Anda di halaman 1dari 4

Dewi syifa nurkhoiri

044992406

MODUL 6 UTANG LUAR NEGERI Indonesia

A. HAKEKAT UTANG LUAR NEGERI Indonesia

Secara teoritis, utang luar negeri dilakukan oleh negara miskin dan negara berkembang untuk
menutupi kesenjangan antara investasi dengan tabungan. Melalui utang luar negeri diharapkan
sebuah negara dapat melakukan investasi karena jumlah tabungan mereka tidak memadai untuk
melakukan investasi tersebut.

Tahun 1947 Indonesia mulai berutang kepada negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan
Inggris. Pada masa itu, para pemimpin mau berutang dengan syarat tidak mencederai kedaulatan
bangsa. Orde baru melakukan kebijakan utang luar negeri yang sangat berbeda dengan orde lama.
Pada waktu itu tabungan domestik sangatlah rendah padahal disisi lain pemerintah, dengan
berpedoman pada pandangan kapitalisme ingin melihat pertumbuhan ekonomi. Satu-satunya cara
yang dapat meningkatkan investasi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah
melalu utang luar negeri.

Utang luar negeri juga dapat digunakan secara politis. Negara-negara maju memberikan utang yang
berkedok bantuan untuk menanamkan pengaruh politiknya kepada negara debitur. Pengakuan John
perkins dalam bukunya confession of an economic hit man (2003) menjadi bukti empirik bahwa
utang luar negeri merupakan upaya sistematis yang dilakukan negara kreditor untuk mengambil alih
penguasaan ekonomi (SDA dan aset-aset strategis) di negara debitor. Pemberian utang luar negeri
adalah sarana mereka untuk memperburuk perekonomian negara debitur kedalam situasi
keterjebakan utang.

B. Jenis – jenis utang luar negeri

Berikut berbagai jenis bantuan luar negeri dari yang disusun berdasarkan tingkat paling
mudah/lunak (Hardiyanto, 2001:108) :

• Hibah (grant) uang senilai $1 juta, tanpa ikatan dalam cara penggunaannya
• Hibah beras senilai $1 juta suatu negara, yang hasil penjualannya digunakan untuk
membiayai proyek pembangunan tertentu di negara penerima hibah
• Pinjaman (loan) sebesar $1 juta yang penggunaannya terbatas untuk membeli barang dan
jasa konsultasi dari perusahaan negara pemberi pinjaman. Lama pinjaman 20 tahun, masa
tenggang (gestation period) 1 tahun dengan bunga 1 persen
• Pinjaman sebesar $1 juta dengan bunga 3 persen untuk membeli barang dari negara
pemberi pinjaman, masa pelunasan (amortisasi) 10 tahun
• Pinjaman sebesar $1 juta dengan bunga 1 persen dibawah suku bunga yang berlaku di pasar
komersial, lama pinjaman 8 tahun.

C. Mekanisme pencairan utang luar negeri

Berdasarkan gambaran dua mekanisme pencairan utang bank dunia dan IMF tersebut ada beberapa
hal yang dapat kita simpulkan. Pertama, kreditur sangat berkuasa dalam menentukan hal-hal yang
boleh dibiayai melalui utang luar negeri. Kedua, kreditur dengan sangat leluasa mengetahui data-
data rahasia milik pemerintah sepeti data keuangan sehingga ia dapat digunakan untuk kepentingan
ekonomi politik mereka. Ketiga, utang luar negeri yang diberikan terus-menerus dalam jangka lama
menciptakan ketergantungan.

D. Indonesia terjebak utang luar negeri

Utang luar negeri yang ditumpuk Indonesia dari tahun ke tahun telah meningkatkan ketergantungan
terhadap negara atau lembaga kreditur. Selama ini masyarakat dan pemerintah sudah terbiasa
menggunakan utang luar negeri untuk membiayai pembangunan. Lebih jauh kehadiran kreditur
asing yang membiayai pembangunan Indonesia membuat mereka memiliki posisi ekonomi politik
yang luar biasa besar, sehingga mereka dengan mudah melakukan intervensi terhadap kebijakan
ekonomi dan politik Indonesia.

