Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aulia Putri Kesuma Tanjung

NPM/NIM : 5222221101
Nomor Urut : 01
Mata Kuliah : Sejarah Hukum
Dosen : Dr Kunthi Tridewiyanti, SH. MA

Jawaban :
1. Salah satu kegunaan sejarah hukum adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta hukum tentang
masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. Hal tersebut merupakan suatu proses, suatu
kesatuan, dan satu kenyataan yang diahadapi, yang terpenting bagi ahli sejarah data dan bukti
tersebut adalah harus tepat, cenderung mengikuti pentahapan yang sistematis, logika, jujur,
kesadaran pada diri sendiri dan imajinasi yang kuat. Sejarah hukum dapat memberikan
pandangan yang luas bagi kalangan hukum, karena hukum tidak mungkin berdiri sendiri,
senantiasa dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan lain dan juga mempengaruhinya.
Hukum masa kini merupakan hasil perkembangan dari hukum masa lampau, dan hukum masa
kini merupakan dasar bagi hukum masa mendatang. Sejarah hukum akan dapat melengkapi
pengetahuan kalangan hukum mengenai hal-hal tersebut.
Dalam kaitannya dengan hukum bisnis, maka dapat ditelaah dan dipelajari mengenai hukum
bisnis pada saat diterapkannya di Indonesia dasar-dasar yang menjadi pondasi hukum bisnis
Indonesia adalaha KUHPerdata yang merupakan peninggalan Belanda yaitu Burgerlijk
Wetboek (BW) namun seiring dengan berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi yang
pastinya mempengaruhi perkembangan ekonomi terjadilan penambahan peraturan-peraturan
perundang-undangan untuk mengakomodir hal tersebut, yang mana hukum bisnis saat ini
merupakan “benih-benih” untuk menjadi pondasi hukum bisnis di kemudian hari.

2.
a. Pada mulanya, tujuan kodifikasi Hukum Belanda di tanah jajahan adalah untuk memenuhi
kebutuhan hukum dan kepastian hukum warga Eropa di tanah jajahan (Hindia – Belanda).
Kemudian muncul persoalan apakah kodifikasi itu sepatutnya diberlakukan juga untuk
kepentingan pribumi dan/atau non-Eropa. Kesulitan muncul saat bagaimana unifikasi
hukum harus diimplementasikan untuk menghapus dualism yang selama ini dipraktekkan
Hindia-Belanda. Kemudian berlakulah asas konkordansi, merupakan suatu asas yang
melandasi diberlakukannya hukum Eropa atau hukum di negeri Belanda pada masa itu
untuk diberlakukan juga kepada golongan Eropa yang ada di Hindia Belanda (Indonesia
pada masa itu). Dengan kata lain, terhadap orang Eropa yang berada di Indonesia
diberlakukan hukum perdata asalnya yaitu hukum perdata Belanda. Contoh dari asas
konkordansi itu adalah dalam Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB):
 Pasal 5, penduduk dibedakan ke dalam golongan Eropa (beserta mereka yang
dipersamakan dengannya) dan golongan pribumi (beserta mereka yang dipersamakan
dengannya);
 Pasal 9, Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (yang akan diberlakukan di Hindia – Belanda) hanya akan berlaku untuk
golongan Eropa dan yang dipersamakan dengannya.
 Pasal 11, untuk golongan penduduk pribumi oleh hakim akan diterapkan hukum
agama, pranata dan kebiasaan orang pribumi sendiri, sejauh tidak bertentangan
dengan asas kepantasan dan keadilan umum dan apabila terhadap pribumi itu telah
ditetapkan berlakunya hukum Eropa atau apabila orang pribumi yang bersangkutan
telah menundukkan diri pada hukum Eropa.
b.
 untuk orang-orang pribumi diberlakukan hukum agama dan adat kebiasaannya
sendiri, sebagaimana didalam Pasal 75 ayat (3) Regeringsreglement 1854 atau dengan
istilah "de godsdienstige wetten, instellingen en gebruiken der inladers"
 Johan Thorbecke (guru besar universitas Leiden pada masa itu) pada acara tanya
jawab di parlemen terkait rencana pengundangan Regeringsreglement 1854,
mengatakan bahwa sekalipun kelak untuk orang-orang pribumi diterapkan hukum
kebiasaannya sendiri, badan-badan pengadilan yang akan menerapkan hukum
kebiasaan orang-orang pribumi itu, bagaimanapun juga, haruslah tetap diawaki oleh
hakim-hakim yang sama dan hakim-hakim yang berkompeten untuk mengadili orang2
Eropa. Ini didasarkan pada alasan karena hakim yg berasal dari kalangan pribumi
tidak akan begitu saja mengerti dan tidak bisa begitu saja menerapkan dengan tepat
dan benar apa yg pemerintah Belanda maksudkan dengan "die algemeen erkende
beginselen Van billijkheid on negtmarigheid" (asas-asas umum yang diketahui
tentang kepatutan dan kepantasan). seperti yg tertera dalam PS. 75 reglement 1854.
 Kebijakan dualiseme – bewuste rechtpolitiek, penataan organisasi badan-badan
peradilan kolonial, adanya pemisahan peradilan untuk golongan eropa dan golongan
pribumi. Dualisme tata peradilan dimantapkan pada tahun 1847 dengan sebuah
peraturan yang dirancang oleh Scholten van Oud-Haarlem dimaklumatkan dalam
Koninklijk Besluit 16 Mei 1847, dimuat dalam Ind.Stbh.th 1847, No. 23 atau dikenal
dengan Reglement op De Regterlijke Organisatie en Het Beleid Der Justitie.

