Karyawan
BAB I
Latar belakang
Persaingan bisnis di sektor perbankan semakin tajam. Manajemen bank harus proaktif
dan dapat memberi jasa yang memuaskan kepada nasabahnya agar dapat bertahan dan
berkembang, caranya adalah memahami persepsi mengenai jasa bank serta menerapkannya
sesuai dengan apa yang diinginkan nasabahPara karyawan dituntut untuk dapat melaksanakan
tugas yang dibebankan kepada- nya secara profesional, bekerja keras, disi- plin, jujur, loyalitas
tinggi, dan penuh dedi- kasi untuk keberhasilan pekerjaannya Bank dalam upaya pembentukan
keunggulan kompetitif dituntut untuk mampu melakukan perbaikan terus-menerus (continuous
improvement). Bank harus dinamis dan senantiasa memberi pelayanan yang terbaik terhadap
pelanggannya. Apabila Bank tidak dikelola secara profesional, maka dapat dipastikan akan
menimbulkan ketidakmampuan untuk bersaing, sehingga Bank akan mengalami kerugian atau
kemunduran.Kinerja Bank secara finansial mengalami peningkatan dari tahun ketahun.
Namun demikian, peningkatan ki nerja finansial tidak secara langsung menunjukkan
peningkatan kinerja karyawan. Masalah kinerja karyawan yang dihadapi Bank selama ini, antara
lain: penyelesaian tugas oleh karyawan secara berkualitas tidak sesuai dengan yang diharapkan
perusahaan, timbulnya ketidak- puasan (kurang puas) sebagian nasabah oleh sistem pelayanan
Bank, karyawan tidak disiplin baik berdasarkan aspek kehadiran kerja maupun kepatuhan
terhadap peraturan jam kerja sehingga ber- akibat pada penyelesaian pekerjaan tidaktepat waktu
dan efisiensi waktu terabaikan, pemahaman karyawan atas job description masih bervariasi
sehingga penyelesaian tugas belum mencapai hasil yang optimal, terdapat ketidaksesuaian antara
hasil evaluasi kinerja individual dan hasil evaluasi kinerja unit/perusahaan sehingga timbul rasa
ketidakadilan bagi sebagian karyawan atas evaluasi kinerja oleh manajemen, sistem kerja yang
cenderung bersifat ruti- nitas menyebabkan rendahnya kreativitas inovatif karyawan, dan
penerapan system manajemen kinerja tidak secara langsung meningkatkan kinerja karyawan.
Bank sebagai pengelola dana pemerintah daerah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota, dapat menjalankan kegiatan operasionalnya dengan kondisi pere konomian
yang relative baik. Kondisi ini membuat karyawan merasa berada dalam “comfort zone” yang
menyebabkan tidak ada motivasi bekerja lebih giat, selain itu juga didukung dengan tanpa
adanya penetapan sasaran kinerja. Oleh karenanya, tahun 2012 direncanakan akan diterapkan
manajemen kinerja secara bertahap agar kinerja Bank Sulselbar dapat ditingkatkan melalui
peningkatan kinerja karyawan, antara lain melalui peningkatan kedisiplinan dan target
penyelesaian tugas sehingga jabatan dapat lebih dipertanggungjawabkan, serta perilaku
karyawan diarahkan sesuai dengan nilai-nilai budaya perusahaan.
Dalam upaya peningkatan kinerja kar- yawan yang diharapkan maka dipandang perlu
melakukan penelitian yang menguji dan menganalisis faktor-faktor yang mem- pengaruhi kinerja
karyawan. Kajian tentang sumber daya manusia dan keorganisasian yang menyoroti faktor-faktor
yang mem- pengaruhi kinerja telah banyak dilakukan. Faktor yang sangat umum dan hamper
selalu dikaji dalam penilaian kinerja ini adalah faktor peran kepemimpinan dan pengembangan
sumber daya manusia.
Kepemimpinan dan pengembangan sumber daya manusia diharapkan mampu
menciptakan kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja yang dirasakan akan menimbulkan
motivasi untuk menghasilkan kinerja kar- yawan yang diharapkan. Penelitian ini menguji dan
menganalisis pengaruh kepemimpinan dan pengem- bangan sumber daya manusia terhadap
kepuasaan kerja dan motivasi kerja serta kinerja karyawan Bank Sulselbar yang secara teknis
ditunjukkan melalui analisis model persamaan struktural atau structural equation modeling
(SEM) yang berbasis teori dan konsep, dari paket program analysis of moment structure
(AMOS). Adanya variable kepuasan kerja dan motivasi kerja dijadikan variabel intervening
dalam penelitian ini karena diharapkan akan mempengaruhi secara tidak langsung faktor
kepemimpinan dan pengembangan sumber daya manusia yang merupakan variabel eksogen
terhadap variabel kinerja karyawan yang merupakan variabel endogen.
Beberapa faktor independen yang mempengaruhi kinerja karyawan Bank, yaitu:
kepemimpinan dan pengembangan sumber daya manusia. Diduga beberapa faktor independen
tersebut berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, dalam arti semakin baik kepemimpinan
yang terjadi di Bank Sulselbar dan semakin baik penerapan program pengembangan sumber daya
manusia yang diterapkan di Bank maka akan semakin baik pula tingkat kepuasan kerja, motivasi
kerja, dan kinerja karyawannya. Fokus penelitian ini adalah ingin menguji pengaruh faktor mana
yang paling berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-
penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini menggunakan faktor kepe- mimpinan dan
pengembangan sumber daya manusia sebagai variabel independen, kepuasan kerja dan motivasi
kerja sebagai variabel intervening, serta kinerja karyawan sebagai variabel dependen.
