Anda di halaman 1dari 18

URGENSI PENGATURAN WARALABA DALAM UNDANG-UNDANG

Moch Najib Imanullah


Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
E-mail: imanullahnajib@yahoo.com

Abstract

One of the characteristics of Fundamental Research is provide an explanation a phenomenon. The


purpose of this research is to describe the phenomenon of demand for franchise regulation in
Indonesia. It is a normative legal research in order to examine the principles of law, the
synchronization of law, and legal history. The data used were secondary data came from the primary
and secondary legal materials. Validity of data was done by triangulation of sources and sources
criticism. Data were analyzed using legal interpretation. The result showed that the urgency of setting
a franchise in an act is due to: 1) the content material of franchise have to regulate in an act; 2) to
address the sinchronization issue with the other act; 3) to harmonize the Indonesian franchise act with
the franchise act from the other countries; 4) to fullfill the justice of franchisee and international
franchisor. To realize the franchise act, the Indonesian government advised to make cooperation with
academics, franchise business man, association, and the public to make academic legal drafting based
on academic draft from BPHN with completion in accordance with the dinamics and development of
franchise business in Indonesia.

Keywords: urgency, act, franchise.

Abstrak

Salah satu karakteristik Penelitian Fundamenatal adalah memberikan penjelasan terhadap sebuah
fenomena, maka tujuan penelitian ini diarahkan untuk menjelaskan adanya fenomena permintaan
pengaturan waralaba di Indonesia dalam sebuah undang-undang khusus waralaba. Untuk mencapai
tujuan ini, maka dilakukan penelitian hukum normatif dalam ranah asas-asas hukum, sinkronisasi
hukum, dan sejarah hukum. Data yang dipergunakan adalah data sekunder yang bersumber dari bahan
hukum primer dan bahan sekunder. Kesahihan data dilakukan dengan kritik sumber. Data analisis
dengan cara melakukan penafsiran hukum (gramatikal). Hasil penelitian menunjukkan bahwa urgensi
pengaturan waralaba dalam sebuah undang-undang adalah karena : 1) muatan materinya harus diatur
dalam undang-undang (seperti : asas-asas hukum, kewarganegaraan dan hak-haknya, kelembagaan
negara, dan perpajakan); 2) untuk mengatasi persoalan sinkroniasi dengan undang-undang lain yang
terkait; 3) untuk melakukan harmonisasi peraturan perundang-undangan waralaba Indonesia dengan
undang-undang waralaba khusus negara lain; 4) untuk memenuhi rasa keadilan para pelaku usaha
waralaba khususnya pelaku usaha waralaba internasional (asing maupun warga negara Indonesia).
Untuk merealisasikan undang-undang waralaba, Pemerintah disarankan untuk bekerjasama dengan
akedemisi, kalangan pengusaha waralaba, asosiasi, dan masyarakat luas untuk membuat naskah
akademis undang-undang waralaba berbasis naskah akademis yang telah dihasilkan BPHN dengan
penyempurnaan sesuai dengan dinamika dan perkembangan usaha waralaba di Indonesia.

Kata kunci : urgensi, undang-undang, waralaba.

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 11


A. Pendahuluan Pembentukan Tim Pelaksana Penyusunan
Sepintas kerja-sama di bidang Naskah Akademis Peraturan Perundang-
perdagangan dalam bentuk waralaba tampak undangan Tahun Anggaran 1994/1995,
sederhana. Hanya sebuah sistem bisnis milik tertanggal 18 Juni 1994 bermaksud
pemberi waralaba yang dioperasikan oleh memprogramkannya dalam bentuk Naskah
penerima waralaba. Tetapi di balik itu, Moch Akademis Peraturan Perundang-undangan
Najib Imanullah dalam Jurnal Ilmu Hukum Tentang Usaha Waralaba, dengan tujuan untuk
Yustisia (2008:48) mengemukakan ada mendapatkan gambaran apa saja yang
beberapa persoalan yang perlu mendapat berkaitan dengan masalah perlindungan
perhatian lebih lanjut, seperti persoalan politik, terhadap pengusaha waralaba, pendapat para
sosial, budaya, dan hukum. Faktor hukum pakar ditinjau dari literatur yang ada, baik dari
memberikan kontribusi yang signifikan dalam dalam negeri maupun di luar negeri serta
pelaksanaan waralaba di Indonesia. Pemberi bagaimana negara lain mengatur masalah
dan penerima waralaba akan dihadapkan pada perlindungan tersebut di dalam peraturan
persoalan hukum, khususnya mengenai : perundang-undangannya, sehingga hasilnya
ketentuan-ketentuan dalam perjanjian dapat digunakan oleh Pemerintah dalam
waralaba, hak-hak yang diberikan oleh usahanya mengatur masalah perlindungan
pemberi waralaba kepada penerima waralaba, terhadap usaha waralaba di Indonesia.
kewajiban penerima waralaba terhadap
pemberi waralaba, serta untung ruginya Adapun masalah yang perlu dikaji
mengadakan perjanjian waralaba. Masalah- untuk kemudian dituangkan ke dalam Naskah
masalah tersebut merupakan persoalan krusial, Akademis Peraturan Perundang-undangan
yang apabila tidak diperhatikan dengan tentang Usaha Waralaba ini adalah mengenai
cermat, akan menimbulkan kerugian bagi para unsur-unsur waralaba, terminologi mengenai
pihak. Persoalan hukum juga akan muncul waralaba, asas-asas perjanjian waralaba, hak-
berkaitan dengan formalitas usaha dan hak yang diberikan oleh pemberi waralaba
pelaksanaan kegiatan usaha waralaba. Di sini kepada penerima waralaba (BPHN, 1995:3).
para pihak harus memperhatikan masalah-
masalah seperti: ketentuan apa saja yang harus Khusus mengenai asas, yang
dipatuhi untuk mendirikan usaha waralaba, merupakan ruh dari sebuah undang-undang,
masalah tenaga kerja, masalah pembagian direkomendasikan bahwa asas-asas yang tepat
keuntungan terutama apabila dikaitkan dengan untuk peraturan perjanjian waralaba, adalah :
ketentuan perpajakan, masalah tanggung asas kemitraan, asas pikul bareng, asas
jawab apabila dalam pelaksanaan usaha informatieplicht, asas confidential, asas itikad
waralaba merugikan orang lain. Selain itu, baik, asas berwawasan lingkungan
pemberi waralaba maupun penerima waralaba (BPHN,1995:13-14). Asas-asas ini harus
juga akan menghadapi masalah penyelesaian dituangkan secara jelas dalam klausul
sengketa antara mereka. perjanjian yang berkategori klausul
transaksional dan klausul spesifik, karena
Sejak berkembangnya usaha tidak adanya asas-asas tersebut maka
waralaba di Indonesia, para pelaku usaha perjanjian waralaba dapat batal demi hukum
waralaba telah berharap agar Pemerintah atau dapat dibatalkan (Moch Najib Imanullah
segera mengatur usaha waralaba di Indonesia dan Mohammad Hanapi Mohammad, 2010:17-
ke dalam sebuah undang-undang agar dapat 18).
memberikan perlindungan usaha dan kepastian
berusaha. Merespon kebutuhan ini, maka Dengan adanya perjanjian waralaba
Badan Pembinaan Hukum Nasional, maka akan mengakibatkan adanya pemberian
Departemen Kehakiman dalam Tahun hak untuk menggunakan sistem waralaba yang
Anggaran 1994/ 1995 dengan Keputusan bersangkutan, yang dikenal dengan waralaba
Menteri Kehakiman RI Nomor: G- lisensi. Pemberian hak dengan nama lisensi
104.PR.09.03 Tahun 1994 Tentang waralaba dari pemberi waralaba kepada
penerima waralaba, maka pokok-pokok hak

