1. Besarnya pelaporan laba yang tinggi pada perusahaan yang di jadikan sampel, mengindikasikan
adanya tindakan financial fraud.
2. Tindakan manajemen laba dengan motif menaikan laba pada pelaporan keuangan
mengindikasikan bahwa masih terdapat trade-off antara pelaporan keuangan dan pajak, artinya
perusahaan bersedia untuk membayar pajak lebih dengan melaporkan book income yang lebih
tinggi demi mendapatkan reputasi yang baik dari stakeholder.
3. Perusahaan tidak selalu menghadapi trade-off dalam melakukan pelaporan keuangan dan pajak.
Hal ini ditunjukkan dengan semakin besarnya book-tax difference atau selisih antara laba di
laporan keuangan dengan pendapatan kena pajak
4. Besarnya book-tax difference mampu mengindikasikan terjadinya pajak agresif dan pelaporan
keuangan agresif secara bersamaan.
Bertindak sebagai rumah tangga produsen, perusahaan berperan sangat penting bagi suatu
negara. Bagaimana tidak? kontribusinya sangat besar terhadap kemajuan pembangunan nasional dan
perkembangan perekonomian suatu negara, terutama di negara Indonesia. Hal demikian dapat dilihat
dari besarnya penerimaan negara dari sektor perpajakan. Dikutip dari kemenkeu.go.id (25 November
2020) pada data APBN2019 menunjukan bahwa sebesar 1.786,4T adalah pendapatan negara yang
bersumber dari penerimaan pajak atau setara dengan 82,5% dan sebesar 378,7 T adalah pendapatan
negara yang bersumber dari Pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dan hibah atau setara dengan
17,5% dari total pendapatan negara Indonesia tahun 2019 sebesar 2.165,1 T. Informasi tersebut
memberikan kesimpulan bahwa sektor pajak merupakan penyumbang terbesar kas negara dan
penerimaan terbesar pajak di Indonesia adalah bersumber dari pajak penghasilan badan (PPh Badan).
Dalam perekonomian, perusahaan merupakan tempat terjadinya kegiatan produksi baik barang
dan atau jasa, serta merupakan tempat berkumpulnya faktor produksi seperti SDM (sumber daya
manusia) sebagai tenaga kerja dan SDA (sumber daya alam) sebagai bahan baku. Adanya pelaksanaan
kegiatan produksi serta penyerapan faktor produksi menjadikan masyarakat memiliki sumber
penghasilan dan mampu melakukan transaksi ekonomi untuk memenuhi baik kebutuhan primer,
sekunder maupun tersiernya. Oleh sebab itu, secara tidak langsung perusahaan telah mendongkrak
kelancaran siklus perekonomian suatu negara.
Jika dilihat dari peningkatan jumlah perusahaan yang melakukan IPO (Initial Public Offering) di
BEI (Bursa Efek Indonesia) pada setiap tahunnya, pada era globalisasi ini perusahaan di Indonesia
mengalami perkembangan yang sangat pesat, utamanya di pasar modal. Kenapa demikian? dengan
adanya BEI, para perusahaan di Indonesia sangat terbantu dalam memperoleh bantuan modal. Sebagai
sumber kekuatan utama bagi setiap perusahaan, modal sangat diperlukan diantaranya untuk
meningkatkan produktivitas. Menghadapi kerasnya persaingan pasar global, J23 (20.. h ) menuturkan
perusahaan harus meningkatkan performanya tidak hanya pada kwalitas produk, akan tetapi harus
mampu mengelola keuangannya dengan tepat guna. Maka, keputusan-keputusan ekonomi yang dibuat
oleh manajemen perusahaan harus dapat menjamin keberlangsungan hidup perusahaan serta
memberikan kesejahteraan bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Menurut BEI, pasar modal
merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan
sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Itu artinya, pasar modal sebagai perantara bagi pihak yang
memiliki kelebihan dana baik masyarakat secara perorangan maupun suatu badan usaha dengan pihak
yang membutuhkan dana seperti perusahaan, dengan menjadi bagian dari pemegang saham. Dengan
memperoleh suntikan dana dari investor dan atau kreditor melalui penawaran ekuiti (saham) dan atau
surat utang (obligasi) atau instrumen derivatif lainnya, diharapkan dapat membantu memperbaiki
kondisi suatu perusahaan, sehingga pengelola perusahaan mampu mencapai performa yang maksimal
sesuai dengan target yang diharapkan. Dikutip dari idx.co.id (25 November 2020) bahwa sampai dengan
saat ini BEI telah mencatat anggota sebayak 712 perusahaan go public dan memiliki 35 Indeks Saham.
