Anda di halaman 1dari 10

HADITS-HADITS AHKAM TENTANG LI’AN

Artikel

Ditujukan untuk memenuhi tugas matakuliah

Study Hadits Ahkam

Dosen Pengampu
Dakhirotul Ilmiyah, S.Ag, M.HI.

Disusun oleh:

Aulia Malikal Bilqis 07020520034


Aliyatul Hijajiyah 07020520030

PROGRAM STUDI ILMU HADIS


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2023
Abstrack

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada
manusia hewan maupun tmbuh-tumbuhan. Di dalam pernikahan adakalanya sebuah perselisihan
antara suami istri yang disebabkan oleh kesalahfahaman antara keduanya, sehingga dapat
mengakibatkan perceraian. Salah satu terjadinya perceraian adalah karena suami melakukan
Li’an terhadap istrinya. Artikel ini membahas tentang li’an atau menurut hukum Islam adalah
sumpah suami yang menuduh istrinya berzina, sedangkan ia tidal mampu mendatangkan empat
orang saksi. Pembahasan disini meliputi seputar pengertian, redaksi hadits, syarah beserta
hukumnya.

Abstrack

Marriage is a general sunnatullah and applies to all of His creatures, both humans, animals and
plants. In marriage, sometimes a dispute between husband and wife is caused by a
misunderstanding between the two, which can result in divorce. One of the occurrences of
divorce is because the husband does Li'an to his wife. This article discusses li'an or according to
Islamic law is the oath of a husband who accuses his wife of adultery, while he is unable to
produce four witnesses. The discussion here covers the meaning, hadith editorial, syarah and its
laws.

Pendahuluan

Hukum Islam ditetapkan untuk kesejahteraan umat, baik secara perorangan maupun
secara bermasyarakat, baik untuk hidup di dunia maupun di akhirat. Kesejahteraan masyarakat
akan tercapai dengan terciptanya kesejahteraan keluarga. Karena keluarga merupakan lembaga
terkecil dalam masyarakat, sehingga kesejahteraan masyarakat sangat tergantung kepada
kesejahteraan keluarga. Demikian juga kesejahteraan perorangan sangat dipengaruhi oleh
kesejahteraan hidup keluarganya. Islam mengatur keluarga bukan secara garis besar, tetapi
sampai terperinci. Yang demikian ini menunjukkan perhatian sangat besar terhadap kesejahteraan
keluarga. Keluarga terbentuk melalui perkawinan, karena itu perkawinan sangat dianjurkan oleh
Islam bagi yang telah mempunyai kemampuan.1

Kadang-kadang sebagai suami merasa curiga terhadap istrinya karena sikap istri tidak
setia lagi kepadanya, istemewa setelah mendapat anak yang jauh berbeda dari bentuk suami
tersebut atau apa sebab istrinya hamil dan melahirkan, padahal ia berpendapat tidak mungkin dia
hamil, karena tidak disetubuhinya dan lain-lain. Sehingga ia mengakui bahwa anak itu bukan
anaknya. Kejadian seperti itu terjadi akibat pergaulan modern dengan adanya Free Seks. Untuk
mengatasi keresahan hati suami, maka Islam sudah mengatur suatu cara yang dinamakan
“Li’an”.2 Dari inilah akan kami jelaskan dalam pembahasan mengenai pengertian hadits, syarah
dan juga hukum li’an dalam Islam.

Pengertian Li’an

Li’an secara bahasa ialah ‫ )الخیر من والطرد اإلبعاد‬Menjauh atau menghindar dari kebaikan).
Li’an merupakan suatu istilah fiqh yaitu suami meli’an atau menuduh istrinya di depan hakim,
li’an terjadi diantara suami istri apabila suami menuduh istrinya. Hakim melasanakan li’an
diantara suami istri yang dimulai dari suami dan berhenti hingga mengatakan: Demi allah aku
bersumpah bahwa sesungguhnya dia(istri) berzina dengan fulan.3

