Anda di halaman 1dari 12

1.

Review tentang perusahaan blue chip

Saham perusahaan yang masuk blue chip merupakan perusahaan yang diakui secara

nasional, mapan, dan sehat secara keuangan. Perusahaan masuk kategori blue chip biasanya

menjual produk dan layanan berkualitas tinggi yang diterima secara luas. Perusahaan tersebut

juga tahan terhadap penurunan dan beroperasi dengan menguntungkan meski hadapi kondisi

ekonomi yang buruk. Adapun istilah “blue chip” pertama kali digunakan untuk

menggambarkan saham dengan harga tinggi pada 1923.

Saat itu, seorang karyawan di Dow Jones, Oliver Gingold mengamati perdagangan saham

tertentu dengan harga USD 200 atau lebih per saham. Ia menggunakan frasa tersebut untuk

pertama kali ketika berdiri di samping ticker perusahaan yang akhirnya menjadi Merril Lynch.

Setelah mengamati beberapa saham yang diperdagangkan dengan harga USD 200-USD 250 per

saham dan lebih tinggi, ia melaporkan kepada Lucien Hooper dari Hutton and Company, dan

dia akan kembali ke kantor sehingga dapat menulis mengenai saham blue chip ini. Dari

Gingold, istilah saham blue chip menjadi terkenal hingga sekarang. Istilah blue chip tersebut

berasal dari arena permainan poker, seorang pemain poker bertaruh dengan warna biru, putih

dan merah. Kepingan biru memiliki nilai lebih dari pada kepingan merah dan putih.

Saat ini, saham blue chip tidak selalu mengacu pada saham dengan label harga tinggi

tetapi lebih berkualitas tinggi dan bertahan dalam ujian waktu. Di Amerika Serikat (AS),

saham blue chip umumnya merupakan komponen dari indeks saham acuan seperti indeks Dow

Jones Industrial Average, S&P 500, Nasdaq. Selain itu, masuk indeks saham TSX-60 di

Kanada, dan indeks FTSE di Inggris Raya. Biasanya perusahaan masuk blue chip termasuk

perusahaan multinasional yang telah beroperasi selama beberapa tahun.


Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menuturkan, perusahaan yang

masuk saham blue chip berarti mencatat kinerja terbaik di sektornya. Kategori perusahaan

terbaik di sektornya tersebut, menurut Hans dilihat dari fundamental kinerja keuangan,

menguasai pangsa pasar, mencatatkan aset besar, dan kinerja perusahaan bertumbuh.

Hans mengatakan,  saham blue chip ini berbeda dengan saham LQ45. Hans menuturkan,

saham LQ45 termasuk 45 saham yang dilihat dari likuiditasnya dalam enam bulan terakhir.

“Saham LQ45 likuiditas paling tinggi, ada 45 saham biasanya terbaik di sektornya.

Saham blue chip bisa masuk LQ45. Namun, saham LQ45 belum tentu masuk saham blue chip

karena tidak semua saham likuid itu berkinerja baik,” ujar dia. Ia menambahkan, pergerakan

saham blue chip juga lebih stabil dan menjadi pilihan institusi besar. Hal ini berbeda dengan

saham lapis dua dan tiga cenderung bergejolak.

Hans mencontohkan kalau di Indonesia, saham yang termasuk saham blue chip antara

lain ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT

Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Unilever Indonesia Tbk

(UNVR), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Hans menambahkan, saham blue chip ini cocok bagi investor untuk jangka panjang

dengan rentang waktu lebih dari tiga tahun. Hal ini lantaran lebih aman karena mencerminkan

fundamental perusahaan.

Berikut ini paparan tentang saham blue chip 2020 hingga 2021, baik yang tergolong

LQ45 atau bukan.

Bank Central Asia (BCA) – BBCA


Tak dapat dipungkiri bahwa Bank BCA merupakan bank swasta terbesar yang ada di

Indonesia. Bank ini juga tergolong salah satu bank terbaik dengan jaringan paling luas serta

nasabah yang sangat banyak.