Indeks LQ45 adalah satu dari 35 Indeks Saham di BEI. Indeks LQ45 mulai aktif pada bulan Februari tahun
1997 dan melengkapi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) setelah peluncuran Indeks Sektor (10
Sektor) pada bulan Januari tahun 1996. Menurut BEI, Indeks LQ45 adalah Indeks Saham yang terdiri dari
45 perusahaan yang memiliki transaksi saham paling likuid. Keunggulan dari Indeks LQ45 adalah saham-
saham dari 45 perusahaan ini ramai dan mudah diperjualbelikan di Bursa Efek Indonesia, karena
perusahaan yang terindeks LQ45 memiliki saham dengan likuiditas tinggi, kapitalisasi pasar besar dan
didukung oleh fundamental perusahaan yang baik. Adapun kriteria likuiditas yang digunakan dalam
menyeleksi saham yang menjadi konstituen LQ45 yaitu: termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan
kapitalisasi pasar tertinggi dalam 12 bulan terakhir; termasuk dalam 60 perusahaan teratas dengan nilai
transaksi tertinggi di pasar reguler dalam 12 bulan terakhir; telah tercatat di Bursa Efek Indonesia
selama minimal 3 bulan; memiliki kondisi keuangan, prospek pertumbuhan, dan nilai transaksi yang
tinggi; serta mengalami penambahan bobot free float menjadi 100% yang sebelumnya hanya 60% dalam
porsi penilaian. Perlu dicatat, bahwa Indeks LQ45 dihitung atau dievaluasi setiap enam bulan oleh Divisi
Riset Bursa Efek Indonesia. Untuk melengkapi uraian di atas, peneliti merangkum nama-nama
perusahaan yang konsisten tercatat sebagai anggota Indeks LQ45 selama periode penelitian tahun 2015-
2019 sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas, informasi yang ingin disampaikan oleh peneliti adalah dari hasil
evaluasi setiap enam bulan sekali oleh divisi riset BEI, hanya terdapat 27 perusahaan yang mampu
konsisten menghuni indeks LQ45 selama periode penelitian yaitu tahun 2015-2019. Daftar nama-nama
perusahaan di atas terdiri dari kombinasi berbagai sektor industri seperti industri manufaktur,
telekomunikasi, perdagangan, pertambangan juga bidang konstruksi dan bangunan. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa 27 perusahaan yang terdiri dari berbagai industri tersebut di atas merupakan
perusahaan-perusahaan unggulan dipasar modal karena berhasil menunjukan kinerja yang sangat baik.
Pencapaian tersebut adalah bukti dari keberhasilan pihak pengelola perusahaan. Sebab, manajemen
yang baik adalah kinerjanya dapat membawa keberhasilan bagi perusahaan, sehingga perusahaan
mampu memenangkan persaingan dan menjadi lebih unggul. Keunggulan tersebut ialah perusahaan
memiliki nilai perusahaan yang tinggi, karena perusahaan-perusahaan terindeks LQ45 didukung oleh
faktor-faktor sebagaimana disampaikan oleh pihak BEI yakni, memiliki kondisi keuangan, prospek
pertumbuhan, dan nilai transaksi yang tinggi. Selain itu, kapitalisasi pasar yang besar membuktikan
bahwa perusahaan terindeks LQ45 merupakan primadona bagi para investor, karena perusahaan
memiliki fundamental yang sangat baik, sehingga para investor merasa lebih aman dan lebih tertarik
untuk menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan tersebut (analisis.co.id, 26 november
2020).
Dalam mekanisme pasar modal, pihak-pihak yang memiliki kewenangan terhadap perusahaan
terpisah antara pengelola dan pemilik. Pemilik yaitu pemegang saham atau principal dan pengelola yaitu
manajemen atau agent. Principal mengangkat dan mempekerjakan agent untuk melakukan tugas sesuai
dengan kepentingan principal. Oleh sebab itu, pihak manajemen diberi wewenang untuk mengelola
kegiatan operasional serta memimpin pengambilan keputusan ekonomi perusahaan. Motif utama
pelaku usaha mendirikan suatu perusahaan adalah ingin memperoleh keuntungan yang sebesar-
besarnya dari kegiatan bisnisnya. Sama halnya dengan pelaku bisnis investasi, pemegang saham ingin
memperoleh keuntungan yang besar dari penanaman modalnya pada tingkat pengembalian saham atau
dividen serta peningkatan nilai pasar sahamnya ketika saham yang dimilikinya akan dijual kembali (Buku
creative Acc, 20..). J5 (2019) menyebutkan, manajemen perusahaan adalah pihak utama yang
bertanggungjawab atas kegiatan operasional perusahaan, maka kinerjanya dituntut agar dapat
menghasilkan laba yang maksimal bagi perusahaan. Buku Creative Accounting (20.. h ) juga
menambahkan bahwa secara moral tanggung jawab manajemen adalah meningkatkan kekayaan
pemegang saham sebagaimana dalam konsep teori keagenan yang dijelaskannya.
