Anda di halaman 1dari 16

KEWAJIBAN MEMPERTAHANKAN NEGARA

DAN KECINTAAN TANAH AIR

Makalah ini disusununtuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Masail Fiqhiyyah”
Dosen pengampu : H. Muhammad Mansyur, MA

Kelompok 13
Casda Waluya
Apip Abdul Latif
Lucyana Siti Juliah

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON

Jl. Widarasari III Tuparev – Cirebon Telp. (0231) 246215


E-mail : staibbc.cirebon@gmail.com
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Berkat limpahan karunianya,
penulis dapat meyelesaikan makalah yang berjudul “Kewajiban Mempertahankan Negara
dan Kecintaan Tanah Air” dengan lancar. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata
kuliah Masail Fiqhiyyah.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai kalangan para pembaca, penulis terima dengan tangan terbuka
guna menyempurnakan pembuatan makalah dikemudian hari.

Hanya ini yang dapat penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca.

Kuningan, 4 November 2022

Penulis

2
Daftar Isi

BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Pengertian Cinta Tanah Air 2
1. Pengertian Cinta 2

2. PengertianTanahAir 3

3. Pengertian Cinta Tanah Air 3

B. Kewajiban Menjaga dan Cinta Air 4


C. Dalil-dalil Cinta Tanah Air 6
1. Dalil Cinta Tanah Air Dari Al-Qur’an 6

2. Dalil Cinta Tanah Air dari Hadits 8

BAB III 10
PENUTUP 10
Kesimpulan 10
Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cinta tanah air dan bangsa adalah kebanggaan menjadi salah satu bagian dari tanah air
dan bangsanya yang berujung ingin membuat sesuatu yang mengharumkan tanah air
dan bangsa. Cinta tanah air dapat diartikan juga cara berfikir, bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap
bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

Semangat cinta tanah air dapat disebut juga sebagai patriotisme, sedangkan rasa cinta
terhadap bangsa dapat disebut juga sebagai nasionalisme atau hubbul wathon.

Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa adalah suatu kewajiban setiap
warga negara dan termasuk butir-butir pancasila yaitu pada sila ke tiga, “persatuan
Indonesia”. Sehingga sebagai warga Indonesia harus menjaga keutuhan negara dan
mengembangkan rasa cinta kepada tanah air.

Indonesia dilahirkan oleh generasi yang mempunyai idealisme cinta tanah air dan
bangsa, jika tidak, mungkin Indonesia masih tetap dijajah oleh bangsa lain. Maka dari
itu kita harus berterimakasih kepada pahlawan yang berjuang pada masa penjajahan.

Akhir-akhir ini sering dirasakan mulai lunturnya rasa cinta kepada tanah air dan
bangsa terutama pada generasi muda yang menjadi generasi penerus bangsa. Banyak
terjadi berbagai kasus yang tidak mencerminkan jati diri bangsa.

Di era globalisasi seperti sekarang ini arus informasi dari luar dapat menimbulkan
dampak negatif, rasa cinta kepada tanah air dan bangsa semakin tidak sekuat dulu.
Dengan semakin majunya teknologi seharusnya pandai menyaring budaya yang tidak
sesuai dengan jati diri bangsa. Namun yang terjadi budaya-budaya negatif justru
semakin berkembang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud cinta tanah air
2. Bagaimana pandangan islam mengenai kewajiban menjaga dan cinta tanah air
3. Bagaimana cara mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa?
C. Tujuan
Sesuai dengan permasalahan di atas, tujuan yang dicapai dalam makalah ini adalah:
1. Mengetahui ap aitu tanah air yang sesungguhnya
2. Mengetahui bagaimana pandangan islam mengenai kewajiban menjaga dan cinta
tanah air
3. Meningkatkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Cinta Tanah Air


1. Pengertian Cinta
Pengertian cinta dalam konteks membangun moral bangsa, maka diperlukan nilai-
nilai yang harus disepakati dan dihayati bersama. Hal ini harus digali dan
dirumuskan oleh orang-orang arif dan tokoh masyarakat, yakni the
founding fathers suatu bangsa. Bagi bangsa Indonesia sendiri, nilai-nilai
tersebut terdapat dalam diri Pancasila. Nilai-nilai yang telah disepakati
tersebut harus dihayati, karena dengan penghayatan nilai dapat berfungsi
dalam kehidupan ini. Dan hanya dengan penghayatan pula, karakter dapat
terbentuk.1

Salah satu nilai yang terdapat dalam diri Pancasila adalah sikap cinta tanah air.
Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari cinta tanah air. Disebutkan dalam Al-
Qur’an kitab Cinta karya al-Buthy, perasaan cinta antara seorang laki-laki dan
perempuan disebut dengan istilah mawaddah, rahmah, syaghafa, mail, dan hubb-
mahabbah. Istilah-istilah tersebut menunjukkan sebuah kerumitan, kedalaman dan
keragaman cinta. Cinta memang memiliki dimensi yang sangat luas dan mendalam
dengan berbagai perbedaan karakteristik yang akan membawa kepada implikasi
pada perbedaan tingkah laku.2 Menurut al-Buthy, “Cinta dapat diartikan ke dalam
tiga karakteristik yaitu apresiatif (ta’dzim), penuh perhatian (ihtimaman) dan cinta
(mahabbah). Secara lebih spesifik, bahasa Arab menyebutnya dengan 60 istilah
cinta seperti ‘isyqun (menjadi asyik), hilm, gharam (asmara), wajd, syauq dan lahf.
Namun, Al-Qur’an hanya menyebut 6 term”.

