Anda di halaman 1dari 15

Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

RANCANG BANGUN MODEL EVAPORASI


AIR TUA GARAM DENGAN SUMBER ENERGI KAYU BAKAR

Intan Baroroh, Ali Munazid, Aniek Sulestiani, Bagiyo Suwasono


Fakultas Teknik & Ilmu Kelautan, UHT Surabaya
Intan.baroroh@hangtuah.ac.id

Abstrak

Produktivitas usaha garam rakyat Indonesia masih belum memberikan


kontribusi terhadap domestik. Selama ini pengolahan garam yang rakyat
menggunakan metode evaporasi total air laut dengan tenaga surya dengan hasil
kadar NaCl garam kurang dari 80% dan sisa air tua dibuang begitu saja. Sehingga
perlu upaya untuk meningkatkan produksi garam rakyat melalui teknologi terpadu
garam dengan menciptakan rancang bangun peralatan meja kristalisasi untuk
meningkatkan kadar kandungan NaCl dan kecepatan proses produksi serta
menghilangkan impuritas atau kotoran yang terkandung didalamnya sehingga
mampu menghemat tenaga,waktu dan tempat yang luas bagi petani garam. Dari
penelitian ini dihasilkan meja kristalisasi .Luaran rancang bangun meja kristalisasi
ini berupa 3 produk meliputi garam kristalisasi, air kristalisasi dan air kondensasi
(air hasil penyulingan/penguapan). Efek dari dari proses pemanasan meja
kristalisasi ini berupa kristal garam dengan prosentase kadar NaCl yang tinggi atau
MgCl. Dari hasil uji lapangan menunjukkan air tua sebanyak 114, 8 liter atau
114.800 cmᵌ dengan ukuran volume air tua 14 x 50 x 164 cm (24 ◦Be dengan ph
5,6) dilakukan pemasakan selama 5 jam 45 menit dengan kayu pohon apel
seberat 93 kg menghasilkan garam kristal 20 kg, air kristal 55 liter (24 ◦Be dengan
ph 5,4) dan air kondensasi (air mineral) seberat 8 liter (0◦Be dengan ph 7,4).

Kata Kunci : Meja Kristalisasi, Pemanasan, garam kristal, air kristal dan air
mineral.

1. PENDAHULUAN
Garam adalah salah satu komoditas strategis, selain sebagai kebutuhan
konsumsi juga merupakan bahan baku industri kimia seperti soda api, soda abu
sodium sulfat dan lain-lain. Tanpa garam, manusia tidak mungkin hidup, karena
garam bertindak sebagai pengatur aliran makanan dalam tubuh, kontraksi hati dan
jaringan-jaringan dalam tubuh. Dalam tubuh orang dewasa, mengandung sekitar
250 gram garam (Pusriswilnon BRKP, 2006). Garam yang dikenal dengan nama
garam meja, termasuk dalam kelas mineral halide atau dikenal dengan nama
halite, dengan komposisi kimia sebagai Natrium Klorida (NaCl) terdiri atas 39,3%
Natrium (Na) dan 60,7% Klorin (Cl). Garam ini, umumnya berada bersama gypsum
dan boraks, sehingga akan terendapkan setelah gypsum terendapkan pada proses
penguapan air laut. Nama halite berasal dari Greek “hals meaning salt” (Kerry
Magruder, Guidelines for Rock Collection). Beberapa sifat garam atau Natrium
Klorida yaitu bisa berbentuk kristal atau bubuk putih dengan system isomerik