Perusahaan perbankan ini dikelola dengan efektif dan efisien sehingga memiliki ROA

atau Return on Asset yang paling tinggi bila dibandingkan dengan bank lain. Inilah yang

membuat saham BCA memiliki volume 11.378.100 lembar saham dengan harga terakhir Rp

31.950.

Di tahun 2020, Bank BCA membagikan dividen final pembukuan 2019 sebesar Rp 455

per lembar saham. Sebelumnya BEI telah membayar dividen interim sebesar Rp 100 per saham

pada Desember 2019. Jadi total dividen yang diberikan BCA sebanyak Rp 555 per saham.

Fundamental yang baik dan kokoh, membuat saham BCA termasuk dalam daftar saham

blue chip non syariah 2020 yang layak untuk dibeli.

Bank Rakyat Indonesia (BRI) – BBRI

Saham blue chip lain yang diminati oleh banyak investor adalah saham Bank BRI atau

BBRI. Saham BBRI memiliki performa yang baik serta tergolong aktif dalam perdagangan bursa

efek.

Saham ini memiliki kapitalisasi pasar yang fantastis sebesar Rp 372,35 triliun per 31

Maret 2020. Bahkan jumlah saham BRI yang beredar di market mencapai 123.345.810.000.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja saham BRI adalah adanya komitmen yang

kuat untuk terus memberikan kredit pada usaha kecil seperti UMKM. BRI juga sering melakukan

stock split yang bertujuan untuk menarik minat masyarakat terhadap saham ini.

Kinerja saham blue chip BRI yang bersemangat dan hebat berasal dari komitmen yang

baik untuk terus memberikan pinjaman kredit kepada UMKM. Fundamental saham BRI sangat

baik dan konsisten sehingga layak masuk dalam jajaran saham blue chip.

Unilever – UNVR

Unilever merupakan perusahaan consumer goods terbesar di Indonesia yang produknya

sudah dikenal dan digunakan oleh masyarakat. Unilever memiliki ROE 100 persen sejak 2014

dan mencapai 14 persen pada tahun 2018. Profit dari Unilever sendiri mencapai Rp 9 triliun pada

tahun 2018 lalu. Dengan tingginya ROE tersebut membuktikan bahwa Unilever mampu

menghasilkan laba secara rutin yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham.

Saham Unilever sendiri tidak memiliki hutang bank karena telah memiliki pendapatan

yang sangat besar dibandingkan dengan aset perusahaan. Kondisi ini menunjukkan efisiensi

perusahaan dalam menjalankan bisnis. Itulah sebabnya mengapa saham Unilever tergolong

saham blue chip yang memiliki fundamental baik dan cocok untuk dijadikan investasi jangka

panjang.

Telkom Indonesia – TLKM


Telekomunikasi Indonesia atau Telkom juga tergolong saham blue chip karena memiliki

konsistensi tinggi dalam memperoleh laba bersih dari tahun ke tahun. Meskipun kondisi ekonomi

sedang tak pasti, kondisi saham Telkom cenderung stabil dan tidak anjlok.

ROE Telkom terus bertumbuh sebesar 22,03 persen serta rutin membagikan dividen

kepada pemegang saham setiap tahunnya. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, dividen

payout Telkom meningkat dari 40 persen menjadi 90 persen profit.

Mengingat Telkom merupakan perusahaan penguasa di bidang telekomunikasi, tidak

heran jika saham Telkom cenderung diburu oleh investor lantaran memiliki nilai yang tidak

turun terutama untuk jangka waktu panjang.

PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk – ICBP

Saham perusahaan produsen mie instan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk tergolong

saham blue chip karena mapan dan memiliki fundamental baik.

Pertumbuhan penghasilan perusahaan terus tumbuh secara konsisten dari tahun ke tahun.

Perusahaan ini mampu menghasilkan laba dengan ROE hingga 21 persen dan ROA sebesar 13,7

persen. Angka ini tergolong sangat jauh diatas rata-rata saham perusahaan produsen makanan di

bursa.

Saham ICBP tergolong saham blue chip yang aman untuk diinvestasikan karena memiliki

pertumbuhan baik serta memiliki nama atau brand yang terbukti berkualitas. Saham ini juga

layak untuk menjadi investasi jangka panjang.