Diduga factor kepemimpinan dan pengembangan sumber daya manusia dalam sebuah
organisasi akan menimbulkan rasa puas pada diri karyawan sehingga dapat mempengaruhi sikap
dan perilaku karyawan untuk selalu termotivasi, bersemangat, optimis, dan percaya diri yang
pada akhirnya mampu membawa karyawan mencapai kinerja yang optimal. Sumberdaya
manusia merupakan salah satu bagian yang berada di dalam perusahaan yang memiliki peran
penting pada setiap aktivitas atau proses yang terjadi di organisasi atau perusahaan. Perusahaan
harus mampu mengelola sumberdaya manusianya dengan baik apabila ingin mencapai tujuan
perusahaan. Dalam pencapaian tujuan perusahaan perlu untuk membentuk, mengembangkan
kemampuan, memotivasi, serta memelihara sumber dayanya dengan baik dan sesuai dengan
kebutuhan perusahaan. Sumber daya manusia memiliki peran dan fungsi yang tidak tergantikan
dalam organisasi sebagai suatu penggerak di dalam organisasi.
Menurut (Dessler, 2017) manajemen sumberdaya manusia ialah suatu proses untuk
mendapatkan, melatih, menilai dan mengkompensasi karyawan, serta berguna dalam mengelola
hubungan karyawan, keselamatan, kesehatan, serta keadilan bagi karyawan. Dalam mengelola
sumber daya manusia yang dapat diperhatikan ialah hasil kerja yang dilakukan oleh karyawan di
dalam perusahaan. Perusahaan membutuhkan karyawan yang sesuai secara kemampuan dalam
mengerjakan setiap tugas-tugas dengan efektif dan sesuai ketentuan perusahaan.
Menurut (Robbins & Judge, 2017), kinerja merupakan hasil pencapaian karyawan dalam
pekerjaannya berdasar pada kriteria tertentu yang ada di dalam pekerjaannya. Perusahaan dapat
menilai kinerja melalui kriteria yang terkait dengan pekerjaan karyawan atau bahkan sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan, selain itu mampu melihat segala bentuk
pekerjaan yang telah dilakukan beserta hasilnya. Penting sekali bagi perusahaan memperhatikan
kinerja karyawan dengan melakukan penilaian kinerja. Menurut (Moeheriono, 2018) karena
mampu menjadi parameter punishment dan reward, serta mengetahui seberapa jauh organisasi
menjalankan visi dan misisnya. Berdasarkan itu juga, karyawan dapat mengetahui kemampuan
dan kesesuaian dalam pekerjaannya yang mana dapat menunjang karirnya dengan begitu perlu
bagi perusahaan meningkatkan kinerja karyawan.
Hasil penelitian (Nurhayana, 2019) mengungkapkan bahwa selain motivasi, kepuasan
kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Pengaruh yang diberikan
oleh kepuasan kerja dapat meningkatkan dan menurunkan kinerja karyawan. Meningkatkan
kinerja karyawan menurut (Busro, 2020) dapat dilakukan dengan melakukan peningkatan pada
kepuasan kerja, tingkat imbalan, keterampilan, kemampuan afeksi, dan kreativitas individu.
Hasil penelitian dari (Winata et al., 2016) menyatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh
kepuasan kerja yang mana kinerja karyawan akan tinggi jika kepuasan kerja ditingkatkan.
Melalui hasil penelitian terkait kepuasan kerja dan kinerja bahwa kepuasan kerja berpengaruh
positif secara signifikan terhadap kinerja karyawan (Kartika et al., 2019). Kepuasan kerja
menjadi pendorong hasil kerja karyawan dan perusahaan dikarenakan kepuasan kerja ialah hasil
dari persepsi karyawan terkait dengan seberapa baik pekerjaannya memberikan suatu hal
tertentu yang dinilai penting, Kaswan (2017).
Pekerja yang memiliki kepuasan kerja akan menyukai situasi, lingkungan dinamika yang
sedang berlangsung, serta pekerjaan itu sendiri yang dikerjakannya. Dalam hasil penelitian
(Hartanto, 2016) bahwa kepuasan kerja ialah keadaan emosional menyenangkan dan tidak
menyenangkan ketika karyawan memandang pekerjaan mereka. Sama halnya dengan keadaan
emosional yang dapat meningkat dan menurun, kepuasan kerja memiliki pola yang dinamis.
Oleh karena itu, perusahaan perlu mengetahui alasan terjadinya peningkatan dan penurunan
kepuasan kerja karyawan dengan menciptakan norma dan nilai yang sesuai melalui budaya
organisasi. Penelitian sebelumnya oleh (Sholikhah et al., 2018) yang menyatakan bahwa budaya
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja.
Setiap organisasi atau perusahaan memiliki ciri khas atau karakteristik yang
menggambarkan perusahaan itu sendiri, sehingga organisasi pasti memiliki budaya tertentu yang
telah ada atau baru di dalamnya. Kemunculan budaya organisasi yang awalnya kepemilikan
budaya oleh individu pada akhirnya bergabung di dalam sebuah perusahaan yang mana dapat
muncul budaya baru atau bahkan melebur pada budaya yang telah ada di dalam organisasi. Hal
itu harus diajarkan kepada seluruh anggota termasuk anggota baru agar seluruh karyawan
mampu mengkaji, berpikir, dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan pemikiran dan
nilai-nilai yang ada antara pekerja dan organisasi supaya terbentuk kenyamanan terhadap
pekerjaan sehingga menciptakan kepuasan kerja dan tercapainya tujuan organisasi.
