Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PEMULUNG

DI KOTA MALANG
(Studi Kasus: TPA Supit Urang Desa Mulyorejo Kota Malang)

Lusi Roaitu Syafaah


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang
Email: lusi_roaitu@yahoo.com

ABSTRAKSI

Sampah merupakan limbah yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Jumlah atau volume
sampah sebanding dengan tingkat konsumsi manusia terhadap barang atau material yang gunakan
sehari-hari. Sampah di mata masyarakat secara umum cenderung dianggap sebagai hal yang
meresahkan karena keberadaannya yang menjijikkan, berbau menyangat dan banyak lalat, namun
di sisi lain sampah tidak lagi bisa dianggap sebagai sesuatu yang membuat resah akan tetapi justru
membawa berkah tersendiri bagi mereka yang menjadi pemulung sampah.

Tekanan kemiskinan dan keterbatasan peluang kerja yang dialami pemulung


menyebabkan ”bargaining position” mereka sangat lemah, akan tetapi keterbatasan ini tidak
terwujud dalam bentuk keterasingan. Secara fisik pemulung di Kota Malang tidak lagi dapat
dikatakan terisolasi dan terasingkan. Keterbatasan sosial ini lebih terwujud pada ketidak mampuan
pemulung dalam mengambil bagian pada kegiatan ekonomi pasar. Selain itu keberadaan pemulung
juga sering dikesampingkan oleh sebagian masyarakat, karena itulah mereka mengalami nasib
terpinggirkan (marginal) dari proses kemajuan.

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
metode kuantitatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kawasan TPA Supit Urang Kota
Malang, menunjukkan bahwa; Pemulung mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
pengumpulan sampah dari beberapa titik yang ada pada Tempat Penampungan Sementara (TPS) di
berbagai sudut Kota Malang hingga sampah terkumpul di Tempat Pembuangan Akhir Supit Urang
yang berlokasi di Dusun Mulyorejo, Kecamatan Sukun, Kota Malang. Pemulung sampah
mengelola sampah dengan cara menyortir hasil, kemudian menjualnya kepada pengepul sampah.
Adapun hal yang paling mempengaruhi dalam peningkatan pendapatan di antara kelima variabel
yang meliputi curahan waktu kerja, status pekerjaan, usia pekerja, pengalaman, dan jarak, variabel
usia memberikan pengaruh yang dominan terhadap pendapatan pemulung di kota Malang.

Kata Kunci: Pemulung, Sampah, marginal

A. PENDAHULUAN

Kehidupan kota yang selalu dinamis berkembang dengan segala fasilitasnya yang serba
gemerlapan, lengkap dan menarik serta menjanjikan tetap saja menjadi suatu faktor utama yang
menarik orang mendatangi kota. Dengan demikian orang-orang yang akan mengadu nasib di kota
harus mempunyai strategi, yaitu bagaimana bisa memanfaatkan dan menikmati segala fasilitas
yang serba menjanjikan tersebut namun juga bisa mengatasi tantangan dan permasalahan yang ada
di dalamnya.
Penyebab utama terjadinya perkembangan kota adalah berkembangnya kehidupan
industri di dalamnya. Kehidupan industri yang membutuhkan tenaga kerja yang banyak memberi
dan mewarnai harapan orang untuk selalu mencari kehidupan di kota. Masalah perkotaan yang
semakin meningkat pada dasarnya dipicu oleh semakin bertambahnya penduduk di daerah
perkotaan. Daya tarik kota yang semakin mengundang perhatian masyarakat pedesaan untuk
melakukan perpindahan ke kota demi meningkatkan pendapatan, semakin menambah populasi
penduduk dan mempersempit tata ruang kota.
Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, kota ini juga
dikenal sebagai kota pendidikan, karena banyaknya fasilitas pendidikan yang tersedia dari mulai
tingkat Taman Kanak-kanak, SD sampai Pendidikan Tinggi dan jenis pendidikan non-formal
seperti kursus bahasa asing dan kursus komputer, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun swasta. Selain itu Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur
karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Hal menyebabkan aktivitas ekonomi di Kota Malang
relatif tinggi. Aktivitas ekonomi tersebut akan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat di Kota Malang menjadi salah satu
pendorong dalam perpindahan penduduk dari daerah sub-urbannya. Jumlah penduduk Kota
Malang setiap tahunnya mengalami peningkatan secara relatif. Seiring dengan hal itu,
pertumbuhan penduduk di Kota Malang juga mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah
penduduk Kota Malang dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1 : Kepadatan Penduduk Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2014

Sumber : BPS Provinsi JawaTimur 2014 (Diolah)

Pada Gambar 1 terlihat jumlah penduduk Kota Malang yang meningkat secara stabil
setiap tahunnya. Hal ini menjelaskan bahwa ada faktor yang menyebabkan pertumbuhan penduduk
meningkat, salah satunya karena ada mobilitas penduduk ke Kota Malang. Pertambahanpenduduk
yang terjadi disebabkan salah satunya karena tingkat migrasi masuk di Kota Malang. Migrasi
terjadi antara lain karena disebabkan oleh kondisi sosial dan ekonomi dari seorang individu, di
mana seseorang tersebut sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya apabila tetap berada di
daerah asalnya. Migrasi merupakan suatu proses memilih (selective process) yang mempengaruhi
individu-individu dengan karakteristik-karakteristik ekonomi, sosial, pendidikan dan demografis
tertentu. Seseorang melakukan mobilitas ke Kota Malang dipengaruhi beberapa faktor. Mantra
(2003) menjelaskan bahwa motivasi utama orang melakukan perpindahan dari daerah asal
kedaerah tujuan adalah motif ekonomi yaitu adanya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan
yang lebih baik dan memperoleh pendapatan yang lebih besar. Motif ini berkembang karena
adanya ketimpangan ekonomi antar daerah.
Kota Malang walaupun mempunyai potensi yang lebih, baik dari segi pendidikan,
ekonomi, pemerintahan, dan wisatanya namun ada persoalan yang dihadapi masyarakat sampai
saat ini yakni masalah lingkungan akibat sampah. Sampah timbul karena adanya peningkatan
aktivitas manusia yang beraneka ragam. Sejalan dengan perkembangan kota, volume sampah juga
meningkat secara drastis dan dengan jenis sampah yang semakin beraneka ragam.
Berbicara mengenai penanganan sampah, tidak dapat dilepaskan dari keterlibatan
pemulung sampah yang sangat membantu mengurangi volume sampah.Berdasarkan data Dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota Malang Tahun 2010, diketahui bahwa pengurangan volume
sampah oleh aktifitas pemulung diperkirakan mencapai 3,99 persen ditingkat kelurahan, 3,8 persen
di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), dan untuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sekitar
3,08 persen dari total sampah masuk TPA. Cukup besarnya pengurangan volume sampah yang
dapat dilakukan pemulung sampah membuat peran pemulung dalam penanganan sampah perlu
diperhatikan.
Pemulung barang bekas identik dengan gelandangan, yang sebagian masyarakat umum
memandang pekerjaan tersebut merupakan suatu pekerjaan yang hina, namun bagi pemulung
pekerjaan ini memiliki makna yang sangat besar karena dilakukan dengan cara halal. Pemulung
merupakan bagian dari anggota masyarakat, mereka dengan anggota masyarakat lainnya juga sama
halnya berusaha, bekerja mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bekerja sebagai pemulung bukanlah harapan dan cita-cita. Tidak seorang pun yang
menginginkan predikat semacam itu melekat pada dirinya. Namun, situasi kemiskinan struktural
yang sudah melekat dalam kehidupannya mendorong terciptanya pemulung sebagai mata
pencaharian guna mempertahankan hidup dalam pemenuhan kebutuhan. Cukup besarnya andil
yang dilakukan pemulung dalam rangka pengurangan volume sampah kota membuat peran
pemulung dalam penanganan sampah perlu diperhatikan. Oleh karena itu, penulis merasa perlu
melakukan suatu kajian yang mendalam mengenai latar belakang seseorang memilih bekerja
sebagai pemulung, seberapa besar penghasilan yang diperoleh pemulung dan faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan pemulung. Adapun tujuan penelitian ini adalah
mengetahui beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan pemulung di kota
Malang.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. (UU. Ketenagakerjaan, 2003).
Tenaga kerja merupakan setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik
sebagai pejabat negara, pengusaha, buruh, pengangguran, dan sebagainya untuk memenuhi
keperluan masyarakat (Soepomo, 2001:3).

