Kelompok 4 :
Daniel Meciho
Donysa P O Nainggolan
Fajar D Yulianta
Wiki Lase
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUTANSI
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
TAHUN 2022
A. LATAR BELAKANG
Pemberian utang luar negeri diawali pasca Perang Dunia II dimana negara-negara
pinjaman kepada negara-negara dunia ketiga yang memiliki keinginan untuk mewujudkan
Sebagai salah satu negara ketiga, Indonesia juga memiliki utang luar negeri diawali
sejak era orde lama hingga saat ini. Awalnya utang tersebut digunakan untuk membiayai
pembangunan namun dikemudian hari selain untuk pembiayaan pembangunan, utang luar
negeri juga merupakan tambahan pembiayaan defisit anggaran guna memacu pertumbuhan
Posisi utang luar negeri Indonesia sampai akhir Maret 2010 mencapai US$180,7
miliar atau setara dengan Rp1.628,4 triliun (patokan kurs=Rp9.012/ US$). Utang ini
didominasi utang Pemerintah sebesar US$95,1 miliar, utang swasta sebesar US$75,1
B. PERMASALAHAN
Utang luar negeri atau dikenal dengan pinjaman luar negeri adalah : setiap
penerimaan negara baik dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan,
rupiah, maupun dalam bentuk barang dan/atau jasa yang diperoleh dari pemberi
pinjaman luar negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu.
dan terdiri atas pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor, pinjaman komersial, dan
pinjaman campuran.
Development Assistance (ODA) Loan3 atau Concessional Loan4, yang berasal dari
suatu negara atau lembaga multilateral, yang ditujukan untuk pembangunan ekonomi
atau untuk peningkatan kesejahteraan sosial bagi negara penerima dan memiliki
komponen hibah (grant element) sekurang- kurangnya 35% (tigapuluh lima per
penanganan perubahan iklim atau baru-baru ini tawaran pinjaman keuangan dari
pengembangan geothermal.
lembaga keuangan atau lembaga non keuangan di negara pengekspor yang dijamin
oleh lembaga penjamin kredit ekspor. Contohnya fasilitas ini diberikan untuk UKM
Pinjaman Campuran adalah kombinasi antara dua unsur atau lebih yang
terdiri dari hibah, pinjaman lunak, fasilitas kredit ekspor, dan pinjaman komersial.
Semua bentuk dan jenis pinjaman luar negeri ini diterima dari negara asing,
lembaga multilateral, lembaga keuangan dan lembaga non keuangan asing, dan
lembaga keuangan non asing, yang berdomisili dan melaksanakan kegiatan usaha
Sebelumnya jatuhnya Orde Baru, Bank Dunia selalu memuji prestasi pembangunan
ekonomi Indonesia. Bahkan posisi Indonesia ditempatkan sebagai salah satu negara
itu telah merusak dan menghabiskan sumber daya alam yang ada, dan melilitkan
Jumlah utang luar negeri Indonesia menempati peringkat ke-5 di antara negara
dunia ketiga, setelah Meksiko, Brazil, India dan Argentina. 8 Akibat krisis ekonomi yang
sangat parah ini, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan rasio stock utang per
GDP tertinggi di dunia, mengalahkan negara-negara yang selama ini terkenal sebagai
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan, nilai total utang
pemerintah pusat dalam rupiah mengalami peningkatan setiap tahun. Bank Indonesia
(BI) merilis data terbaru utang luar negeri Indonesia yang mencapai US$ 360,7 miliar
atau sekitar Rp 5.410 triliun (US$ 1 = Rp 15.000). Angka ini meningkat sekitar US$
17,56 miliar atau Rp 263,4 triliun dibandingkan periode yang sama pada tahun 2017.10
Tabel Rincian Utang Luar Negeri Indonesia Periode Agustus 2018
4 Total 360,72
Selanjutnya, jika kita elaborasi negara yang menjadi kreditor terbesar, Singapura
jadi juaranya dengan total mencapai US$ 57,80 miliar. Berikut negara pemberi (kreditor)
utang bagi Indonesia. Dari kreditor terbesar hingga terkecil di luar Bank Dunia.