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 12


yang diberikan perlu diatur di dalam peraturan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Di sini
perundang-undangan tentang perjanjian akan potensial muncul pengaturan yang
waralaba, misalnya masalah: hak untuk berbeda, akan terjadi permasalahan dalam
berusaha dalam bisnis yang sama, hak untuk sinkronisasi hukum vertikal, dan akan
menggunakan identitas perusahaan, pemberian merugikan sektor usaha waralaba karena
bantuan operasional, pemberian wilayah usaha peraturan yang ada baru Peraturan Pemerintah,
dan jumlah perusahaan, serta perlindungan Peraturan Menteri, dan Peraturan Direktur
teritorial terhadap persaingan antar pemberi Jenderal.
waralaba (BPHN,1995:15-25). Selain Di itu
juga perlu dipikirkan masalah tangung jawab Perkembangan waralaba di
siapa yang harus mendaftarkan merek pemberi Indonesia saat ini telah mengalami kemajuan
waralaba, karena paling tidak di sini telah yang sangat pesat. Banyak pemberi waralaba
terjadi pemberian lisensi, yaitu pihak yang satu nasional yang telah melakukan pengembangan
memperbolehkan pihak yang lain untuk usaha waralabanya ke luar negeri, ke negara-
melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, negara yang telah memiliki undang-undang
misalnya menggunakan nama dagang/merek waralaba, seperti Malaysia misalnya yang
(Agus Mardianto,2011:447). telah memiliki Franchise Act/1998.
Permasalahan yang timbul adalah apabila
Undang-Undang tentang waralaba terjadi pengaturan yang berbeda, maka akan
perlu mengatur masalah pembatalan perjanjian cukup sulit untuk melakukan harmonisasi
waralaba, misalnya pemberi waralaba berhak pengaturan karena derajat peraturan
membatalkan perjanjian waralaba melalui perundang-undangan waralaba di Indonesia
pemberitahuan tertulis (BPHN, 1995:43). lebih rendah.
Pelaksanaan perjanjian dengan baik
merupakan tujuan akhir dari kerja-sama bisnis B. Metode Penelitian
pemberi waralaba yang bersangkutan. Namun Penelitian ini merupakan penelitian
demikian dalam kerja sama itu bukan tidak hukum normatif, dalam ranah asas-asas
mungkin akan terjadi perselisihan yang hukum, taraf sinkronisasi hukum, dan sejarah
diawali dengan tidak terlaksananya perjanjian hukum (Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,
itu dengan baik. Apabila terjadi perselisihan 2007:62-88). Sebagaimana karakteristik
antara pihak pemberi waralaba dengan pihak Penelitian Fundamental maka penelitian ini
penerima waralaba, sebaiknya peraturan bertujuan untuk menjelaskan fenomena
perundang-undangan tentang perjanjian (eksplanatoris) urgensi pengaturan usaha
waralaba sudah memberi rambu, misalnya hal waralaba di Indonesia dalam bentuk undang-
itu harus diselesaikan melalui arbitrase, pilihan undang. Data yang dipergunakan adalah data
hukum, pilihan forum, atau bahkan dengan sekunder, yang bersumber dari bahan hukum
pemecahan sengketa secara sederhana. primer (peraturan perundang-undangan yang
mengatur waralaba dan yang terkait dengan
Sampai dengan saat ini, naskah waralaba), dan bahan hukum sekunder (jurnal
akademik rancangan undang-undang waralaba dan buku teks yang mengkaji waralaba).
tersebut belum ditindaklanjuti. Padahal materi Instrumen pengumpulan data menggunakan
pengaturan waralaba tersebut bersinggungan identifikasi isi. Untuk menjamin kesahihan
erat dengan beberapa undang-undang yang data dipergunakan trianggulasi sumber (M.
sudah ada, seperti undang-undang di bidang Puvenesvary, et.all.,2008:107) dan kritik
Hak Kekayaan Intelektual (HKI), seperti sumber. Data yang telah terkumpul kemudian
Undang-Undang Paten, Undang-Undang dianalisis dengan melakukan penafsiran
Merek, Undang-Undang Desain Industri, hukum, yaitu penafsiran gramatikal (Yudha
Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Bhakti Ardhiwisastra,2000:9).
Rahasia Dagang. Selain itu juga berkaitan erat
dengan Undang-Undang Persaingan Usaha,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan
C. Hasil Penenlitian dan Pembahasan

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 13


Pelan tapi pasti, waralaba sudah 4. Hal yang berkaitan dengan pengakhiran
menjadi trend besar dalam strategi percepatan perjanjian kerjasama dari masing-masing
pertumbuhan bisnis. Melalui pola waralaba pihak”.
banyak brand lokal dan asing tumbuh jadi Sedangkan ”substansi atau muatan
besar. Pasalnya waralaba pada hakekatnya materi dalam klausul-klausul yang terdapat
merupakan sebuah konsep pemasaran dalam dalam suatu perjanjian waralaba, baik
rangka memperluas jaringan usaha secara internasional maupun domestik, umumnya
cepat dan murah (Redaksi Majalah Info meliputi (Adrian Setiadi, 2008:83-89):
Franchise,2009:7). Konsep bisnis waralaba ini ketentuan umum; prasyarat perjanjian;
banyak digunakan pada bisnis food and pembelian waralaba; pembatasan penggunaan
beverages yaitu sebanyak 42,9%, industri hak waralaba; pembayaran biaya waralaba;
pendidikan 17,8%, jasa 10,2%, ritel 5,6%, jasa yang diberikan oleh pemberi waralaba;
kecantikan dan kesehatan 19,2%, dan sekitar keseragaman dan standardisasi operasional;
19,2% industri lainnya (Tri Raharjo dan promosi. pelatihan; eksklusivitas; jangka
Rofian Akbar,2008:1-2). waktu perjanjian; pemilihan lokasi; hak untuk
memeriksa dan mengaudit; prosedur
Waralaba merupakan bisnis yang pelaporan; prinsip tanpa persaingan;
berbasis hubungan kontraktual, yaitu kerahasiaan produk atau sistem; perizinan dan
berdasarkan kontrak atau perjanjian antara administrasi; karyawan dan tenaga kerja;
pemberi waralaba dengan penerima waralaba asuransi; jaminan terhadap tuntutan hukum
setelah mempelajari prospektus yang dan kerugian; pajak; pengalihan hak;
ditawarkan oleh pemberi waralaba. Secara kedudukan berdiri sendiri; wanprestasi;
garis besar, pada umumnya ”perjanjian perpanjangan perjanjian; penghentian atau
waralaba memuat hal-hal sebagai berikut berakhirnya perjanjian; pilihan forum dan
(Adrian Sutedi, 2008:82). jurisdiksi hukum; amandemen perjanjian dan
pelepasan hak; ganti kerugian; force majeure ;
1. Hak yang diberikan oleh pemberi keterpisahan; wewenang untuk terikat dalam
waralaba kepada penerima waralaba. Hak kontrak; penyelesaian sengketa; surat-
yang diberikan meliputi antara lain menyurat; interasi kontrak.”.
penggunaan metode atau resep yang
khusus, penggunaan merek dan/atau Pada umumnya, klausul-klausul
nama dagang, jangka waktu hak tersebut perjanjian tersebut telah dirancang oleh
dan perpanjangannya, serta wilayah pemberi waralaba, dan hampir dapat dikatakan
kegiatan dan hak yang lain sehuhungan bahwa ada beberapa klausul krusial yang harus
dengan pembelian kebutuhan operasi bila dikaji dan dicermati oleh calon penerima
ada. waralaba (Moch. Basarah dan M. Faiz
2. Kewajiban dari penerima waralaba Mufidin, 2008:53-64), yaitu: nama dagang
sebagai imbalan atas hak yang diterima atau merek dagang; rahasia dagang; bantuan-
dari kegiatan yang dilakukan oleh bantuan teknis operasional; pembelian bahan-
pemberi waralaba pada saat penerima bahan dan peralatan; pengawasan kualitas
waralaba memulai usaha, maupun selama produk; jangka waktu; pengalihan waralaba;
menjadi anggota dari sistem waralaba. pemutusan perjanjian; perjanjian untuk tidak
3. Hal yang berkaitan dengan kasus berkompetisi dengan pemberi waralaba”.
penjualan hak penerima waralaba kepada
pihak lain. Apabila penerima waralaba Bambang N. Rachmadi (2007:49),
tidak ingin meneruskan sendiri usaha menggarisbawahi pentingnya pengaturan
tersebut dan ingin menjualnya kepada perjanjian waralaba bagi waralaba nasional.
pihak lain, maka suatu tata cara perlu Hal ini dikarenakan: tidak semua pemberi
disepakati sebelumnya. waralaba memiliki reputasi yang baik. Tidak
sedikit pemberi waralaba yang menipu, salah
manajemen, ingkar janji (wanprestasi), atau

