laki laki), < 40 mg/dL (1.03 mmol/L) (laki laki),
Kadar HDL
< 40 mg/dL (1.03 mmol/L) (wanita) < 50 mg/dL (1.29 mmol/L) (wanita)
Gangguan metabolisme Diabetes melitus atau intoleransi glukosa ≥ 110 mg/dL (6.1 mmol/L)
glukosa terganggu dan/atau resistensi insulin
≥ 20ug/menit atau albumin/creatinin
Miroalbuminuria
≥ 30 mg/g
Diabetes melitus atau intoleransi glukosa
Minimal 3 dari kriteria
Diagnostik terganggu dan/atau resistensi insulin
ditambah dua atau lebih kriteria lain
BMI
Indeks massa tubuh (IMT) biasa juga disebut (body mass indeks) atau disingkat BMI adalah
pengukuran yang digunakan untuk menentukan golongan berat badan sehat dan tidak sehat.
Metode perhitungan ini dikembangkan oleh Adolphe Quetelet selama abad ke-19. BMI bisa menjadi
alat skrining untuk melihat risiko kesehatan. WHO menyebutkan bahwa hasil perhitungan BMI yang
tinggi, menandakan tingginya juga risiko untuk beberapa penyakit.
Cara mengukur IMT untuk pria dan wanita dewasa dapat menggunakan rumus berikut :

Standar kategori berat badan pria dan wanita menurut WHO.


 Di bawah 18,5 = Berat badan kurang.
 18,5 – 22,9 = Berat badan normal.
 23 – 29,9 = Berat badan berlebih (kecenderungan obesitas).
 30 ke atas = obesitas.
Pemeriksaan Gula Darah
Kategori Bukan DM Belum DM DM

*Kadar Gula Darah Sewaktu


Plasma Darah <110 110-119 >200
Darah Kapiler <90 90-119 >200
*Kadar Gula Darah Puasa
Plasma Darah <110 110-125 >126
Darah Kapiler <90 90-110 >110
Diagnosis SM
Sindrom metabolik dapat
didiagnosis dengan anamnesis
faktor risiko, yang kemudian
ditunjang dengan pemeriksaan
parameter-parameter sindrom
metabolik baik melalui pemeriksaan
fisik maupun penunjang.
 Pemeriksaan perlu difokuskan
untuk menilai :
 peningkatan kadar gula darah,
 peningkatan tekanan darah,
 peningkatan trigliserida,
 penurunan HDL, dan
 ukuran lingkar pinggang.
ETIOLOGI
Etiologi SM belum dapat diketahui secara pasti. Suatu hipotesis menyatakan
bahwa penyebab primer dari SM adalah resistensi insulin. Menurut pendapat
Tenebaum penyebab sindrom metabolik adalah:
1. Gangguan fungsi sel β dan hipersekresi insulin untuk mengkompensasi
resistensi insulin. Hal ini memicu terjadinya komplikasi makrovaskuler
(komplikasi jantung).
2. Kerusakan berat sel β menyebabkan penurunan progresif sekresi insulin,
sehingga menimbulkan hiperglikemia. Hal ini menimbulkan komplikasi
mikrovaskuler (nephropathy diabetica).

Sedangkan, Faktor risiko untuk Sindrom Metabolik adalah hal–hal dalam


kehidupan yang dihubungkan dengan perkembangan penyakit secara dini. Ada
berbagai macam faktor risiko SM, antara lain adalah gaya hidup (pola makan,
konsumsi alkohol, rokok, dan aktivitas fisik), sosial ekonomi dan genetik serta
stres.
Lanjutan Etiologi...
Sumber lain menyebutkan bahwa, Etiologi sindrom metabolik adalah
obesitas atau kondisi ketidakseimbangan energi. Kondisi ini akan
menyebabkan berbagai proses patologis yang akhirnya
bermanifestasi sebagai gejala-gejala sindrom metabolik.

Obesitas atau kondisi ketidakseimbangan energi akan menimbulkan


bermacam patologi dalam tubuh, yang lalu memunculkan gejala
sindrom metabolik seperti dislipidemia aterogenik, kondisi
proinflamasi, resistensi insulin, hiperglikemia, kondisi protrombotik,
dan peningkatan tekanan darah. Obesitas sendiri dapat disebabkan
oleh gaya hidup tidak sehat, yaitu aktivitas fisik yang rendah dan
intake kalori yang tinggi
P
A Patofisiologi sindrom metabolik didasari oleh tiga
mekanisme utama, yaitu :
T 1. Resistensi insulin
O 2. Aktivasi neurohormonal, dan
F 3. Inflamasi kronis.
I
S
I
O Ketiganya akan berkontribusi meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular.
L Pemicu paling dominan untuk terjadinya ketiga kondisi
O tersebut adalah obesitas atau intake kalori yang tinggi
G
I
01 Resistensi Insulin
Resistensi insulin memediasi peningkatan free fatty acid (FFA). Peningkatan free fatty acid diyakini
memegang peran penting dalam patogenesis sindrom metabolik. Proses ini diawali dengan peningkatan
uptake glukosa pada sel otot dan hepar oleh insulin.
Kemudian, insulin juga menginhibisi lipolisis dan glukoneogenesis hepar. Resistensi insulin pada sel adiposit
mengganggu lipolisis dan menyebabkan peningkatan free fatty acid sirkulasi, yang akan semakin
mengganggu efek antilipolisis dari insulin.
Free fatty acid dapat menginhibisi aktivasi protein kinase pada otot, yang menyebabkan penurunan uptake
glukosa. Free fatty acid juga meningkatkan aktivasi protein kinase di hepar, glukoneogenesis, serta
lipogenesis.
Seluruh kejadian tersebut akan menyebabkan hiperinsulinemia sebagai kompensasi untuk mencapai kadar
gula darah yang normal. Akhirnya, kompensasi tersebut gagal dan sekresi insulin akan menurun. Free fatty
acid juga bersifat toksik pada sel beta pankreas dan bisa menurunkan produksi insulin.
Resistensi insulin pada akhirnya juga menyebabkan hipertensi karena hilangnya efek vasodilatasi insulin,
adanya efek vasokonstriksi oleh free fatty acid, serta reabsorpsi natrium di ginjal. Resistensi insulin juga
menyebabkan peningkatan viskositas darah, kondisi protrombotik, serta pelepasan sitokin proinflamasi dari
jaringan adiposa
02 Aktivasi Neurohormonal
Aktivasi neurohormonal yang berkaitan dengan sindrom metabolik
adalah adiponektin, leptin, dan aktivasi sistem renin-angiotensin

03 Inflamasi
Inflamasi merupakan proses akhir dari patofisiologi sindrom metabolik
yang selanjutnya akan menyebabkan manifestasi klinis yang ada.
Inflamasi disebabkan oleh aktivasi berbagai jalur proaterogenik
ditambah dengan stres oksidatif sistemik yang disebabkan oleh
obesitas dan resistensi insulin. Keduanya akan mempermudah
atherogenesis dan fibrosis jaringan
 Penatalaksanaan  Dengan memperhatikan patogenesis sindroma
sindrom metabolik yang metabolik, maka prinsip pengobatannya adalah
utama adalah mengintervensi semua faktor resiko yang
perubahan gaya hidup. merupakan komponen sindroma metabolik
 Tata laksana juga seperti yang ditekankan oleh NCEP ATP III.
didukung dengan terapi
medikamentosa untuk
mengontrol kadar gula
darah, tekanan darah,
dan kadar kolesterol,
serta menurunkan berat
badan

PENATALAKSANAAN
Perubahan Gaya Hidup
• Penurunan berat badan, latihan fisik,
diet

Medikamentosa
• Pengobatan DM
• Pengobatan HT
• Pengobatan Dislipidemia
THANK YOU
Insert the Subtitle of Your Presentation
ASKEP
HEMODIALISA

Disampaikan pada perkuliahan di Program Studi


Diploma III Keperawatan Tegal
PENDAHULUAN
• Hemodialisis (HD) adalah salah satu terapi
pengganti ginjal yang menggunakan alat
khusus dengan tujuan mengatasi gejala dan
tanda akibat LFG yang rendah sehingga
diharapkan dapat memperpanjang usia dan
meningkatkan kualitas hidup pasien.
• Pelayanan hemodialisis sudah banyak
dilakukan diseluruh Indonesia mulai dari Rumah
Sakit Besar type A, B, C, hingga Klinik Pratama.
TERAPI PENGGANTI
GINJAL

Transplantasi ginjal Peritoneal dialysis (PD) Hemodialysis (HD)