Bank Mandiri – BMRI


Kinerja saham Bank Mandiri tahun lalu tercatat tumbuh 9,9 persen dibandingkan tahun

sebelumnya serta memiliki laba bersih senilai Rp 27,5 triliun.

Bank Mandiri cenderung stabil karena mampu menyeimbangkan pertumbuhan kredit dan

laba bersih. Selain itu, Bank Mandiri juga memiliki performa jangka panjang yang return-nya

stabil sehingga cocok diinvestasikan dalam jangka panjang. Hal ini juga sejalan dengan posisi

Bank Mandiri sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia.

PT Perusahaan Gas Negara – PGAS

Perusahaan Gas Negara merupakan perusahaan BUMN milik Indonesia yang bergerak di

bidang transportasi dan distribusi gas bumi. Perusahaan ini berperan dalam pemenuhan gas bumi

domestik.

Saham Perusahaan Gas Negara atau PGAS termasuk saham blue chip yang layak

dikoleksi karena memiliki peluang yang bagus. Performa PGAS secara keseluruhan sangat prima

dan memiliki fundamental baik.

Harga per lembar saham PGAS saat ini mencapai Rp 1.215 yang artinya naik drastis dari

harga di tahun 2019 lalu yang masih dibanderol dengan Rp 605 per lembar sahamnya. Hal ini

menunjukkan bahwa saham PGAS merupakan saham blue chip yang cocok dijadikan investasi.

PT Astra International Tbk – ASII

Saham dari PT Astra International Tbk juga tergolong saham blue chip. Perusahaan ini

tercatat memiliki 6 lini bisnis seperti otomotif, jasa keuangan, teknologi informasi, alat berat,

infrastruktur, dan juga logistik. Dengan dukungan beberapa anak perusahaan Astra yang
bergerak di bidang perakitan dan distribusi mobil, penjualan alat berat, pertambangan,

perkebunan dan teknologi informasi, perusahaan ini tergolong mapan dan berkuasa di Indonesia.

Itulah sebabnya saham dari Astra layak untuk dikoleksi karena memiliki potensi capital

gain yang tinggi, Terlebih di masa pandemi seperti ini, saat harga saham jatuh, saham Astra bisa

dibeli dengan harga yang murah. Nantinya dalam jangka waktu panjang, saham blue chip ini

memiliki potensi untuk terus meningkat karena memiliki fundamental baik.

PT Bank Negara Indonesia – BBNI

Saham blue chip lain yang layak untuk dimiliki adalah saham dari PT Bank BNI atau

BBNI. PT Bank BNI merupakan salah satu perbankan milik BUMN yang telah memiliki nama di

Indonesia. PT Bank BNI didirikan pada tahun 1946 yang pada saat itu fokus pada korporasi,

ritel, dan konsumen. Perusahaan ini juga memiliki anak perusahaan yang bergerak di bidang

asuransi, keuangan, dan sekuritas.

BEI mencatatakan bahwa saham BBNI memimpin daftar saham teraktif yang paling

diincar oleh investor asing. Total pembelian saham oleh investor asing atas BBNI mencapai 8,25

juta lembar saham.

Masa pandemi COVID-19 membuat beberapa saham blue chip mengalami koreksi harga

yang signifikan dari harga normal. Namun para pakar mengatakan bahwa masa sekarang

merupakan waktu yang tepat untuk berinvestasi karena jika kondisi sudah normal, harga saham

BBNI akan mengalami pemulihan. Untuk itulah saham BBNI cocok untuk diinvestasikan dalam

jangka panjang.
United Tractors Tbk – UNTR

United Tractors merupakan perusahaan distributor alat berat ternama dan terbesar di

Indonesia. Perusahaan ini bergerak di berbagai bidang usaha seperti mesin konstruksi, kontraktor

pertambangan, pertambangan emas dan batu bara, konstruksi sipil, dan industri.