1 Singapura 57,80
2 Jepang 28,97
3 Tiongkok 16,75
4 AS 15,48
5 Hongkong 13,66
negara yang berada di kawasan Asia. Selain Singapura, ada negara-negara seperti
Jepang, Tiongkok hingga Hongkong yang memberikan jumlah utanag terbesar.
Sementara Sementara itu, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik
Bruto (Pertumbuhan Ekonomi) pada kuartal II-2018 turun tipis ke level 34,34% dari
Pemerintah Jokowi saat ini, menambah utang pemerintah dalam APBN 2018
hingga Rp 549,92 triliun dalam setahun. Angka ini merupakan realisasi outstanding per
September 2019. Dalam realisasi APBN 2018 per September yang dipublikasikan
bahwa total utang pemerintah pada September 2017 lalu hanya sebesar Rp 3.866,45
triliun. Realisasi per September 2018, total utang pemerintah mencapai Rp 4.416,37
pinjaman luar negeri. Namun pelaksanaan ini tidak boleh dilaksanakan secara
untuk melakukan pengelolaan yang cermat terhadap utang atau pinjaman luar negeri
dan penatausahaan, pelaporan, monitoring, evaluasi dan pengawasan atas utang luar
negeri.
Perencanaan
Rencana Kebutuhan Pinjaman Luar Negeri (RKPLN) selama 5 (lima) tahun dengan
Bappenas.
menyusun Daftar Rencana Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri Jangka Menengah
a. kriteria umum dimana kegiatan sesuai dengan arahan dan sasaran RPJM, kegiatan
pelaksanaan, kegiatan secara teknis dan pembiayaan lebih efisien untuk dibiayai
dari pinjaman luar negeri, dan hasil kegiatan dapat dioperasikan oleh sumberdaya
b. kegiatan dalam rangka pencapaian sasaran tugas pokok dan fungsi Kementerian
Negara/Lembaga.
Kementerian Negara/Lembaga juga dapat menginisiasi kegiatan untuk
Pemerintah Daerah berupa usulan kegiatan yang sebagian atau seluruhnya akan
Usulan kegiatan dari Pemerintah Daerah harus memperhatikan kriteria umum dan
setempat,
umum dan kriteria khusus yaitu kegiatan investasi ini dimaksudkan untuk memperluas
kelayakan kegiatan, dan surat persetujuan dari DPRD (khusus untuk Pemerintah
Daerah).
mengusulkan dan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri (PPLN) serta diinformasikan
kepada masyarakat.
Menlu dan instansi terkait lainnya untuk memperoleh kesepakatan mengenai kegiatan
pelaksanaan kegiatan.
Prioritas Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (DRPPHLN), dan disampaikan kepada
Luar Negeri.
calon PPLN.