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 14


memberikan informasi yang tidak Undang-undang Hukum Perdata
benar/menyesatkan. Banyak pula pemberi (KUHPerdata). Perjanjian waralaba harus
waralaba yang lebih giat menjual waralaba- memenuhi syarat sahnya perjanjian
nya atau mencari penerima waralaba daripada sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
menjual produk atau jasa. Akibatnya, KUHPerdata. Pasal ini mensyaratkan untuk
seringkali terjadi perselisihan antara pemberi sahnya sebuah perjanjian maka harus
waralaba dengan penerima waralaba, yang memenuhi persyaratan: sepakat para pihak
berujung pada penutupan suatu gerai secara yang membuat perjanjian, para pihak cakap
paksa, penghentian kontrak, penggantian nama untuk melakukan perbuatan hukum, adanya
merek, penggunaan merek yang ada dengan hal tertentu sebagai objek perjanjian, dan
sedikit modifikasi, bahkan ada yang sampai ke kausa halal yang menjadi dasar pembuatan
pengadilan. Oleh karenanya, perlu ada perjanjian. Perjanjian waralaba yang telah
kejelasan dalam perjanjian tentang hak dan dibuat secara sah tersebut akan berlaku
kewajiban serta kesamaan pemahaman atas sebagai undang-undang bagi para pihak yang
setiap butir perjanjian agar tidak terjadi membuatnya, yaitu bagi pemberi waralaba
kesalahpahaman dan salah tafsir. maupun penerima waralaba, dan tidak dapat
ditarik kembali selain dengan kesepakatan
Selain perjanjian waralaba, dalam kedua belah pihak atau karena alasan-alasan
usaha waralaba terdapat perjanjian-perjanjian yang oleh undang-undang dinyatakan cukup
lain yang berkaitan dengan waralaba. Adrian untuk itu. Perjanjian waralaba tersebut juga
Sutedi (2008:95) mengidentifikasi dan harus dilaksanakan dengan itikad baik
menginventarisasi ”adanya perjanjian lain (ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata).
yang terbit dengan waralaba yaitu : Perjanjian Perjanjian waralaba yang telah dibuat dan
tentang utang-piutang. Penyewaan tempat ditandatangani para pihak, yaitu pemberi
usaha. Perjanjian pembangunan tempat usaha. waralaba dan penerima waralaba, harus
Penyewaan peralatan ”. didaftarkan ke Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia. Pendaftaran perjanjian
Dari pemaparan dan kajian waralaba tersebut menjadi kewajiban pihak
mengenai perjanjian waralaba dapat penerima waralaba.
disimpulkan (Hadi Setia Tunggal, 2006:34-35)
”bahwa : Dari kajian yang telah dipaparkan
tersebut terlihat bahwa pengaturan perjanjian
1. Perjanjian waralaba merupakan suatu waralaba merupakan hal yang sangat penting
perjanjian yang mendokumentasikan bagi para pelaku usaha waralaba, baik pelaku
hubungan hukum tentang kewajiban usaha waralaba nasional maupun pelaku usaha
yang ada antara pemberi waralaba waralaba internasional yang menjalankan
dengan penerima waralaba. usaha waralabanya di Indonesia. Namun
2. Perjanjian waralaba mempunyai tiga demikian, pengaturan perjanjian waralaba
fungsi utama, yaitu : tersebut baru diatur dalam Peraturan
a. Menetapkan secara tertulis apa Pemerintah yang kemudian dilaksanakan oleh
yang disetujui antara kedua pihak Peraturan Menteri Perdagangan. Hal ini
(pemberi waralaba dan penerima tentunya akan menimbulkan kegamangan bagi
waralaba) untuk menghindari para pelaku usaha waralaba, khususnya dalam
sengketa di kemudian hari; hal pemberian perlindungan usaha dan
b. Melindungi hak-hak pemberi kepastian berusaha, karena Peraturan
waralaba. Pemerintah sifatnya hanya melaksanakan
c. Menetapkan peraturan yang kedua ketentuan Undang-Undang, dan Peraturan
pihak setuju untuk dijalankan ”. Pemerintah merupakan peraturan perundang-
Perjanjian waralaba termasuk jenis undangan yang bersifat
perjanjian baru, yang juga tunduk pada administratiefrechtelijk (Bagir Manan,
ketentuan-ketentuan hukum perjanjian 2004:218). Dengan demikian, Peraturan
sebagaimana diatur dalam Buku III Kitab

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 15


Pemerintah fungsinya adalah penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran
menyelenggarakan pengaturan lebih lanjut distribusi perusahaannya kepada penerima
untuk melaksanakan undang-undang waralaba dengan disertai bantuan bimbingan
sebagaimana mestinya, baik yang dinyatakan manajemen.
secara tegas maupun tidak (HAS Natabaya,
2008: 156). Setelah keluarnya Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil,
Apabila diteliti, Peraturan Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah yang mengatur waralaba, sejak Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 Waralaba, dengan tujuan untuk lebih
dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun memperluas kesempatan kerja dan kesempatan
2007, hanya mempunyai rujukan pada satu berusaha, serta sebagai upaya untuk
pasal dalam Undang-Undang Usaha Kecil meningkatkan pelaksanaan alih teknologi. Di
yang kemudian diperbarui dalam Undang- samping itu, Peraturan Pemerintah ini juga
Undang Usaha Mikro Kecil–Menengah, yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian
keduanya hanya mengatur bahwa waralaba usaha dan kepastian hukum bagi dunia usaha
merupakan salah satu bentuk kemitraan usaha. yang menjalankan usaha waralaba, dan
Padahal, cakupan pengaturan usaha waralaba sebagai payung hukum bagi Pemerintah untuk
jauh lebih luas daripada sekedar mengatur soal mengatur, membina, dan mengembangkan
kemitraan. Di sini terlihat adanya sebuah waralaba di Indonesia.
kebutuhan untuk pengaturan waralaba dalam
sebuah undang-undang. Hal ini dikarenakan Dalam Peraturan Pemerintah ini,
undang-undang merupakan peraturan yang yang dimaksud dengan waralaba adalah
bersifat mengatur segala gejala kehidupan perikatan dengan salah satu pihak diberikan
bernegara, bermasyarakat, atau individual. hak untuk memanfaatkan dan atau
Secara materiil, segala gejala kehidupan menggunakan Hak Kekayaan Intelektual
bermasyarakat, atau individual dapat diatur (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha
dengan undang-undang (Bagir Manan, yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan
2004:223). berdasarkan persyaratan dan atau penjualan
barang dan/atau jasa (Pasal 1). Lebih lanjut,
Istilah waralaba secara yuridis Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997
formal ditemukan dalam Undang-Undang tentang Waralaba ini mengatur bahwa sebelum
Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, membuat perjanjian, pemberi waralaba wajib
pada ketentuan yang membahas mengenai menyampaikan keterangan kepada penerima
penataan kemitraan usaha antara usaha kecil waralaba secara tertulis dan benar sekurang-
dengan usaha menengah dan besar. Kemitraan kurangnya mengenai: pemberi waralaba
yang dimaksud di sini adalah kerjasama usaha berikut keterangan mengenai kegiatan
yang disertai dengan pembinaan dan usahanya; HKI atau penemuan atau ciri khas
pengembangan oleh usaha menengah atau usaha yang menjadi obyek waralaba;
usaha besar, kepada usaha kecil, dengan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi
memperhatikan prinsip saling memerlukan, penerima waralaba; bantuan atau fasilitas yang
saling memperkuat, dan saling ditawarkan pemberi waralaba kepada
menguntungkan. Kemitraan tersebut penerima waralaba; pengakhiran, pembatalan,
dilaksanakan dengan pola: intiplasma, sub- dan perpanjangan waralaba serta hal-hal lain
kontrak, dagang umum, waralaba, keagenan, yang perlu diketahui penerima waralaba dalam
dan bentuk-bentuk lain (Pasal 27). rangka pelaksanaan perjanjian waralaba.
Dalam hal penyampaian keterangan tersebut,
Dalam penjelasan Pasal 27 pemberi waralaba wajib memberikan waktu
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 dapat yang cukup kepada penerima waralaba untuk
diketahui bahwa yang dimaksud dengan pola meneliti informasi yang diberikan oleh
waralaba adalah hubungan kemitraan yang di pemberi waralaba. Adanya ketentuan ini
dalamnya pemberi waralaba memberikan hak