II-174
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

berbentuk kubus, bobot molekul 58,45 g/mol, larut dalam air (35,6 g/100 g pada
0°C dan 39,2 g/100 g pada 100°C). Dapat larut dalam alkohol, tetapi tidak larut
dalam asam Klorida pekat, mencair pada suhu 801°C, dan menguap pada suhu
diatas titik didihnya (1413°C). Hardness 2,5 skala MHO, bobot jenis 2,165 g/cm3,
tidak berbau, tidak mudah terbakar dan toksisitas rendah, serta mempunyai sifat
higroskopik sehingga mampu menyerap air dari atmosfir pada kelembaban 75%
(Chemical Index, 1993).
Air laut memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 liter (1000 mL) air
laut terdapat 35 gram garam (Wikipedia,2011), air laut juga berbeda-beda
kandungan garamnya. Yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di
utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di
Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi
dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam dipengauhi garam
mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah (natrium, kalium, kalsium),
ombak laut yang memukul pantai menghasilkan garam yang terdapat pada batu-
batuan sehingga air laut menjadai asin karena banyak mengandung
garam.(Wikipedia,2011)
Natrium klorida atau sodium klorida (NaCl) yang dikenal zat yang memiliki
tingkat osmotik yang tinggi. Zat ini sebagai medium inhibitor yang fungsinya
menghambat proses metabolisme benih sehingga perkecambahan pada benih
realsitran dapat terhambat (Anonim, 2010).
Natrium klorida juga dikenal dengan garam dapur atau halit (NaCl),
mempengaruhi salinitas laut dan cairan ekstrakulikuler pada banyak organisme
multiseluler. Sebagai komponen utama pada garam dapur, sebagai bumbu dan
pengawet makanan (Anonim, 2010).
70 persen permukaan bumi berupa air. Dari 70% itu 97 persennya mengandung
garam, sedangkan sisanya air tawar 3 %, proses pembuatan garam yang dimaksud
pemisahan garam dari air laut. Sehingga mengumpulkan air laut di kolam, tambak,
danau atau penampung (reservoir) yang tidak terganggu oleh pasang air laut
seperti pada kolam, tambak, waduk atau danau, hamparan air laut dijemur oleh
panas matahari sampai warna air berubah merah berasal dari alga, akibat
konsentrasi garam yang semakin tinggi. Dalam skala luas menggunakan
penguapan matahari dengan cuaca yang panas, sedangkan pada skala kecil
menggunakan meja kristalisasi. Pada kolam kristalisasi, natrium klorida akhirnya
mengkristal di dasar kolam lalu dipanen. Garam kristal ini masih harus diproses
agar bersih dan bisa dipakai, dikemas kemudian dipasarkan.(laporan garam,
2011).
Dengan kebutuhan garam dalam jumlah yang besar maka kita perlu
mengetahui kondisi garam dalam negeri, dimana luas ladang penggaraman rakyat
sebesar 25.542 Ha dari keseluruhan 33.625 Ha lading penggaraman, produksinya
hanya mencapai 40 ton/Ha/tahun (PT Garam Persero, 2000). Sedangkan
kebutuhan garam nasional hampir 2 juta ton setahun dengan 855.000 ton untuk
garam makanan dan sisanya untuk garam industri lebih tepatnya Kebutuhan garam
nasional sekitar 1,839 juta ton per tahun terdiri atas garam konsumsi 855.000 ton
dan garam industri 984.000 ton. Kebutuhan garam untuk industri soda menempati
urutan teratas yaitu 76 %, diikuti untuk kebutuhan industri pengeboran minyak (15

II-175
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

%) dan jenis industri lain seperti kulit, kosmetik, sabun, dan es (9 %). Kebutuhan
garam konsumsi untuk makanan merupakan 72 % sedangkan sisanya dibutuhkan
untuk bahan penolong dalam industri makanan. Konsumsi garam per kapita adalah
3 kg per tahun per orang. (Departemen Perindustrian , 01 Desember 2010). Oleh
karena itu, sungguh sangat jauh dari pemenuhan kebutuhan garam nasional
apabila petani garam di kecamatan Paciran kabupaten Lamongan yang sampai
saat ini hanya menggunakan cara konvensional yaitu metode penguapan
(evaporation) air laut dengan tenaga surya memakan waktu cukup lama tanpa
diikuti oleh adanya inovasi teknologi di bidang pemrosesan garam .
Inovasi yang dilaksanakan dalam teknologi produksi dan pemurnian garam,
meliputi: efisiensi dan peningkatan kecepatan proses produksi garam serta
peningkatan kadar NaCl yang akan diterapkan pada petani garam di Paciran
Lamongan meja kristalisasi garam . Kegunaan dari kegiatan inovasi pemurnian
garam ini adalah meningkatkan produktifitas petani garam baik dalam hal jumlah
maupun mutunya dalam memanfaatkan limbah garam bekas air cuci garam atau
air tuah.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu inovasi penggunaan


meja kristalisasi dengan menggunaan energi dari panas panas kayu bakar dan
batu api bertujuan mempercepat proses produksi kristalisasi garam dari air tua
hasil dari pencucian garam dan menaikkan kadar NaCl dan menurunkan impuritas
atau kotoran yang bercampur pada garam .

