kerap dipakai untuk koagulan (pengeras) alami dalam pembuatan tofu alias tahu jepang serta
bahan pendingin alami ikan.
Di negeri Matahari Terbit itu, nigari yang pahit memang beken. Anak-anak hingga orang
tua terbiasa mengkonsumsinya dalam kehidupan sehari-hari. Meski budaya memproduksi
garam sangat tua di Indonesia, tetapi nigari baru diperkenalkan setahun terakhir. Dr. Nelson
Sembiring periset Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Timur yang
memperkenalkannya. Nelson mengetahui khasiat nigari saat belajar di Jepang.
Limbah air garam kaya mineral seperti magnesium sulfat, natrium klorida, magensium
klorida, dan Kalsium klorida. Kandungan utamanya magnesium, mineral terbanyak keempat
dalam tubuh. Jika limbah itu diekstraksi, sarinya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan
manusia, terutama untuk kecukupan gizi magnesium. Magnesium berperan menjkesehatan
jantung. Ia mampu mencegah pengendapan lemak pada dinding pembuluh darah jantung.
kata Prof Dr Bambang Wirjatmadi dari bagian gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga, Surabaya.
Menurut Bambang, kurangnya asupan magnesium bisa mempercepat timbulnya endapan
lemak pada pembuluh darah jantung. Padahal pembuluh darah jantung itu kan ukurannya
sangat kecil. Endapan lemak bisa menyebabkan pembuluh tersumbat. Akibatnya, kerja
jantung terhambat, tambah alumnus Fakultas Kedokteran Unair itu. Untuk mencegah
penyakit jantung, Bambang biasa melarutkan 20 tetes nigari dalam 20 liter air minum.
3. Manfaat lain :
Kecantikan kulit
Magnesium pada nigari mampu memperlambat proses penuaan sehingga kulit tidak
gampang keriput. Selain itu, kolagen kulit pun bisa diperbaiki, jadi kulit muka semakin
kenyal dan kencang.
Mencegah Osteoporosis
Memblokir Gula
Belum banyak petambak yang tahu tingginya nilai unsur mineral (bittern) yang terkandung
dalam limbah pengolahan garam atau biasa dikenal air tua. Ketua Kelompok Penelitian dan
Pengembangan (Kelitbang) Sumber Daya Air Laut dan Garam Balai Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) Ifan Ridlo Suhelmi mengungkapkan,
di pasaran, harga mineral magnesium (Mg) yang terkandung dalam bitternbiasanya berkisar
Rp 40 ribu per kg, dan yang lebih murni lagi bisa mencapai Rp 400 ribu per kg.
Menurut Ifan, tingginya nilai bittern salah satunya karena kandungan Mg dalam bittern yang
dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan Mg sebagai bittern padat Mg(OH)2dengan
memanfaatkan soda api (NaOH) sebagai larutan pengendap. Untuk menghasilkan 1 ton
garam itu diperlukan sekitar 90 liter air tua. Dari produksi garam itu menghasilkan
2m3 bittern.
Ifan mengkalkulasi, dengan asumsi produksi garam Indonesia bisa mencapai 1,6 jutatonper
tahun, bisa dihasilkan bittern3,2jutam3per tahun. Secara teori, 1 m3 bittern (3.1 % Mg)
menghasilkan kurang lebih 90 kg bittern padat Mg sebagaiMg(OH)2. Analoginya, jika 20%
produksi bittern dimanfaatkan, yakni sebanyak 640 ribu m3per tahun bittern bisa
menghasilkan 57.600 tonMgper tahun, sehingga potensi omzet Mg dengan harga Rp 20 ribu
sajaper kg diperkirakan Rp1,15 triliun/tahun, tambah Ifan.
Ia menjelaskan, Mg ini merupakan senyawa penting dalam industri kimia di Indonesia, yang
sampai saat ini masih diimpor. Senyawa Mg dalam Magnesium
hidroksida(Mg(OH)2)berfungsi sebagai antasidadalam obat penyakit maag, bahan tahan api,
zat additif dalam industri pulp and paper, serta bahan koagulan. Potensi ini belum
tersosialisasi dengan luas, baik di kalangan petambak garam juga industri kimia yang
memanfaatkan Mg, ungkap Ifan kepada TROBOS Aqua.
Tim inipun menghasilkan teknologi sederhana dan mudah diaplikasikan masyarakat
petambak garam untuk mengolah bittern. Salah satu peneliti Kelitbang Sumber Daya Air
Laut dan Garam, Sophia L Sagala menuturkan, teknologi ini terdiri dari tiga unit alat, yakni
alat pengaduk (mixer), alat pemisah (centrifuge unit), dan alat pengering (oven) yang masingmasing bisa menampung kapasitas hingga 40 - 50 liter.
Menurut Sophia, teknologi ini dinamakan sebagai intersep teknologi. Karena petambak
garam tidak bisa membuat hasil olahan bittern ini kalau tidak membuat garam terlebih dulu.
Untuk itu kita intersep teknologi ini, ungkapnya.
Pengolahan Bittern
Dari pada dipakai lagi atau malah dibuang, tim ini menyarakan untuk diolah dengan
teknologi sederhana. Dijelaskan Sophia, proses pengolahan bittern dibagi dalam 3 tahapan,
yakni pengikatan Mg dengan mixer yang berfungsi mengikat Mg yang terkandung dalam
bittern dengan larutan agen pengendap. Reaksinya berupa Mg2+(dalam bittern) + 2
NaOH Mg(OH)2(padatan) + 2Na+.
Sophia mengimbuhkan, soda api dalam proses pengikatan ditambahkan secara bertahapan.
Alasannya, selain Mg ada mineral lain, semacam K yang bersifat basa dan mudah berikatan
dengan OH dari soda api. Kalau bertahap, OH akan selektif hanya berikatan dengan Mg, dan
mencegah pengotor-pengotor mineral yang lain tidak ikut mengendap. Kalau kandungan Mg
sebesar 3% dalam bitter, dibuat perbandingan jumlah soda api yang diberikan dengan bittern,
yakni 1:3, tambahnya.
Lalu dilanjutkan proses pemisahan Mg dari larutannya dengancentrifuge unit yang berfungsi
memisahkan padatan Mg dari fase larutan suspensinya. Dan proses terakhir adalah
pengeringan Mg dengan alat pengering (oven) yang berfungsi untuk mengeringkan padatan
Mg yang diperoleh, jelas Ifan.