Kementerian Luar Negeri dan instansi lainnya didampingi ahli hukum, bersama
dengan calon PPLN. Hasil perundingan ini kemudian dituangkan dalam Naskah
kecuali ditentukan lain oleh naskah tersebut, kemudian disampaikan oleh Depkeu
RK-PHLN yang isinya meliputi rincian jenis kegiatan, lokasi, rencana alokasi
Pelaksanaan
tata cara : pembukaan L/C, pembayaran Langsung (Direct Payment)6, reksus (Special
sebesar nilai Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
L/C dan mengirimkannya kepada BI atau Bank dengan tembusan kepada Dirjen Bea
untuk mengajukan pembukaan L/C kepada BI atau bank dengan melampirkan KPBJ
dan daftar barang yang akan diimpor serta dokumen pendukung lain yang diatur oleh
BI atau bank. BI atau bank kemudian membuka L/C kepada bank koresponden dan
Pengelolaan Utang. Atas dasar L/C yang telah dibuka, BI atau bank meminta Pemberi
dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri. BI kemudian menerbitkan Nota Disposisi dan
tembusannya kepada KPPN. Oleh KPPN kemudian diterbitkan dan dibukukan Surat
langsung oleh Pemberi Pinjaman Luar Negeri kepada rekanan. Untuk setiap transaksi
yang telah dilakukan, Direktorat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, KPPN dan BI
menerima Notice of Disbursement (NOD) dari Pemberi Pinjaman Luar Negeri. Atas
NOD ini KPPN menerbitkan SP3 dan menyampaikan kepada BI untuk dibukukan serta
Pinjaman Luar Negeri untuk kebutuhan pembiayaan selama periode tertentu atau
SPM/SPP, SKM, Reksus L/C dengan dilampiri dokumen pendukung kepada KPPN
yang menjadi dasar bagi KPPN untuk menerbitkan SP2D atau SKM Reksus L/C.
Dokumen yang diterbitkan tersebut disampaikan kepada BI atau Bank dan menjadi
melampirkan KPBJ dan daftar barang yang akan diimpor serta dokumen pendukung
lainnya. BI atau bank kemudian membuka L/C kepada bank koresponden dan
membukukan ekuivalen Rupiah ke dalam Rekening Kas Negara KKPN penerbit SKM
pinjaman luar negeri serta disampaikan kepada KPPN. KPPN kemudian menerbitkan
dan membukukan SP3 pada tahun anggaran berjalan sebagai realisasi APBN dan
sisa dana dalam reksus setelah closing account maka sisa dana kembali kepada
KPPN. Atas dasar bukti-bukti tersebut dan dokumen pendukung lain yang diminta oleh
Pemberi Pinjaman Luar Negeri, KPPN mengajukan APD kepada Pemberi Pinjaman
Luar Negeri. Lalu Pemberi Pinjaman menerbitkan NOD atau dokumen lain yang
dipersamakan dan diberikan kepada Dirjen Pengelolaan Utang, KPPN dan BI.
Berdasarkan NOD, KPPN menerbitkan SP3 dan mengirimkan kepada PA/KPA sebagai
Penatausahaan
Pinjaman luar negeri ini dituangkan dalam dokumen satuan anggaran dan
Sesuai dengan PSAP 9 paragraf 21, pengakuan pinjaman luar negeri dibedakan
(i) dengan pembukaan L/C, pinjaman diakui saat pemberi pinjaman melakukan
(iii) dengan pembukaan reksus, pinjaman diakui saat pemberi pinjaman melakukan
Utang tersebut dicatat sebesar nilai nominal berdasarkan nilai tukar (kurs tengah BI)
pada tanggal neraca dan disajikan sebesar nilai tercatat 10. Selain itu perlu juga
diungkapkan rincian dari masing-masing utang, jatuh tempo, tingkat bunga, amortisasi
diskonto/premium, dan selisih kurs utang dalam valuta asing yang terjadi antar kurs
Pinjaman luar negeri yang telah digunakan untuk membiayai kegiatan- kegiatan
dan jasa, permasalahan/kendala yang dihadapi dan langkah tindak lanjut yang
pelaksanaan kegiatan tersebut akan dievaluasi dan disajikan menjadi Laporan Kinerja
Bappenas untuk disusun dalam suatu laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan yang akan
Bappenas juga mengadakan rapat berkala pada setiap berakhirnya triwulan dan
Hal ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Selepas pengakuan
kemerdekaan pada Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, pemerintahan yang baru
terbentuk sudah menanggung utang warisan kolonial Belanda. Saat itu, nilai utang
sebesar US$1,13 miliar sebagai nilai kerusakan perang serta investasi yang dibekukan
oleh Belanda di Indonesia. Angka tersebut tentu berat bagi Indonesia yang produk
domestik bruto (PDB) saat itu masih kecil. Pemerintah Indonesia di bawah Presiden
Soekarno saat itu otomatis menanggung beban keuangan yang tak sederhana. Biaya
Utang Negara (SUN). Sebagai solusi, Bank Indonesia (BI) saat itu diminta mencetak
uang dalam jumlah besar. Tentu saja efeknya langsung terasa: hiperinflasi.