1.1. Rekayasa Teknologi Pemrosesan


Pengolahan garam memerlukan teknik-teknik khusus agar mineral-mineral
yang kurang dikehendaki dapat dipisahkan. Mineral dalam garam air laut adalah
Natrium, Magnesium, Kalsium, Klorida dan Sulfat. Apabila Kalsium dan Magnesium
dapat dipisahkan, maka Sulfat juga akan ikut, harapannya kandungan NaCl > 95%.
Teknologi pembuatan garam yang telah dilakukan menggunakan metode
penguapan (evaporation), metode elektrodialisis (ion exchange membrane), dan
metode penambangan garam dari batuan garam (rock salt). Pembuatan garam
berupa: pemekatan (dengan menguapkan airnya) dan pemisahan garamnya
(dengan kristalisasi). Bila seluruh zat yang terkandung diendapkan/dikristalkan
akan terdiri dari campuran bermacam-macam zat yang terkandung, tidak hanya
Natrium Klorida yang terbentuk tetapi juga beberapa zat yang tidak diinginkan ikut
terbawa (impurities). Proses kristalisasi yang demikian disebut “kristalisasi total”.
Proses pencucian dengan cara pembakaran menggunakan sekam dengan kadar
NaCl mencapai 95% dan layak dikonsumsikan.Yang selama ini masih
menggunakan cara konvensional yaitu metode penguapan (evaporation) air laut
dengan tenaga surya.

II-176
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

Pr Pr Pr Pr Pr Pr
of of of of of of Air Tua

Air tua
Meja Kristalisasi

Garam & air


P
Air Tua
a
n Wash
Wash Tank
e
Tank
l Garam halus & air tua
L
i
Garam halus basah
s Dump
t Tank
r Spinn
i er Disk Mill
k

Gambar 1. Rancang bangun mesin pencucian bertingkat, pengering dan


meja kristalisasi garam

Hasil garam krosok dan air tua yang dimasukkan hammer mill (mesin
pelembut garam) atau proses penghalusan garam, dan dikeluarkan pada dump
tank, kemudian melalui pompa impeller dilakukan proses pencucian garam basah
(wash tank) bertingkat dengan tujuan untuk meningkatkan kadar NaCl dan
kecepatan proses serta menghilangkan kotoran pada garam tersebut. Garam
basah hasil cuci bertingkat siap dimasukkan spinner sebagai garam curah non
iodisasai. Sedangkan airt tua hasil dari proses cuci dilakukan pemrosesan kembali
sebagai garam kristalisasi dalam pemrosesan meja kristalisasi. Dari proses meja
kristaliasasi berupa garam kristal dan air hasil kristalisasi serta air mineral (air
hasil penguapan).

II-177
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

Gambar 2. Ibm Kelompok Usaha Garam Kelurahan Oesapa, Kota Kupang

Gambar di atas meruapakan proses kristalisasi air tua yang telah dilakukan
kelompok usaha garam di kelurahan Oesapa, kota kupang. Dimana Garam kasar
dicairkan kembali dengan menambahkan air laut lalu disaring menggunakan pasir
yang ditempatkan di atas karung plastik sebagai penyaring. Sebelumnya, air hasil
penyaringan tersebut dimasak menggunakan alat masak seadanya yang terbuat
dari drum belah tanpa ditutup, sehingga waktu masak mencapai 5 sampai 6 jam
dan alat masaknya tidak tahan lama karena mudah berkarat dan tidak terjamin
kebersihannya.
Alat masak meja kristalisasi dari stainless steel dengan penutup kaca
ternyata dapat lebih cepat mendidih dimana dengan memasak air tuah 24 ◦Be
dengan ph 5,6. yang bervolume 114.8oo cmᵌ atau 114,8 liter dengan ukuran
volume air tua 14 x 50 x 164 cm, dengan penggunaan kayu bakar tidak lebih dari
1 jam sudah mendidih. Dan dalam pemasakan selama 5 jam 45 menit
menggunakan kayu pohon apel sebanyak 93 kg menghasilkan garam kristal 20
kg, air kristal 55 liter (24 ◦Be dengan ph 5,4) serta air kondensasi (air mineral)
seberat 8 liter (0◦Be dengan ph 7,4). Hal ini menunjukkan bahwa keunggulan
mengguankan meja kristalisasi, garam kristal yang dihasilkan jauh lebih bersih dan
hygenis, karena tidak terkontaminasi dari material yang mudah berkarat dan
wadahnya akan tahan lama selain waktu masak yang lebih cepat

