Anda di halaman 1dari 51

1

DETERMINAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI NON

APARATUR SIPIL NEGARA

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan dalam rangka penyusunan tesis

untuk memperoleh gelar Magister Administrasi Publik

Oleh

Nama : Made Erika Krisdiyanti Putri

NIM : 6211624

Pendidikan S1 : Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan

Bisnis, Universitas Udayana


2

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

UNDIKNAS GRADUATE SCHOOL

DENPASAR

2022

I. JUDUL PENELITIAN :

DETERMINAN KEPUASAN KERJA PEGAWAI NON APARATUR SIPIL

NEGARA.

II. LATAR BELAKANG

Setiap organisasi yang melakukan kegiatan memiliki tujuan yang harus

dicapai dan untuk mencapai tujuan tersebut setiap organisasi harus memiliki

sumber daya yang mumpuni. Salah satunya adalah Sumber Daya Manusia (SDM).

SDM merupakan sumber daya yang digunakan untuk menggerakkan dan

mensinergikan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi. Semua

kegiatan organisasi untuk mencapai tujuannya tergantung pada orang-orang yang

mengelola organisasi tersebut. Setiap organisasi membutuhkan manajemen

sumber daya manusia (SDM) untuk mengelola potensi dari setiap individu di

dalam sebuah organisasi. Peran manajemen SDM adalah untuk berjejaring dan

menjadi fasilitator sehingga peran karyawan menjadi lebih efektif dan efisien

dalam mencapai tujuan. Proses mencari pekerja yang memenuhi kualifikasi dan

standar, termasuk langkah-langkah yang dimulai dengan perencanaan, perekrutan,


3

pemilihan, pengembangan/pelatihan, pengembangan, dan penggunaan personel

untuk mencapai tujuan tertentu, baik pribadi maupun organisasi.

Demikian pula di instansi pemerintah Indonesia, sumber daya manusia

utama, Aparatur Sipil Negara (ASN), memegang peranan penting dalam melayani

masyarakat. Dikatakan sebagai SDM utama, karena pada prakteknya, ASN bukan

merupakan satu-satunya SDM dalam organisasi pemerintahan. Selain ASN, ada

juga pegawai lain, pegawai non-ASN atau biasa disebut kontrak. Pegawai non-

ASN dimaksudkan untuk mendukung kinerja ASN, yang mana ASN tersebut

sudah kewalahan dalam menjalankan fungsi dari pemerintah daerah yaitu salah

satunya dalam hal pelayanan publik yang merupakan fungsi dari pemerintah pusat

maupun daerah. Sama halnya di Pemerintahan Provinsi Bali menurut data dari

Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM)

jumlah tenaga Non ASN keadaan pada bulan desember 2021 sebanyak 9.261

orang dan keadaan pada bulan juli 2022 sebanyak 8.944 orang. Dari data tersebut

terlihat terjadi penurunan jumlah pegawai. Ada banyak alasan untuk penurunan

ini, termasuk kepuasan kerja yang dirasakan karyawan yang disebabkan oleh

berbagai faktor seperti penempatan karyawan, budaya organisasi, dan beban kerja

yang dirasakan pegawai.

Menurut Yuananda (2022), kepuasan kerja didefinisikan sebagai sikap

keseluruhan individu terhadap pekerjaan. Kepuasan kerja berdampak pada

kualitas dan produktivitas kerja, menjadikannya salah satu faktor terpenting yang

mendukung kemajuan organisasi. Kepuasan kerja adalah salah satu nilai positif

yang dirasakan pegawai dalam pekerjaan mereka. Kepuasan adalah ukuran

subjektif apakah hasil suatu pekerjaan masuk akal atau dibenarkan, membuat
4

kesimpulan berdasarkan apa yang diperoleh pegawai dari pekerjaan yang

dilakukan dengan apa yang diharapkan karyawan untuk diterima. Setiap pegawai

secara subyektif dapat menyatakan bahwa pekerjaan itu memuaskan bagi mereka.

Seperti dalam teori ketidaksesuaian (discrepancy theory), dimana kepuasan sesorang

dapat dirasakan jika selisih anatar yang dinginkan dan yang didapatkan tidak

begitu jauh. Seperti penempatan yang diberikan kepada pegawai, pegawai akan

merasa puas jika ditempatkan dengan kondisi yang tepat sesuai dengan kualifikasi

yang dimiliki. Terdapat juga teori keadilan (equity theory), dimana kepuasan

seseorang dapat dirasakan jika orang tersebut merasakan keadilan atas situasi

yang terjadi. Seperti beban kerja dalam suatu organisasi, pegawai akan merasa

puas jika melihat kondisi beban kerja yang sama yang dirasakan dengan pegawai

lainnya dengan kondisi jabatan yang sama, begitupun sebaliknya jika melihat

pegawai lain dengan jabatan yang sama dengan beban kerja yang berbeda jauh,

pegawai tersebut merasa tidak puas. Begitu juga dengan Budaya dalam suatu

organisasi, dimana budaya berperan dalam mengarahkan perilaku pegawai di

dalam organisasi, jika terlihat adanya perbedaan pemberlakuan dalam organisasi

maka pegawai tersebut merasa tidak puas akan kondisi tersebut. Sehinga

sesesorang harus memiliki motivasi tersendiri untuk mencapai kepuasan tersebut.

Agar tidak terasa selisih dan ketidakadilan untuk mendapatkan kepusan tersebut.

Penempatan yang diberikan menjadi salah satu faktor kepuasan pegawai

tersebut. Penempatan pegawai seharus didasarkan pada job description dan job

specification yang berpedoman kepada prinsip “The right man on the right place

and the right man on the right job” dimana artinya penempatan orang-orang yang

tepat pada tempat dan untuk jabatan yang tepat (Hasibuan, 2016). Penempatan
5

pegawai yang tepat, tidak hanya menguntungkan organisasi, tetapi juga

menguntungkan pegawai itu sendiri. Jika karyawan yang dipekerjakan cocok

dalam hal pendidikan, keterampilan dan pengalaman kerja, mereka akan

menganggap diri mereka lebih bahagia dan lebih puas dalam pekerjaan mereka.

(Pramuditha, 2020).

Budaya dalam organisi juga menjadi penentu kepuasan pegawai, dimana

budaya yang dirasakan dapat menjadikan cara pegawai bekerja dan berperilaku di

dalam organisasi. Budaya yang terjadi di organisasi yang diddasari dari faktor

eksternal dan internal sebagai pembentuk sikap serta perilaku individu ke individu

lainnya taupun ke dalam organisasi. Budaya organisasi juga sebagai identitas

organisasi, dimana setiap organisasi memiliki ciri khas yang berbeda satu sama

lain. Budaya organisasi berperan dalam hal mengarahkan perilaku, memberi

pengertian akan tujuan organisasi, dan membuat para anggota berpikiran positif

terhadap organisasi.

Beban Kerja juga menjadi membuat anggota organisai berpikiran positif

sehingga menghasilkan kepuasan yang diinginkan. Menurut Hamid (2014, dalam

Yuananda, 2022) menyatakan bahwa beban kerja yang tidak proporsional akan

menimbulkan dampak yang negatif yaitu ketidakpuasan pegawai terhadap

pekerjannya. Beban mental tidak terlihat dengan mata telanjang karena berkaitan

dengan jiwa manusia. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda antara

karyawan dengan supervisor atau antara karyawan dengan supervisor. Ini akan

membantu karyawan mengidentifikasi sumber stres psikologis karywan dan

mengatasinya. Misalnya, karyawan dapat melihat langsung dampak beban selama

beban kerja fisik seperti kelelahan karyawan, hilangnya produktivitas karyawan,


6

dan kesalahan yang dilakukan. Semua aktivitas manusia didorong oleh kekuatan

batin manusia untuk mencapai kepuasan yang diinginkan. Kekuatan pendorong ini

disebut motivasi. Motivasi seseorang muncul dari kebutuhan, keinginan, dan

dorongan untuk bertindak guna mencapai hal tersebut. Hasibuan (2016)

menyatakan bahwa motivasi kerja adalah keadaan atau energi yang memotivasi

karyawan yang selaras untuk mencapai tujuan organisasi. Keadaan berpikir positif

seorang karyawan tentang situasi kerja mereka meningkatkan motivasi kerja

mereka untuk mencapai tingkat kepuasan tertentu.

Ada beberapa penelitian sebelumnya tentang kepuasan kerja karyawan.

Pramuditha (2020) meneliti tentang analisis penempatan dan karakteristik

pekerjaan terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian ini menunjukkan penempatan

karya ini. Karakteristik pekerjaan memegang peranan penting dalam kepuasan

kerja karyawan di PT. Bandara Ancasa Pura II (Persero) Hussain Sastranegara.