Li’an adalah suami menuduh istrinya.diwajibkan dia dihad zina jika dia menuduh orang
asing (selain isrinya). Selain itu dinamakan li’an karena mempersoalkan kandungannya. Artinya,
mengusir dan menjauhkan karena pasangan suami istri berpisah secara sempurna dan tidak ada
pertemuan setelahnya. Li’an secara terminologi adalah beberapa kesaksian yang dikuatkan
dengan beberapa sumpah dari suami istri yang diiringi dengan laknat dan kemarahan.4

Li’an adalah suami menuduh istrinya berzina dengan berkata kepadanya, “Aku melihatmu
berzina”, atau ia tidak mengakui bayi yang dikandung istrinya berasal darinya, kemudian
kasusnya dibawa ke hadapan hakim. Mazhab Hambali dan Hanafi mengatakan, li’an adalah
kesaksian- kesaksian yang diperkuat dengan sumpah dan disertai laknat (Allah) dari pihak suami.

1
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, 1 ed. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), 13.
2
’Allamah Ibnu Manzhur, Lisaan Al-’Arab, 8 (Kairo: Dar al-Hadis, 2002), 91.
3
’abdullah bin ’Adurrahman Al-Bassam, Bulughul Maram, trans. oleh Kahar Mashur, 1 ed. (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1992), 111.
4
Malik bin Anas dan Nur Alim, Al-Muwatha’ li al-Imam Malik (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), 791.
Mazhab Maliki mengartikan li’an sebagai sumpah seorang suami muslim mukallaf bahwa dia
melihat zina yang dilakukan istrinya dan tidak mengakui anak yang ada dalam kandungan
istrinya sebagai anaknya, lalu istri membantahnya dengan empat sumpah Menurut Mahab Syafi’i,
li’an adalah kata-kata jelas yang dijadikan dalil untuk menuduh (zina) orang yang telah
mengotori ranjangnya serta orang yang berbuat zina kepadanya atau untuk menafikan (hubungan)
anak.5