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

Payaman J. Simanjuntak (2001) menyatakan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja


(TPAK) atau Labour Force Participation (LPFR) suatu kelompok penduduk tertentu adalah
perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam
kelompok yang sama. Secara singkat Tingkat Partisipasi Kerja (TPK) adalah jumlah
angkatan kerja dibagi dengan jumlah tenaga kerja dalam kelompok yang sama. Perhitungan
tingkat partisipasi angkatan kerja secara umum dirumuskan sebagai berikut:

x 100%

Mantra (2003: 231), menjelaskan angka TPAK dipengaruhi oleh faktor jumlah
penduduk yang masih sekolah maupun mengurus rumah tangga. Kedua faktor tersebut
dipengaruhi pula oleh keadaan ekonomi, sosial dan budaya.

Tingkat Pengangguran
Pengangguran adalah angka yang menunjukkan berapa banyak dari jumlah angkatan
kerja yang sedang aktif mencari pekerjaan. Sedangkan orang yang menganggur dapat
didefinisikan sebagai orang yang tidak bekerja dan yang secara aktif mencari pekerjaan
selama empat minggu sebelumnya, sedang menunggu panggilan kembali untuk suatu
pekerjaan setelah diberhentikan atau sedang menunggu untuk melapor atas pekerjaan yang
baru dalam waktu empat minggu (Mulyadi dalam Setiawan, 2010).
Tim penulis demografi UI (2010: 201), mendefinisikan pengangguran sebagai
bagian dari angkatan kerja yang pada saat pencacahan sedang aktif mencari pekerjaan.
pengangguran dikelompokkan menjadi 4 golongan yang meliputi:
1) Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) meliputi:
a. Mereka yang mencari pekerjaan
b. Mereka yang mempersiapkan usaha
c. Meraka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapat
pekerjaan
d. Mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja
2) Setengah Penganggur (Underemployed)
Setengah menganggur adalah mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (35 jam
seminggu). Setengah menganggur terdiri dari:
a) Setengah pengangguran terpaksa, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja
normal dan masih mencari pekerjaan atau bersedia menerima pekarjaan.
b) Setengah menganggur sukarela, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja
normal dan tidak bersedia menerima pekerjaan lain.
3) Pengangguran Tidak Kentara (Disguised Unemployment)
Pengangguran tidak kentara dimasukkan dalam kegiatan bekerja karena memenuhi
persyaratan dari definisi bekerja, tetapi jika dilihat dari segi produktivitas mereka adalah
penganggur.
4) Pengangguran Friksional
Pengangguran friksional adalah pengangguran karena tenggang waktu sebelum
mendapat pekerjaan. seseorang yang sudah berhenti bekerja seringkali tidak langsung
mendapat pekerjaan baru. Selama seseorang aktif mencari pekerjaan yang baru maka ia
berstatus menganggur.

Permintaan Dan Penawaran Tenaga Kerja


Permintaan tenaga kerja berhubungan dengan fungsi tingkat upah. Semakin tinggi
tingkat upah, maka semkain kecil permintaan pengusaha akan tenaga kerja. Tiap
perusahaan mempunyai jumlah dan fungsi permintaan yang berbeda sesuai dengan besar
kecilnya perusahaan atau produksi, jenis usaha, penggunaan teknologi, serta kemampuan
manajemen dari pengusaha yang bersangkutan (Simanjuntak, 2001).
Sudarsono dalam Kiranasari (2011), menjelaskan penawaran tenaga kerja
merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan antara tingkat upah dengan jumlah
tenaga kerja yang ditawarkan.

a. Keseimbangan Permintaan Dan Penawaran Tenaga Kerja


Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya permintaan dalam
masyarakat. Besarnya penempatan (jumlah orang yang bekerja atau tingkat
employment) dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan permintaan tersebut.
Selanjutnya, besarnya penyediaan dan permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat
upah. Apabila tingkat upah naik maka jumlah penawaran tenaga kerja akan meningkat.
Sebaliknya jika tingkat upah meningkat maka permintaan tenaga kerja akan menurun
(Simanjuntak, 2001).
Gambar 2 : Grafik Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
Upah riil (W)

Penawaran tenaga kerja


(SL)

we E

Permintaan tenaga kerja


(DL)
Jumlah tenaga kerja (N)
0 Ne

Sumber : Tim Demografi UI tahun 2010

Pada gambar 2 terlihat bahwa jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk
bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing
sebesar Ne pada tingkat upah keseimbangan We. Titik keseimbangan berada di titik E.
Di sini tidak terjadi excess supply maupun excess demand for labor. Pada tingkat upah
keseimbangan We semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja, berarti tidak ada
yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment.
b. Ketidakseimbangan Permintaan Dan Penawaran Tenaga Kerja
Ketidakseimbangan antara permintaan tenaga kerja (demand of labor) dan penawaran
tenaga kerja (supply of labor) pada suatu tingkat upah tertentu dapat berupa:
1. Lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (adanya
excess supply of labor)
2. Lebih besarnya permintaan dibandin penawaran tenaga kerja (adanya excess demand
of labor).