Ideal First Choice, Praktis, Dilayani petugas kesehatan,
Sulit mencari donor, Risiko peritonitis, harus ganti sosialisasi di pusat HD,
imunosupresan, risiko dialisat 3-5 kali dalam sehari. Risiko infeksi bloodstream,
infeksi. trombosis, 2-3x seminggu, sulit
bekerja, hemodinamik unstable.
DEFINISI
 Hemodialisis berasal dari kata “hemo”
artinya darah, dan “dialisis ” artinya
pemisahan zat-zat terlarut.
 Hemodialisis berarti proses pembersihan
darah dari zat-zat sampah, melalui proses
penyaringan di luar tubuh. Hemodialisis
menggunakan ginjal buatan berupa mesin
dialisis. Hemodialisis dikenal secara awam
dengan istilah ‘cuci darah’.
PROCESS
 Pada proses hemodialisa, darah dialirkan
ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal
buatan (dialyzer).
 Darah yang telah disaring kemudian
dialirkan kembali ke dalam tubuh. Rata –
rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8
liter darah, dan selama proses hemodialisa
hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar
tubuh
TUJUAN
● Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi
ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme
dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa
metabolisme yang lain.
● Menggantikan fungsi ginjal dalam
mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya
dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
● Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu
program pengobatan yang lain.
PERALATAN HEMODIALISA

● Arterial – Venouse
Blood Line (AVBL)
● Dializer /ginjal buatan
(artificial kidney)
● Air Water Treatment
● Larutan Dialisat
● Mesin Haemodialisis
PRINSIP KERJA HEMODIALISA

1. PROSES DIFUSI
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang
disebabkan karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut
dalam darah dan dialisat.
 Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke
yang berkonsentrasi lebih rendah.
Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu membrane semi
permeable yang membatasi kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.
LANJUTAN…

2. PROSES ULTRAFILTRASI

 Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat perbedaan
tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen dialisat.

 Tekanan hidrostatik /ultrafiltrasi yang memaksa air keluar dari kompartemen darah ke
kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh tekanan positif dalam
kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negatif dalam kompartemen dialisat
(negative pressure) yang disebut TMP (trans membrane pressure) dalam mmHg.

3. PROSES OSMOSIS

 Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya perbedaan
tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat.

 Proses osmosis ini lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis


INDIKASI & KONTRAINDIKASI
● INDIKASI ● KONTRA INDIKASI
Pada umumya indikasi dari terapi Kontraindikasi dari hemodialisa
hemodialisa pada penyakit ginjal kronis adalah tidak mungkin
adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah didapatkan akses vaskuler pada
kurang dari 5 mL/menit, sehingga dialisis hemodialisa, akses vaskuler sulit,
dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai instabilitas hemodinamik dan
salah satu dari hal tersebut dibawah koagulasi. Kontra indikasi
(Sylvia & Wilson, 2015): hemodialisa yang lain
1) Keadaan umum buruk dan gejala klinis diantaranya adalah penyakit
nyata alzheimer, demensia multi infark,
2) K serum > 6 mEq/L sindrom hepatorenal, sirosis hati
3) Ureum darah > 200 mg/Dl lanjut dengan ensefalopati dan
4) pH darah < 7,1 keganasan lanjut.
5) Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
6) Fluid overloaded
PENATALAKASANAAN PASIEN YANG MENJALANI
HEMODIALISIS

• Gizi kurang merupakan prediktor terjadinya kematian pada pasien hemodialisis.


Asupan makanan • Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kg BB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein
dengan nilai biologis tinggi.
• Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu
yang cukup bergizi makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi.

• Sesuai dengan jumlah urin yang keluar ditambah insensible water loss.
Jumlah asupan • Asupan natrium dibatasi 40- 120 mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema.
• Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien
cairan dibatasi untuk minum.
• Bila asupan cairan berlebihan maka akan memicu terjadi kenaikan berat badan yang besar

• Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal.
Pemantauan • Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik, antiaritmia,
antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obatan ini
penggunaan Obat dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. Resiko
timbulnya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan
DURASI HEMODIALISA

• Waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan


kebutuhan individu.
• Tiap hemodialisa dilakukan 4–5 jam dengan frekuensi 2
kali seminggu.
• Hemodialisa idealnya dilakukan 10–15 jam/minggu
dengan QB 200–300 mL/menit.
• Hemodialisa regeluer dikatakan cukup bila dilaksanakan
secara teratur, berkesinambungan, selama 9-12 jam
setiap minggu (Suwitra, 2010).
Prosedur Pelayanan HD
• Tindakan inisiasi HD (HD pertama) dilakukan setelah
melalui pemeriksaan / konsultasi dengan Dokter SpPD
yang telah bersertifikat HD dan dimonitor secara ketat
oleh perawat dialisis yang kompeten.
• Setiap tindakan HD terdiri dari :
• Persiapan pelaksanaan HD : ± 30 menit
• Pelaksanaan HD : 3-5 jam
• Evaluasi pasca HD : ± 30 menit
KONSEP PELAYANAN HD

• Implementasi (prosedur HD) :


• Teknik streril
• Hand Hygiene ( 5 moment)
• Gunakan APD yang standar ( Gogle, apron,
masker, sarung tangan)
• Teknik Punksi dan kanulasi diperhatikan
(memberikan rasa aman dan nyaman bagi
pasien)
• Pemberian antikoagulasi
• Dokumentasi
•Menurut Nugraha dalam Mahmudah
(2017), klien baru (bila <1 tahun), dan
klien lama (bila ≥ 1 tahun).
•Dosis minimum durasi HD yang
ditetapkan oleh KDOQI adalah 2,5 - 4,5
jam, dan dilakukan 3x seminggu (NKF,
2006).
KOMPLIKASI HEMODIALISA
1. Hipotensi
Dapat terjadi karena hemodialisis dikerjakan terlalu
cepat, pengeluaran cairan berlebihan atau karena keadaan pasien
sendiri (neuropati outonom)
2. Kram otot
karena pengeluaran cairan yang terlalu cepat, atau kadar cairan
natrium dialisat yang terlalu rendah
3. Aritmia
karena penyakit jantung koroner yang di propokasi adanya
hipokalemia yang terjadi pada pasien gagal ginjal
...LANJUTAN KOMPLIKASI