Redaksi Hadits

،،ِ ‫اس‬ ِ ‫الر َْمْح ِن بن ال َا‬ ِ ْ ‫ أ‬:‫ال‬ ٍ ِ‫ عن ََيَي ب ِن سع‬،‫ ح َّدثَِِن سلَيما ُن بن بََِل ٍل‬:‫ال‬ ِ ِ
ُ ْ َ َّ ‫َخبَ َرِن َعْب ُد‬ َ َ‫ ق‬،‫يد‬ َ ْ َْ ْ َ ُْ َْ ُ َ َ َ‫ ق‬،‫يل‬ ُ ‫ َحدَّثَنَا إ ْْسَاع‬- 61ٔ5
‫ بْ ُن‬،ُ ‫اص‬ِ ‫ال ع‬ ِ
َ َ ‫ فَ َا‬،،َ َّ‫صلَّى هللاُ َعلَْيو َو َسل‬
َِّ ‫ول‬
َ ‫اَّلل‬
ِ ‫ان ِعْن َد رس‬
َُ
ِ َ‫ ذُكِر املتَ ََل ِعن‬:‫ال‬
َ َ َ‫ أَنَّوُ ق‬،‫اس‬ٍ َّ‫ َع ِن ابْ ِن َعب‬،‫ بْ ِن ُُمَ َّم ٍد‬،ِ ‫اس‬ ِ ‫ع ِن ال َا‬
َ
ِ ُ ِ ٍ ‫ع ِد‬
‫يُ َِِ َذا‬ ِ َ ‫ فَ َا‬،‫ فَ َذ َكر لَو أَنَّو وج َد مع امرأَتِِو رج اَل‬،‫ فَأ َََته رجل ِمن قَوِم ِو‬،‫ف‬
ُ ‫ َما ابْتُل‬:،ٌ ‫ال َعاص‬ ُ َ َْ َ َ َ َ ُ ُ َ ْ ْ ٌ َُ ُ َ ‫صَر‬ َ ‫ي ِِف ذَل‬
َ ْ‫ك قَ ْواًل ُُثَّ ان‬ ّ َ
ِ ِ َِّ ‫ول‬ ِ ‫ فَ َذىب بِِو إِ ََل رس‬،‫األَم ِر إًَِّل لَِاوِِل‬
‫الر ُج ُل‬
َّ ‫ك‬ َ ‫ َوَكا َن ذَل‬،ُ‫َخبَ َرهُ ِِبلَّذي َو َج َد َعلَْي ِو ْامَرأَتَو‬ ِ
ْ ‫ فَأ‬،َ َّ‫صلَّى هللاُ َعلَْيو َو َسل‬ َ ‫اَّلل‬ َُ َ َ ْ ْ
َِّ ‫ول‬ َ ‫ فَ َا‬،‫ َج ْع ادا قََََاا‬،،ِ ‫آد َم َخ ْداًل َكِِ َر اللَّ ْح‬ ِِ ِ ِ ِ
‫اَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫ َوَكا َن الَّذي َو َج َد عْن َد أ َْىلو‬،‫َّع ِر‬ َ ‫ط الش‬ َ ‫ َسْب‬،ِ ‫يل اللَّ ْح‬
َ ‫ قَل‬،‫ص َفِّرا‬ ْ ‫ُم‬
‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ فَ ََل َع َن َر ُس‬،‫ُ َشبِ ايها ِِب َّلر ُج ِل الَّ ِذي ذَ َكَر َزْو ُج َها أَنَّوُ َو َج َد ِعْن َد َىا‬ ْ ‫ض َع‬ َ ‫ي» فَ َو‬
ِ
ْ َِّ‫ ب‬،َّ ‫ «اللَّ ُه‬:،َ َّ‫صلَّى هللاُ َعلَْيو َو َسل‬ َ
ِ ِ ِ
َ َ‫ ى َي الَِِّت ق‬:‫س‬ ِ
ِ ‫اس ِِف امل ْجل‬ ِ َ ‫ فَ َا‬،‫ بَْي نَ ُه َما‬،َ َّ‫هللاُ َعلَْي ِو َو َسل‬
ُُ َْ‫ «لَ ْو َرَج‬:،َ َّ‫صلَّى هللاُ َعلَْيو َو َسل‬ َ ‫اَّلل‬ َّ ‫ول‬ُ ‫ال َر ُس‬
َِ
ٍ َّ‫ال َر ُج ٌل ًلبْ ِن َعب‬
َ ‫ُ َى ِذهِ»؟ فَ َا‬ ٍ

‫لسوءَ ِِف ا ِإل ْس ََلم‬ ُّ ‫ُ تُظْ ِه ُر ا‬ ْ َ‫ن‬ ‫ا‬‫ك‬َ ‫ة‬
ٌ َ
‫أ‬‫ر‬
َ ْ َ ‫ ت‬،‫ ًَل‬:‫اس‬
‫ام‬ ‫ك‬ ‫ل‬
ْ ٍ َّ‫ال ابْ ُن َعب‬ ُ َْ‫َح ادا بِغَ ِْر بَيِّنَة لََرَج‬
َ‫أ‬
Telah menceritakan kepada kami Isma'il ia berkata, telah menceritakan kepadaku Sulaiman bin
Bilal dari Yahya bin Sa'id, telah mengabarkan kepadaku Abdurrahman bin Al Qasim dari Al
Qasim bin Muhammad dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, Pernah disebutkan di sisi Rasulullah
‫ﷺ‬, yakni dua orang suami istri yang saling meli'an. Kemudan Ashim bin Adi mengungkapkan
sesuatu terkait perkara itu, lalu ia beranjak pergi. Lalu ia didatangi oleh seseorang dari
kaumnya dan menuturkan bahwa ia mendapatkan laki-laki lain yang sedang bersama istrinya.
Maka Ashim pun berkata, "Tidaklah aku diuji dengan masalah ini, kecuali karena ungkapanku."
Maka ia pun segera pergi bersama laki-laki itu kepada Rasulullah ‫ﷺ‬. Kemudian ia pun
menceritakan mengenai seorang laki-laki yang ia dapatkan sedang bersama istrinya. Laki-laki
itu berperawakan kurus dan berambut lurus, sedangkan laki-laki yang dapatkan sedang bersama
istrinya adalah berkulit sawo matang dan berperawakan gemuk. Maka Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,
"Ya Allah, jelaskanlah perkara ini." Maka sang istri pun melahirkan bayi menyerupai laki-laki
yang dilukiskan oleh suaminya, yang ia tuduhkan bersama istrinya. Akhirnya Rasulullah ‫ﷺ‬
meli'an keduanya. Kemudian seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Abbas di dalam majelis itu,
"Wanita itukah yang dimaksud oleh sabda Rasulullah ‫ﷺ‬: 'Seandainya aku boleh merajam
seseorang tanpa Bayyinah (bukti), niscaya aku akan merajam wanita ini?'" Maka Ibnu Abbas