Penelitian lain, Sekarini (2017), meneliti pengaruh budaya organisasi terhadap

kepuasan kerja pegawai di kantor Kementerian Agama Provinsi Chamis. Hasil

yang diperoleh menunjukkan adanya pengaruh positif antara budaya organisasi

dengan kepuasan kerja pegawai Kementerian Agama. Hermingsih & Purwanti

(2020) meneliti pengaruh reward dan beban kerja terhadap kepuasan kerja dengan

motivasi kerja sebagai moderasi. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini

menunjukkan bahwa beban kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

kerja, namun reward berpengaruh negatif besar terhadap kepuasan kerja.

Pengujian moderasi motivasi kerja tentang pengaruh beban kerja terhadap

kepuasan kerja tidak berpengaruh signifikan. Pengujian peran modulasi motivasi

kerja menunjukkan bahwa motivasi kerja secara negatif dan signifikan


7

memoderasi pengaruh penghargaan terhadap kepuasan kerja, dan bahwa motivasi

kerja melemahkan pengaruh penghargaan terhadap kepuasan kerja.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis melakukan penelitian

dengan judul “Determinan Kepuasan Kerja Pegawai Non Aparatur Sipil Negara”.

III. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba merumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah penempatan pegawai berpengaruh terhadap motivasi kerja ?

2. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja ?

3. Apakah beban kerja berpengaruh terhadap motivasi kerja ?

4. Apakah penempatan pegawai berpengaruh terhadap kepuasan kerja ?

5. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja ?

6. Apakah beban kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja ?

7. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja ?

8. Apakah penempatan pegawai berpengaruh tidak langsung terhadap

kepuasan kerja dengan motivasi kerja sebagai variable mediasi ?

9. Apakah budaya organisasi berpengaruh tidak langsung terhadap

kepuasan kerja dengan motivasi kerja sebagai variable mediasi ?

10. Apakah beban kerja berpengaruh tidak langsung terhadap kepuasan kerja

dengan motivasi kerja sebagai variable mediasi ?

IV. TUJUAN PENELITIAN


8

Tujuan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh penempatan pegawai terhadap motivasi

kerja.

2. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja.

3. Untuk mengetahui pengaruh beban kerja terhadap motivasi kerja.

4. Untuk mengetahui pengaruh penempatan pegawai terhadap kepuasan

kerja.

5. Untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja.

6. Untuk mengetahui pengaruh beban kerja terhadap kepuasan kerja.

7. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja.

8. Untuk mengetahui pengaruh tidak langsung penempatan pegawai

terhadap kepuasan kerja dengan motivasi kerja sebagai variable mediasi.

9. Untuk mengetahui pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap

kepuasan kerja dengan motivasi kerja sebagai variable mediasi.

10. Untuk mengetahui pengaruh tidak langsung beban terhadap kepuasan

kerja dengan mtoivasi kerja sebagai variable mediasi.

V. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu

pengetahuan khususnya mengenai teori-teori atau pemahaman mengenai

manajemen SDM, penempatan pegawai, budaya organisasi, beban kerja,


9

motivasi kerja, dan kepuasan kerja pegawai yang menjadi fokus dalam

penelitian ini.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan dalam kegiatan

manajemen sumber daya manusia untuk memperhatikan kepuasan kerja

pegawai Non Aparatur Sipil Negara di Pemerintahan Daerah Provinsi

Bali.

VI. KAJIAN TEORITIK

1. Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kunci penentu kualitas

seorang individu atau kelompok dalam suatu organisasi. Manajemen Sumber

Daya Manusia (SDM) adalah ilmu dan seni mengoordinasikan hubungan dan

peran karyawan sehingga dapat berkontribusi secara efektif dan efisien untuk

tujuan organisasi, karyawan, dan sosial (Hasibuan, 2016). Manajemen Sumber

Daya Manusia (SDM) meliputi kegiatan yang dimulai dengan perencanaan,

penggambaran, pemilihan, pengembangan, pelatihan dan pengembangan sumber

daya manusia untuk mencapai tujuan organisasi. MSDM ini berkaitan dengan

masalah personalia atau orang-orang yang terlibat dalam semua aktivitas dalam

organisasi.

Hasibuan (2016), menjelaskan fungsi dari manajemen sumber daya

manusia, diantarnya :
10

1) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efesien dan

efektif agar sesuai dengan kebutuhan dalam membantu terwujudnya

tujuan organisai.

2) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua

tenaga kerja dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja,

delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi.

3) Pengarahan adalah kegiatan mengendalikan semua tenaga kerja, agar

mau secara efisien dan efektif dalam membantu tercapainya tujuan

organisasi.

4) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua tenaga kerja, agar

mentaati peraturan di organisai dan bekerja sesuai dengan arahan yang

diberikan.

5) Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi untuk

mendapatkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

6) Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teoritis, teknis,

konseptual, dan moral tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan.

Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan

pekerjaan guna mencapai tujuan organisasi.

7) Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung,

uang atau barang kepada tenaga kerja sebagai imbalan jasa yang

diberikan oleh organisasi.

8) Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan

perusahaan dan kebutuhan tenaga kerja, agar tercipta leingkungan kerja

yang serasi dan saling menguntungkan.


11

9) Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan

kondisi mental, fisik, dan loyalitas tenaga kerja, agar mampu bekerja

sdalam waktu yang lama.

10) Kedisiplinan merupakan fungsi yang terpenting dari manajemen sumber

daya manusia dan menjadi kunci terwujudnya tujuan karena tanpa

disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal organisasi.

11) Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu

perusahaan. Banyak yang menyebabkan pemberhentian ini, diantaranya

keinginan tenaga kerja, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir,

pensiun, dan sebab-sebab lainnya.

Pegawai merupakan sumber daya yang dimiliki organisasi harus

dipekerjakan secara efektif, efisien dan manusiawi. Oleh karena itu, organisasi

perlu membuat melaksanakan fungsi dam manajemen SDM sebaik-baiknya

sehingga dapat memenuhi kebutuhan sumber daya manusia dalam organisasi, baik

jangka pendek, menengah maupun jangka panjang untuk mewujudkan tujuan

organisasi.

2. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Teori ketidaksesuaian ini dikembangkan oleh Locke pada tahun 1963

dengan mengukur kepuasan atau ketidakpuasan terhadap aspek-aspek pekerjaan

sesuai dengan kesenjangan antara apa yang dilihat sebagai tercapai dan apa yang

diinginkan. Semakin besar kekurangan, semakin besar keinginan untuk sesuatu

yang lebih penting, semakin besar ketidakpuasan. Jumlah karakteristik pekerjaan

yang dibutuhkan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk

memenuhi persyaratan. Jika setidaknya lebih banyak faktor tenaga kerja diterima
12

dan kelebihannya menguntungkan (misalnya: jam kerja diperpanjang dengan

subsidi upah, para pihak sama-sama puas dengan adanya penyimpangan dari

jumlah yang diinginkan (Nulandari, 2015).

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa seseorang merasa puas

jika kondisi yang diinginkan sesuai dengan kondisi yang ada. Semakin besar

kesenjangan antara keadaan saat ini dan keadaan yang diinginkan, semakin besar

ketidakpuasan. Kepuasan yang dirasakan oleh seseorang dinilai dari berbagai

faktor, dengan ketidaksesuaian anatara hasil yang di dapatkan dengan yang

diinginkan akan menghasilkan ketidakpuasan terhadap orang tersebut. Seperti

ketidaksesuaian penempatan yang diberikan akan menghasilkan ketidakpuasan

terhadap pegawai yang diberikan penempatan tersebut. Jika penempatan yang

diberikan sesuai dengan apa yang dinginkan dengan pendidikan, pengalaman,

ataupun pengetahuan kerja yang dimiliki akan menghasilkan kepuasan tersendiri

terhadap pegawai tersebut, sehingga selisih anatara keinginan dengan yang

didapatan tidak besar dan mendapatkan kepuasan.

3. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan (equity theory) merupakan teori yang dikembangkan oleh

Adams seorang Psikolog kerja dan perilaku pada tahun 1963. Dalam teori ini

kepuasan kerja tergantung pada apakah ia merasakan keadilan atau tidak atas

situasi yang dirasakan. Keadilan atau ketidakadilan atas perasaan dengan situasi

yang diperoleh dari membandingkan dirinya dengan orang lain baik itu yang

sekelas, sekantor maupun tempat lain (Dede, 2017).


13

Komponen utama dari teori keadilan adalah input dan outcome. Input

merupakan elemen yang berharga bagi karyawan untuk mendukung pekerjaannya.

Seperti pelatihan, pengalaman, pengetahuan, peralatan atau perlengkapan yang

digunakan untuk melakukan pekerjaan. Akibatnya, karyawan menghargai diri

mereka sendiri dan menerima melalui pekerjaan mereka, seperti upah/gaji,

tunjangan, jabatan, bonus, dll. (Farazdah, 2016). Sehingga setiap pegawai akan

membandingkan dari input hasil dirinya dengan input hasil orang lain. Bila

perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila

perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan

kepuasan, tetapi bisa pula tidak, tergantung kepada pegawai itu sendiri. Tetapi bila

perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidakpuasan.