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 16


dimaksudkan agar pemberi waralaba dan selalu sama, baik finansial, personal, maupun
penerima waralaba memiliki dasar awal yang natural serta yang terakhir teknologi
kuat dalam melakukan kegiatan waralaba (Gunawan Widjaja, 2011:26).
secara sehat dan terbuka.
Dalam rangka pelaksanaan
Politik hukum untuk menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997
waralaba sebagai instrumen untuk tentang Waralaba, dan untuk meningkatkan
memberdayakan usaha kecil, dapat terlihat peranan dan keikutsertaan masyarakat luas
dari ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah dalam usaha waralaba, maka ditetapkan
Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba, yang Keputusan Menteri Perindustrian dan
mengamanatkan kepada pemberi waralaba dan Perdagangan Republik Indonesia tentang
penerima waralaba untuk mengutamakan Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
penggunaan barang dan atau bahan hasil Pendaftaran Usaha Waralaba, yang tertuang
produksi dalam negeri sebanyak-banyaknya dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan
sepanjang memenuhi standar mutu barang dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
jasa yang disediakan dan atau dijual 259/MPP/Kep/7/1997, tertanggal 30 Juli 1997.
berdasarkan perjanjian waralaba. Di samping Hal baru dan sangat penting yang diatur dalam
itu, pemberi waralaba wajib memberikan Keputusan Menteri ini adalah pengaturan
pembinaan, bimbingan, dan pelatihan kepada mengenai klausul minimal yang harus ada
penerima waralaba. Keberpihakan kepada dalam sebuah perjanjian waralaba. Dalam
usaha kecil dalam pelaksanaan usaha waralaba Keputusan Menteri ini ditegaskan bahwa
juga tercermin dari ketentuan Pasal 6 perjanjian waralaba tersebut berlaku untuk
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 jangka waktu lima tahun. Di samping itu,
tentang Waralaba, yang mengatur bahwa apabila pemberi waralaba berasal dari luar
usaha waralaba dapat diselenggarakan untuk negeri, harus mempunyai bukti legalitas dari
dan di seluruh wilayah Indonesia, dan instansi berwenang di negara asalnya dan
pelaksanaannya dilakukan secara bertahap diketahui oleh Pejabat Perwakilan Republik
dengan memperhatikan perkembangan sosial Indonesia setempat.
dan ekonomi dan dalam rangka pengembangan
usaha kecil dan menengah. Pada prinsipnya, Memasuki tahun 2000 waralaba
penyelenggaraan waralaba dilakukan secara menunjukkan kemajuan yang signifikan.
bertahap terutama di ibukota propinsi. Banyak waralaba internasional yang
Pengembangan waralaba di luar ibukota memasuki pasar Indonesia. Keadaan ini
propinsi, seperti di ibukota kabupaten/kota dan mendorong tumbuhnya waralaba nasional,
tempat-tempat tertentu lainnya yang sehingga mendorong Pemerintah untuk
memerlukan kehadiran jasa waralaba membina pengusaha kecil dan menengah
dilakukan secara bertahap dan dengan untuk menjadi penerima waralaba maupun
memperhatikan keseimbangan antara pemberi waralaba yang mampu bersaing di
kebutuhan usaha dan tingkat pertumbuhan pasar dalam negeri maupun pasar
sosial dan ekonomi terutama dalam rangka internasional. Pemerintah merasa perlu untuk
pengembangan usaha kecil dan menengah di mengeluarkan peraturan baru mengenai
wilayah bersangkutan. waralaba khususnya yang berkaitan dengan
pendaftaran usaha waralaba dan pembinaan
Keberpihakan terhadap usaha kecil usaha waralaba. Untuk itu dikeluarkan
dalam usaha waralaba tersebut layak untuk Peraturan Menteri Perdagangan Republik
dilakukan mengingat adanya fakta bahwa Indonesia Nomor 12/M-DAG/PER/3/2006
dalam dunia usaha tidak mungkin semua tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan
pelaku usaha memiliki kemampuan dan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.
sumber daya yang sama sehingga mereka
dapat melakukan persaingan usaha dengan Dalam Peraturan Menteri
sempurna. Penyebaran sumber daya tidak Perdagangan ini pengertian waralaba
mengalami perubahan apabila dibandingkan

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 17


dengan peraturan sebelumnya. Di sini tertib usaha dengan cara waralaba, serta
waralaba diberi pengertian sebagai perikatan meningkatkan kesempatan usaha nasional,
antara pemberi waralaba dengan penerima maka Pemerintah menetapkan Peraturan
waralaba dengan penerima waralaba diberikan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
hak untuk menjalankan usaha dengan Waralaba. Peraturan Pemerintah ini juga
memanfaatkan dan/atau menggunakan Hak dimaksudkan untuk mengganti Peraturan
Kekayaan Intelektual atau penemuan atau ciri Pemerintah Nomor 16 tahun 1997 tentang
khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba Waralaba.
dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan
yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan Dalam Peraturan Pemerintah
sejumlah kewajiban menyediakan dukungan Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba,
konsultasi operasional yang pengertian waralaba mengalami perubahan
berkesinambungan oleh pemberi waralaba yang fundamental dan menyertakan adanya
kepada penerima waralaba. kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah usaha
dapat dikatakan sebagai waralaba. Pasal 1
Perkembangan usaha waralaba di mengatur bahwa yang dimaksud dengan
Indonesia yang semakin pesat, menjadi waralaba yaitu hak khusus yang dimiliki oleh
pertimbangan pemerintah untuk memperbaiki orang perseorangan atau badan usaha terhadap
peraturan perundang-undangan waralaba. Hal sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam
ini dikarenakan adanya masukan-masukan dari rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang
para pelaku usaha waralaba bahwa peraturan telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan
yang sudah ada kurang mengakomodasi dan/atau digunakan oleh pihak lain
kebutuhan mereka dan ada yang merasakan berdasarkan perjanjian waralaba. Dalam
bahwa peraturan yang sudah ada tersebut ketentuan ini terlihat bahwa waralaba adalah
kurang memberikan rasa keadilan bagi hak khusus, bukan lagi sebagai perikatan
pemberi waralaba, khususnya pemberi sebagaimna diatur dalam peraturan perundang-
waralaba internasional. Mereka menilai undangan sebelumnya. Hak khusus dalam
peraturan waralaba yang sudah ada cenderung Peraturan Pemerintah ini muncul berdasarkan
untuk memberikan perlindungan lebih kepada perjanjian waralaba.
penerima waralaba dan pengusaha kecil
Indonesia, sehingga memberi beban yang berat Pasal 3 mengatur bahwa untuk
kepada mereka. dapat disebut sebagai waralaba, maka harus
memenuhi kriteria: Pertama, memiliki ciri
Beberapa hal yang mereka rasakan khas usaha, yaitu suatu usaha yang memiliki
tidak adil adalah perjanjian waralaba harus keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah
dibuat dalam bahasa Indonesia dan ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis,
terhadapnya berlaku hukum Indonesia. Di sini dan membuat konsumen selalu mencari ciri
mereka merasakan tidak adanya pilihan khas dimaksud. Misalnya sistem manajemen,
hukum, sehingga akan mengancam rasa cara penjualan dan pelayanan, atau penataan
keadilan mereka. Ketentuan harus atau cara distribusi yang merupakan
menggunakan bahan yang dihasilkan usaha karakteristik khusus dari pemberi waralaba.
kecil dari dalam negeri, mereka rasakan Kedua, terbukti sudah memberikan
sebagai beban berat karena bahan yang mereka keuntungan, dengan merujuk pada pengalaman
datangkan dari negara asal mereka merupakan pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang
salah satu ciri khusus atau kehasan usaha lebih lima tahun dan telah mempunyai kiat-
waralaba mereka. Ketentuan ini juga akan kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah
mengurangi keuntungan yang seharusnya dalam perjalanan usahanya, dan terbukti
dapat mereka peroleh. dengan masih bertahan dan bekembangnya
usaha tersebut dengan menguntungkan.
Atas dasar pertimbangan untuk Ketiga, memiliki standar atas pelayanan dan
mengakomodasi kepentingan para pelaku barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang
usaha waralaba, untuk lebih meningkatkan

