Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

Disusun Oleh:
Nama : Gilang Perdana Putra
NIM : 1810246845

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2019
Program Pelayanan atau Kesejahteraan SDM
Perkembangan industri global membawa dampak terhadap kehidupan manusia dalam
dunia usaha. Persaingan bisnis yang semakin ketat, menuntut perusahaan untuk
mengoptimalkan seluruh sumberdaya yang dimiliki dalam menghasilkan produkberkualitas
tinggi agar mampu bertahan dalam persaingan dengan perusahaan lain.Mengingat bahwa
unsur manusia merupakan unsur yang terpenting, maka pemeliharaan hubungan dengan
karyawan yang berkelanjutan dan serasi dalam setiap organisasi menjadi sangat
penting. Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah-masalah yang
berkaitan dengan keselamatan kesehatannya sewaktu bekerja. Hal ini berkaitan dengan
perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit akibat kerja maupun lingkungan kerja.
Karyawan merupakan faktor produksi yang terpenting dalam perusahaan, sangat
berpengaruh terhadap pencapaian suatu perusahaan. Apalagi jika adanya penurunan kualitas
serta semangat kerja karyawan secara langsung akan menurunkan performa dan kualitas
perusahaan. Agar  semua tenaga kerja semangat bekerja, berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal
dalam menunjang tujuan perusahaan maka fungsi pemeliharaan mutlak mendapat perhatian
manajer. Karyawan akan bersemangat kerja jika memiliki kesejahteraan yang baik.
Dengan memiliki tenaga-tenaga kerja yang terampil dengan motivasi tinggi
perusahaan telah mempunyai asset yang sangat mahal, yang sulit dinilai dengan uang. Proses
pendirian suatu perusahaan baik itu yang bergerak dalam bidang Industri maupun jasa selalu
dilandasi keinginan untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Setiap perusahaan tentu
selalu memiliki tujuan yang ingin dicapainya. Kunci utama kesuksesan suatu organisasi
maupun industri adalah sumber daya manusia di masa sekarang maupun mendatang. Semua
tenaga kerja/karyawan ditekankan untuk semangat bekerja, berdisipin tinggi, dan loyal. Maka
perusahaan harus mengadakan pemeliharaan yang baik terhadap karyawan.

Pengertian Pelayanan atau Kesejahteraan SDM


Menurut Hasibuan Pemeliharaan adalah usaha mempertahankan dan atau
meningkatkan kondisi fisik, mental, dan mental karyawan agar mereka tetap loyal dan
bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Pemeliharaan
(maintanance ) karyawan harus mendapat perhatian yang sungguh – sungguh dari manajer.
Jika pemeliharaan karyawan kurang di perhatikan, semangat kerja, sikap, dan loyalitas
karyawan akan menurun. Absensinya dan turn-over meningkat, disiplin akan menurun,
sehingga pengadaan, pengembangan, kompensasi, dan pengintegrasian karyawan yang telah
dilakukan  dengan baik dan biaya yang besar kurang berarti untuk menunjang tercapainya
tujuan perusahaan.Supaya karyawan semangat bekerja, berdisiplin tinggi, dan bersikap loyal
dalam menunjang tujuan perusahaan maka fungsi pemeliharaan mutlak mendapatkan
perhatian manajer. Tidak mungkin karyawan besemangat bekerja dan konsesntrasi penuh
terhadap pekerjaannya jika kesejahteraan mereka tidak di perhatikan dengan baik.
Pemeliharaan ( maintanance ) adalah usaha mempertahankan dana atau meningkatkan
kondisi fisik, mental, dan sikap karyawan, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif
untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan.
Tujuan Program Pelayanan atau Kesejahteraan SDM
Program kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan, lembaga atau organisasi pada
pegawainya hendaknya bermanfaat, sehingga dapat mendorong tercapainya tujuan
perusahaan yang efektif. Program kesejahteraan karyawan sebaiknya sesuai dengan ketentuan
yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan tidak melanggar peraturan pemerintah.
Pemeliharaan tenaga kerja sangat penting dilakukan guna menjamin agar tenaga kerja yang
dimiliki perusahaan terpelihara produktivitas, efektivitas, dan efisiensinya.
Menurut Moekijat (2000:174-175), tujuan pemberian program kesejahteraan pada
perusahaan yang mengadakan program kesejahteraan terdiri dari dua yaitu bagi perusahaan
dan pegawai.
1. Bagi Perusahaan
 Mengurangi perpindahan dan kemangkiran.
 Meningkatkan semangat kerja pegawai
 Menambah kesetiaan pegawai terhadap organisasi.
 Menambah peran serta pegawai dalam masalah-masalah organisasi.
 Mengurangi keluhan-keluhan.
 Megurangi pengaruh serikat pekerja.
 Meningkatkan kesejahteraan pegawai dalam hubungannya dengan kebutuhannya
pribadi maupun kebutuhan sosial.
 Memperbaiki hubungan masyarakat.
 Mempermudah usaha penarikan pegawai dan mempertahankan
 Merupakan alat untuk meningkatkan kesehatan badaniah dan rohaniah pegawai.
 Memperbaiki kondisi kerja.
 Memelihara sikap pegawai yang menguntungkan terhadap pekerjaan dan
lingkungannya.
2. Bagi Karyawan
 Memberikan kenikmatan dan fasilitas yang dengan cara lain tidak tersedia atau
yang tersedia dalam bentuk yang kurang memadai.
 Memberikan bantuan dalam memecahkan suatu masalah-masalah perseorangan.
 Menambah kepuasan kerja.
 Membantu kepada kemajuan perseorangan.
 Memberikan alat-alat untuk dapat menjadi lebih mengenal pegawai-pegawai lain.
 Mengurangi perasaan tidak aman.
 Memberikan kesempatan tambahan untuk memperoleh status.

Metode-Metode Pemeliharaan
Pemilihan metode untuk pemeliharaan pegawai yang tepat sangat penting, agar
pelaksaannya dapat mendukung tercapainya tujuan perusahaan. Metode – metode
pemeliharan antara lain :
1. Komunikasi
Komunikasi harus digunakan dalam setiap penyampaian informasi dan komukator
kepada komunikan.Komunikasi berfungsi untuk instructive, informative, dan influencing dan
evaluative. Simbol – symbol komunikasi adalah suara, tulisan, gambar, warna, mimic,
kedipan mata, dan lain-lain. Dengan symbol – symbol inilah komunikator menyampaikan
informasi secara komunikan.
Pengertian komunikasi menurut para ahli sebagai berikut :
1) Menurut Hasibuan, komunikasi adalah suatu alat pengalihan informasi dari
komunikator kepada komunikanagar antara mereka terdapat interaksi.Interaksi terjadi
jika komunikasi efektif atau dipahami.
2) Menurut Raymond Ross komunikasi adalah proses menyortir, memilih, dan
pengiriman simbol-simbol sedemikian rupa agar membantu pendengar
membangkitkan respons/ makna dari pemikiran yang serupa dengan yang
dimaksudkan oleh komunikator.
2. Insentif
Pengertian Insentif
Insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan tertentu berdasarkan
prestasi kerjanya agar karyawan terdorong meningkatkan produktivitas kerjanya.
Metode Insentif yang adil dan layak merupakan data penggerak yang merangsang
terciptanya pemeliharaan karyawan. Karena dengan pemberian insentif karyawan merasa
mendapat perhatian dan pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya, sehingga semangat
kerja dan sikap loyal karyawan akan lebih baik.
Jenis-jenis Insentif
 Insentif positif, adalah daya perangsang dengan memberikan hadiah material atau
nonmaterial kepada karyawan yang prestasi kerjanya di atas prestasi standar
 Insentif Negatif, adalah daya perangsang dengan memberikan ancaman hukuman
kepada karyawan yang berprestasi kerjanya, di bawah prestasi standar.
Bentuk-bentuk Insentif
 Nonmaterial insentif, adalah daya perangsan yang di berikan kepada karyawan
berbentuk penghargaan/pengukuhan berdasarkan pertasi kerjanya, seperti piagam,
piala atau medali.
 Social insentif, adalah daya perangsang yang di berikan kepada karyawan berdasarkan
prestasi kerjanya, berupa fasilitas dan kesempatan untuk mengembangkan
kemampuannya, seperti promosi, mengikuti pendidikan atau naik haji.
 Material insentif, adalah daya perangsang yang di berikan kepada karyawan
berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang dan barang. Material insentif bernilai
ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan karyawan beserta keluarganya.