Selain budaya organisasi, faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja
adalah motivasi, (Marzuki et al., 2018) dan (Dewi, 2019) menyimpulkan bahwa motivasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Apabila perusahaan memberikan
motivasi yang tepat bagi para pekerja yang ada di dalamnya, maka mereka akan semaksimal
mungkin melakukan setiap pekerjaan dan meyakini dengan mewujudkan keberhasilan organisasi
mencapai tujuannya sehingga kepentingan-kepentingan mereka dapat terpenuhi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja?
2. Apakah pengembangan sumber daya manusia berpengaruh terhadap kepua- san kerja?
3. Apakah kepemimpinan berpengaruh ter- hadap motivasi kerja?
4. Apakah pengembangan sumber daya manusia berpengaruh signifikan ter- hadap motivasi
kerja?
5. Apakah kepemimpinan berpengaruhterhadap kinerja karyawan?
6. Apakah pengembangan sumber daya manusia berpengaruh terhadap kinerja karyawan?
7. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap motivasi kerja?
8. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan?
9. Apakah motivasi kerja berpengaruhterhadap kinerja karyawan?
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai cara dari seorang pemimpin (leader)
dalam mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh unsur unsur di dalam kelompok atau
organisasinya untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan
kinerja pegawai yang maksimal. Dengan meningkatnya kinerja pegawai berarti tercapainya hasil
kerja seseorang atau pegawai dalam mewujudkan tujuan organisasi. Kemampuan dan
keterampilan dari seorang pimpinan adalah faktor penting dalam memotivasi pegawainya agar
lebih bekerja dengan baik. Dengan demikian, secara tidak langsung motivasi dari pegawai
semakin meningkat. Pemimpin berfungsi untuk memandu, menuntun, membimbing,
membangunkan motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin komunikasi yang baik,
melakukan pengawasan secara teratur, dan mengarahkan pada bawahannya kepada sasaran yang
ingin dituju.
Drucker (Tika, 2010:152) secara khusus memandang gaya kepemimpinan adalah kerja.
Seorang pemimpin adalah mereka yang memimpin dengan mengerjakan pekerjaan setiap hari.
Pemimpin terlahir tidak hanya dalam hirarki manajerial ataupun bersifat formal, akan tetapi
dapat juga terlahir dalam kelompok kerja non formal. Kartini Kartono (Thoha, 2010:81),
menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah memandu, menuntun, membimbing,
membangun, memberi motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan komunikasi
yang baik, memberikan pengawasan yang efisien dan membawa pengikutnya kepada sasaran
yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan rencana yang telah ditetapkan .
Peran kepemimpinan memiliki posisi strategis dalam suatu organisasi. Handoko
(2001:90) menyatakan bahwa kenyataan para pemimpin dapat mempengaruhi kepuasan,
kenyamanan, rasa aman, kepercayaan, dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Oleh
karena itu kepemimpinan merupakan kunci dalam manajemen yang memainkan peran yang
penting dan strategis dalam kelangsungan suatu usaha. Davis (1996:87) berpendapat bahwa
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dengan rasa bersemangat
demi tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Berbagai gaya kepemimpinan terlahir dari
perkembangan teori kepemimpinan yang kesemuanya bermuara kepada peningkatan kinerja
organisasi. Gaya kepemimpinan yang tepat dalam suatu organisasi akan mengantarkan organisasi
itu dalam menujc kepada peningkatan kinerja.
Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain guna mencapai tujuan
tertentu (Winandi, 2002:47; Hugheset al., 2002; Robbins, 2002:163; Yukl, 2005:8). Dalam
kerangka bisnis seorang manajer adalah seorang pemimpin manakala ia mampu mempengaruhi
bawahan, rekan kerja atau bahkan atasan mereka untukmengarahkan usaha-usaha mereka guna
pencapaian tujuan organisasi hampir sebagian besar pendefinisian kepemimpinan memiliki titik
kesamaan kata kunci yakni “suatu proses mempe- ngaruhi”. Akan tetapi ditemukan
konseptualisasi kepemimpinan dalam banyak hal berbeda. Perbedaan dalam hal “siapa yang
menggunakan pengaruh, tujuan dari upaya mempengaruhi, cara-cara menggunakan pengaruh
tersebut”. Perbedaan tersebut dapat diukur dari kualitas pribadi, tindakan administrasi, hubungan
kerja, pemberian penghargaan, dan pemecahan masalah sebagai indikator dari kepemimpinan.
Fungsi Kepemimpinan
Seorang pemimpin merupakan pribadi yang memiliki keahlian khusus dengan
kemampuan yang dapat mempengaruhi kelompok yang dimpimpinnya untuk melakukan usaha
bersama yang mengarah kepada pencapaian sasaran tertentu. Hayati (2002) menyatakan bahwa
fungsi dari pemimpin dalam organisasi yaitu memprakarsai struktur, menjaga koordinasi dan
integritas organisasi, merumuskan tujuan organisasi, menentukan sarana serta cara-cara yang
efisien, menengahi pertentangan dan konflik-konflik yang muncul, mengadakan
evaluasi,mengadakan revisi, perubahan, inovasi, pengembangan serta melakukan
penyempurnaan dalam organisasi.