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 18


dibuat secara tertulis. Maksudnya, agar tersebut dengan seksama sebelum sampai pada
penerima waralaba dapat melaksanakan usaha keputusan untuk membeli waralaba yang
dalam kerangka kerja yang jelas dan sama. ditawarkan tersebut. Prospektus ini juga dapat
Keempat, mudah diajarkan dan diaplikasikan. dipakai oleh calon penerima waralaba untuk
Dengan kata lain mudah dilaksanakan, menilai, apakah pemberi waralaba cukup
sehingga penerima waralaba yang belum berhasil atau tidak, tersandung masalah hukum
memiliki pengalaman atau pengetahuan atau tidak, usahanya legal atau tidak, dan yang
mengenai usaha sejenis dapat paling penting adalah untuk mengetahui
melaksanakannya dengan baik sesuai waralaba yang ditawarkan prospektif dan akan
bimbingan operasional dan manajemen yang memberikan keuntungan atau tidak. Dengan
berkesinambungan yang diberikan oleh prospektus yang jujur, maka dapat dihindari
pemberi waralaba. Kelima, adanya dukungan upaya-upaya dari pemberi waralaba untuk
yang berkesinambungan., yaitu dukungan dari menipu atau menjebak calon penerima
pemberi waralaba kepada penerima waralaba waralaba, sehingga pada akhirnya akan
secara terus menerus seperti bimbingan merugikan penerima waralaba.
operasional, pelatihan, dan promosi. Keenam,
HKI yang telah terdaftar, yaitu HKI yang Apabila calon penerima waralaba
terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, menyetujui penawaran waralaba tersebut,
paten dan rahasia dagang, sudah didaftarkan maka pemberi waralaba dan penerima
dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam waralaba akan membuat dan menandatangani
proses pendaftaran di instansi yang perjanjian waralaba. Dalam rangka melindungi
berwenang. kepentingan para pihak dan penyetaraan hak
dan kewajiban pemberi waralaba dan penrima
Kegiatan usaha waralaba di waralaba, maka Pasal 5 Peraturan Pemerintah
Indonesia diselenggarakan berdasarkan Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba,
perjanjian tertulis antara pemberi waralaba mengatur bahwa perjanjian waralaba paling
dengan penerima waralaba dengan sedikit memuat klausula: nama dan alamat
memperhatikan hukum Indonesia. Dalam hal para pihak; jenis HKI; hak dan kewajiban para
perjanjian tersebut ditulis dalam bahasa asing, pihak; bantuan, fasilitas, bimbingan
perjanjian harus diterjemahkan ke dalam operasional, pelatihan dan pemasaran yang
bahasa Indonesia (Pasal 4). Sebelum diberikan pemberi waralaba kepada penerima
perjanjian waralaba dibuat, Peraturan waralaba; wilayah usaha; jangka waktu
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang perjanjian; kepemilikan, perubahan
Waralaba mewajibkan kepada pemberi kepemilikan dan ahli waris; penyelesaian
waralaba untuk memberikan prospektus sengketa; dan tata cara perpanjangan,
penawaran waralaba kepada calon penerima pengakhiran dan pemutusan perjanjian. Selain
waralaba pada saat melakukan penawaran. itu, perjanjian waralaba juga dapat memuat
Penawaran ini paling sedikit harus memuat: klausula pemberian hak bagi penerima
data identitas pemberi waralaba, legalitas waralaba untuk menunjuk penerima waralaba
usaha pemberi waralaba, sejarah kegiatan lain, dengan ketentuan penerima waralaba
usaha, struktur organisasi pemberi waralaba, yang diberi hak untuk menunjuk penerima
laporan keuangan dua tahun terakhir, jumlah waralaba lain, harus memiliki dan
tempat usaha, daftar penerima waralaba, hak melaksanakan sendiri paling sedikit satu
dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima tempat usaha waralaba.
waralaba (Pasal 7).
Sebuah perjanjian waralaba akan
Prospektus tersebut harus menimbulkan hak dan kewajiban bagi pemberi
disampaikan pemberi waralaba kepada waralaba dan penerima waralaba. Meskipun
penerima waralaba dalam tenggang waktu ada asas kebebasan berkontrak, Peraturan
yang cukup, sehingga calon penerima Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang
waralaba dapat mempelajari prospektus Waralaba ini mengatur adanya beberapa

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 19


kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para negeri dan luar negeri; bantuan konsultasi
pihak. Dalam Pasal 8 ditegaskan bahwa melalui klinik bisnis; penghargaan kepada
pemberi waralaba wajib memberikan pemberi waralaba lokal terbaik, dan batuan
pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan perkuatan modal antara lain kemudahan
operasional manajemen, pemasaran, penelitian mendapat fasilitas kredit dan mendapatkan
dan pengembangan kepada penerima waralaba bunga rendah.
secara berkesinambungan, termasuk
melakukan pengendalian mutu dan evaluasi Pasal 13 Peraturan Pemerintah
terhadap bisnis yang dilakukan oleh penerima Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
waralaba. mengamanatkan ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara pendaftaran waralaba akan
Selain kewajiban tersebut, pemberi diatur dengan Peraturan Menteri. Setelah
waralaba dan penerima waralaba mempunyai menunggu beberapa lama, Pemerintah
kewajiban untuk mengutamakan penggunaan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan
barang dan/atau jasa hasil produksi dalam Republik Indonesia Nomor: 31/M-
negeri sepanjang memenuhi standar mutu DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan
barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara Waralaba.
tertulis oleh pemberi waralaba. Pemberi
waralaba harus bekerjasama dengan Sebelum sampai pada pengaturan
pengusaha kecil dan menengah di daerah perjanjian waralaba, Keputusan Menteri
setempat sebagai penerima waralaba atau Perdagangan ini mengatur dan menjelaskan
pemasok barang dan/atau jasa sepanjang lebih lanjut mengenai isi prospektus
memenuhi ketentuan persyaratan yang penawaran waralaba sebagai berikut.
ditetapkan oleh pemberi waralaba (Pasal 9).
Ketentuan ini dimaksudkan untuk 1. Data identitas pemberi waralaba,
meningkatkan penggunaan produk dalam yaitu fotokopi kartu tanda
negeri dan tidak menggunakan produk luar penduduk atau paspor pemilik
negeri sepanjang tersedia produk pengganti usaha apabila perseorangan, dan
dari dalam negeri dan memenuhi standar mutu fotokopi kartu tanda penduduk
produk yang dibutuhkan. atau paspor para pemegang
saham, komisaris, dan direksi
Perjanjian waralaba yang telah apabila berupa badan usaha.
disepakati para piahak, yaitu pemberi waralaba 2. Legalitas usaha waralaba, yaitu
dan penerima waralaba, wajib didaftarkan. izin usaha teknis seperti surat
Kewajiban mendaftarkan perjanjian waralaba izin usaha perdagangan (SIUP),
ini menjadi kewajiban penerima waralaba, izin tetap usaha pariwisata, surat
atau dapat dilakukan oleh pihak lain yang izin pendirian satuan pendidikan,
diberi kuasa (Pasal 11). Sementara itu, atau izin usaha yang berlaku di
pendaftaran prospektus penawaran waralaba negara pemberi waralaba.
menjadi kewajiban pemberi waralaba, atau 3. Sejarah kegiatan usahanya, yaitu
dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi uraian yang mencakup antara
kuasa (Pasal 10). lain mengenai pendirian usaha,
dan pengembangan usaha.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 4. Struktur organisasi pemberi
Tahun 2007 tentang Waralaba mengatur pula waralaba, yaitu struktur
kewajiban pembinaan yang harus dilakukan organisasi usaha pemberi
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. waralaba mulai dari komisaris,
Kewajiban pembinaan ini (Pasal 14) berupa pemegang saham dan direksi
pemberian: pendidikan dan pelatihan sampai ke tingkat operasional
waralaba; rekomendasi untuk memanfaatkan termasuk dengan penerima
sarana pemasaran; rekomendasi untuk waralabanya.
mengikuti pameran waralaba baik di dalam

