DISUSUN OLEH
PASCASARJANA
2018
Pembuatan Garam
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan kemajuan jaman, pembangunan di segala bidang makin harus diperhatikan.
Salah satu jalan untuk meningkatkan taraf hidup bangsa adalah dengan pembangunan industri,
termasuk diantaranya adalah industri kimia, baik yang menghasilkan suatu produk jadi maupun
produk antara untuk diolah lebih lanjut.
Pembangunan industri kimia yang menghasilkan produk ini sangat penting, karena dapat
mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap industri luar negeri, yang pada akhirnya akan
dapat mengurangi pengeluaran devisa untuk mengimpor bahan tersebut, termasuk diantaranya
garam dapur.
Garam merupakan salah satu kebutuhan yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan
dan merupakan sumber elektrolit bagi tubuh manusia. Walaupun Indonesia termasuk negara
maritim, namun usaha meningkatkan produksi garam belum diminati, termasuk dalam usaha
meningkatkan kualitasnya. Di lain pihak untuk kebutuhan garam dengan kualitas baik
(kandungan kalsium dan magnesium kurang banyak diimpor dari luar negeri, terutama dalam hal
ini garam beryodium serta garam industri.
Kualitas garam yang dikelola secara tradisional pada umumnya harus diolah kembali untuk
dijadikan garam konsumsi maupun untuk garam industri. Pembuatan garam dapat dilakukan
dengan beberapa kategori berdasarkan perbedaan kandungan NaCl nya sebagai unsur utama
garam. Jenis garam dapat dibagi dalam beberapa kategori seperti; kategori baik sekali, baik dan
sedang. Dikatakan berkisar baik sekali jika mengandung kadar NaCl >95%, baik kadar NaCl 90–
95%, dan sedang kadar NaCl antara 80–90% tetapi yang diutamakan adalah yang kandungan
garamnya di atas 95%.
Garam industri dengan kadar NaCl >95% yaitu sekitar 1.200.000 ton sampai saat ini
seluruhnya masih diimpor, hal ini dapat dihindari mengingat Indonesia sebagai negara
kepulauan.
I.2 Rumusan Masalah
Permasalahan pokok yang dibahas dalam makalah ini adalah diantaranya sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah awal ditemukannya garam?
2. Apa sifat dan spesifikasi dari garam serta bahan baku ataupun produk yang dihasilkan dalam
pembuatan garam?
3. Apa saja metode-metode yang digunakan dalam produksi garam?
4. Bagaimana suatu garam dapur dapat dimodifikasi menjadi garam meja?
5. Apa saja limbah yang dihaslikan dalam proses produksi garam?
I.3 Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini yaitu diantaranya adalah:
1. Mendeskripsikan informasi kepada pembaca sejarah awal ditemukannya garam.
2. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang sifat dan spesifikasi dari garam serta bahan
baku ataupun produk yang dihasilkan dalam pembuatan garam.
3. Menjelaskan kepada pembaca metode-metode serta tahapan produksi garam.
4. Menjelaskan kepada pembaca tahapan modifikasi garam dapur menjadi garam meja.
5. Memberikan pengetahuan kepada pembaca akan limbah yang dihasilkan dari produksi garam.
BAB II
INDUSTRI GARAM
II.1 Sejarah Garam
a. Sejarah garam konsumsi
Garam adalah bahan/bumbu masakan yang ditemukan hampir di semua peradaban.