Gambar 3 : Kurva Ketidakseimbangan Antara Permintaan dan Penawaran


Tenaga Kerja

W W

Excess Supply SL SL

W1 N

W2
Of Labor
Excess
DL demand DL
0 N
0 N1 N2 N3 N4
Kurva 1 Kurva 2

Sumber : Tim Demografi UI tahun 2010

Keterangan Gambar 3 adalah sebagai berikut:


1. Pada kurva 1 terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W1
penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar dari permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah
tenaga kerja yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N 2 sedangkan
yang diminta hanya N1, maka ada yang menganggur pada tingkat upah W 1 yakni
sebanyak N1 N2.
2. Pada kurva 2 terdapat excess demand of labor. Pada tingkat upah W2 permintaan
tenaga kerja (DL) lebih besar dari penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang
menawarkan dirinnya untuk bekerja pada tingkat upah W 2 adalah N3 sedangkan yang
diminta adalah N4.

Kesempatan Kerja Sektor Informal


Sektor informal didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang sering muncul di
perkotaan akibat kurangnya lapangan pekerjaan di sektor formal, selain itu sektor ini
merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering
dilupakan dalam sensus resmi, serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan
kerjanya jarang dijangkau oleh aturan-aturan hukum (Stephanie, 2008).
Kriteria yang dapat dipakai untuk menerangkan kegiatan di sektor informal antara
lain adalah tingkat umur, pendidikan, dan jam kerja sebagai indikator untuk
menggambarkan karateristik pekerja sektor informal. Dimana sektor informal tidak
mengenal batasan umur, pekerja sektor informal itu umumnya berpendidikan rendah dan
jam kerja yang tidak teratur.

Pendapatan
Pendapatan merupakan sejumlah uang yang dibelanjakan oleh rumah tangga selama
periode tertentu yang meliputi upah, gaji, deviden, bunga yang diterima, pendapatan
perusahaan sendiri, pembayaran tunjangan sewa dan lainnya (Case dan Fair, 2006: 427).
Menurut Rosyidi (2004: 110), menjelaskan bahwa pendapatan merupakan sejumlah
penghasilan yang diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode
tertentu baik dalam bentuk harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan. Menurut jenisnya
pendapatan diklasifikasikan antara lain:
1. Pendapatan pribadi (Personal Income)
Pendapatan pribadi disebut juga sebagai pendapatan perseorangan yaitu semua jenis
pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang diterima
penduduk suatu negara.
2. Pendapatan disposibel (Disposibel Income)
Pendapatan disposibel (Disposibel Income) yaitu pendapatan yang siap dibelanjakan
oleh setiap pemiliknya dan dapat digunakan unuk keperluan apapun sesuai
kehendaknya. Perhitungan pendapatan disposibel diperoleh melalui perhitungan
pendapatan pribadi dikurangi pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima
pendapatan, sisa pendapatan yang siap dibelanjakan inilah yang disebut sebagai
pendapatan disposibel.
3. Pendapatan nasional (National Income)
Pendapatan nasional (National Income) yaitu nilai seluruh barang-barang jadi dan jasa-
jasa yang diproduksi oleh suatu negara dalam satu tahun.
Mankiw, (2003: 577) menyebutkan pendapatan masyarakat dapat dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Pendapatan Permanen (Permanent Income)
Pendapatan Permanen (Permanent Income) yang selalu diterima pada
periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya seperti upah dan gaji.
Pendapatan permanen disebut sebagai pendapatan normal.
b. Pendapatan Sementara (Transitory Income)
Pendapatan Sementara (Transitory Income) Pendapatan sementara ialah
pendapatan yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Hubungan Antara Variabel Dependen dengan Variabel Independen

Hubungan Waktu Kerja Dengan Pendapatan


Teori alokasi waktu kerja didasarkan pada teori utilitas yang berhubungan
dengan kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari
mengkonsumsi barang-barang. Dalam teori alokasi waktu Adam Smith Mengemukakan
bahwa alokasi waktu tiap individu dihadapkan pada dua pilihan, yaitu bekerja atau tidak
bekerja untuk menikmati waktu luangnya. Dengan bekerja berarti akan menghasilkan
upah yang selanjutnya akan meningkatkan pendapatan. Tingkat upah mempunyai
peranan dan pengaruh langsung dengan jam kerja yang ditawarkan, pada kebanyakan
pekerja, upah merupakan suatu motivasi awal yang mendorong individu untuk bekerja.
Hubungan antara upah dengan jam kerja adalah positif, dimana pada saat jam kerja
yang ditawarkan semakin tinggi, maka upah yang akan diterima juga semakin tinggi.

Gambar 4 : Kurva Teori Alokasi waktu kerja

Sumber : Simanjuntak, 2001


Keterangan:
Y = Pendapatan
W = Upah
Le = Waktu yang digunakan untuk bekerja
Te = Waktu yang digunakan untuk tidak bekerja
E = Titik Ekuilibrium, yakni keseimbangan antara waktu yang digunakan untuk
bekerja dengan upah yang diterima

Gambar 4 menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan setiap individu adalah 24


jam dalam sehari, jika individu bekerja dengan waktu yang digunakan lebih banyak
daripada waktu untuk tidak bekerja, dimana yang ditunjukkan dengan persamaan Le’ =
24-Te’, maka kurva U akan bergeser ke kiri atas, sehingga berhenti pada titik E’ atau
titik keseimbangan antara waktu untuk bekerja dengan upah yang diterima maksimum,
dan didapatkan tingkat upah yang tinggi, sehingga pendapatan yang diperoleh setiap
individu tenaga kerja semakin besar.
Sebaliknya, jika individu waktu tidak bekerja lebih banyak daripada waktu untuk
bekerja yang ditunjukkan dengan persamaan Le’’ = 24-Te’’ maka kurva U akan
bergeser ke kana bawah, sehingga berhenti pada titik E’’ atau titik keseimbangan antara
waktu untuk bekerja dengan upah yang diterima minimal, dan akhirnya didapatkan
tingkat upah yang rendah, sehingga pendapatan yang diperoleh setiap individu tenaga
kerja semakin kecil.

Hubungan Status Pekerjaan Dengan Pendapatan


Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di
suatu unit usaha. Status pekerjaan yang dimaksud adalah apakah seseorang bekerja di
sektor informal merupakan pekerjaan utama ataukah sebagai pekerjaan sampingan,
status pekerjaan mempengaruhi produktivitas kerja secara signifikan, apabila variabel
lainnya dianggap konstan, maka seseorang yang bekerja di sektor informal dengan tidak
memiliki pekerjaan sampingan lain akan mempunyai kecenderungan dapat
meningkatkan produktivitas.
Dengan status pekerjaan utama, tenaga kerja cenderung memfokuskan kegiatan
kerjanya, karena pendapatan yang dihitung bukanlah total dari semua pendapatannya
berbagai usahanya, melainkan pendapatannya di sektor informal saja, oleh karena itu,
seseorang yang pekerjaan utamanya bergerak di sektor informal akan jauh lebih tinggi
produktivitasnya dibanding tenaga kerja yang menjadikan bekerja di sektor informal
sebagai pekerjaan sampingan dengan membagi waktu menjadi dua/lebih pekerjaan,
serta mengandalkan pekerjaan lain disamping pekerjaan mereka di sektor informal.