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 20


5. Laporan keuangan dua tahun dalam usaha waralaba tersebut dapat dilihat
terakhir, yaitu laporan keuangan dalam ketentuan yang mengatur bahwa
atau neraca keuangan perusahaan waralaba diselenggarakan berdasarkan
waralaba dua tahun berturut-turut perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dan
dihitung mundur dari waktu penerima waralaba dan mempunyai
permohonan prospektus kedudukan hukum yang setara dan terhadap
waralaba. mereka berlaku hukum Indonesia (Pasal 5).
6. Jumlah tempat usaha, yaitu gerai
usaha waralaba sesuai dengan Perjanjian tersebut harus sudah
kabupaten/kota domisili untuk diserahkan kepada calon penerima waralaba
pemberi waralaba dalam negeri paling singkat dua minggu sebelum
dan sesuai dengan negara penandatanganan perjanjian. Dalam hal
domisili gerai untuk pemberi perjanjian ditulis dalam bahasa asing, maka
waralaba luar negeri. perjanjian harus diterjemahkan ke dalam
7. Daftar penerima waralaba, yaitu bahasa Indonesia. Perjanjian tersebut memuat
daftar nama dan alamat paling sedikit klausula mengenai:
perusahaan dan/atau
perseorangan sebagai penerima 1. Nama dan alamat para pihak, yaitu
waralaba dan perusahaan yang nama dan alamat jelas perusahaan
membat prospektus penawaran dan nama dan alamat jelas
waralaba baik yang berdomisili pemilik/penanggungjawab
di Indonesia maupun di luar perusahaan yang mengadakan
negeri. perjanjian yaitu pemberi waralaba
8. Hak dan kewajiban pemberi dan penerima waralaba.
waralaba dan penerima waralaba, 2. Jenis HKI, yaitu jenis HKI pemberi
yaitu hak yang dimiliki baik oleh waralaba seperti merek dan logo
pemberi waralaba maupun perusahaan, desain gerai, sistem
penerima waralaba, seperti manajemen, pemasaran, atau racikan
pemberi waralaba berhak bumbu masakan yang diwaralabakan.
menerima uang waralaba dan 3. Kegiatan usaha, yaitu kegiatan usaha
royalti dari penerima waralaba, yang diperjanjikan, seperti
dan selanjutnya pemberi perdagangan eceran/ritel, pendidikan,
waralaba berkewajiban restoran, apotek, atau bengkel.
memberikan pembinaan secara 4. Hak dan kewajiban pemberi waralaba
berkesinambungan kepada dan penerima waralaba, yaitu hak
penerima waralaba. Penerima yang dimiliki baik oleh pemberi
waralaba berhak menggunakan waralaba maupun penerima waralaba,
HKI atau ciri khas usaha yang seperti pemberi waralaba berhak
dimiliki pemberi waralaba,dan menerima royalti atau uang waralaba
selanjutnya penerima waralaba dari penerima waralaba, dan
berkewajiban menjaga kode selanjutnya pemberi waralaba
etik/kerahasiaan HKI atau ciri berkewajiban memberikan pembinaan
khas usaha yang diberikan oleh secara berkesinambungan kepada
pemberi waralaba. penerima waralaba. Penerima
Peraturan Menteri Perdagangan ini waralaba berhak menggunakan HKI
mencoba mengakomodasi protes para pelaku atau ciri khas usaha yang dimiliki
usaha waralaba yang merasakan oleh pemberi waralaba dan
ketidaksetaraan kedudukan hukum antara selanjutnya penerima waralaba
pengusaha Indonesia dengan pengusaha asing berkewajiban menjaga kode etik
yang bergerak dalam usaha waralaba. Bentuk /kerahasiaan HKI atau ciri khas usaha
penyeimbangan hak dan kewajiban para pihak yang diberikan pemberi waralaba.

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 21


5. Bantuan, fasilitas, bimbingan dengan ketentuan yang ditetapkan
operasional, pelatihan, dan pemasaran bersama.
yang diberikan pemebri waralaba 12. Jaminan dari pihak pemberi waralaba
kepada penerima waralaba, seperti untuk tetap menjalankan kewajiban-
bantuan fasilitas berupa penyediaan kewajibannya kepada penerima
dan pemeliharaan komputer dan waralaba sesuai dengan isi perjanjian
program teknologi informasi hingga jangka waktu perjanjian
pengelolaan kegiatan usaha. berakhir.
6. Wilayah usaha, yaitu batasan wilayah a. Peraturan Menteri
yang diberikan pemberi waralaba Perdagangan ini
kepada penerima waralaba untuk mengamanatkan kepada
mengembangkan bisnis waralaba, pemberi waralaba maupun
sperti di wilayah Sumatera, Jawa, Pemerintah untuk
Bali, atau di seluruh wilayah melakukan pembinaan.
Indonesia. Pembinaan yang harus
7. Jangka waktu perjanjian, yaitu dilakukan oleh pemberi
batasan waktu mulai dan berakhirnya waralaba kepada penerima
perjanjian, seperti perjanjian kerja- waralaba meliputi:
sama ditetapkan selama sepuluh
tahun terakhir terhitung sejak surat 13. Pendidikan dan pelatihan tentang
perjanjian ditandatangani oleh kedua sistem manajemen pengelolaan
belah pihak. waralaba yang dikerjasamakan
8. Tata cara pembayaran imbalan, yaitu sehingga penerima waralaba dapat
tata cara/ketentuan termasuk waktu menjalankan kegiatan waralaba
dan cara perhitungan besarnya dengan baik dan menguntungkan.
imbalan seperti uang waralaba atau 14. Secara rutin memberikan bimbingan
royalti apabila disepakati dalam operasional manajemen, sehingga
perjanjian yang menjadi tanggung apabila ditemukan kesalahan
jawab penerima waralaba. operasional dapat segera diatasi.
9. Kepemilikan, perubahan kepemilikan, 15. Membantu pengembangan pasar
dan hak ahli waris, yaitu nama dan melalui promosi, seperti melalui
alamat jelas pemilik usaha apabila iklan, leaflet/katalog/brosur atau
perseorangan, serta nama dan alamat pameran.
pemegang saham, komisaris, dan 16. Penelitian dan pengembangan pasar
direksi apabila berupa badan usaha. dan produk yang dipasarkan,
10. Penyelesaian sengketa, yaitu sehingga sesuai dengan kebutuhan
penetapan tempat/lokasi penyelesaian dan dapat diterima pasar dengan baik.
sengketa, seperti melalui pengadilan Adapun pembinaan yang wajib
negeri tempat/domisili perusahaan diakukan oleh Pemerintah, antara lain
atau melalui arbitrase dengan meliputi:
memperhatikan hukum Indonesia.
11. Tata cara perpanjangan, pengakhiran, 1. Menyelenggarakan pendidikan dan
dan pemutusan perjanjian seperti pelatihan tentang sistem waralaba,
perjanjian tidak dapat dilakukan baik bagi pemberi waralaba/penerima
secara sepihak, perejanjian berakhir waralba dalam negeri maupun bagi
dengan sendirinya apabila jangka pengusaha yang usahanya layak
waktu yang ditetapkan dalam untuk diwaralabakan.
perjanjian telah berakhir. Perjanjian 2. Merekomendasikan penerima/calon
dapat diperpanjang kembali apabila penerima waralaba untuk diberikan
dikehendaki oleh kedua belah pihak keringanan/kemudahan
memanfaatkan sararana pemasaran,