2. METODE
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama sepulun bulan dan pembuatan
peralatan rancang bangun di Perakitan dilakukan pad lab produksi manufaktur
desa Sumbersari/Cembo – Desa Giripurno ,Kec. Bumiaji , kota batu Malang.
Adapun

II-178
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

Gambar 3. Metodologi penelitian


Tahun II : Perencanaan dan pembuatan mesin spinner dan meja kristalisasi
yang dilengkapi dengan genset merupakan proses pengeringan
garam dari hasil luaran tahun I energi dari panas radiator genset atau
panas kayu bakar dibantu blower bertujuan mempercepat proses
produksi dan menaikkan kadar NaCl dan menurunkan impuritas atau
kotoran yang bercampur pada garam dalam proses cuci kering.
Sedangkan efek dari proses produksi garam secara kering dan
iodisasi berupa packeging. Sehingga garam yang dihasilkan
mempunyai kadar NaCl yang lebih tinggi lebih.
Flow chart Meja kristalisasi

Desain

Fabrikasi

Assembly

Finishing

Uji Coba

Selesai
Gambar 4. bagan alir proses rancang bangun meja kristalisasi

II-179
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

Pada metode penelitian ini dilakukan perencanaan alat pemurnian meja


kristalisasi desain dan perencanaan meliputi : ukuran dan bahan. Setelah
ditemukan desain yang paling baik, kemudian dilakukan pembuatan dan perakitan
meja kristalisasi dimana air tua hasil proses pencucian garam basah (wash tank)
bertingkat diproses dalam meja kristalisasai tersebut dengan tujuan untuk
meningkatkan kadar NaCl dan kecepatan proses serta menghilangkan kotoran
pada garam tersebut . Proses pembuatan meja kristalisasi sebagai berikut:

Aplikasi Desain Meja kristalisasi


Perakitan dilakukan pad lab produksi manufaktur (dengan Bapak Budtomo) No.
HP. 08123389164., Desa Sumbersari,Kec. Bumiaji Kota Malang. Hasil dari desain
yang telah dirancang dan diaplikasikan sebagai berikut:

Desain Meja kristalisasi  Dengan melihat hasil dari studi yang dilakukan
sebelumnya, dilakukan perencanaan tangki pencuci . dalam perencanaan tersebut
secara umum seperti perencanaan alat-alat produksi pada umumny, dimana
dengan menggunakan metode pendekatan yang relevan dengan mesin yang akan
direncanakan.

Gambar 5. Hasil rancang bangun meja kristalisasi 2 dimensi


Dimensi Meja Kristalisasi:
Panjang : 172 cm
Lebar: 50 cm
Tinggi : 28 cm
Bahan SS 304 tebal 1,2 mm

II-180
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

Gambar 5. Rakitan meja kristalisasai setengah jadi

Gambar 6. Hasil Rakitan meja kristalisasai

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Langkah – langkah desain dan pembuatan meja kristalisasi
• Mendesain/ merencanakan meja kristalisasi.
• Dari hasil desain meja kristalisasi dilakukan perencanaan working drawing
mesin meja kristalisasi yaitu pembuatan rencana bengkel untuk pembuatan
meja kristalisasi (rencana potong, rencana material, dll).
• Setelah working drawing selesai dilakukan fabrikasi yaitu mempersiapkan
material dan komponen yang sesuai dengan perencanaan (marking, cuting dll).
• Dari hasil fabrikasi dilakukan assembly yaitu perakitan komponen yang
dilakukan pada tahap fabrikasi sebelumnya.