Hubungan Usia Pekerja Dengan Pendapatan


Umur mempunyai hubungan terhadap responsibilitas seseorang akan penawaran
tenaga kerjanya. Semakin meningkat umur seseorang semakin besar penawaran tenaga
kerja kerjanya selama masih dalam usia produktif, karena semakin tinggi usia seseorang
semakin besar tanggung jawab yang harus ditanggung. Meskipun pada titik tertentu
penawaran akan menurun seiring dengan usia yang makin bertambah tua (Payaman
dalam Kusumastuti, 2012).

Hubungan Pengalaman Kerja Dengan Pendapatan


Pengalaman kerja seseorang dapat mencerminkan kemampuan dan kesiapan
seseorang dalam suatu bidang pekerjaan, yang dapat menjadi pertimbangan dalam pasar
tenaga kerja. Diperkirakan bahwa dengan pengalaman kerja pencari kerja lebih sanggup
untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai, selain itu pengalaman kerja menggambarkan
pengetahuan pasar kerja. Dengan memiliki pengalaman kerja maka tenaga kerja akan
mempunyai lebih banyak kesempatan kerja guna memperoleh pendapatan (Sutomo
dalam Setiawan, 2010).

Hubungan Jarak Tempuh Dengan Pendapatan


Jarak tempuh merupakan jarak antara tempat tinggal responden ke tempat
bekerja merupakan jarak yang harus ditempuh responden menuju tempat bekerja.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Isti Fadah dan Istatuk Budi Yuswanto
dalam Kusumastuti (2012), Semakin jauh jaraknya maka waktu yang terbuang semakin
banyak, tingkat efisiensi waktu menurun. Akibatnya curahan jam kerja akan semakin
berkurang dan akan berpengaruh pula terhadap pendapatan.

C. METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
metode kuantitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk menjelaskan
tentang hal itu terjadi. Penelitian deskriptif terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah,
keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif berkaitan dengan pengumpulan
data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep juga menjawab pertanyaan
sehubungan dengan status subyek penelitian.
Lokasi penelitian dalam proposal ini di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang,
Desa Mulyorejo, Kecamatan Sukun Kota Malang. Pemilihan lokasi/daerah penelitian ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa TPA Supit Urang menjadi lahan bagi beberapa anggota
keluarga pemulung.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling atau pemilihan sampel yaitu pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil
subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah, tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu. (Arikunto, 2006:139)
Menurut Sugiyono (2009:78), purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel
dengan cara mengambil subyek yang didasarkan atas tujuan tertentu. Sedangkan menurut
Soemantri (2006:83), purposive sampling yaitu teknik penarikan sampel yang dilakukan
berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan
dengan tujuan atau masalah penelitian.
Berdasarkan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive random sampling,
maka jumlah sampel yang diambil peneliti sejumlah setengah dari hasil penghitungan populasi
dengan menggunakan Rumus Slovin yaitu 40 sampel yang akan diteliti mengenai pendapatan
pemulung di kota Malang.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Pemulung di TPA Supit Urang


Pemulung merupakan orang-orang yang melakukan kerja memungut mencari barang
rongsokan di tempat-tempat seperti bak sampah, rumah-rumah penduduk, jalan-jalan,
sungai, daerah pertokoan, daerah industri, dan tempat pembuangan sampah akhir.
Pemulung tidaklah sama dengan gelandangan atau pengangguran karena pemulung
menghabiskan waktunya untuk mengumpulkan barang bekas dan ditukarkan dengan
sejumlah uang guna mencukupi kebutuhan dan mempertahankan hidup bagi dirinya dan
keluarganya. Ditinjau dari daerah asalnya pemulung dapat dikategorikan menjadi dua
golongan:
1) Penduduk asli dari kota ataupun kabupaten Malang.
Bagi mereka pilihan menjadi pemulung didasarkan pada pengalaman kerja sebelumnya
yang tidak menguntungkan, baik sebagai akibat kurangnya pendapatan, maupun
kerugian usaha. Selain itu adanya peralihan dan penggantian tenaga kerja karena faktor
kapabilitas kerja dan usia kemudian diberhentikan dari pekerjaan sebelumnya.
2) Penduduk dari luar daerah Malang
Pemulung yang merupakan pendatang dari luar wilayah Malang ini ada yang berasal
dari Blitar, Jombang, dan Pasuruan. Alasan mereka datang ke Malang lebih didasari
karena tertarik oleh cerita dan ajakan saudara ataupun tetangga di desa yang
menjanjikan mudahnya mencari pekerjaan dengan pendapatan besar di kota.
Dari dua golongan yang ditinjau menurut daeral asal sebagaimana yang disebutkan
di atas ada yang sejak awal memang sudah meniatkan diri untuk menjadi pemulung di
Malang karena pekerjaan memulung mudah untuk dilakukan, tidak membutuhkan
persyaratan pendidikan. Oleh karena itu, tidak ada lagi tujuan ke kota selain untuk menjadi
pemulung. Namun di sisi lain pilihan menjadi pemulung merupakan sebuah keterpaksaan
karena pendidikan yang rendah bukanlah hal yang tepat karena di antara mereka yang
menjadi pemulung di Kota Malang ada yang telah mengenyam pendidikan Menengah Atas
(SMA).
Selain itu alasan kurangnya lapangan kerja yang tersedia juga kurang tepat. Sebagai
buktinya, beberapa pemulung telah diketahui memiliki kerja sebelumnya. Menjadi
pemulung merupakan sebuah proses dari pengalaman-pengalaman sebelumnya turut juga
memengaruhi pilihan seseorang yang bergelut dengan barang-barang bekas. Pemulung
menilai bahwa pekerjaan-pekerjaan mereka sebelumnya, baik pekerjaan formal maupun
pekerjaan nonformal, tidak memberikan keuntungan ekonomi berlebih untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga mereka. Ada beberapa hal yang melandasi alasan kenapa mereka
lebih memilih pekerjaan memulung daripada pekerjaan di sektor informal lainnya yaitu:
1) Tingginya produksi sampah di kota
Tingkat tingkat produksi sampah di kota seiring dengan tingginya konsumsi
masyarakat perkotaan yang akan berpengaruh pada peningkatan pasar barang-barang
bekas. Maka hal ini dipandang juga akan membuka peluang yang lebih besar bagi
pemulung dalam pengumpulan barang- barang bekas.
2) Modal yang dibutuhkan sedikit
Pekerjaan memulung tidak membutuhkan modal (uang) yang banyak. Peralatan
kerja yang dibawa cukup sederhana yakni; gerobak roda dua, karung dan gancu.
Gerobak sangat berfungsi untuk mengangkut hasil pulungannya, sehingga dengan
memakai gerobak roda dua pemulung dapat mengangkut barang-barang bekas dalam
jumlah banyak. Karung dipakai pemulung dengan alasan supaya lebih praktis, karena
dengan memakai karung pemulung bisa masuk ke gang-gang sempit ataupun melewati
medan yang sulit dilewati kendaraan. Sedangkan gancu dipakai untuk mengais dan
memungut barang bekas yang dianggap berguna dan laku dijual.
3) Resiko yang ditanggung kecil
Pekerjaan memulung memiliki resiko kerugian yang relatif kecil mengingat
modal yang digunakan hanya berupa peralatan yang sederhana dengan harga yang
relatif murah pula.
4) Kebebasan hidup
Pilihan menjadi pemulung lebih didasarkan pada keinginan untuk menjalani
hidup bebas, bekerja tidak di bawah tekanan dan tidak terkungkung dalam kekuasaan
orang lain yang dengan sesuka hati memerintah, mengawasi, dan memberikan target
tertentu.
Bekerja sebagai pemulung dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai waktu
yang ideal untuk memulung dan lokasi-lokasi kerja yang menguntungkan. Meski barang-
barang bekas bisa didapatkan di mana saja, namun ada tempat tempat yang diyakini
memiliki sumber daya yang lebih banyak dan berkualitas daripada lokasi-lokasi lain yaitu
di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dalam aspek waktu, pemulung menentukan kapan mereka harus mengumpulkan
barang-barang bekas, memilah-milah hasil pulungan, dan menentukan kapan mereka harus
istirahat. Kebanyakan pemulung memulai aktivitasnya menjelang pukul 06.00. Pilihan
waktu tersebut didasarkan pada kebiasaan warga yang membuang sampah pada sekitar
waktu tersebut dan memprioritaskan perasaan aman dalam bekerja, aman dari prasangka
dan tuduhan mencuri yang seringkali dilontarkan warga kepada mereka.
Pengetahuan tentang waktu bukan saja memberikan banyak manfaat untuk bisa
mendapatkan hasil pulungan yang maksimal, tetapi juga menjadi pertimbangan guna
menghindari prasangka-prasangka buruk yang dialamatkan oleh warga kota kepada mereka.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa memulung bukan berarti suatu pekerjaan yang bebas
dari resiko. Menjadi pemulung dibutuhkan mental yang kuat dan penekanan gengsi yang
tinggi karena pemulung seringkali dianggap sebagai pekerjaan rendah oleh masyarakat,
sering dilarang dan diusir saat memasuki wilayah perkampungan dikala memungut botol
bekas, kardus bekas dan barang bekas lainnya padahal semua itu menjadi lahan bagi
mereka dalam mencari nafkah bagi diri dan keluarganya.