Cinta merupakan bagian terpenting dari kehidupan. Cinta mengangkat setiap jiwa
yang meresapinya, dan mempersiapkan jiwa itu untuk perjalanan menuju
keabadian. Cinta adalah sebuah anugerah dari Tuhan untuk hambanya agar
senantiasa selalu menjalin kasih sayang baik untuk dirinya sendiri, masyarakat
ataupun bangsanya. Jiwa membaktikan hidupnya untuk tugas suci ini, yang demi
tugas tersebut, ia rela mengorbankan dan memikul segala penderitaan yang paling
pedih dan seperti ketika ia melafalkan cinta pada hembusan nafas terakhirnya, ia
juga akan mengucapkan cinta ketika diangkat pada hari pembalasan kelak. Jika
seseorang tidak memiliki cinta, maka dia belum dapat naik ke horizon
kesempurnaan manusia, karena manusia penuh dengan rasa cinta. Mementingkan
orang lain adalah sikap mulia yang dimiliki manusia,dan sumbernya adalah
cinta.Siapapun yang memiliki cinta, maka mereka merupakan pahlawan-pahlawan
cinta. Pahlawan cinta ini akan senantiasa hidup walau mereka telah tiada. Orang-
orang yang membaktikan hidup untuk orang lain adalah pejuang yang gagah
berani. Seperti halnya seorang ibu yang melahirkan anaknya, pahlawan yang

2
memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Itu semua timbul karena adanya rasa
cinta.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka penulis dapat mengambil


kesimpulan bahwasannya cinta yang dimaksud di sini merupakan sebuah perasaan
kasih, perhatian dan kepedulian yang ditujukan oleh seorang manusia untuk tanah
airnya. Yang mana dengan perasaan tersebut dapat membangkitkan dirinya untuk
rela mengorbankan jiwa raganya dalam mengemban tugas untuk mempertahankan
tanah airnya.

2. Pengertian Tanah Air


Tanah air sebagaimana yang kita ketahui bersama ada beberapa istilah yang berarti
tanah air, diantaranya yaitu, al-balad, Dar dan Al-wathan.

“Al-Balad” mempunyai arti tempat yang dibatasi yang dijadikan


tempat tinggal oleh sekelompok orang, atau dinamakan dengan tempat
yang luas yang ada di bumi ini.

Sedangkan “Dar” berarti tempat berkumpulnya bangunan dan


halaman, tempat tinggal. Makna dari ke tiga kata tersebut mempunyai satu
makna yaitu tempat tinggal. Begitu pula Muhammad Imarah yang mengutip
pendapatnya Az-Zamakhsyari dalam kitab asas al-balaghah menyatakan tentang
cinta tanah air: “masing-masing orang mencintai tanah airnya, negeri asalnya
dan tempat tinggalnya”.

Tanah tumpah darah tempat kita dilahirkan merupakan tempat


yang kita cintai. Untuk mengetahui betapa besarnya rasa cinta kita
terhadap tanah air kita sendiri, maka cobalah untuk merantau ke negeri
orang sejenak. Walaupun kita sudah merantau jauh-jauh, pastilah kita akan
terbayang tempat kelahiran kita. Dan apabila bendera bangsa-bangsa
berkibar di PBB, maka bendera yang pertama kali kita cari, pasti dimana
letak bendera “Merah-Putih”. Sejak saat itulah kita mengetahui bahwa kita
mempunyai rasa cinta terhadap tanah air kita sebagai tempat dimana kita
dilahirkan.

“Al-wathan”. Al-Jurjani mengatakan, “Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran


seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.” Dari definisi ini, maka dapat
dipahami bahwa tanah air bukan sekadar tempat kelahiran tetapi juga termasuk di
dalamnya adalah tempat di mana kita menetap. Dapat dipahami pula bahwa
mencintai tanah air adalah berarti mencintai tanah kelahiran dan tempat di mana
kita tinggal. Pada dasarnya, setiap manusia itu memiliki kecintaan kepada tanah
airnya sehingga ia merasa nyaman menetap di dalamnya, selalu merindukannya
ketika jauh darinya, mempertahankannya ketika diserang dan akan marah ketika

3
tanah airnya dicela. Dengan demikian mencintai tanah air adalah sudah menjadi
tabiat dasar manusia.

3. Pengertian Cinta Tanah Air


melihat pada rangkaian kata ‫ حب الوطن‬merupakan sebuah kalimat yang tersusun
dari dua kata yaitu hubb dan al-wathan, bila diartikan kata perkata maka arti dari
kata hubb yaitu cinta, dan al-wathan yang berarti tanah air. Maka arti dari hubb al-
wathan adalah cinta tanah air.

Seiring dengan pergeseran makna yang terjadi dari masa ke masa, pada pengertian
hubb al wathan ini penulis menemukan persamaan makna dari cinta tanah air
dengan nasionalisme dan patriotisme. Padahal bila ditinjau kembali mengenai
makna dari ketiga bentuk kata tersebut berbeda. Di Indonesia sendiri cinta tanah air
itu mempunyai arti yang berbeda dengan nasionalisme ataupun patriotisme.