II-181
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

• Dari hasil assembly selanjutnya dilakukan erection yaitu perakitan komponen


secara utuh misalnya perakitan antara meja kristalisasi dan penutup meja
kristal dari kaca.
• Selanjutnya setelah komponen terinstal secara menyeluruh dilakukan uji coba
untuk menguji kinerja dan fungsi dari meja kristalisasi. Dari hasil ujicoba
tersebut untuk mendapatkan masukan untuk meningkatnkan kinerja mesin.
• Foto full

Gambar 7. Satu unit rangkaian mesin pencuci garam bertingkat, spinner dan meja
kristalisasi.

Hasil percobaan meja kristalisasi.

Percobaan dilakukan pada hari sabtu tanggal 30 Agustus 2014


Bobot kayu yang digunakan sebagai pembakaran 93 kg ( dari pohon apel)
Persiapan pembakaran 11.00 siang
No Pukul Pengapian Exhouse Keterangan
1 11.15 345◦C 40◦C Air tua 7 cm dengan dimensi 7 x
50 x 164 = 56.400 CMᵌ = 56,4
liter
2 11.30 223◦C 70◦C
3 11.45 320◦C 40◦C
4 12.00 324◦C 94◦C mendidih
5 12.15 709◦C 110◦C
6 12.35 589◦C 97◦C
7 13.00 770◦C 111◦C
8 13.20 Ada tambah air sampai ketinggian 14 cm dengan dimensi 14 x
50 x 164 = 114.800 CMᵌ
9 13.30 431◦C 114◦C
10 13.45 663◦C 110◦C Mulai mendidih
11 14.10 476◦C 102,5◦C mendidih
12 14.25 320◦C 89◦C
13 14.40 382◦C 96◦C
14 14.55 488◦C 101◦C
15 15.10 430◦C 92,9◦C

II-182
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

16 15.30 468◦C 95,9◦C


17 15.45 216◦C 84,1◦C
18 16.00 430◦C 92◦C
19 16.45 selesai

Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari proses pembuatan garam dari


air tua hasil pencucian garam yang dilakukan sendiri dirumah dengan alat dan
bahan yang digunakan adalah meja kristalisasi, air laut yang digunakan berasal
dari air tuah 24 ◦Be dengan ph 5,6. Volume air laut yang digunakan sebanyak
114.8oo cmᵌ (114,8 liter) dengan ukuran volume air tua 14 x 50 x 164 cm. proses
pembuatan garam ini dilakukan dengan cara memanaskan air laut yang bertujuan
untuk menguapkan air agar supaya kristal garam yang ingin didapatkan terbentuk
beserta air kondensasi (air mineral).
Pada saat pemanasan dilakukan membutuhkan waktu yang lumayan lama
, dan pada saat proses pemanasan pada percobaan ini alat yang digunakan adalah
meja kristalisasi sehingga luas permukaan panci cukup luas dan mempengaruhi
proses pengendapan garam karna pada saat mulai terlihat endapan putih ,
endapan putih itu melekat di permukaan panci dan sangat sulit untuk di korek
sehingga warna endapan putih tersebut warnanya menjadi kekuning-kuningan. Air
laut pun cukup lama sampai semuanya menguap dan hanya tersisa endapan putih
yang merupakan Kristal halus berwarna putih.
Setelah proses penguapan , Kristal halus garam tersebut dipindahkan
tempat penirisan dengan hasil seberat 20 kg dan air kristal 55 liter dengan
kandungan 24 ◦Be dengan ph 5,4 sedangkan air destilasi atau kondensasi
mencapai 8 liter dengan kandungan 0◦Be dengan ph 7,4. Hasi Kristal halus putih
yang didapatnya kemudian di panaskan di matahari karena terlihat masih banyak
air yang merupakan hidrat yang masih terkandung, setelah dipanaskan dimatahari
kemudian ditimbang dan diperoleh garam sebanyak 20 kg gram. Dalam proses
pembuatan garam ini dilakukan dengan cara pemanasan dengan bantuan kayu
bakar dan batu api dan dilanjutkan dengan pemanasan dengan matahari langsung
untuk menghilangkan Hidrat yang masih terkandung, biasanya masyarakat yang
memiliki profesi petani garam mebuat garam dari air laut dengan cara menguapkan
dengan matahari langsung jadi kemungkinan sedikitnya garam yang diperoleh
disebabkan karena penguapan yang dilakukan dengan cara memanaskan di meja
kristalisasi hasilnya lebih banyak garam yang tersisa di meja kristalisasi yang
mengendap.