Diperkirakan awal munculnya adalah sejak jaman neolitikum. Reay Tannahill dalam
bukunya Food in History menyebutkan bahwa produksi garam sudah dilakukan manusia pada
jaman neolitikum yaitu fase atau tingkat kebudayaan pada zaman prasejarah yang mempunyai
ciri-ciri berupa unsur kebudayaan, seperti peralatan dari batu yang diasah, pertanian menetap,
peternakan, dan pembuatan tembikar. Tapi penggunaan 'rasa asin' pada makanan sudah
dilakukan manusia seribu abad sebelum manusia memproduksinya pada jaman neolitikum
tersebut. Sebelum ditemukan cara memproduksi garam, manusia memberikan rasa asin pada
makanannya dengan cara diantaranya dengan menggunakan air laut, akan tetapi rasa tersebut
akan segera hilang saat selesai dimasak (dibakar). Garam mulai diproduksi secara masal
diperkirakan dilakukan pada milenium pertama sebelum Masehi, di mana pada saat itu sudah
berdiri pemerintahan Administratif di China, Dinasti Ptolemy di Mesir dan Dinasti Sekulus di
Persia. Dalam buku Cambridge World History of Food, Kenneth F. Kiple dan Kriemhild Conee
Ornelas menuliskan bahwa pada masa awal produksi garam yang sekarang kita kenal, yaitu
Natrium Klorida (NaCl) dilakukan dengan beberapa metode seperti dengan menguapkan air laut
dengan bantuan sinar matahari, mendidihkan air yang mengandung garam sehingga terbentuk
lapisan garam sampai ke penambangan garam yang sudah membatu karena proses alam di
sumber-sumber air garam. Pada jaman yunani kuno Sebegitu pentingnya garam dalam
kehidupan, Plato menggambarkan garam sebagai "Sebuah material yang dicintai dewa",
Aristoteles menulis bahwa garam adalah hadiah musim semi yang berasal dari dewa dan homer
menyebut garam sebagai "wahyu Ilahi". Pada masa Romawi Kuno, harga garam sangat mahal.
Oleh karena mahalnya garam pada masa itu lalu dipakai untuk membayar gaji para pekerja dan
prajurit dengan salarium (garam). Istilah salarium (Latin) yang maksudnya ‘garam’ itu dipakai
untuk gaji yang kemudian diambil dalam bahasa Inggris salary. Lucunya garam dalam bahasa
Inggris kuno adalah ‘sealt’. Bila kita hilangkan dua huruf terakhir –lt, kita akan dapatkan kata
‘sea’ yang artinya laut. Mungkin juga maksudnya begitu karena air laut rasanya asin dan garam
berasal dari laut.
b. Sejarah garam di nusantara
Butiran sejarah garam di nusantara ini yang juga pernah disebutkan Denys Lombard
sepertinya masih harus dituliskan karena dalam Encylopaedie Nederlandsch Indie dibawah entri
zout (garam) tidak memberikan keterangan apa pun mengenai sejarah garam sebelum abad ke-
19. Padahal, jauh sebelumnya menurut beberapa catatan disamping gula kelapa, asam, terasi,
ikan asin, bawang merah dan bermacam-macam bumbu, garam merupakan salah satu komoditas
makanan dan bumbu-bumbuan yang dibawa para pedagang yang lebih profesional serta memiliki
jangkauan yang lebih luas di Jawa. Hal ini dapat ditemukan dalam prasasti abad IX-X Masehi.
Dalam hal ini garam yang diperoleh dengan cara kuno erat kaitannya dengan proses pengawetan
ikan (ikan asin) pada masa itu Monopoli pemerintah kolonial tidak hanya di Jawa dan Madura,
monopoli meluas ke beberapa distrik di Sumatra dan hampir seluruh Borneo (Kalimantan).
Sementara itu di barat daya Sulawesi pembuatan garam masih berada di tangan pihak swasta
(Handbook of the Netherlands Indies 1930:121). Pada jaman Jepang ketika produksi garam di
Pulau Jawa berhenti, penduduk Sumatra ramai-ramai merebus air laut untuk mendapatkan
garam. Pada 1957 monopoli garam dihapus. Garam negara pun berubah menjadi perusahaan
negara pada 1960 (Cribb 2004: 382).
II.2 Pengertian garam
Secara fisik, garam adalah benda padatan berwarna putih berbentuk kristal yang
merupakan kumpulan senyawa dengan bagian terbesar natrium klorida (>80%) serta senyawa
lainnya seperti magnesium klorida, magnesium sulfat, kalsium klorida, dan lain-lain. Garam
mempunyai sifat / karakteristik higroskopis yang berarti mudah menyerap air, bulk density
(tingkat kepadatan) sebesar 0,8 - 0,9 dan titik lebur pada tingkat suhu 8010C.
Garam natrium klorida untuk keperluan masak dan biasanya diperkaya dengan unsur
iodin (dengan menambahkan 5 g NaI per kg NaCl) yang merupakan padatan kristal berwarna
putih, berasa asin, tidak higroskopis dan apabila mengandung MgCl2 menjadi berasa agak pahit
dan higroskopis. Digunakan terutama sebagai bumbu penting untuk makanan, sebagai bumbu
penting untuk makanan, bahan baku pembuatan logam Na dan NaOH ( bahan untuk pembuatan
keramik, kaca, dan pupuk ), sebagai zat pengawet.