Berikut merupakan fungsi-fungsi pokok kepemimpinan agar kepemimpinan dapat
berjalan secara efektif dan efisien:
a. Mengambil Inisiatif
Inisiatif merupakan langkah awal dari sesuatu kegiatan yang bersifat baru. Berusaha
menciptakan suatu yang baru atau yang biasa disebut berkreasi.
b. Mengambil Keputusan
Inti dari pekerjaan memimpin adalah mengambil keputusan. Mengambil keputusan
berarti menentukan pilihan yang dianggap terbaik dari beberapa alternatif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Dalam kata lain mengambil keputusan adalah
berpikir logis. Efektifitas seorang pemimpin diukur dari cara bagaimana pemimpin
tersebut mengambil keputusan secara tepat atau tidak.
c. Berkomunikasi
Komunikasi merupakan usaha dalam menyampaikan ide-ide atau informasi kepada
orang lain. Berkomunikasi merupakan tugas pokok seorang pemimpin karena melalui
saluran komunikasilah kepemimpinan berjalan. Dalam kegiatan sehari-hari, pekerjaan
memimpin terwujud dalam bentuk meberikan perintah, instruksi, bimbingan
penjelasan dan sebagainya kepada orang-orang yang berada di dalam kelompok
kerjanya yang dilakukan secara lisan atau tulisan. Dengan demikian jelas bahwa
wujud pekerjaan memimpin adalah berkomunikasi.
d. Memotivasi
Kegiatan dari seorang pemimpin adalah memotivasi para pengikutnya agar mereka
senantiasa bersemangat melakukan tugas yang dikerjakan. Pemimpin yang ahli dalam
memotivasi pengikutnya pasti akan berhasil dalam melakukan tugasnya karena dapat
mencipatakan kelompok kerja yang efektif dan produktif.
3.Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja didefinisikan sebagai sikap umum individu terhadap pekerjaannya
(Robbins, 2006). Dalam hal ini adalah karyawan. Karyawan dapat menilai seberapa puas atau
tidak puas dirinya dengan pekerjaannya. Kepuasan kerja juga dapat digambarkan sebagai
keadaan emosional karyawan yang terjadi maupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa
kerja karyawan dan perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang
diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 2000: 142). Bukti-bukti penelitian
terhadap kepuasan kerja dapat dilihat dari beberapa kategori seperti kepemimpinan, kebutuhan
psikologis, penghargaan atau usaha, manajemen ideologi dan nilai-nilai, serta faktor-faktor
rancangan pekerjaan dan muatan kerja.
Menurut Wexley & Yukl (1997: 105) dalam Hunt et al (1985) kepuasan kerja adalah “the
way an employee feels about his her job”. Ini berarti kepuasan kerja sebagai “perasaan seseorang
terhadap pekerjaan”, yang nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala
sesuatu yang dihadapi di lingkungan pekerjaannya. Kepuasan kerja merupakan penilaian dari
pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya.
Kepuasan kerja juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan emosional karyawan yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan yang mana para karyawan memandang dari sudut
pandang pekerjaan mereka (Handoko, 2001: 193). Kepuasan kerja karyawan akan berpengaruh
terhadap sikap dan tingkah laku karyawan pada saat bekerja, terutama tingkah lakunya yang akan
tercermin dari tingkat kecelakaan kerja, tingkat absensi, tingkat moral, dan tingkat perputaran
tenaga kerja. Dimana semua ini akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerja karyawan.
Kepuasan kerja didefinisikan Susilo Martoyo (1992) sebagai salah satu aspek
psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, ia akan merasa
puas dengan kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan harapannya dengan
pekerjaan yang ia hadapi. Robbins and Judge (2011) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
perasaan positif pada suatu pekerjaan, yang merupakan dampak/hasil evaluasi dari berbagai
aspek pekerjaan tersebut. Menurut Locke (1976), kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau positif sebagai hasil dari penilaian kerja seseorang
atau pengalaman kerja.
Dapat disimpulkan kepuasan kerja atau job satisfaction secara sederhana adalah apa
yang membuat seseorang menyenangi pekerjaan yang dilakukan karena mereka merasa
senang dalam melakukan pekerjaannya. Pekerja dengan tingkat ketidakpuasan yang tinggi
lebih memungkinkan untuk melakukan hal – hal yang menghambat perusahaan itu sendiri.
Terdapat lima faktor penentu kepuasan kerja yang disebut dengan Job Descriptive Index (JDI)
(Luthans dan Spector dalam Robins, 2006), yaitualam Robins, 2006), yaitu:
1. .Pekerjaan itu sendiri Pekerjaan menjadi sumber mayoritas kepuasan kerja.
Tingkat dimana sebuah pekerjaan menyediakan tugas yang sesuai dengan
kemampuan karyawan, kesempatan belajar serta kesempatan untuk
mendapatkan tanggung jawab. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-
pekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan bermacam-macam tugas, kebebasan dan
umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan pekerjaannya sehingga
kesenangan dan kepuasan kerja dapat tercipta.
2. Gaji Faktor signifikan lain terhadap kepuasan kerja adalah upah dan gaji. Theriault
menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari jumlah absolut dari
gaji yang diterima, derajat sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan tenaga
kerja. Dengan adanya gaji, maka kepuasan individu akan muncul karena gaji
mampu menjawab kebutuhan individu. Judge dan Locke menyatakan karyawan
akan memperoleh kepuasan kerja apabila gaji yang didapat dari pekerjaannya
melebihi harapan karyawan
3. Kesempatan atau promosi Terbukanya kesempatan untuk memperoleh kenaikan
jabatan menyebabkan karyawan memiliki kesempatan untuk mengembangkan diri
dan memperluas pengalaman kerja. Mengacu pada sejauh mana pergerakan atau
kesempatan maju diantara jenjang berbeda dalam organisasi. Promosi mampu
memuaskan karyawan dengan pendapatan yang lebih tinggi, status sosial,
pertumbuhan secara psikologis dan keinginan untuk rasa keadilan.