Cinta tanah air mempunyai makna yang umum, sedangkan nasionalisme dan
patriotisme mempunyai makna yang khusus atas dasar hasil yang diperbuat. Cinta
tanah air merupakan perasaan seseorang untuk mencintai tanah airnya sebagai
tanah kelahirannya dan sebagai tempat ia bernaung. Nasionalisme berarti sebuah
paham di mana kedudukan bangsa diletakkan di atas segala-galanya, hal tersebut
dilakukan semata-mata sebagai bentuk perwujudan rasa cintanya terhadap tanah
airnya. Sedangkan patriotisme merupakan bentuk pembelaan seseorang terhadap
negaranya yang mengandung nilai pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah
airnya.

Hal tersebut merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi, karena perbedaan
pemahaman ketika menerjemahkan bahasa orang lain ke dalam bahasa kita yaitu
bahasa Indonesia tidak semuanya semakna ataupun sepadan dengan makna yang
mereka maksud. Seperti halnya pada lafadz hubb al-wathan yang ketika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti cinta tanah air. Dan cinta tanah
air yang ada di Indonesia hanya merupakan sebuah perasaan cinta seseorang
kepada bangsanya dengan mengikuti aturan yang telah ditetapkan oleh aparat
pemerintahan, menjaga dan melestarikan alam beserta budayanya. Akan tetapi,
yang dimaksud oleh mereka, cinta tanah air tersebut tidak hanya sekedar bermakna
itu saja. Namun lebih kepada wujud kecintaan seorang warga terhadap tanah
airnya, tempat di mana ia dilahirkan dengan mengorbankan seluruh jiwa dan
raganya untuk mempertahankan bangsanya tersebut. Ketika mereka
mengartikannya seperti itu, di Indonesia hal tersebut disebut dengan patriotisme
yang tidak semua warga negara Indonesia mempunyai sikap tersebut. Patriotisme

B. Kewajiban Menjaga dan Cinta Air


Salah seorang ulama Indonesia KH Muhammad Hasyim Asy’ari (1871-1947) berhasil
mencetuskan prinsip hubbul wathani minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari

4
iman). Konteksnya saat itu untuk membangkitkan nasionalisme rakyat Indonesia untuk
mengusir para penjajah. Kiai Hasyim Asy’ari adalah ulama yang mampu membuktikan
bahwa agama dan nasionalisme bisa saling memperkuat dalam membangun bangsa
dan negara. Dua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Agama Islam
memerlukan tanah air sebagai lahan dakwah dan menyebarkan agama, sedangkan
tanah air memerlukan siraman-siraman nilai-nilai agama agar tidak tandus dan kering.
Meminjam pernyataan ulama asal Kempek, Cirebon KH Said Aqil Siroj, agama tanpa
nasionalisme akan menjadi ekstrem. Sedangkan nasionalisme tanpa agama akan
kering. Hal ini terbukti ketika fenomena ekstremisme agama justru lahir dari orang dan
kelompok orang yang terlalu eksklusif dan sempit dalam memahami agama tanpa
memperhatikan realitas sosial kehidupan.

Jika agama diartikan sebagai jalan hidup, sudah semestinya agama berperan dalam
realitas kehidupan. Dalam konteks tersebut, realitas bahwa bangsa Indonesia
merupakan bangsa majemuk menuntut seluruh elemen bangsa menjaga dan merawat
persatuan dan kesatuan. Di sinilah prinsip cinta tanah air harus diteguhkan.

Perjuangan melawan dan mengusir penjajah ditegaskan Kiai Hasyim Asy’ari sebagai
kewajiban agama atas seluruh rakyat Indonesia sebagai kaum beragama yang sedang
terjajah. Pandangan Kiai Hasyim Asy’ari tersebut tentu melihat maslahat yang lebih
luas, yakni kemerdekaan sebuah bangsa yang akan mengantarkan pada kemakmuran
dan keadilan sosial. Tanpa didasari akan kesadaran membela tanah airnya, besar
kemungkinan kolonialisme akan terus eksis di bumi pertiwi Indonesia. Awalnya,
ungkapan cinta tanah air yang dicetuskan Kiai Hasyim Asy’ari ini dikira hadits oleh
sebagian orang, bahkan ulama-ulama di tanah hijaz (Mekkah dan Madinah), saking
masyhurnya. Terlepas dari semua itu, apa yang dilakukan oleh Kiai Hasyim dan
Asy’ari juga kontribusi ulama-ulama lain memberikan spirit nasionalisme tinggi.
Tentu perjuangan ini harus diteruskan menyesuaikan dengan kondisi yang berbeda saat
ini. Cinta tanah air dapat diwujudkan melalui belajar tekun, menjaga kebersihan
lingkungan, menghormati orang tua dan guru, menghargai sesama teman meskipun
berbeda keyakinan, belajar agama kepada kiai atau ulama secara mendalam, dan
berusaha agar keberadaannya mendatangkan manfaat untuk masyarakat, bangsa, dan
negara.