5
Muhammad Ibrahim Jannati, Durus fi al-Fiqh al-Muqaran, trans. oleh Ibnu Alawi Bafaqih dkk (Jakarta: Cahaya,
2007), 606.
6
Muhammad bin Isma’il, Sahih Bukhari, 1 ed., 7 (Beirut: Dar Tuq al-Najah, 1422), 53.
menjawab, "Tidak, wanita yang dimaksud adalah wanita yang secara vulgar (terang-terangan)
menyatakan perselingkuhannya dalam Islam."

‫صا ِر‬ ِ َّ ‫ «أ‬:ُ‫اَّللُ َعْنو‬


َ ْ‫َن َر ُج اَل م َن األَن‬ َّ ‫ َع ْن َعْب ِد‬،‫ َع ْن ََنفِ ٍع‬،ُ‫ َحدَّثَنَا ُج َويْ ِريَة‬،‫يل‬
َّ ‫اَّللِ َر ِض َي‬ ِ ِ
َ ‫وسى بْ ُن إ ْْسَاع‬ َ ‫ َحدَّثَنَا ُم‬- 61ٓ5
7
»‫ ُُثَّ فَ َّر َق بَْي نَ ُه َما‬،،َ َّ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِو َو َسل‬ ُّ ِ‫َحلَ َف ُه َما الن‬
َ ‫َِّب‬ ْ ‫ فَأ‬،ُ‫ف ْامَرأَتَو‬
َ ‫قَ َذ‬
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan kepada kami Juwairiyah
dari Nafi' dari Abdullah radhiallahu'anhu, bahwa seorang laki-laki dari Anshar menuduh
istrinya berzina, maka Nabi ‫ ﷺ‬pun meminta keduanya untuk bersumpah, lalu memisahkan antara
keduanya.

ِّ ‫ َع ْن أَِِب‬،َ‫ َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن بْ ُن عُيَ ْي نَة‬:‫ قَ َاًل‬،‫ظ لِ َع ْم ٍرو‬