4. Supervisor Dilihat dari kemampuan supervisor untuk menyediakan bantuan
teknis dan perilaku dukungan. Atasan yang memiliki hubungan personal yang
baik dengan bawahan serta mau memahami kepentingan bawahan memberikan
kontribusi positif bagi kepuasan kerja, dan partisipasi bawahan dalam
pengambilan keputusan memberikan dampak positif terhadap kepuasan kerja.
5. Rekan kerja Rekan kerja yang mendukung karyawan akan memenuhi
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan melakukan hubungan sosial.
Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial,
oleh karena itu apabila memiliki rekan keja yang ramah dan mendukung
akan mengarahkan kepada kepuasan kerja yang meningkat. Jika terdapat konflik
dengan rekan kerja, maka hal tersebut akan berpengaruh pada tingkat kepuasan
kerja terhadap pekerjaannya.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu
akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai-nilai yang
berlaku pada dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin
banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka
semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan dan jika kepuasan kerja karyawan diperhatikan
maka karyawan akan bekerja sejauh kemampua nnya agar memperoleh apa yang diharapkan
dalam bekerja. Apabila perusahaan memperhatikan kepuasan kerja karyawan, maka karyawan
akan semakin giat bekerja sehingga produktivitas kerja karyawan akan semakin tinggi pula.
Variabel-variabel yang menentukan kepuasan kerja adalah : kerja yang secara mental menantang,
kondisi kerja yang mendukung, dan rekan sekerja yang mendukung yang membentuk suatu
komitmen bersama. Katzel menyatakan bahwa karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang
secara mental menantang.
Pada kodisi tantangan yang sedang kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan
dan kepuasan (Cranny dan Stone, 1992: 66 dan Juliandi, 2003: 184). Teori Kepuasan Kerja
Terdapat Tiga macam Teori Kepuasan menurut Wesley & Yulk (1997: 186) :
1. Discrepancy Theory
Teori ini dipelopori oleh Porter (1961: 117). Porter mengemukakan bahwa untuk
mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya
dengan kenyataan yang dirasakan. Kemudian, Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan
kerja tergantung pada discrepancy antara should he (expectation, needs atau values) dengan apa
yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan.
Dengan demikian, orang akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan
dengan persepsinya atas kenyataan karena batas minimum yang diinginkan telah terpenuhi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wanousdan Lawler (dalam As'ad, 2003: 105)
mengemukakan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaannya \tergantung pada bagaimana
ketidaksesuaian (discrepancy) yang dirasakan.
2. Equity Theory
yang dikembangkan oleh Adam (1963). Pada prinsipnya teori ini mengemukakan bahwa
orang akan merasa puas sepanjang mereka merasa ada keadilan (equity).Prinsip teori ini
adalah bahwa seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia
merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas sesuatu atau faktor penentu.
Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi diperoleh dengan cara membandingkan
dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun ditempat lain (As’ad 1995:
125). Teori ini mengidentifikasikan elemen equity meliputi tiga hal, yaitu :
1) Inputs : Segala sesuatu yang berharga dirasakan karyawan sebagai masukan
terhadap pekerjaannya (misalnya ketrampilan dan pengalaman, dll).
2) Outcomes : Segala sesuatu yang berharga yang dirasakan sebagai hasil dari
pekerjaannya (misalnya gaji, insentif, dll).
3) Comparisons Persona : Perbadingan antara input dan outcomes yang
diperolehnya.
3. Two Factor Theory
Teori yang dikemukakan oleh Hezberg pada prinsipnya mengemukakan bahwa
kepuasan kerja dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak meruapakan variabel
yang continue (As’ad, 2003: 108). Berdasarkan hasil penelitian Hezberg membagi
situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua
kelompok yaitu :
a) Kepuasan Intrinsik atau motivator, faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya
sebagai sumber kepuasan yang terdiri dari : prestasi (achievement), pengakuan
(recognition) pekerjaan itu sendiri (work it self ), tanggung jawab (responsibility)
dan pengembangan potensi individu.
b) Kepuasan Ekstrinsik atau hygiene factors, yaitu faktor-faktor yang
terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, seperti : Kebijaksanaan dan administrasi
perusahaan (company policy and administration), supervision tehnical, upah
(salary), hubungan antar pribadi (interpersonal relations), kondisi kerja (working
condition) job security dan status.
Kepuasan kerja juga merupakan orientasi individu yang berpengaruh terhadap peran
dalam bekerja. Kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap seseorang atau
karyawan terhadap pekerjaannya dan hubungan dengan lingkungan kerja, jenis pekerjaan,
kompensasi, hubungan sosial di tempat kerja, dan lain-lain. Kepuasan kerja adalah dipenuhinya
beberapa keinginan dan kebutuhan melalui kegiatan kerja atau bekerja. Para ahli memberi
definisi atau konsep mengenai kepuasan kerja dengan ungkapan bahasa dan tinjauan dari sudut
pandang yang berbeda-beda namun makna yang terkandung dari definisi yang mereka ung-
kapkan pada umumnya sama, yaitu bahwa kepuasan kerja adalah sikap dan perasaan umum dari
seorang pekerja terhadap pe- kerjaannya (Davis and Newstroom, 2001: 103; Robbins, 2002:184).