4. Gangguan pencernaan (mual, muntah)


5. Perdarahan
Untuk menghentikan perdarahan akibat heparin ini di perlukan protamin sulfat

6. Disequilibrium dialisis
 adalah sindroma berupa sakit kepala hebat, gelisah, penglihatan kabur, mual ,
dan dapat mengalami kejang-kejang.
 Hal ini dapat terjadi karena hemodialisis yang terlalu cepat sehingga penurunan
kadar ureum, elektrolit, perubahan pH terjadi secara cepat di daerah perifer
sedang perubahan di susunan syarai pusat karene ada blood brain barrier secara
lambat.
 Keadaan ini bisa dicegah dengan melakukan hemodialisis secara perlahan pada
minggu pertama.
TERIMA
KASIH
AYO PERDALAM
MATERI DENGAN
BANYAK BELAJAR
SECARA MANDIRI....
PROSES KEPERAWATAN
MENINGITIS
DWI USWATUN K
Definisi meningitis
Meningitis adalah inflamasi meningen, yaitu membran yang
membungkus otak dan spinal cord
• Meningen terdiri atas tiga membran yang bersama-sama
dengan likuor serebrospinalis, membungkus dan
melindungi otak dan sumsum tulang belakang (sistem
Meningen
saraf pusat).
• Pia mater merupakan membran kedap air yang sangat
halus yang melekat kuat dengan permukaan otak,
mengikuti seluruh lika-liku kecilnya.
• Arachnoid mater merupakan suatu kantong longgar di
atas pia mater. Ruang subarachnoid memisahkan
membran pia mater dan arachnoid dan terisi dengan
cairan likuor serebrospinalis
• Dura mater, merupakan membran paling luar, membran
tebal yang kuat, yang melekat ke membran arachnoid dan
ke tengkorak.
Tipe meningitis
• Meningitis akut
• Meningitis bakteri akut
• Disebabkan oleh bakteri yang mencapai meningen melalui 3 rute : hematogen, (contoh : infeksi di
nasofaring), kontaminasi langsung (misal : luka terbuka atau fistula CSS), perluasan infeksi ( misal
: dari infeksi di telinga atau sinus paranasal)
• Bakteri : streptokokus pneumonia, meningokokus (Neisseria meningitidis), Haemophilus
influenzae B, E coli
• Meningitis virus akut
• Virus : enterovirus, virus Herpes simpleks tipe 2 (dan yang lebih jarang tipe 1), virus Varicella
zoster (dikenal sebagai penyebab cacar air dan cacar ular), paromiksovirus, HIV
Tipe meningitis
• Meningitis Kronik
• Meningitis tuberculosis
• Bakteri mycobacterium tuberculosis mencapai mengingen melalui penyebaran
hematogen
• Meningitis fungi
• Menyebabkan defisiensi imun pasien.
• Penyebab : candida albicans, aspergili, cryptococcus neoformans
• Sindrom kronik meningitis
• Penyebab noninfeksi sindrom kronik meningitis meliputi sarcoidsosis seperti
meningitis tuberkulosis yang terutama ditemukan di dasar otak dan carcinoma atau
sarkoma yang bermetetastase ke meningen (carcinoma atau sarcoma meningitis)
Patofisiologi
• Infeksi bakteri mencapai sistem saraf pusat melalui invasi langsung, penyebaran hematogen
sebagai konsekuensi dari infeksi lain. Infeksi juga dapat terjadi setelah traumatic injury pada
tulang wajah, atau sekunder dari prosedur invasif.
• Pada meningitis bakterial, bakteri mencapai meningen melalui satu dari dua cara utama:
melalui aliran darah atau melalui kontak langsung antara meningen dengan rongga hidung
atau kulit.
• Pada sebagian besar kasus, meningitis terjadi setelah invasi aliran darah oleh organisme yang
tinggal pada permukaan mukosa seperti rongga hidung. Hal ini biasanya didahului oleh
infeksi virus, yang merusak barier normal dari permukaan mukosa. Sekali bakteri telah
memasuki aliran darah, bakteri akan masuk ke ruang sub arachnoid ruang dimana sawar
darah otak bersifat paling rentan. Kontaminasi langsung cairan likuor serebrospinalis dapat
timbul dari peralatan yang ditanam, fraktur tengkorak, atau infeksi nasofaring atau sinus
nasal yang telah membentuk saluran dengan ruang subarachnoid
Lanjut patofisiologi
• Peradangan skala besar yang terjadi pada ruang subarachnoid pada saat
terjadinya meningitis seringkali tidak secara langsung disebabkan oleh infeksi
bakteri tetapi lebih terutama disebabkan oleh respon sistem kekebalan
terhadap masuknya bakteri ke dalam sistem saraf pusat. Jika
komponen membran sel dari bakteri dikenali oleh sel kekebalan otak
(astrosit dan mikroglia), mereka akan berespon dengan melepaskan sejumlah
besar sitokin, mediator serupa hormon yang merekrut sel kekebalan lain dan
merangsang jaringan lain untuk berpartisipasi dalam respon kekebalan.
Lanjut patofisiologi
• Barier darah–otak menjadi lebih permeabel, sehingga terjadi edema serebri
"vasogenik"(pembengkakan otak akibat kebocoran cairan dari pembuluh darah).
Sejumlah besar sel darah putih memasuki likuor serebrospinalis (LCS), sehingga
timbul edema "interstisial" (pembengkakan akibat cairan antarsel). Selain itu, dinding
pembuluh darah sendiri mengalami peradangan (vaskulitis serebral), yang
menyebabkan menurunnya aliran darah dan jenis edema yang ketiga, edema
"sitotoksik". Ketiga bentuk edema serebral ini menyebabkan meningkatnya tekanan
intrakranial; bersama tekanan darah yang menjadi lebih rendah yang biasa dijumpai
pada infeksi akut, ini berarti bahwa darah akan semakin sulit untuk memasuki otak,
sebagai konsekuensinya sel-sel otak akan kekurangan oksigen dan
mengalami apoptosis (kematian sel otomatis).
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis
• Fotophobia
• Petechi , lesi purpura hingga ekimosis dapat terjadi pada meningitis yang
disebabkan oleh Neisseria meningitidis
• Disorientasi dan gangguan memori
• Kejang dan peningkatan TIK
• Penurunan kesadaran
• Kurang lebih 10% pasien meningitis juga mengalami septicemia
Komplikasi
Meningitis dapat mengakibatkan konsekuensi jangka panjang
seperti gangguan penglihatan, ketulian, kejang, paralisis,
hidrosefalus dan shock septik, terutama bila tidak dirawat dengan
cepat
Penatalaksanaan
• Menghentikan kejang/ berulangnya kejang dengan memberikan obat untuk
menghentikan kejang
• Menurunkan demam.
• Penanganan pertama pada meningitis akut terdiri dari pemberian secara tepat
berbagai antibiotik dan kadang-kadang obat antivirus. Kortikosteroid juga
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya komplikasi karena radang yang
berlebihan.
• Pemberian cairan terutama pada pasien yang mengalami dehidrasi ata shock.
Pencegahan meningitis
• Vaksinasi
• Vaksinasi meningitis : vaksin menigokokus polisakarida dan vaksin meningokokus konjugat
• Vaksinasi untuk anak maupun orang dewasa yang berisiko mengalami meningitis yang disebabkan oleh H
influenzae B dan S pneumoniae
• Orang yang kontak dengan pasien meningococal meningitis harus mendapatkan pengobatan
antimikroba chemoprofilaksis menggunakan rifampin, ciprofloxacin hydrochloride atau
ceftriaxone sodium
• Perilaku
• Meningitis bakteri dan virus bersifat menular; namun, keduanya tidak semenular selesma atau flu. Keduanya
bisa ditularkan melalui droplet dari sekret pernapasan selama kontak dekat seperti ciuman, bersin atau batuk,
tetapi tidak bisa disebarkan hanya dengan menghirup udara di mana seorang penderita meningitis
berada. Meningitis virus biasanya disebabkan oleh enterovirus dan paling sering disebarkan melalui
kontaminasi tinja.
Manajemen keperawatan
• Memantau status neurologi, TTV , gas darah arteri dan pulse oksimetri.
• Monitor berat badan, serum elektrolit, volume urin jika diduga mengalami
SIADH (sindrom inappropriate antidiuretic hormone)
• Melindungi pasien dari injury akibat kejang maupun penurunan kesadaran
• Mencegah komplikasi berhubungan dengan imobilitas seperti pneumonia
dan luka tekan
ASUHAN KEPERAWATAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan Pungsi Lumbal
• Tindakan punksi lumbal dilakukan untuk mendiagnosa ada tidaknya
meningitis dan menentukan penyebab dari meningitis.
• Jarum dimasukkan ke dalam kanalis spinalis untuk mengambil
sampel likuor serebrospinalis (LCS), yang menyelubungi otak dan
sumsum tulang belakang. LCS diperiksa di laboratorium medis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NYERI
PROSES KEPERAWATAN SINDROM
GULLAIN BARRE
• Sindrom Guillain Barre atau radang polineuropati
demielinasi akut adalah peradangan akut yang
menyebabkan kerusakan sel saraf tanpa penyebab yang
DEFINISI
jelas.
• Sindrom Guillain Barre atau radang polineuropati
demielinasi akut adalah penyakit sistem saraf perifer yang
ditandai oleh serangan mendadak paralisis atau paresis otot.
SGB terjadi akibat serangan autoimun pada mielin yang
membungkus saraf perifer.
• Sindrom ini ditemukan pada tahun 1916 oleh Georges
Guillain, Jean-Alexandre Barré, dan André Strohl. Mereka
menemukan sindrom ini pada dua tentara yang menderita
keabnormalan peningkatan produksi protein cairan otak.
ETIOLOGI
• Penyebab SGB belum diketahui secara pasti tetapi penyakit ini bisa
merupakan respon imun yang diantarai sel terhadap suatu virus.
• Kurang lebih 50% penderita ini memiliki riwayat demam ringan yang baru
saja terjadi dan biasanya berupa infeski saluran napas atas atau yang lebih
jarang lagi, gastroenteritis.
PATOFISIOLOGI
• Pada kondisi normal, tubuh akan menghasilkan antibodi untuk
melawan antigen (zat yang berinteraksi dengan antibodi atau
reseptor pada limfosit) ketika tubuh terinfeksi penyakit, virus,
atau bakteri.
• Pada kasus SGB, antibodi malah menyerang sistem saraf
tepi dan menyebabkan kerusakan sel saraf. Hal ini ditimbulkan
karena antibodi merusak selubung mielin yang menyelubungi sel
saraf (demielinasi).
LANJUT PATOFISIOLOGI
LANJUT PATOFISIOLOGI
• Kerusakan yang ditimbulkan dimulai dari pangkal ke tepi atau dari
bawah ke atas. Kerusakan tersebut akan menyebabkan
kelumpuhan motorik dan gangguan sensibilitas. Jika kerusakan
terjadi sampai pangkal saraf maka dapat terjadi kelainan
pada sumsum tulang belakang.
MANIFESTASI KLINIS
• Gejala-gejala yang dapat timbul pada penderita SGB adalah kehilangan
sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri,
dengan pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah.
• Kelumpuhan pada pasien SGB biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke
atas atau dari luar ke dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang
bervariasi.
• Penderita SGB parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan
melemahkan otot-otot pernapasan sehingga diperlukan ventilator untuk
menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi penderita dapat bertambah
parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-paru akibat
berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan membersihkan
saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan pernapasan
dan infeksi yang ditimbulkan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pungsi Lumbal
• Diagnosis SGB dapat dilakukan dengan menganalisis CSS.
Indikasi terjadinya infeksi adalah kenaikan sel darah putih pada
CSS.
• Elektromiografi (EMG)
• Membaca aktivitas listrik dalam otot apakah kelemahan
disebabkan karena kerusakan saraf atau otot
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan konduksi sel saraf.
• Menilai bagaimana saraf dan otot menanggapi rangsangan
listrik kecil. Jika SGB hasilnya mungkin menunjukkan
melambatnya fungsi saraf, yang biasanya menunjukkan telah
terjadi kerusakan selubung mielin dari saraf tepi
KOMPLIKASI
• Gagal napas
• Pneumonia
• Trombosis Vena Dalam
• Paralisis
• Cardiovascular arrest
PENATALAKSANAAN
• Perlakuan utama SGB adalah mencegah dan mengelola komplikasi (seperti masalah
pernapasan atau infeksi) dan memberikan perawatan suportif sampai gejala
membaik.
• Termasuk :
• Mengurangi masalah pernapasan melalui postural drainase, fisioterapi dada atau
penggunaan ventilator
• Monitoring TD dan denyut jantung
• Menyediakan gizi yang cukup pada pasien yang mengalami masalah menelan dan
mengunyah
LANJUT PENATALAKSANAAN
• Mengelola kandung kemih dan masalah usus
• Memberikan terapi fisik untuk mempertahankan kekuatan otot dan
fleksibilitas
• Mencegah dan mengobati komplikasi seperti radang paru atau infeksi saluran
kemih
PENGOBATAN
• Pertukaran palat, serupa dengan cuci darah, yaitu penggantian plasma darah
menggunakan alat plasmaferesis. Ini dapat membantu pasien untuk bertahan
dari sindrom Guillain–Barré atau mencapai kondisi yang lebih baik.
• Pemberian cairan imunoglobulin intravena (IVIg diberikan melalui darah)
dosis tinggi selama lima hari untuk peningkatan kekebalan tubuh.
• Pemberian kortikosteroid dosis tinggi sebagai antiradang. Pada beberapa
kasus, pemberian kortikosteroid dapat membantu proses penyembuhan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd kelemahan otot pernapasan
• Gangguan persepsi sensori penglihatan bd paralisis okuler
• Ketidakseimbangan nutrisi bd disfagi
• Hambatan mobilitas fisik bd kerusakan neuromuskuler
• Konstipasi bd kehilangan sensasi dan refleks spincter
• Cemas bd kurang informasi tentang penyakit
KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN
JALAN NAFAS
GANGGUAN MOBILITAS FISIK
GANGGUAN PERSEPSI PENGLIHATAN
PROSES
KEPERAWATAN
TETANUS
DEFINISI