Kondisi Ekonomi Pemulung di TPA Supit Urang

Sebagian besar pemulung di kota Malang memiliki potensi ekonomi yang masih
rendah, baik secara individu maupun keluarga besarnya. Minimnya potensi ekonomi ini
menyebabkan minimnya berbagai fasilitas yang dibutuhkan dalam beraktivitas baik di TPA
maupun di luar TPA di kota Malang. Pemulung menggunakan peralatan seadanya untuk
mengumpulkan bahan sampah yang bernilai ekonomis, kemudian memilah-milah bahan
tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
Perolehan nilai pendapatan secara ekonomis bagi para pemulung di TPA didapatkan
pada saat truck pengangkut sampah datang di TPA Supit Urang, sampahnya dibongkar dan
dikeluarkan semuanya. Pemulung berkerumun dan secara individu mengumpulkan semua
sampah yang dianggap mempunyai nilai ekonomis, memilah-milah berdasarkan jenisnya,
dan selanjutnya di bawa ke pengepul. Namun, sebelum menimbang sampah tersebut,
pengepul melakukan penyortiran ulang untuk menghindari kecurangan penambahan berat
sampah. Setelah proses penyortiran oleh pengepul selesai, maka pengepul akan menimbang
sampah dan membayar dengan sejumlah uang yang sesuai harga pasaran sampah
berdasarkan jenisnya kepada pemulung sampah. Alur proses pengelolaan sampah oleh
pemulung dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai berikut:

Gambar 5: Alur Pengelolaan Sampah

Sampah

Pemulung

Sortir/ Pemilahan Sampah


Penjualan

Pengepul Arus Uang

Sortir Ulang

Penimbangan

Sumber: Data Primer (Diolah)


Kegiatan pengelolaan sampah yang dilakukan pemulung sampah di Kota Malang
yang dimulai dari proses pengumpulan, pemilahan kemudian menjualnya kepada pengepul
sampah merupakan salah satu proses pengelolaan sampah dari barang yang tidak memiliki
nilai ekonomi hingga memiliki nilai ekonomi. Adapun perolehan nilai ekonomi pemulung
dibagi dalam dua karakteristik yaitu:
a. Perolehan nilai ekonomi secara individu
Dari hasil wawancara dengan sejumlah pemulung, dapat diketahui bahwa setiap
hari para pemulung dapat menghasilkan nilai uang dari hasil penjualan sampahnya
berkisar ±Rp. 40.000-75.000. Pendapatan ekonomis ini sangat bermanfaat bagi
pemulung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan minum, kebutuhan air
bersih, dan biaya sekolah anak-anaknya.
b. Perolehan nilai ekonomis para pemulung secara kelompok didapatkan pada saat:
1) Ada satu atau beberapa orang pemulung menemukan lembaran uang, misalnya Rp
50.000 atau ratusan ribu rupiah. Uang temuan tersebut diserahkan kepada ketua
kelompok dan kemudian dibagi secara merata kepada kelompok pemulung yang
pada saat itu bekerja bersama-sama.
2) Pada saat mendapat bantuan secara ekonomis dari para stageholder yang
memberikan santunan atau bantuan secara tunai dalam bentuk keuangan, maka uang
tersebut diserahkan kepada ketua kelompok pemulung dan kemudian dibagi rata
kepada semua anggota.
Pemulung yang masih hidup dalam kemiskinan bukan berarti karena mereka tidak
bekerja atau kurang jumlah jam kerjanya, tetapi kemiskinan yang masih menjerat dalam
kehidupannya terjadi karena faktor-faktor struktural yang menghalangi pemulung untuk
memperoleh kelebihan keuntungan dari kegiatan pulungan yang mereka lakukan. Hal ini
terwujud pada ketidak mampuan pemulung dalam mengambil bagian pada kegiatan
ekonomi pasar. Selain itu keberadaan pemulung juga sering dikesampingkan oleh sebagian
masyarakat, karena itulah mereka mengalami nasib terpinggirkan (marginal) dari proses
kemajuan.