(mulai masuk konflik 2) paragraf ini berfokus pada kepentingan manajemen atas bonus)
Sebagaimana ditetapkan oleh DSAK IAI (Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia), penyusunan
laporan keuangan ialah berpedoman pada PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi keuangan), tujuan
utama yang ingin dicapai adalah agar informasi keuangan dapat difahami secara general oleh pengguna
laporan keuangan. J4 (2019) di dalam penelitiannya berpendapat bahwa PSAK memberikan keleluasaan
serta fleksibilitas kepada manajemen untuk memilih dan menentukan prinsip atau asumsi akuntansi. Hal
demikian yang menyebabkan adanya celah bagi manajemen untuk melakukan kebijakan akuntansi
tertentu yang dapat menaikkan atau menurunkan laba sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari
manajemen agar laporan keuangan terlihat menarik bagi para pengguna laporan keuangan. Perilaku
manajemen sebagaimana diuraikan di atas dikenal dengan istilah manajemen laba. hbb
Manajemen laba ialah istilah populer dari teknik akuntansi kreatif. Akuntansi kreatif ialah teknik
menyusun laporan keuangan yang memanfaatkan kebijakan akuntansi sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Praktik akuntansi kreatif berbeda dari praktik akuntansi yang biasa digunakan, karena
penyusunan laporan keuangan dipengaruhi oleh faktor-faktor kepentingan sehingga nilai yang tersaji
pada laporan keuangan tidak 100% objektif atau nilai laba merupakan subjektivitas “imajinasi” dari
penyusunnya (buku Cacc, 20..). Disamping itu, manajemen laba dapat didefinisikan dengan beberapa
sudut pandang, diantaranya: dilihat dari prosesnya, manajemen laba yaitu upaya untuk mengubah,
menyembunyikan, dan merekayasa angka-angka dalam laporan keuangan dan mempermainkan metode
dan prosedur akuntansi yang digunakan perusahaan (Sulityanto, 2008 dalam J8 2018). Sedangkan jika
dilihat dari tujuannya, manajemen laba yaitu aktivitas badan usaha untuk memanfaatkan teknik dan
kebijakan akuntansi guna mendapatkan hasil yang diinginkan (Sulistiawan, 2003 dalam buku Cacc, 20..).
Secara garis besar, tindakan manajemen laba dilakukan oleh manajer untuk mempengaruhi nilai laba
pada laporan keuangan dengan berbagai pola penyajian laba. Scott (1997) merangkum pola umum yang
banyak dilakukan dalam praktik manajemen laba, yaitu pola taking a bath, pola Income minimization,
pola income maximization, dan pola income smoothing.
Saat ini manajemen laba telah menjadi suatu fenomena umum yang terjadi di sejumlah
perusahaan baik di dalam maupun di luar negeri
Dalam kaitannya dengan pasar modal, suatu perusahaan sering melakukan penyusunan laporan
keuangan yang agresiv. Seperti yang dikemukakan oleh Anjay (20.. h ) yaitu …………,. Dapat disimpulkan
bahwa penyusunan laporan keuangan yang agresiv adalah ditujukan untuk mementingkan kepentingan
sebelah pihak, bukan untuk kepentingan publik. Akibatnya, informasi yang dituangkan pada laporan
keuangan tersebut merupaka hasil imajinasi penyusunnya. Jika informasi tersebut digunakan, maka akan
berdampak pada pengambilan keputusan yang salah yang pada akhirnya dapat merugikan para
pengguna laporan keuangan. Ceu santi (20.. h ) dalam penelitiannya, mengemukakan agresivitas laporan
keuangan dapat dilakukan dengan earnings management. Melengkapi pernyataan tersebut, Mang sandi
(20.. h ) juga mengemukakan motif earnings management dapat dilakukan dengan empat cara yakni:
taking a bath, income minimization, income maximization serta income smoothing.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh mang ukon (20.. h ), tindakan earnings manajemen
dibuktikan dengan analisis kualitatif dan kuantitatif, analisis kuantitatif ialah…….,. sedangkan analisis
kuantitatif merupakan proses mendeteksi tindakan earning management menggunakan salah satu
metode empiris pada laporan keuangan. Selain itu, kang jamal (20.. h ) dalam penelitiannya
mengemukakan deteksi earnings management dapat di buktikan secara langsung maupun tidak
langsung. Pembuktian langsung adalah dengan adanya corporate income restatement. Sedangkan
deteksi earnings management dengan bukti tidak langsung adalah menggunakan metode empiris pada
laporan keuangan. Berdasarkan uraian tersebut, dalam penelitian ini deteksi management laba adalah
menggunakan metode empiris dan pembuktian secara tidak langsung berdasarkan yang dikemukakan
oleh mang mang ukon dan kang jamal.