• Tetanus adalah suatu toksemia akut yang


disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh C. tetani ditandai dengan kekakuan otot dan
spasme yang periodik dan berat.
• Tetanus adalah gangguan neurologis yang
ditandai dengan meningkatnnya tonus otot dan
spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin,
suatu toksin yang yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani
Patogenesis

• Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh


melalui luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah,
tinja binatang, pupuk.
• Cara masuknya spora ini melalui luka yang
terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka
bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit
yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka
tersebut hampir tak terlihat.
• Spora dapat tumbuh pada keadaan anaerobik. Bila
keadaan luka tersebut menjadi hipoaerob sampai
anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis,
leukosit yang mati maka spora tumbuh dan
melepaskan toksin tetanospasmin didalam luka.
• Tetanospasmin, atau secara umum disebut
toksin tetanus, adalah neurotoksin yang
mengakibatkan manifestasi dari penyakit tetanus
• Tetanospasmin menyebar melalui otot yang terkena dan
sekitarnya, terikat diujung terminal motor neuron perifer,
kemudian memasuki akson, kemudian ditransportasikan
secara retrograde melalui intraneuronal .
• Tetanosspasmin akan menghambat pelepasan neuron
inhibitor yang berfungsi mengatur kontraksi otot
sehingga otot akan berkontraksi secara tidak terkontrol
dan spasme. Neuron yang melepaskan neurotransmiter
inhibitor mayor GABA dan glisin, sensitif terhadap
tetanospasmin, terjadi kegagalan inhibisi pada respon
refleks motor pada stimulasi sensorik.
• Tetanospasmin menghambat pengeluaran Gamma Amino
Butyric Acid (GABA) dan glisin. Hal tersebut akan
mengakibatkan aktivitas tidak teregulasi dari sistem saraf
motorik.
• Tetanospamin juga mempengaruhi sistem
saraf simpatis pada kasus yang berat,
sehingga terjadi overaktivitas saraf simpatis
berupa hipertensi, takikardi, keringat yang
berlebihan dan meningkatnya ekskresi
katekolamin. Hal ini dapat menyebabkan
komplikasi kardiovaskuler.
• Tetanospamin yang terikat pada jaringan
saraf sudah tidak dapat dinetralisir lagi oleh
antitoksin tetanus
Secara klinis tetanus ada 4 macam

• Tetanus umum
• Tetanus Lokal
• Tetanus Chepalic
• Tetanus Neonatal
Tetanus umum

• Paling sering dijumpai


• Tergantung luas dan dalamnya luka
• Tanda pertama adalah trismus
• Gejala lainnya : rhisus sardonicus, kaku kuduk,
opistothonus, disfagia, spasme spontan atau rangsang
• Pada kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas
simpatis berupa takikardi, hipertensi, berkeringat
banyak
Tetanus lokal

• kejang otot pada tempat infeksi primer/sekitar


luka

Tetanus cephalic
• Tempat infeksi utama adalah cedera kepala atau otitis media
• terkait dengan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang
paling umum adalah saraf wajah
• prognosis buruk
Tetanus Neonatal

• Tetanus neonatal didefinisikan sebagai suatu


penyakit tetanus yang terjadi pada anak
• Tetanus neonatal, biasa terjadi karena proses
melahirkan yang tidak bersih.
• Gejala klinisnya biasa terjadi pada minggu kedua
kehidupan, ditandai dengan kelemahan dan
ketidakmampuan menyusu, kadang disertai
opistotonus
Gambaran klinis

• Masa inkubasi tetanus umumnya antara 7-10 hari,


namun dapat lebih singkat atau dapat lebih lama.
Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosisnya.
• Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi C.
tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara
luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang.
Lanjut gambaran klinis

• demam, berkeringat
• trismus (rahang terkunci)
• kejang otot masseter muka
Lanjut gambaran klinis

• risus sardonicus
• kekakuan otot muka
sehingga muka
menyerupai muka
meringis kesakitan
(alis tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik
ke luar dan ke
bawah, bibir tertekan
kuat pada gigi)
Lanjut gambaran klinis

• Opisthotonus
• kejang ekstensor pada
leher, punggung dan
kaki untuk
membentuk
kelengkungan ke
belakang
Pemeriksaan diagnostik

• Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan


berdasarkan anamnesis serta pemeriksaan fisik.
• Pemeriksaan kultur C. tetani pada luka, hanya
merupakan penunjang diagnosis.
• Adanya trismus, atau risus sardonikus atau spasme
otot yang nyeri serta biasanya didahului oleh riwayat
trauma sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.
Pengobatan

• Pengobatan berfokus pada penanganan komplikasi


sampai efek toksin tetanus sembuh.
• fatalitas paling tinggi pada individu yang belum
diimunisasi dan pada orang dewasa yang lebih tua
dengan imunisasi yang tidak memadai
• Membersihkan luka sangat penting untuk mencegah
pertumbuhan spora tetanus, dengan cara
menghilangkan kotoran, benda asing dan jaringan
mati dari luka
Lanjut pengobatan
• Setiap pasien dengan luka, rawan tetanus harus segera
mendapatkan TIG, bahkan jika pasien telah divaksinasi.
TIG mengandung antibodi yang membunuh clostridium tetani,
disuntikkan ke dalam vena dan memberikan perlindungan jangka
pendek langsung terhadap tetanus. TIG hanya jangka pendek
dan tidak menggantikan efek jangka panjang vaksinasi