II.3 Karakteristik garam NaCl
Natrium klorida
Nama lain
Garam dapur
Sifat
Rumus molekul NaCl
Massa molar 58.44 g/mol
Penampilan Tidak berwarna/berbentuk kristal
putih
Densitas 2.16 g/cm3
Titik lebur 801 °C (1074 K)
3. Garam konsumsi.
Garam dapur merupakan media yang telah lama digunakan untuk pemberantasan
gangguan akibat kekurangan iodium (gaki), yaitu dengan proses fortifikasi (penambahan) garam
menggunakan garam iodida atau iodat seperti KIO3, KI, NaI, dan lainnya. Pemilihan garam
sebagai media iodisasi didasarkan data, garam merupakan bumbu dapur yang pasti digunakan di
rumah tangga, serta banyak digunakan untuk bahan tambahan dalam industri pangan, sehingga
diharapkan keberhasilan program gaki akan tinggi. Selain itu, didukung sifat kelarutan garam
yang mudah larut dalam air, yaitu sekira 24 gram/100 ml.
4. Cairan Infus
Dikenal beberapa jenis cairan infus yaitu cairan infus glukosa 5%, cairan infus NaCl 0,9
% + KCl 0,3% atau KCl 0,6%, cairan infus natrium karbonat dan cairan infus natrium laktat.
Cairan infus NaCl adalah campuran aquabidest dan garam grade farmasetis yang berguna untuk
memasok nutrisi dan mineral bagi pasen yang dirawat di rumah sakit.
5. Sabun dan sampo.
Sabun dan sampo merupakan bahan kosmetik yang digunakan untuk keperluan mandi
dan mencuci rambut, garam NaCl merupakan satu bahan kimia di antara beberapa komposisi
bahan dalam pembuatan sabun dan sampo.
6. Cairan dialisat.
Cairan dialisat merupakan cairan yang pekat dengan bahan utama elektrolit (antara lain
garam NaCl) dan glukosa grade farmasi yang membantu dalam proses cuci darah bagi penderita
gagal ginjal. Seperti diketahui pasen gagal ginjal diharuskan mengganti darah atau proses cuci
darah dalam periode tertentu. Dalam proses pencucian darah tersebut darah yang akan
'dibersihkan' akan dilewatkan pada suatu alat membran (hemodialisis) dalam media cairan
dialisat. Dalam dialiser ini darah dibersihkan, 'sampah-sampah' metabolisme secara kontinyu
menembus membran dan menyeberang ke kompartemen dialisat.
7. Penyedap rasa
Garam NaCl merupakan ingredient yang paling banyak digunakan di industri pengolahan
daging untuk proses pengawetan.
II.7 Proses Produksi Dan Cara Pengambilan Garam
Ada beberapa cara yang umum dilakukan untuk memproduksi garam. Proses produksi
garam tergantung dari bahan baku yang digunakan, diantaranya dengan cara solar evaporation,
rekristalisasi,multiple effect evaporation dan pembuatan garam dari batuan garam.
1. Penguapan Air Laut (Solar Evaporation)
Langkah–langkah yang dibutuhkan dalam pembuatan garam melalui solar
evaporation yakni
a. Pengeringan Lahan
Tahap Pengeringan Lahan untuk pembuatan garam terdiri dari :
1) Pengeringan Lahan Pemenihan.
2) Pengeringan Lahan Kristalisasi.
Lahan pembuatan garam dibuat secara berpetak-petak secara bertingkat, sehingga dengan
gaya gravitasi air dapat mengalir ke hilir kapan saja
dikehendaki. Kalsium dan magnesium sebagai unsur yang cukup banyak dikandung dalam
air laut selain NaCl perlu diendapkan agar kadar NaCl yang diperoleh meningkat. Kalsium dan
magnesium dapat terendapkan dalam bentukgaram sulfat, karbonat dan oksalat. Dalam proses
pengendapan atau kristalisasi garam karbonat dan oksalat mengendap dahulu, menyusul
garam sulfat, terakhir bentuk garam kloridanya.