Terdapat beberapa metode empiris yang digunakan sebagai proksi earning management, salah
satunya adalah Modified jones model oleh khatari (2005) dalam mang sukri. MJM dianggap sebagai
proksi lebih tepat oleh peneliti, karena agresivitas pelaporan keuangan menggunakan earnings
management memanfaatkan celah akuntansi yang menggunakan basis akrual. Sehingga besar total
discretionary accruals setelah dikurangi dengan non discretionary accruals dapat merepleksikan tingkat
besarnya tindakan earning management oleh pihak manager perusahaan. Berikut ini adalah data
mengenai DA pada perusahaan yang dijadikan sebagai sampel penelitian:
Tabel 1.1
Dari tabel tersebut dapat disimpulkan perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel penelitian
memiliki angka DA yang besar, menurut ceu titin (20.. h ), angka DA yang besar menunjukan probabilitas
perusahaan melakukan ML. pernyataan tersebut didukung dengan hasil penelitian ceu cicih (20.. h )
yakni ………,.
Pada penelitian yang dilakukan oleh J.PA-LKA (20.. h ), salah satu upaya yang dilakukan dalam
manajemen laba teruma motif peningkatan laba adalah pengendalian beban perusahaan, dimana salah
satunya adalah pajak. pajak merupakan komponen biaya yang materialitas bagi perusahaan, sehingga
pajak dianggap dapat mengurangi laba yang akan diperoleh perusahaan. menurut UU perpajakan
besarnya tarif pajak penghasilan badan (PPh Badan) ialah laba dikali tarif pajak efektif. Selain itu, ceu
cicih (20.. h) juga menjelaskan bahwa pajak merupakan pemindahan kekayaan perusahaan kepada
negara maka secara tidak langsung besarnya pajak yang dibayar kepada negara, secara tidak langsung
akan mengurangi tingkat pengembalian yang akan diterima oleh pemegang saham. Selain demikian,
target laba akan sukar untuk dicapai karena terganggu dengan pemabayaran pajak kepada negara.
Aspek-aspek demikian akan mendorong timbulnya pelaporan pajak yang agresiv.
Sebagai seorang wajib pajak badan yang diatur oleh undang-undang berkewajiban membayar
beban pajak atas penghasilannya Uup/xxx/2131. Dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, negara
memberikan wewenang kepada Wajib pajak badan untuk melakukan sendiri penghitungan dan
pelaporan perpajakannyakepada negara, hal ini sesuai dengan isi yang terkandung dalam Prinsip self
Assesment sistem pada UUPajak KUP. Wewenang untuk memenuhi perpajakannya sendiri kepada
negara dapat dgunakan oleh wajib pajak badan untuk melakukan manajemen pajak dengan baik.
Manajemen pajak atau perencanaan pajak adalah mengatur pajak untuk meminimalkan beban pajak
yang harus dibayar perusahaan kepada negara. Menurut perspektif kepatuhan, perencanaan pajak
dilakukan adalah dengan tujuan agar wajib pajak dapat melakukan kewajiban pajaknya dengan efisien
serta untuk menghindari sanksi perpajakan. Dengan wewenang sebagai mana dalam self assesment
system, perusahaan dapat merencanakan pajaknya yang pada intinya untuk menghindari kerugian yg
lebih besar atas pembayaran pajak, dengan tetap memperhatikan UU perpajakan yg berlaku di
Indonesia.
Selain dari pada menyusun laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban publik, perusahaan
juga diharuskan untuk menyusun laporan pajak sebagai pertanggungjawaban kewajiban perpajakannya.
Dalam UU Pajak, Pajak merupakan iuran wajib kepada negara bersifat memaksa. Dasar perhitungan
pajak adalah laba kena pajak.
Berdasarkan prinsip self assesment didalam UU KUP, memperbolehkan manajemen menyususn sendiri
laporan pajak untuk kewajiban perpajakannya.
Pada umumnya laporan keuangan komersial atau untuk keperluan bisnis menggunakan basis akrual,
dimana pendapatan dicatat pada saat terjadi penjualan meskipun kas belum diterima, sedangkan biaya
dicatat pada saat biaya tersebut dipakai atau digunakan, meskipun belum mengeluarkan kas. Hal ini
dianggap lebih mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang sebenarnya. Sebab, pencatatan
dilakukan saat terjadinya transaksi, bukan saat kas diterima atau dikeluarkan.