Inti dari teori ini adalah pandangan bahwa orang didorong untuk

menjembatani kesenjangan antara upaya mereka untuk menguntungkan organisasi

dan imbalan yang mereka terima. Artinya, apabila seorang pegawai mempunyai

presepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan dapat

terjadi, yaitu :

1) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.

2) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas

yang menjadi tanggung jawabnya.

Seperti Beban kerja, setiap pegawai memiliki beban kerja yang berbeda.

Hal itu bisa saja berdasarkan jabatan, golongan, atau lamanya bergabung

di suatu organisasi. Jika seseorang merasa dengan jabatan yang sama tetapi

pekerjaan yang diberikan berbeda hal tersebut berdampak kepada ketidakpusan

orang tersebut. Lain hal nya jika beban kerja pegawai yang jabatan sama dengan
14

tugas perkerjaan yang sama, maka pegawai tersebut akan merasa puas dengan

keadilan yang diberikan.

Begitu juga dengan budaya organisasi, keadilan dalam organisasi begitu

penting. Budaya organisasi merupakan pedoman dalam organisasi, sehingga

keadilan yang dirasakan dalam organisasi akan menjadi suatu pedoman dan

menjadi identitas suatu organisasi.

4. Kepuasan Kerja

Menurut Siagian dan Khair (2018), kepuasan kerja adalah sikap

emosional seorang karyawan terhadap apakah mereka nyaman atau tidak nyaman

melakukan pekerjaannya. Oleh karena itu, organisasi harus memenuhi dan

memahami kebutuhan karyawannya. Menurut Priansa (2018), kepuasan kerja

adalah ukuran seberapa baik perasaan seorang karyawan tentang pekerjaannya,

terlepas dari apakah mereka puas dengan hasil interaksi mereka dengan

lingkungan kerjanya atau dengan hasil evaluasi mereka terhadap pekerjaannya.

merasa seperti karyawan.

Sutrisno (2016) menemukan bahwa kepuasan kerja adalah sikap

karyawan terhadap pekerjaannya terkait dengan pertanyaan tentang kondisi kerja,

kerjasama antar karyawan, penghargaan yang diterima di tempat kerja, dan faktor

fisik dan psikologis. Karyawan yang puas lebih pintar, lebih terlibat, lebih aktif,

dan berkinerja lebih baik daripada karyawan yang tidak puas.

Kepuasan pegawai dipengerungi oleh beberapa faktor. Menurut

Hasibuan (2016) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, diantaranya :

1) Balas jasa yang adil dan layak atau kompensasi.


15

2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.

3) Berat-ringannyan pekerjaan atau beban kerja yang diterima.

4) Suasana dan lingkungan pekerjaan.

5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.

6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.

7) Sikap pekerjaan menonton atau tidak.

Sutrisno (2016) menjelaskan faktor-faktor yang memberikan kepuasan

kerja pegawai, diantaranya :

1) Faktor Psikologi, yaitu faktor yang berhubungan dengan kejiwaan

pegawai yang meliputi sikap terhadap kerja, ketentraman dalam kerja,

minat, bakat, dan keterampilan yang dimiliki pegawai.

2) Faktor Sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial

baik antar pegawai atau dengan atasan.

3) Faktor Fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik

lingkungan kerja dan konsisi fisik pegawai. Hal tersebut meliputi jenis

pekerjaan, pengaturan waktu kerja, waktu istirahat, perlengkapan kerja,

keadaan ruangan, penerangan, kondisi kesehatan pegawai, umur dan

sebagainya.

4) Faktor Finansial, yaitu faktor yang berhubungan dengan jaminan serta

kesejahteraan pegawai meliputi sistem dan besarnya gaji, jaminan sosial,

tunjangan, fasilitas, promosi dan sebagainya.

Berdasarkan faktor diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menciptakan

kepuasan kerja pegawai dalam suatu organisasi, maka atasan perlu

memperhatikan setiap faktor tersebut untuk menghindari terjadinya indikasi


16

masalah yang jika dibiarkan akan menjadi masalah di dalam organisasi itu sendiri.

Dengan kepuasan yang dirasakan pegawai akan membuat pegawai dalam

menjalankan tugas nya dengan bergairah dan semangat sehingga pekerjaan yang

diberian terselesaikan dengan baik.

5. Motivasi Kerja

Hakim (2020), menggambarkan motivasi sebagai proses kekuatan, arah,

dan ketekunan untuk mencapai suatu tujuan. Etimologi motivasi adalah motif. Ini

berarti dorongan, penyebab, atau alasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Oleh

karena itu, motivasi dapat berarti keadaan yang mendorong atau menyebabkan

seseorang melakukan suatu tindakan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar.

Motivasi dalam bekerja adalah apa yang memotivasi dan memotivasi diri sendiri

untuk bekerja, karena motivasi mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai.

Karyawan yang memiliki motivasi tinggi berusaha untuk melakukan pekerjaannya

dengan sebaik-baiknya.

Beberapa indikator motivasi Menurut (Setiawan, 2019) yakni:

1) Perilaku Karyawan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan karyawan

dalam memilih tindakan dalam bekerja. Perilaku karyawan yang baik

dalam bekerja menunjukkan bahwa karyawan termotivasi dalam bekerja.

2) Usaha Karyawan. Hal ini berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan

karyawan dalam bekerja. Kegiatan yang dilakukan dengan usaha keras

oleh karyawan menandakan bahwa karyawan termotivasi dalam bekerja.

3) Kegigihan Karyawan. Kegigihan karyawan mengacu pada perilaku

seseorang yang tetap ingin bekerja walaupun adanya rintangan, masalah,


17

dan halangan dalam pekerjaan yang dilakukan. Kegigihan karyawan

yang tinggi menunjukkan bahwa karyawan memiliki motivasi yang

tinggi.

Indikator-indikator lainnya diungkapkan oleh Syahyuti (2010 dalam

Rananda 2018) untuk mengukur motivasi kerja, diantaranya :

1) Dorongan mencapai tujuan.

Dengan motivasi kerja yang tinggi maka dalam dirinya mempunyai

dorongan yang kuat untuk mencapai kinerja yang maksimal yang

berpengaruh kepada kepuasan kerja dengan tercapainya suatu tujuan baik

itu dari individu ataupun tujuan organisasi.

2) Semangat kerja.

Semangat kerja sebagai keadaan psikologis yang baik, semangat kerja

tersebut dapat menimbulkan kesenangan yang mendorong seseorang

untuk bekerja lebih giat serta konsekuen dalam mencapai tujuan yang

ditetapkan oleh perusahaan atau instansi.

3) Inisiatif dan kreatifitas.

Inisiatif diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan seseorang pegawai

untuk memulai atau meneruskan suatu pekerjaan tanpa ada dorongan dari

orang lain atau atas kehendak sendiri. Sedangkan kreatifitas adalah

kemampuan seseorang pegawai untuk menemukan hubungan dan

membuat kombinasi yang baru sehingga dapat menemukan suatu yang

baru. Dalam hal ini sesuatu yang baru bukan berarti sebelumnya tidak

ada, akan tetapi sesuatu yang dibuat lebih bervariasi dan fresh.
18

4) Rasa tanggung jawab.

Sikap yang dimiliki oleh karyawan untuk mempunyai motivasi kerja

yang baik harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan

yang mereka lakukan sehingga pekerjaan tersebut mampu diselesaikan

secar tepat waktu dan mendapatkan hasil yang maksimal.

Dengan motivasi yang dimiliki oleh pegawai dapat mendorong pegawai

tersebut untuk mendapatkan kepuasan kerja. Dari penempatan yang diberikan,

beban kerja yang ditugaskan, dan budaya dalam organisasi yang dirasakan

menjadikan motivasi begitu penting, dimana dengan motivasi dapat menjadi

perantara untuk mendapatkan kepuasan kerja.

6. Penempatan Pegawai

Penempatan pegawai adalah pengisian posisi organisasi yang kosong

atau kekurangan staf. Penempatan pegawai dapat disamakan dengan rotasi

pegawai pada jabatan sebelumnya untuk mengisi jabatan yang disiapkan oleh

pimpinan organisasi. Saat menempatkan karyawan, perhatian harus diberikan

pada keterampilan dan kompetensi mereka sesuai dengan keahlian mereka, karena

kami tidak hanya menempatkan karyawan tanpa mengukur keterampilan mereka

sendiri. Seperti yang dijelaskan Hasibuan (2016), penempatan didasarkan pada

deskripsi pekerjaan dan spesifikasi pekerjaan yang telah ditetapkan dan

“menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat dan orang yang tepat

pada posisi yang tepat.” harus didasarkan pada prinsip bahwa.