Melalui LOI yang telah ditandatangani pemerintah Indonesia, IMF memaksakan serangkaian
kebijakan ekonomi yang sesungguhnya merugikan Indonesia seperti privatisasi BUMN, liberasi
perdagangan minyak bumi, dan penghapusan subsidi kesehatan dan pendidikan. Dibandingkan
dengan Malaysia yang tidak menerima intervensi IMF, pemulihan krisis Indonesia justru berjalan
lebih lambat. Jadi terbukti bahwa jalan keluar (resep) pemulihan ekonomi yang diberikan IMF
sesungguhnya tidak berhasil. Pemerintah Indonesia tidak berani mengambil langkah radikal untuk
tidak berorientasi pada utang tetapi pada kekuatan sendiri.

E. Solusi utang luar negeri Indonesia

Setidaknya ada tiga solusi alternatif yang dapat ditempuh untuk mengurangi beban utang luar negeri
yang saat ini sedang melilit Indonesia. Alternatif pertama adalah penundaan pembayaran angsuran
pokok utang. Kedua, pengalihan kewajiban membayar angsuran pokok utang menjadi kewajiban
melaksanakan suatu program tertentu, dan ketiga adalah pengurangan pokok utang melalui suatu
mekanisme yang dikenal sebagai inisiatif untuk negara-negara miskin yang terjebak utang (Baswir,
2001 : 67).

Berbagai alternatif diatas adalah jalan keluar yang konservatif karena dianggap tetap
menguntungkan negara kreditur dan menekan negara debitur. Di beberapa negara seperti Argentina
dan Meksiko utang luar negeri diselesaikan dengan cara-cara yang lebih revolusioner. Mereka tidak
meminta penjadwalan ulang tetapi pemotongan utang.

KB KORUPSI Indonesia

A. KONDISI KORUPSI DAN PEKEMBANGANNYA

Saat ini korupsi menjadi masalah global, baik di negara maju maupun di negara negara sedang
berkembang. Hanya saja, dengan sistem pemerintahan dan pengawasan yang ketat di negara maju,
masalah ini tidak separah di negara negara berkembang. Negara seperti New Zealand, Denmark,
Swedia, Kanada, Australia, maupun Finlandia termasuk negara yang “bersih” dan berada pada
peringkat paling atas untuk minimalitas korupsinya. Sedangkan negara Singapura sudah termasuk
kategori negara industri baru, karena sistem hukumnya sangat ketat, juga masuk dalam kategori
yang tingkat korupsinya relatif rendah.
Berkaitan dengan sinyalemen korupsi atas dana pinjaman bank dunia yang selama ini dianggap
sangat baik sistem pemantauan bantuannya tersebut, sebelum gerakan reformasi meluas sudah
mendapat sanggahan keras baik dari pemerintah Indonesia dan bank dunia. Lembaga ini dan juga
pemerintah Indonesia secara cepat membantah pernyataan ini dengan menegaskan bahwa ada
sistem pemantauan yang ketat atas setiap sentence dana yang dikucurkan oleh bank dunia. Bank
dunia menyatakan tidak pernah mentoleransi penggunaan dana untuk keperluan di luar
penganggarannya dan selalu melakukan pengawasan atas adanya kebocoran tersebut.

B. MODUS KORUPSI

Di Indonesia tempat-tempat yang rawan korupsi adalah tender-tender proyek besar termasuk juga
yang pendanaannya dari luar negeri, kemudian kredit perbankan, penerimaan pajak, bea cukai,
pemberian perijinan untuk berbagai usaha termasuk yang berkaitan dengan analisis mengenai
dampak lingkungan (Amdal). Korupsi di jajaran birokrasi dengan berbagai bentuknya sudah sangat
meluas dalam berbagai jenjang birokrasi atau pegawai negeri di tanah air. Bukan saja pada level top
pemerintahan, melalui berbagai SK dan instruksi yang berbau KKN tetapi ada juga yang berbagai
kegiatan yang menyangkut pelayanan publik, yang untuk kelancaran urusannya masyarakat harus
mengeluarkan dana ekstra. Para pegawai pemerintah tersebut seakan menganggap dirinya sebagai
penguasa yang dapat mempercepat atau memperlambat setiap urusan yang ada di kantornya.