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 22


baik milik pemerintah maupun milik mengetahui legalitas dan bonafiditas usaha
swasta. pemberi waralaba, baik dari luar negeri
3. Memfasilitasi/merekomendasikan maupun dalam negeri guna menciptakan
pemberi/calon pemberi waralaba transparansi informasi usaha yang dapat
dalam negeri yang memiliki produk dimanfaatkan secara optimal oleh usaha
yang potensial dipromosikan lebih nasional dalam memasarkan barang dan/atau
luas untuk mengikuti pameran jasa dengan waralaba. Dengan demikian
waralaba, baik di dalam negeri pemerintah dapat memantau dan menyusun
maupun luar negeri. data waralaba, baik jumlah maupun jenis
4. Memfasilitasi klinik bisnis, baik di usaha yang diwaralabakan. Untuk itu, pemberi
daerah-daerah maupun pada waralaba sebelum membuat perjanjian
pameran-pameran di dalam negeri waralaba harus menyampaikan prospektus
untuk dapat dimanfaatkan para pelaku penawaran waralaba kepada pemerintah dan
usaha waralaba untuk calon penerima waralaba. Apabila terjadi
berkonsultasi/berdiskusi tentang kesepakatan perjanjian waralaba, maka
permasalahan yang dihadapi. penerima waralaba harus menyampaikan
5. Mengupayakan pemberian perjanjian waralaba tersebut kepada
penghargaan kepada pemberi pemerintah.
waralaba dalam negeri yang telah
berhasil mengembangkan Pengaturan hal-hal tersebut, akan
waralabanya dengan baik, dan tepat apabila dalam bentuk undang-undang.
memberikan manfaat yang baik Hal ini dikarenakan materi tersebut
terhadap perekonomian nasional. menyangkut kehidupan bernegara, khususnya
6. Memfasilitasi untuk memperoleh apabila yang mengajukan prospektus dan
bantuan perkuatan permodalan bagi perjanjian waralaba tersebut adalah waralaba
pemberi waralaba/penerima waralaba internasional, baik perorangan maupun badan
dalam negeri, baik melalui instansi usaha dari luar negeri. Di sini tidak hanya
terkait maupun melalui unsur terjadi interaksi bisnis semata, tetapi ada
perbankan. kepentingan-kepentingan negara yang harus
Dalam Pasal 29 Peraturan Menteri dijaga.
Perdagangan ini ditegaskan bahwa petunjuk
teknis penyelenggaraan waralaba akan diatur Hal-hal baru yang berkaitan dengan
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal kewajiban pemberi waralaba yang akan
Perdagangan Dalam Negeri. Untuk memenuhi mendaftarkan prospektus penawaran
ketentuan tersebut, maka dikeluarkan waralabanya, yaitu: pemberi waralaba harus
Keputusan Direktur Jenderal Perdagangan memberikan draf/konsep perjanjian waralaba
Dalam Negeri Nomor: 138/PDN/KEP/10/2008 kepada calon penerima waralaba paling
tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan singkat dua minggu sebelum penandatanganan
Waralaba. perjanjian. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan yang cukup bagi
Salah satu tujuan pengaturan calon penerima waralaba untuk mempelajari
waralaba adalah untuk meningkatkan sebelum memutuskan untuk kerja-sama atau
pembinaan usaha dengan waralaba di seluruh tidak. Selain itu, pemberi waralaba harus
wilayah Indonesia, dengan mendorong kerja-sama dengan pengusaha kecil dan
pengusaha nasional terutama pengusaha kecil menengah di daerah setempat sebagai
dan menengah untuk tumbuh dan berkembang penerima waralaba atau pemasok barang
sebagai pemberi waralaba nasional yang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan
handal dan mempunyai daya saing di dalam persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi
negeri dan luar negeri, khususnya dalam waralaba, dan mengutamakan penggunaan
memasarkan produk dalam negeri. Di samping barang dan/atau jasa hasil produksi dalam
itu, pemerintah juga merasa perlu untuk negeri sepanjang memenuhi standar mutu

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 23


barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara STPW penerima waralaba yang telah
tertulis oleh pemberi waralaba. Selanjutnya diterbitkan batal demi hukum.
kepada penerima waralaba dibebani kewajiban
untuk mendaftarkan perjanjian waralaba. Praktek tersebut dapat dikatakan
Pendaftaran perjanjian ini dimaksudkan untuk bahwa telah terjadi ”pelaksanaan peraturan
menjamin kepastian hak dan kewajiban para pemerintah yang bertentangan dengan undang-
pihak, baik pemberi waralaba maupun undang”. Apabila waralaba di Indonesia telah
penerima waralaba, termasuk tempat diatur dalam undang-undang, maka hal
penyelesaian sengketa, apabila terjadi sengketa tersebut dapat dipandang sebagai kekhususan,
di kelak kemudian hari. Penyelesaian sengketa sehingga dapat dterapkan asas ”peraturan
tersebut dilakukan dengan menggunakan perundang-undangan yang lebih khusus dapat
hukum Indonesia. Dalam persoalan ini, mengesampingkan peraturan perundang-
kepastian pemberian hak dan penetapan undangan yang bersifat umum”, dengan
kewajiban kepoada seorang warganegara undang-undang di bidang HKI sebagai
Indonesia, badan usaha Indonesia, warga peraturan perundang-undangan yang bersifat
negara asing, badan usaha asing, akan tepat umum, sedangkan undang-undang waralaba
apabila diatiur dalam sebuah undang-undang, sebagai peraturan perundang-undang yang
karena berdasarkan ketentuan Pasal 8 bersifat khusus.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 diatur
bahwa materi yang bermuatan : hak-hak asasi Persoalan yang juga perlu
manusia, hak dan kewajiban warga negara, mendapatkan perhatian adalah pelaporan dan
harus diatur dengan undang-undang. sanksi terhadap pelaku usaha waralaba yang
melalaikan kewajiban. Ketentuan mengenai
Salah satu masalah hukum yang pelaporan ini ditetapkan dalam rangka
ada dalam pelaksanaan usaha waralaba adalah mengetahui perkembangan atau pertumbuhan
adanya ketentuan yang mensyaratkan adanya waralaba di masing-masing provinsi dan
HKI sebagai salah satu kriteria agar kegiatan kabupaten/kota melalui penerbitan STPW.
bisnis yang dilakukan dapat disebut sebagai Pemilik STPW pemberi waralaba berasal dari
waralaba. Masalah ini muncul karena dalam negeri, pemberi waralaba lanjutan
pendaftaran atau pencatatan HKI di Direktorat berasal dari luar negeri dan penerima waralaba
Jenderal HKI memerlukan waktu yang cukup berasal dari luar negeri, wajib menyampaikan
lama, sehingga dikhawatirkan pemberi laporan kegiatan waralaba setiap satu tahun
waralaba dan penerima waralaba akan sekali paling lambat tanggal 31 Maret kepada
kehilangan momentum untuk memulai bisnis Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri
waralaba mereka. Solusi terhadap cq. Direktur Bina Usaha dan Pendaftaran
permasalahan ini pemberi waralaba dapat Perusahaan dengan tembusan kepada kepala
mendaftarkan prospektus penawaran waralaba dinas yang bertanggung jawab di bidang
dan penerima waralaba dapat mendaftarkan perdagangan di kabupaten/kota setempat.
perjanjian waralaba sepanjang HKI dari usaha Pelaku usaha yang mengabaikan kewajibannya
waralaba tersebut telah didaftarkan atau akan dikenai sanksi. Sanksi tersebut berupa
dicatatkan ke Direktorat Jenderal HKI. sanksi administratif pemberhentian sementara
Pendaftaran prospektus penawaran waralaba dan/atau pencabutan STPW, dan sanksi
bagi pemberi waralaba yang melampirkan administratif berupa denda. Persoalan ini
tanda bukti pendaftaran HKI belum dalam terlihat jelas menyangkut materi kelembagaan
bentuk sertifikat atau masih dalam proses negara, sehingga akan lebih tepat apabila
pendaftaran, maka dalam perjanjian waralaba pengaturannya dalam sebuah undang-undang
antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba.
waralaba harus memuat klausula yang
mengatur kemungkinan terjadinya penolakan Dewasa ini muncul fenomena
pendaftaran HKI, dan apabila pendaftaran HKI hukum penggunaan waralaba sebagai
ditolak, maka STPW pemberi waralaba dan instrumen pembangunan daerah (Moch Najib
Imanukllah,2008:112), yaitu adanya hak