Program Pelayanan SDM


Banyak istilah istilah yang dipergunakan untuk program-program pelayanan
karyawan, ada yang menggunakan istilah “jaminan social”, “program kesejahteraan
karyawan”, dan sebagainya. Demikian juga bentuk-bentuk program ini bermacam-macam,
seperti pensiun, asuransi jiwa, pelayanan kesehatan, pemberian pinjaman, perumahan,
penyediaan transportasi, pembentukan took-toko milik perkumpulan karyawan, dan
sebagainya.
Bentuk program pelayanan karyawan bisa dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :
A.    Program Kesejahteraan  Ekonomi Karyawan
Untuk melindungi keamanan ekonomi dari karyawan,antara lain :
 Pensiun
Pemberian pensiun adalah perusahaan memberikan sejumlah uang tertentu secara berkala
kepada karyawan yang telah berhenti bekerja setelah mereka bekerja dalam waktu yang lama
atau setelah mencapai suatu batas usia tertentu.
 Asuransi
Perusahaan yang mengadministrasikan pembayaran preminya, yang menjadi tanggung jawab
dari perusahaan atau karyawan atau kombinasi dari keduanya (Asuransi jiwa, kesehatan,
kecelakaan)
B.     Program  Rekreasi
Program rekreasi antara lain:
 Kegiatan Olah raga
Sekedar memelihara kesehatan,prestasi
 Kegiatan Sosial
Darmawisata, membentuk kelompok khusus, seperti musik.
C. Pemberian Fasilitas
Kegiatan-kegiatan yang secara normal perlu diurus oleh karyawan sendiri dalam kehidupan
sehari-hari antara lain:
1) Penyediaan Kafetaria
Mempermudah karyawan yang ingin makan dan tidak sempat untuk pulang, serta untuk
memperbaiki gizi makanan
2) Perumahan
Perumahan dinas, asrama atau tunjangan untuk perumahan
3) Fasilitas Pembelian  
Menyediakan toko perusahaan dimana para karyawan dapat membeli berbagai barang
terutama barang-barang yang di hasilkan perusahaan dengan harga yang lebih murah.
4) Fasilitas Kesehatan
 Poliklinik lengkap dengan dokter & perawat
 Memberikan tunjangan kesehatan untuk dokter  rujukan dari perusahaan
5) Penasehat Keuangan
Membantu karyawan dlm menghadapi kesulitan dalam mengatur keuangan
6) Fasilitas Pendidikan
Membantu karyawan yang ingin meningkatkat pengetahuan mereka, seperti perpustakaan.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin
keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya,
dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan
makmur.
Pada umumnya kesehatan tenaga pekerja sangat mempengaruhi perkembangan
ekonomi dan pembangunan nasional. Hal ini dapat dilihat pada negara-negara yang sudah
maju. Secara umum bahwa kesehatan dan lingkungan dapat mempengaruhi pembangunan
ekonomi. Dimana industrilisasi banyak memberikan dampak positif terhadap kesehatan,
seperti meningkatnya penghasilan pekerja, kondisi tempat tinggal yang lebih baik dan
meningkatkan pelayanan, tetapi kegiatan industrilisasi juga memberikan dampak yang tidak
baik juga terhadap kesehatan di tempat kerja dan masyarakat pada umumnya.
Keselamatan dan keamanan kerja mempunyai banyak pengeruh terhadap faktor
kecelakaan, karyawan harus mematuhi standart (K3) agar tidak menjadikan hal-hal yang
negative bagi diri karyawan. Terjadinya kecelakaan banyak dikarenakan oleh penyakit yang
diderita karyawan tanpa sepengetahuan pengawas (K3), seharusnya pengawasan terhadap
kondisi fisik di terapkan saat memasuki ruang kerja agar mendeteksi sacera dini kesehatan
pekerja saat akan memulai pekerjaanya. Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan
dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang
baik jasmani maupun rohani sedangkan keselamatan kerja suatu keadaan dimana para pekerja
terjamin keselamatan pada saat bekerja baik itu dalam menggunakan mesin, pesawat, alat
kerja, proses pengolahan juga tempat kerja dan lingkungannya juga terjamin.
Apabila para pekerja dalam kondisi sehat jasmani maupun rohani dan didukung oleh
sarana dan prasarana yang terjamin keselamatannya maka produktivitas kerja akan dapat
ditingkatkan. Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan
dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, antara
lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan.

Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja antara lain:
1. Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalahsuatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil
karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
2. Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk
menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja
di perusahaan yang bersangkutan.
3. Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisikeselamatan yang
bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup
tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja .
Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik kesimpulan bahwa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman
baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar
pabrik atau tempat kerja tersebut. Keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan suatu
usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat, yang dapat
mengakibatkan kecelakaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja menuju pada kondisi kondisi fisiologis-fisikal dan
psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh
perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan keselamatan dan
kesehatan yang efektif, maka lebih sedkit pekerja yang menderita cedera atau penyakit
jangkapendek maupun jangka panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka diperusahaan
tersebut.

Dasar Pemberlakuan K3
Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun Undang-
undang Tentang Kecelakaan Tahun  1947 Nomor  33, yang dinyatakan berlaku pada tanggal
6 januari 1951, kemudian disusul dengan Peraturan Pemerintah Tentang Pernyataan
berlakunya peraturan kecelakaan  tahun 1947 (PP No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti
tentang disadarinya arti penting keselamatan kerja di dalam perusahaan. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992, menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila
tenaga kerja juga berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program
pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan demi terwujudnya perlindungan tenaga kerja
dan keluarganya dengan baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja yang bertanggung jawab
dalam masalah ini, tetapi para karyawan juga harus ikut berperan aktif  dalam hal ini agar
dapat tercapai kesejahteraan bersama.
Berdasarkan Undang-Undang no.1 tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat keselamatan
kerja yang juga menjadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan.
f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar radiasi, suara dan getaran.
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun
psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses
kerjanya.
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan
penyimpanan barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahayakecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 
Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat 1 Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/ buruh berhak untuk
memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja
b. Moral dan kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.
Sedangkan ayat 2 dan 3 menyebutkan bahwa “untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal   diselenggarakan upaya
keselamatan dan kesehatan kerja.” (ayat 2), “Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.”
(ayat 3). Dalam Pasal 87  juga dijelaskan bahwa Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen.

Tujuan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memberikan iklim yang
kondusif bagi para pekerja untuk berprestasi, setiap kejadian baik kecelakaan dan penyakit
kerja yang ringan maupun fatal harus dipertanggungjawabkan oleh pihak-pihak yang
bersangkutan (Rika Ampuh Hadiguna, 2009). Sedangkan menurut Rizky Argama (2006),
tujuan dari dibuatnya program  keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk mengurangi
biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.
Beberapa tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah:
1. Mencegah kerugian fisik dan finansial baik dari pihak karyawan dan perusahaan,
2. Mencegah terjadinya gangguan terhadap produktivitas perusahaan,
3. Menghemat biaya premi asuransi,
4. Menghindari tuntutan hukum dan sebagai tanggung jawab sosial perusahaan kepada
karyawannya.