Sementara itu menurut Burt, beberapa faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja
(As’ad, 2003: 195) adalah :
1) Faktor hubungan antar karyawan :
a. Hubungan antara manajer dengan karyawan
b. Faktor fisik dan kondisi kerja
c. Hubungan sosial diantara karyawan
d. Sugesti dari teman sekerja
e. Emosi dan situasi kerja
2) Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan sikap orang terhadap pekerjaannya, usia
seseorang sewaktu bekerja, dan jenis kelamin. 3) Faktor luar, yaitu yang berhubungan dengan
keadaan keluarga karyawan, rekreasi, dan pendidikan. Tingkat kepuasan kerja yang tinggi akan
mendorong karyawan senantiasa hadir dan mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya untuk
keberhasilan perusahaan. Sebaliknya bila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan timbul
ketidakpuasan dalam bekerja. Akibat yang ditimbulkan dari ketidakpuasan tersebut antara lain :
tingkat produktivitas menurun, tingkat absensi tinggi, tingkat turnover karyawan tinggi, prestasi
kerja menurun (Robbins, 2002: 224). Untuk mendapatkan hasil yang baik bagi perusahaan
ataupun karyawan maka diperlukan adanya kerjasama yang baik dari pihak karyawan dan pihak
perusahaan
4. Motivasi Kerja
Manajemen sumber daya manusia pada dasarnya berisikan langkah langkah perencanaan,
penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk
mencapai tujuan tertentu, baik tujuan individual maupun organisasi. Keberhasilan pengelolaan
perusahaan bisnis sangat ditentukan oleh efektivitas kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia.
Dalam hal ini, seorang manajer harus memiliki teknik yang dapat memelihara prestasi dan kepuasan
kerja, antara lain dengan memberikan motivasi kepada karyawan agar dapat melaksanakan tugas
dengan ketentuan yang berlaku.
Motivasi KerjaGeorge & Jones (2005) mendefinisikan motivasi kerja sebagai semangat kerja yang
ada pada karyawan yang membuat karyawan tersebut dapat bekerja untuk mencapai tujuan.
Menurut Mangkunegara (2013), motivasi adalah daya dorong bagi seseorang untuk memberikan
kontribusi sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan
Menurut Munandar (1995) motivasi adalah suatu keinginan seseorang yang mendorong
untuk melakukan sesuatu pekerjaan dengan suka rela, mengorbankan tenaga dan waktunya
untuk melakukan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya penuh untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi merupakan elemen dasar yang mendorong seseorang melakukan sesuatu, termasuk
bekerja. Tentunya setiap orang dalam bekerja selalu memiliki motivasi tersendiri sehingga seseorang
mau melakukan pekerjaannya. Ada yang memiliki motivasi bekerja untuk mencari pengalaman,
mencari uang, mencari reward maupun mencari relasi.
Menurut Sayuti (2006), motivasi kerja juga dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain
gaji yang diterima, rasa aman, lingkungan yang nyaman, hubungan antar pekerja, dan kesempatan
dalam bekerja. Menurut Mangkunegara2013), motivasi kerja terbentuk dari sikap karyawan
dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan. Mental dari karyawan yang positif terhadap lingkungan
kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya sehingga mampu mencapai kinerja yang maksimal.
Dari beberapa pengertian yang telah dituliskan di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
yaitu suatu keadan yang terbentuk dari lingkungan kerja seseorang, yang selanjutnya dapat
membentuk semangat kerja seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan untuk mencapai tujuan.
Dengan adanya motivasi dalam diri seseorang, maka akan dengan mudah untuk mengarahkan
dan menggerakan orang tersebut untuk melakukan sesuatu hal seperti yang diinginkan untuk mencapai
tujuan yang dikehendaki. Motivasi untuk setiap individu dalam melakukan sesuatu pada dasarnya
berbeda-beda, sehingga hal ini menjadi salah satu masalah yang harus dihadapi oleh manajemen karena
motivasi yang menurun dalam diri karyawan akan berpengaruh langsung terhadap kinerja karyawan.
Motivasi yang ada dalam diri individu lazimnya tidak selalu sama dan cenderung dapat
berubah dengan cepat dimana perubahan motivasi dalam diri individu disebabkan oleh banyak
faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Oleh sebab itu, manajemen sumber daya manusia
harus mengetahui faktor yang mendominasi perubahan motivasi dalam diri individu. Menurut
Sutrisno (2014:117), “ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi dalam diri karyawan,
yaitu”:
Motivasi kerja juga merupakan motivasi individual yang menggerakkan diri kar- yawan yang terarah
atau tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan (Winandi, 2002:1; Robbins, 2002:198).
Motivasi kerja menjadi salah satu determinan penting bagi pencapaian prestasi individu di suatu
organisasi. Dampak dari motivasi kerja adalah terciptanya gairah kerja kar- yawan sehingga produktivitas
kerja kar yawan akan meningkat. Motivasi merupakan pendorong yang ada dalam diri individu yang
memberi daya penggerak untuk melakukan sesuatu sebaik mungkin. Apabila individu tersebut
mempunyai motivasi yang tinggi maka dia akan berkinerja tinggi sehingga tujuan yang akan dicapai dan
yang diinginkan perusahaan dapat terwujud.
Dengan demikian titik tolak motivasi adalah individu karena moti- vasi berada pada setiap individu.