• Obat antibiotik
dokter dapat meresepkan penisilin dan metronidazol untuk
pengobatan tetanus. antibiotik ini mencegah bakteri untuk
melipatgandakan dan memproduksi neurotoxin yang
menyebabkan kejang dan kekakuan otot. Pasien yang alergi
terhadap penisilin atau metronidazol dapat diberikan tetrasiklin
Lanjut pengobatan
• Obat Antikonvulsan
mengobati kejang otot, contohnya termasuk diazepam dan fenobarbital
• Obat Relaksan otot
obat ini membantu meringankan gejala kekakuan dan kejang otot
 Agen penghambat neuromuskuler
obat-obatan ini memblokir sinyal dari saraf ke kejang otot. contohnya
adalah vecuronium
• Vaksin
Pernah mengalami tetanus sekali tidak membuat seseorang kebal bakteri
sesudahnya. jadi harus menerima vaksin tetanus untuk mencegah infeksi
tetanus di masa depan
Lanjut Pengobatan
• debridemen
adalah tindakan menghilangkan jaringan yang mati atau
terkontaminasi atau bahan asing. Dalam kasus luka rawan
tetanus, benda asing tersebut bisa berupa kotoran atau kotoran
hewan
• Pemberian nutrisi
seorang pasien dengan tetanus membutuhkan asupan kalori
harian yang tinggi karena peningkatan aktivitas otot
• Pemasangan ventilator
beberapa pasien mungkin memerlukan bantuan ventilator untuk
membantu bernafas jika pita suara atau otot-otot pernafasannya
terpengaruh
Perawatan
• Istirahat total di tempat tidur
• Tempatkan dalam ruangan yang redup, tenang, dan berventilasi baik,
karena kejang dapat dipicu oleh cahaya terang, kebisingan atau bahkan
sentuhan
• Meminimalkan rangsangan eksternal
• Pemberian oksigen sangat penting
• Pemberian cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit
• Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein)
karena kejang meningkatkan aktivitas otot, pasien kelelahan dan
membutuhkan kalori ekstra
Lanjut perawatan

• ubah posisi pasien setiap 2 jam untuk mencegah luka


tekan
• Membantu personal hygiene pasien termasuk mandi,
perawatan mulut dan eliminasi
• Perawatan luka seperti pengangkatan jaringan mati,
pembersihan luka dan perawatan dengan salep
antibiotik
• memonitor tanda-tanda vital secara teratur
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

 Umum
Riwayat penyakit saat ini: adanya luka-luka serius dan luka bakar
dan imunisasi yang tidak memadai.
 Spesifik
 Sistem Pernafasan: dispnea, dan sianosis akibat kontraksi
otot pernapasan.
 Sistem Kardiovaskular: disritmia, takikardia, hipertensi dan
perdarahan, suhu tubuh awalnya 38-40 ° C atau demam
hingga terminal 43-44 ° C.
 Sistem Neurologis: iritabilitas, lemah, kejang, kelumpuhan
pada satu atau beberapa saraf otak.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Sistem Urin: retensi urin (distensi kandung kemih


dan tidak ada keluaran urin / oliguria)
Sistem Pencernaan: sembelit karena tidak ada
buang air besar.
Sistem integumen dan muskuloskletal: kesemutan
di lokasi luka, nyeri, berkeringat , awalnya
didahului trismus, kejang kontraksi otot wajah
untuk meningkatkan alis, risus sardonicus, otot
kaku dan kesulitan menelan. Jika ini terus berlanjut
akan ada status kejang dan kejang umum.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

• Ketidakefektifan bersihan jalan nafas


• Pola napas tidak efektif
• Hipertermia
• Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh
• Risiko cedera
• Kurang pengetahuan
• Gangguan pola tidur
INTERVENSI KEPERAWATAN

• Diagnosa : ketidakefektifan bersihan jalan nafas


berhubungan dengan akumulasi dahak di trakea dan kejang
otot pernapasan
Ditandai oleh:
Ronchi, sianosis, dispnea, batuk disertai dahak, pengeluaran
lendir tidak efektif
Lanjut intervensi

• Bersihkan jalan napas dengan mengekstensi kepala.


• Pemeriksaan fisik dengan auskultasi bunyi nafas
terdengar (ada Ronchi) setiap 2-4 jam.
• Bersihkan mulut dan saluran pernapasan dari lendir
• Berikan Oksigenasi sesuai dengan instruksi dokter.
• Observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam.
• Pantau timbulnya gagal napas / apnea.
SKENARIO
• Laki-laki setengah baya datang ke RS di antar keluarganya dalam
kondisi seluruh tubuh kaku. Mulut tertutup rapat tidak bisa dibuka,
hasil anamnesa perawat di dapatkan istrinya mengatakan satu
minggu yang lalu waktu bekerja di sawah kaki pasien terkena paku
berkarat, masuk ke telapak kaki kurang lebih 3 cm. Waktu kejadian
tidak di bawa ke RS tetapi di obati sendiri. Paku tersebut di cabut
dan kaki di beri bethadin saja. Sehari kemudian badan pasien panas
dan mulai tiga hari ini tidak mau makan dan sulit minum. Badan
kaku dan mulut tidak bisa di buka mulai kemarin. Dari pemeriksaan
fisik di dapatkan kesadaran apatis, TTV; TD = 80/40 mmHg, P =
110 x/m, RR = 32 x/m, S = 400C. Terdapat trismus, kadang terjadi
kejang generalisata. Perawat menemukan adanya port d’entri di
telapak kaki kanan berwarna hitam keluar pus.
Jawablah
• Apakah hipotesis anda terkait kasus di atas?
• Informasi apa yang anda butuhkan untuk menegakkan
diagnosis?
• Dapatkah anda merencanakan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan pasien terkait kasus di atas?
• Dapatkah anda menjelaskan patogenesis dari kasus di atas?
• Komplikasi apa saja yang dapat timbul pada kasus di atas?
• Bagaimana penatalaksanaan dasar kasus di atas?
• Bagaimana mengedukasi keluarga pasien terkait masalah yang
terjadi?
Jawablah

• Dapatkah anda mengidentifikasi masalah


keperawatan yang dialami pasien?
• Dapatkah anda menjelaskan intervensi keperawatan
yang perlu dilakukan pada pasien terkait masalah
tersebut ?
 Keperawatan Medikal Bedah II 

Topik 1
Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan,
tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin.
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.

2. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
a. DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
1) Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta
terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi
autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.

2) Faktor infeksi virus


Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang
menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik

b. DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)


Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu
obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin
diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam
meningkatkan efek metabolik yang biasa.

c. DM Malnutrisi
1) Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga
klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang
menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.

2) Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)


Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas

168
 Keperawatan Medikal Bedah II 

d. DM Tipe Lain
 Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
 Penyakit hormonal

Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel


beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak
 Obat-obatan
– Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel seperti aloxan dan streptozerin
– Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine dll.

3. Manifestasi klinis
a. Poliuria
b. Polidipsi
c. Polipagia
d. Penurunan berat badan
e. Kelemahan, keletihan dan mengantuk
f. Malaise
g. Kesemutan pada ekstremitas
h. Infeksi kulit dan pruritus
i. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat

4. Penatalaksanaan
Tujuannya :
a. Jangka panjang : mencegah komplikasi
b. Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM

Penatalaksanaan DM
a. Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan =
50 – 60% kalori yang berasal dari :
1) Karbohidrat 60 – 70%
2) Protein 12 – 20 %
3) Lemak 20 – 30 %

b. Latihan

5. Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat,
dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh.
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari
latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik
buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.

169
 Keperawatan Medikal Bedah II 

c. Pemantauan
Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri.
d. Terapi (jika diperlukan)
e. Pendidikan

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil :
Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi
75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.

b. Tes Toleransi Glukosa


Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi kabohidrat (150 –
300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah berpuasa pada malam hari keesokan
harinya sampel darah diambil, kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien
1) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
2) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
3) Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl
4) Elektrolit :
5) Natrium : meningkat atau menurun
6) Kalium : (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya menurun.
7) Fosfor : lebih sering meningkat
8) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada HCO3
(asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis resperatorik.
9) Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis; hemokonsentrasi
merupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi.
10) Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi ginjal).
11) Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat.

7. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik
1) Ketoasidosis diabetik
2) HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)

b. Komplikasi
1) Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
2) Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).

170
 Keperawatan Medikal Bedah II 

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan Sekarang


Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai
bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat,
haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten
pada pria.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


1) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
2) Riwayat ISK berulang
3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental,
reflek tendon menurun, aktifitas kejang.

2) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia, krekel, DVJ (GJK)

3) Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa
sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau
aseton.

4) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada
palpitasi, bising usus lemah/menurun.

5) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus
hiper aktif).

171
 Keperawatan Medikal Bedah II 

6) Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit
orgasme pada wanita

7) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon
menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.

8) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran
tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.

e. Aspek psikososial
1) Stress, anxientas, depresi
2) Peka rangsangan
3) Tergantung pada orang lain

f. Pemeriksaan diagnostik
1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi,
menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai
meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
12) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pada luka.

2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik
berlebihan, masukan yang terbatas.
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c. Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
leukosit, perubahan sirkulasi.

172
 Keperawatan Medikal Bedah II 

d. Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia


endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
e. Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain,
penyakit jangka panjang.
f. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.

3. Intervensi
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan
gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul :

buruk.
Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit dalam
batas normal.

intervensi Rasional
Mandiri
1) Pantau tanda vital Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan
takikardi.
2) Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban. Demam, kulit kemerahan, kering
sebagai cerminan dari dehidrasi.
3) Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin Memberikan perkiraan
kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
4) Ukur BB setiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status
cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan
pengganti.
5) asukan secara oral sudah dapat
diberikan. Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6) Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis
Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan
menimbulkan kehilangan cairan.
7) Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi
lambung. Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang
sering menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
8) Kolaborasi
9) Berikan terapi cairan sesuai indikasi
10) Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons
pasien secara individual.