Penyebab Kecelakaan Kerja


Menurut Mangkunegara (2008) faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja,
yaitu:
1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
 Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
 Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
 Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pengaturan Udara
 Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor, berdebu,
dan berbau tidak enak).
 Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan Penerangan
 Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
 Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
4. Pemakaian Peralatan Kerja
 Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
 Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang baik.
5. Kondisi Fisik dan Mental Karyawan
 Stamina pegawai yang tidak stabi
 Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara berpikir
dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah, sikap pegawai yang
ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja
terutama fasilitas kerja yang membawa risiko bahaya.

Usaha Mencapai Keselamatan Kerja


Usaha – usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai keselamatan kerja dan
menghindari kecelakaan kerja antara lain:
a. Analisis Bahaya Pekerjaan (Job Hazard Analysis)
Job Hazard Analysis adalah suatu proses untuk mempelajari dan menganalisa suatu
jenis pekerjaan kemudian membagi pekerjaan tersebutke dalam langkah langkah
menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi.
Dalam melakukan Job Hazard Analysis, ada beberapa lagkah yang perlu dilakukan:
1. Melibatkan Karyawan.
Hal ini sangat penting untuk melibatkan karyawan dalam proses job hazard analysis.
Mereka memiliki pemahaman yang unik atas pekerjaannya, dan hal tersebut merupakan
informasi yang tak ternilai untuk menemukan suatu bahaya.
2. Mengulas Sejarah Kecelakaan Sebelumnya.
Mengulas dengan karyawan mengenai sejarah kecelakaan dan cedera yang pernah
terjadi, serta kerugian yang ditimbulkan, bersifat penting. Hal ini merupakan indikator
utama dalam menganalisis bahaya yang mungkin akan terjadi di lingkungan kerja
3. Melakukan Tinjauan Ulang Persiapan Pekerjaan.
Berdiskusi dengan karyawan mengenai bahaya yang ada dan mereka ketahui di
lingkungan kerja. Lakukan brainstormdengan pekerja untuk menemukan ide atau gagasan
yang bertujuan untuk mengeliminasi atau mengontrol bahaya yang ada.
4. Membuat Daftar, Peringkat, dan Menetapkan Prioritas untuk Pekerjaan Berbahaya.
Membuat daftar pekerjaan yang berbahaya dengan risiko yang tidak dapat diterima atau
tinggi, berdasarkan yang paling mungkin terjadi dan yang paling tinggi tingkat risikonya.
Hal ini merupakan prioritas utama dalam melakukan job hazard analysis.
5. Membuat Outline Langkah-langkah Suatu Pekerjaan.
Tujuan dari hal ini adalah agar karyawan mengetahui langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam mengerjakan suatu pekerjaan, sehingga kecelakaan kerja dapat
diminimalisir.

b. Risk Manajemen
Risk Management dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan
kerugian/kehilangan (waktu, produktivitas, dan lain-lain) yang berkaitan dengan program
keselamatan dan penanganan hukum.

c. Safety Engineer
Memberikan pelatihan, memberdayakan supervisor/manajer agar mampu
mengantisipasi/melihat adanya situasi kurang ‘aman’ dan menghilangkannya.

d. Ergonomika
Ergonomika adalah suatu studi mengenai hubungan antara manusia dengan
pekerjaannya, yang meliputi tugas-tugas yang harus dikerjakan, alat-alat dan perkakas yang
digunakan, serta lingkungan kerjanya.

Selain dari ke-empat hal diatas, cara lain yang dapat dilakukan adalah :
1. Job roration
2. Personal protective equipment
3. Penggunaan poster/propaganda
4. Perilaku yang berhati-hati

Masalah Kesehatan Karyawan


Beberapa kasus yang menjadi masalaha kesehantan bagi para karyawan adalah:
a) Kecanduan alkohol & penyalahgunaan obat-obatan
Akibat dari beban kerja yang terlalu berat, para karyawan terkadang menggunakan bantuan
dari obata-obatan dan meminum alcohol untuk menghilangkan stress yang mereka rasakan.
Untuk mencegah hal ini, perusahaan dapat melkaukan pemeriksaan rutin kepada karyawan
tanpa pemberitahuan sebelumnya dan perusahaan tidak memberikan kompromi dengan hal-
hal yang merusak dan penurunan kinerja (missal: absen, tidak rapi, kurang koordinasi,
psikomotor berkurang)
b) Stress
Stres adalah suatu reaksi ganjil dari tubuh terhadap tekanan yang diberikan kepada tubuh
tersebut. Banyak sekali yang menjadi penyebab stress, namun beberapa diantaranya adalah:
 Faktor Organisasional, seperti budaya perusahaan, pekerjaan itu sendiri, dan kondisi
kerja
 Faktor Organisasional seperti, masalah keluarga dan masalah finansial
c) Burnout
"Burnout” adalah kondisi terperas habis dan kehilangan energi psikis maupun fisik.
Biasanya hal itu disebabkan oleh situasi kerja yang tidak mendukung atau tidak sesuai
dengan kebutuhan dan harapan. Burnout mengakibatkan kelelahan emosional dan penurunan
motivasi kerja pada pekerja. Biasanya dialami dalam bentuk kelelahan fisik, mental, dan
emosional yang intens (beban psikologis berpindah ke tampilan fisik, misalnya mudah
pusing, tidak dapat berkonsentrasi, gampang sakit) dan biasanya bersifat kumulatif.

Kepuasan Kerja dan Disiplin Karyawan


Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan serta
mengembangkan perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam
program untuk meningkat kinerja para karyawan. Banyak faktor yang terkait dalam perbaikan
kinerja perusahaan. Perusahaan kurang menerapkan sistem promosi jabatan dengan benar.
Promosi jabatan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dapat
meningkatkan prestasi kerja karyawan sehingga karyawan bisa bekerja mencapai target
perusahaan, yang akhirnya akan memampukan perusahaan bersaing dengan perusahaan
lainnya.
Kepuasaan dan disiplin kerja, termasuk hal yang paling penting demi kelancaran
organisasi atau perusahaan tersebut. Kepusaan kerja merupakan sesuatu yang sangat sulit
diukur yang bersifat subjektif karena setiap orang selalu mempunyai keinginan-keinginan
yang ingin dipenuhi namun setelah terpenuhi muncul lagi keinginan-keinginan lainnya,
seakan-akan manusia itu tidak mempunyai rasa puas dan setiap pegawai mempunyai kriteria
sendiri yang menyatakan bahwa dirinya telah puas. Sedangkan disiplin kerja merupakan alat
untuk berkomunikasi untuk dapat mencapai sebuah tujuan bersama yang dipakai oleh atasan
dengan bawahan maupun oleh sesama pegawai dalam suatu organisasi atau dalam lingkup
sebuah kantor.
Ada kalanya pegawai atau karyawan melakukan pelanggaran untuk itu diperlukan
disiplin kerja agar dapat memperbaiki perilaku-perilaku menyimpang dari pegawai atau
karyawan tersebut Setelah terwujudnya motivasi kerja maka akan timbul disiplin kerja yang
baik. Untuk mewujudkan keduanya, maka diperlukan adanya kerjasama antara atasan dan
para pegawai bawahannya, agar tercipta lingkungan kerja yang kondusif untuk mendukung
kinerja para pegawai secara maksimal di dalam organisasi ataupun perusahaan tersebut.
Sehingga timbullah kepuasaan bagi atasan karena melihat pegawainya kerja dengan baik.