Keaneka- ragaman motivasi akan menciptakan ke- anekaragaman pola perilaku karyawan di suatu
perusahaan.Kinerja Karyawan Kinerja karyawan dapat diartikan se- bagai prestasi kerja, yakni hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai olehseorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Gibson et al.,1997; Mahmudah, 2007). Secara
teoretis, faktor yang mempengaruhi pencapaian ki- nerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi (motivation). Kemampuan merupakan determinasi dari pengetahuan(knowledge) dan
keterampilan (skill), sedangkan, motivasi terbentuk dari sikap (attitude) dalam menghadapi situasi
(situation) kerja (Mangkunegara,2004:79).
2. Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kepuasan Kerja Pengembangan sumber
daya manusia merupakan suatu proses mengembangkan keahlian karyawan untuk dapat
bekerja secara profesional. Ketika karyawan dapat bekerja secara profesional, maka kepuasan
kerja dapat dicapai (Hassan et al., 2006). Pengembangan sumber daya manusia juga berarti
memberikan kewenangan pada kar- yawan (empowerment), memberi kesempatan pada
individu untuk mengontrol karir mereka serta untuk mengembangkan pola kehidupannya,
sehingga dapat meningkat- kan kepuasan kerja (Price, 2003:559).
H2: Pengembangan Sumber Daya Manusiaberpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan.
Pembahasan
Kepuasan kerja karyawan tercipta karena pimpinan memiliki kompetensi dalam melakukan
tugas kepemimpinannya, memiliki kemampuan melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan
yang baik, serta konsekuen dalam menerapkan peraturan kerja yang berlaku yang ditunjukkan dengan
pemberian sanksi bagi karyawan yang melanggar kedisiplinan/peraturan yang berlaku. Kondisi
berdasarkan kualitas pribadi dan tindakan administratif oleh pimpinan Bank tersebut menimbulkan
kepuasan kerja karyawan, dan karyawan merasa bahwa pengawasan dan penilaian terhadap karyawan
telah dilakukan dengan adil, penugasan oleh pimpinan telah dilakukan berdasarkan kompetensi dari
tiap-tiap karyawan, serta kebijakan dan peraturan telah diberlakukan secara tegas dan adil oleh
pimpinan Bank . Kondisi yang di dalamnya pimpinan menekankan pentingnya kebersamaan dalam
menyelesaikan tugas serta selalu menciptakan hubungan yang harmonis dengan para bawahannya juga
telah menciptakan kepuasan kerja karyawan terhadap pengelolaan atau manajemen tim kerja yang ada
dalam kelompok kerja di Bank .
Temuan ini mendukung hasil penlitian Yukl (2005) dan Pierce and Newstrom (2006) yang
menyatakan bahwa perilaku dari seorang pemimpin dapat mempengaruhi kepuasan dari bawahan, dan
mendukung teori yang menyatakan bahwa kepemimpinan dapat menghasilkan outcome kepuasan kerja,
serta mendukung hasil penelitian Challagalla and Shervani (2006) yang menyatakan bahwa
kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia (X2) terhadap Kepuasan Kerja (Y1)
Pengembangan sumber daya manusia di Bank Sulselbar telah dilaksanakan dengan baik.
Penempatan karyawan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki mencerminkan bahwa penugasan
sesuai dengan kompetensi telah dipraktikkan di Bank Sulselbar, kondisi tersebut telah menimbulkan
kepuasan kerja karyawan. Penerapan program pelatihan dan pengembangan karir karyawan, yaitu
dilaksanakannya pelatihan sesuai dengan jenis pekerjaan karyawan dan dilakukan secara berkelanjutan
untuk menambah wawasan karyawan, serta diberikannya kesempatan berkembang kepada setiap
karyawan telah menimbulkan kepuasan kerja dan karyawan merasa bahwa terdapat kesempatan
promosi dan terbuka peluang karir bagi dirinya di lingku ngan kerja Bank Sulselbar.
Temuan ini mendukung hasil penelitian Huselid (1995) dan Whitener (2001) yang menyatakan bahwa
komitmen tinggi pada pengembangan sumber daya manusia terbukti secara empiris mempengaruhi
hasil (outcome) organisasi melalui pembentukan perilaku dan sikap karyawan. Perilaku dan sikap
tersebut ditunjukkan dengan kepuasan, komitmen, dan loyalitas tinggi karyawan terhadap pekerjaan
dan organisasi. Mahmudah (2007) juga memberi bukti empi ris bahwa pengembangan sumber daya
manusia berpengaruh langsung dan signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Karyawan Bank r menilai bahwa kepemimpinan telah dijalankan oleh pimpinan yang berkualitas.
Pimpinan Bank Sulselbar dinilai memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas kepemimpinan nya,
dalam arti pekerjaan/tugas yang diberikan memiliki tujuan yang jelas serta memberi manfaat bagi
karyawan dan Bank, sehingga mampu menciptakan motivasi kerja karyawan. Selain itu, saran/ pendapat
dari karyawan secara terbuka diterima oleh pimpinan Bank Sulselbar, kondisi tersebut mencerminkan
bahwa terdapat kepercayaan pimpinan atas pelaksana an tugas oleh karyawannya. Kepercayaan
pimpinan tersebut mendorong timbulnya motivasi kerja karyawan.
Temuan ini mendukung hasil penelitian Gibson et al. (1992), Webb (2007), dan Pranata (2008)
yang menyatakan bahwa kepemimpinan berpengaruh terhadap motivasi kerja. Peran kepemimpinan
sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dalam memperbesar energi untuk berperilaku dalam
upaya mencapai tujuan kelompok.