4. KESIMPULAN
Pembuatan garam dari air tua sebanyak 114, 8 liter atau 114.800 cmᵌ
dengan ukuran volume air tua 14 x 50 x 164 cm (24 ◦Be dengan ph 5,6) dilakukan
pemasakan selama 5 jam 45 menit dengan kayu pohon apel sebanyak 93 kg
menghasilkan garam kristal 20 kg, air kristal 55 liter (24 ◦Be dengan ph 5,4) dan air
kondensasi (air mineral) seberat 8 liter (0◦Be dengan ph 7,4).
Kekurangannya dalam perencanaan meja kristalisasi yaitu tempat
memasukkan air/ dari kupingan. Perbaikan exhouse (pipa gas buang) dimana
perlu tempat yang lebih besar.

II-183
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

5. UCAPAN TERIMAKASIH
Dukungan in-cash penelitian dari DP2M Dikti – Kemendiknas dalam rangka
Pelaksanaan Hibah Program Penelitian Multi Tahun dan Desentralisasi dengan
Skema Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi untuk Tahun Anggaran 2014
No. 027/SP2H/P/K7/KM/2014 pertanggal 03 April 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Bisnis Indonesia. Bank Dunia Danai 20 Usaha Garam Untuk Proses SNI, 06 Oct
2000.
Bisnis Indonesia. Pengolahan Garam Perlu Standard Teknologi. 09 Oct 2000.
Fitriana, R. Pantai Selatan Jateng Miliki Potensi Garam. Bisnis Indonesia. 11
April 2000.
Amarullah, Husni dan Sriyanto, 2006, Teknologi Garam Artemia dan Produk Terkait
Lainnya, BPPT, Makalah Workshop Masa Depan Industri Garam di
Indonesia.
Anonim, 1993, Sodium Chloride dalam Chemical Index.
Anonim, _____, The Salt Manufaturers ’ Association, Manchester, United Kingdom.
Anonim. 2010. Kalium Nitrat. http://id.wikipedia.org/wiki/kalium-nitrat diakses pada
4 Mei 2010.
Anonim. 2010. Natrium Klorida. http://id.wikipedia.org/wiki/natrium-klorida diakses
pada 4 Mei 2010.
James, Brady. E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1.
Jakarta : Binarupa Aksara.
Bagiyo Suwasono, Ali Munazid, Giman Hilmawan dan Budtomo, 2010, Rancang
Bangun Alat Pemurnian Garam Secara Mekanis dan Kimiawi, Kerjasama
Kemitraan antara KKP Jakarta, UHT Surabaya dan SMK Kelautan Ponpes
Sunan Drajat
Dini Purbani, 2002, Proses Pembentukan Kristalisasi Garam, Pusat Riset Wilayah
Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan dan Perikanan,
Departemen Kelautan dan Perikanan.
Kerry Mgruder, _____, Halite, Guidelines for Rock Collection.
Nelson Saksono, 2002, Studi Pengaruh Proses Pencucian Garam Terhadap
Komposisi dan Stabilitas Yodium garam Konsumsi, Makara Teknologi, Vol.
6, No. 1, pp. 7 – 16
PT. Garam, 2000, Teknologi Pembuatan dan Kendala Produksi Garam di
Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan.

II-184
Prosiding KONAS IX Surabaya, 19 – 22 November 2014

Pusriswilnon BRKP, 2006, Buku Panduan: Pengembangan Usaha Terpadu Garam


dan Artemia,
Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, Badan Riset Kelautan dan
Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Rilley and Skirrow, 1975, Chemical Oceanography, Academic Press London.
Sanusi, Arifin, dkk 2012, Ibm Kelompok Usaha Garam Kelurahan Oesapa, Kota
Kupang

II-185

Anda mungkin juga menyukai