Berbagai produk ternama seperti Komatsu, Tadano, Bomag, dan UD Trucks merupakan

produk yang didistribusikan oleh United Tractors. Hingga saat ini United Tractors memiliki 183

tutuk layanan di seluruh Indonesia yang meliputi 20 kantor cabang, 35 site support, serta 25

kantor perwakilan.

Laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan ini mencapai Rp 7,2 triliun dengan

pendapatan Rp 75,1 triliun pada akhir Juni 2020 lalu. Dengan kondisi tersebut, saham UNTR

tergolong saham blue chip yang cukup mapan dan rekomended untuk dikoleksi.

Aneka Tambang Tbk – ANTM

Aneka Tambang atau Antam merupakan perusahaan milik BUMN Indonesia yang aktif

bergerak di bidang eksplorasi, penambangan. pengolahan dan juga pemasaran sumber daya

mineral. Antam memiliki komoditas utama yang diperdagangkan seperti biji nikel, feronikel,

emas, perak, serta bauksit. Perusahaan ini juga memiliki jasa utama yaitu pengolahan serta

pemurnian logam mulia.

Saham Antam merupakan saham blue chip yang telah diperdagangkan hingga 202,97 juta

lembar saham. Nilai transaksinya mencapai Rp 172,30 miliar. Meskipun harga saham ini sempat
naik turun dan bergejolak karena kondisi ekonomi yang kurang stabil, namun pergerakan saham

ini tergolong mapan dan memiliki fundamental baik.

PT Gudang Garam Tbk – GGRM

Saham perusahaan lain yang tergolong saham blue chip adalah saham dari PT Gudang

Garam Tbk. PT Gudang Garam Tbk merupakan perusahaan rokok ternama di Indonesia yang

sudah berdiri sejak tahun 1958. Produk rokok dari Gudang Garam sudah sangat terkenal baik di

dalam maupun di luar negeri.

Kinerja saham dari Gudang Garam diprediksi akan meningkat tahun depan dan tahun-

tahun berikutnya. Hal ini sejalan dengan penjualan rokok pada kuartal II di tahun 2020 tetap

stabil meskipun sedang dalam masa pandemi COVID-19.

Pendapatan Gudang Garam hanya turun 0,6 persen saja, mengalahkan HM Sampoerna

yang turun 21,8 persen secara year on year. Dari segi valuasi, Gudang Garam juga cukup atraktif

meskipun daya beli masyarakat sedang turun saat ini.

Mirae Asset Sekuritas memberikan rekomendasi beli untuk saham emiten rokok GGRM.

Kinerja perseroan diprediksi akan meningkat pada tahun depan.

Analis Sinarmas Sekuritas Andrianto Saputra dalam studinya pada 3 Agustus 2020

mengatakan, GGRM mampu mempertahankan penjualan pada kuartal II-2020 meskipun

situasinya tidak prima.

HM Sampoerna Tbk – HMSP


Sampoerna merupakan perusahaan rokok ternama di Indonesia. Perusahaan ini

memproduksi dan mendistribusikan rokok kretek yang sudah diterima dan dikenal baik oleh

masyarakat. Produk andalannya yang sangat legendaris adalah Dji Sam Soe.

Sampoerna berada di bawah PT Philip Morris International Inc yang merupakan

perusahaan rokok internasional terkemuka dengan produk andalan Marlboro. Karena tergolong

mapan, saham dari Sampoerna tergolong saham blue chip yang memiliki capital gain ketika

dijadikan investasi jangka panjang.

Meski saham Sampoerna sempat mengalami penurunan volume penjualan,

namun sekuritas masih merekomendasikan pemegang saham untuk hold atau menahan saham

ini. Banyak investor yang juga percaya bahwa nilai saham ini akan kembali pulih bahkan

meningkat setelah memasuki tahun 2021.

PT Mayora Indah Tbk – MYOR

PT Mayora Indah atau biasa dikenal dengan Mayora merupakan perusahaan makanan dan

minuman atau consumer goods  yang didirikan pada tahun 1977. Perusahaan ini sudah diakui

sebagai produsen produk makanan dan minuman ringan terkenal yang produknya dapat diterima

pasar. Mayora telah diakui keberadaannya dengan munculnya produk-produk terkenal di dunia,

seperti Astor, Energen, Torabika, Kopiko, dan sebagainya.