Pada hakekatnya motivasi kerja yang timbul pada diri seseorang secara sadar untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi kerja menurut Robbins dalam Duha (2014:183) adalah
keinginan untuk melakukan sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak untuk memuaskan
kebutuhan individu. Selanjutnya, menurut Anoraga (2004:160) “motivasi kerja merupakan hal atau
sesuatu yang mendorong seseorang berbuat sesuatu pekerjaan di dalam organisasi yang telah di setujui
oleh pimpinan.” Menurut Solihin (2009:152), motivasi kerja merupakan ”kekuatan psikologis yang akan
menentukan arah dari perilaku seseorang (direction of a person’s behavior), tingkat upaya (level of
effort) dari seseorang dan tingkat ketegaran pada saat orang itu dihadapkan pada berbagai rintangan
.”Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa motivasi kerja merupakan
suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar untuk melakukan suatu pekerjaan yang
diberikan oleh organisasi. Maka dalam hal ini bertujuan untuk mencapai prestasi kerja yang diinginkan
oleh organisasi
Pengaruh Pengembangan Sumber Daya Manusia (X2) terhadap Motivasi Kerja (Y2)
Pengembangan sumber daya manusia di Bank telah diterapkan dengan baik, sehingga
menciptakan motivasi kerja karyawan. Penempatan karyawan sesuai dengan kemampuannya
mencerminkan pekerjaan/tugas yang diberikan mempunyai tujuan yang jelas, kondisi tersebut
menimbulkan motivasi kerja karyawan. Pelaksanaan pelatihan secara berkelanjutan sesuai dengan jenis
pekerjaan tiap-tiap karyawan serta kesempatan pengembangan karir yang ditunjukkan dengan
diterapkannya aturan yang jelas tentang perencanaan dan pengembangan karir juga mendorong
motivasi kerja karyawan, karena kondisi tersebut menggambarkan kepercayaan pemimpin kepada
karyawan dalam melaksanakan pekerjaan/tugasnya. Bank Sulselbar secara berkala melakukan evaluasi
kinerja yang bersifat adil dan transparan serta adanya pemberian jaminan kerja selama karyawan dapat
melaksanakan pekerjaan sesuai aturan perusahaan membuat karyawan termotivasi dalam bekerja
karena karyawan merasa memperoleh penghargaan atas kinerjanya.
Temuan ini mendukung pendapat Robbins (2002) dan Price (2003) yang menyatakan bahwa
pengembangan sumber daya manusia akan berpengaruh terhadap motivasi kerja apabila
pengembangan sumber daya manusia dilaksanakan secara sistematis, artinya adanya upaya untuk
memaksimalkan potensi karyawan di dalam organi sasi, mencurahkan waktu, biaya, dan pemikiran
untuk meningkatkan kompetensi penting yang dimiliki oleh para karyawan. Hal tersebut dapat
memotivasi karyawan, meningkatkan keahliannya serta memperlihatkan bahwa karyawan tersebut
berharga bagi organisasi. Temuan ini juga mendukung hasil penelitian Youndt et al. (1996) yang
menunjukkan bahwa investasi dalam pengembangan sumber daya manusia merepresentasikan suatu
strategi komitmen tinggi (high-commitment strategy) yang mempengaruhi kepuasan dan motivasi
karyawan.
Kepuasan kerja yang dirasakan karyawan Bank Sulselbar terbukti mampu memotivasi kerja
karyawan. Adanya kepuasan kerja atas kompetensi penugasan oleh pimpinan serta pengawasan dan
penilaian yang dilakukan oleh supervisor atau pimpinan telah memotivasi karyawan untuk bekerja
dengan baik, karena karyawan merasakan adanya kepercayaan pimpinan terhadap karyawan dalam
melaksanakan tugas. Kepuasan kerja karyawan dalam hal sistem operating procedure yang telah
berjalan dengan baik serta diterapkannya kebijakan dan aturan Bank Sulselbar secara tegas dan adil
telah menciptakan orientasi tugas yang jelas, dan karyawan merasakan terdapat tujuan yang jelas atas
tugas/pekerjaan yang diberikan kepadanya serta memberi manfaat bagi diri karyawan dan Bank
Sulselbar. Kondisi tersebut terbukti dapat menimbulkan motivasi kerja karyawan.
Temuan ini mendukung hasil penelitian Laily (2008). Sikap positif dari setiap karyawan dalam rangka
mencapai tujuan yang diharapkan merupakan cerminan dari kepuasan kerjanya. Karyawan yang
menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaannya akan lebih termotivasi untuk meningkatkan kinerja.
Bank ini dinilai perlu untuk membenahi budaya organisasinya, artinya pimpinan dan karyawan perlu
untuk mengubah perilaku kerjanya. Perubahan badan hukum dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi
Perseroan Terbatas (PT) seharusnya didukung dengan peningkatan etos kerja, sehingga karyawan akan
lebih kreatif dan inovatif. Perubahan ini diharapkan terjadi di seluruh lingkungan kerja, baik
pimpinan/manajemen maupun karyawan.
Temuan ini bertentangan dengan teoriteori sumber daya manusia yang ada dan prediksi teoretis yang
menyatakan bahwa motivasi kerja adalah faktor yang sangat penting dalam peningkatan kinerja
karyawan. Temuan ini mendukung hasil penelitian Prananta (2008) yang menemukan bahwa motivasi
mempunyai hubungan yang positif dan tidak signifikan terhadap kinerja karyawan.
BAB IV
KESIMPULAN