Menurut Pramuditha (2020), penempatan kerja adalah penempatan

pegawai yang telah lulus seleksi oleh seorang manajer, dan manajer tersebut
19

tergantung pada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menempatkan

karyawan tersebut untuk kelangsungan usaha dan pengalaman kerja.

Indikator penempatan kerja menurut Patricia Runtuwene et al., (2016)

yaitu,

1) Pendidikan yang harus dimiliki oleh seorang karyawan, pendidikan

minimum yang disyaratkan meliputi pendidikan yang disyaratkan dan

pendidikan alternatif.

2) Pengetahuan kerja yang harus dimiliki oleh seorang karyawan dengan

wajar yaitu pengetahuan kerja ini sebelum ditempatkan dan yang baru

diperoleh pada waktu karyawan tersebut bekerja dalam pekerjaan

tersebut.

3) Keterampilan, kecakapan atau keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan

yang harus diperoleh dalam praktek, keterampilan kerja ini dapat

dikelompokan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu keterampilan mental;

keterampilan fisik; keterampilan sosial;

4) Pengalaman kerja seorang pegawai untuk melakukan pekerjaan tertentu.

pengalaman kerja dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pekerjaan

yang harus ditempatkan dan lamanya melakukan pekerjaan.

Penempatan kerja yang tepat sesuai dengan pendidikan, pengetahuan

kerja, keterampilan yang dimiliki, dan pengalaman kerja akan membuat pegawai

merasa puas, begitu juga sebaliknya. Jika penempatan yang diberika menyimpang
20

dari pendidikan misalnya, tetapi pegawai tersebut memiliki motivasi untuk

mendapatkan tujuan, maka pegawai tersebut tetap merasa puas.

7. Budaya Organisasi

Budaya Organisasi adalah suatu karakteristik yang ada pada suatu

organisasi dan menjadi pedoman organisasi tersebut sehingga membedakannya

dengan organisasi lainnya. Dapat dikatakan budaya organisasi adalah norma

perilaku dan nilai-nilai yang dipahami dan diterima oleh semua anggota organisasi

dan digunakan sebagai dasar dalam aturan perilaku dalam organisasi tersebut.

Menurut Marlinah (2020), tujuan penerapan budaya organisasi adalah

untuk memastikan bahwa seluruh anggota dalam organisasi mematuhi dan

berpedoman pada nilai, keyakinan, dan norma yang ada di dalam organisasi.

Karyawan individu, seperti organisasi, memiliki tujuan dan minat mereka sendiri.

Sebagai organisasi yang terdiri dari berbagai elemen sumber daya, termasuk

sumber daya manusia, kita memerlukan kode nilai dan keyakinan yang disepakati

bersama sehingga tujuan organisasi dan orang-orang dapat diselaraskan dan

diselaraskan. Untuk itu, budaya organisasi menjadi sangat penting, memastikan

bahwa semua orang di dalam organisasi mematuhi dan berpedoman pada nilai,

keyakinan, dan norma yang ada di dalam organisasi sehingga diharapkan dapat

mencapai tujuannya.

Menurut Wibowo (2006 dalam Shaliha 2017) indikator budaya

organisasi adalah sebagai berikut:


21

1) Inisiatif perseorangan, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan

kemerdekaan yang dimiliki individu.

2) Toleransi terhadap risiko, yaitu suatu tingkatan dimana pekerja didorong

mengambil risiko, menjadi agresif dan inovatif.

3) Pengawasan, yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang

dipergunakan untuk melihat dan mengawasi para perilaku kerja.

4) Dukungan manajemen, yaitu tingkat dimana manajer mengusahakan

komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan pada bawahannya.

5) Pola komunikasi, yaitu suatu tingkatan dimana komunikasi organisasi

dibatasi pada kewenangan hierarki formal.

Budaya organisai yang mengarahkan pegawai untuk berperilaku dengan

norma-norma yang diterapkan. Dengan faktor-faktor yang tersebut akan membuat

pegawai merasa puas tidaknya dengan budaya organisasi yang dimiliki sebagai

suatu identitas organisasi. Meskipun adanya rasa tidak puas, dengan motivasi

yang dimiliki akan membuat pegawai tersebut mendapatkan tujuan untuk

mencapai suatu kepuasan.

8. Beban Kerja

Moekijat (2004 dalam Wijaya, 2017) mendefinisikan beban kerja

sebagai jumlah produk kerja atau catatan produk kerja yang dapat menunjukkan

berapa banyak yang dilakukan oleh sejumlah besar karyawan di area tertentu.

Jumlah pekerjaan yang harus dilakukan oleh suatu kelompok atau individu dalam

jumlah waktu tertentu dapat dilihat secara objektif dan subjektif. Secara obyektif,

beban kerja dianggap sebagai total waktu yang dihabiskan atau jumlah aktivitas
22

untuk menyelesaikan suatu tugas. Meskipun pernyataan subjektif dibuat tentang

beban kerja yang dirasakan dalam hal ukuran yang digunakan oleh manusia. Dari

sini kita dapat menyimpulkan bahwa beban kerja mengacu pada berapa banyak

energi, waktu dan pikiran yang harus dikerahkan seorang pekerja untuk

menyelesaikan tugas yang ditugaskan kepada mereka.Beban kerja yang terlalu

berlebihan akan dapat menimbulkan kelelahan dan reaksi-reaksi emosional seperti

sakit kepala, gangguan pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan beban kerja

yang terlalu sedikit akan menimbulkan kebosanan dan rasa monoton (Manuaba,

2000 dalam Wijaya, 2018).

Adapun faktor yang mempengaruhi beban kerja yang baik berasal dari

dalam maupun luar pegawai. Menurut Koesmowidjojo (2017) faktor faktor yang

mempengaruhi beban kerja yaitu:

a. Faktor Internal, yang mempengaruhi beban kerja adalah faktor yang

berasal dari tubuh akibat dari reaksi beban kerja eksternal, reaksi tersebut

sebagai berikut:

1) Faktor Somatis, berupa jenis kelamin, usia, postur tubuh, status

kesehatan

2) Faktor Psikis, berupa motivasi, kepuasan, keinginan, atau persepsi

b. Faktor Eksternal, dalam dunia kerja juga akan mempengaruhi beban

kerja karyawan. Faktor Eksternal yang dimaksud adalah faktor yang

berasal dari luar tubuh pegawai seperti:

1) Lingkungan Kerja, yang berhubungan dengan kimiawi, psikologis,

biologis, dan lingkungan kerja secara fisik.


23

2) Tugas-tugas Fisik, hal-hal yang berhubungan dengan alat-alat dan

sarana bantu dalam menyelesaikan pekerjaan, tanggung jawab

pekerjaan, bahkan hingga tingkat kesulitan yang dihadapi ketika

menyelesaikan pekerjaan.

3) Organisasi Kerja, setiap pegawai membutuhkan jadwal kerja yang

teratur dalam menyelesaikan pekerjaannya sehingga lamanya waktu

kerja, shift kerja, istirahat, perencanaan karier hingga

penggajian/pengupahan akan turut memberikan kontribusi terhadap

beban kerja yang dirasakan oleh masing-masing pegawai.

Menurut Hart dan Staveland (2015 dalam Asmadin 2021), menjelaskan

bahwa tiga faktor utama yang menentukan beban kerja yaitu tuntutan tugas, usaha

dan performasi.

1) Tuntutan tugas. Beban kerja dapat ditentukan dari analisis tugas-

tugas yang dilakukan oleh pekerja. Perbedaan beban yang diberikan

kepada setiap individu pegawai harus selalu diperhitungkan.

2) Usaha atau tenaga. Usaha yang dikeluarkan pada suatu pekerjaan

mungkin merupakan suatu bentuk intuitif secara alamiah terhadap

beban kerja itu sendiri. Jika terjadinya peningkatan tuntutan tugas,

secara alamiah akan meningkatkan tingkat effort untuk

mendapatkan hasil yang maksimal.

3) Performansi. Sebagian besar studi tentang beban kerja mempunyai

perhatian dengan tingkat performansi yang akan dicapai.

Pengukuran performansi sendirian tidaklah akan dapat menyajikan

suatu matrik beban kerja yang lengkap.


24

Beban kerja menjadi hal yang utama dalam suatu pekerjaan. Dengan

berbagai faktor yang menjadi penentu suatu beban kerja, membuat seorang

pegawai merasa puas tidaknya dengan beban kerjanya tersebut.

9. Penelitian Terdahulu

Berikut ini akan disajikan tabel penelitian terdahulu yang berkaitan

dengan penelitian ini. Tabel 1. menyajikan hasil penelitian terdahulu yang relevan

dengan penelitian yang akan dilakukan.

Tabel 1 Penelitian terdahulu

Nama
Teknik
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Analisis
Analisi
(Tahun)

Penempatan
Penempatan
Karyawan Dan Variabel Bebas :
karyawan
Fauziah Pengaruhnya Penempatan
Analisi berpengaruh
Agustini dan Terhadap Karyawan
1. Regresi terhadap motivasi
M. Faridj Motivasi Kerja
Sederhana kerja karyawan pada
Wajdi (2019) Karyawan Pada PT. Variabel Terikat :
PT. Jamsotek
Jamsostek Medan Motivasi Kerja
Medan.