Kondisi Sosial Lingkungan Kerja Pemulung di TPA Supit Urang


Realita di kehidupan masyarakat, keberadaan pemulung dapat dilihat dari dua sisi
yang berbeda. Di satu sisi, profesi memulung ini mampu memberikan peluang kerja kepada
pemulung dengan segala keterbatasan akan keterampilan dan pengetahuan, dan secara tidak
langsung telah turut membantu pihak Dinas Kebersihan setempat dalam mengurangi jumlah
sampah karena sampah plastik yang setiap hari pemulung diambil adalah sampah yang
tidak bisa terurai dan mencemari lingkungan. Disisi lain, keberadaan pemulung dianggap
menganggu kebersihan, keindahan, ketertiban tata kota, juga dianggap mengganggu
kenyamanan dan keamanan masyarakat.
Pemulung di TPA Supit Urang, beraktifitas dan bekerja secara individu dan
berkelompok. Secara individu diketahui terdapat persaingan kerja yang bersifat positif dan
negatif. Perilaku negatif adalah terjadinya persaingan yang kurang sehat dan perilaku
individu yang menyimpang. Hal ini menyebabkan dampak yang melemahkan produktifitas
kerja para pemulung.
Perilaku positif pada individu dari para pemulung terjalin dengan adanya saling
pengertian dan kerja sama yang baik dilakukan secara mayoritas oleh para pemulung.
Saling pengertian dan kerja sama yang baik antar individu para pemulung tersebut
merupakan faktor pendukung yang kuat dalam menunjang peningkatan pendapatan baik
yang bekerja di TPA Supit Urang di kota Malang.

Analisis Data
Hasil Analisis Regresi Berganda
Analisis ekonometrika merupakan analisis yang menggunakan model statistik dalam
menjelaskan perilaku suatu variabel ekonomi. untuk menjawab rumusan masalah kedua
yakni menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pemulung di Kota
Malang, maka penelitian ini menggunakan metode regresi linier berganda dengan rumus:
α+β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5X5+ε

Berdasarkan hasil analisi regresi di atas, maka dapat dirumuskan suatu persamaan
regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = 80277,278 – 2660.883 X1 – 353,748 X2 + 2988,874 X3 + 171,709 X4 – 607,711 X5+ε
Dari persamaan regresi berganda di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut:
Y = Variabel terikat yang nilainya akan diprediksi oleh variabel bebas. Dalam penelitian
ini yang menjadi variabel terikat adalah pendapatan pemulung yang nilainya diprediksi oleh
curahan waktu kerja, status pekerjaan, usia, pengalaman, dan jarak.
α = 80277,278 merupakan nilai konstan yaitu besarnya pendapatan pemulung jika variabel
bebas yang terdiri atas curahan waktu kerja, status pekerjaan, usia, pengalaman, dan jarak
mempunyai nilai = 0
X1 = Koefisien regresi (X1) sebesar 2660,883 dengan tanda negatif. Jika variabel waktu
berubah mengalaimi kenaikan 1 jam maka pendapatan pemulung akan menurun
sebesar Rp2660,883.
X2 = Koefisien regresi (X2) sebesar 353,748 dengan tanda negatif. Jika variabel usia
berubah mengalami kenaikan 1 maka pendapatan pemulung akan menurun sebesar
Rp. 353,748.
X3 = Koefisien regresi (X3) sebesar 2988.874dengan tanda positif. Jika variabel status
pekerjaan merupakan pekarjaan utama maka pendapatan pemulung akan meningkat
sebesar Rp. 2988.874.
X4 = Koefisien regresi (X4) sebesar 171.709 dengan tanda positif. Jika variabel
pengalaman berubah mengalaimi kenaikan 1 tahun maka pendapatan pemulung akan
naik sebesar Rp. 171.709.
X5 = Koefisien regresi (X5) sebesar 607.711dengan tanda negatif. Jika variabel jarak
berubah mengalaimi kenaikan 1 jam maka pendapatan pemulung akan menurun
sebesar Rp. 106.915.
ε = Nilai residu atau kemungkinan kesalahan dari model persamaan regresi yang
disebabkan karena adanya kemungkinan variabel lainnya yang dapat mempengaruhi
pendapatan pemulung tetapi tidak dimasukkan ke dalam model persamaan.

Hasil Koefisien Determinasi (R2)


Dari hasil perhitungan analisis regresi linier berganda yang telah dilakukan
menunjukkan pengaruh veriabel independent terhadap variabel dependent adalah cukup
besar. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 0,670
yang sudah mendekati 1. Maka hal ini dapat diketahui bahwa pendapatan pemulung di
kota Malang dapat dijelaskan sekitar 67% oleh variabel curahan waktu kerja, status
pekerjaan, usia, pengalaman, dan jarak sedangkan sisanya sekitar 33% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini.
Koefisien korelasi berganda R (multiple corelation) menggambarkan kuatnya
hubungan antara variabel waktu kerja, status pekerjaan, usia, pengalaman, dan jarak
terhadap variabel pendapatan pemulung di kota Malang yaitu sebesar 0,819. Hal ini
berarti hubungan keseluruhan variabel independent dengan variabel dependent sangat erat
karena nilai R mendekati 1.

Hasil Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel independent
(variabel bebas) secara bersama-sama atau secara keseluruhan terhadap variabel dependen
(terikat). Ketentuan Hipotesis diterima atau ditolak adalah sebagai berikut:
- Fhitung > Ftabel : Ho ditolak dan Ha diterima, dimana variabel-variabel bebas mempunyai
pengaruh terhadap variabel terikat.
- Fhitung < F tabel : Ho diterima dan Ha ditolak, dimana variabel-variabel bebas tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
Uji F bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peranan variabel bebas
terhadap variabel terikat secara bersama – sama:
- Ho : β=0 : seluruh variabel bebas (waktu kerja, status pekerjaan, usia pekerja,
pengalaman, dan jarak) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap pendapatan
pemulung.
- Ha : β=0 : seluruh variabel bebas (waktu kerja, status pekerjaan, usia pekerja,
pengalaman, dan jarak) secara bersama-sama berpengaruh terhadap pendapatan
pemulung.
Dari hasil analisis regresi berganda dapat diketahui Df1 = 5 dan Df2 = 34 diperoleh
Ftabel sebesar 2,490, sedangkan Fhitung diperoleh sebesar 13,810 sehingga dari perhitungan
di atas dapat diketahui bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian menunjukkan
bahwa variabel independent yaitu waktu kerja, status pekerjaan, usia, pengalaman, dan
jarak secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan
pemulung di kota Malang.

Hasil Uji T
Uji t atau uji parsial menunjukkan bahwa apakah setiap variabel bebas/predictor
dapat memberikan pengaruh pada variabel terikat/respon. Hipotesis pada uji t yaitu :
H0 : Variabel bebas/prediktor tidak mempengaruhi variabel terikat/respon
Ha : Variabel bebas/prediktor mempengaruhi variabel terikat/respon
Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independent, yaitu variabel
waktu kerja, status pekerjaan, usia, pengalaman, dan jarak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap pendapatan pemulung di kota Malang maka digunakan uji t (t-test)
dengan cara membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Pada regresi linier berganda, kondisi
yang diharapkan adalah menerima hipotesis Ha. Hipotesis Ha diterima apabila nilai mutlak
t hitung ( |thit| ) bernilai lebih besar dari t tabel ( tdf (α/2)) atau nilai signifikansi lebih kecil
dari alpha (0.050) dengan kriteria pengujian sebagai berikut:
- Jika ttabel < thitung< ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, yang berarti tidak ada pengaruh
yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
- Jika thitung > ttabel atau thitung < ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti ada
pengaruh yang signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

Secara statistik analisis regresi secara parsial diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Variabel Curahan Waktu Kerja


Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung pada variabel curahan waktu
kerja (X1) sebesar 4,379 sedangkan ttabel sebesar 2,042. Nilai t hitung untuk variabel
Curahan Waktu Kerja (X1) lebih besar dari t tabel (4.379>2.042), maka hipotesis yang
diterima adalah hipotesis Ha yaitu terdapat pengaruh pada variabel Curahan Waktu
Kerja (X1) secara parsial terhadap variabel Pendapatan (Y) dengan batas toleransi
kesalahan 5%.
Tanda negatif yang terdapat pada variabel waktu (-4,379) memberikan
pengertian bahwa: Semakin lama waktu yang dibutuhkan pemulung dalam
pengumpulan barang bekas di TPA Supit Urang justru tidak memperoleh hasil
pulungan yang maksimal di mana hari itu ia bekarja. Hal ini disebabkan karena
barang-barang bekas sudah lebih dahulu diambil oleh pemulung lain. Waktu yang
paling berpotensi bagi pemulung untuk memperoleh hasil pulungan yang maksimal
adalah ketika truck pemuat sampah tiba ke lokasi TPA, sampahnya dibongkar dan
para pemulungpun berdatangan, berkerumun mengais sampah dan mengambil barang-
barang yang laku dijual.
2. Variabel Usia
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung pada variabel usia (X2)
sebesar 6,260 sedangkan ttabel sebesar 2,042. Nilai t hitung untuk variabel Usia (X2)
lebih besar dari t tabel (6.260>2.042), maka hipotesis yang diterima adalah hipotesis
Ha yaitu terdapat pengaruh pada variabel Usia (X2) secara parsial terhadap variabel
Pendapatan (Y) dengan batas toleransi kesalahan 5%. Tanda negatif yang terdapat
pada variabel usia (-6,260) memberikan pengertian bahwa: Semakin bertambah usia
yang dimiliki pemulung di TPA Supit Urang maka kemampuan dan kekuatan kerja
yang dimiliki malah berkurang dan hal ini akan menurunkan pendapatan.
3. Status Pekerjaan
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung pada variabel status (X3)
sebesar 3,021 sedangkan ttabel sebesar 2,042. Nilai t hitung untuk variabel Status
Pekerjaan (X3) lebih besar dari t tabel (3.021>2.042), maka hipotesis yang diterima
adalah hipotesis Ha yaitu terdapat pengaruh pada variabel Status Pekerjaan (X3) secara
parsial terhadap variabel Pendapatan (Y) dengan batas toleransi kesalahan 5%.
4. Variabel Pengalaman Kerja
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung pada variabel pengalaman
kerja sebesar 2,162 sedangkan ttabel sebesar 2,042. Nilai t hitung untuk variabel
Pengalaman Kerja (X4) lebih besar dari t tabel (2.162>2.042), maka hipotesis yang
diterima adalah hipotesis Ha yaitu terdapat pengaruh pada variabel Pengalaman Kerja
(X4) secara parsial terhadap variabel Pendapatan (Y) dengan batas toleransi kesalahan
5%.
5. Variabel Jarak
Dari hasil analisis menunjukkan bahwa nilai thitung pada variabel jarak (X5)
sebesar 1,698 sedangkan ttabel sebesar 2,042. Nilai t hitung untuk variabel Jarak (X5)
lebih kecil dari t tabel (4.379<2.042), maka hipotesis yang diterima adalah hipotesis
H0 yaitu tidak terdapat pengaruh pada variabel Jarak(X 5) secara parsial terhadap
variabel Pendapatan (Y) dengan batas toleransi kesalahan 5%.

Variabel Yang Paling Berpangaruh Terhadap Pendapatan


Variabel yang paling dominan ditentukan dari nilai koefisien yang distandarisasi
tertinggi secara absolut. Berdasarkan hasil koefisien regrasi (standadized coefficients)
masing-masing variabel dapat diuraikan bahwa variabel curahan waktu kerja (X1) sebesar
0,475, variabel usia (X2) sebesar 0,647, variabel status pekerjaan (X3) sebesar 0,318,
variabel pengalaman kerja (X4) sebesar 0,228, dan variabel jarak (X5) sebesar 0,173.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel usia mempunyai pengaruh dominan
terhadap pendapatan pemulung di kota Malang.
Hasil Uji Asumsi Klasik
Untuk membuktikan apakah model regresi linier berganda yang dipergunakan
dalam penelitian ini telah memenuhi uji asumsi klasik atau belum, maka selanjutnya akan
dilakukan evaluasi ekonometrika. Evaluasi ekonometrika terdiri dari uji multikolinearitas,
uji heteroskedastisitas, dan uji autokolerasi.
1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berfungsi untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya kolerasi antar variabel independent. Jika terjadi kolerasi maka
dinamakan terdapat problem multilinearitas. Untuk mendeteksi adanya
multikolinearitas yaitu dilihat dari besarnya VIF (Variance Inflating Factor) dan
tolerance. Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas menurut adalah
sebagai berikut:
1) Mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1
2) Mempunyai angka tolerance mendekati 1
Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas dapat diketahui bahwa nilai VIF
masing-masing variabel bebas berada di sekitar angka 1 dan nilai tolerance mendekati
1. Nilai VIF (Variance Inflating Factor) pada variabel curahan waktu kerja (X1)
sebesar 1,213 menunjukkan bahwa nilai VIF di sekitar angka 1 sedangkan nilai
tolerance mendekati angka 1 yaitu sebesar 0,824. Dengan demikian menunjukkan
bahwa pada variabel curahan waktu kerja (X1) tidak terjadi multikolinearitas. Pada
variabel usia (X2) nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar 1,100 yang berarti di
sekitar angka 1 sedangkan nilai tolerance mendekati angka 1 yaitu sebesar 0,909.
Dengan demikian menunjukkan bahwa pada variabel usia (X2) tidak terjadi
multikolinearitas.
Variabel status pekerjaan (X3) nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar
1,143 yang berarti di sekitar angka 1 sedangkan nilai tolerance mendekati angka 1
yaitu sebesar 0,875. Dengan demikian menunjukkan bahwa pada variabel status
pekerjaan (X3) tidak terjadi multikolinearitas.
Variabel pengalaman kerja (X4) nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar
1,128 yang berarti di sekitar angka 1 sedangkan nilai tolerance mendekati angka 1
yaitu sebesar 0,887. Dengan demikian menunjukkan bahwa pada variabel pengalaman
kerja (X4) tidak terjadi multikolinearitas.
Variabel jarak (X5) nilai VIF (Variance Inflating Factor) sebesar 1,075 yang
berarti di sekitar angka 1 sedangkan nilai tolerance mendekati angka 1 yaitu sebesar
0,903. Dengan demikian menunjukkan bahwa pada variabel jarak (X 5) tidak terjadi
multikolinearitas.
Berdasarkan hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa secara keseluruhan
variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yang meliputi variabel curahan
waktu kerja (X1), usia (X2), status pekerjaan (X3), pengalaman kerja (X4), dan jarak
(X5) tidak terjadi multikolinearitas.