173
 Keperawatan Medikal Bedah II 

11) Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.
Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.

b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme
Data : Masukan mak
tonus otot buruk, diare.
Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi

Intervensi Rasional
Mandiri
1) Timbang BB setiap hari Mengkaji pemasukan makananyang adekuat
(termasuk absorpsi).
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dihabiskan pasien. Mengidentifikasi kekurangan dan
penyimpangan dari kebutuhan.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah.
Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus
paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Identifikasi makanan yang disukai. Jika makanan yang disukai dapat
dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan
setelah pulang.
5) Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi. Memberikan
informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6) Kolaborasi dengan ahli diet Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan
penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi
lekosit/perubahan sirkulasi.
Data : –
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi Rasional
Mandiri
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien mungkin masuk
dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau
infeksi nasokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang
yangberhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. Mencegah
timbulnya infeksi nasokomial.
3) Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa tinggi akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.

174
 Keperawatan Medikal Bedah II 

4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah


yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang.
Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan
resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5) Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit
mulut.
6) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. Menurunkan kemungkinan
terjadinya infeksi.
7) Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai Penanganan awal dapat
membantu mencegah timbulnya sepsis.

Latihan

Setelah Anda mempelajari Topik 1 ini, silahkan Anda mencoba bermain peran dengan
teman Anda seakan akan sedang merawat pasien dengan penyakit Diabetes Mellitus dan
buatlah dokumentasi asuhan keperawatan tersebut.

Ringkasan

Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis.
Tanda dan gejala penderita yang mengalami diabetes mellitu adalah : Poliuria,Polidipsi,
Polipagia, Penurunan berat badan, Kelemahan, keletihan dan mengantuk, Malaise,
Kesemutan pada ekstremitas, Infeksi kulit dan pruritus, Timbul gejala ketoasidosis &
samnolen bila berat
Komplikasi yang bisa terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah : a. Komplikasi
metabolik : Ketoasidosis diabetik, HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik); b.
Komplikasi : Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati,
Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).

175
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
@ JANUARI 2023

PERAWATAN
PASIEN STROKE

Sadar Prihandana, Ns., Sp.Kep.MB


Prodi D3 Keperawatan Tegal
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang
Tujuan Perkuliahan
Mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan pengertian dan patofisiologi stroke

2. Menjelaskan tanda dan gejala stroke

3. Menjelaskan faktor risiko stroke

4. Menjelaskan efek stroke

5. Menjelaskan tata laksana stroke

6. Menjelaskan rehabilitasi pasca stroke

7. Menyusun rencana asuhan keperawatan pasien stroke


Stroke

Suatu sindroma klinis

Terjadi mendadak dan


menetap > 24 jam

Penyebab gangguan vaskular


ke jaringan serebri

Mengakibatkan kerusakan
jaringan serebral
www.jogja.tribunnews.com

Terjadi defisit neurologis

Baik fokal maupun global


Gejala Neurologis fokal
Terjadi akibat kerusakan setempat pada area ganglia basalis dimana
terdapat serabut-serabut saraf motorik yang mengatur pergerakan
otot

Gejala Motorik Kelemahan (parese) tubuh satu sisi


Kekakuan tubuh satu sisi
Gangguan menelan
Gangguan keseimbangan tubuh
Gejala bicara dan Sulit memahami dan sulit ekspresi bahasa
bahasa Sulit membaca (dysleksia dan menulis
Gangguan sensorik Penurunan kemampuan sensorik
Gejala visual Pandangan ganda
Gangguan visus
Gejala vestibular Vertigo
Gangguan Kognitif Gangguan memori
Gangguan aktivitas sehari-hari
Gejala Neurologis global

Terjadi karena adanya gangguan pada ARAS (Ascending Reticular


Activating System), merupakan area otak yang mengatur
kesadaran.
Gangguan pada ARAS dapat berupa kerusakan setempat atau
penekanan oleh bekuan darah/ kenaikan tekanan di dalam tengkorak.
(TIK)

Gejala :
a. kelumpuhan seluruh tubuh
b. Pingsan
c. light-headedness
d. blackouts’ dengan gangguan kesadaran
e. inkontinensia urin maupun feses
f. Bingung
g. tinnitus
Faktor risiko

Potensial bisa
Bisa dikendalikan Tak bisa dikendalikan
dikendalikan
• Hipertensi • Diabetes Mellitus • Umur
• Penyakit jantung • Hiperhomosistein • Jenis kelamin
• Atrium Fibrilasi nemia • Herediter
• Endokarditis • Hipertrofi • Ras dan etnis
• Stenosis mitral ventrikel kiri • Geografi
• Infark miokard
• Merokok
• Anemia sel sabit
• TIA
• Stenosis karotis
asimptomatik
Klasifikasi Stroke (etiologi)

Stroke non hemoragik Stroke hemoragik (SH)


(SNH)/iskhemik Pecahnya pembuluh darah serebral
Sumbatan pembuluh darah serebral 20% kasus stroke
80% kasus stroke  intraserebral
 trombosis 50%  Sub arachnoid
 Emboli 30%
Stroke Iskhemik (SNH)

 EMBOLI
Bekuan darah terlepas dari
plak, dan menyumbat
pembuluh darah serebral
Aliran darah terhambat

Gangguan katup jantung dan aritmia


Atrial Fibrilasi (AF)

 TROMBOSIS
Terbentuk plak atherosklerosis
di pembuluh darah serebral
Terjadi trombosis dan
mengalami dan sumbatan aliran
Aliran darah terhambat

Hiperlipidemi dan atherosklerosis


Stroke Iskhemik (SNH)
Atherosclerosis Timeline

Foam Fatty Intermediate Fibrous Complicated


Cells Streak Lesion Atheroma Plaque Lesion/Rupture

Endothelial Dysfunction
From first decade From third decade From fourth decade
Smooth muscle Thrombosis,
Growth mainly by lipid accumulation and collagen hematoma

Stary HC et al. Circulation 1995;92:1355-1374.


Patologi pembentukan plak
Stroke non Hemoragik (klinis)
Stroke non hemoragik terdapat 4 bentuk klinis

Transient ischemic attack (TIA)

1 Stroke dengan sumbatan kecil dan iskhemik singkat, yang dapat


dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal,
gejala neurologis seperti hemiparesis dan amnesia umum sepintas,
akan menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam (reversibel)

Reversible ischemic neurological deficit (RIND)


2 Bila sumbatan agak besar, daerah iskhemik lebih luas, mekanisme
kompensasi masih dapat memulihkan fungsi neurologis, dalam
waktu beberapa hari sampai dengan 2 minggu
Stroke non Hemoragik (klinis)

Stroke progresif (stroke in evolution)


3 Sumbatan cukup besar, daerah iskhemik meluas sehingga
mekanisme kolateral dan kompensasi tidak bisa memulihkan,
terjadi defisit neurologis yang berlanjut

Stroke komplit (permanent stroke)

4 Gejala neurologis menetap dan tidak berkembang lagi


Stroke non Hemoragik (klinis)
Mekanisme kolateral dan vasodilatasi lokal
Stroke non Hemoragik (klinis)
Aliran darah ke otak:
Otak disuplai darah dari:
Arteri carotid
Arteri vertebral

Fungsi neurologis
bergantung kepada daerah
kerusakan otak.
Setiap area otak mempunyai
fungsi yang spesifik
Stroke non Hemoragik (klinis)
Cerebral blood flow (CBF) pada stroke non hemoragik

Cerebral blood flow (CBF) adalah jumlah aliran darah ke otak, dengan
satuan cc/menit/100 gr otak.