Pengertian Kepuasan Kerja


Menurut Hasibuan (2007), kepuasan kerja adalah sikap emosional yang
menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job satisfaction) karyawan
harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan
karyawan meningkat. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi
kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan
luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam
pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan
suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja
dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas
jasa itu penting.
Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positive tentang
pekerjaan  sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Senada dengan itu,
Noe, et. all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja  sebagai perasaan yang menyenangkan
sebagai hasil dari persepsi  bahwa pekerjaannya  memenuhi nilai-nilai pekerjaan yang
penting. Selanjutnya Kinicki and Kreitner (2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai
respon sikap atau emosi terhadap berbagai segi pekerjaan seseorang.  Definisi ini memberi
arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep tunggal. Lebih dari itu seseorang dapat secara
relative dipuaskan  dengan satu aspek pekerjaannya dan dibuat tidak puas dengan satu atau 
berbagai aspek. Dalam pandangan yang hampir sama, Nelson  and Quick (2006) menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi emosional yang positif dan menyenangkan 
sebagai hasil dari  penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan seseorang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Kepusaan kerja
merupakan sesuatu yang sangat sulit diukur yang bersifat subjektif karena setiap orang selalu
mempunyai keinginan-keinginan yang ingin dipenuhi namun setelah terpenuhi muncul lagi
keinginan-keinginan lainnya, seakan-akan manusia itu tidak mempunyai rasa puas dan setiap
pegawai mempunyai kriteria sendiri yang menyatakan bahwa dirinya telah puas.

Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja


Dalam suatu organisasi ketidakpuasan kerja dapat ditunjukan melalui berbagai cara, Robins
and Judge (2009)   menerangkan ada 4 respon yang berbeda satu sama lain dalam 2 dimensi
yaitu konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Exit , Ketidakpuasan ditunjukkan melalui perilaku diarahkan pada meninggalkan
organisasi, termasuk mencari posisi baru atau mengundurkan diri.
b. Voice , Ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk
memperbaiki keadaan, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah
dengan atasan, dan berbagai bentuk aktivitas perserikatan.
c. Loyalty , Ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu
kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan
kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang
benar.
d. Neglect,  Ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan
kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan secara kronis,
mengurangi usaha, dan meningkatkan tingkat kesalahan.

Dimensi Kepuasan Kerja


Menurut Luthans (2006) ada beberapa dimensi kepuasan kerja yang dapat digunakan
untuk mengungkapkan karakteristik penting mengenai pekerjaan, dimana orang dapat
meresponnya. Dimensi itu adalah:
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self), Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan
tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing. Sukar tidaknya suatu pekerjaan
serta perasaan seseorang bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan
tersebut, akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Atasan (Supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan
sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan
antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun
yang berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi (Promotion), Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
Kelima dimensi tersebut di atas, digunakan oleh para peneliti untuk mengukur
kepuasan kerja, dan membawa pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Menurut Hasibuan (2007) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor:
a. Balas jasa yang adil dan layak.
b. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
c. Berat ringannya pekerjaan.
d. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
e. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
f. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
g. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam kepemimpinan.
Kepemimpinan partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi karyawan, karena karyawan ikut
aktif dalam memberikan pendapatnya untuk menentukan kebijaksanan perusahaan.
Kepemimpinan otoriter mengakibatkan ketidakpuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja
karyawan merupakan kunci  pendorong moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan
dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan.
Sedangkan Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Mas’ud (2004):
a. Kepuasan  dengan  promosi   Kesempatan  promosi   sepertinya   memiliki  pengaruh 
yang berbeda pada kepuasan kerja. Hasil ini dikarenakan promosi memiliki sejumlah
bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penghargaan.
b. Kepuasan dengan Rekan kerja Sifat alami dari kelompok atau tim kerja kan
mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya rekan kerja atau anggota tim yang
kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada karyawan
secara individu.
c. Kepuasan dengan Gaji Upah dan gaji merupakan faktor multidimensi dalam kepuasan
kerja. Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga
alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat uang lebih tinggi. Karyawan
melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi
mereka terhadap perusahaan.

Pengukuran Kepuasan Kerja


Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan kerja, di antaranya akan dijelaskan sebagai
berikut :
1. Pengukuran kepuasan kerja dengan skala job description index.
Cara penggunaannya adalah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada karyawan
mengenai pekerjaan. Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh karyawan dengan
jawaban ‘Ya’, ‘Tidak’, atau ‘Ragu ragu’. Dengan cara ini dapat diketahui tingkat kepuasan
kerja karyawan.
2. Pengukuran kepuasan kerja dengan Minnesota Satisfaction Questionare.
Skala ini berisi tanggapan yang mengharuskan karyawan untuk memilih salah satu dari
alternatif jawaban : ‘Sangat tidak puas’, ‘Tidak puas’, ‘Netral’, ‘Puas’, dan ‘Sangat puas’
terhadap pernyataan yang diajukan. Beradsarkan jawaban-jawaban tersebut dapat diketahui
tingkat kepuasan kerja karyawan.
3. Pengukuran kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah.
Pada pengukuran metode ini responden diharuskan memilih salah satu gambar wajah orang,
mulai dari wajah yang sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut.
Kepuasan kerja karyawan akan dapat diketahui dengan melihat pilihan gambar yang diambil
responden.

Pengertian Disiplin Kerja


Menurut pendapat Alex S. Nitisemito(1984: 199) Kedisiplinan adalah suatu sikap
tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik tertulis
maupun tidak tertulis.
Menurut pendapat T.Hani Handoko (1994:208)Disiplin adalah kegiatan manajemen
untuk menjalankan standar- standar organisasional.
Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan disiplin kerja adalah suatu usaha dari
manajemen organisasi perusahaan untuk menerapkan atau menjalankan peraturan ataupun
ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap karyawan tanpa terkecuali.
T. Hani Handoko membagi 3 disiplin kerja(1994:208) yaitu:
a. Displin Preventif yaitu: kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan
agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan dapat dicegah.
b. Disiplin Korektif yaitu: kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap
aturan-aturan yang mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.
Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan
pendisiplin.
c. Disiplin Progresif yaitu: kegiatan memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuan dari disiplin progresif
ini agar karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan korektif sebelum mendapat
hukuman yang lebih serius.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja


Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tegak tidaknya suatu disiplin kerja dalam suatu
perusahaan. Menurut Gouzali Saydam (1996:202), faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Besar kecilnya pemberian kompensasi
Besar kecilnya kompensasi dapat memengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan
mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang
setimpal dengan jeri payanya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan.
b. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
Peranan keteladanan pimpinan sangat berpengaruh  besar dalam perusaha’an,karena
pimpinan dalam suatu perusahaan masih menjadi panutan kariawan.para bawahan akan
meniru yang dilihatnya setiap hari. Apapun yang dibuat pimpinannya. Oleh sebab itu, bila
seorang pemimpin menginginkan tegaknya disiplin dalam perusaha’an, maka ia harus lebih
dulu mempraktekkan, supaya dapat diikutidengan baik oleh para karyawan lainnya.

c. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan


Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan
diinformasikan kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut selera pimpinan saja, atau
berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap bahwa para karyawan akan mematuhi
aturan tesebut.
d. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
Bila ada seorang  karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberenian
pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya.
Dengan adanya tindakan tehadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka
semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal
yang serupa.
e. Ada tidaknya pengawasan pimpinan
Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan
mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Dengan adanya pengawasan seperti demikian, maka sedikit
banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja.
f. Ada tidaknya perhatian kepada pada karyawan
Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dengan
yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi,
pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari
pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan
keluarnya, dan sebagainya.
g. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin
Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain:
 Saling menghormati, bila ketemu di lingkungan pekerjaan,
 Melontarkan pujian yang sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para
karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut,
 Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan
yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka,
 Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan
menginformasikan, kemana dan untuk urusan apa, walaupun kedapa bawahan
sekalipun.
Indikato-indikator yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan
Menurut dharma (2003), adapun inikator yang mempengaruhi disiplin kerja karyawan adalah:
a. Kehadiran karyawan setiap hari
Karyawan wajib hadir di perusahaannya sebelum jam kerja dan pada biasanya
digunakan sarana kartu kehadiran pada mesin absensi.
b. Ketepatan jam kerja
Penetapan hari kerja dan jam kerja diatur atau ditentukan oleh perusahan. Karyawan
diwajibkan untuk mengikuti aturan jam kerja, tidak melakukan pelanggaran jam istirahat dan
jadwal kerja lain, keterlambatan masuk kerja, dan wajib mengikuti aturan jam kerja per hari.

c. Mengenakan pakaian kerja dan tanda pengenal


Seluruh karyawan wajib memakai pakaian yang rapi dan sopan, dan mengenakan tanda
pengenal selama menjalankan tugas kedinasan. Bagi sebahagian besar perusahaan biasanya
menyediakan pakaian seragam yang sama untuk semua karyawannya sebagai bentuk simbol
dari kebersamaan dan keakraban disebuah perusahaan.
d. Ketaatan karyawan terhadap peraturan
Adakalanya karyawan secara terang-terangan menunjukkan ketidakpatuhan, seperti
menolak melaksanakan tugas yang seharusnya dilakukan. Jika tingkah laku karyawan
menimbulkan dampak atas kinerjanya, para pemimpin harus siap melakukan tindakan
pendisiplinan.