‫ َع ِن‬،‫الزََن ِد‬ ُ ‫ َواللَّ ْف‬،‫ َوابْ ُن أَِِب ُع َمَر‬،‫وحدَّثَنَا َع ْمٌرو النَّاقِ ُد‬
َ )ٔ997(
‫ال‬ ٍ ‫ال ابن شد‬
َ َ‫ أ َُُهَا اللَّ َذ ِان ق‬:‫َّاد‬ َ ُ ْ َ ‫ فَ َا‬،‫اس‬ ٍ َّ‫ان ِعْن َد ابْ ِن َعب‬
ِ َ‫ وذُكِر الْمتَ ََل ِعن‬:‫َّاد‬ ٍ
ُ َ َ ‫ال َعْب ُد هللا بْ ُن َشد‬
ِ َ َ‫ ق‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬،‫ بْ ِن ُُمَ َّم ٍد‬،ِ ‫اس‬
ِ ‫الْ َا‬
ِ ‫ «لَو ُكْن‬:،َّ‫النَِِّب صلَّى هللا علَي ِو وسل‬
‫ال ابْ ُن‬
َ َ‫ ق‬،ُ ْ َ‫ك ْامَرأَةٌ أ َْعلَن‬َ ‫ ًَل تِْل‬:‫اس‬ َ ‫ فَ َا‬،»‫َح ادا بِغَ ِْر بَيِّنَ ٍة لََرَجَْتُ َها‬
ٍ َّ‫ال ابْ ُن َعب‬ َ ‫ُ َراَجاا أ‬ُ ْ َ َ َ ْ َ ُ َ ُّ
8 ِ َ َ‫ ق‬،‫ ب ِن ُُم َّم ٍد‬،ِ ‫اس‬ ِ ِِ
ٍ َّ‫ُ ابْ َن َعب‬
‫اس‬ ُ ‫ َْس ْع‬:‫ال‬ َ ْ ‫ َع ِن الْ َا‬،‫ ِِف ِرَوايَتو‬:‫أَِِب عُ َمَر‬
Telah menceritakan kepada kami Amru An Naqid dan Ibnu Abi Umar sedangkan lafazhnya dari
Amru, keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Uyainah dari Abu Az Zinad
dari Qasim bin Muhammad dia berkata, Abdullah bin Syaddad berkata, telah disebutkan
sepasang suami istri yang melakuan li'an di hadapan Ibnu Abbas, Ibnu Syaddad berkata, Apakah
sepasang suami istri tersebut yang telah disebutkan oleh Nabi ‫ﷺ‬, "Sekiranya saya diperbolehkan
merajam seseorang tanpa ada bukti yang jelas, niscaya saya akan merajamnya." Maka Ibnu
Abbas menjawab, "Tidak, akan tetapi ia adalah wanita yang mengumumkan perbuatan kejinya."
Dalam riwayatnya Ibnu Abi Umar berkata, Dari Qasim bin Muhammad dia berkata, Saya
pernah mendengar Ibnu Abbas.

Syarah

Kata li'an dianrbil dari kata al-la'n (laknat), karena yang melakukan /i'an berkata, "Laknat
Allah atasnya jika dia termasuk orang-orang yang berdusta." Pemilihan kata la'n dan bukan
ghadhab (marah) dalam pemberian nzuna, dikarenakan ia adalatr perkataan suami. Dia pula yang
disebutkan lebih datrulu dalam ayat dan yang pertama memulai proses li'an. Dalarn hal ini suami
boleh meralat (mencabut) ucapannya, sehingga gugur dari si perempuan, tetapi tidak berlaku
sebaliknya. 9

Menurut salah satu pendapat, pemberian nama li'an dikarenakan kata la'z berarti mengusir
dan menjauhkan, sementara kata lan bersekutu di antara keduanya. Hanya saja perempuan

7
Ibid, 53.
8
Muslim bin Al-Hajjaj, Sahih Muslim, vol. 2 (’Isa Al-Bab Al-Halb, 1374), 1135.
9
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, trans. oleh ’Abdullah bin Bazz (Jakarta Selatan: Pustaka Azzam, t.t.), 325.
dikhususkan dengan kata ghadhab (maruh), karena besarnya dosa perbuatan itu jika dinisbatkan
kepadanya. Apabila laki-laki berdusta dalam proses li'an, maka maksimal yang terjadi adalah
tuduhan berzina. Namun, jika perempuan yang berdusta, maka dosanya lebih besar, karena
kedustaannya ini mencemari kesucian pemikahan dan berakibat penisbatan anak kepada selain
bapaknya. Akhirnya, keharaman pun semakin meluas. Perwalian dan warisan ditetapkan kepada
yang tidak berhak mendapatkannya. Li'aan, ilti'aan, dan mulaa'anah memiliki makna yang sama.
Mereka sepakat tentang pensyariatan li'an, dan itu tidak diperbolehkan, kecuali melalui
pengecekan kebenarannya. Kemudian terjadi perbedaan pendapat tentang wajibnya hal itu
terhadap suami. Namun, bila terbukti bahwa anak yang ada padanya bukan berasal darinya, maka
kewajibannya semakin kuat.10