Orang yang mencintai tanah airnya tentu tidak akan mengkhianatinya atau menjualnya
dengan harga berapapun, sebagaimana ia tidak akan memusuhinya, mengeksploitasi
dan merusak potensi-potensinya. Ia melindungi dan menjaga tanah airnya meskipun
harus berhadapan dengan orang-orang zhalim. Karena kezhaliman hanya bisa dilakukan
oleh manusia sepertinya, bukan oleh tanah air yang menjadi tempat tinggalnya. Maka
dari itu siapapun tidak berhak melakukan pengrusakan dan penghancuran di negerinya,
meskipun mungkin ia membawa slogan perbaikan. Sebab tidak mungkin melakukan
perbaikan dengan pengrusakan.

5
Makmurnya suatu negeri menunjukkan kemakmuran rakyatnya, kesejahteraan suatu
negeri mencerminkan kesejahteraan masyarakatnya. Dan tanah air, dalam
pengertiannya yang luas, adalah tanah yang Allah Swt. perintahkan kepada kita untuk
memakmurkannya. “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan
kamu memakmurnya,” [QS. Hud: 61]. “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu
sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi [sumber] penghidupan.
Amat sedikitlah kamu bersyukur,” [QS. al-A’raf: 10]. Manusia diciptakan di atas muka
bumi ini untuk memakmurkannya, bukan untuk merusaknya.

C. Dalil-dalil Cinta Tanah Air


Mencintai tanah air adalah hal yang sifatnya alami pada diri manusia. Karena sifatnya
yang alamiah melekat pada diri manusia, maka hal tersebut tidak dilarang oleh agama
Islam, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran/nilai-nilai Islam. Meskipun cinta
tanah air bersifat alamiah, bukan berarti Islam tidak mengaturnya. Islam sebagai agama
yang sempurna bagi kehidupan manusia mengatur fitrah manusia dalam mencintai
tanah airnya, agar menjadi manusia yang dapat berperan secara maksimal dalam
membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, serta memiliki keseimbangan hidup
di dunia dan akhirat. Berkenaan dengan vonis bahwa cinta tanah air tidak ada dalilnya,
maka guna menjawab vonis tersebut, perlu kiranya kita mencermati paparan ini. Berikut
adalah dalil-dalil tentang bolehnya cinta tanah air:

1. Dalil Cinta Tanah Air Dari Al-Qur’an


Salah satu ayat Al-Qur’an yang menjadi dalil cinta tanah air menurut penuturan
para ahli tafsir adalah Qur’an surat Al-Qashash ayat 85: ‫ك‬ َ ‫ك ْالقُرْ آنَ لَ َرا ُّد‬ َ ‫ِإ َّن الَّ ِذي فَ َر‬
َ ‫ض َعلَ ْي‬
‫ ِإلَى َم َعا ٍد‬Artinya: “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan
hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat
kembali.” (QS. Al Qashash: 85) Para mufassir dalam menafsirkan kata "‫ "معاد‬terbagi
menjadi beberapa pendapat. Ada yang menafsirkan kata "‫اد‬n‫ "مع‬dengan Makkah,
akhirat, kematian, dan hari kiamat.

Namun menurut Imam Fakhr Al-Din Al-Razi dalam tafsirnya Mafatih Al-Ghaib,
mengatakan bahwa pendapat yang lebih mendekati yaitu pendapat yang
menafsirkan dengan Makkah.

Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul
Bayan mengatakan:
:‫يرًا‬nnِ‫و ُل َكث‬nnُ‫ يَق‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫ و َكانَ َرسُو ُل هللا‬،‫اإليمان‬ ِ َ‫الوطَ ِن ِمن‬
َ َّ‫أن حُب‬ َّ ‫َفسير اآلي ِة إ َشا َرةٌ إلَى‬ ِ ‫وفي ت‬
َ ‫ قَا َل ُع َم ُر رضى هللا عنه لَوْ الَ حُبُّ ال َوطَ ِن لَخَ ر‬....... ُ‫ق هللاُ سبحانه ُسْؤ لَه‬
ِّ‫ُب بَلَ ُد السُّو ِء فَبِحُب‬ َ َّ‫ فَ َحق‬، َ‫اَ ْل َوطَنَ ال َوطَن‬
. ُ‫ت الب ُْل َدان‬ْ ‫اَألوْ طَا ِن ُع ِّم َر‬

Artinya: “Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau
isyarat bahwa “cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam
perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air,
tanah air”, kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke
6
Mekkah) ….. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya
akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah
negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6,
hal. 441-442)

Selanjutnya, ayat yang menjadi dalil cinta tanah air menurut ulama yaitu Al-Qur'an
ِ َ‫َولَوْ َأنَّا َكتَ ْبنَا َعلَ ْي ِهم َأ ِن ا ْقتُلُوْ ا َأ ْنفُ َسكم َأ ِو أخ ُرجُوا ِمن ِدي‬
surat An-Nisa’ ayat 66. ‫ ٌل‬n‫وْ ه ِإاَّل قلي‬nnُ‫ا فَ َعل‬nn‫ار ُك ْم َم‬
‫ منهم‬Artinya: “Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka
(orang-orang munafik): ‘Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman
kamu!’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari
mereka..." (QS. An-Nisa': 66).

Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam tafsirnya al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal
Manhaj menyebutkan:
ِ ‫ ِل النَّ ْف‬nn‫ر ْينَ قَ ْت‬nn
،‫س‬ ِ ُّ‫ َوطَ ِن وتَ َعل‬nn‫ا ٌء ِإل َى حُبِّ ال‬nn‫ار ُك ْم) ِإ ْي َم‬nn
ِ َّ‫ق الن‬
ِ َ‫ه ق‬nnَ‫ َو َج َعل‬،‫ ِه‬nnِ‫اس ب‬ ْ ‫ (َأ ِو‬:‫ه‬nn‫وفي قول‬
ِ َ‫وْ ا ِم ْن ِدي‬nnُ‫اخ ُرج‬
ِ َ‫صعُوْ بَ ِة ال ِهجْ َر ِة ِمنَ األوْ ط‬
.‫ان‬ ُ ‫َو‬
Artinya: “Di dalam firman-Nya (‫ارك ْم‬ ُ ْ
ِ َ‫)و اخ ُرجُوْ ا ِم ْن ِدي‬ ِ terdapat isyarat akan cinta tanah
air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari
kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air.”
(Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj, Damaskus, Dar
Al-Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H, Juz 5, hal. 144)

Pada kitabnya yang lain, Tafsir al-Wasith, Syekh Wahbah Al-Zuhaily mengatakan:
َّ‫ وَِإلَى َأ َّن حُب‬،‫ا‬nn‫ ِريَّ ِة بِبِال ِده‬n‫س البَ َش‬ِ ْ‫و‬nُ‫ق النُف‬n ِ nُ‫ ِر ْي َحةٌ إلَى تَ َعل‬n‫ص‬
َ ٌ‫ا َرة‬n‫ار ُك ْم) ِإ َش‬n
ِ n‫وا ِم ْن ِدي‬nn‫اخ ُر ُج‬ ْ ‫ (َأ ِو‬:‫وفي قَولِ ِه تَ َعالى‬
‫ل‬n ِ ‫ا ِدالً َو ُم‬nn‫ا ِن ُم َع‬nn‫ار َواَألوْ ط‬
َ n‫ا قَ ْت‬nnً‫قارن‬ ِ َ‫ َأِل َّن هللاَ ُسبْحانَهُ َج َع َل ال ُخرُوْ َج ِمنَ ال ِّدي‬،‫س َو ُمتَ َعلِقَةٌ بِ ِه‬
ِ ْ‫ط ِن ُمتَ َم ِّك ٌن فِي النُفُو‬
َ ‫ال َو‬
‫ب‬ِ ‫اع‬n ِ nَ‫ق وال َمت‬ ِّ ‫ا‬n‫وْ ا لِ ْل َم َش‬n‫َّض‬
ُ ‫ا تَ َعر‬nn‫ َوطَ ِن َم ْه َم‬n‫ب ال‬ ِ َّ‫ َواَل يُفَ ِّرطُ أ ْغلَبُ الن‬،‫َز ْي ٌز‬
ِ ‫را‬nnُ‫اس بِ َذ َّر ٍة ِم ْن ت‬ ِ ‫ فَ ِكاَل اَأل ْم َر ْي ِن ع‬،‫س‬
ِ ‫النَّ ْف‬
‫ت‬
ِ ‫ضايَقا‬ َ ‫وال ُم‬. Artinya: Di dalam firman Allah “keluarlah dari kampung halaman kamu”
terdapat isyarat yang jelas akan ketergantungan hati manusia dengan negaranya, dan
(isyarat) bahwa cinta tanah air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan
dengannya. Karena Allah SWT menjadikan keluar dari kampung halaman dan tanah
air, setara dan sebanding dengan bunuh diri. Kedua hal tersebut sama beratnya.
Kebanyakan orang tidak akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya
manakala mereka dihadapkan pada penderitaan, ancaman, dan gangguan.” (Wahbah
Al-Zuhaily, Tafsir al-Wasith, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1422 H, Juz 1, hal. 342)

Ayat Al-Qur’an selanjutnya yang menjadi dalil cinta tanah air, menurut ahli tafsir
kontemporer, Syekh Muhammad Mahmud Al-Hijazi yaitu pada QS. At-Taubah ayat

‫َوما كانَ ْال ُمْؤ ِمنُونَ لِيَ ْنفِرُوا َكافَّةً فَلَوْ ال نَفَ َر ِم ْن ُكلِّ فِرْ قَ ٍة ِم ْنهُ ْم طاِئفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّي ِن َولِيُ ْن ِذرُوا قَوْ َمهُ ْم ِإذا‬
َ‫َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُون‬

Artinya : Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk
memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada

7
kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS.
At-Taubah: 122) Syekh Muhammad Mahmud al-Hijazi dalam Tafsir al-Wadlih
menjelaskan ayat di atas sebagai berikut:
‫ع ع َِن‬ ُ ‫دِّفا‬n‫ا ِد وال‬n‫الجه‬ ِ ‫ب‬ ِ ‫و‬n‫لُّ عَن ُوج‬nِ‫ا ال يَق‬nً‫ا ُوجُوب‬nً‫ ٌر وا ِجبٌ على األ َّم ِة َجميع‬n‫العلم َأ ْم‬ ِ ‫أن تَ َعلُّ َم‬ َّ ‫ةُ إلى‬n‫وتُ ِشي ُر اآلي‬
،‫َان‬ ِ ‫َاض ُل َع ْنهُ بِ ْال ُح َّج ِة َوالبُرْ ه‬ ِ ‫ض ُل َع ْنهُ بِالس‬
ِ ‫َّيف وَِإلَى َم ْن يُن‬ ِ ‫ فَِإ َّن ال َوطَنَ يَحْ تا ُج إلى َم ْن يُنا‬، ٌ‫ال َوطَ ِن َوا ِجبٌ ُمقَ َّدس‬
ِ ‫ق ِج ْي ٍل يَ َرى َأ َّن حُبَّ ال َوطَ ِن ِمنَ اِإل ي َم‬
،‫ان‬nn َ ‫ َو َخ ْل‬،‫س ال َوطَنِيَّ ِة َوحُبِّ التَّضْ ِحيَ ِة‬ َ ْ‫ وغَر‬،‫الرُّوح ال َم ْعن َِويَّ ِة‬
ِ َ‫بَلْ ِإ َّن تَ ْق ِويَة‬
‫ُأل‬
.‫ و َدعَا َمةُ ا ْستِ ْقاَل لِهَا‬،‫ هَ َذا َأ َساسُ بِنَا ِء ا َّم ِة‬. ٌ‫اجبٌ ُمقَ َّدس‬ِ ‫َوَأ َّن ال ِّدفَا َع َع ْنهُ َو‬

Artinya: “Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa belajar ilmu adalah suatu kewajiban
bagi umat secara keseluruhan, kewajiban yang tidak mengurangi kewajiban jihad,
dan mempertahankan tanah air juga merupakan kewajiban yang suci. Karena tanah
air membutuhkan orang yang berjuang dengan pedang (senjata), dan juga orang
yang berjuang dengan argumentasi dan dalil. Bahwasannya memperkokoh moralitas
jiwa, menanamkan nasionalisme dan gemar berkorban, mencetak generasi yang
berwawasan ‘cinta tanah air sebagian dari iman’, serta mempertahankannya (tanah
air) adalah kewajiban yang suci. Inilah pondasi bangunan umat dan pilar
kemerdekaan mereka.” (Muhammad Mahmud al-Hijazi, Tafsir al-Wadlih, Beirut,
Dar Al-Jil Al-Jadid, 1413 H, Juz 2, hal. 30) Ayat-ayat di atas sebagaimana telah
jelaskan oleh para mufassir dalam kitab tafsirnya masing-masing merupakan dalil
cinta tanah air di dalam Al-Qur’an Al-Karim.

2. Dalil Cinta Tanah Air dari Hadits


Berikut ini adalah hadits-hadits yang menjadi dalil cinta tanah air menurut
penjelasan para ulama ahli hadits, yang dikupas tuntas secara gamblang:
َ ْ‫ت ْال َم ِدينَ ِة َأو‬
َ‫ان‬nn‫هُ َوِإ ْن َك‬nَ‫ َع نَاقَت‬n‫ض‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ ِإ َذا قَ ِد َم ِم ْن َسفَ ٍر فَنَظَ َر ِإلَى ُج ُد َرا‬ َّ ِ‫س َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬ ٍ َ‫ع َْن َأن‬
‫ َوطَ ِن وال َحنِي ِن‬n‫ث َداَل لَةٌ َعلَى فَضْ ِل ْال َم ِدينَ ِة َو َعلَى َم ْشرُو ِعيَّة حُبِّ ال‬ ِ ‫ َوفِي ْال َح ِدي‬....... ‫َعلَى دَابَّ ٍة َح َّر َكهَا ِم ْن ُحبِّهَا‬
‫ِإلَ ْي ِه‬

Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari
bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya.
Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk
mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah. (HR. Bukhari, Ibnu Hibban,
dan Tirmidzi).

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh
Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan
bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan
kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.

Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al-Din Al-Aini (wafat 855 H)
dalam kitabnya ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:
‫ َداَل لَة َعلَى فَضْ ِل ْال َم ِدينَ ِة َو َعلَى َم ْشرُو ِعيَّ ِة حُبِّ ال َوطَ ِن َو ْال ِحنَّ ِة ِإلَ ْي ِه‬:‫َوفِيه‬
Artinya; “Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah,
dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.” (Badr Al-
8
Din Al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-
Arabi, Juz 10, hal. 135)

Imam Jalaluddin Al-Suyuthi (wafat 911 H) dalam kitabnya Al-Tausyih Syarh Jami
Al-Shahih menyebutkan:
َ‫ « َكان‬:ُ‫ يَقُول‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ِ ‫ َأنَّهُ َس ِم َع َأنَسًا َر‬،‫ َأ ْخبَ َرنِي ُح َم ْي ٌد‬:‫ قَا َل‬،‫ َأ ْخبَ َرنَا ُم َح َّم ُد بْنُ َج ْعفَ ٍر‬،‫َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ َأبِي َمرْ يَ َم‬
،»‫ا‬nnَ‫َت دَابَّةً َح َّر َكه‬
ْ ‫ان‬nn‫ َوِإ ْن َك‬،ُ‫ض َع نَاقَتَه‬َ ْ‫ َأو‬n،‫ت ال َم ِدينَ ِة‬ ِ ‫ص َر َد َر َجا‬ َ ‫ فََأ ْب‬،‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ِإ َذا قَ ِد َم ِم ْن َسفَ ٍر‬ َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫ َح َّدثَنَا ِإ ْس َم‬،ُ‫ َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَة‬.‫ َح َّر َكهَا ِم ْن ُحبِّهَا‬n:‫ ع َْن ُح َم ْي ٍد‬،‫ث بْنُ ُع َمي ٍْر‬
‫ ع َْن‬،‫ ع َْن ُح َم ْي ٍد‬،ُ‫اعيل‬ ِ ‫ زَ ا َد ال َح‬:ِ ‫قَا َل َأبُو َع ْب ِد‬
ُ ‫ار‬ ‫هَّللا‬
‫ وهي‬،"‫ة‬nn‫ع "درج‬nn‫ جم‬،‫راء والجيم‬n‫ة وال‬nn‫ بفتح المهمل‬:)‫ات‬nn‫ (درج‬.‫ر‬n ُ ‫ار‬
ٍ n‫ث بْنُ ُع َم ْي‬ ِ n‫ هُ ال َح‬n‫ تَابَ َع‬،‫ت‬ ِ ‫ ُد َرا‬n‫ ُج‬:‫ا َل‬nnَ‫ ق‬،‫س‬ ٍ َ‫َأن‬
.‫ة‬nn‫جرة العظيم‬nn‫ وهي الش‬،‫ة‬nn‫ع دوح‬nn‫ة جم‬nn‫اء مهمل‬nn‫ وح‬،‫واو‬nn‫كون ال‬nn‫ات" بس‬nn‫ "دوح‬:‫تملي‬nn‫ وللمس‬،‫ة‬nn‫ا المرتفع‬nn‫طرقه‬
‫نين إليه‬ ِ ‫والح‬
َ ‫ فِ ْي ِه َم ْشرُو ِعيَّةُ حُبِّ ال َوطَ ِن‬n،‫ المدين ِة‬:‫ ( ِم ْن ُحبِّها) أي‬.‫ أسرع السير‬:)‫(أوضع‬
Artinya: “Bercerita kepadaku Sa’id ibn Abi Maryam, bercerita padaku Muhammad
bin Ja’far, ia berkata: mengkabarkan padaku Humaid, bahwasannya ia mendengan
Anas RA berkata: Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat tanjakan-
tanjakan Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi
unta maka beliau menggerakkanya. Berkata Abu Abdillah: Harits bin Umair, dari
Humaid: beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau
pada Madinah. Bercerita kepadaku Qutaibah, bercerita padaku Ismail dari Humaid
dari Anas, ia berkata: dinding-dinding. Harits bin Umair mengikutinya.” (Jalaluddin
Al-Suyuthi, Al-Tausyih Syarh Jami Al-Shahih, Riyad, Maktabah Al-Rusyd, 1998,
Juz 3, hal. 1360)

Sependapat dengan Ibn Hajar Al-Asqalany, Imam Suyuthi di dalam menjelaskan


hadits sahabat Anas di atas, memberikan komentar: di dalamnya (hadits tersebut)
terdapat unsur disyari’atkannya cinta tanah air dan merindukannya. Ungkapan yang
sama juga disampaikan oleh Syekh Abu Al Ula Muhammad Abd Al-Rahman Al-
Mubarakfuri (wafat 1353 H), dalam kitabnya Tuhfatul Ahwadzi Syarh at-Tirmidzi
(Beirut, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, Juz 9, hal. 283) berikut:
ِ ِ‫ث َداَل لَةٌ َعلَى فَضْ ِل ْال َم ِدينَ ِة َو َعلَى َم ْشرُو ِعيَّ ِة حُبِّ ْال َوطَ ِن َو ْال َحن‬
. ‫ين ِإلَ ْي ِه‬ ِ ‫َوفِي ْال َح ِدي‬

