PROPOSAL TESIS
OLEH :
NILA SARTIKA
221000414101015
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PRIMA NUSANTAR
BUKITTINGGI 2023
BAB I
PENDAHULUAN
berdampak serius terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu
masalah kekurangan gizi yang masih cukup tinggi di Indonesia adalah pendek
(stunting) dan kurus (wasting) pada balita serta masalah anemia dan kurang
bayi (0-11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat dari kekurangan gizi
kronis terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu
badannya terletak dibawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak
2 tahun 2020 mengenai Standar Antropometri Anak, Stunting ialah balita yang
status gizinya didasarkan atas panjang atau tinggi badan pada golongan
SD Menkes RI (2020).
tidak langsung. Secara langsung karena masalah gizi yang disebabkan oleh
dua hal yang saling mempengaruhi. Adapun pengaruh tidak langsung adalah
ketersediaan makanan, pola asuh, ketersediaan air minum (bersih), sanitasi dan
pelayanan kesehatan (Kemenkes RI:Badan Litbangkes, 2013)
yang kurang baik meliputi pemberian makan dalam 2 tahun pertama setelah
baik dari orang tua terutama ibu maupun petugas kesehatan, peran perawat
(petugas lapangan) sudah dimulai sejak anak dalam kandungan, yaitu dengan
saat kehamilan kemudian menolong persalinan serta merawat bayi dan ibu
monitoring) dengan cara deteksi dini (Mubarak dkk, 2009). Upaya pencegahan
stunting harus dimulai oleh ibu dari masa kehamilan terutama pada 1.000
hari pertama kehidupan, salah satunya adalah dengan pengetahuan dan sikap
pengetahuan dan sikap ibu tentang kesehatan dan gizi perlunya paket gizi
salah satunya Indonesia adalah negara nomor tiga dalam prevalensi stunting
paling tinggi setelah negara Timor Leste serta India, angka prevalensi di tahun
gizi yang penting dan perlu dilakukan hal istimewa dimana nantinya
tahun 2021 sebesar 24,4 %. Walaupun sudah turun dari tahun sebelumnya,
secara bertahap (TNP2K 2018). Salah satu dari 100 Kabupaten/Kota prioritas
stunting. Dari data Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019, prevalensi
stunting di kabupaten kerinci yaitu 34,3 %, dan angka ini masih diatas standar
prevalensi WHO yaitu 20%, dan ditahun 2021 prevalensi stunting berdasarkan
hasil dari data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, yaitu 26,70. Menurut
Keputusan bupati kerinci nomor 050/kep. 110, 2020 tentang penentuan desa
49 desa lokus stunting dikabupaten kerinci tahun 2023 dan Kecamatan Danau
Kerinci terdapat 3 desa lokus stunting yaitu desa talang kemulun, tebing tinggi,
sanggaran agung.
Tabel 1.2
Persentase Data Stunting Puskesmas Sanggaran Agung Kecamatan Danau
Kerinci
No Desa Prevalensi
Stunting
1 Koto Baru Sanggaran 8,3
Agung
2 Seleman 7
3 Tebing Tinggi 4,2
4 Pendung Talang 3,5
Genting
5 Desa Baru Tanjung 3,3
Tanah
6 Koto Tengah 2,3
7 Pasar Sore 1,9
8 Tanjung Tanah 1,6
agung terdiri dari Desa Koto Baru Sanggaran Agung 8,3 %, Seleman 7%,
Tebing Tinggi 4,2 % , Pendung Talang Genting 3,5 %, dan Desa Baru Tanjung
Tanah 3,3.
masyarakat dan tidak terlepas dari peraturan yang berlaku. Pemanfaatan sarana
berikut:
imunisasinya lengkap.
untuk ibu selama masa kehamilan) dan tidak aktif nya KPM (Kader
penelitian ini adalah Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi stunting pada
Danau Kerinci.