Para ulama jumhur berpandangan bahwa dalam proses li'an siuarrri tidak disyaratkan
untuk berkata, "Aku melihatnya berzina." Tidak perlu pula menafikan kehamilan bila si istri
dalam keadaan hamil, atau menafikan anak jika sudah melafuirkan, berbeda dengan pendapat
Imam Malik. Bahkan cukup dikatakan, "Dia telah berzina" atau "melakukan zina." Untuk
menguatkan hal ini, Allah telah mensyariatkan hukuman bagi yang menuduh perempuan berzina
(ika dia bukan suami si perempuan), dengan sekadar tuduhan semata. Kemudian Allah
mensyariatkan li,an dengan sebab tuduhan dari istri. Seandainya seorang laki-laki berkata kepada
seorang perempuan yang bukan istrinya, "wahai pezina", maka wajib ditegakkan hukuman orang
yang menuduh berzina bagi laki-laki itu. Demikian pula halnya dengan hukum li'an. Mereka
membantah pendapat madzhab Maliki dengan kesepakatan pensyariatan li'an terhadap orang
buta. Namun, Ibnu Al eishar menjawab argumentasi ini dengan mengatakan bahwa syarat pada
orang buta hendaknya mengatakan, "Aku menyentuh kemaluan laki laki itu pada kemaluan
istriku."11

Disebutkan hadits Ibnu Umar dari riwayat Juwairiyah bin Asma', dari Nafi' secara ringkas
dengan kata,(memerintahkan keduanya bersumpah). Demikian juga akan disebutkan setelah
enam bab dari Ubaidillah bin Umar dari Nafi'. Sudah disebutkan pada tafsir surah An-Nuur
melalui jalur lain dari Ubaidillah bin LJmar, (betiau melakukan proses li'an antara seorang laki-
laki dan seorang perempuan). Maksud memerintahkan bersumpah di tempat ini adalah

10
Al-Asqalani, 325.
11
Al-Asqalani, 325.
mengucapkan kalimat-kalimat li'an. Hal ini drjadikan dalil oleh mereka yang berpendapat bahwa
li'an adalah sumpah, seperti pendapat Malik, Syaf i, dan Jumhur ulama. Abu Hanifah berkata,
"Li'an adalah kesaksian." Ini pula termasuk salah satu pandangan para ulama madzhab Syaf i.
Sebagian mengatakan ia adalah kesaksian yang memiliki kemiripan dengan sumpah. Bahkan
pendapat lain mengatakan sebaliknya. Oleh karena itu, sebagian ulama berkata, "Li'an tidak
tergolong sumpah dan tidak pula kesaksian." Dampak perbedaan ini adalah bahwa li'an
disyaiatkan antara pasangan suami istri, baik keduanya muslim atau kafir, merdeka atau budak,
adil atau fasik, jika dikatakan bahwa ia adalah sumpah. Barangsiapa yang sumpahnya sah, maka
sah pula li'an-nya. Menurut sebagian ulama, li'an tidak dianggap sah, kecuali dilakukan pasangan
suami-istri yang merdeka dan muslim, karena li'an adalah kesaksian yang tidak diterima dari
mereka yang dijatuhi hukuman dalam kasus tuduhan berzina. Hadits di atas menjadi dalil
pendapat pertama, karena periwayat telatr menyamakan antara li'an dan sumpah. Hal ini
dikuatkan bahwa sumpah adalah sesuatu yang menunjukkan motivasi, larangan, atau
memperjelas berita. Sementara li'an memiliki makna makna tersebut. Perhatikan sabda Nabi
SAW di sebagian jalur hadits Ibnu Abbas, (Beliau bersabda kepadanya, "Bersumpahlah atas
nama Allah yang tidak ada sesembahan kecuali Dia bahwa aku adalah benar." Beliau mengatakan
hal itu empat kali). Hadits ini diriwayatkan Al Hakim dan Al Baihaqi dari riwayat Jarir bin
Hazim dari Ayyub, dari Ikrimah, darinya. Kemudian tidak lama lagi akan disebutkan, (kalau
bukan karena sumpah, niscaya aku memiliki urusan dengannya).12