Hadits berikutnya yang menjadi dalil cinta tanah air yaitu hadits riwayat Ibn Ishaq,
sebagimana disampaikan Abu Al-Qosim Syihabuddin Abdurrahman bin Ismail
yang masyhur dengan Abu Syamah (wafat 665 H) dalam kitabnya Syarhul Hadits
al-Muqtafa fi Mab’atsil Nabi al-Mushtafa berikut:
- ‫هُ النَّبِ ُّي‬nَ‫لْ ل‬nnُ‫ فَلَ ْم يَق‬n،‫ لَتُ َك َّذبَنَّ ْه‬- ‫لم‬nn‫ه وس‬nn‫لى هللا علي‬nn‫ ص‬- ِ‫و ِل هللا‬n‫ا َل لِ َر ُس‬nnَ‫ةَ َأنَّهُ ق‬nَ‫ث َو َرق‬ ِ ‫ " َوفِي َح ِد ْي‬:‫قَا َل ال ُّسهَ ْيلِي‬
ُ ُ
َ َ‫ ث َّم ق‬،ً‫يْئا‬nn‫ َش‬- ‫لم‬nn‫ه وس‬nn‫لى هللا علي‬nn‫ ص‬- ‫لْ النَّبِ ُّي‬nnُ‫ فَلَ ْم يَق‬،ْ‫ َولَتُْؤ َذيَنَّه‬:‫ا َل‬nnَ‫ ث َّم ق‬،ً‫يْئا‬nn‫ َش‬- ‫لم‬nn‫ه وس‬nn‫لى هللا علي‬nn‫ص‬
:‫ال‬nn
.‫س‬ِ ‫ي هُ ْم؟ فَفِي هَ َذا َدلِي ٌل َعلَى حُبِّ ْال َوطَ ِن َو ِش َّد ِة ُمفَا َرقَتِ ِه َعلَى النَّ ْف‬َّ ‫ َأ َو ُم ْخ ِر ِج‬:‫ فَقَا َل‬،ْ‫َولَتُ ْخ َر َجنَّه‬
“Al-Suhaily berkata: Dan di dalam hadits (tentang) Waraqah, bahwasanya ia
berakata kepada Rasulullah SAW; sungguh engkau akan didustakan, Nabi tidak
berkata sedikitpun. Lalu ia berkata lagi; dan sungguh engkau akan disakiti, Nabi
pun tidak berkata apapun. Lalu ia berkata; sungguh engkau akan diusir. Kemudian
Nabi menjawab: “Apa mereka akan mengusirku?”. Al-Suhaily menyatakan di
sinilah terdapat dalil atas cinta tanah air dan beratnya memisahkannya dari hati.”

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Menjaga keutuhan tanah air dan kecintaan pada tanah air adalah suatu kewajiban sebagi
warga negara harus dijunjung tinggi sebagai salah satu implementasi dari keimanan dan
sebagai salah satu pengamalan daripada butir pancasila dalam sila ke tiga, yaitu persatuan
Indonesia.

adalah kebanggaan menjadi salah satu bagian dari tanah air dan bangsanya yang berujung
ingin membuat sesuatu yang mengharumkan tanah air dan bangsa .
Munculnya berbagai gejolak sosial dan rasa frustasi yang ada pada masyarakat, faktor
rendahnya kesejahteraan, kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya wawasan dan
pengetahuan, adanya pendidikan eksklusif, dan kesenjangan sosial menyebabkan semakin
hilangnya rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan
bangsa, yaitu bangga berbangsa dan bernegara Indonesia, mencintai dan menggunakan
produk dalam negeri, memperkuat sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa,
melestarikan budaya, mempelajari sejarah perjuangan para pahlawan pejuang
kemerdekaan dan menghargai jasa para pahlawan kemerdekaan, menghormati upacara
bendera sebagai perwujudan rasa cinta tanah air dan bangsa Indonesia, menghormati
simbol-simbol negara, membela dan rela berkorban demi bangsa dan tanah air,
mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa dan negara Indonesia, membantu
mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia, tidak melakukan tindakan-tindakan
yang mencoreng-coreng nama baik bangsa indonesia, dan menghemat energi.

Saran
Agar Indonesia semakin maju warga Indonesia turut menunjukkan bahwa Indonesia
negara yang unggul dan bermartabat, serta menjaga persatuan dan kesatuan dengan
didasari semangat rasa cinta kepada tanah air dan bangsa. Sebelum Indonesia semakin
terpuruk, setiap warga harus bangkit dan menyadari untuk meningkatkan rasa cinta kepada
tanah air dan bangsa, memupuk rasa nasionalisme dan jiwa patriotisme.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: PT Syamil Cipta Media. 2005.


Al-Bukhari, Husain Fauzi. Rifa’ah ath-Thahthawi. Kairo: Maktabah Mesir. t.t.
Al-Buthy. Al-Qur’an Kitab Cinta. Bandung: Mizan Media Utama. 2010.
Ali, Said Ismail. Pelopor Pendidikan Islam Paling Berpengaruh. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. 2010.
Aryani, Ine Kusuma dan Susatim, Markum. Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis
Nilai. Bogor: Ghalia Indonesia. 2010.
Ath-Thahthawi. al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin. Kairo: al-Haiat al-
Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab. 2010.
Azizy, A. Qodri. Membangun Integritas Bangsa. Jakarta: Renaisan. 2004.
Azzel, Akhmad Muhaimin. Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media. 2011.
Bakhri, Syaiful. Ilmu Negara. Jakarta: Total Semesta Press. 2004.
Bukhari. Shahih Bukhari. Kairo: Dar at-Taqwa li at-Turats. 2001.
Depdikbud. Tokoh-tokoh pemikir paham kebangsaan Ir. H. Soekarno dan KH.
Ahmad Dahlan. Jakarta: CV Ilham Bangun Karya. 1999.
Erwin, Muhamad. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditama. 2010.
Gulen, M. Fethullah. Cinta dan Toleransi. Tangerang: Bukindo Erakarya Publishing.
2011.
Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik,. Jakarta: Bumi
Aksara. 2013.
Hamka. Pandangan Hidup Muslim. Jakarta: Bulan Bintang. 1961.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2002.
Ihsan, Hamdani dan Ihsan, Fuad. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
2001. https://islam.nu.or.id/syariah/dalil-dalil-cinta-tanah-air-dari-al-quran-dan-hadits-
T0BPR

11
12
13

Anda mungkin juga menyukai