CBF rata rata 50,9 cc/menit/100 gr otak


Ada 3 ambang batas aliran otak :

1. Ambang Fungsional 50-60 cc/menit/100gr otak


Batas normal aliran darah otak, bila kurang dari
ambang fungsional, akan terhentinya fungsi neural,
dengan integritas sel sel saraf masih utuh

2. Ambang aktivitas 15-20 cc/menit/100gr otak


listrik otak Kehilangan aktivitas listrik neuronal

3. Ambang kematian < 15 cc/menit/100 gr otak


sel Kematian sel neuron
Stroke non Hemoragik (klinis)
Timeline kerusakan jaringan otak
Stroke non Hemoragik (klinis)
Area kerusakan jaringan otak
Stroke non Hemoragik (klinis)
Area kerusakan jaringan otak

(1) Lapisan pusat:


(Ischemic Core)
sangat iskhemik

CBF paling rendah, tampak degenerasi neuron, terjadi


pelebaran pembuluh darah tanpa aliran darah
Kadar asam laktat tinggi dengan PO2 yang rendah.
Daerah ini akan mengalami nekrosis
Stroke non Hemoragik (klinis)
Area kerusakan jaringan otak

(2) Lapisan sekitar ischemic core:


Area Penumbra

CBF masih rendah, tapi CBF lebih baik dibandingkan area ischemic core.
Sel neuron tidak sampai mati, fungsi sel terhenti dan menjadi functional
paralysis
Kadar PO2 yang rendah dengan PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat.
Daerah ini bisa diselamatkan dengan resusitasi dan manajemen yang tepat
Stroke non Hemoragik (klinis)
Area kerusakan jaringan otak

(3) Lapisan sekeliling penumbra:


Area Edematosa

Area sekeliling penumbra, kemerahan dan edema


Pembuluh darah berdilatasi maksimal,
PO2 dan PCO2 tinggi, dengan kolateral maksimal
Daerah ini CBF sangat tinggi, disebut juga daerah dengan
perfusi berlebihan  luxury perfusion
Stroke non Hemoragik (klinis)
Konsep “penumbra iskhemia” merupakan sandaran dasar pada
terapi stroke, karena masih terdapat struktur selular neuron
yang masih hidup dan reversibel

Reperfusi yang tepat membuat aliran darah kembali ke daerah


iskhemik lebih cepat dan tidak terlambat mengalami kerusakan

Target waktu yang tepat ini disebut THERAPEUTIC WINDOW


Untuk menyelamatkan sel neuron penumbra yang masih reversibel
Stroke Hemoragik (SH)
Non traumatik,
Terjadi ruptur vaskular intraserebral, sehingga perdarahan masuk ke dalam
ruang sub arachnoid atau langsung masuk ke dalam jaringan otak

Terdapat 2 kategori:

2. Perdarahan sub arachnoid (PSA)


Penyebab: aneurisma sakular
dan malformasi arteriovena
(MAV)

1. Perdarahan intraserebral
Penyebab: Hipertensi
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan intra serebral
Lobar hemoragi
Intraventricular
hemoragi

Brainstem
hemoragi

Cerebellar
Hemoragi masuk ke basal
hemoragi
ganglia/ thalamus

https://aneskey.com/intracerebral-hemorrhagic-stroke/
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan intraserebral

Perdarahan intra serebral ke dalam


jaringan (parenkim) otak,
paling sering akibat cedera vaskular
dipicu oleh hipertensi

Lokasi tersering di ganglia basalis,


thalamus, serebelumm dan pons
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan intraserebral

Perdarahan bagian dalam otak,


menyebabkan defisit neurologik fokal
yang cepat dan memburuk secara
progesif dalam hitungan menit
sampai kurang dari 2 jam

Kejadian tidak berkaitan dengan


aktivitas fisik, tetapi sebagian besar
serangan dapat terjadi ketika pasien
sadar, dan terkadang ketika stress
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan sub arachnoid
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan sub arachnoid

Setelah aneurisma arteri pecah, darah


merembes ke ruang sub arachnoid dan
menyebar ke seluruh otak dan medula
spinalis bersama cairan serebrospinal

Mengakibatkan peningkatan TIK:


Nyeri kepala
Papil edema
Muntah proyektil
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan sub arachnoid

Karena tekanan yang tinggi,


darah dapat melukai jaringan otak secara
langsung  mengiritasi meninges (selaput
otak)

Ditemukan adanya tanda rangsang


meningeal:
Kaku kuduk
Kernig sign
Brudzinski sign

Dapat disertai penurunan kesadaran dan


gangguan status mental
Stroke Hemoragik (SH)
Perdarahan sub arachnoid
Stroke Hemoragik (SH)
Komplikasi Perdarahan sub arachnoid

 Edema serebri
 Rebleeding
Timbul pada 50-60% kasus dalam 6 bl pertama
setelah perdarahan awal
Menurun 10% pada hari ke 30
Berkurang 3% setiap tahun

 Vasospasme
Timbul di hari ke 3 dan meningkat di hari ke 7
Menentukan prognosis

 Hidrosefalus
Aliran likuor serebri intraventrikular tersumbat

 Hiponatremia, edema pulmonar neurogenik,


kejang, dan kardiak aritmia
Pengkajian
Anamnesa
Kaji gejala awal serangan

Kaji gejala setelah serangan:


 Nyeri kepala, mual muntah, rasa berputar, kejang, cegukan,
gangguan visual, serta penurunan kesadaran

Kaji faktor risiko seperti


 hipertensi,
 dm,
 Penyakit kardiovaskular
 Riwayat TIA

Kaji aktivitas saat serangan


Tanda dan Gejala awal serangan stroke
Kejadian sifatnya serangan / mendadak

Wajah, lengan, dan kaki  kelemahan atau mati rasa,


terutama di satu sisi
Kebingungan (linglung), sulit memahami bicara, bicara tidak
jelas

Sulit melihat dengan jelas, salah satu atau kedua mata

Sulit berjalan, kehilangan keseimbangan dan koordinasi,


disertai pusing

Sakit kepala parah tanpa diketahui penyebabnya

Bisa disertai penurunan kesadaran


Pengkajian
Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan ABC  Airway, Breathing, dan Circulation

Pemeriksaan tanda vital 


TD; Frekwensi nadi; Frekwensi napas; Suhu,
Ukur pulse oksimetri

Pemeriksaan kepala dan leher :


Curiga trauma kepala akibat kejang

Pemeriksaan jantung; abdomen; kulit; dan ekstremitas


Pengkajian
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan tingkat kesadaran
Kuantitatif  GCS
Kualitatif  Compos mentis, Somnolon, Stupor, Apatis, Koma

Pemeriksaan hemidefisit sensori dan motorik

Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan pupil
Pemeriksaan saraf kranial 1 s.d. XII

Pemeriksaan fungsi luhur otak  Kognitif, afektif, psikomotor

Pemeriksaan skala stroke NIHSS


Pengkajian
Gangguan bergantung pada area yang terkena
Pengkajian
Algoritme Stroke Gadjah Mada (ASGM)
Pengkajian
Cedera otak area kanan

 Hemiplegia sinistra (kiri)


Gangguan kreativitas, musik dan seni
Kebingungan waktu, hari/tanggal, dan
tempat
Tidak dapat mengenali wajah atau
nama orang
Kehilangan persepsi mendalam:
Penglihatan, pendengaran, penciuman,
pengecap, sentuhan
 Gangguan fokus bicara
Pengkajian
Cedera otak area kiri

 Hemiplegia dextra (kanan)


 Aphasian tempat
 Penurunan kemampuan berpikir logis
 Gangguan kemampuan menulis
 Mengalami depresi, kemarahan, dan
frustasi  akibat mengetahui
mengalami keterbatasan fungsi
neurologi
Pengkajian
Pemeriksaan penunjang
 CT Scan
Gold standar diagnosis Stroke, bila diperlukan bisa dengan MRI, waktu
lebih lama dan lebih mahal

 Carotid doppler ultrasound


Melihat penyempitan atau penurunan aliran darah di arteri carotis

 EKG
Menilai kondisi jantung
 Bila perlu tes punksi lumbal, untuk mengetahui perdarahan subarachnoid
dan infeksi meningo vaskular

 Ro Thoraks

 Lab
Kimia darah, fungsi ginjal, faal hematologi, glukosa darah, analisa urin,
analisa gas darah, elektrolit
Diagnosa keperawatan
Berdasarkan sistem yang terkena

 Risiko perfusi cerebral tidak efektif

 Airway, Breathing, Circulation

 Thermoregulasi
 Mobilitas

 Psikososial

 Aktivitas terganggu

 Kepatuhan perawatan diri


Tata laksana dan intervensi keperawatan
Tujuan tatalaksana komprehensif

 Meminimalkan jumlah sel yang rusak melalui perbaikan


jaringan penumbra dan mencegah perdarahan lebih
lanjut

 Mencegah secara dini komplikasi neurologik maupun


medis

 Mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara


keseluruhan

 Mencegah stroke berulang

 Mengoptimalkan kualitas hidup pasien


Tata laksana dan intervensi keperawatan
• Dilakukan di IGD, fokus pada resusitasi serebro kardio
pulmonal, untuk mencegah perluasan kerusakan jaringan otak.
Stadium • Pasien diberi oksigen 2 lt/menit dan cairan kristaloid, hindari
Hiperakut cairan dekstrosa atau salin dalam H2O
• Lakukan screening lab diagnostik lengkap
• Upayakan pasien dan keluarga dalam kondisi tenang

• Penanganan faktor penyulit dan etiologinya


Stadium • Mulai melakukan terapi fisik untuk pemenuhan ADL pasien
Akut • Edukasi kepada keluarga pasien  dampak stroke dan cara
perawatan

• Melanjutkan terapi sesuai kondisi sebelumnya


• Penatalaksanaan komplikasi
Stadium
• Rehabilitasi sesuai kemampuan dan kebutuhan
Sub Akut
• Pencegahan sekunder
• Edukasi keluarga  discharge planning
Tata laksana dan intervensi keperawatan
STABILISASI JALAN NAPAS dan OKSIGENASI