Tanah untuk penggaraman yang dipilih harus memenuhi kriteria yang berkaitan dengan
ketinggian dari permukaan laut, topografi tanah, sifat fisis tanah, kehidupan (hewan/ tumbuhan)
dan gangguan bencana alam.
1) Letak terhadap permukaan air laut :
Untuk mempermudah suplai air laut
Untuk mempermudah pembuangan
2) Topografi :
Dikehendaki tanah yang landai atau kemiringan kecil.
Untuk mengatur tata aliran air dan meminimilisasi biaya konstruksi
3) Sifat fisis tanah :
Dikehendaki sifat-sifat :
Permeabilitas rendah
Tanah tidak mudah retak
Pasir : Permeabilitas tinggi
Tanah liat : Permeabilitas rendah dan Retak pada kelembaban rendah
Untuk peminihan : tanah liat untuk penekanan resapan air (kebocoran)
Untuk meja-meja : campuran pasir dan tanah liat guna kualitas dan kuantitas hasil produksi
Pengujian laborat tanah, yang diperlukan :
Grain size (ukuran)
Kelakuan pada pengerasan (proctor test)
Bila diperlukan daya dukung untuk lokasi gudang dan pondasi pompa
4) Gangguan kehidupan :
Tanaman pengganggu
Binatang tanah
5) Gangguan bencana alam : Daerah banjir / gempa / gelombang pasang
b. Pengolahan Air Peminian/ Waduk
1) Pemasukan air laut ke Peminian
2) Pemasukan Air laut ke lahan kristalisasi..
3) Pengaturan air di Peminian
4) Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan selama seminggu.
5) Pengeluaran Brine ke meja kristal dan setelah habis dikeringkan, untuk pengeluaran Brine
selanjutnya dari peminian tertua melalui Brine Tank.
6) Pengembalian air tua ke waduk. Apabila air peminihan cukup untuk memenuhi meja kristal,
selebihnya dipompa kembali ke waduk.
c. Pengolahan Air dan Tanah
1) Proses Kristalisasi
a) Pemeliharaan meja beragam
b) Aflak (perataan permukaan dasar garam)
2) Proses Pungutan
a) Umur kristal garam 10 hari secara rutin (tergantung intensitas cahaya matahari).
b) Pengaisan garam dilakukan hati-hati dengan ketebalan air meja cukup atau 3-5 cm.
c) Angkut garam dari meja ke timbunan membentuk profil (ditiriskan), kemudian diangkat ke
gudang dan siap untuk proses pencucian.
d. Proses Pencucian
1) Pencucian bertujuan untuk meningkatkan kandungan NaCl dan mengurangi unsur Mg, Ca,
SO4 dan kotoran lainnya.
2) Air pencuci garam yang digunakan semakin bersih dari kotoran maka akan menghasilkan garam
cucian lebih baik dan lebih bersih.
3) Air garam (Brine) dengan kepekatan 20-24 oBe. (Secara kasar, 1 oBe nilainya 10 gram per liter.
Jadi kalau air laut itu 3,0 oBe berarti kandungan garamnya 30 gram per liter).
4) Kandungan Mg ≤ 10 gr/Liter.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi garam NaCl melalui penguapan air laut
diantaranya yaitu :
a) Air Laut
Mutu air laut (terutama dari segi kadar garamnya (termasuk kontaminasi dengan air sungai),
sangat mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk pemekatan (penguapan).
b) Keadaan Cuaca
Panjang kemarau berpengaruh langsung kepada “kesempatan” yang diberikan kepada kita untuk
membuat garam dengan pertolongan sinar matahari.
Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan
indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya
penguapan air laut.
Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara sangat mempengaruhi kecepatan penguapan
air, dimana makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap.
c) Tanah
Sifat porositas tanah mempengaruhi kecepatan perembesan (kebocoran) air laut kedalam tanah
yang di peminihan ataupun di meja.
Bila kecepatan perembesan ini lebih besar daripada kecepatan penguapannya, apalagi bila
terjadi hujan selama pembuatan garam, maka tidak akan dihasilkan garam.
Jenis tanah mempengaruhi pula warna dan ketidakmurnian (impurity) yang terbawa oleh garam
yang dihasilkan.
d) Pengaruh air
Pengaturan aliran dan tebal air dari peminihan satu ke berikutnya dalam kaitannya dengan
faktor-faktor arah kecepatan angin dan kelembaban udara merupakan gabungan penguapan air
(koefisien pemindahan massa).