Saham dari PT Mayora memang sempat jatuh bangun di tahun ini, meskipun demikian

kemapanan perusahaan membuat saham Mayora termasuk dalam kelompok saham blue chip.

Meskipun demikian, di tahun 2021 mendatang saham Mayora digadang-gadang akan mengalami

kenaikan dan penjualan yang meningkat.


2. Review Perkembangan IHSG dan Indeks Saham Internasional

Indeks harga saham gabungan (IHSG) diperkirakan masih bergerak di dalam rentang

konsolidasinya pada perdagangan hari Senin (5/7/2021). Pada pekan lalu,  IHSG ditutup pada

level 6.023,008, naik 0,01 persen dari 6.022,399 pada pekan sebelumnya. Kenaikan ini terjadi di

tengah pemberlakuan PPKM Darurat. Adapun pada perdagangan Jumat (2/7/2021), IHSG

ditutup naik 17,05 poin atau 0,28 persen menjadi 6.023,01. Sepanjang sesi, indeks bergerak di

rentang 6.014,87-6.043,43. Jelang PPKM Darurat CEO Indosurya Bersinar Sekuritas William

Surya Wijaya mengatakan perkembangan pergerakan IHSG masih belum menunjukkan akan

menggeser rentang konsolidasinya ke arah yang lebih baik. Namun, William mengatakan

momentum dari pergerakan yang fluktuatif di dalam pergerakan IHSG dapat dimanfaatkan bagi

investor jangka pendek, menengah maupun panjang. William memperkirakan IHSG akan

bergerak dalam kisaran 5.913-6.123 hari ini. 13:35 WIB Awal Sesi II, IHSG melemah 0,48

persen Indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah 0,48 persen atau 29 poin ke level

5.994,01 pada awal sesi II. Sepanjang perdagangan, IHSG bergerak dalam kisaran 5.988,47-

6.036,98. 11:33 WIB Akhir sesi I, IHSG melemah 0,52 persen Indeks harga saham gabungan

(IHSG) melemah 0,52 persen atau 31,37 poin ke level 5.991,64 pada akhir sesi I. Sebanyak 197

saham menguat, 281 saham melemah, dan 156 saham lainnya stagnan. 11:13 WIB IHSG

melemah 0,44 persen Indeks harga saham gabungan (IHSG) melemah 0,44 persen atau 26,49

poin ke level 5.996,52 pada puku. 11.13 WIB. Sebanyak 197 saham menguat, 270 saham

melemah, dan 167 saham lainnya stagnan. 10:12 WIB IHSG berbalik melemah Indeks harga

saham gabungan (IHSG) terpantau berbalik melemah 0,1 persen atau 6,24 poin ke level

6.016,77. Sebanyak 226 saham menguat, 218 saham melemah, dan 175 saham lainnya stagnan.

08:58 WIB IHSG dibuka menguat tipis Indeks harga saham gabungan (IHSG) dibuka menguat
tipis 0,02 persen atau 1,16 poin ke level 6.024,17. Sebanyak 23 saham menguat, 4 saham

melemah, dan 18 saham lainnya stagnan.

Indeks bursa Wall Street mencapai level tertinggi baru pada Jumat (2/7), dengan indeks

S&P ditutup menguat 7 hari berturut-turut, setelah data pekerjaan Amerika Serikat di bulan Juni

2021 menunjukkan perekrutan yang kuat.

Tiga indeks utama Wall Street yakni S&P, Dow dan Nasdaq ditutup pada rekor tertinggi.

Rekor tersebut merupakan rekor penutupan terpanjang berturut-turut sejak Juni 1997.

Jumat (2/7), indeks Dow Jones Industrial Average naik 152,82 poin atau 0,44% menjadi

34.786,35, indeks S&P 500 menguat 32,4 poin atau 0,75% ke 4.352,34. Sementara, indeks

Nasdaq Composite naik 116,95 poin atau 0,81% menjadi 14.639,33.

Anda mungkin juga menyukai