2. Yosua Wijaya Pengaruh Work Life Variabel Bebas : PLS Work life balance

(2020) Balance Dan Beban Work Life (Partial dan beban kerja

Kerja Terhadap Balance Dan Least memiliki pengaruh

Motivasi Kerja Beban Kerja Square) terhadap motivasi

(Studi Pada PT. kerja karyawan PT

Mayora Indah) Variabel Terikat :


25

Motivasi Kerja
Mayora.

Budaya Organisasi

memiliki pengaruh

terhadap Motivasi
Variabel Bebas :
Pengaruh Budaya Analisi kerja. Dengan
Budaya
Organisasi terhadap Deskriptif, Budaya Organisasi
Organisasi
3. Sutoro (2020) Motivasi Kerja dan dengan Hasil yang

Pegawai BPSDM Regresi “Baik” dan Motivasi


Variabel Terikat :
Provinsi Jambi Sederhana Kerja yang “Tinggi”
Motivasi Kerja
dari hasil analisi

deskriptifnya.

Ternyata variabel

motivasi (X1) dan


Pengaruh Motivasi
disiplin kerja (X2)
dan Disiplin Kerja Variabel Bebas :
kontrubusinya secara
Terhadap Kepuasan Motivasi Kerja
Analsiis simultan terhadap
Atmi Kerja Pegawai Pada dan Disiplin
Jalur kepuasan kerja
4. Saptarini Dinas Pasar, Kerja
(Path pegawai Dinas
(2018) Kebersihan dan
Analysis) Pasar, Kebersihan
Pertamanan Variabel Terikat :
dan Pertamanan
Kabupaten Kepuasan Kerja
Kabupaten
Pesawaran
Pesawaran.
26

Pengaruh beban
Variabel Bebas :
kerja terhadap
Pengaruh Beban Beban Kerja
kepuasan kerja
Kerja Terhadap
dengan burnout
Kepuasan Kerja Variabel Terikat : Analsiis
sebagai intervening
Malino, dkk. Dengan Burnout Kepuasan Kerja Jalur
5. berpengaruh positif
(2020) Sebagai Intervening (Path
dan signifikan
Pada Kantor Pos Variabel Analysis)
terhadap PT. Pos
Indonesia Cabang Intervening :
Indonesia cabang
Makassar Burnout
Makassar.

6. Yemi Tri Pengaruh Budaya Variabel Bebas : Analsiis Budaya organisasi

Murni (2019) Organisasi Dan Budaya Jalur berpengaruh

Motivasi Terhadap Organisasi dan (Path terhadap kinerja

Kinerja Pegawai Motivasi kerja Analysis) pegawai melalui

Melalui Kepuasan kepuasan kerja di PT

Kerja Pada PT Pln Variabel Terikat : PLN (Persero)

(Persero) Wilayah Kinerja Pegawai Wilayah Riau dan

Riau Dan Kepulauan Kepulauan Riau

Riau Kantor Variabel Kantor Wilayah.

Wilayah Intervening : Sedangkan Motivasi

Kepuasan Kerja tidak berpengaruh

terhadap kinerja

pegawai melalui

kepuasan kerja di PT

PLN (Persero)
27

Wilayah Riau dan

Kepulauan Riau

Kantor Wilayah.

Penempatan sumber
Variabel Bebas :
Pengaruh daya manusia
Penempatan
Penempatan Sumber Analsisi berpengaruh
Ni Putu Riski Sumber Daya
Daya Manusia Pada Regresi positif pada kinerja
7. Martini Manusia
Kinerja Karyawan Liner karyawan di
(2017)
Di Pemerintah Berganda pemerintah
Variabel Terikat :
Kabupaten Badung Kabupaten Badung.
Kinerja Pegawai

8. I Made Bagus Pengaruh Variabel Bebas : Analsiis

Githa Wijaya Penempatan Dan Penempatan dan Jalur Penempatan dan

dan I Wayan Pengalaman Pengalaman (Path pengalaman

Suana (2017) Terhadap Kepuasan Analysis) berpengaruh secara

Dan Kinerja Variabel Terikat : positif dan signifikan

Karyawan Kinerja Pegawai terhadap kepuasan

dan kinerja

Variabel karyawan serta

Intervening : kepuasan kerja

Kepuasan Kerja berpengaruh positif

dan signifikan

terhadap kinerja

karyawan.
28

Penempatan,

karakteristik

pekerjaan, dan

kepuasan kerja
Variabel Bebas :
Analsisi berada pada
Penempatan dan
Deskriptif kategori cukup baik.
Analisis Penempatan Karakteristik
Panji dan Secara parsial dan
dan Karakteristik Pekerjaan
9. Pramuditha Analsisi simultan penempatan
Pekerjaan Terhadap
(2020) Regresi kerja dan
Kepuasan Kerja Variabel Terikat :
Linier karakteristik
Kepuasan Kerja
Berganda pekerjaan

berpengaruh

signifikan terhadap

kepuasan kerja pada

karyawan

10. Darwis Analisis Faktor- Variabel Bebas : Analsisi

Agustriyana Faktor Penempatan Penempatan Deskriptif Penempatan

(2015) Karyawan Terhadap Karyawan dan karyawan di PT

Kepuasan Kerja Analsisi Yuniko Asia Prima

Karyawan Di PT. Variabel Terikat : Regresi sudah berjalan

Yuniko Asia Prima Kepuasan Kerja Linier dengan baik.

Di Kota Bandung Berganda Pengaruh secara

simultan, variabel
29

penempatan

karyawan memiliki

pengaruh yang

signifikan dengan

kepuasan kerja

karyawan

Pengaruh langsung

penempatan terhadap

kinerja guru lebih


Variabel Bebas :
efektif dari pada
Pengaruh Penempatan dan
melalui kepuasan
Penempatan Dan Motivasi Kerja
kerja. Akan tetapi
Motivasi Kerja Analsiis
motivasi
Nur Rohim Terhadap Kepuasan Variabel Terikat : Jalur
11. berpengaruh positif
(2020) Kerja Dan Kinerja Kinerja Guru (Path
dan signifikan
Guru Di Madrasah Analysis)
terhadap kepuasan
Aliyah Se- Variabel
kerja. Jadi pengaruh
Kabupaten Jember Intervening :
motivasi kerja
Kepuasan Kerja
terhadap kinerja guru

dapat melalui

kepuasan kerja guru.

VII.HIPOTESIS PENELITIAN
30

Menurut Sugiyono (2018), hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian yang

telah dinyatakan dalam bentuk kalimat. Penulis merumuskan hipotesis yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Penempatan Pegawai berpengaruh terhadap Motivasi Kerja.

Fauziah Agustini dan M. Faridj Wajdi (2019) dalam penelitian

menunjukkan bahwa penempatan karyawan berpengaruh positif dan signifikan

terhadap motivasi kerja karyawan. Aditya Yudanegara (2014) menunjukkan

bahwa penempatan karyawan memiliki pengaruh yang signifikan sebesar 22%

dalam membentuk motivasi kerja karyawan. Maka dapat diartikan bahwa semakin

tepat penempatan karyawan, akan semakin tinggi pula motivasi kerja yang

dirasakan karyawan Dinas Pendidikan Kota Bandung. Berdasarkan pada kajian

penelitian terdahulu maka dapat disusun hipotesis berikut :

H1 : Terdapat pengaruh penempatan pegawai terhadap motivasi kerja.

2. Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Motivasi Kerja.

Sutoro (2020), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Budaya

Organisasi (X1) pegawai pada BPSDM Provinsi Jambi berpengaruh positif dan

secara signifikan terhadap motivasi (Y). Penelitian Firanti, et., al., (2021)

menunjukkan bahwa udaya dalam organisasi berpengaruh terhadap motivasi kerja

anggota organisasi Club K Universitas Negeri Jakarta. Budaya organisasi yang

baik akan mempengaruhi suasana dalam organisasi sehingga menimbulkan

motivasi kerja anggota organisasi. Berdasarkan pada kajian penelitian terdahulu

maka dapat disusun hipotesis berikut :


31

H2 : Terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja.

3. Beban Kerja berpengaruh terhadap Motivasi Kerja.

Penelitian Triananda., et., al., (2021) menunjukkan bahwa beban kerja

berpengaruh terhadap motivasi kerja. Jadi beban kerja yang diberikan sesuai

dengan kemampuan pegawai, maka motivasi kerja akan semakin tinggi.