Kadar/kepekatan air tua yang masuk ke meja kristalisasi akan mempengaruhi mutu hasil.
Pada kristalisasi garam konsentrasi air garam harus antara 25–29°Be. Bila konsentrasi air tua
belum mencapai 25°Be maka gips (Kalsium Sulfat) akan banyak mengendap, bila konsentrasi air
tua lebih dari 29°Be Magnesium akan banyak mengendap.
e) Cara pungutan garam
Segi ini meliputi jadwal pungutan, umur kristalisasi garam dan jadwal pengerjaan tanah meja
(pengerasan dan pengeringan). Demikian pula kemungkinan dibuatkan alas meja dari kristal
garam yang dikeraskan, makin keras alas meja makin baik.
f) Air Bittern
Air Bittern adalah air sisa kristalisasi yang sudah banyak mengandung garam-garam
magnesium (pahit). Air ini sebaiknya dibuang untuk mengurangi kadar Mg dalam hasil garam,
meskipun masih dapat menghasilkan kristal NaCl. Sebaiknya kristalisasi garam dimeja terjadi
antara 25–29°Be, sisa bittern ≥29°Be dibuang.
Kondisi operasi proses produksi garam dapur dilakukan pada T = 30oC yang merupakan
suhu lingkungan dan tekanan 1 atm karena proses evaporasi air laut menggunakan tenaga surya
dan dilakukan di ruang terbuka. Air laut yang diuapkan sampai kering mengandung setiap
liternya sejumlah 7 mineral seperti CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air dengan
berat total 1.025,68 gram. Setelah dikristalkan pada proses selanjutnya akan diperoleh garam
dengan kepekatan 16,75 - 28,5 oBe yang setara dengan 23,3576 gram. Untuk menghasilkan
garam dapur hanya akan diperoleh 40,97 % dari jumlah semula.
2. Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari
material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi.
Apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi) memuaskan rekristalisasi hanya bekerja
apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih
tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang
tertinggal hanyalah kristal murni. (Fessenden, 1983)
Proses Kristalisasi terdiri dari beberapa tahapan umum seperti :
a) Pendinginan
Larutan yang akan dikristalkan didinginkan sampai terbentuk kristal pada larutan tersebut.
Metode ini digunakan untuk zat yang kelarutan mengecil bila suhu diturunkan. Pendinginan
dilakukan 2x yaitu pendinginan larutan panas sebelum penyaringan dan pendinginan sesudah
penguapan.
b) Penguapan Solvent
Larutan yang dikristalkan merupakan senyawa campuran antara solven dan solut. Setelah
dipanaskan maka solven menguap dan yang tertinggal hanya kristal. Metode ini digunakan bila
penurunan suhu tidak begitu mempengaruhi kelarutan zat pada pelarutnya. Penguapan bertujuan
untuk menghilangkan atau meminimalizir solvent atau zat pelarut sisa yang terdapat pada filtrat.
c) Evaporasi Adiabatis
Metode ini digunakan dalam ruang vakum, larutan dipanaskan, dimasukkan dalam tempat vakum
yang mana tekanan total lebih rendah dari tekanan uap solvennya. Pada suhu saat larutan
dimasukkan ke ruang vakum solven akan menguap dengan cepat dan penguapan itu akan
menyebabkan pendinginan secara adiabatis.
d) Salting Out
Prinsipnya adalah menambah suatu zat untuk mengurangi zat yang akan dikristalkan.
Pengeluaran garam dari larutan dengan zat baru ke dalam larutan bertujuan menurunkan daya
larut solven terhadap suhu pada pengatur tersebut. Peningkatan harga k, jika kedalam suatu
larutan ditambah dengan zat elektrolit. (Cahyono, 1998)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kristalisasi adalah diantaranya :
a) Laju pembentukan inti (nukleous)
Laju pembentukan inti dinyatakan dengan jumlah inti yang terbentuk dalam satuan waktu. Jika
laju pembentukan inti tinggi, maka banyak sekali kristal yang terbentuk, tetapi tak satupun akan
tumbuh menjadi besar, jadi yang terbentuk berupa partikel-partikel koloid.
b) Laju pertumbuhan kristal
Merupakan faktor lain yang mempengaruhi ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan
berlangsung. Jika laju tinggi kristal yang besar akan terbentuk, laju pertumbuhan kristal juga
dipengaruhi derajat lewat jenuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal adalah :
Derajat lewat jenuh.
Jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari kristal yang ada.
Pergerakan antara larutan dan kristal.
Viskositas larutan.
Jenis serta banyaknya pengotor. (Handojo, 1995)
Proses rekristalisasi terdiri dari:
Melarutkan zat tak murni dalam terlarut tertentu pada atau dekat tiik leleh.
Menyaring larutan panas dari partikel bahan tak larut
Mendinginkan larutan panas sehingga zat terlarut menjadi kristal
Memisahkan kristal – kristal dari larutan.
Memperoleh suatu senyawa kimia dengan kemurnian yang sangat tinggi merupakan hal
yang sangat esensi bagi kepentingan kimiawi. Metode pemurnian suatu padatan yang umumyaitu
rekristalisasi (pembentukan kristal berulang ). Metode ini pada dasarnya mempertimbangkan
perbedaan daya larut padatan yang akan dimurnikan dengan pengotornya dalam pelarut tertentu
maupun jika mungkin dalam pelarut tambahan yang lain yang hanya melarutkan zat – zat
pengotor saja. Pemurnian demikian banyak dilakukan pada industri – industri (kimia) maupun
laboratorium untuk meningkatkan kualitas zat yang bersangkutan.
Persyaratan suatu pelarut yang baik untuk dipakai dalam proses rekristalisasi, antara lain
yaitu:
1) Memberikan perbedaan kelarutan yang cukup signifikan antara zat yang akan dimurnikan
dengan pengotornya.
2) Kelarutan suatu zat dalam pelarut merupakan suatu fungsi temperatur, umumnya menurun
dengan menurunnya temperatur
3) Mudah dipisahkan dari kristalnya
4) Tidak meninggalkan zat pengotor di dalam kristal zat yang dimurnikan
5) Bersifat inert terhadap zat yang dimurnikan.
Rekristalisasi dalam pembuatan garam dapur intinya merupakan metode pemurnian suatu
kristal garam dari pengotor-pengotornya. Campuran senyawa yang akan dimurnikan dilarutkan
dalam pelarut yang bersesuaian dalam temperatur yang dekat dengan titik didihnya. Selanjutnya
untuk memishkan pengotor atau zat lain dari zat yang diinginkan dilakukan penyaringan sampai
terbentuk kristal. (Cahyono,1991)
Rekristalisasi garam batu adalah sebuah proses yang dilakukan untuk menghasilkan garam
dengan kemurnian yang sangat tinggi dengan menggunakan sedikit energi panas, sedangkan
langkah-langkah prosesnya adalah sebagai berikut :
a. Bahan baku dialirkan ke dissolver untuk dipisahkan dengan pengotor. Dan pengotor yang
terendapkan dibuang.
b. Dari dissolver larutan garam dialirkan ke preheater untuk dipanaskan sampai suhu 108 oC dan
larutan yang masih mengandung kotoran dialirkan ke clarifier untuk dipisahkan dengan kotoran
yang masih tersisa.
c. Larutan garam yang sudah bersih dimasukkan ke evaporator tiga tahap. Larutan garam
diuapkan sehingga menghasilkan slurry garam dan larutan brine.
d. Slurry garam dialirkan ke slurry tank lalu dialirkan ke sentrifuge, sedangkan larutan brine yang
dingin ditampung di tangki lalu dialirkan ke sentrifuge.
e. Di sentrifuge kristal garam terpisahkan dari air.
f. Kristal garam yang masih basah lalu didinginkan.
3. Multiple Effect Evaporation
Pada penambahan Na2C2O4 dan Na2CO3 diperoleh kadar NaCl tertinggi pada
penambahan Na2C2O4 0,5M dan Na2CO3 0,5M yaitu sebesar 96,460 %.
c. Hasil karakterisasi sampel garam dengan penambahan Na2C2O4 dan Na2CO3
Parameter uji Kadar pada garam kotor
NaCl 96,460 %
Mg2+ 0,00396 %
Ca2+ Tidak terdeteksi
3+
Fe Tidak terdeteksi
Kadar air 0,4376 %