Hal-hal yang Menunjang Kedisiplinan


Menurut Alex S. Nitisemito (1984:119-123) ada beberapa hal yang dapat menunjang
keberhasilan dalam pendisiplinan karyawan yaitu:
a. Ancaman
Dalam rangka menegakkan kedisiplinan kadang kala perlu adanya ancaman meskipun
ancaman yang diberikan tidak bertujuan untuk menghukum, tetapi lebih bertujuan untuk
mendidik supaya bertingkah laku sesuai dengan yang
kita harapkan.
b. Kesejahteraan
Untuk menegakkan kedisiplinan maka tidak cukup dengan ancaman saja, tetapi perlu
kesejahteraan yang cukup yaitu besarnya upah yang mereka terima, sehingga minimal
mereka dapat hidup secara layak.
c. Ketegasan
Jangan sampai kita membiarkan suatu pelanggaran yang kita ketahui tanpa tindakan atau
membiarkan pelanggaran tersebut berlarut-larut tanpa tindakan yang tegas.
d. Partisipasi
Dengan jalan memasukkan unsur partisipasi maka para karyawan akan merasa bahwa
peraturan tentang ancaman hukuman adalah hasil persetujuan bersama.
e. Tujuan dan Kemampuan
Agar kedisiplinan dapat dilaksanakan dalam praktek, maka kedisiplinan hendaknya dapat
menunjang tujuan perusahaan serta sesuai dengan kemampuan dari karyawan.
f. Keteladanan Pimpinan
Mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menegakkan kedisiplinan sehingga
keteladanan pimpinan harus diperhatikan.

Hubungan Industrial dan Hubungan Industrial Pancasila


Hubungan industrial merupakan suatu system hubungan yang terbentuk antara para
pelaku dalam produksi barang dan jasa yang terdiri unsure pengusaha, pekerja/ buruh, dan
pemerintag yang didasari nilai-nilai pancasila dan UUD Negara RI. Dalam pelaksanaan
hubungan industrial, pemerintag, pekerja/buruh atau serikat pekerja buruh serta penngusaha
atau organisasi pengusaha mempunyai fungsi dan peran masing-masing yang sudah
digariskan dalam UUD. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang pengertian hubungan
industrial prinsip-prinsip industrial. Dengan adanya hubungan industrial dalam suatu
perusaaan, maka akan dapat meningkatkan produktivitas dan kerjasama antar karyawan dan
pengusaha sehingga perusahaan dapat berjalan terus. Selain itu juga latar belakang
penulismakalah ini adalah sebagaimana tugas yang diberikan oleh dosen yang kemudian akan
digabungkan dengan berbagai materi.

Teori Hubungan Industrial


Salah satu segi hubungan antara organisasi dengan para anggotanya menyangkut apa
yang lazim, dikenal dengan istilah hubungan industrial.
Pemeliharaan hubungan industrial dalam rangka keseluruhan proses manajemen
sumberdaya manusia berkisar pada pemikiran bahwa hubungan yang serasi dan harmonis
antara manajemen dengan para pegawai atau pekerja yang terdapat dalam organisasi mutlak
perlu ditumbuhkan, dan dijaga serta diperlihara demi kepentingan organisasi. Jika dalam
rangka memelihara keserasian dan keharmonisan hubungan tersebut kurang berhasil, maka
akan merugikan banyak pihak dan tidak terbatas hanya pada pihak manajemen dan pegawai
saja.
Hubungan industrial dalam artian umum, yaitu hubungan formal yang terdapat antara
kelompok manajemen dan kelompok pekerja yang terdapat dalam organisasi. Istilah lain yang
juga biasa digunakan dengan arti yang sama ialah “hubungan kerja”. Kedua istilah tersebut
digunakan secara silih berganti dengan latar belakang pemikiran bahwa antara kedua istilah
tersebut tidak terdapat perbedaan prinsipal sifatnya. Hanya saja dalam penggunaan sehari-
hari hubungan kerja mancakup segala jenis organisasi, sedangkan hubungan industrial lebih
lumrah dipakai dalam organisasi-organisasi niaga.
Banyak pihak yang berkepentingan dalam keberhasilan suatu organisasi untuk
mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. Pihak-pihak yang berkepentingan itu dikenal
dengan istilah stakeholder. Yang termasuk dalam jajaran stakeholder antara lain: manajemen,
para anggota organisasi, pemilik modal, kelompok tertentu seperti masyarakat yang menjadi
komsumen, para pemasok, para distributor, dan jajaran pemerintah.
Dilihat dari persepsi sempit pun, yaitu kepentingan organisasi dan kepentingan
pekerja saja, pemeliharaan hubngan kerja yang serasi sangat penting karena dengan adanya
hubungan yang demikian, kontinuitas produksi terjamin, suasana kerja menjadi semakin
menggairahkan semangat kerjasama sehingga organisasi akan lebih mampu mencapai
tujuannya dan pemuasan berbagai kebutuhan para pekerjapun menjadi lebih terjamin. Jelas
bahwa ditinjau dari pandangan sempit, yaitu kepentingan internal organisasi, maupun dilihat
dari sudut pandang yang lebih luasm yaitu kepentingan stakeholder, bagi manajemen dan
para pekerja sesungguhnya tidak ada pilihan lain kecuali terus berusaha untuk menumbuhkan,
memelihara dan mengembangkan hubungan kerja yang serasi. Terganggunya hubungan
industrial akan mempunyai resonansi yang kuat baik dalam lingkungan internal organisasi
saja namun juga lingkungan eksternal organisasi. Resonansi tersebut tidak hanya bersifat
ekonomi dan keuangan saja, melainkan juga dibidang-bidang lain.

Tujuan Hubungan Industrial


Berdasarkan hasil seminar HIP tahun 1974 (Shamad, 1995: 12) tujuan hubungan
industrial adalah mengemban cita-cita proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945 di dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang berdasarkan Pancasila serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial melalui penciptaan
ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha, meningkatkan produksi
dan meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajatnya sesuai derajat manusia. Sedemikian
berat dan mulianya tujuan tersebut, maka semua pihak yang terkait dalam hubungan
industrial harus meahami untuk terwujudnya pelaksanaan hubungan industrial dengan baik.

Ciri-ciri Hubungan Industrial


a. Mengakui dan menyakini bahwa bekerja bukan sekedar mencari nafkah saja,
melainkan juga sebagai pengabdian manusia kepada Tuhannya, sesama manusia,
masyarakat, bangsa dan negara.
b. Menganggap pekerja bukan hanya sekedar faktor produksi belaka melainkan sebagai
manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatnya.
c. Melihat antara pekerja dan pengusaha bukan mempunyai kepentingan yang
bertentangan, melainkan mempunyai kepentingan yang sama untuk kemajuan
perusahaan.
d. Setiap perbedaan pendapat antara pekerja dan pengusaha harus disesuaikan dengan
jalan musyawarah untuk mencapai mufakat yang dilakukan secara kekeluargaan.
e. Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak, atas dasar
rasa keadilan dan kepatutan.