Selanjutnya penelitian Yosua Wijaya (2020), menunjukkan bahwa berdasarkan

hasil analisis diketahui bahwa nilai p-value untuk variable pengaruh beban kerja

terhadap motivasi kerja sebesar 0.000<0.05, artinya terdapat pengaruh beban kerja

terhadap motivasi kerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa beban kerja

berpengaruh terhadap motivasi kerja. Berdasarkan pada kajian penelitian

terdahulu maka dapat disusun hipotesis berikut :

H3 : Terdapat pengaruh beban kerja terhadap kepuasan kerja.

4. Penempatan Pegawai berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

Panji Pramuditha (2020) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

Penempatan Kerja di PT. Angkasa Pura II (Persero) Bandara Husein Sastranegara

Bandung pada kategori cukup baik yang didalamnya diukur melalui empat

indikator, yaitu Pendidikan, Pengetahuan Kerja, Keterampilan dan Pengalaman

Kerja. Secara parsial dan simultan penempatan kerja dan karakteristik pekerjaan

berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pada karyawan PT. Angkasa Pura

II (Persero) Bandara Husein Sastranegara. Selanjutnya Heru Kuncorowati (2018)

menunjukkan hasil bahwa ketiga variabel independen (pengaruh penempatan,

motivasi dan stress kerja) tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap
32

kepuasan kerja karyawan (Y). Berdasarkan pada kajian penelitian terdahulu maka

dapat disusun hipotesis berikut :

H4 : Terdapat pengaruh penempatan pegawai terhadap kepuasan kerja.

5. Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

Primasheila, et., al., (2017) dalam penelitiannya menunjukkan budaya

organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan

PT Telkom Kantor Wilayah Palembang. Hal ini menunjukkan bahwa budaya

organisasi berperan penting dalam meningkatkan kepuasan kerja karyawan karena

budaya organisasi yang memberikan rasa nyaman dalam bekerja. Selanjutnya

penelitian Mirasantika dan Firmansyah Kusumayadi (2020) mendapatkan hasil

Budaya Organisasi secara langsung berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

kerja pegawai pada kantor Camat Hu’u Kabupaten Dompu. Berdasarkan pada

kajian penelitian terdahulu maka dapat disusun hipotesis berikut :

H5 : Terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja.

6. Beban Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

Penelitian Ajimat, et., al., (2020) mendapatkan hasil pengaruh beban

kerja terhadap kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kepuasan kerja karyawan Hal tersebut menunjukan bahwa beban kerja yang

diberikan kepada karyawan PT Dana Mandiri Sejahtera masih terbilang rendah

sehingga kepuasan kerja pun masih terjaga tidak melebihi dari kompensasi yang

diberikan sehingga loyalitas karyawan masih dapat dikatakan baik. Selanjutnya

penelitian dari Malino, et., al., (2020) menunjukkan beban kerja yang
33

menunjukkan hasil positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan

pada kajian penelitian terdahulu maka dapat disusun hipotesis berikut :

H6 : Terdapat pengaruh beban kerja terhadap kepuasan kerja.

7. Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja.

Atmi Saptarini (2018), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

Motivasi kerja secara langsung mempengaruhi kepuasan kerja pegawai sebesar

83,4%. Penelitian lainnya Suwarto (2014) mendapatkan hasil bahwa stres kerja

dan motivasi kerja secara simultan berpengaruh terhadap kepuasan kerja

karyawan. Secara parsial, variabel motivasi kerja merupakan variable yang paling

berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan pada kajian penelitian

terdahulu maka dapat disusun hipotesis berikut :

H7 : Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap kepuasan kerja.

8. Penempatan Pegawai berpengaruh tidak langsung terhadap Kepuasan Kerja

dengan Motivasi Kerja sebagai pemediasi.

Penempatan karyawan ini adalah untuk menempatkan orang yang tepat

dan jabatan yang tepat sesuai dengan minat dan kemampuannya, sehingga

pegawai merasa puas dengan penempatan yang diberikan dan semakin produktif

dalam menjalankan tugas yang menjadi tanggungjawabnya . Hal tersebut sesuai

dengan pendapat (Yudanegara, 2014), penempatan karyawan mengandung arti

pemberian tugas tertentu kepada pekerja agar ia mempunyai kedudukan yang

paling baik dan paling sesuai, dengan didasarkan pada job requirement,

kualifikasi karyawan dan kebutuhan pribadi. Menurut (Ermita, 2019) dalam


34

jurnalnya mengatakan bahwa pemberian motivasi pada dasarnya adalah

memberikan kepuasan kerja kepada karyawan dengan harapan pegawai akan

bekerja lebih baik dengan posisi yang ditempatkan sesuai minat dan kemampuan

yang dimiliki. Berdasarkan pada kajian penelitian terdahulu maka dapat disusun

hipotesis berikut :

H8 : Terdapat pengaruh tidak langsung penempatan pegawai terhadap kepuasan

kerja dengan motivasi kerja sebagai pemediasi.

9. Budaya Organisasi berpengaruh tidak langsung terhadap Kepuasan Kerja

dengan Motivasi Kerja sebagai pemediasi.

Kepuasan kerja dapat terbentuk melalui budaya organisasi yang pada

akhirnya juga akan meningkatkan kinerja karyawan (Pabundu Tika, 2003 dalam

Primasheila, 2017). Budaya kuat membantu kinerja bisnis karena menciptakan

suatu tingkat motivasi yang luar biasa dalam diri karyawan. Nilai-nilai dan

perilaku yang dianut bersama membuat orang merasa nyaman dalam bekerja

untuk sebuah perusahaan. Berdasarkan pada kajian penelitian terdahulu maka

dapat disusun hipotesis berikut :

H9 : Terdapat pengaruh tidak langsung budaya organisasi terhadap kepuasan kerja

dengan motivasi kerja sebagai pemediasi.

10. Beban Kerja berpengaruh tidak langsung terhadap Kepuasan Kerja dengan

Motivasi Kerja sebagai pemediasi.


35

Kepuasan kerja adalah pendapat karyawan yang menyenangkan atau

tidak mengenai pekerjaannya, perasaan itu terlihat dari perilaku baik karyawan

terhadap pekerjaan dan semua hal yang dialamidi lingkungan kerja (Handoko,

2001 dalam Melati, et., al., 2015). Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang

membutuhkan keahlian dan harus dikerjakan dalam jangka waktu tertentudalam

bentuk fisik ataupun psikis. Menurut Wibowo (2016) Motivasi adalah dorongan

dari serangkaianproses perilaku manusia pada pencapaian tujuan. Berdasarkan

pada kajian penelitian terdahulu maka dapat disusun hipotesis berikut :

H10 : Terdapat pengaruh tidak langsung beban kerja terhadap kepuasan kerja

dengan motivasi kerja sebagai pemediasi.

VIII. KERANGKA PEMIKIRAN

Sugiyono (2018) menyatakan bahwa kerangka berpikir adalah model

konseptual tentang bagaimana sebuah teori berhubungan dengan semua jenis

faktor yang diidentifikasi sebagai masalah. Berdasarkan tinjauan teoritis dan hasil

penelitian sebelumnya serta hubungan antar variabel, model penelitian dapat

digambarkan sebagai berikut.

H8
Penempatan
Pegawai
H4

H1
Motivasi H7
Kepuasan Kerja
Kerja
H2

H3
Budaya H5
Organisai
H9

H6
Keterangan : Beban Kerja

H10
: Pengaruh Langsung
36

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

IX. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja bukanlah konsep tunggal karena merupakan respons

emosional atau emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Seseorang dapat

relatif puas atau tidak puas dengan banyak hal yang dirasakan baik dari sisi

pekerjaan, lingkungan sekitar dan penunjang lainnya. Adapun faktor yang

manjadi indikator kepuasan kerja yang digunakan dalam penelitian ini menurut

Sutrisno (2016) diantaranya :

1) Faktor psikologi

2) Faktor sosial

3) Faktor fisik

4) Faktor finansial

2. Motivasi Kerja

Motivasi adalah sebuah keadaan. Kepribadian seseorang yang

mendorong keinginan seseorang untuk beraktivitas. Fokus pada pencapaian

tujuan. motif yang ada. Mewujudkan dalam diri seseorang suatu tindakan yang
37

diarahkan pada tujuan mencapai tujuan kepuasan. Motivasi tidak hanya di dorong

oleh diri sendiri, tetapi dorongan dari orang lain juga memperkuat keinginan kita

untuk memperoleh suatu tujuan. Indikator - indikator untuk mengukur motivasi

kerja menurut Syahyuti (2010 dalm Martanto, 2016) adalah :