Danau Kerinci
pada bayi (0 – 11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat dari
sehingga anak terlalu pendek pada untuk usianya (Ramayulis, dkk dalam
masa awal lahir, tetapi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.
dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang
lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak
dari WHO. Balita stunting termasuk masala gizi kronik yang disebabkan
oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,
kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada saat bayi. Balita
Stunting yang terjadi pada anak ditandai dengan ukuran tubuh atau
tinggi badan anak terlalu pendek dari usianya (UNICEF 2020). Balita
stunting merupakan anak berusia 0-59 bulan dalam kategori status gizi
tersebut dapat mengalami penurunan nilai dan dicap sebagai anak yang
kesadaran kita supaya stunting tidak terjadi. Salah satu hal yang dapat
berkurang.
Dalam upaya percepatan penurunan stunting Perpes No. 72 tahun
dibawah rata- rata, terjadi gagal tumbuh, perhatian dan memori rendah,
oleh kondisi kurang gizi di usia balita dan berat badan lahir rendah
(BBLR).
Secara umum anak stunting dapat dikenali dari tanda-tanda berikut ini:
Selain itu, anak yang mengalami stunting akan lebih sulit dan lebih lama
penyakit, dan salahnya pola asuh pada 1000 hari pertama kehidupan,
pendek.
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat
umur.
tinggi badan akan terlihat dalam rentang waktu yang lama (Candra,
2020).
dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik
Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang
pendek).
badan atau panjang badan anak menurut usianya. Indeks ini dijadikan
Tabel 2.1
Klasifikasi Status Gizi berdasarkan Indeks Tinggi Badan menurut Umur
tidak menular dimasa yang akan datang seperti stroke, penyakit jantung
panjang
kognitif dan motorik, dan tidak optimalnya ukuran fisik tubuh serta
gangguan metabolisme.
Gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang bersifat
anak yang jelek, rata-rata kematian anak yang meningkat dan beberapa
1. Anak dengan stunting lebih awal yaitu sebelum usia 6 bulan, akan
yang parah pada anak maka akan berpengaruh pada jangka panjang
dsb.
pada tiap umur prevalensi ISPA lebih banyak terjadi pada anak
dua macam faktor yaitu faktor secara langsung yakni asupan makanan,
penyakit infeksi, berat badan lahir rendah dan genetik. Sedangkan faktor
tua, sosial ekonomi, pola asuh orang tua, distribusi makanan dan
2016).
anak. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian yang menyebutkan bahwa
ibu yang tidak sekolah beresiko 5 kali mempunyai anak dengan berat
selama 12 tahun atau lebih (Yadaf, 2016). Pengetahuan ibu tentang gizi
ibu tentang gizi, usia ibu yang masih muda, dan pendapatan keluarga
yang rendah.
makanan meliputi jumlah dan jenis pangan yang akan dikonsumsi untuk
Sholihatin,2019).
faktor penyebab terjadinya KEP. Hal ini disebabkan adanya kaitan antara
kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya yang ada dalam keluarga,
sarana pelayanan kesehatan gizi yang ada dan sanitasi lingkungan yang
gizi.
Tingkat pendidikan berperan dalam menentukan mudah tidaknya
gizi tersebut diharapkan tercipta pola makan yang baik dan sehat,
kesehatan dan status gizi pada anak. Ibu dengan tingkat pendidikan tinggi
pendidikan tinggi dari pada ibu dengan tingkat pendidikan yang rendah
(Damisti, 2020).
kemiskinan.
gizi anak. Sebagai contoh, keluarga dengan status ekonomi baik bisa
sosial ekonomi yang buruk seperti rendahnya gaji ayah mendorong gizi
rendah atau memiliki pekerjaan yang tidak stabil cenderung kurang dapat
rendah akan berisiko sebesar 8,5 kali untuk memiliki anak stunting
makanan prelakteal non-susu (air putih, air gula, air tajin, air kelapa, sari
asupan makanan yang bergizi secara terus menerus baik disertai atau
tidak oleh kondisi kesehatan yang buruk dan pengasuhan yang kurang
terjadinya stunting.
adalah zat gizi mikro yaitu zat gizi vitamin A, seng dan zat besi. Selain
itu asupan energi dan asupan protein juga di butuhkan balita untuk
Pola asuh orang tua juga dapat menyebabkan stunting pada anak.