Sarana Hubungan Industrial


a. Serikat pekerja/serikat buruh
b. Organisasi pengusaha
c. Lembaga kerjasama bipartit
d. Lembaga kerjasama tripartit
e. Peraturan perusahaan
f. Perjanjian kerjasama
g. Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, dan
h. Lembaga penyelesaian hubungan industrial.

Kesepakatan Kerja Bersama


Menurut pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, pengertian
peraturan perusahaan (PP) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
membuat syarat-syarat kerja dan tata cara perusahaan. Sedangkan perjanjian kerja bersama
adalah perjanjian yang merupakan hasil perbandingan antara serikat pekerja/serikat buruh
atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau
perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syaratkerja, hak dan kewajiban kedua belah
pihak (pasal 1 angka 21 Undang-undang Nomor 13).
Pengertian dan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Menurut Departemen Tenaga
Kerja Republik Indonesia (1996/1997: 2) ialah perjanjian yang diselenggarakan oleh serikat
pekerja atau serikat-serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan
pengusaha-pengusaha, perkumpulan perusahaan berbadan hukum yang pada umumnya atau
semata-mata memuat syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam perjanjian kerja.
Dalam praktik selama ini banyak istilah yang dipergunakan untuk menyebut perjanjian kerja
bersama (PKB), seperti:
a. Perjanjian Perburuhan Kolektif (PKK) atau collecteve Arbeids Ovreenkomst (CAO);
b. Persetujuan Perburuhan Kolektif (PPK) atau Coolective Labour Agreement (CLA);
c. Persetujuan Perburuhan Bersama (PPB); dan
d. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB).
Semua istilah tersebut di atas pada hakikatnya sama karena yang dimaksud adalah perjanjian
perburuhan sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 tahun
1954 (di mana undang-undang ini sudah tidakberlaku sejak memberlakukan undang-undang
Nomor 13 tahun 2003).

Hubungan Industrial Pancasila

Pengertian Hubungan Industrial Pancasila


Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para pelaku dalam proses
produksi barang dan jasa (pekerja, pengusaha dan pemerintah) didasarkan atas nilai yang
merupakan manisfestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan Undang-undang 1945
yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
Pembangunan nasional merupakan pengamalan Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945
yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat dan kemampuan manusia serta
kepercayaan pada diri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik material
maupun spiritual.
Pembangunan ketenagakerjaan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil, makmur yang merata, baik material maupun spiritual yang berlandaskan
Pancasila dan UUD 1945.
Dalam melaksanakan pembangunan nasional, peran serta buruh semakin meningkat
dan seiring dengan itu perlindungan buruh harus semakin ditingkatkan baik mengenai upah,
kesejahteraan dan harkatnya sebagai manusia.
Hubungan industrial Pancasila dikembangkan berdasarkan falsafah Pancasila, UUD
1945, dan TAP MPR No 2 tahun 1978 tentang P-4, GBHN, dan Peraturan Perundang-
undangan. Hubungan industrial Pancasila lahir tahun 1974 melalui seminar nasional,
sehingga prinsip-prinsip dasar dan sikap para pelaku proses produksi yang digariskan dalam
hubungan industrial Pancasila merupakan hasil konsensus atau kesepakatan nasional.

Tujuan Hubungan Industrial Pancasila


Sesuai dengan prinsip yang dianut dalam hubungan industrial Pancasilaa bahwa
hubungan industrial bertujuan untuk:
 Mensukseskan pembangunan dalam rangka mengemban cita-cita bangsa Indonesia
yaitu masyarakat adil dan makmur.
 Ikut berperan dalam melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
 Menciptakan ketenangan, ketentraman dan ketertiban kerja serta ketenangan usaha. 
 Meningkatkan produksi dan produktivitas kerja. 
 Meningkatkan kesejahteraan pekerja serta derajadnya sesuai dengan martabatnya
manusia. 

Landasan
Hubungan industrial Pancasila memiliki landasan sebagai berikut:
1. Hubungan Industrial Pancasila mempunyai landasan idiil yaitu Pancasila dan landasan
konstitusional adalah UUD’45. secara operasional berlandaskan GBHN serta
ketentuan-ketentuan pelaksanaannya yang diatur oleh pemerintah. 
2. Hubungan industrial pancasila juga berlandaskan kepada kebijaksanaan-
kebijaksanaan pemerintah untuk menciptakan keamanan nasional dan stabilitas
nasional. 

Pokok-pokok Hubungan Industrial Pancasila


Secara teoritis hubungan industrial Pancasila merupakan pengembangan dari teori
hubungan industrial yang dipelajari oleh hampir seluruh bangsa di dunia. Pokok-pokok
hubungan industrial Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Hubungan Kerja, yang dimaksud dengan hubungan kerja adalah hubungan yang
terjalin antara penerima kerja dan pemberi kerja berdasarkan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerjam yang mengandung adanya unsur: pekerjaan, upah, dan hubungan
dibawah pemerintah.
2. Pengusaha yang baik, yang dimaksud dengan penguasa yang baik dalam konteks
hubungan industrial Pancasila ialah pengusaha yang mentaati segala kewajibannya.
3. Pekerja yang baik, yang dimaksud dengan pekerja yang baik dalam konteks hubungan
industrial Pancasila, ialah pekerja yang menjalankan kewajibannya dengan biak,
dalam hal ini kewajiban untuk melakukan segala sesuatu yang dalam keadaan sama,
seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan.
4. Hubungan Industrial Pancasila, ialah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku proses produksi barang dan jasa yang didasarkan atas nilai-nilai yang
merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari Pancasila dan UUD 1945.
5. Ruang lingkup, mencakup seluruh kerja, dimana para pekerja dan pengusaha
bekerjasama dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha dan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya. Sementara ruang lingkup masalah meliputim seluruh
permasalahan baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan
hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah.
6. Tujuan hubungan industrial Pancasila, tujuan umum mewujudkan masyarakat adil dan
makmur berdasarkan Pncasila dan UUD 1945, serta ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Sedangkan tujuan khusus, yaitu terwujudnya ketenangan kerja dan kemajuan usaha.
7. Sarana dalam pelaksanaan hubungan industrial Pancasila, mengingat bahwa hubungan
industrial Pancasila sifatnya merupakan pedoman bagi pekerja, maka agar dapat
dilaksanakan oleh para pelaku proses produksi diperlukan sarana-sarana seperti:
lembaga kerjasama bipartit, lembaga kerjasama tripartit, peraturan perusahaan dan
KKB, lembaga peradilan industrial, peraturan perundang-undangan, pendidikan
hubungan industrial, dan pengembangan SDM, serikat pekerja, dan serikat pengusaha.
8. Lembaga kerjasama bipartit, ialah suatu badan pada tingkat perusahaan atau unit
produksi yang dibentuk oleh pekerja bersama-sama dengan pengusaha.
9. Lembaga kerjasama tripartit, ialah lembaga kerjasama yang anggotanya terdiri dari
unsur-unsur pemerintah, organisasi pekerja, dan organisasi pengusaha.
10. Perjanjian kerjasama, peraturan perusahaan dan kesepakatan kerjasama, perjanjian
kerja ialah suatu perjanjian baik tulis maupun tidak, dimana pihak pekerja bersedia
untuk bekerja pada pihak pengusaha selama waktu tertentu atau waktu tidak tertentu
dengan menerima upah. Peraturan perusahaan ialah peraturan yang dibuat secara
tertulis yang memuat ketentuan tentang syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.
Kesepakatan kerja bersama, ialah perjanjian antara serikat pekerja/serikat-serikat
pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja dengan pengusaha atau
11. perkumpulan pengusaha yang berbadan hukum, yang memuat syarat-syarat kerja yang
hanya diperhatikan dalam perjanjian kerja.