C. DAMPAK KORUPSI TERHADAP PEREKONOMIAN

Adanya korupsi memang tidak otomatis membuat suatu perekonomian langsung terpuruk dan tidak
bisa berkembang. Sebagaimana yang terlihat dalam perekonomian nasional Indonesia,
perekonomian tetap sempat mengalami pertumbuhan relatif tinggi di tengah badai korupsi tersebut.
Namun perkembangan pesat ini dibarengi dengan eksploitasi dan perusakan sumber daya alam
secara besar besaran serta membengkaknya utang luar negeri pemerintah dan swasta. Akibatnya
perekonomian kita sangat rentan sebagaimana yang tercermin dari krisis ekonomi sekarang ini. Di
samping itu pertumbuhannya tidak optimal bahkan lebih rendah dibandingkan negara-negara
tetangga yang secara relatif memiliki sumber kekayaan alam yang lebih sedikit dibandingkan
Indonesia. Akibat lain dari tindak korupsi ini adalah terjadi ketidakmerataan yang tajam diantara
pelaku pelaku ekonomi, sebagai akibat ketidakadilan dalam perolehan fasilitas yang diberikan oleh
birokrasi melalui praktek korupsi dan kolusi ataupun nepotisme. Oleh karena itu penghapusan KKN
ini merupakan bagian integral dari reformasi ekonomi yang arahnya untuk meningkatkan
produktivitas dari seluruh input yang digunakan.

D. PEMBERANTASAN KORUPSI

Memang tidak mudah untuk menghapus korupsi yang meluas. Namun demikian Johnson (1998, h.
69-90) yang menilai kasus korupsi paling serius adalah “political and bureaucratic corruption”
mengemukakan bahwa pada periode jangka menengah ke jangka panjang adalah mungkin untuk
menurunkan korupsi ini dari tingkat korupsi yang tinggi ke tingkat yang rendah. Hal ini melalui
pemberian jaminan adanya hak atas kebutuhan dasar ekonomi dan kebebasan sipil, peningkatan
kompetisi politik dan ekonomi, dan mendorong pertumbuhan masyarakat sipil yang kuat.
Langkah tersebut memang akan memakan waktu. Namun bagi Indonesia yang kini memiliki
momentum untuk melakukan reformasi menyeluruh, hal tersebut bisa segera dilakukan.
Perombakan institusi dan perubahan aturan aturan yang selama ini mengekang dan menghambat
proses reformasi tersebut saatnya untuk dikerjakan. Ini memang akan menimbulkan beberapa
gejolak, namun demikian hal ini merupakan sesuatu yang umum terjadi dalam proses reformasi
sebagai suatu transition cost yang sulit dihindarkan.

Pembentukan komite pemberantasan korupsi (KPK) dapat menjadi awal yang baik bagi upaya
pemberantasan korupsi asalkan dilakukan secara serius dan konsisten. Langkah-langkah yang sudah
ditempuh untuk memeriksa dan mengadili koruptor koruptor kelas atas perlu terus digalakkan tanpa
pandang bulu. KPK juga harus berani memberantas korupsi yang sudah meluas di kalangan penegak
hukum, termasuk di Mahkamah Agung, kejaksaan dan kepolisian. Pemberantasan korupsi akan
efektif jika dilakukan dari level yang paling atas, tanpa mengabaikan penanganan di level-level
bawahnya. Komitmen dan konsistensi presiden memegang peranan yang sangat vital demi
kelancaran upaya penegakan hukum melalui pemberantasan korupsi sampai ke akar-akarnya.

Sumber referensi :

BMP ESPA4314/MODUL 6 HAL 6.5 – 6.28 EDISI 4 UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai