KELOMPOK 1
Dosen Pembimbing: dr. Putri Rizki Amalia Badri, M.KM.
Nama Anggota:
Tamdry Zatara 702018081
Delvi Larasati 702020015
Ramadhan Surya Al Akbar 702020023
Gina Amalia Triana 702020024
Sintha Lailatul Afifah 702020037
Fierzi Ratu Amalia 702020051
Julia Shafira Amanda Putri 702020054
Aliyah Wardani 702020065
Putri Arisa Munthe 702020070
K. Muhammad Rafli Pasha 702020074
Amirah Jasmine Rabitta 702020081
Adelia Permata Agustin 702020083
Ardhia Puan Maharani 702020087
Shafira Izzatunnisa 702020097
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Tugas Pengenalan Profesi Blok 19
kelompok 1 berupa kunjungan lapangan dan penyusunan makalah yang memiliki tema
“Peran Unit HSSE dalam sosialisasi budaya HSSE di Rumah Sakit Pertamina Bina
Medika Plaju”. Shalawat seiring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, Nabi
Besar Muhammad SAW. beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir
zaman.
Kami menyadari bahwa laporan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini jauh dari
sempurna oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun, guna perbaikan tugas-tugas selanjutnya.
Dalam penyelesain tugas TPP ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini kami sampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada:
1. Yth, dr. Putri Rizki Amalia Badri, M.KM. selaku Pembimbing TPP kelompok 1.
2. Semua anggota dan pihak yang terkait dalam pembuatan laporan ini.
Semoga Allah SWT. memberikan balasan atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan TPP ini
bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam
lindungan Allah SWT. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
2.4.3. Peran Komite K3 Perusahaan Dalam Sosialisasi Budaya K3 ...................... 17
BAB III .................................................................................................................................... 19
METODE PELAKSANAAN ................................................................................................. 19
3.1. Lokasi Penelitian...................................................................................................... 19
3.2. Waktu ....................................................................................................................... 19
3.3. Subjek Tugas Mandiri ............................................................................................. 19
3.4. Alat dan Bahan ........................................................................................................ 19
3.5. Langkah kerja .......................................................................................................... 19
BAB IV .................................................................................................................................... 21
HASIL & PEMBAHASAN .................................................................................................... 21
4.1. Hasil .......................................................................................................................... 21
4.2. Pembahasan ............................................................................................................. 22
BAB V ...................................................................................................................................... 31
PENUTUP ............................................................................................................................... 31
5.1. Kesimpulan............................................................................................................... 31
5.2. Saran ......................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 32
LAMPIRAN ............................................................................................................................ 35
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Globalisasi perdagangan saat ini memberikan dampak persaingan sangat ketat dalam
segala aspek khususnya ketenagakerjaan yang salah satunya mempersyaratkan adanya
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk meningkatkan efektifitas
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, tidak terlepas dari upaya pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi
melalui SMK3 guna menjamin terciptanya suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja
di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, pekerja/buruh, dan atau serikat
pekerja serikat buruh dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang nyaman, efisien dan produktif
(Setyawan,2020).
Ilmu kedokteran kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kedokteran yang berhubungan
dengan diagnosis, penatalaksanaan, dan pencegahan penyakit yang disebabkan atau
ditimbulkan akibat bahaya yang terjadi di tempat kerja. Oleh sebab itu seorang dokter
perusahaan harus terampil dalam ilmu kedokteran preventif dan kuratif yang dapat
diterapkan di lingkungan tempat kerja. Ilmu Kesehatan Kerja adalah bidang studi yang
mempelajari cara pengukuran, evaluasi, dan penanggulangan bahaya di tempat kerja. Ahli
di bidang ini disebut safety engineer, yang bertanggungjawab dalam penyelidikan
kecelakaan kerja, pemantauan pemeliharaan, efektivitas prosedur, peralatan atau sarana
untuk mencegah kecelakaan kerja (Setyawan,2020).
Tingginya angka kecelakaan kerja membuat pemerintah mengeluarkan peraturan yang
mengatur semua perusahaan yang ada di Indonesia dengan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja (SMK3). Dasar awal peraturan SMK3, berupa Undang-undang No. 1
Tahun 1970, dan diperbaharui dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2009, diperkuat
dengan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang sistem keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3). Penerapan SMK3 di Indonesia untuk mengurangi atau
meminimalisir masalah angka kecelakaan kerja. Pertamina merupakan salah satu
perusahaan yang melaksanakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) (Nur, 2017).
Sejak tahun 2006 Pertamina meningkatkan sistem manajemen K3 setiap Terminal
Bahan Bakar Minyak (TBBM) yang ada di seluruh Indonesia dengan melakukan penilaian
1
2
berkala terhadap seluruh Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM)yang ada. Pertamina
Operation & Service Excellence (POSE) merupakan program yang diterapkan Pertamina
untuk melakukan penilaian terhadap penerapan program SMK3 yang ada di setiap TBBM
Pertamina, dengan tujuan seluruh TBBM yang ada di Indonesia dapat menjalankan
program SMK3 dengan baik dan mengurangi angka kecelakaan atau zero accident. untuk
mengurangi angka kecelakaan kerja PT Pertamina (Persero) menggunakan APD berupa
safety helmet, shoes safety, sarung tangan, ear plug, safety glasses, masker dan baju safety
(Nur, 2017).
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Adnan Agnesa (2009) diketahui tujuan utama dari
penelitian tersebut yaitu untuk mengetahui penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) di PT.Pertamina Balongan. Oleh sebab itu, masalah yang dikaji
berkaitan dengan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)
di PT.Pertamina Balongan dan hal-hal yang berkaitan lainnya adapun yang menjadi fokus
utama penelitian ini yaitu prinsip dasar kebijakan, elemen-elemen dan penerapan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Prinsip dasar memuat tentang 5
poin dasar kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang
harus dilaksanakan secara berkesinambungan. Penelitian ini dibahas menggunakan analisis
prinsip dasar sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3). Penelitian ini
menyimpulkan bahwa penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) di PT. Pertamina Balongan dinilai baik dan sudah sesuai standar yang ada (Nur,
2017). Peran Komite K3RS sebagai fungsional bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
K3 di Pertamina Bolongan. Komite K3RS yang berisi SDM terpilih yang kesehariannya
memiliki tugas rutin dalam pelayanan umum maupun administrasi dengan beban kerja
cukup tinggi, menyebabkan kurang maksimal dalam pelaksanaan program-program K3
serta pemantauan hasil pelaksanaan program tersebut. Mewujudkan safety culture di
lingkungan Pertamina Bolongan dimulai dari membangun komitmen di tingkat manajemen
puncak serta melakukan praktik secara nyata dalam penanganan bahaya, peninjauan
organisasi yang berkelanjutan, serta kepedulian terhadap potensi bahaya yang dapat terjadi
pada para pekerja (Rosmalia 2021).
PT. Pertamina (persero) Refenery Unit II production sungai pakning adalah Unit yang
menangani produksi migas, dalam pengoperasian banyak melibatkan tentang hal-hal
dengan Teknik Mesin. Dengan hal tersebut penulis tertarik mengetahui peranan komite K3
PT. Pertamina Bina Medika Plaju dan mengenal kondisi lapangan kerja terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah dalam tugas
pengenalan profesi ini adalah: Bagaimana Peran unit HSSE dalam sosialisasi budaya HSSE
di Rumah Sakit Pertamina Bina Medika Plaju ?
1.3. Tujuan
Mengetahui Peran Unit HSSE dalam sosialisasi budaya HSSE di Rumah Sakit
Pertamina Bina Medika Plaju
1. Mengetahui peran unit HSSE dalam menerapkan budaya HSSE di Rumah Sakit
Pertamina Bina Medika Plaju.
2. Mengetahui bentuk sosialisasi budaya HSSE yang ada di Rumah Sakit
Pertamina Bina Medika Plaju.
3. Mengetahui Manfaat dilakukannya sosialisasi budaya HSSE di perusahaan
Rumah Sakit Pertamina Bina Medika Plaju?
4. Mengetahui apa saja yang hazard yang terdapat di Rumah Sakit Pertamina Bina
Medika Plaju.
5. Mengetahui tindakan unit HSSE untuk menghindari kecelakaan kerja di
perusahaan Rumah Sakit Pertamina Bina Medika Plaju?
1.4. Manfaat
2.1.1. Definisi K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah semua kondisi dan faktor
yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja
maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung dan tamu) di tempat kerja.
Menurut OHSAS 1800. Keselamatan kesehatan kerja (K3) Adalah semua
kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja
bagi tenaga kerja maupun orang lain di tempat kerja. K3 diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia No. 1/1970 tentang keselamatan kerja yang
mendefinisikan tempat kerja sebagai ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja. Termasuk tempat kerja
ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau berhubungan dengan tempat kerja tersebut (Sardjito. 2020).
Kesehatan kerja (Occupational health) merupakan bagian dari kesehatan
masyarakat yang berkaitan dengan semua pekerjaan yang berhubungan dengan
faktor potensial yang mempengaruhi kesehatan pekerja (dalam hal ini Dosen,
Mahasiswa dan Karyawan). Bahaya pekerjaan (akibat kerja), Seperti halnya
masalah kesehatan lingkungan lain, bersifat akut atau kronis (sementara atau
berkelanjutan) dan efeknya mungkin segera terjadi atau perlu waktu lama. Efek
terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung.Kesehatan
masyarakat kerja perlu diperhatikan, oleh karena selain dapat menimbulkan
gangguan tingkat produktivitas, kesehatan masyarakat kerja tersebut dapat
timbul akibat pekerjaanya (Sardjito. 2020).
5
6
a. Mencegah Cedera dan Kecelakaan Kerja: Salah satu tujuan utama K3 adalah
mencegah terjadinya cedera dan kecelakaan kerja. Dengan mengidentifikasi
dan mengurangi faktor risiko di tempat kerja, perusahaan dapat menciptakan
lingkungan kerja yang lebih aman dan mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan atau cedera yang dapat membahayakan kesehatan dan
keselamatan pekerja.
b. Meningkatkan Kesehatan dan Kesejahteraan Pekerja: Penerapan K3 juga
bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerja. Dengan
menghilangkan atau mengurangi paparan terhadap bahan kimia berbahaya,
memastikan penggunaan peralatan pelindung diri yang tepat, dan
mempromosikan pola kerja yang sehat, perusahaan dapat meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan.
c. Mematuhi Peraturan dan Standar Hukum: Penerapan K3 juga bertujuan untuk
memastikan bahwa perusahaan mematuhi peraturan dan standar hukum yang
berlaku terkait kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan mematuhi peraturan
yang ditetapkan oleh otoritas terkait, perusahaan dapat menghindari sanksi
hukum dan menciptakan reputasi yang baik dalam hal kepatuhan dan
tanggung jawab sosial perusahaan.
d. Meningkatkan Produktivitas dan Kualitas: Ketika perusahaan menerapkan
praktik K3 yang baik, hal ini juga dapat berdampak positif pada produktivitas
dan kualitas kerja. Karyawan yang sehat dan aman cenderung bekerja lebih
efisien, mengurangi absensi, dan menghasilkan produk atau layanan dengan
kualitas yang lebih baik (Takala, 2019).
bahan kimia. Contohnya : terkena sudut atau bagian yang tajam, menabrak
pipa-pipa, dan sebagainya (Noor et al, 2014).
3. Terperangkap (caught in, on, between), contoh dari caught in adalah
kecelakaan yang terjadi bila kaki pekerja tersangkut di antara papan-papan
yang patah di lantai. Contoh dari caught on adalah kecelakaan yang timbul
bila baju dari pekerja terkena pagar kawat. Contoh dari caught between
adalah kecelakaan yang terjadi bila lengan atau kaki dari pekerja tersangkut
dalam bagian mesin yang bergerak (Noor et al, 2014).
4. Jatuh dari ketinggian (fall from above), kecelakaan ini banyak terjadi, yaitu
jatuh dari ketinggian yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah.
Contohnya jatuh dari tangga atau atap (Noor et al, 2014).
5. Jatuh pada ketinggian yang sama (fall at ground level), beberapa kecelakaan
yang timbul pada tipe ini seringkali berupa tergelincir, tersandung, jatuh dari
lantai yang sama tingkatnya (Noor et al, 2014).
6. Pekerjaan yang terlalu berat (over-exertion or strain), kecelakaan in timbul
akibat pekerjaan yang terlalu berat yang dilakukan pekerja seperti
mengangkat, menaikkan, menarik benda atau material yang dilakukan diluar
batas kemampuan (Noor et al, 2014).
7. Terkena aliran listrik (electrical contact), luka yang ditimbulkan dari
kecelakaan ini terjadi akibat sentuhan anggota badan dengan alat atau
perlengkapan yang mengandung listrik (Noor et al, 2014).
8. Terbakar (burn), kondisi ini terjadi akibat sebuah bagian dari tubuh
mengalami kontak dengan percikan, bunga api, atau dengan zat kimia yang
panas (Noor et al, 2014).
bahan dan radiasi, hewan, lain-lain yang termasuk klasifikasi di atas (Noor et
al, 2014).
3. Klasifikasi menurut sifat luka : fraktur / retak, terkilir, gear otak dan luka di
dalamnya, amputasi dan enukleasi, luka-luka ringan, memar dan remuk,
terbakar, akibat arus listrik, lain-lain yang termasuk klasifikasi tersebut (Noor
et al, 2014).
4. Klasifikasi menurut letak luka : Kepala, leher, badan, tangan, tungkai (Noor
et al, 2014).
Dasar hukum untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di awali oleh
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) Pasal 27 ayat (2), yang berisi: “Tiap-
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.” (Hutapea, 2016).
Menurut (Hutapea, 2016), setelah UUD 1945, dilanjutkan dengan Undang-
undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Paragraf 5 Pasal
86 dan 87 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang berisi:
• Tiap tenaga kerja berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi
kemanusiaan.
10
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga atau tidak diharapkan
yang datang secara langsung dan menyebabkan kerugian pada pekerja,
perusahan, masyarakat atau lingkungan. Penyebab terjadinya kecelakaan kerja
11
memiliki beberapa faktor seperti faktor manusia, faktor alat, dan faktor
lingkungan (Setiawan, 2018).
Pelaksanaan K3 menjadi tanggung jawab semua pihak, semua pihak yang
terkait berkewajiban berperan aktif sesuai fungsi dan kewenangannya untuk
melakukan berbagai upaya di bidang K3 secara terus menerus,
berkesinambungan dan menjadikan K3 sebagai bagian budaya kerja di setiap
kegiatan, sehingga dapat mencegah kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Untuk Diperlukan sumber daya manusia yg kompeten, handal & berkualitas di
bidang K3, sehingga dapat segera dicapai hasil optimal (Setiawan, 2018)
Maka dari itu sosialisasi pentingnya penerapan K3 pada suatu industri harus
dilakukan. Dengan adanya sosialisasi tersebut diharapkan dapat menyadarkan
pekerja akan pentingnya menjaga kesehatan serta keselamatan kerja. Sosialisasi
K3 ini diberikan sebagai sarana agar kecelakaan kerja dapat di minimalisir.
Sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk kegiatan penyuluhan yang merupakan
bentuk kegiatan salah satu strategi dari promosi kesehatan yaitu pemberdayaan
masyarakat. Penyuluhan merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan kepada masyarakat dengan tujuan untuk merubah perilaku
hidup selamat dan sehat (Ridwan, dkk., 2021).
2.2. APD
Alat Pelindung Diri (APD) adalah seperangkat alat keselamatan yang digunakan
oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari kemungkinan
adanya paparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Alat pelindung diri termasuk semua pakaian dan aksesoris pekerjaan
lain yang dirancang untuk menciptakan sebuah penghalang terhadap bahaya tempat
kerja. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) harus tetap di kontrol oleh pihak
yang bersangkutan, khususnya di sebuah tempat kerja. Alat Pelindung Diri (APD)
dalam konstruksi termasuk pakaian affording perlindungan terhadap cuaca yang
dipakai oleh seseorang di tempat kerja dan yang melindunginya terhadap satu atau
lebih resiko kesehatan atau keselamatan (Gultom, 2018).
Jenis-jenis dan Fungsi Alat Pelindung Diri (APD) dalam (Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor.08/Men/VII/2010
tentang Alat Pelindung Diri):
a. Alat Pelindung Kepala Alat pelindung kepala adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, terantuk, kejatuhan atau
terpukul benda tajam atau benda keras yang melayang atau meluncur di udara,
terpapar oleh radiasi panas, api, percikan bahan-bahan kimia, jasad renik
(mikroorganisme) dan suhu yang ekstrim.
b. Alat Pelindung Muka dan Mata Alat pelindung mata dan muka adalah alat
pelindung yang berfungsi untuk melindungi mata dan muka dari paparan
bahan kimia berbahaya, paparan partikel-partikel yang melayang di udara dan
di badan air, percikan benda-benda kecil, panas, atau uap panas, radiasi
gelombang elektromagnetik yang mengion maupun yang tidak mengion,
pancaran cahaya, benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.
c. Alat Pelindung Telinga. Alat pelindung telinga adalah alat pelindung yang
berfungsi untuk melindungi alat pendengaran terhadap kebisingan atau
tekanan.
14
Tujuan penggunaan alat pelindung diri adalah untuk melindungi tubuh dari
bahaya pekerjaan yang dapat menyebabkan kecelakaan akibat kerja dan penyakit
15
akibat kerja. Sehingga penggunaan alat pelindung diri bermanfaat bukan untuk
menjaga keselamatan pekerja itu sendiri tetapi juga bagi orang di sekelilingnya
(Buntarto, 2015). Manfaat lainnya yaitu untuk mencegah terjadinya penyakit yang
diakibatkan kerja, pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) tidak hanya ditujukan
kepada pekerja saja tetapi bagi setiap orang yang memasuki dan menangani
lingkungan kerja. manfaat bagi tenaga kerja yaitu: 1. Tenaga kerja dapat bekerja
lebih aman untuk terhindar dari bahaya-bahaya kerja. 2. Dapat mencegah
kecelakaan akibat kerja. 3. Tenaga kerja dapat memperoleh derajat kesehatan
yang sesuai hak dan martabat sehingga tenaga kerja akan mampu bekerja secara
aktif dan produktif. 4. Tenaga kerja dengan produksi sehingga meningkatkan hasil
produksi. Hal ini akan menambah keuntungan bagi tenaga kerja yaitu berupa
kenaikan gaji atau jaminan sosial sehingga kesejahteraan akan terjamin.
2.3. P3K
menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di
tempat kerja dan wajib melaksanakan P3K di tempat kerja. Hal ini menunjukkan adanya
kewajiban bagi pihak perusahaan untuk melaksanakan P3K sekaligus menyediakan
petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerjanya untuk memberikan perlindungan
kepada pekerja saat kecelakaan terjadi (Fitri, dkk., 2022).
Komite K3 pusat terdiri dari manajer departemen dan para penyelia K3. Komite
K3 dipimpin oleh manajer senior dan diketuai oleh manajer operasi. Dimana
bertugas untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan K3. Membentuk tim
yang dapat menangani penyelidikan insiden, peraturan prosedur, kesiagaan
emergency, program dan aktivitas (Jeli et al, 2021)
Penyelia K3 memiliki tugas sebagai penghubung, memberikan masukan dan
fasilitator mengenai aspek K3 pada komite dan memberikan konsultasi untuk
organisasi lini. Masing - masing Manajer departemen dalam organisasi komite K3
harus mengikuti program K3 secara rutin. Beberapa tugas Komite K3, diantaranya:
1. Mengembangkan kebijakan, prosedur, regulasi internal K3, pedoman, petunjuk
teknis, petunjuk pelaksanaan dan standar prosedur operasional (SPO) K3RS
dalam pengendalian risiko.
2. Menyusun program K3.
3. Memantau pelaksanaan K3.
4. Mengolah data informasi yang berhubungan dengan K3.
5. Memelihara dan mendistribusikan informasi terbaru mengenai kebijakan,
prosedur, regulasi internal K3RS, pedoman, petunjuk teknis, petunjuk
pelaksanaan dan SOP K3 yang telah ditetapkan.
18
3.2. Waktu
Subjek Tugas Mandiri pada TPP blok 19 kelompok 1 adalah mengetahui peran HSSE
dalam sosialisasi budaya HSSE di Rumah Sakit Pertamina Bina Medika Plaju dengan
pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner.
19
20
4.1. Hasil
21
22
pekerja. Tidak hanya itu terdapatnya kendala dipengaruhi dari kebiasaan pekerjaan
yang dimana HSSE/K3 masih dianggap sebelah mata akan pentingnya hal tersebut
sehingga dengan pola pikir tersebut terdapat kendala. Adapun cara perusahaan
meningkatkan HSSE dengan cara melakukannya sosialisasi tersebut dan
menggunakan aplikasi terkait komplain pekerja terhadap kerusakan fasilitas (lampu,
keramik, lainnya) di Unit RS PT. Pertamina Bina Medika. Sosialisasi tersebut
mencakup penjelasan prosedur prosedur K3 secara keseluruhan mencakup
penggunaan APD,P3K, APAR , dan Pengolahan Limbah.
Terkait jika tidak diterapkannya K3/HSSE dengan benar maka akan
menimbulkan kejadian kecelakaan kerja lebih tinggi dan pengetahuan pekerja
terkait keselamatan dirinya terhadap pekerjaan rendah. Untuk saat ini setelah
dilakukannya sosialisasi terkait HSSE unit RS , belum ada nya angka kematian.
Belum adanya kejadian kecelakaan yang terjadi di wilayah kerja unit RS perusahaan
PT. Pertamina. Sosialisasi yang sering dilakukan diberikan adalah sosialisasi
mengenai penggunaan alkes.
Dengan melakukan sosialisasi kepada pegawai PT pertamina dan juga diberikan
aplikasi pelapor ANEEP conditioning yang bisa diakses sendiri kemudian
dilaporkan jika ada kecelakaan kerja, dalam 1 bulan sendiri bisa mendapatkan
laporan kurang lebih 30 laporan mengenai kerusakan yang ada di tempat kerja,
seperti laporan keramik yang rusak, ac rusak, dan sebagainya, untuk pemeriksaan
nya sendiri satu bulan sekali dilakukan pemeriksaan limbah dan 6 bulan
pemeriksaan lingkungan. Adanya unit kerja yang terdiri atas : Intenssive care unit,
burn unit, stroke unit, rawat inap unit.
4.2. Pembahasan
Sangat penting dikarenakan keselamatan pekerja di suatu perusahaan ataupun
rumah sakit harus mengutamakan keselamtan kerja pekerja dahulu terutama pada
para pekerja rumah sakit sesuai dengan teori. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan
kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung
dan tamu) di tempat kerja. Menurut OHSAS 1800. Keselamatan kesehatan kerja
(K3) Adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan
kesehatan kerja bagi tenaga kerja maupun orang lain di tempat kerja. K3 diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 1/1970 tentang keselamatan kerja
23
yang mendefinisikan tempat kerja sebagai ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja. Termasuk tempat kerja
adalah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau berhubungan dengan tempat kerja tersebut.
Tugas Bapak/Ibu unit RS perusahaan RS. Pertamina Bina Medika Plaju, berupa
memantau perjalanan prosedur kerja, hal ini berkaitan juga dengan teori bahwa
tugas kepala unit dapat berupa merencanakan, membuat, melakukan dan
mengevaluasi prosedur kerja program keselamatan dan juga kesehatan kerja dan
melakukan evaluasi adanya kemungkinan atau peluang insiden kecelakaan yang
dapat terjadi (Selviana, 2017).
Karyawan sangat perlu memahami K3 dikarenakan ini merupakan salah satu
faktor penting yang dapat mempengaruhi produktivitas karyawan. Hal ini sesuai
dengan teori berupa Resiko kecelakaan serta penyakit akibat kerja sering terjadi
karena program K3 tidak berjalan dengan baik. Hal ini dapat berdampak pada
tingkat produktivitas karyawan. Dalam hal ini, keselamatan kerja menyangkut
peralatan yang dipakai oleh karyawan dalam bekerja, guna melindunginya dari
resiko-resiko tertentu agar terhindar dari kecelakaan kerja. Apabila tingkat
keselamatan kerja tinggi, maka kecelakaan yang menyebabkan sakit, cacat, dan
kematian dapat ditekan sekecil mungkin. Apabila keselamatan kerja rendah, maka
hal tersebut akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan sehingga berakibat pada
produktivitas yang menurun (Selviana, 2017).
Rumah Sakit Pertamina Plaju memiliki sosialisasi terprogram mengenai K3
seperti sosialisasi penggunaan APAR setiap 1 bulan sekali, simulasi kebakaran
setiap 1 tahun sekali, sosialisasi pembuangan sampah, hand hygiene, penggunaan
APD, dan penggunaan spill kit masing-masing setiap 1 bulan sekali. Setiap pekerja
harus mengikuti program pelatihan mengenai kebijakan K3. Sosialisasi terprogram
yang rutin dilakukan bagi pekerja di Rumah Sakit Pertamina Plaju merupakan salah
satu upaya penting dalam memperkenalkan, mengedukasi, dan membudayakan
nilai-nilai serta prosedur yang berlaku di lingkungan kerja. Sosialisasi ini bertujuan
untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran pekerja terhadap kebijakan, aturan,
dan program-program yang diterapkan di rumah sakit. Sosialisasi harus dilakukan
secara rutin dan terjadwal untuk memastikan bahwa setiap pekerja baru atau pekerja
yang pindah ke bagian baru mendapatkan kesempatan yang sama untuk
memperoleh informasi yang relevan. Selain itu, sosialisasi juga perlu dilakukan
24
biologis meliputi paparan virus, jamur, bakteri, dan pathogen lainnya (Syahidah &
Musfiroh, 2018).
Sosialisasi hazard di RS pertamina plaju sama dengan sosialisasi HSE (Health
Safety Environment) atau K3. Sosialisasi mengenai pelatihan K3, alat kesehatan,
APD, dan sosialisasi hazard mengenai B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Pada
hazard B3 dilakukan juga identifikasi dan pengendalian bahaya. Hal ini sesuai
dengan teori menurut (Ridwan et, al 2021) salah satu macam sosialisasi budaya K3
adalah pelatihan K3. pelatihan K3 bermanfaat untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan pekerja mengenai K3, biasanya tentang prosedur
pelaksanaan pekerjaan dan pengetahuan tentang bahaya-bahaya yang ada di sekitar
mereka dan pencegahannya (Ridwan et al, 2021). Sedangkan untuk hazard B3 juga
sesuai dengan teori menurut (Wilwin & Sutandi, 2021) dilakukan identifikasi
bahaya yaitu untuk mencari seluruh kemungkinan risiko, mulai dari yang kecil
hingga besar, di suatu lingkungan kegiatan dan juga dampak yang dihasilkan.
Setelah dilakukan sosialisasi, diharapkan dapat mengurangi kecelakaan kerja
bahkan zero accident. Para pekerja, staff di RS pertamina plaju juga menjadi lebih
peduli terhadap keselamatan lingkungan kerja dan kesehatan diri mereka masing-
masing. Hal ini sesuai dengan teori menurut (Ridwan et, al, 2021) yaitu Dengan
adanya sosialisasi diharapkan dapat menyadarkan pekerja akan pentingnya menjaga
kesehatan serta keselamatan kerja agar terhindar dari resiko kecelakaan saat bekerja
(Ridwa, et, al 2021).
Pak P menjelaskan bahwa timbul rasa peduli dan saling jaga satu sama lain antar
sesama pekerja setelah dilakukan sosialisasi yang ditunjukkan dengan adanya
aplikasi yang berfungsi sebagai wadah aduan para pekerja terhadap hal-hal yang
berpeluang sebagai kecelakan kerja seperti, lampu yang redup, AC yang berisik,
serta lantai yang pecah sehingga dapat segera diperbaiki untuk meminimalisir
terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa petugas HSE pada RS.
Pertamina Plaju Palembang telah menjalankan perannya dengan baik dalam
sosialisasi budaya K3 kepada pekerja karena telah timbul rasa peduli dan saling jaga
satu sama lain antar sesama pekerja. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja RI nomor PER.04/MEN/1987 dijelaskan bahwa Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah suatu wadah pertemuan di tempat
kerja yang dapat membantu pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan
kerjasama saling peduli dan berpartisipasi efektif dalam penerapan K3 (Rosmalia
27
Kendala dalam penerapan K3 adalah banyak yang belum tahu mengenai K3,
sehingga banyak yang memandang dengan sebelah mata. Hal ini sesuai dengan teori
Putri dan Assidiq (2021), bahwa faktor-faktor yang menghambat penerapan sistem
manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu kurangnya pelatihan
mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tidak adanya anggaran mengenai K3
dalam proyek konstruksi tersebut, terbatas disediakannya Alat Pelindung Diri
(APD) bagi para pekerja, kurangnya kepedulian dari para pekerja untuk
menggunakan APD dengan baik, K3 yang diterapkan tidak sesuai dengan standar
yang ada, tidak adanya unit yang khusus mengurusi tentang K3.
Cara perusahaan pertamina dalam menigkatkan HSSE adalah dengan
melakukan sosialisasi yang merupakan program tahunan untuk melakukan
penyegaran kembali tentang aspek-aspek HSSE dengan cara yang beragam dan
menarik agar zero fatality dapat tercapai. Hal ini sesuai dengan teori mengenai
sosialisasi budaya K3 bahwa dengan adanya sosialisasi tersebut diharapkan dapat
menyadarkan pekerja akan pentingnya menjaga kesehatan serta keselamatan kerja.
Sosialisasi K3 ini diberikan sebagai sarana agar kecelakaan kerja dapat di
minimalisir. Sosialisasi yang dilakukan dalam bentuk kegiatan penyuluhan yang
merupakan bentuk kegiatan salah satu strategi dari promosi kesehatan yaitu
pemberdayaan masyarakat. Penyuluhan merupakan upaya untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan kepada masyarakat dengan tujuan untuk merubah
perilaku hidup selamat dan sehat (Ridwan, dkk., 2021).
Dalam sosialisasi budaya K3 juga, RS. Pertamina telah menjelaskan prosedur-
prosedur dalam penggunaan APD, Alkes bahkan penggunaan APAR. Dimana hal
ini sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan dalam menjaga kesehatan dan
keselamatan kerja di setiap pegawai. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Tujuan
penggunaan alat pelindung diri adalah untuk melindungi tubuh dari bahaya
pekerjaan yang dapat menyebabkan kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat
kerja. Sehingga penggunaan alat pelindung diri bermanfaat bukan untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri tetapi juga bagi orang di sekelilingnya (Buntarto,
2015).
RS. Pertamina Bina Medika Plaju menyediakan peralatan P3K yang lengkap
dikarenakan RS. Pertamina Bina Medika Plaju ini berada di lingkungan rumah sakit.
Hal ini sesuai dengan teori Fitri (2022), bahwa salah satu pengendalian untuk
mencapai perlindungan yakni memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan
28
(P3K) secara cepat dan tepat. Pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja
(P3K) diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor 15 tahun 2008. Pada pasal 2 ayat (1) dan (2) menyebutkan
bahwa pengusaha wajib menyediakan petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerja
dan wajib melaksanakan P3K di tempat kerja. Hal ini menunjukkan adanya
kewajiban bagi pihak perusahaan untuk melaksanakan P3K sekaligus menyediakan
petugas P3K dan fasilitas P3K di tempat kerjanya untuk memberikan perlindungan
kepada pekerja saat kecelakaan terjadi.
Menurut Bapak P, jika K3 tidak diterapkan dengan benar, maka akan terjadi
kecelakaan kerja. Maka ini sesuai dengan teori Takala (2019), bahwa salah satu
tujuan utama K3 adalah mencegah terjadinya cedera dan kecelakaan kerja. Dengan
mengidentifikasi dan mengurangi faktor risiko di tempat kerja, perusahaan dapat
menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan mengurangi kemungkinan
terjadinya kecelakaan atau cedera yang dapat membahayakan kesehatan dan
keselamatan pekerja.
Angka kejadian kecelakan setelah dilakukannya sosialisasi K3 oleh RS.
Pertamina Bina Medika Plaju saat ini belum ada atau nihil. Artinya sosialisasi yang
dilakukan saat ini masih mempertahankan sikap personal dari tiap karyawan untuk
bertanggung jawab agar mencegah terjadinya kecelakaan di RS. Pertamina Bina
Medika Plaju. Hal ini sesuai dengan teori Takala (2019) bahwa tujuan utama K3
adalah mencegah terjadinya cedera dan kecelakaan kerja. Dengan mengidentifikasi
dan mengurangi faktor risiko di tempat kerja, perusahaan dapat menciptakan
lingkungan kerja yang lebih aman dan mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan atau cedera yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan
pekerja
Saat ini belum ada angka kejadian yang pernah terjadi di RS. Pertamina Bina
Medika Plaju dan jika terjadi kecelakan hal ini harus segera dilaporkan. Hal ini
sesuai dengan teori Takala (2019), bahwa tujuan dari penerapan K3 memastikan
bahwa perusahaan mematuhi peraturan dan standar hukum yang berlaku terkait
kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan mematuhi peraturan yang ditetapkan oleh
otoritas terkait, perusahaan dapat menghindari sanksi hukum dan menciptakan
reputasi yang baik dalam hal kepatuhan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Maka apabila terjadi kecelakaan peran K3 disini mengontrol dan melakukan
29
pengawasan agar menciptakan reputasi yang baik dalam hal kepatuhan dan
tanggung jawab sosial perusahaan.
Terkait jika tidak diterapkannya K3/HSSE dengan benar maka akan
menimbulkan kejadian kecelakaan kerja lebih tinggi dan pengetahuan pekerja
terkait keselamatan dirinya terhadap pekerjaan rendah. Untuk saat ini setelah
dilakukannya sosialisasi terkait HSSE unit RS, belum ada nya angka kematian.
Belum adanya kejadian kecelakaan yang terjadi di wilayah kerja unit RS perusahaan
PT. Pertamina. Sosialisasi yang sering dilakukan diberikan adalah sosialisasi
mengenai penggunaan alkes, hal ini sesuai dengan teori bentuk sosialisai penerapan
K3 yang bisa dilakukan adalah safety induction, Safety Induction sendiri merupakan
sebuah penjelasan dan pengarahan tentang K3 yang berkaitan dengan potensi
bahaya, pengendalian bahaya, alat pelindung diri (APD) yang diwajibkan, tanggap
darurat, dan tata cara penyelamatan pada suatu pertemuan (Ridwan et al, 2021).
Dengan melakukan sosialisasi kepada pegawai RS. Pertamina dan juga
diberikan aplikasi pelapor ANEEP conditioning yang bisa diakses sendiri kemudian
dilaporkan jika ada kecelakaan kerja, dalam 1 bulan sendiri bisa mendapatkan
laporan kurang lebih 30 laporan mengenai kerusakan yang ada di tempat kerja,
seperti laporan keramik yang rusak, AC rusak, dan sebagainya, untuk pemeriksaan
nya sendiri satu bulan sekali dilakukan pemeriksaan limbah dan 6 bulan
pemeriksaan lingkungan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa dengan dilakukannya
sosialisasi dan diberikannya akses aplikasi diharapkan dapat menyadarkan pekerja
akan pentingnya menjaga kesehatan serta keselamatan kerja agar terhindar dari
resiko kecelakaan saat bekerja (Ridwan et al, 2021).
Hal yang dilakukan HSE untuk menghindari kecelakaan kerja di RS Pertamina
Plaju adalah dengan melakukan sosialisasi K3 kepada para pekerja rutin setiap
tahun, serta memiliki aplikasi yang berfungsi untuk menampung segala aduan
mengenai hal-hal yang berpeluang sebagai kecelakaan kerja. Hal ini sesuai bahwa,
beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk HSE untuk mencegah kecelakaan kerja
adalah dengan memberikan sosialiasi penerapan K3 seperti, safety permit dan
pelatihan K3 yang sehingga diharapkan dapat menyadarkan pekerja akan
pentingnya menjaga kesehatan serta keselamatan kerja agar terhindar dari resiko
kecelakaan saat bekerja. Kemudian, ketika para pekerja sudah sadar untuk menjaga
kesehatan dan keselamatannya maka perusahaan menyediakan wadah pengaduan
30
hal-hal yang dianggap berpeluang menjadi kecelakaan kerja supaya dapat segera
diperbaiki (Ridwan dkk., 2021).
Terdapat beberapa unit kerja yang terdiri atas, intensive care unit, burn unit,
stroke unit, dan unit rawat inap. Hal ini sesuai bahwa rumah sakit memiliki beberapa
workstation diantaranya, unit rawat inap, intensive care unit, stroke unit, unit
administrasi, dan unit keperawatan (Winarso dkk., 2020).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Peran komite K3 yaitu, bertugas dalam membuat program kerja terkait kemajuan
HSSE di RS. Pertamina , memantau jalannya HSSE, menerima pengaduan akibat
kerusakan fasilitas RS yang nantinya akan menimbulkan kecelakaan kerja pekerja.
2. Sosialisasi budaya K3 yang ada di Pt. pertamina bina medika plaju yaitu rutin
dilakukan, setahun bisa 2x. sosialisasi dan pelatihan HSSE dilakukan dari pimpinan
sampai cleaning service
3. Setelah dilakukan sosialisasi, diharapkan dapat mengurangi kecelakaan kerja
bahkan zero accident. Para pekerja, staff di RS pertamina plaju juga menjadi lebih
peduli terhadap keselamatan lingkungan kerja dan kesehatan diri mereka masing-
masing.
4. Hazard utama yang terdapat di perusahaan PT. Pertamina Bina Medika Plaju adalah
hazard biologis yaitu virus dan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Hazard
biologis, atau biohazard, adalah zat biologis yang menimbulkan ancaman bagi
kesehatan organisme hidup, terutama manusia.
5. Dengan melakukan sosialisasi kepada pegawai PT pertamina dan juga diberikan
aplikasi pelapor ANEEP conditioning yang bisa diakses sendiri kemudian
dilaporkan jika ada kecelakaan kerja
5.2. Saran
Saran yang diberikan penulis dalam upaya keselamatan dan kesehatan kerja pada
perusahaan PT. Pertamina Bina Medika Plaju :
1. Memberikan sosialisasi dan pelatihan mengenai peraturan dan prosedur K3 secara
konsisten di PT. Pertamina Bina Medika Plaju
2. Meningkatkan komunikasi yang baik antara tim HSSE dengan karyawan PT.
Pertamina Bina Medika Plaju, dan pekerja dengan pekerja seperti dalam
menyampaikan atau melaporkan informasi kecelakaan kerja.
3. Mengadakan pertemuan rutin pada setiap pekerja agar lebih menumbuhkan rasa
kepedulian sesama pekerja dengan lingkungan kerja.
31
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, N. A., Mufidah, A., Putro, D. S., & Permatasari, I. S. (2018). Pendidikan
Kesehatan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan pada Masyarakat di Kelurahan
Dandangan. Journal of Community Engagement in Health.
Buntarto. 2015. Panduan Praktis Keselamatan & Kesehatan Kerja untuk Industri.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Departemen Tenaga Kerja. 2018. Panduan alat pelindung diri para kerja.
Erna. 2021. Peran Komite Keselamatan dan Kecelakaan Kerja Dalam Penerapan Safety
Culture.
Fitri, K. A., Rhomadhoni, M. N., Sunaryo, M., & Ayu, F. (2022). Evaluasi Penerapan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di Pelabuhan Kalimas Surabaya.
Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan.
Gultom. 2018.Analisis Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Proyek Kontruksi di PT. Eka Paksi Sejati.Studi
Kasus:Proyek Kontruksi untuk Pemboran Sumur EksploirasiTitanum (TTN-001)
Daerah Aceh Tamiang. Jurnal Bisnis Corporate. 3(1).
Hutapea, J. 2016. Pelaksanaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Perusahaan Jasa
Konstruksi Bangunan Pada PT. Adhi Persada Gedung (Proyek Transmart
Carrefour). Jurnal Hukum Atma Jaya Yogyakarta, 1(1). hal 1-8.
32
33
International Labour Organization. (2021). Safety and health at work: A vision for
sustainableprevention. Diakses dari: https://www.ilo.org/global/topics/safety-and-
health-at-work/lang--en/index.htm
Jeli, et al. 2021. Analisis Komitmen Dan Kebijakan Dalam Penerapan SMK3 Di Rumah
Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau Tahun 2020. Media Kesmas (Public Health
Media). Vol. 01, No. 01.
Maulida, 2016. Implementasi Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada PT.
Pertamina (Persero) Terminal BBM Malang. Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Brawijaya
Noor, et al. 2014. Karakteristik Kecelakaan Kerja pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi
di Surabaya. ITATS Surabaya.
Nur. 2017. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Di Pt.
Pertamina (Persero) Unit Pemasaran II Terminal Bahan Bakar Minyak (Tbbm)
Jambi.
Rosmalia. 2021. Peran Komite Kesalamatan Dan Kesehatan Kerja Dalam Penerapan
Safety Culture. Bhamada: Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan (E-Journal). Vol
12 no 1.
Saputra, A., & Sutomo, A. H. 2020.. Analisis Sosialisasi Kesehatan di Rumah Sakit
Umum Daerah Bangil Kabupaten Pasuruan. Jurnal Administrasi Kesehatan
Indonesia, 8(1), 33-41.
Setyawan. 2020. Hiperkes & Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan. Malang
Syahidah, H.N. & Musfiroh, I. 2018. Review: Aspek Keamanan Dan Keselamatan Kerja
Dalam Produksi Sediaan Farmasi. Jurnal Farmaka, 16(1), 13-20.
Takala, J., & Hämäläinen, P. 2019. Global estimates of the burden of injury and illness
at work in 2017. Journal of occupational and environmental hygiene, 16(7-8), 469-
481. doi: 10.1080/15459624.2019.1616070.
Tim K3 UNY. 2014. Buku Ajar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Universitas
Negeri Yogyakarta.
Wilwin, W., & Sutandi, A. 2021. Studi Identifikasi Risiko Pada Proyek Infrastruktur Di
Indonesia. JMTS: Jurnal Mitra Teknik Sipil, 4(1), 295.
https://doi.org/10.24912/jmts.v0i0.10646.
Winarso, FA. dkk. 2020. Kualitas Pelayanan Kesehatan Pada Unit Rawat Inap Rumah
Sakit Tk.IV Kota Samarinda. Jurnal Administrasi Negara. 8(1): 8943-8952.
LAMPIRAN
35
36