balance budget mulai dijalankan. Meskipun saat itu belum ada Undang-undang (UU)
yang mengatur neraca keuangan pemerintah. Pembangunan saat itu mulai dibiayai
dengan kerja sama multilateral atau bilateral. Saat orde baru mulai diterapkan disiplin
pembiayaan utang multilateral atau bilateral untuk pembangunan. Pemerintah juga mulai
ketat menentukan porsi utang yang bisa diambil setiap tahun anggaran. Pada masa orde
baru, rasio utang sempat mencapai 57,7 persen terhadap keseluruhan PDB. Pada 1998
lalu misalnya, saat terjadi krisis moneter, utang pemerintah berada di angka Rp551,4
harus menarik utang dalam jumlah besar. Hal itu dilakukan karena situasi ekonomi,
sosial, dan politik dalam negeri yang jauh dari stabil. Utang di masa pemerintahan
Habibie mencapai Rp938,8 triliun. Padahal PDB nasional saat itu sebesar Rp1.099
triliun. Artinya, rasio utang saat itu mencapai 85,4 persen. Andai saja UU nomor 17
tahun 2003 tentang Keuangan Negara saat itu sudah berlaku, maka rasio utang di era
Habibie menyalahi batas rasio utang terhadap PDB, yakni maksimal 60 persen.
4. Rasio utang mulai membaik
Di era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur, rasio utang sedikit
membaik ke level 77,2 persen. Nilai utang pemerintah saat itu sebesar Rp1.271 triliun,
Megawati Soekarnoputri, perekonomian Indonesia mulai pulih dari krisis. Rasio utang
juga mulai menurun. Nilai utang saat itu sebesar Rp1.298 triliun, sementara PDB sebesar
Rp2.303. Artinya rasio utang mencapai 56,5 persen dari PDB. Kemudian di era
Indonesia mencapai Rp2.608 triliun. Kabar baiknya, PDB Indonesia juga terus tumbuh
menjadi Rp10.542 triliun. Artinya, rasio utang di era SBY sebesar 24,7 persen terhadap
PDB.
Berdasarkan rilis Kementerian Keuangan, rasio utang pemerintah hingga Juni 2021
mencapai Rp6.418 triliun. Rasio utang pemerintah saat ini mencapai 40,49 persen
terhadap PDB. Porsi utang pemerintah didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN)
sebesar 86,94 persen dan pinjaman sebesar 13,06 persen. Jika dibedah lebih rinci, SBN
tercatat sebesar Rp5.580,02 triliun yang terdiri dari SBN domestik Rp4.353,56 triliun dan
valas Rp1.226,45 triliun. Sementara utang dari pinjaman sebesar Rp838,13 triliun.
Rinciannya, pinjaman dalam negeri Rp12,32 triliun dan pinjaman luar negeri Rp823,81
triliun.
D. PENUTUP
Kebijakan utang luar negeri atau pinjaman luar negeri ini diharapkan dapat
luar negeri, jumlah hibah luar negeri, posisi utang luar negeri, sumber pinjaman luar
negeri dan jenis pinjaman luar negeri. Publikasi ini diharapkan dapat meningkatkan
negeri selain pengawasan dari pengawas internal dan/atau dari lembaga pemeriksa
eksternal (BPK).
Daftar pustaka
- BankIndonesia.https://www.cnbcindonesia.com/market/20181016095432-17-37549/
- Muhammad Iqbal Maulidi. Pengaruh Utang Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing
Hidayatullah, 2013), h. 20