Sebagian ulama madzhab Hanafi beralasan bahwa sekiranya ia adalah sumpah, maka
tentu tidak terulang-ulang. Namun, dijawab bahwa ia keluar dari qiyas (baca: kebiasaan) sebagai
penekanan akan haramnya kemaluan sebagaimana qasamah dikeluarkan dari kebiasaan sumpah
yang umum karena kehormatan jiwa. Begitu pula jika ia adalah kesaksian, maka tidak perlu
diulang-ulang. Adapun yang tampak bagiku, bila ditinjau dari segi penegasan dan penafian dusta
serta penetapan kebenaran, maka li'an tergolong sumpah, tetapi disebut sebagai keksaksian,
karena dipersyaratkan agar tidak hanya berupa dugaan, bahkan menjadi keharusan ada
pengetahuan setiap keduanya tentang urusan yang menjadikan mereka sah melakukan kesaksian.
Untuk menguatkan keberadaannya sebagai sumpah bahwa seseorang jika berkata, "Aku bersaksi
atas nama Allah sungguh telah terjadi perkara seperti ini..." niscaya dia dianggap bersumpah. Al
Qaffal berkata dalam kitab Maftasin Asy-Syari'ah, "Sumpah-sumpah li'an sengaja diulang-ulang
12
Al-Asqalani, 342.
karena ditempatkan pada posisi empat saksi dalam kasus lainnya untuk memutuskan hukuman
(hadd). Oleh karena itu pula sehingga ia dinamakan kesaksian."13

Hukum Li’an

Li’an dalam perspektif Hukum Islam adalah ketika Suami menduga bahwa istrinya
berbuat zina dengan orang lain, yakni baik ia sendiri mendapatkan istrinya berbuat zina atau
meyakini bahwa bayi yang dikandung istrinya bukanlah anaknya. Untuk itu dia mengajukan
perkaranya kepada hakim untuk diadili.Suami tidak dapat membuktikan tuduhannya tersebut
dengan mendatangkan empat orang saksi maka digantikan dengan sumpah sebagai bentuk
kesaksian kepada Allah yang jumlahnya lima kali.Istrinya tidak mengakui apa yang dituduhkan
itu, oleh karenanya istri menyangkal dengan melakukan sumpah sebanyak lima kali juga. Maka
terjadilah saling melaknat atau mengutuk.

Syarat dan Prosedur perceraian li’an dalam perspektif Hukum Islam

a. Syarat perceraian li’an dalam perspektif Hukum Islam suami dan istri harus seorang
muslim, suami dan istri harus cakap menurut hukum, suami dan istri dalam status
perkawinan yang sah, suami menuduh istrinya dan istrinya menyangkal atas tuduhan
tersebut terakhir proses li’an dilakukan di hadapan hakim.
b. Prosedur perceraian li’an dalam perspektif Hukum Islam prosedur pelaksanaan cerai li’an
pada dasarnya sama dengan perceraian biasa, hanya saja di akhir prosedurnya terdapat
perbedaan. Kedua pasangan suami dan istri yang akan bercerai li’an terlebih dahulu
mengajukan proses perceraian biasa ke Pengadilan Agama. Pada proses perceraian li’an,
hakim akan menanyakan terlebih dahulu kepada sang istri, apakah ia mengakui tuduhan
zina yang dilayangkan oleh suaminya atau tidak. Jika ia mengakui tuduhan tersebut, maka
perceraian yang terjadi hanyalah perceraian biasa, bukan perceraian li’an. Jika istri
menyangkal maka hakim menanyakan pada suami apakah bersedia akan menempuh
perkara li’an. Dan jika kedua setuju menempuh perkara li’an, maka dalam persoalan
putusan akhir hakim akan mengabulkan permohonan gugatan tersebut.