2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas berfungsi untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari residual pada suatu pengamatan ke pangamatan
yang lain. Jika varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap
maka disebut homokedastisitas, jika varians berbeda maka disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi
ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model regresi bisa dilihat dari pola yang
terbentuk pada titi-titik yang terdapat pada grafik scaterplot. Dasar dalam
pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka
telah terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka
0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Adapun hasil uji heteroskedastisitas secara lengkap dapat disajikan pada gambar 6 di
bawah ini:

Gambar 6 : Hasil Uji Heteroskedastisitas

3. Uji Autokolerasi
Untuk mengetahui adanya autokorelasi digunakan uji Durbin Watson yang bisa
dilihat dari hasil uji regresi berganda. Pengujian asumsi ini menggunakan statistik uji
Durbin Watson. Hipotesis yang diharapkan dalam model regresi ini yaitu menolak
hipotesis H0 dan menerima hipotesis H1. Hipotesis H1 diterima apabila nilai uji d
berada di antara dU dan 4-dU (dU<d<4-dU).
Berdasarkan hasil uji Durbin-Watson, diperoleh nilai DW adalah 2,304, dan nilai
pembanding dL sebesar 1.230 dan dU sebesar 1.785. Karena nilai d berada di antara
nilai 4-dU dan 4-dL yaitu ( 2.215 < 2.304 < 2.770 ), maka tidak dapat disimpulkan
apakah hipotesis H1 diterima atau tidak. Untuk pengujian lebih lanjut, digunakan uji
Run. Sedangkan pada uji Run, didapatkan nilai signifikansi sebesar 0.423 dan karena
nilai signifikansi lebih besar dari alpha 5% ( 0.423 > 0.050 ), maka dapat diputuskan
bahwa hipotesis yang diterima adalah hipotesis Ha yaitu tidak terdapat autokorelasi
pada model.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai karakteristik pemulung di Kota Malang dan faktor-
faktor yang mempengaruhi pendapatannya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1) Berdasarkan data hasil perhitungan uji F diperoleh nilai Ftabel sebesar 2,490, sedangkan
Fhitung sebesar 13,810 sehingga dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa H o ditolak
dan Ha diterima. Dengan demikian menunjukkan bahwa variabel independent yaitu waktu
kerja, status pekerjaan, usia, pengalaman, dan jarak secara bersama-sama mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan pemulung di kota Malang.
2) Berdasarkan data hasil perhitungan uji T Variabel yang ditemukan berpengaruh secara
signifikan terhadap pendapatan pemulung di Kota Malang adalah adalah variabel curahan
Waktu Kerja (X1), Status Pekerjaan (X2), Usia (X3), dan Pengalaman (X4).
3) Pada masing-masing variabel dapat diuraikan bahwa variabel curahan waktu kerja (X 1)
sebesar 0,475, variabel usia (X2) sebesar 0,647, variabel status pekerjaan (X3) sebesar
0,318, variabel pengalaman kerja (X4) sebesar 0,228, dan variabel jarak (X5) sebesar
0,173. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel usia mempunyai pengaruh
dominan terhadap pendapatan pemulung di kota Malang.

Saran
Berdasarkan beberapa beberapa temuan dari penilitian ini, ada beberapa hal yang
dapat dijadikan saran, yaitu :

1. Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini terutama ditujukan bagi pemulung,
agar dalam bekerja pemulung selalu bersikap jujur yaitu dengan tidak mengambil barang
yang bukan miliknya untuk menciptakan persepsi yang baik pada warga.
2. Warga masyarakat hendaknya jarang terlalu meremehkan keberadaan pemulung dengan
hanya memandang dari segi lahiriyahnya saja, karena menjadi pemulung bisa jadi adalah
suatu pilihan, namun ada sebagian orang yang merasa hal tersebut merupakan suatu
keterpaksaan demi mempertahankan hidup dan menjaga harga diri daripada hanya
mengharap uluran tangan dari orang lain atas dasar belas kasihan. Di sisi lain keberadaan
pemulung ternyata memiliki andil dalam membantu Dinas Kebersihan guna mengurangi
jumlah sampah yang menumpuk di TPA setiap harinya. .
3. Bagi pihak lain dalam hal ini adalah bagi peneliti yang berminat melanjutkan penelitian
ini diharapkan untuk menyempurnakannya yaitu dengan menggunakan variabel lain
yang mempengaruhi pendapatan pemulung sehingga memberikan hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Case, Karl E, dan Fair, Ray. 2006. Prinsip-prinsip Ekonomi. Edisi Ke Delapan. Jakarta: Erlangga.

Kountur, Ronny. 2004. Metode Penelitian; Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta: PPM.

Kusumastuti, Nanda Ayu. 2012. Pengaruh Faktor Pendapatan, Umur, Jumlah Tanggungan
Keluarga, Pendapatan Suami Dan Jarak Tempuh Ke Tempat Kerja Terhadap Curahan
Jam Kerja Pedagang Sayur Wanita (Studi Kasus Di Pasar Umum Purwodadi.
Http://Eprints.Undip.Ac.Id. Diakses tanggal 20 Februari 2013.

Mankiw, N. Gregory. 2003. Pengantar Ekonomi; Edisi Ke Dua. Jakarta: Airlangga.

Mantra, Ida Bagoes. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nasution, S. 2007. Metode Research; Penelitian Ilmiah. Edisi Pertama. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nazir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

NN. Badan Pusat Statistik Kota Malang Dalam Angka 2014. www.malangkota.bps.go.id, diakses
tanggal 20 Februari 2013

Rosyidi, Suherman. 2004. Pengantar Teori Ekonomi; Pendakatan Kepada Teori Ekonomi Mikro
& Makro. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Setiawan, Satrio Adi. 2010. Pengaruh Umur, Pendidikan, Pendapatan, Pengalaman Kerja Dan
Jenis Kelamin Terhadap Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik Di Kota
Magelang. http://eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 20 Februari 2013.

Simanjuntak,Payaman J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: FEUI


Soemantri, Ating dan Sambas Ali Muhidin, 2006, Aplikasi Statistik Dalam Penelitian, , Bandung:
Pustaka Setia.

Soepomo, Iwan. 2001. Hukum Perburuhan Undang-undang dan Peraturan-peraturan. Jakarta:


Djambatan.

Stephani, Arrie.2008.Strategi Nafkah Strategi Nafkah Pedagang Perempuan Di Sektor Informal


Perkotaan: Intititut Pertanian Bogor. http://www.repository.ipb.ac.id diakses tanggal 10
Desember 2013.

Sugiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Tim Penulis Demografi UI. 2010. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Salemba Empat.

Wirartha, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Anda mungkin juga menyukai