3. Kebijakan pemerintah untuk menyeragamkan kebijakan hukum dan politik sebagaimana yang
terjadi di negeri Belanda menuai konflik di kalangan para birokrat dan ilmuwan di Hindia
Belanda, sehingga menimbulkan ketidaksepahaman paradigma politik hukum, terutama
terhadap Islam. Para birokrat menginginkan sebuah unifikasi hukum secara utuh, sedangkan
kalangan ilmuwan berkehendak adanya pembedaan sistem hukum dikalangan pribumi dan
non pribumi atau dualisme hukum. Perbedaan pendapat juga terjadi di kalangan ilmuwan
seperti yang terjadi antara L.W.C van Den Berg yang mengeluarkan teori Receptie in
Complexu yang menyatakan bahwa hukum adat adalah hukum yang telah diresepsi oleh
hukum Agama dan van Vollenhoven menolaknya secara tegas dengan teori receptie in
contrario yang menyatakan bahwa hukum adat yang ada di Hindia Belanda bukan berasal dari
Hukum Islam, tetapi dari peradaban Melayu Polinesia yang ditambah dengan unsur-unsur
agama yang juga berarti hukum Islam bersifat subordinat.

4. Hukum adat sebagai salah satu gejala sosial, hidup, tumbuh, dan berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Dalam perkembangannya, hukum adat menjadi salah satu disiplin
ilmu dalam bidang hukum. Penemuan dan perkembangan hukum adat pun selalu
mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, terutama para praktisi dan pengamat hukum.
Karena sifatnya yang dinamis, proses perkembangan hukum adat dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti iklim lingkungan serta sifat atau watak bangsa, kepercayaan magis
dan animisme, terutama agama, dan kekuasaan pemerintahan atau karena pergaulan dengan
orang luar.

Mengenai sejarah penemuan dan perkembangan hukum adat, van Vollenhoven dalam
bukunya De Ontdekking van het Adatrecits (Penemuan Hukum Adat) melakukan analisis dan
pembahasan dengan materi pertanyaan sederhana yaitu siapakah yang menemukan hukum
adat? Apakah rakyat yang setiap hari secara langsung telah menghayati dan
melaksanakannya, atau oleh orang luar? Setelah melalu berbagai penelitian dan analisis,
pertanyaan tersebut dijawab sendiri oleh van Vollenhoven bahwa penemu hukum adat bukan
rakyat yang setiap hari menghayati dan melaksanakannya tetap justru orang luar, karena
merasa tertarik terhadap hukum adat yang unik, khusus bahkan istimewa. Mereka adalah para
sarjana, ahli dan peminat lain yang berasal dari luar lingkungan suatu masyarakat adat.
Keunikan atau keistimewaan hukum adat, menurut para ahli atau sarjana tersebut, antara lain
bahwa hukum adat yang hidup, tumbuh, dan berkembang dihayati dan dilaksanakan oleh
rakyat Indonesia merupakan sekumpulan peraturan yang wujudnya tidak tertulis di dalam
peraturan, perundang undangan, namun dapat berfungsi mengatur tingkah laku, hidup
bermasyarakat, dan menentukan serta mengikat karena mempunyai sanksi.
Sejarah penemuan dan perkembangan hukum adat yang ditulis oleh van Vollenhoven berisi
tentang permulaan perhatian para ahli atau para sarjana barat terhadap hukum adat sampai
ditemukan hingga proses perkembangannya sebagai salah satu disiplin ilmu hukum
(rechtswetenschap) pada tahun 1928 Perkembangannya setelah tahun 1928 dilukiskan oleh
Sukanto dalam bukunya Meninjau Hukum Adat indonesia. Buku tersebut merupakan
reproduksi dari buku Penemuan hukum adat (De Outdekking van Het Adatrechts) dan
perkembangannya sampai pecahnya Perang Dunia. Penyelidikan terhadap perkembangan
hukum adat jauh lebih sukar daripada penyelidikan  perhatian terhadap hukum adat. Hal ini
karena penyelidikan terhadap perkembangan hukum adat tidak hanya terwujud dengan
lahirnya ilmu hukum adat, tetapi juga terwujud pelaksanaannya dalam sejarah politik hukum
adat sejak zaman VOC, Pemerintah Hindia Belanda, hingga kemerdekaan Indonesia

Anda mungkin juga menyukai