Akibat hukum bagi istri, anak dan harta perceraian li’an dalam perspektif hukum Islam
suami terhindar dari hukuman menuduh zina (qadzaf) maka terdapat hukuman zinaa terhadap

13
Al-Asqalani, 342.
istri dan hubungan perkawinan menjadi putus untuk selama lamanya sehingga anak yang berada
dalam kandungan atau yang lahir bukanlah anak suami tersebut, maka hanya mempunyai
hubungan nasab kepada ibu atau keluarga ibunya saja. 14

Hikmah Li’an

Menurut al-Jurjawi, dalam sumpah li’an terkandung beberapa hikmah antara lain:15

a) Suatu pernikahan dan fungsi wanita sebagai istri bagi suami tidak akan sempurna kecuali
dengan adanya keserasian dan saling menyayangi antara kedunya. Tetapi apabila sudah
terdapat tuduhan zina dan melukai istri dengan kekejian, maka dada mereka akan sempit
dan hilanglah kepercayaan dari istri sehingga mereka berdua hidup dalam kedengkian
yang tentu akan membawa akibat jelek.
b) Melarang dan memperingatkan suami-istri agar jangan melakukan perlakuan buruk yang
akan mengurangi kemuliaan itu.
c) Menjaga kehormatanya dari kehinaan pelacuran yang tidak pernah hilang pengaruhnya
siang dan malam.

Kesimpulan

Li’an adalah suami menuduh istrinya berzina dengan berkata kepadanya, “Aku melihatmu
berzina”, atau ia tidak mengakui bayi yang dikandung istrinya berasal darinya, kemudian
kasusnya dibawa ke hadapan hakim. li’an dalam perspektif hukum Islam suami terhindar dari
hukuman menuduh zina (qadzaf) maka terdapat hukuman zinaa terhadap istri dan hubungan
perkawinan menjadi putus untuk selama lamanya sehingga anak yang berada dalam kandungan
atau yang lahir bukanlah anak suami tersebut, maka hanya mempunyai hubungan nasab kepada
ibu atau keluarga ibunya saja.

Daftar Pustaka

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bari. Diterjemahkan oleh ’Abdullah bin Bazz. Jakarta Selatan:
Pustaka Azzam, t.t.

14
Camila Rizki Ramadhani, “Perceraian Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam” (Lampung, Universitas Lampung,
2017), 66.
15
Ahmad Ali Al-Jurwaji, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuh, trans. oleh Hadi Mulyo dan Shobahussurur (Semarang: CV.
As-syifa, 1992), 334.
Al-Bassam, ’abdullah bin ’Adurrahman. Bulughul Maram. Diterjemahkan oleh Kahar Mashur. 1
ed. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992.
Al-Jurwaji, Ahmad Ali. Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuh. Diterjemahkan oleh Hadi Mulyo dan
Shobahussurur. Semarang: CV. As-syifa, 1992.
’Allamah Ibnu Manzhur. Lisaan Al-’Arab. 8. Kairo: Dar al-Hadis, 2002.
Anas, Malik bin, dan Nur Alim. Al-Muwatha’ li al-Imam Malik. Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.
Ghazaly, Abd. Rahman. Fiqh Munakahat. 1 ed. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003.
Jannati, Muhammad Ibrahim. Durus fi al-Fiqh al-Muqaran. Diterjemahkan oleh Ibnu Alawi
Bafaqih dkk. Jakarta: Cahaya, 2007.
Muhammad bin Isma’il. Sahih Bukhari. 1 ed. 7. Beirut: Dar Tuq al-Najah, 1422.
Muslim bin Al-Hajjaj. Sahih Muslim. Vol. 2. ’Isa Al-Bab Al-Halb, 1374.
Ramadhani, Camila Rizki. “Perceraian Li’an Dalam Perspektif Hukum Islam.” Universitas
Lampung, 2017.

Anda mungkin juga menyukai