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 24


daerah untuk memperoleh sebagian pajak atau muatan-muatan yang harus diatur dan
pendapatan dari usaha waralaba sebagai salah yang telah diatur dalam Perturan
satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemerintah dan Peraturan Meneteri,
Di samping itu, pembinaan yang dilakukan seperti asas-asas, hak-hak
terhadap usaha waralaba diarahkan untuk kewarganegaraan, perpajakan,
memperhatikan dan mendukung kemajuan kelembagaan kenegaraan, semestinya
sosial ekonomi setempat, di mana usaha merupakan materi yang sementara diatur
waralaba tersebut dilakukan. Berkaitan dengan dalam undang-undang agar daya
persoalan pajak tersebut, maka akan tepat mengikatnya lebih kuat.
apabila diatur dengan undang-undang.
2. Pengaturan waralaba di Indonesia dalam
Urgensi yang lain yaitu adanya sebuah undang-undang memiliki urgensi
kecenderungan dari para pemberi waralaba dalam hal penyelesaian persoalan taraf
asing untuk memilih negara-negara tujuan sinkronisasi hukum. Dengan diatur dalam
ekspansi bisnisnya yang telah memilki sebuah undang-undang, maka persoalan
undang-undang khusus waralaba, dan mereka taraf sinkronisasi vertikal antara Peraturan
minta adanya upaya-upaya penyeimbangan Pemerintah yang mengatur waralaba
kepentingan antara penerima waralaba dengan dengan beberapa undang-undang yang
pemberi waralaba asing, dalam bentuk masih berhubungan/terkait, akan beralih menjadi
adanya ruang untuk penggunaan hukum selain persoalan sinkronisasi horizontal, dan
hukum Indonesia, dalam rangka memenuhi undang-undang waralaba akan dipandang
rasa keadilan bagi pihak pemberi waralaba sebagai undang-undang yang bersifat
asing (Moch Najib Imanullah,2010:10). Hal khusus. Dengan demikian, apabila terjadi
ini akan tepat apabila diatur dalam bentuk pengaturan yang berbeda antara undang-
undang-undang. Selain itu, globalisasi bisnis undang waralaba dengan undang-undang
waralaba berpotensi untuk timbulnya lainnya maka tidak dipandang lagi
persoalan choise of law dan choise of forum, sebagai ketentuan yang melanggar
yang akan tepat apabila pengaturannya dalam undang-undang, melainkan sebagai
bentuk undang-undang. pengaturan secara khusus.

Sudah saatnya waralaba di 3. Pengaturan waralaba dalam sebuah undang-


Indonesia diatur dalam sebuah undang- undang juga akan menjawab dan
undang. Namun demikian, terwujud atau menyelesaikan persoalan harmonisasi
tidaknya sangat tergantung dari kemauan hukum antara pengaturan waralaba di
politik pembentuk undang-undang. Fakta Indonesia dengan undang-undang khusus
hukum menunjukkan bahwa pembentukan waralaba dari berbabagi negara yang
undang-undang lebih diarahkan pada pemberi waralabanya beroperasi di
kepentingan politik penguasa dan pihak-pihak Indonesia, atau sebaliknya pemberi
yang berkepentingan (Hendrik waralaba Indonesia yang menjalankan
Hattu,2011:406). usaha waralabanya di luar negeri,
sehingga akan tercipta perlindungan
hukum, kepastian berusaha, dan keadilan.
Selain itu, pengaturan waralaba dalam
E. Simpulan sebuah undang-undang juga akan
mendorong pengusaha waralaba asing
Berdasarkan hasil penenlitian di untuk beroperasi di Indonsia dengan
atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan alasan-alasan tersebut.
sebagai berikut.

1. Urgensi pebgaturan waralaba di Indonesia


dalam sebuah undang-undang khusus
telah mendesak untuk dilakukan karena

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 25


asosiasi, dan membuka partisipasi publik
selaku konsumen, untuk menyususun
F.Saran kembali naskah akademik undang-undang
waralaba yang pernah dihasilkan BPHN,
Menunggu terwujudnya undang- tentu saja dengan perbaikan-perbaikan
undang yang mengatur waralaba, maka sesuai dengan dinamika dan
disarankan sebagai berikut. perkembangan usaha waralaba di
Indonesia saat ini, dan melakukan
1. Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang sinkronisasi hukum dengan undang-
Waralaba dan Peraturan Menteri undang yang sudah ada yang terkait
Perdagangan Nomor 31/M- dengan usaha waralaba.
Dag/PER/8/2008 Tentang
Penyelenggaraan Waralaba, masih tetap 3. Langkah tersebut diikuti dengan langkah
harus dilaksanakan secara konsekuen. harmonisasi hukum dengan undang-
undang khusus tentang waralaba milik
2. Pemerintah bekerjasama dengan kalangan negara lain dalam kerangka melakukan
akademisi, kalangan bisnis, kalangan harmonisasi hukum.

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 26


Daftar Pustaka

Adrian Sutedi. 2008. Hukum Waralaba. Bogor : Ghalia Indonesia.

Agus Mardianto. 2011. ”Akibat Hukum Pembatalan Pendaftaran Merek terhadap Hak Penerima
Lisensi Merek menurut UU Nomor 15 Tahun 2001”. Dinamika Hukum Volume 11 No.3
September 2011.

Bagir Manan. 2004. Teori dan Politik Konstitusi. Cetakan kedua. Jogjakarta : FH UII Press.

Bambang N. Rachmadi.2007. Franchising The Most Practical and Excellent Way of Succeeding.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

BPHN. 1995. Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan Tentang Waralaba. Jakarta : BPHN.

Gunawan Widjaja. 2011. ”Konsep dan Pengertian Kartel dalam Kerangka Persaingan Usaha Serta
Penerapannya di Indonesia”. Hukum Bisnis Volume 30 No.2 Tahun 2011.

Hadi Setia Tunggal. 2006. Dasar-dasar Pewaralabaan (Franchising). Jakarta : Harvarindo.

HAS. Natabaya. 2008. Sistem peraturan Perundang-undangan Indonesia. Jakarta : Konpress dan
Tatanusa.

Hendrik Hattu. 2011. ”Tahapan Undang-Undang Responsif”. Mimbar Hukum Vol.23 No.2 Juni 2011.

Moch. Basarah dan M. Faiz Muhidin. 2008. Bisnis Franchise dan Aspek-aspek Hukumnya. Bandung :
Citra Aditya Bakti.

Moch Najib Imanullah. 2008. Faktor Non Ekonomi dalam Waralaba. Surakarta : UNS Press.

----------------------------. 2008. ”Kontribusi Hukum Terhadap Waralaba di Indonesia”. -Yustisia Edisi


74 Mei-Agustus 2008 Tahun XVIII.

----------------------------. 2010. ”Kajian Penerapan Asas-asas Hukum Perjanjian Waralaba Internasional


dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Wralaba dan Implikasi
Yuridisnya”. Syiar Hukum Vol XII No.1 Maret 2010.

----------------------------. 2010. ”Pengaruh Berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007


Tentang Waralaba terhadap Pertumbuhan Waralaba di Indonesia”. Yustisia Edisi 80 Mei-
Agustus 2010 Tahun XXI .

M. Puvenesvary, et.all. 2008. Qualitative Research : Data Collection & Data Analysis Techniques.
Sintok : Penerbit UUM.

Redaksi Majalah Info Franchise. 2009. Franchise Your Business. Jakarta : Info Franchise Publishing.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2007. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat.
Jakarta : raja Grafindo Persada.

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 27


Tri Raharjo dan Rofian Akbar. 2008. Think Big Franchise : The Power of Franchise. Jakarta : Info
Franchise Publishing.

Yudha Bhakti Ardhiwisastra. 2000. Penafsiran dan Konstruksi Hukum. Bandung : Alumni.

Persantunan

Terselesaikannya penelitian dan artikel ini kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada DP2M DIKTI KEMDIKNAS yang telah membiayai
penelitian melalui Program Penelitian Fundamental Tahun 2011.Terima kasih dan pengargaan juga
kami sampaikan kepada LPPM dan Fakultas Hukum UNS yang telah memfasilitasi penelitian ini.
Kepada Redaksi Jurnal Yustisia Fakultas Hukum UNS, terima kasih telah berkenan untuk
mempublikasikan artikel kami.

Yustisia Vol.1 No.2 Mei – Agustus 2012 Urgensi Pengaturan Waralaba... 28

Anda mungkin juga menyukai