1) Dorongan mencapai tujuan

2) Semangat kerja

3) Inisiatif dan kreatifitas

4) Rasa tanggung jawab

3. Penempatan Pegawai

Dalam penempatan pegawai tidak perlu begitu saja menugaskan pegawai

tanpa melihat keterampilannya sendiri, sehingga perlu memperhatikan

kemampuannya sesuai dengan keterampilannya. Penempatan pegawai yang tepat

akan memberikan kepuasan tersendiri terhadap pegawai tersebut. Indikator yang

digunakan untuk mengukur penempatan pegawai dalam penelitian ini mengacu

pada indikator menurut Patricia Runtuwene et al., (2016) yaitu,

1) Pendidikan

2) Pengetahuan kerja

3) Keterampilan

4) Pengalaman kerja

4. Budaya Organisasi

Budaya organisasi merupakan aspek yang sangat penting dari lingkungan

internal yang mempengaruhi apakah suatu organisasi mencapai hasil yang baik.
38

Budaya organisasi memiliki nilai dan norma yang mempengaruhi individu dalam

organisasi. Salah satu pengaruh yang dirasakan adalah kepuasan individu itu

sendiri, mampu tidaknya beradaptasi dengan budaya yang telah diterapkan di

dalam organisasi. Indikator budaya organisasi menurut Wibowo (2006 dalam

Shaliha 2017) adalah sebagai berikut:

1) Inisiatif perseorangan

2) Toleransi terhadap risiko

3) Pengawasan

4) Dukungan manajemen

5) Pola komunikasi

5. Beban Kerja

Beban kerja adalah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk

menyelesaikan tugas pekerjaan yang dalam keadaan normal akan diselesaikan

dalam jangka waktu tertentu. Beban kerja yang sangat banyak atau sangat sedikit

akan membuat individu merasa kepuasan tersendiri. Jika banyak kerjaan akan

membuat kelelahan fisik ataupun mental yang menyebabkan ketidakpuasan

individu tersebut. Begitu juga jika pekerjaan yang dikerjakan sedikit, akan

menimbulkan rasa kebosanan yang juga bisa menyebabkan ketidakpuasan

individu tersebut. Menurut Hart dan Staveland (2015 dalam Asmadin 2021),

menjelaskan bahwa tiga faktor utama yang menentukan beban kerja yang menjadi

indikator dalam penelitian ini, yaitu :

1) Faktor tuntutan tugas.

2) Usaha atau tenaga.


39

3) Performansi.

X. METODE PENELITIAN

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di kantor instansi dibawah naungan

Permerintah Provinsi Bali. Terdapat 36 intansi terkait yang dapat dilihat dalam

tabel 2. Lokasi ini dipilih karena Pemerintah Provinsi Bali secara terbuka

menyampaikan keadaan pegawai perbulannya di situs website

https://bkpsdm.baliprov.go.id/.

Tabel 2. Dinas / Badan / Biro / Instansi lainnyadibawah naungan Pemerintah

Provinsi Bali

N Dinas / Badan / Biro / Instansi lainnya

o dibawah naungan Pemerintah Provinsi Bali

1 Dinas Kebudayaan

2 Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup

3 Dinas Kelautan dan Perikanan

4 Dinas Kesehatan

5 Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral

6 Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik

7 Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah

8 Dinas Pariwisata

9 Dinas Perkerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan dan Kawasan Pemukiman

10 Dinas Pemajuan Masyarakat Adat

11 Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Catatan Sipil


40

12 Dinas Penanaman Modal dan Pelayana Terpadu Satu Pintu

13 Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga

14 Dinas Perindustrian dan Perdagangan

15 Dinas Perhubungan

16 Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan

17 Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

18 Satuan Polisi Pamong Praja

19 Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia

20 Badan Kesatuan Bangsa dan Politik

21 Badan Penanggulangan Bencana Daerah

22 Badan Pendapatan Daerah

23 Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah

24 Badan Penghubung

25 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

26 Badan Riset dan Inovasi

27 Biro Hukum

28 Biro Organisasi

29 Biro Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat

30 Biro Pengadaan Barang/Jasa dan Perekonomian

31 Biro Umum dan Protokol

32 Inspektorat

33 Rumah Sakit Bali Mandara

34 Rumah Sakit Jiwa

35 Rumah Sakit Mata Bali Mandara

36 Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Sumber : (Pemerintahan Provinsi Bali, 2022)


41

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif karena memungkinkan

pengembangan dan penggunaan model matematika, teori, dan hipotesis yang

berkaitan dengan fenomena yang terjadi.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Data kualitatif, yaitu informasi, deskripsi dari wawancara dan kuesioner,

data dalam bentuk verbal atau non-numerik yang telah diolah untuk

mendukung penjelasan dalam analisis. Contoh data kualitatif dalam

penelitian ini adalah data terkait jumlah pegawai Non-ASN di Pemrintahan

Provinsi Bali dan jurnal penelitian terdahulu yang menjadi acuan penelitian

ini, serta hasil wawancara yang diperoleh dengan narasumber.

2) Data Kuantitatif, yaitu data yang berupa angka-angka yang diperoleh dari

sumber data sekunder pada Kantor Badan Kepegawaian dan

Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Provinsi Bali selaku

pihak yang menerbitkan kondisii kepegawaian Pemerintahan Provinsi Bali,

baik berupa dokumen atau terbitan berkala yang relevan dengan

permasalahan yang dibahas.

4. Sumber Data

Untuk melengkapi data yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti

memperoleh data yang bersumber dari:


42

1) Data Primer adalah data dan informasi langsung yang diperoleh dari

responden melalui wawancara atau dengan menggunakan kuisioner yang

berkaitan dengan permasalahan penelitian. Contoh data primer dalam

penelitian ini adalah hasil jawaban responden atas kuesioner penelitian

yang diberikan terkait variabel yang diteliti.

2) Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur. Data tersebut

disajikan dalam bentuk laporan pada yang di publish oleh Badan

Kepegawaian dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BKPSDM)

Provinsi Bali, serta data lainnya yang bersumber dari literatur-literatur

yang mendukung permasalahan yang dibahas.

5. Populasi dan Sampel

1) Populasi

Populasi adalah domain generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek

yang menunjukkan dan menarik kesimpulan dari mereka karakteristik dan

sifat khusus yang ditentukan oleh peneliti yang diteliti (Sugiyono, 2018).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai non ASN pada

kantor dibawah naungan Pemerintah Provinsi Bali.

2) Sampel.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik populasi. Bila populasi

besar dan memungkinkan untuk tidak dilakukannya penelitian pada

semuanya, maka peneliti dapat menggunakan sampel (Sugiyono, 2018).

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

secara non probabilitas yaitu convenience sampling. Pengambilan sampel


43

dengan convenience sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan

dengan memilih sampel secara bebas sekehendak peneliti. Metode

pengambilan sampel ini dipilih untuk memudahkan pelaksanaan

pengambilan data dengan alasan bahwa populasi tenaga non ASN di

lingkungan Pemerintahan Provinsi Bali sangat banyak mencapai 8.944

orang per Juli 2022. Pemilihan metode convenience sampling diambil

berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk mendapatkannya,

dengan kata lain sampel diambil karena sampel tersebut ada pada tempat

dan waktu yang tepat.

Untuk menentukan jumlah sampel yang diambil pada penelitian ini

menggunakan rumus Slovin sebagai berikut:

N
n=
1+ N (0,1)2

Keterangan :

n = banyaknya sampel

N = banyaknya populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih dapat ditolerir, yaitu 0,1 atau 10%

Dengan populasi (N) sebanyak 8.944 orang merujuk pada kondisi jumlah

pegawai Non ASN per Juli 2022 dan tingkat kesalahan (e) sebesar 10%

maka jumlah sampel adalah sebagai berikut :

8.944
n= 2
1+8.944 (0,1)

8.944
n=
1+89,44

8.944
n=
90,44

n=98,89 orang
44

Berdasarkan rumus slovin dapat ditentukan jumlah sampel sebanyak 98.89

orang yang dibulatkan menjadi 99 orang responden dari pegawai Non-

ASN di lingkungan Pemerintahan Provinsi Bali.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan survei lapangan dilakukan dengan mengamati lokasi

survei. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1)Wawancara, teknik ini memperoleh informasi melalui komunikasi langsung

dengan pegawai, manajer, atau kepala departemen di kantor Badan

Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM)

Provinsi Bali untuk memperkuat pernyataan dari kuesioner yang ditertera

2)Kuesioner, yaitu pengumpulan data melalui penyebaran kuisioner yang

dibagikan kepada responden oleh pegawai di lingkungan instansi di bawah

naungan pemerintah provinsi Bali untuk mengumpulkan data. Kuesioner

ini berisi pertanyaan-pertanyaan untuk mencari data variabel penelitian

guna menemukan informasi yang lengkap tentang masalah yang dibahas.

Skala yang digunakan dalam penelitian untuk mengisi setiap butir

pertanyaan dalam kuesioner tersebut menggunaan skala likert. Skala likert

merupakan skala penelitian yang dipakai untuk mengukur sikap dan

pendapat. Skala ini digunakan untuk melengkapi kuesioner yang

mengharuskan responden menunjukkan tingkat persetujuan terhadap

serangkaian pertanyaan.