Pola asuh ibu sangat erat kaitannya dengan bagaimana ibu memberikan
besar orang tua memiliki masalah dalam pola asuh yang kurang dalam
Ibu sangat berperan penting dalam praktik pola asuh pada anak,
positif bagi keadaan status gizi anak. Pola Asuh adalah salah satu dari
sekian banyak faktor yang tidak langsung terkait pada status gizi anak
misalnya stunting.
optimal anak. Kuantitas serta kualitas asupan gizi dalam makanan anak
dibagikan ibu untuk anaknya seringkali rendah akan zat gizi yang
kemampuan ibu pada saat pemberian asuhan yang baik untuk anak dalam
kembang anak. Ibu dengan pola asuh yang baik tentu balita mendapatkan
makanan yang masuk kedalam tubuh seseorang, jika asupan gizi yang
masuk dalam komposisi yang baik maka gizi seseorang juga akan baik.
Namun jika yang terjadi adalah yang sebaliknya maka tubuh akan
Adapun batasan minimal asupan energi per hari adalah 70% dari
AKG Kementrian Kesehatan, 2010). Kegagalan tumbuh (stunting)
perkembangan otak, terutama dalam dua tahun pertama anak, jadi pola
jika pola makan tidak sehat terjadi pada anak maka salah satu akibatnya
adalah pola asuh dari orangtua yang salah, maka dampak yang
dapat mengurangi masalah pendek pada balita dan anak pendek (Trihono,
dkk dalam Ramhadani 2019).
2018).
Eat Anti yang pada akhirnya nanti digunakan tubuh untuk melawan
dan anak terhadap penyakit tertentu. Imunisasi adalah suatu cara untuk
sehingga bila kelak terpajang pada antigen yang serupa tidak terjadi
Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post
dengan stunting.
(2013) di Nusa Tenggara Barat bahwa kunjungan ANC pada ibu hamil
sebesar 40% ANC yang sesuai dengan standar pada ibu hamil
berhubungan dengan anak yang stunting. Ibu yang melahirkan anak kecil
saat lahir atau BBLR signifikan memiliki anak dengan status stunting
yang memiliki akses yang baik dengan fasilitas kesehatan. Hal ini
berkaitan dengan ibu yang mendapatkan layanan ANC yang layak baik
lainnya (ahli gizi, sanitarian) guru paut dan aparat lainnya atau lembaga
desa.
faktor jumlah anggota keluarga dan faktor pola asuh balita dengan
dan ekonomi pada informan sebagian besar dalam keadaan kurang yang
Sanggaran Agung.
stunting pada balita usia 24-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sanggaran
Agung Kecamatan Danau Kerinci, maka dapat dilihat dari faktor-faktor sebagai
berikut:
1. Faktor Pendidikan
Kecenderungan stunting pada balita lebih banyak terjadi pada ibu yang
2. Faktor Ekonomi
makanan yang bergizi secara terus menerus baik disertai atau tidak oleh
kondisi kesehatan yang buruk dan pengasuhan yang kurang dari orang tua
Hal ini terlihat bahwa cakupan pelayanan baik ketersediaan, akses layanan,
kerangka berpikir.
Gambar 2.1.
Kerangka Berpikir
BAB III
METODE PENELITIAN
dengan topik yang akan diteliti dan juga karena sebelumnya di wilayah Kerja
karena data yang diperoleh berbentuk kata-kata atau verbal. Cara memperoleh
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek
pengujian.
objek penelitian.
kualitatif.
a) Wawancara (interview)
ditanyakan.
b) Dokumen
1. Pedoman wawancara
2. Pena/pensil
3. Buku/kertas
4. Kamera/HP
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan juga
1. Data Collection/Pengumpulan
Data Dalam penelitian kualitatif pengumpulan datanya dengan
hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
(Sugiyono, 2019:323)
dengan teks yang bersifat naratif. (Miles dkk dalam Sugiyono, 2019:325)
baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi
gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal
penelitian yang kemudian data yang diperoleh dilakukan kroscek dengan teknik
trianggulasi data, sehingga data yang diperoleh selama penelitian betul-betul
triangulasi baik terhadap data, sumber maupun metode yaitu Triangulasi sumber
yang berbeda.
1. Triangulasi Teknik
yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama
Unit analisis adalah satuan yang akan diteliti berupa individu dan
kelompok. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah Wilayah Kerja
ditetapkan.