Masalah Dalam Pelaksanaan Hubungan Industrial Pancasila


Dalam era globalisasi dewasa ini telah menimbulkan persaingan yang super ketat
terutama dalam bidang ekonomi, dimana dituntut penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Penguasaan pengetahuan dan keterampilan merupakan syarat utama dalam
penerapan teknologi dalam persaingan global. Sebagaimana kita ketahui bahwa dunia
internasional telah menentukan standar mutu produk yang akan dilepas ke pasar global, maka
agar produk kita bisa eksis di pasar internasional maka kita harus meningkatkan mutu
setidak-tidaknya setara dengan standar internasional. Penggunaan teknologi mungkin juga
akan berdampak pengurangan tenaga kerja karena sudah digantikan dengan tenaga mesin
demikian juga sistem kerja.
Masalah khusus yang harus dipecahkan dalam hubungan industrial Pancasila, yakni:
1. Masalah pengupahan Apabila didalam perusahaan dapat diciptakan suatu system
pengupahan yang akibat akan dapat menciptakan ketenagakerjaan, ketenangan usaha
serta peningkatan produktivitas kerja.
2. Pemogokan, Pemogokan akan dapat merusak hubungan antara pekerja dan
pengusaha. Hak mogok diakui dan diatur penggunaannya. Oleh sebab itu walaupun
secara yuridis dibenarkan tetapi secara filosofis harus dihindari.

Peranan Serikat Pekerja dalam Organisasi


Dewasa ini, peran serikat pekerja terhadap perusahaan sangat penting. Karena saat ini,
kita menyaksikan semakin kurangnya peran utama negara dalam tanggung jawabnya untuk
mensejahterakan kehidupan rakyat.
Secara umum pekerja/buruh adalah warga negara yang mempunyai persamaan
kedudukan dalam hukum, hal untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak
mengeluarkan pendapat, berkumpul dalam suatu organisasi serta mendirikan dan menjadi
anggota Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Era Reformasi memberikan harapan besar bagi terjadinya perubahan menuju
penyelenggaraan Negara yang lebih demokratis, transparan dan memiliki akuntabilitas tinggi
serta terwujudnya good governance.
Perubahan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (3), UU NO
21 tahun 2000, KEP/16/MEN/2001, merupakan dasar hukum dalam melakanakan Organisasi
Serikat Pekerja (SP). Dalam konteks Ketenagakerjaan kita menerapkan sistem Hubungan
Industrial Pancasila, yang harus di pahami secara mendalam substansi dan implikasinya oleh
Pekerja dan Pengusaha.
Perjuangan buruh di Indonesia selama ini menginginkan agar buruh memiliki
kekuatan tawar (Bargainning) yang sejajar dengan pengusaha dan pemerintah dalam
melaksanakan hubungan industrial.
Pekerja/buruh merupakan mitra kerja pengusaha yang sangat penting dalam proses
produksi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya,
menjamin kelangsungan perusahaan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia
pada umumnya.
Melalui Serikat Buruh, diharapkan akan terwujud hak berserikat buruh dengan
maksimal. Buruh dapat memperjuangkan kepentingannya. Sayangnya hak berserikat yang
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang sudah bersifat universal belum dipahami oleh
pengusaha dan pemerintah.
Pengusaha seringkali menganggap keberadaan Serikat Buruh sebagai pengganggu
untuk melaksanakan hak prerogratifnya dalam mengatur jalannya usaha. Pemerintah
seringkali menganggap aktivitas Serikat Buruh dalam mengembangkan organisasinya
merupakan ancaman stabilitas dan keamanan nasional.
Pengertian Serikat Pekerja
Serikat Pekerja atau serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan
untuk pekerja atau buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta
melindungi hak dan kepentingan pekerja atau buruh serta meningkatkan kesejahteraan
pekerja/ buruh dan keluarganya.
Dan Serikat Pekerja atau Buruh itu sendiri dibentuk berdasarkan:
1. Undang-undang Dasar Negara RI Th. 1945
2. Piagam PBB tentang Hak2 azazi manusia Pasal 20 (ayat 1) dan pasal 23 (ayat 4)
3. UU No. 18 th. 1956 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 98 mengenai Hak
berorganisasi dan Berunding bersama
4. KePres No. 23 th. 1998 tentang Pengesahan Konvensi ILO NO. 87 tentang kebabasan
berserikat dan perlindungan hak berorganisasi
5. KeMenaker No. PER-201/MEN/1999 tentang Pendaftaran Serikat Pekerja
6. KepMenaker No. PER-16/MEN/2000 tentang tata cara Pendaftaran Serikat Pekerja
7. UU No. 21 th. 2000 tentang Serikat Pekerja (SP)
8. UU No. 13 th. 2003 tentang Ketenagakerjaan
9. UU No. 2 th. 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
10. Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Serikat Pekerja yg
bersangkutan.

Tujuan Serikat Pekerja


Tujuan serikat pekerja ialah terbinanya pekerja menjadi pekerja yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT, profesional, dihargai harkat dan martabatnya, memiliki daya
tawar yang tinggi, terlindung hak-hak kepentingannya secara adil, terpenuhi kesejahteraannya
serta tumbuhnya rasa persaudaraan yang tinggi diantara pekerja.

Sifat Serikat Pekerja


Serikat pekerja/serikat buruh bebas dalam menentukan asas organisasinya tetapi tidak
boleh menggunakan asas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 dikarenakan Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai sifat antara lain :
1. Bebas ialah sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan kewajibannya, serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak
dibawah pengaruh ataupun tekanan dari pihak manapun.
2. Terbuka ialah dalam menerima anggota ataupun dalam memperjuangkan kepentingan
pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suku bangsa, dan jenis
kelamin.
3. Mandiri ialah dalam mendirikan, menjalankan dan juga mengembangkan organisasi
ditentukan oleh kekuatan sendiri tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.
4. Demokratis ialah dalam melakukan pembentukan organisasi, pemilihan pengurus,
memperjuangkan dan juga melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan
sesuai dengan prinsip demokrasi.
5. Bertanggung jawab ialah untuk mencapai tujuan dan melaksanakan hak dan
kewajibannya, serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh bertanggung jawab kepada anggota, masyarakat, dan negara.

Peranan Serikat Pekerja


Peranan dari serikat buruh/pekerja adalah : 
1. Serikat pekerja mempunyai fungsi Kanalisasi, yaitu fungsi menyalurkan aspirasi,
saran, pandangan, keluhan bahkan tuntutan masing – masing pekerja kepada
pengusaha dan sebaliknya, serikat pekerja berfungsi sebagai saluran informasi yang
lebih efektif dari pengusaha kepada para pekerja;
2. Dengan memanfaatkan jalur dan mekanisme serikat pekerja, pengusaha dapat
menghemat waktu yang cukup besar menangani masalah – masalah ketenagakerjaan,
dalam mengakomodasikan saran – saran mereka serta untuk membina para pekerja
maupun dalam memberikan perintah – perintah, daripada melakukannya secara
individu terhadap setiap pekerja;
3. Penyampaian saran dari pekerja kepada pimpinan perusahaan dan perintah dari
pimpinan kepada para pekerja, akan lebih efektif melalui serikat pekerja, karena
serikat pekerja sendiri dapat menseleksi jenis tuntutan yang realistis dan logis serta
menyampaikan tuntutan tersebut dalam bahasa yang dapat dimengerti dan diterima
oleh direksi dan perusahaan;
4. Dalam manajemen modern yang menekankan pendekatan hubungan antar manusia
( Human Approach ), diakui bahwa hubungan nonformal dan semiformal lebih efektif
atau sangat diperlukan untuk mendukung daripada hubungan formal. Dalam hal ini
serikat pekerja dapat dimanfaatkan oleh pengusaha sebagai jalur hubungan semi
formal;
5. Serikat pekerja yang berfungsi dengan baik, akan menghindari masuknya anasir –
anasir luar yang dapat mengganggu kelancaran proses produksi dan ketenagakerjaan,
jika di suatu perusahaan tidak ada PUK SPSI atau bila PUK SPSI tidak berfungsi
dengan baik, maka anasir luar dengan dalih memperjuangkan kepentingan pekerja
akan mudah masuk mencampuri masalah intern perusahaan. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa campur tangan LSM, LBH dan pihak luar lainnya ke perusahaan
lebih banyak menambah rumitnya persoalan daripada mempercepat penyelesaian
masalah;
6. Mewakili pekerja pada Lembaga Tripartit dan Dewan Pengupahan pada Lembaga
Departemen Tenaga Kerja sesuai tingkatan; 