Tabel 3. Skala Pengukuran


45

Alternatif Jawaban Kode Skor

Sama Sekali Tidak Setuju SSTS 1

Sangat Tidak Setuju STS 2

Tidak Setuju TS 3

Kurang Setuju KS 4

Ragu-ragu RG 5

Netral N 6

Cukup Setuju CS 7

Setuju S 8

Sangat Setuju SS 9

Sangat Setuju Sekali SSS 10


7. Teknik

Analisi Data

Teknik analisis data merupakan dasar dari penentuan dasar untuk

menganalisa hasil interpertasi dari respronden. Sugiyono (2018) mengungkapkan

bahwa dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data

dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Pada penelitian ini

analisis data yang digunakan adalah analisi deskriptif, uji validitas, uji realibilitas

san uji hipotesis dengan SEM-PLS terhadap 5 (lima) variabel. Pembentukan

variabel laten dalam penelitian ini kesemuanya bersifat reflektif, yang berarti

kelima veriabel laten mempengaruhi indikator. Pendekatan yang dilakukan pada


46

saat menganalisa penelitian ini adalah Structural Equation Model Partial Least

Square (SEM-PLS) dengan menggunakan software SMART PLS. Alasan

menggunakan program ini karena penelitian ini lebih bersifat memprediksi dan

menjelaskan variabel laten dari pada menguji suatu teori dan jumlah sampel dalam

penelitian tidak besar.

1) Analisis Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara menggambarkan atau menjelaskan data yang

terkumpul guna menarik kesimpulan yang berlaku untuk masyarakat umum

atau generalisasi. Studi yang dilakukan pada populasi jelas menggunakan

statistik deskriptif dalam analisisnya (Sugiyono, 2018).

2) Analisis Statistika Inferensial

Teknik analisis inferensial digunakan untuk menguji model empiris

dan hipotesis yang disusulkan dalam penelitian ini. Teknik analisis yang

digunakan adalah model persamaan struktural (Structural Equation Modeling

– SEM) berbasis variance atau component-based SEM, yang dikenal dengan

Partial Least Square (PLS). PLS ini merupakan metode analisis yang

proweful, karena tidak mengasumsikan data harus menggunakan pengukuran

skala tertentu, digunakan pada jumlah sampel kecil (30 – 50 unit atau ˂ 100

unit), dan juga dapat digunakan untuk konfirmasi teori (Ghozali, 2016).

Adapun alasan penggunaan PLS dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

a. PLS merupakan metode umum untuk mengestimasi path model

yang menggunakan variabel laten dengan multiple indicator. Hal ini

sesuai dengan model empiric penelitian ini, yang mana dibangun


47

satu variabel eksogen dan 2 variabel laten endogen. Dengan model

empiric tersebut, ada tiga pengujian yang dilakukan yaitu:

(1) Pemeriksaan validitas dan realibilitas indikator pengukuran

variabel laten (analisis faktor konfirmasi – CFA).

(2) Pengujian model hubungan antar variabel laten (analisis path).

(3) Mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan (model

struktural analisis regresi).

b. PLS memungkinkan pengujian rangkaian hubungan yang relatif

kompleks secara sekaligus. Model analisis jalur semua variabel

dalam PLS terdiri atas tiga rangkaian hubungan, yaitu:

(1) Inner model yang menspesifikasikan hubungan antara variabel

laten (structural model).

(2) Outer model yang menspesifikasikan hubungan antara variabel

laten dengan indikator (measurement model)

(3) Weight relation dalam mana nilai kasus dari variabel laten dapat

diestimasi.

Tanpa kehilangan generelasasi, dapat diasumsikan bahwa variabel

laten dan indikator diskala zero means dan unit variance (nilai

standardize), sehingga parameter lokasi (konstanta) dapat

dihilangkan dalam model.

c. PLS menangani model reflektif dan formatif, bahkan konstruk

dengan item (indikator) tunggal. Dalam penelitian ini, model

struktural yang dianalisis memenuhi model rekursif dan semua


48

indikator dari variabel penelitian yakni: penempatan pegawai,

budaya organisai, beban kerja, motivasi kerja, dan kepuasan kerja.

d. PLS merupakan metode analisis yang dapat diterapkan pada semua

skala data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran

sampelnya tidak harus besar. Besarnya sampel direkomendasikan

berkisar dari 30 – 100 kasus atau kurang dari 30 observasi. Sample

dalam penelitian ini adalah 99 orang pegawai Non-ASN, sehingga

memenuhi untuk menggunakan analisis SEM-PLS ini.

Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi yang

mempunyai sifat non-parametrik. Evaluasi model terdiri atas dua bagian, yaitu

evaluasi model pengukuran dan evaluasi model struktural. Penjelasan lebih lanjut,

dapat dipaparkan sebagai berikut:

a. Evaluasi Model Pengukuran atau Outer Model; Model pengukuran atau outer

model dengan indikator reflektif dievaluasi berdasarkan hasil convergent dan

discriminant validity dari indikator dan composive reliability untuk blok

indikator. Outer model dengan indikator formatif dievaluasi dengan

membandingkan besarnya relative weight dan melihat signifikansi dri ukuran

weigth tersebut (Ghozali, 2016). Dalam penelitian ini semua variabel

merupakan variabel laten dengan indikator reflektif, sehingga evaluasi model

pengukuran adalah sebagai berikut :

(1) Convergent validity; Bagian pertama dari pengujian outer model adalah

convergent validity. Indikator dianggap valid jika memiliki nilai outer

loading di atas 0,5 dan nilai T-Statistic di atas 1,96 (pada derajat bebas
49

besar atau n = 88 statistic mendekati Z. Sementara, α = 0,05 nilai kritis

1,96).

(2) Discriminant validity; Bagian kedua adalah pengujian discriminant

validity. Pengujian ini dapat dilakukan dengan memeriksa cross loading

dengan variabel latennya atau dengan membandingkan nilai square root

of average variance extracted (SR of AVE) setiap variabel laten dengan

korelasi antar variabel laten dalam model. Bilamana nilai cross loading

setiap indikator pada variabel bersangkutan nilainya terbesar

dibandingankan dengan cross loading pada variabel laten lainnya, maka

dikatakan valid. Atau, jika square root of average variance extracted

(SR of AVE) variabel laten lebih besar dari korelasi seluruh variabel

laten lainnya maka dikatakan memiliki discriminant validity yang baik.

Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar dari 0,50.

(3) Composite reliability (cp) merupakan pengujian outer model untuk

menilai reliabilitas antara blok indikator dari konstruk yang

membentuknya. Kelompok indikator yang mengukut sebuah variabel

memiliki reliabilitas komposit yang baik jika memiliki nilai composite

reliability di atas 0,70.

(4) Reliability - Alpha (α) Cronbach merupakan pengujian outer model

untuk mengevaluasi reliabilitas variabel yang diteliti dari konstruk yang

membentuknya dengan menggunakan korelasi alpha (α) cronbach.

Variabel memiliki reliabilitas yang baik apabila memiliki nilai alpha (α)

cronbach di atas 0,60.

Tabel 3.2 Kriteria Pengujian Outer Model


50

Kriteria Jenis Uji Cut Off

Convergent Validity Loading Factor > 0,5

Square Root of Average

Variance Extracted (SR of


Validity
Discriminant Validity AVE) > Koefisien Kolerasi

Variabel Laten.

AVE > 0,05

Composite Reability cp > 0,70

Reability Nilai untuk semua konstruk >


Crobach’s Alpha
0,60

Sumber: Ghozali (2016)

b. Evaluasi Model Struktural atau Inner Model; Goodness of Fit model diukur

menggunakan R-square predictive relevance untuk model struktural. Q-

Square predictive relevance untuk model struktural, mengukur seberapa baik

nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai

Q2 > 0 menunjukan model memiliki predictive relevance. Besaran Q2

memiliki nilai dengan rentangan 0 ˂ Q2 ˂ 1. Q2 yang semakin mendekati

nilai 1 berarti menunjukan bahwa model semakin baik.

c. Pengujian Hipotesis; Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik t (t-

test). Kalau dalam pengujian ini diperoleh p-value ˂ 0,05 (tingkat signifikasi

(α) = 5%), berarti pengujian signifikan. Sebaliknya, apabila p-value >0,05

(alpha 5%), berarti tidak signifikan. Bilamana hasil pengujian hipotesis pada

outer model signifikan, hal ini menunjukkan bahwa indikator dipandang


51

dapat digunakan sebagai instrument pengukur variabel laten. Sementara,

bilamana hasil pengujian pada inner model adalah signifikan, maka dapat

diartikan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna variabel laten satu

terhadap variabel laten lainnya.

d. Pemeriksaan Efek Mediasi; Pengujian variabel mediasi ini dapat dilihat dari

perbandingan pengaruh langsung dengan perhitungan bootstrapping. dan

melihat kalkulasi total indirect effect, apabila pengaruh langsung lebih kecil

daripada total effect maka terbukti bahwa variabel motivasi sebagai variabel

mediasi.

Anda mungkin juga menyukai