 Monitoring status neurologis, tanda vital


 Berikan oksigen bila saturasi oksigen pantau < 95%
 Bila tidak hipoksia, tidak perlu terapi oksigen
 Patensi jalan napas pada pasien tidak sadar dengan
orofaring tube
 Intubasi ETT atau LMA bila hipoksia (pO2 < 60 mmHg atau
pCO2 > 50 mmHg), atau syok, atau berisiko terjadi aspirasi
 ETT dipasang tidak lebih dari 2 minggu, selanjutnya pasang
trakeostomi
Tata laksana dan intervensi keperawatan
STABILISASI HEMODINAMIK

 Berikan cairan kristaloid atau koloid intra vena


 Hindari pemberian cairan hipotonik seperti dextrosa
 Pemantauan cairan dengan CVC 5-12 mmHg
 Pemantauan tekanan darah
 Pemantauan fungsi jantung dalam 24 jam awal setelah
serangan
 Segera atasi penyakit jantung kongestif, aritmia, dan
hipotensi arterial, bila ada
 Segera atasi hipovolemia dengan salin normal
Tata laksana dan intervensi keperawatan
STABILISASI HEMODINAMIK

 Tidak perlu menurunkan tekanan darah segera, kecuali bila


TDS ≥ 220 mmHg, TDD ≥ 120 mmHg, MAP ≥ 130 mmHg,
atau terdapat gagal jantung dan gagal ginjal
 Penurunan tekanan darah maksimal 20%  Na nitropru
side, alfa beta bloker, ACE inhibitor, atau antagonis Ca
 Atasi hipotensi (bila TDS ≤ 90 mmHg, TDD ≤ 70 mmHg),
beri NaCl 0,9% 250 ml (1 jam) dilanjutkan 500 ml (4 jam)
dan 500 ml (8 jam) atau sampai normal.
 Bila tidak menolong, beri dopamin 2-20 g/kg/menit
sampai TDS ≥ 100 mmHg
Tata laksana dan intervensi keperawatan
PENGENDALIAN PENINGKATAN TIK

 Monitor perburukan gejala, tanda neurologis, dan penurunan


GCS
o
 Posisikan kepala 30 , kepala dan dada pada satu bidang
 Hindari pemberian cairan glukosa atau hipotonik
 Untuk menurunkan edema atau risiko edema:
Beri mannitol bolus i.v. 0,25-0,5gr/kg/30 menit, tiap 4-6 jam
bila dicurigai fenomena rebound atau keadaan memburuk, bisa
diberikan 0,25 g/kg/30 menit tiap 6 jam selama 3-5 hari
Monitor osmolalitas (target < 310 mmol), cek 2 kali dalam
sehari selama pemberian mannitol
Bila perlu, dapat diberikan furosemid 1 mg/kg atau larutan
hipertonik (NaCl 3%)
Tata laksana dan intervensi keperawatan
PENGENDALIAN KEJANG

 Monitor riwayat kejang


 Bila kejang, beri antikonvulsan: diazepam bolus i.v. 5-20
mg kecepatan lambat (3 menit), dan diikuti fenitoin loading
dose 15-20 mg/kg bolus kecepatan 50 mg/menit
 Rawat ICU bila kejang berulang
 Tidak dianjurkan antikonvulsan profilaksis pada stroke
inskhemik tanpa kejang,
 Stroke perdarahan intraserebral, pemberian antikonvulsan
profilaksis dapat diberikan selama 1 bulan, kemudian
diturunkan, dan diberhentikan bila tidak ada kejang selama
pengobatan
Tata laksana dan intervensi keperawatan
PENGENDALIAN SUHU TUBUH

 Monitor suhu tubuh tiap 4-6 jam


 Bila demam, berikan antipiretika dan atasi penyebabnya
 Berikan asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5oC
(AHA/ASA guideline) atau 37,5oC (ESO guideline)
 Bila berisiko terjadi infeksi, lakukan kultur dan berikan
antibiotik
 Bila terdapat kateter ventrikuler, harus dilakukan analisa
cairan serebrospinal untuk deteksi adanya meningitis
 Bila ada meningitis, segera berikan terapi antibiotik untuk
meningitis
Tata laksana dan intervensi keperawatan
TERAPI CAIRAN

 Beri cairan isotonis, seperti NaCl 0,9%, atau ringer asetat


untuk menjaga euvolemi
 Jaga tekanan vena sentral 5-12 mmHg
 Monitor kadar elektrolit dan dan koreksi elektrolit bila
kurang, waspada terjadi hipernatremi akibat terapi cairan
 Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari,
 Lakukan balans cairan, hitung tambahan kehilangan cairan
300 ml per derajat pada pasien demam
 Hindari pemberian cairan hipotonik, atau mengandung
glukosa
Tata laksana dan intervensi keperawatan
NUTRISI

 Nutrisi enteral diberikan dalam 48 jam


 Nutrisi oral diberikan bila tes fungsi menelan baik
 Kebutuhan kalori 25-30 kkal/kgbb/hari,
 Pemakaian nasogastric tube lebih dari 6 minggu,
pertimbangkan gastrotomi
Tata laksana dan intervensi keperawatan
TERAPI LAIN

 Monitor kadar glukosa darah, bila hiperglikemi, berikan insulin


dalam 2-3 hari pertama dengan target 150 mg%
Bila hipoglikemi berat (<60 mg%), berikan dekstrosa 40% iv atau
infus glukosa 10-20%
 Bila gelisah, bisa berikan benzodiazepine short acting atau
propofol
 Berikan analgesik dan antimuntah sesuai gejala/indikasi
 Berikan H2 antagonis apabila terjadi perdarahan lambung
 Kosongkan kandung kemih dengan kateterisasi intermitten
 Hati hati dalam mobilisasi pasien, dapat mempengaruhi TIK
 Cegah aspirasi pneumonia, jangan paksakan minum dengan
sedotan bila fungsi menelan belum bagus
Tata laksana dan intervensi keperawatan
TERAPI KHUSUS STROKE ISKHEMIK

 Meningkatkan reperfusi
Trombolitik rt-PA (recombinant tisue plasminogen activator)
Antiplatelet  aspirin atau ascardia 1x320 mg
Anti koagulan  heparin
 Neuroprotektor  citicholin, pirasetam, nimodipin
(+vasodilator)
 Simvastatin 1x20 mg untuk mencegah stroke berulang
 Citicholin 2x500 mg iv
 B6 dan B12 sebagai vitamin neurotropik
 Nimodipin 4x60 mg po sebagai neuroprotektor dan
mengendalikan tekanan darah
 Kombinasi parasetamol dan tramadol untuk sakit kepala berat
Tata laksana dan intervensi keperawatan
TERAPI KHUSUS STROKE HEMORAGIK

 Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.


 Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan
yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan
 perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3,
 hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau
serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
 perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan TIK
akut dan ancaman herniasi
 Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis
Kalsium (nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi,
ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena
Daftar Referensi
Setyopranoto, I. 2011. Stroke: Gejala dan PERDOSSI, 2011. Guideline stroke, Perdossi, Jakarta
penatalaksanaan, CDK vol. 38 (4), 247-250
Aulyan Syah, BI, Gaus, S, Rahardjo, S. 2016. Manajemen
Lamsudin, R. 1996. Algoritme stroke Gadjah Mada, cairan dan elektrolit pada pasien cedera
penyusunan dan validasi untuk membedakan kepala, Jurnal Neuroanestesi Indonesia, vol
stroke perdarahan intraserebral dengan stroke 5(3), 197-209
iskhemik akut atau stroke infark. BIK.
Vol 28 (4), 181-187
https://www.youtube.com/watch?v=U8s427-tv58&t=9s
Gauberti, M., Lizarrondo, S.M.D., Vivien, D. 2016. The
“inflamatory penumbra” in ischemic stroke: https://www.youtube.com/watch?v=cUwn_4S3lBc&t=3
From clinical data to experimental evidence, 29s
European Stroke Journal, vol 1 (1), 20-27

Bobby, P. 2014. Penatalaksanaan farmakologi stroke https://www.youtube.com/watch?v=8oMktaFLmBs&t=6s


iskemik akut, Buletin Rasional, vol 12 (1), 6-8
https://www.youtube.com/watch?v=BYE5lxTzNVM&t=2
Tangkudung G, Muliawan E, Pertiwi JM, Dompas A. 1s
2020. Tatalaksana stroke iskhemik akut
dengan trombolisis intravena: suatu serial https://www.youtube.com/watch?v=rKooV7W8cic
kasus, Jurnal Sinaps, vol 3(2), 1-12

Mutiarasari, D. 2019. Ischemic stroke: symptoms, risk https://www.youtube.com/watch?v=eGqdhHQ jV4o


factors, and prevention, Medika Tadulako,
vol 6 (1), 60-73

Anda mungkin juga menyukai