Penyelesaian Perselisihan Perburuhan


a. Perselisihan dan Undang-undang yang Mengatur Penyelesaiannya
penyelesaian perselisihan perburuhan di Indonesia diatur oleh undang-undang No 2
Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang di undangkan pada
tanggal 14 januari 2004, dan berlaku mulai 14 januari 2005.
Undang-undang no 2 tahun 2004 ini, menggantikan sistem penyelesaian hubungan
industrial yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1957 yaitu dengan diberlakukannya undnag-
undang no 22 tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan.
Dalam undang-undang penyelesaian perselisihan hubungan industrial no 2 tahun
2004, bahwa yang dimaksud dengan perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentagan antara pengusaha dengan pekerja/buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan pemutusan hubungan kerja serta perselisihan
antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan.
Demikian pula dapat diketahui bahwa perselisihan hubungan industrial meliputi:
 Perselisihan hak
 Perselisihan kepentingan
 Perselisihan pemutusan hubungan kerja
 Perselisihan antar serikat buruh dalam satu perusahaan.
Setiap perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih
dahulu melalui perundingan bipartit dan jika perundingan mencapai hasil dibuatkan
persetujuan bersama (PB) dan apabila tidak tercapai kesepakatan maka dapat dilakukan
upaya mediasi, konsiliasi, atau arbitarse.
Apabila penyelesaian dengan cara-cara diatas belum menghasilkan keputusan yang
memuaskan, maka penyelesaian perselisihan industrial dapat dilakukan melalui pengadilan
hubungan industrial, dan penyelesaian pada tingkat kasasi ke Mahkamah Agung.

b. Penyelesaian di Luar Pengadilan Hubungan Industrial


Penyelesaian di Luar Pengadilan Hubungan Industrial dapat dilakukan dengan cara
melalui mediasi, konsiliasi, dan arbiterase.
1. Penyelesaian Melalui Mediasi
Penyelesaian perselisihan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
mediator yang netral. Perselisihan hubungan industrial yang dapat diselesaikan melalui
mediasi adalah:
 Perselisihan hak,
 Perselisihan kepentingan,
 Perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
 Perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan.
2. Penyelesaian Melalui Konsiliasi
Penyelesaian perselisihan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih
mediator yang netral. Waktu penyelesaian melalui konsiliasi adalah 30 hari. Perselisihan
hubungan industrial yang dapat diselesaikan melalui konsiliasi adalah:
 Perselisihan kepentingan,
 Perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
 Perselisihan antar serikat pekerja/buruh dalam satu perusahaan.
3. Penyelesaian Melalui Arbiterase
Tidak semua organisasi mencapai tahap kerjasama yang mulus dan harmonis dan
kondisi yang paling ideal dalam hubungan industrial. Dalam hal ini tidak mungkin tercapai
penyelesaian yang memuaskan dalam perselisihan atau pertikaian perburuhan, masih ada
jalan lain yang dapat ditempuh, yaitu jalan arbiterase.
Yang dimaksud dengan arbiterase ialah dengar pendapat dan penentuan hal yang
dipermasalahkan oleh kedua pehiak yang bertengkar oleh seorang atau beberapa orang yang
dipilih oleh kedua belah pihak yang berengketa sepaham dan sepakat untuk meminta bantuan
arbitrator, kecuali arbiterase itu diharuskan oleh pemerintah. Dalam hal demikian keputusan
arbitrator menjadi bersifat mengikat dan harus ditaati oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Sesungguhnya, arbiterase dapat digunakan untuk menyelesaikan semua jenis
pertikaian dan tidak hanya terbatas pada pertikaian antara pekerja dengan manajemen.
Bahkan kenyataan menunjukkan bahwa arbiterase digunakan dalam tiga bidang utama, yaitu
perdagangan, hubungan antar negara, dan hubungan industrial. Faktor-faktor yang menjadi
penyebab timbulnya perselisihan atau pertikaian yang memerlukan arbiterase dapat beraneka
ragam, seperti: upah dan gaji, jam kerja, syarat-syarat kerja, kesejahteraan sosial para pekerja,
dan lain sebagainya.
Memang masih terdapat cara ketiga yang dapat ditempuh, yaitu membawa masalah
perselisihan itu ke pengadilan perburuhan. Cara ini jarang ditempuh terutama karena alasan
bahwa jika dalam arbiterase penyerahan penyelesaian perselisihan atau pertikaian kepada
arbitrator dilakukan secraa sukarela oleh kedua belah pihak yang berselisih, tidak demikian
halnya dengan pengadilan perburuhan. Artinya, keterlibatan pengadilan perburuhan berarti
perselisihan harus diserahkan oleh kedua belah pihak yang berselisih untuk penyelesaian.
Sehingga keputusan pengadilan harus ditaati dan dilaksanakan.

c. Penyelesaian Perselisihan Melalui Pengadilan Hubungan Industrial


pengadilan hubungan industrial merupakan pengadilan khusus yang berada pada
lingkungan peradilan umum. Pengadilan hubungan industrial bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus:
1) Ditingkat pertama mengenai perselisihan hak,
2) Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan,
3) Ditingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan
4) Ditingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat pekerja/buruh
dalam satu perusahaan.
Putusan pengadilan hubungan industrial mengenai perselisihan hak dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja yang tidak diterima oleh salah satu pihak dapat diajukan kasasi ke
Mahkamah Agung. Penyelesaian di tingkat Mahkamah Agung baik dalam proses kasasi
maupun peninjauan kembali harus selesai selambat-lambatnya 30 hari kerja terhitung sejak
tanggal permohonan kasasi. Dengan ditetapkannya batas waktu penyelesaian perselisihan
hubungan industrial, sebagaimana tercantum dalam undang-undang penyelesaian perselisihan
hubungan industrial no 2 tahun 2004, diharapkan bahwa setiap perselisihan telah memperoleh
kepastian hukum dalam waktu tidak lebih 6 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Dessler, Gary. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia : Human Resource Management
7e, Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 1. Jakarta. PT Prenhallindo.
F.X. Djulmiaji. 2008. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Jakarta. Sinar Grafika
Handoko, T. Hani. 1996. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia.Yogyakarta.
BPFE UGM Yogyakarta.
Malayu Hasibuan. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Bumi Aksara.
Siagian, Sondang P. 1993. Manajemen Sumberdaya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Veithzal, Rivai. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada
Yuniarsih, Tjutju, dan Suwatno. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung.
Alfabeta
http://comisarisorganisasi.blogspot.com/2016/12/pemeliharaan-karyawan.html#more diakses
tanggal 13 juli 2019
http://ardisukma.blogspot.com/2013/07/makalah-kesehatan-dan-keselamatan-kerja.html
diakses tanggal 13 juli 2019
https://www.academia.edu/6553010/KEPUASAN_KERJA_DAN_DISIPLIN_KARYAWAN
diakses tanggal 12 juli 2019
http://riyowansyah.blogspot.com/2014/11/makalah-hubungan-industrial.html diakses tanggal
12 juli 2019
http://allopowae.blogspot.com/2009/12/serikat-peker-ja-bab-i-pendahuluan.html diakses
tanggal 13 juli 2019
http://inspirasipemenang2017.blogspot.com/2017/01/serikat-pekerjaserikat-buruh-dan.html
diakses tanggal 13 juli 2019

Anda mungkin juga menyukai